Anda di halaman 1dari 16

Paradigma pengembangan Management Pendidikan islam

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara
rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik.
Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan (Didin dan Hendri, 2003:1).
[1] Mulai dari urusan terkecil seperti mengatur urusan Rumah Tangga sampai
dengan urusan terbesar seperti mengatur urusan sebuah negara semua itu
diperlukan pengaturan yang baik, tepat dan terarah dalam bingkai sebuah
manajemen agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai secara
efisien dan efektif.
Pendidikan Agama Islam dengan berbagai jalur, jenjang, dan bentuk
yang ada seperti pada jalur pendidikan formal ada jenjang pendidikan dasar yang
berbentuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), jenjang
pendidikan menengah ada yang berbentuk Madrasah Alyah (MA) dan Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK), dan pada jenjang pendidikan tinggi terdapat begitu
banyak Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dengan berbagai bentuknya ada
yang berbentuk Akademi, Sekolah Tinggi, Institut, dan Universitas. Pada jalur
pendidikan non formal seperti Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak
(TPA), Majelis Ta’lim, Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jalur Pendidikan
Informal seperti pendidikan yang diselenggarakan di dalam kelurarga atau
pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Kesemuanya itu perlu
pengelolaan atau manajemen yang sebaik-baiknya, sebab jika tidak bukan hanya
gambaran negatif tentang pendidikan Islam yang ada pada masyarakat akan tetap
melekat dan sulit dihilangkan bahkan mungkin Pendidikan Islam yang hak itu
akan hancur oleh kebathilan yang dikelola dan tersusun rapi yang berada di
sekelilingnya, sebagaimana dikemukakan Ali bin Abi Thalib :”kebenaran yang
tidak terorganisir dengan rapi akan dihancurkan oleh kebathilan yang tersusun
rapi”.
B. Rumusan Masalah
1. ….
2. ….
3.
  
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Pendidikan Islam.


Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang
merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan,
ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam kamus Inggris Indonesia
karangan John M. Echols dan Hasan Shadily (1995 : 372) management berasal
dari akar kata to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan,
mengelola, dan memperlakukan.
Ramayulis (2008:362) menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan
hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan).[2] Kata ini merupakan derivasi
dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti
firman Allah SWT :
َ‫ض ثُ َّم يَ ْع ُر ُج ِإلَ ْي ِه فِي يَوْ ٍم َكانَ ِم ْقدَا ُرهُ َأ ْلفَ َسنَ ِة ِّم َّما تَ ُع ُّدون‬
ِ ْ‫يُ َدبِّ ُر اَْأل ْم َر ِمنَ ال َّس َمآ ِء ِإلَى اَْألر‬
Artinya : Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik
kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut
perhitunganmu (Al Sajdah : 05).
Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah swt
adalah pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti
kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang
diciptakan Allah SWT telah dijadaikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus
mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah
mengatur alam raya ini.
Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan
aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan
dan melalui orang lain (Robbin dan Coulter, 2007:8).[3]
Sedangkan Sondang P Siagian (1980 : 5) mengartikan manajemen
sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam
rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
Bila kita perhatikan dari kedua pengertian manajemen di atas maka
dapatlah disimpulkan bahwa manajemen merupkan sebuah proses pemanfaatan
semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar
tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktip. Sedangkan
Pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada
peserta didik sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di
dunia dan di akhirat.
Dengan demikian maka yang disebut dengan manajemen pendidikan
Islam sebagaimana dinyatakan Ramayulis (2008:260) adalah proses pemanfaatan
semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau
lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan
melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk
mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.

