Anda di halaman 1dari 195

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMBINAAN

KETERAMPILAN WARGA BINAAN PEREMPUAN DI LEMBAGA


PEMASYARAKATAN KLAS II A WIROGUNAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan


Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh
Afriyanti
NIM. 12102241007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH


JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
OKTOBER 2016
ii
iii
iv
MOTTO

“Jadikan masa lalu dan pengalamanmu sebagai material untuk membangun masa
depanmu. Baik buruk pengalamanmu, akan bermanfaat untuk hidupmu (Penulis)”

v
PERSEMBAHAN

Atas karunia Allah SWT,

Saya persembahkan skripsi ini kepada :

1. Kedua orang tua terkasihku, yang telah memberikan segalanya.


2. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah FIP UNY yang saya banggakan.

vi
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMBINAAN
KETERAMPILAN WARGA BINAAN PEREMPUAN DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KLAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA

Oleh
Afriyanti
NIM. 12102241007

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) pelaksanaan program


pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di
Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta. (2)hasil dari pelaksanaan pembinaan keterampilan
untuk warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan. (3) faktor pendukung dan
penghambat pelaksanaan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif.
Penentuan subyek menggunakan teknik purposive sampling. Subjek penelitian ini adalah
Petugas Lembaga Pemasyarakatan, pembina teknis/ instruktur dan warga binaan perempuan
di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan. Objek penelitian ini adalah pelaksanaan
program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan
perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan. Data penelitian diperoleh
melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik
pengumpulan data, reduksi, display data dan penarikan kesimpulan. Pengujian keabsahan
data dilakukan menggunakan trianggulasi sumber.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A
Wirogunan Yogyakarta (1) pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan yang
dilakukan oleh Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan Pembina Teknis berupa kegiatan
pembinaan keterampilan untuk bekal warga binaan perempuan ketika bebas agar mandiri
dengan kemampuan yang dimiliki. Pelaksanaan kegiatan meliputi : perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi. Pada kegiatan perencanaan dilakukan identifikasi minat, bakat dan potensi yang
dimiliki oleh warga binaan perempuan. Pada tahap pelaksanaan, warga binaan diberikan
materi dasar sebelum praktek. Kemudian dilakukan evaluasi untuk mengetahui kemampuan
warga binaan perempuan (2) hasil pelaksanaan pembinaan keterampilan adalah peningkatan
keterampilan, perubahan sikap, perilaku dan motivasi (3) faktor pendukung pelaksanaan
pembinaan keterampilan yakni keinginan dari diri warga binaan perempuan, tersedianya
sarana dan prasarana serta adanya kepedulian dari Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan
lembaga diluar Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan faktor penghambatnya adalah
terbatasnya kemampuan pembina teknis, tidak adanya pembagian jadwal pembinaan
keterampilan dan pemasaran produk yang belum maksimal.

Kata kunci: pembinaan keterampilan, warga binaan, pemberdayaan perempuan

vii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir Skripsi yang berjudul “Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan
Keterampilan Warga Binaan Perempuan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A
Wirogunan Yogyakarta” dengan lancar. Tanpa bantuan dari berbagai pihak skripsi ini
tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memberikan kemudahan dalam proses penyusunan skripsi.

2. Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang

telah memberikan kemudahan dalam proses penyusunan skripsi.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan motivasi dan

nasehat dalam penyusunan skripsi.

4. Drs. Hiryanto, M.Si., dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa

memberikan motivasi dan arahan penulis dalam menempuh studi.

5. Dra. Nur Djazifah ER, M.Si., dosen pembimbing yang dengan sabar

membimbing penulis dalam penyusunan skripsi dan berkenan meluangkan waktu

untuk memberikan saran, arahan, dan motivasi kepada penulis dalam

penyelesaian skripsi.

6. Kedua orangtuaku dan Adik-adikku tercinta yang telah memberikan do’a dan

dukungan apapun selama hidup.

vii
viii
DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


PERSETUJUAN ......................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................ iii
PENGESAHAN ........................................................................................... iv
MOTTO ...................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ....................................................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 6
C. Batasan Masalah..................................................................................... 7
D. Rumusan Masalah .................................................................................. 7
E. Tujuan Penelitian ................................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian ................................................................................. 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 10


A. Kajian Teori ........................................................................................... 10
1. Tinjauan Tentang Pendidikan Luar Sekolah .................................... 10

x
a. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah......... ................................ 10
b. Program Pendidikan Luar Sekolah......................... ................... 10
c. Manajemen Program Pendidikan Luar Sekolah......................... 12
2. Tinjauan tentang Pemberdayaan Perempuan.................................. . 19
a. Pengertian Pemberdayaan...................................... .................... 19
b. Pengertian Pemberdayaan Perempuan.................................... .. 24
c. Tujuan Pemberdayaan Perempuan......................... .................... 28
d. Tahap-tahap Pemberdayaan Perempuan......................... ........... 30
3. Tinjauan Tentang Lembaga Pemasyarakatan................................... 32
a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan ........................................ 32
b. Pengertian Sistem Pemasyarakatan di Indonesia...................... . 33
4. Tinjauan Tentang Pembinaan Keterampilan......................... ........... 36
a. Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan ............................... 36
b. Tujuan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan ................... 37
c. Metode Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan .................. 39
d. Konsep Keterampilan ................................................................. 40
5. Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan
di Lembaga Pemasyarakatan ............................................................ 41
6. Tinjauan Tentang Faktor Pendukung dan Penghambat ................... 43
B. Penelitian yang Relevan ......................................................................... 45
C. Kerangka Pikir ....................................................................................... 47
D. Pertanyaan Penelitian ............................................................................. 51