B. Paradigma Pengembangan Manajemen Pendidikan Islam


Untuk memahami pendidikan Islam tidak bisa dilakukan hanya dengan
melihat sepotong apa yang ditemukan dalam realitas penyelenggaraan
pendidikan Islam, tapi mesti melihatnya dari sistem nilai yang menjadi landasan
paradigmanya. Hasan Langgulung menyatakan sangat keliru jika mengkaji
pendidikan Islam hanya dari lembaga-lembaga pendidikan yang muncul dalam
sejarah Islam, dari kurikulum, apalagi hanya dari metode mengajar, dan
melepaskan masalah idiologi Islam. Idiologi atau paradigma pendidikan Islam
merupakan gambaran utuh tentang ketuhanan, alam semesta, dan tentang
manusia yang dikaitkan dengan semua teori pendidikan Islam sehingga
semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh. Sehingga
diperlukan suatu paya untuk menegaskan kembali paradigma yang diperlukan
untuk mengembangkan pendidikan Islam.
Dalam pelaksanaan pendidikan sebagai proses timbal balik antara
pendidik dengan anak didik melibatkan faktor-faktor pendidikan guna mencapai
tujuan tujuan pendidikan dengan didasari nilai-nilai tertentu. Nilai-nilai tertentu
itulah kemudian disebut sebagai dasar paradigma pendidikan. Istilah dasar
paradigma pendidikan dimaksudkan sebagai landasan tempet berpijak atau
pondasi berdirinya suatu sistem pendidikan.
Dasar paradigma pendidikan Islam identik dengan dasar Islam itu
sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu Al-quran dan al-Hadis.
Dari kedua sumber inilah kemudian muncul sejumlah pemikiran mengenai
masalah umat Islam yang meliputi berbagai aspek, termasuk di antaranya
masalah pendidikan Islam. (Muhaimin, Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan
pemikirannya). Sebagai dasar pendidikan Islam Al-Quran dan Al-Hadis adalah
rujukan untuk mencari, membuat dan mengembangkan paradigma, konsep,
prinsip, teori, dan teknik pendidikan Islam.
Ahmad Tafsir (1994) menyatakan bahwa pendidikan dalam Islam
merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju
kedewasaan, baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi
kemanusiaan yang diemban sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah di bumi.
Karena fungsi pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik dengan
kemampuan dan keahlian yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan
kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat. Dalam lintasan sejarah peradapan
Islam peran pendidikan ini benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga
peradaban Islam menjadi peradaban terdepan sekaligus peradaban yang
mewarnai sepanjang Jazirah Arab hingga Eropa Timur. Untuk itu adanya sebuah
paradigma pendidikan yang memberdayakan peserta didik erupakan sebuah
keniscayaan. Kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam tidak lepas dari adanya
sistem dan paradigma pendidikan yang dilaksanakan pada masa itu.
Kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan dan pendidikan di kalangan
umat Islam ini tidak muncul secara tiba-tiba, spontan atau mendadak. Kesadaran
ini muncul dari sebuah proses panjang yang dimulai pada masa awal Islam (masa
Rasul Muhammad) Pada masa itu Muhammad senantiasa menanamkan
kesadaran pada sahabat dan pengikutnya akan urgensi ilmu dan selalu
mendorong umat Islam untuk senantiasa menuntut ilmu. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya hadis yang menjelaskan tentang urgrnsi dan keutamaan ilmu
dan orang yang memiliki pengetahuan.
Setelah Muhammad wafat, para sahabat dan umat Islam secara umum
tetap melanjutkan misi ini dengan menanamkan kesadaran akan urgensi ilmu
pengetahuan kepada generasi-generasi sesudahnya, sehingga kesadaran ini
menjadi darah daging di kalangan umat Islam dan mencapai puncaknya pada
abad XI sampai awal abad XIII M. Namun cikal bakal pendidikan Islam dalam
sebuah institusi baru dimulai pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab
(Nasr,1994).
Cikal bakal pendidikan Islam dimulai ketika Umar bin Khatab
mengirimkan petugas khusus ke berbagai wilayah Islam untuk menjadi nara
sumber bagi masyarakat Islam di wilayah tersebut. Mereka biasanya bermukim
di masjid dan mengajarkan tentang Islam kepada Umat Islam melalui khalaqoh-
khalaqoh majlis khusus untuk mempelajari agama dan mengkaji disiplin dan
persoalan lain sesuai dengan apa yang diperlukan masyarakat.
Istitusi pendidikan Islam yang modern baru muncul pada akhir abad X
M. Dengan didirikannya perguruan (universitas) Al-Azhar di Kairo. Selain
dilengkapi oleh perpustakaan dan laboratorium juga sudah diberlakukan
kurikulum pengajaran yang berisi disiplin-disiplin ilmu yang harus diajarkan