BAB III METODE PENELITIAN 53


A. Pendekatan Penelitian ............................................................................ 53
B. Setting dan Waktu Penelitian ................................................................. 54
C. Subjek dan Obyek Penelitian ................................................................. 55
D. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 56
E. Instrumen Penelitian............................................................................... 57

xi
F. Teknik Analisis Data ............................................................................. 57
G. Pengujian Keabsahan Data..................................................................... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61
A. Deskripsi Lembaga Pemasyarkatan Klas II A Wirogunan .................... 61
1. Sejarah Lapas Wirogunan ................................................................ 61
a. Kondisi Umum ........................................................................... 61
b. Sejarah ........................................................................................ 61
2. Visi, dan Misi Lapas Klas II A Wirogunan ..................................... 62
3. Dasar Hukum ................................................................................... 63
4. Tujuan dan Fungsi Lapas ................................................................. 64
5. Sasaran ............................................................................................. 65
6. Program Strategis ............................................................................. 66
7. Sistem Pembinaan Terpadu .............................................................. 67
8. Struktur Organisasi .......................................................................... 68
9. Data Kepegawaian ........................................................................... 70
10. Anggaran Dana................................................................................. 72
11. Sarana dan Prasarana........................................................................ 72
12. Daftar Warga Binaan Lapas Wirogunan .......................................... 73
13. Subjek Penelitian.............................................................................. 73
B. Hasil Penelitian ...................................................................................... 76
1. Pemberdayaan Perempuan Warga Binaan Perempuan .................... 76
a. Penyebab Perempuan Menjadi Warga Binaan......................... .. 76
b. Kontribusi Pembinaan Keterampilan untuk Warga Binaan
Perempuan........................................................ .......................... 78
c. Tahap Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan................. ....... 79
d. Perencanaan Program Pembinaan Keterampilan ....................... 84
2. Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan ........................................... 90
3. Evaluasi Pembinaan Keterampilan .................................................. 96
4. Keberhasilan Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan......................... 98

xii
a. Perubahan Setelah Mendapat Pembinaan Keterampilan............... 99
b. Barang atau Produk yang Dihasilkan......................... ................ 106
5. Faktor Pendukung dan Penghambat PelaksanaanPembinaan
Keterampilan......................... ........................................................... 108
a. Faktor Pendukung......................... ............................................. 108
b. Faktor Penghambat..................................................................... 109
C. Pembahasan ............................................................................................ 111
1. Pemberdayaan Perempuan, Lembaga Pemasyarakatan dan
Pembinaan Keterampilan. ................................................................ 111
2. Perencanaan Pembinaan Keterampilan...................................... ...... 114
3. Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan............................................. 118
4. Evaluasi Pembinaan Keterampila......................... ........................... 121
5. Hasil Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan untuk Warga
Binaan Perempuan .......................................................................... 122
a. Perubahan Setelah Mendapat Pembinaan Keterampilan............ 122
1) Peningkatan Keterampilan ................................................... 122
2) Perubahan Sikap dan Perilaku .............................................. 123
3) Perubahan Motivasi .............................................................. 124
b. Barang dan Produk yang Dihasilkan .......................................... 125
6. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembinaan Keterampilan ....... 126

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 129


A. Kesimpulan ............................................................................................ 129
B. Saran ...................................................................................................... 132

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 133


LAMPIRAN ................................................................................................ 136

xiii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan.......................................... 70
Tabel 2. Data Pegawai Berdasarkan Agama ................................................ 70
Tabel 3. Data Pegawai Berdasarkan Golongan ............................................ 71
Tabel 4. Data Pegawai Berdasarkan Penugasan .......................................... 71
Tabel 5. Daftar Jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan Berdasarkan
Jenis Kelamin ................................................................................. 73
Tabel 6. Profil Sumber Data Penelitian........................................................ 75

xiv
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1.Bagan Kerangka Pikir ................................................................. 50
Gambar 2. Struktur Organisasi..................................................................... 68

xv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Pedoman Wawancara Untuk Petugas Lapas Wirogunan ........ 138
Lampiran 2. Pedoman Wawancara Untuk Pembina Teknis......................... 140
Lampiran 3. Pedoman Wawancara Untuk Warga Binaan Perempuan ........ 143
Lampiran 4. Pedoman Dokumentasi ............................................................ 145
Lampiran 5. Catatan Lapangan .................................................................... 147
Lampiran 6. Reduksi Data............................................................................ 158
Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian ................................................................. 178
Lampiran 8. Dokumentasi ............................................................................ 181

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan sebuah negara membutuhkan sumber daya manusia yang baik

dan berkualitas. Pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan melalui

program pemberdayaan. Pemberdayaan harus ditujukan pada kelompok masyarakat

yang lemah dan belum memiliki kemampuan serta keahlian yang baik dalam

melaksanakan proses pemenuhan kebutuhan dan pembangunan. Dari segi ekonomi

perempuan dipandang masih lemah, kecenderungan perempuan memasuki pasar kerja

lebih rendah dibanding laki-laki. Disamping itu, perempuan tidak memiliki

keterampilan yang cukup sehingga mengakibatkan perempuan terperangkap dalam

garis kemiskinan. Keadaan inilah yang menjadi pemicu kaum perempuan ikut terjun

ke dunia kerja dengan alasan membantu suami untuk memenuhi kebutuhan ekonomi

keluarga yang semakin meningkat.

Akan tetapi lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia saat ini jumlahnya

sangat terbatas. Data yang diperoleh Badan Pusat Statistika (BPS) pada tahun 2012

menunjukkan bahwa jumlah pencari kerja di Indonesia ada 240.476 orang sedangkan

jumlah lowongan kerja yang tersedia ada 135.301 tenaga kerja yang dibutuhkan.

Padahal jumlah penduduk di Indonesia adalah 237.641.326 jiwa, bahkan pada tahun

2014 bertambah menjadi 244.818.900 jiwa. Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa

sebagian masyarakat Indonesia tidak tertampung dalam lapangan pekerjaan tersebut

tidak terkecuali para kaum perempuan.

1
Sulitnya memperoleh pekerjaan yang layak dan kurangnya keterampilan yang

dimiliki menyebabkan sebagian masyarakat tak terkecuali perempuan, terpaksa

melakukan segala cara seperti aksi pencurian, penipuan bahkan menjadi bandar

narkoba untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, padahal jelas-jelas perbuatan

tersebut adalah tindakan yang melanggar hukum. Dalam perhitungan Badan Pusat

Statistik, selama periode tahun 2011-2013 terjadi 342.084 kasus kejahatan di

Indonesia yang dilaporkan oleh Polda Metro Jaya. Data tersebut menjelaskan bahwa

tindak kriminal tidak hanya dilakukan oleh kaum laki-laki melainkan kaum

perempuan juga melakukan hal tersebut.

Oleh karena itu, kaum perempuan yang terlanjur melakukan tindak kriminal

tersebut harus ditindak sebagaimana hukum yang berlaku serta mau tidak mau

mereka yang melanggar hukum akan menyandang status sebagai warga binaan

pemasyarakatan. Maka dari itu, para warga binaan perempuan harus dilibatkan dalam

program pemberdayaan perempuan yang dilakukan selama mereka berada di dalam

Lembaga Pemasyarakatan. Hal tersebut dimaksudkan agar kaum perempuan yang

terjerumus ke dalam tindakan kriminal tersebut tidak akan mengulangi perbuatan itu

lagi. Kegiatan pemberdayaan perempuan yang dilakukan di dalam Lembaga

Pemasyarakatan ditujukan agar dapat memantapkan kembali harga diri dan

kepercayaan diri warga binaan perempuan serta bersikap optimis akan masa

depannya. Selain itu, kegiatan pemberdayaan dilakukan agar para warga binaan

perempuan memperoleh pengetahuan minimal keterampilan untuk dijadikan bekal

mampu hidup mandiri. Kegiatan pemberdayaan juga ditujukan agar para warga

binaan menjadi manusia yang patuh dan taat hukum yang tercermin pada sikap dan

2
perilakunya selama berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan sampai nanti mereka

bebas dan menjalankan peran sosialnya kembali di masyarakat. Untuk mewujudkan

hal tersebut perlu dilakukan kegiatan pembinaan untuk warga binaan perempuan

selama berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Menurut UUD dalam Pasal 1 ayat 3 No. 12 Tahun 1995, disebutkan bahwa

“Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk

melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan”. Sedangkan

pembinaan yakni segala usaha atau tindakan yang berhubungan langsung dengan

perencanaan, penyusunan, pembangunan atau pengembangan, pengarahan,

penggunaan serta pengendalian sesuatu secara berdaya guna dan berhasil guna.

Pembinaan dilakukan agar warga binaan pemasyarakatan dapat kembali kepada peran

sosial yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Pembinaan

bagi para warga binaan pemasyarakatan perempuan merupakan salah satu bagian dari

program pemberdayaan perempuan.

Salah satu pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas II

A Wirogunan Yogyakarta untuk warga binaan perempuan adalah kegiatan pembinaan

keterampilan. Pemberdayaan Perempuan yang dilakukan melalui kegiatan pembinaan

keterampilan bertujuan agar setelah warga binaan keluar dari Lembaga

Pemasyarakatan, mereka dapat hidup mandiri dengan bekerja pada orang lain atau

dengan membuka usaha sendiri, sehingga mereka dapat berguna di tengah-tengah

masyarakat. Selain itu, pembinaan keterampilan merupakan pembinaan yang

dimaksudkan untuk memfasilitasi warga binaan perempuan dalam memperoleh

pengalaman baru khususnya bidang keterampilan praktis, mewadahi dan

3
meningkatkan keterampilan warga binaan perempuan sesuai dengan minat dan bakat

serta memberikan bekal keterampilan yang bermanfaat. Meskipun harus diakui

bahwa pembinaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta proses yang tidak

cepat, namun seiring dengan berjalannya masa tahanan warga binaan dapat menjalani

proses dengan baik dan dapat kembali berbaur di dalam masyarakat.