kepada peserta didik. Kurikulum yang diajarkan adalah kurikulum yang
berimbang. Makdunya selain ilmu-ilmu agama juga diajarkan ilmu-ilmu akal
sepertilogika, kedokteran, geografi, matematika dsb.
Istitusi pendidikan Islam yang ideal pada masa itu yang lainnya adalah
madrasah Nizamiyah. Perguruan ini sudah menggunakan sistem sekolah. Arinya
telah ditentukan waktu penerimaan siswa, tes kenaikan, ujian akhir sekolah,
pengelolaan dana sendiri, kelengkapan fasilitas, perekrutan tenaga pengajar yang
selektif, dan pemberian bea siswa untuk siswa berprestasi.
Selain adanya institusi pendidikan yang memiliki kapabilitas yang
tinggi, pada masa kejayaan Islam, kegiatan keilmuan benar-benar mendapat
perhatian serius dari pemerintah. Sehingga kebebasan akademik benar-benar
dapat dilaksanakan, kebebasan berpendapat benar-benar dihargai, kalangan
akademis selalu didorong untuk senantiasa mengembangkan ilmu melalui forum-
forum diskusi, perpustakaan selalu terbuka untuk umum, bahkan perpustakaan
istana pun terbuka untuk umum. (Ahmad Warid Khan Okt 1998). Namun setelah
kejatuhan Bagdad pada tahun 1258 M, dunia pendidikan Islam pun mengalami
kemunduran. Paradigma pendidikan Islam pun mengalami perubahan besar dari
sebuah paradigma yang progresif dengan dilandasi keinginan menegakkan agama
Allah menjadi paradigma yang sekedar mempertahankan apa yang telah ada.
Tujuan akhir pendidikan dalam Islam adalah proses pembentukan diri
anak didik agar sesuai dengan fitrah keberadaannya (al-Attas,1984). Hal ini
meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia
pendidikan terutama peserta didik untuk mengembangkan diri dan potensi yang
dimilikinya secara maksimak. Pada kejayaan Islam, pendidikan telah mampu
menjalankan perannya sebagai wadah pemberdayaan peserta didik. Namun
seiring dengan kemunduran dunia Islam, dunia pendidikan Islam pun turut
mengalami kemundurun.
Dari gambaran kejayaan dunia pendidikan Islam terdapat beberapa hal
yang dapat digunakan untuk kembali membangkitkan dan menempatkan dunia
pendidikan Islam pada peran yang semestinya sekaligus menata ulang paradigma
pendidikan Islam dari pasif-defensif menjadi aktif-progre intelektual senantiasa
dilandasi oleh, Pertama, menempatkan kembali seluruh aktifatas pendidikan di
bawah frame work agama. Artinya, seluruh aktifitas intelektual senantiasa
dilandasi oleh nilai-nilai agama, di mana tujuan akhir dari seluruh aktifitas adalah
upaya menegakan agama dan mencari ridlo Allah. Kedua, adanya perimbangan
antara disiplin ilmu agama dan pengembangan intelektualitas dalam kurikulum
pendidikan. Salah satu faktor utama dari marginalisasi dalam dunia pendidikan
adalah kecenderungan untuk lebih menitikberatkan pada pengembangan ilmu
non-agama, bahkan menolak kajian-kajian non-agama. Oleh karena itu,
penyeimbangan antara materi agama dan non agama dalam dunia Islam adalah
sebuah keniscayaan jika ingin dunia pendidikan Islam kembali survive di tengah
masyarakat.
Ketiga, perlu diberikan kebebasan kepada civitas akademika untuk
melakukan pengembangan keilmuan secara maksimal. Karena selama masa
kemunduran Islam, tercipta banyak sekat dan wilayah terlarang bagi perdebatan
dan perbedaan pendapat yang mengakibatkan sempitnya wilayah pengembangan
intelektual. Dengan menghilangkan, minimal membuka kembali sekat dan
wilayah-wilayah yang selama ini terlarang bagi perdebatan, maka wilayah
pengembangan intelektual akan semakin luas yang tentunya akan membuka
peluang lebih lebar bagi pengembangan keilmuan di dunia pendidikan Islam
pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya.
Keempat, Mulai mencoba melaksanakan strategi pendidikan yang
membumi. Artinya, strategi yang dilaksanakan disesuaikan dengan situasi dan
kondisi lingkungan di mana proses pendidikan tersebut dilaksanakan. Selain itu
materi-materi yang diberikan juga disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang
ada, setidaknya selalu ada materi dapat diaplikasikan dan memiliki relasi dengan
kenyataan faktual yang ada. Dengan strategi ini diharapkan pendidikan Islam
akan mampu manghasilkan sumber daya yang benar-benar mampu menghadapi
tantangan zaman dan peka terhadap lingkungan.
Kelima, Adanya perhatian dan dukungan dari para pemimpin
(pemerintah) atas proses penggalian dan pembangkitan dunia pendidikan Islam
ini. Adanya perhatian dan dukungan dari pemerintah akan mempercepat
penemuan kembali peradigma pendidikan Islam yang aktif-progresif, yang
dengannya diharapkan dunia pendidikan Islam dapat kembali mampu
menjalankan fungsinya sebagai sarana pemberdayaan dan pendewasaan umat.