Pembinaan keterampilan sebagai salah satu program pembinaan dikategorikan

kedalam ruang lingkup pembinaan warga binaan agar membuat warga binaan dapat

bergaul dengan warga binaan lain selama menjalani keterampilan dan juga sebagai

bekal warga binaan dalam proses reintegrasi dengan masyarakat. Peran masyarakat

juga dibutuhkan untuk mendukung kegiatan pembinaan dan dibutuhkan sikap

menerima kembali ketika para warga binaan pemasyarakatan bebas. Selain itu,

peranan Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan Pembina Teknis juga sangat

menentukan keberhasilan kegiatan pembinaan keterampilan. Mengingat bahwa latar

belakang para perempuan melakukan tindak kriminal adalah karena faktor

perekonomian dan kurangnya keterampilan, maka mereka perlu mendapatkan

pemberdayanan untuk memperbaiki diri dan mendapat bekal keterampilan agar lebih

produktif dan bermanfaat untuk kehidupan setelah bebas. Namun sangat disayangkan

bahwa pembinaan keterampilan yang dilakukan terkadang belum optimal. Masih

adanya keterbatasan anggaran, sumber daya manusia serta kurangnya fasilitas atau

tempat menjadi kendala dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan perempuan

melalui pembinaan keterampilan. Sehingga dapat dikatakan belum banyak usaha

pemberdayaan perempuan untuk warga binaan perempuan di Lembaga

4
Pemasyarakatan yang dapat membekali mereka untuk kehidupan yang lebih layak

kelak ketika berperan kembali di masyarakat.

Pembinaan keterampilan sebagai salah satu program pemberdayaan warga

binaan akan dapat terlaksana secara maksimal dengan menjalin kerjasama dengan

pihak ketiga baik dengan instansi pemerintah maupun pihak swasta yang dapat

memberikan bimbingan keterampilan yang bermanfaat di masyarakat apabila kelak

telah habis masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan. Hal tersebut juga

dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, yakni melakukan kerjasama

dengan pihak diluar Lembaga Pemasyarakatan dalam pelaksanaan pembinaan

keterampilan warga binaan, antara lain bekerjasama dengan Batik Margaria, Badan

Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta, Bella Accessories dan kegiatan pameran

produk lokal. Kegiatan diatas dilakukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan

pembinaan keterampilan dan menyalurkan produk hasil karya para warga binaan

perempuan umtuk kemudian dipasarkan. Namun tidak dipungkiri bahwa pembinaan

keterampilan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan belum

optimal dilaksanakan, masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi, contoh masih

kurangnya sumber tenaga ahli atau pembina yang mempunyai peran penting

terselenggaranya pembinaan keterampilan. Adanya keterbatasan sarana dan prasarana

yang ada, sehingga pelaksanaan pembinaan keterampilan tidak dapat maksimal.

Selain itu, waktu luang yang dimiliki oleh warga binaan perempuan kurang

digunakan untuk menambah keterampilan mereka yang nantinya akan bermanfaat

bagi kesejahteraan hidupnya kelak setelah bebas.

5
Dari latar belakang inilah peneliti ingin mengkaji tentang pemberdayaan

perempuan melalui pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. Dengan harapan dapat

mengetahui bagaimana pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan

keterampilan, hasil dari pelaksanaan pembinaan keterampilan serta mengetahui

faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembinaan keterampilan

warga binaan perempuan karena pembinaan keterampilan merupakan salah satu

pembinaan warga binaan yang memiliki peranan penting dalam rangkan pencapainan

tujuan pemasyarakatan. Selain itu, pembinaan keterampilan diberikan agar kaum

perempuan yang terjerumus dalam tindak kriminal tersebut tidak melakukan tindakan

kriminal kembali dan bekal keterampilan yang didapatkan dapat dirasakan

kebermanfaatannya bagi mereka ketika bebas nanti.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai

berikut:

1. Kondisi perekonomian keluarga yang rendah dapat berdampak pada kaum

perempuan melakukan tindak kriminal yang membuat mereka menjadi warga

binaan Lembaga Pemasyarakatan.

2. Belum banyak usaha pemberdayaan perempuan untuk warga binaan perempuan di

Lembaga Pemasyarakatan yang dapat membekali mereka untuk kehidupannya

kelak setelah bebas.

6
3. Kurang optimalnya kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan

perempuan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan

Yogyakarta.

4. Waktu luang yang ada di Lembaga Pemasyarakatan kurang dimanfaatkan oleh

warga binaan perempuan untuk menambah keterampilan yang berguna bagi

peningkatan kesejahteraan hidup mereka.

5. Masih rendahnya keterampilan warga binaan perempuan yang menjadikan mereka

kurang dapat memasuki pasaran kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, agar peneitian ini lebih terfokus dan

mendalam, maka permasalahan ini dibatasi pada kegiatan pemberdayaan perempuan

melalui pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan yang ada di

Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Merujuk dari penjabaran latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan

masalah untuk penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaanprogram pemberdayaan perempuan melalui pembinaan

keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan

Yogyakarta?

7
2. Bagaimana keberhasilan dari pembinaan ketrampilan untuk warga binaan

perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta sebagai bentuk

pemberdayaan perempuan ?

3. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan

pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan

Yogyakarta ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Pelaksanaan program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan

warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta

2. Hasil dari pelaksanaan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan

di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta

3. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembinaan keterampilan warga

binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini ialah :

1. Manfaat Praktis

a. Penyelenggara dan Instruktur

(1) Memberikan gambaran terkait program pemberdayaan perempuan

melalui pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas

Klas II A Wirogunan Yogyakarta.

8
(2) Dapat mengetahui faktor pendukung dan penghambat kegiatan

pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A

Wirogunan Yogyakarta.

2. Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta

(1) Memberikan gamabaran pelaksanaan program pemberdayaan

perempuan melalui pembinaan keterampilan.

(2) Sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan pembinaan keterampilan

sebagai program pemberdayaan perempuan.

3. Manfaat Teoritis

a. Mengembangkan keilmuan Pendidikan Luar Sekolah dalam hal

pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan

perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta dan sebagai

referensi penelitian selanjutnya.

9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Tinjauan Tentang Pendidikan Luar Sekolah

a. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah

Menurut Umberto Sihombing Pendidikan Luar Sekolah adalah usaha

sadar yang diarahkan untuk menyiapkan, meningkatkan dan mengembangkan

sumber daya manusia, agar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan

daya saing untuk merebut peluang yang tumbuh dan berkembang, dengan

mengoptimalkan penggunaan sumber-sumber yang ada di lingkungannya.

Sasaran, pendekatan, dan keluaran Pendidikan Luar Sekolah berbeda dengan

pendidikan sekolah, bukan merupakan pendidikan sekolah yang dilakukan di

luar waktu sekolah (2000: 12). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan

bahwa Pendidikan Luar Sekolah merupakan suatu upaya sadar yang mengarah

padapenyiapan sumber daya manusia menjadi lebih baik melalui pemberian

pengetahuan, keterampilan, sikap serta daya saing untuk mengambil peluang

yang ada dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Pendidikan

Luar Sekolah merupakan pendidikan diluar sekolah formal sehingga tidak

memandang jenis kelamin, umur, strata sosial, suku,ras ataupun agama.

b. Program Pendidikan Luar Sekolah

Menurut Arief dalam buku Sudjana (2001: 27-28) penggolongan

program pendidikan luar sekolah atas dasar sasaran, jenis program, dan

lembaga penyelenggara. Program pendidikan luar sekolah atas dasar sasaran,

10
program dapat diklasifikasikan menurut karakteristik calon peserta didik

seperti latar belakang pendidikan, tingkatan usia, jenis kelamin, lingkungan

tempat tinggal, dan latar belakang sosial. Berdasarkan jenis program, program

pendidikan luar sekolah terdiri dari pendidikan keaksaraan, pendidikan

keterampilan, dan pendidikan kader. Berdasarkan lembaga penyelenggara

program pendidikan luar sekolah dapat dilakukan oleh instansi pemerintah,

badan-badan swasta dan masyarakat.

Menurut Sudjana (2001:21) program Pendidikan Luar Sekolah

berdasarkan fungsinya dalam pembangunan daerah dikategorikan menjadi

lima macam, yakni: 1) program yang berkaitan dengan ideology negara dan

moral bangsa bagi masyarakat, 2) pendidikan dasar, 3) pendidikan mata

pencaharian, 4) pendidikan keterampilan kejuruan/ keterampilan, 5)

pendidikan lainnya yang meliputi penyuluhan, motivasi, pelatihan

kepemudaan, kepramukaan, dan penataran mubaligh.

Dari beberapa pendapat diatas dapat dipahami bahwa program

Pendidikan Luar Sekolah dapat dilaksanakan oleh instansi pemerintah, badan-

badan swasta dan masyarakat. Salah satunya ialah Lembaga Pemasyarakatan

yang didirikan oleh instansi pemerintah yang mempunyai tugas untuk

memberdayakan warga binaan didalamnya. Hal tersebut mengingat bahwa

Pendidikan Luar Sekolah tidak memandang usia, jenis kelamin, ras, agama

maupun strata sosial. Kemudian kegiatan yang dilaksanakan di dalam

Lembaga Pemasyarakatan tersebut disesuaikan dengan karakteristik calon

11
peserta didik seperti latar belakang pendidikan, tingkatan usia, jenis kelamin,

lingkungan tempat tinggal, dan latar belakang sosial

c. Manajemen Program Pendidikan Luar Sekolah

Manajemen mengandung arti semua kegiatan yang diselenggarakan

oleh seseorang atau lebih, dalam suatu kelompok atau organisasi atau lembaga

untuk mencapai tujuan organisasi atau lembaga yang telah ditetapkan.

Sedangkan program dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh

perorangan, kelompok dan organisasi atau lembagayang memuat komponen-

komponen program. Komponen – komponen tersebut meliputi tujuan,

sasaran, isi dan jenis kegiatan, proses kegiatan, waktu, fasilitas, alat, biaya,

organisasi penyelenggaraan, dan lain sebagainya. Adapun pendidikan luar

sekolah adalah setiap usaha yang dilakukan dengan sadar, sengaja, teratur, dan

berencana yang bertujuan untuk membantu peserta didik dalam

mengembangkan dirinya sehingga terwujud manusia yang gemar belajar-

membelajarkan, mampu meningkatkan taraf hidup, dan berpartisipasi dalam

kegiatan sosial atau pembangunan masyarakat. Dengan demikian terdapat

keterkaitan yang erat antara manajemen, program dan khususnya pendidikan

luar sekolah.