C. Fungsi-fungsi Manajemen Pendidikan Islam


Berbicara tentang fungsi manajemen pendidikan Islam tidaklah bisa
terlepas dari fungsi manajemen secara umum seperti yang dikemukakan Henry
Fayol seorang industriyawan Prancis, dia mengatakan bahwa fungsi-fungsi
manajemn itu adalah merancang, mengorganisasikan, memerintah,
mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan Fayol itu kemudian mulai
digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan
tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Sementara itu Robbin dan Coulter (2007:9) mengatakan bahwa fungsi
dasar manajemen yang paling penting adalah merencanakan, mengorganisasi,
memimpin, dan mengendalikan. Senada dengan itu Mahdi bin Ibrahim (1997:61)
menyatakan bahwa fungsi manajemen atau tugas kepemimpinan dalam
pelaksanaannya meliputi berbagai hal, yaitu : Perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan.
Untuk mempermudah pembahasan mengenai fungsi manajemen
pendidikan Islam, maka kami (kelompok 1) akan menguraikan fungsi
manajemen pendidikan Islam sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh
Robbin dan Coulter yang pendapatnya senada dengan Mahdi bin Ibrahim yaitu :
Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/kepemimpinan, dan pengawasan.
1. Fungsi Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah sebuah proses perdana ketika hendak melakukan
pekerjaan baik dalam bentuk pemikiran maupun kerangka kerja agar tujuan
yang hendak dicapai mendapatkan hasil yang optimal. Demikian pula halnya
dalam pendidikan Islam perencanaan harus dijadikan langkah pertama yang
benar-benar diperhatikan oleh para manajer dan para pengelola pendidikan
Islam. Sebab perencanaan merupakan bagian penting dari sebuah kesuksesan,
kesalahan dalam menentukan perencanaan pendidikan Islam akan berakibat
sangat patal bagi keberlangsungan pendidikan Islam. Bahkan Allah
memberikan arahan kepada setiap orang yang beriman untuk mendesain
sebuah rencana apa yang akan dilakukan dikemudian hari, sebagaimana
Firman-Nya dalam Al Qur’an Surat Al Hasyr : 18 yang berbunyi :
َ‫ت لِ َغ ٍد َواتَّقُوا هللاَ ِإ َّن هللاَ خَ بِي ُُر بِ َما تَ ْع َملُون‬
ْ ‫يَاَأيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا اتَّقُوا هللاَ َو ْلتَنظُرْ نَ ْفسُُ َّماقَ َّد َم‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ketika menyusun sebuah perencanaan dalam pendidikan Islam
tidaklah dilakukan hanya untuk mencapai tujuan dunia semata, tapi harus jauh
lebih dari itu melampaui batas-batas target kehidupan duniawi. Arahkanlah
perencanaan itu juga untuk mencapai target kebahagiaan dunia dan akhirat,
sehingga kedua-duanya bisa dicapai secara seimbang.
Mahdi bin Ibrahim (l997:63) mengemukakan bahwa ada lima perkara
penting untuk diperhatikan demi keberhasilan sebuah perencanaan, yaitu :
a) Ketelitian dan kejelasan dalam membentuk tujuan
b) Ketepatan waktu dengan tujuan yang hendak dicapai
c) Keterkaitan antara fase-fase operasional rencana dengan penanggung
jawab operasional, agar mereka mengetahui fase-fase tersebut dengan
tujuan yang hendak dicapai
d) Perhatian terhadap aspek-aspek amaliah ditinjau dari sisi penerimaan
masyarakat, mempertimbangkan perencanaa, kesesuaian perencanaan
dengan tim yang bertanggung jawab terhadap operasionalnya atau dengan
mitra kerjanya, kemungkinan-kemungkinan yang bisa dicapai, dan
kesiapan perencanaan melakukan evaluasi secara terus menerus dalam
merealisasikan tujuan.
e) Kemampuan organisatoris penanggung jaawab operasional.
Sementara itu menurut Ramayulis (2008:271) mengatakan bahwa
dalam Manajemen pendidikan Islam perencanaan itu meliputi Penentuan
prioritas agar pelaksanaan pendidikan berjalan efektif, prioritas kebutuhan
agar melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam proses pendidikan,
masyarakat dan bahkan murid.
Penetapan tujuan sebagai garis pengarahan dan sebagai evaluasi
terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan Formulasi prosedur sebagai tahap-
tahap rencana tindakan. Penyerahan tanggung jawab kepada individu dan
kelompok-kelompok kerja.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam
Manajeman Pendidikan Islam perencanaan merupakan kunci utama untuk
menentukan aktivitas berikutnya. Tanpa perencanaan yang matang aktivitas
lainnya tidaklah akan berjalan dengan baik bahkan mungkin akan gagal. Oleh
karena itu buatlah perencanaan sematang mungkin agar menemui kesuksesan
yang memuaskan.
2. Fungsi Pengorganisasian (organizing)
Ajaran Islam senantiasa mendorong para pemeluknya untuk
melakukan segala sesuatu secara terorganisir dengan rapi, sebab bisa jadi
suatu kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dengan mudah bisa
diluluhlantakan oleh kebathilan yang tersusun rapi.