1) Prinsip Perencanaan

Perencanaan sebagai kegiatan penyusunan rangkaian tindakan yang

akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan perlu memperhatikan prinsip-

prinsip sebagai berikut. Pertama, perencanaan disusun berdasarkan kebijakan

dan kebutuhan apa dan siapa yang ingin dipenuhi. Hal ini berarti bahwa

12
penyusunan program pendidikan luar sekolah harus diawali dengan

mengidentifikasi kebutuhan belajar dan karakteristik sasaran, sehingga

perencanaan yang disusun merupakan penjabaran kebijakan yang telah

ditetapkan.Kedua, konsistensi, yang berarti bahwa perencanaan disusun

dengan memperhatikan rencana yang telah disusun, sehingga kegiatan yang

direncanakan itu berkesinambungan dengan kegiatan sebelumnya. Ketiga,

berdaya guna dan berhasil guna, berarti bahwa perencanaan harus berorientasi

pada pemanfaatan sumber daya yang ada secara cermat dengan hasil yang

seoptimal mungkin. Dengan demikian kegiatan penyusunan rencana harus

memperhatikan dan mengikutsertakan kemampuan masyarakat sehingga

sumber daya yang ada pada masyarakat dapat dilibatkan dalam

pelaksanaannya. Keempat, menyeluruh, dalam arti bahwa dalam perencanaan

program pendidikan luar sekolah perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi pelaksanaan program seperti masukan, proses, keluaran

dan dampak program pendidikan luar sekolah. Dalam tahap perencanaan ini,

yang perlu dilakukan penggerak atau penyelenggara program adalah sebagai

berikut:

a) Menentukan kelompok sasaran

Langkah ini amat penting bagi penyelenggara program karena

melalui langkah ini kegiatan motivasi akan lebih terarah dan mengena

pada pihak yang menjadi sasaran. Secara umum yang dimaksud dengan

sasaran adalah semua pihak yang terkait dengan program, khususnya

dalam hal iniadalah kegiatan pendidikan luar sekolah. Sebagai contoh,

13
kelompok sasaran pendidikan luar sekolah ialah warga masyarakat tuna

aksara, putus sekolah, putus jenjang pendidikan, atau yang telah lulus

tetapi membutuhkan layanan pendidikan atau keterampilan tertentu.

Kelompok sasaran lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan

program pendidikan luar sekolah antara lain ialah pemuka masyarakat,

pamong belajar, dan pimpinan instansi terkait.

b) Mengidentifikasi kelompok sasaran

Mengidentifikasi adalah kegiatan mencari, menemukan dan

mencatat data tentang kelompok sasaran program, yang kemudian diolah

menjadi informasi mengenai kelompok sasaran tersebut. Dengan

demikian langkah ini dimaksudkan untuk mencari, menemukan dan

mencatat data mengenai kelompok sasaran.

c) Mempelajari data tentang kelompok sasaran

Berdasarkan data yang telah diidentifikasi tersebut akan diperoleh

berbagai informasi tentang kebutuhan dan masalah yang perlu dipenuhi

dan diatasi. Selanjutnya mempelajari data dan informasi itu dengan

cermat dengan menganalisis kebutuhan dan masalah, serta mengkaji

sumber-sumber dan peluang yang tersedia, serta kendala yang mungkin

ditemui dalam pelaksanaan program. Upaya ini diakhiri dengan mencari

alternatif kegiatan untuk memenuhi kebutuhan atau untuk memecahkan

masalah.

14
d) Menentukan prioritas kebutuhan dan masalah

Dalam menentukan prioritas kebutuhan yang harus dipenuhi dan/

atau masalah yang harus dipecahkan, penyelenggara program dapat

melakukan musyawarah dengan kelompok sasaran, tokoh masyarakat

dan/ atau pihak-pihak lainnya yang terkait.

e) Menetapkan topik dan tujuan program

Kegiatan ini dapat dilakukan oleh penyelenggara program sesudah

prioritas kebutuhan dan/ atau masalah ditentukan. Topik program harus

sesuai dengan kebutuhan dan/ atau masalah yang dihadapi kelompok

sasaran. Tujuan program perlu dirumuskan dengan jelas dan hasilnya

dapat diukur. Dalam merumuskan tujuan program, ada baiknya apabila

dirumuskan sebagaimana tujuan belajar yang mengandung ranah

kognisi, afeksi dan psikomotorik atau mencakup aspek pengetahuan,

sikap, keterampilan, dan aspirasi.

f) Menyusun materi

Materi harus sesuai dengan tujuan. Hal ini berarti bahwa bahan

atau materi itu mendukung untuk tercapainya tujuan program. Materi

disusun secara sistematis atau berurut, dimulai dari bahan yang mudah

menuju kepada bahan yang lebih sulit atau dari materi yang konkrit ke

arah materi yang abstrak. Materi disusun berdasarkan sumber-sumber

yang relevan seperti buku, pengalaman sendiri, dan nara sumber.

15
g) Memilih dan menentukan metode dan teknik

Di dalam memilih dan menentukan metode dan teknik motivasi

perlu dipertimbangkan karakteristik kelompok sasaran, situasi, dan

fasilitas yang tersedia. Metode dapat dipilih sesuai dengan

pengorganisasian kelompok sasaran. sasaran perorangan (individual),

sasaran kelompok dan sasaran komunitas atau massa. Teknik dipilih dan

ditentukan berdasarkan metode yag digunakan. Teknik yang dapat

digunakan yakni teknik tutorial atau bimbingan perorangan, teknik

diskusi atau demonstrasi, dan teknik kontak sosial atau “persuasi sosial”.

h) Menyiapkan daftar sasaran

Kelompok sasaran perlu dicatat dalam daftar sasaran oleh sebab itu

daftar sasaran perlu disiapkan sebelum program dilaksanakan. Daftar

tersebut berguna untuk mengetahui kehadiran sasaran, catatan tentang

hal-hal khusus mengenai sasaran, dan informasi untuk tindak lanjut

program.

i) Menentukan waktu dan tempat

Penentuan waktu dan tempat perlu dilakukan melalui musyawarah

antara penyelenggara dengan kelompok sasaran. Musyawarah ini

penting untuk mengetahui keterlibatan kelompok sasaran sesuai dengan

kesediaan, kesanggupan, dan aspirasi mereka sehingga diharapkan dapat

meningkatkan rasa ikut memiliki dan tanggung jawab kelompok sasaran

dengan keberhasilan program.

16
2) Pelaksanaan

Dalam tahap ini penyelenggara program sudah terlibat langsung dalam

pelaksanaan program. Pelaksanaan program ini mungkin hanya

memerlukan waktu beberapa jam saja atau mungkin memerlukan waktu

berbulan-bulan. Hal tersebut tergantung pada keragaman kebutuhan dan

masalah yang dihadapi, luasnya materi, dan hasil serta dampak pelaksanaan

program.Beberapa langkah yang perlu dilakukan penyelenggara program

dalam tahap pelaksanaan program di lapangan, adalah sebagai berikut :

a) Melakukan konsultasi kepada pemuka masyarakat

Konsultasi dilakukan kepada pimpinan informal dan pimpinan

formal masyarakat. Melalui konsultasi ini penyelenggara program bisa

memperoleh masukan antara lain tentang kondisi kelompok sasaran,

saran-saran untuk pelaksanaan program, dan mungkin pula bantuan

dari pemuka masyarakat untuk melakukan program.

b) Berkomunikasi dengan sasaran

Dalam berkomunikasi dengan sasaran, penyelenggara program

menggunakan materi, metode dan teknik, serta waktu dan tempat

sebagaimana telah diuraikan dalam tahap persiapan.

c) Menjelaskan manfaat program bagi kelompok sasaran

Penyelenggara program dapat menarik perhatian, menggugah

hati, membangkitkan keinginan, meyakinkan dan menggerakkan

kelompok sasaran untuk dapat menerima, menginternalisasi, dan

melaksanakan pesan motivasi dalam upaya memenuhi kebutuhan dan

17
memecahkan masalah yang dihadapi dalam pelaskanaan program

pendidikan luar sekolah.

d) Mencatat sasaran dan peristiwa program

Kelompok sasaran dicatat dalam daftar yang telah disiapkan

berikut kejadian- kejadian yang dianggap penting sewaktu program

berlangsung.

3) Penilaian atau Evaluasi

Penilaian atau evaluasi dilakukan dengan kegiatan

pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data atau informasi tentang

program untuk digunakan sebagai masukan dalam pengambilan

keputusan mengenai program tersebut. Untuk menilai program ini

perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a) Menentukan tujuan penilaian

Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui tercapainya

tujuan program, proses program, dampak, dan/ atau faktor- faktor

pendukung program.

b) Menyusun instrumen penilaian

Instrumen penilaian bisa terdiri atas pedoman wawancara,

pedoman observasi, dan/ atau angket yang digunakan untuk

menghimpun data/ informasi dari berbagai pihak yang terkait.

18
c) Mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data/ informasi

Data dan informasi yang telah terkumpul kemudian diolah

dengan menggunakan teknik- teknik yang cocok, dan kemudian

disajikan baik secara tertulis maupun secara visual.

d) Penggunaan hasil penilaian

Data/ informasi yang telah disajikan digunakan sebagai

masukan dalam proses pengambilan keputusan tentang program

itu. Produk pengambilan keputusan itu bisa berupa penghentian

program atau tindak lanjutnya seperti perluasan, modifikasi, atau

peningkatan motivasi.

2. Tinjauan tentang Pemberdayaan Perempuan

a. Pengertian Pemberdayaan

Secara etimologis, pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya”

yang berarti kekuatan atau kemampuan. Pemberdayaan dapat dimaknai

sebagai suatu proses menuju berdaya atau proses untuk memperoleh daya/

kekuatan/ kemampuan, dan atau proses pemberian daya/ kekuatan/

kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau

belum berdaya (Ambar T Sulistiyani, 2004 : 77). Pemberdayaan menurut Edi

Suharto (2010: 59) adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan

atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-

individu yang mengalami masalah kemiskinan. Individu dalam masyarakat

yang memiliki kebutuhan besar untuk mendapatkan treatment pemberdayaan

adalah para kaum perempuan.