Menurut Terry (2003:73) pengorganisasian merupakan kegiatan
dasar dari manajemen dilaksnakan untuk mengatur seluruh sumber-sumber
yang dibutuhkan termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan dengan sukses.[4]
Organisasi dalam pandangan Islam bukan semata-mata wadah,
melainkan lebih menekankan pada bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan
secara rapi. Organisasi lebih menekankan pada pengaturan mekanisme kerja.
Dalam sebuah organisasi tentu ada pemimpin dan bawahan (Didin dan
Hendri, 2003:101)
Sementara itu Ramayulis (2008:272) menyatakan bahwa
pengorganisasian dalam pendidikan Islam adalah proses penentuan struktur,
aktivitas, interkasi, koordinasi, desain struktur, wewenang, tugas secara
transparan, dan jelas. Dalam lembaga pendidikan Isla, baik yang bersifat
individual, kelompok, maupun kelembagaan.[5]
Sebuah organisasi dalam manajemen pendidikan Islam akan dapat
berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan jika konsisten dengan
prinsip-prinsip yang mendesain perjalanan organisasi yaitu Kebebasan,
keadilan, dan musyawarah. Jika kesemua prinsip ini dapat diaplikasikan
secara konsisten dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan islam akan
sangat membantu bagi para manajer pendidikan Islam.
Dari uraian di atas dapat difahami bahwa pengorganisasian
merupakan fase kedua setelah perencanaan yang telah dibuat sebelumnya.
Pengorganisasian terjadi karena pekerjaan yang perlu dilaksanakan itu terlalu
berat untuk ditangani oleh satu orang saja. Dengan demikian diperlukan
tenaga-tenaga bantuan dan terbentuklah suatu kelompok kerja yang efektif.
Banyak pikiran, tangan, dan keterampilan dihimpun menjadi satu yang harus
dikoordinasi bukan saja untuk diselesaikan tugas-tugas yang bersangkutan,
tetapi juga untuk menciptakan kegunaan bagi masing-masing anggota
kelompok tersebut terhadap keinginan keterampilan dan pengetahuan.
3. Fungsi Pengarahan (directing).
Pengarahan adalah proses memberikan bimbingan kepada rekan kerja
sehingga mereka menjadi pegawai yang berpengetahuan dan akan bekerja
efektif menuju sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Di dalam fungsi pengarahan terdapat empat komponen, yaitu
pengarah, yang diberi pengarahan, isi pengarahan, dan metode pengarahan.
Pengarah adalah orang yang memberikan pengarahan berupa perintah,
larangan, dan bimbingan. Yang diberipengarahan adalah orang yang
diinginkan dapat merealisasikan pengarahan. Isi pengarahan adalah sesuatu
yang disampaikan pengarah baik berupa perintah, larangan, maupun
bimbingan. Sedangkan metode pengarahan adalah sistem komunikasi antara
pengarah dan yang diberi pengarahan.
Dalam manajemen pendidikan Islam, agar isi pengarahan yang
diberikan kepada orang yang diberi pengarahan dapat dilaksanakan dengan
baik maka seorang pengarah setidaknya harus memperhatikan beberapa
prinsip berikut, yaitu : Keteladanan, konsistensi, keterbukaan, kelembutan,
dan kebijakan. Isi pengarahan baik yang berupa perintah, larangan, maupun
bimbingan hendaknya tidak memberatkan dan diluar kemampuan sipenerima
arahan, sebab jika hal itu terjadi maka jangan berharap isi pengarahan itu
dapat dilaksanakan dengan baik oleh sipenerima pengarahan.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa fungsi pengarahan
dalam manajemen pendidikan Islam adalah proses bimbingan yang didasari
prinsip-prinsip religius kepada rekan kerja, sehingga orang tersebut mau
melaksanakan tugasnya dengan sungguh- sungguh dan bersemangat disertai
keikhlasan yang sangat mendalam.
4. Fungsi Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan
kegiatan operasional guna menjamin bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan Didin dan Hendri
(2003:156) menyatakan bahwa dalam pandangan Islam pengawasan dilakukan
untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan
yang hak.[6]
Dalam pendidikan Islam pengawasan didefinisikan sebagai proses
pemantauan yang terus menerus untuk menjamin terlaksananya perencanaan
secara konsekwen baik yang bersifat materil maupun spirituil.
Menurut Ramayulis (2008:274) pengawasan dalam pendidikan Islam
mempunyai karakteristik sebagai berikut:[7] pengawasan bersifat material dan
spiritual, monitoring bukan hanya manajer, tetapi juga Allah Swt,
menggunakan metode yang manusiawi yang menjunjung martabat manusia.
Dengan karakterisrik tersebut dapat dipahami bahwa pelaksana berbagai
perencaan yang telah disepakati akan bertanggung jawab kepada manajernya
dan Allah sebagai pengawas yang Maha Mengetahui. Di sisi lain pengawasan
dalam konsep Islam lebih mengutamakan menggunakan pendekatan
manusiawi, pendekatan yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman.
  
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Pendidikan
Islam adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam,
lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan
tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan
produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di
akhirat.
Banyak sekali para ulama di bidang manajemen yang menyebutkan tentang
fungsi-fungsi manajemen diantaranya adalah Mahdi bin Ibrahim, dia mengatakan
bahwa fungsi manajemen itu di antaranya adalah Fungsi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
Bila Para Manajer dalam pendidikan Islam telah bisa melaksanakan tugasnya
dengan tepat seuai dengan fungsi manajemen di atas, terhindar dari semua ungkupan
sumir yang menyatakan bahwa lembaga pendidikan Islam dikelola dengan
manajemen yang asal-asalan tanpa tujuan yang tepat. Maka tidak akan ada lagi
lembaga pendidikan Islam yang ketinggalan Zaman, tidak teroganisir dengan rapi,
dan tidak memiliki sisten kontrol yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Didin Hafidudin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Prkatik, Gema


Insani, Jakarta, 2003
George R Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, 2006
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008
.Mahdi bin Ibrahim, Amanah dalam Manajemen, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 1997
Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), PT Indeks, Jakarta, 2007UU
sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
[1] Didin Hafidudin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Prkatik, Gema
Insani, Jakarta, 2003.
[2] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008
[3] Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), PT Indeks, Jakarta, 2007
    UU sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
[4] George R Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, 2006
[5] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008
[6] Didin Hafidudin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Prkatik, Gema
Insani, Jakarta, 2003.
[7] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008

Anda mungkin juga menyukai