19
Winarni (dalam Ambar T Sulistiyani, 2004 : 79) mengungkapkan,

bahwa inti dari pemberdayaan meliputi tiga hal, yakni pengembangan

(enabling), memperkuat potensi atau daya (empowerment) dan terciptanya

kemandirian. Pemberdayaan terjadi pada pada individu yang memiliki

kemampuan, dan atau individu yang memiliki daya yang masih terbatas.

Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk

membentuk individu ataupun masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian

tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa

yang mereka lakukan tersebut. Sedangkan kemandirian tersebut ditandai oleh

suatu kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu

yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang

dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan yang terdiri atas

kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif dengan pengerahan

sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal individu tersebut (Ambar

T Sulistiyani, 2004 : 80).

Secara konseptual, menurut Suharto (2009 : 57) pemberdayaan atau

pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata “power” (kekuasaan atau

keberdayaan). Upaya meningkatkan suatu pemberdayaan dapat dilihat dari

tiga sisi (Suharto, 2009 : 102), yaitu :

a. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi

masyarakat berkembang (enabling). Di sini titik tolaknya adalah

penegenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki potensi

yang dapat dikembangkan, artinya tidak ada masyarakat yang sama

20
sekali tanpa daya. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya

itu sendiri dengan mendorong, memotivasikan dan membangkitkan

kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk

mengembangkannya.

b. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat

(empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah positif,

selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini juga

meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan berbagai

masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang

(opportunities) yang akan membuat masyarakat semakin

berdaya.Dalam upaya pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok

adalah meningkatkan taraf pendidikan dan derajat kesehatan, serta

akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal,

teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar. Masukan pemberdayaan

ini menyangkut pembangunan sarana dan prasarana dasar baik fisik,

seperti irigasi, jalan, listrik, jembatan, maupun sekolah dan juga

fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh msyarakat

lapisan paling bawah, serta kesediaan lembaga-lembaga pendanaan,

pelatihan dan pemasaran di pedesaan, dimana terkonsentrasi penduduk

yang keberadaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus

bagi masyarakat yang kurang berdaya karena program-program umum

yang berlaku untuk semua tidak selalu menyentuh pada lapisan

masyarakat ini.

21
c. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi, dalam proses

pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah.

Oleh karena itu, kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat.

Menurut Ambar T Sulistiyani (2004 : 83-84) terdapat tahapan-tahapan yang

harus dilalui dalam melaksanakan pemberdayaan, yaitu :

a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan

peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. Tahapan

ini merupakan tahapan persiapan dalam proses pemberdayaan. Pihak

pemberdaya/actor/pelaku pemberdayaan berusaha menciptakan prakondisi

supaya dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan yang

efektif.

b. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan-

keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar

sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. Individu akan

menjalani proses belajar tentang pengetahuan dan kecakapan-keterampilan

yang memiliki relevansi dengan apa yang menjadi tuntutan kebutuhan

tersebut. keadaan ini akan mensimulasi terjadinya keterbukaan wawasan

dan menguasai kecakapan-keterampilan dasar yang mereka butuhkan. Pada

tahap ini, masyarakat hanya dapat memberikan peran partisipasi pada

tingkat yang rendah yaitu sekedar menjadi pengikut atau obyek

pembangunan saja, belum mampu menjadi subjek dalam pembangunan.

c. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan- keterampilan

sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk

22
mengantarkan pada kemandirian. Tahap ketiga adalah merupakan tahap

pengayaan atau peningkatan intelektualitas dalam kecakapan-keterampilan

yang diperlukan, supaya mereka dapat membentuk kemampuan

kemandirian. Kemandirian tersebut akan ditandai oleh kemampuan

masyarakat di dalam membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi dan

melakukan inovasi-inovasi di dalam lingkungannya. Pada tahapan ini,

masyarakat telah menjadi subyek pembangunan atau pemeran utama.

Pemerintah tinggal menjadi innovator saja.

Menurut Kindervatter dalam buku Manajemen Pemberdayaan

Perempuan (Anwar, 2007 : 77) “pemberdayaan sebagai proses pemberian

kekuatan atau daya dalam bentuk pendidikan yang bertujuan membangkitkan

kesadaran, pengertian, dan kepekaan warga belajar terhadap perkembangan

social ekonomi dan politik sehingga kelak dapat meningkatkan kedudukannya

dalam masyarakat”. Dari beberapa pendapat di atas mengenai pemberdayaan

dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah proses

pengembangan kemampuan dengan memperkuat potensi atau daya yang

dimiliki oleh individu atau kelompok agar menjadi berdaya. Pemberdayaan

menjadi sangat penting jika diterapkan kepada para perempuan yang sedang

menjalani masa pidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan, pemberdayaan

yang dilakukan bertujuan agar tercipta kemandirian melalui pemberian

pendidikan untuk meningkatkan kesadaran serta memberikan kecakapan-

keterampilan agar dapat meningkatkan potensi yang dimiliki sehingga tidak

23
mengulangi kesalahan yang sama lagi dan dapat bersosialisasi dan berperan

kembali di masyarakat

Ada beberapa tahap yang harus dilakukan dalam kegiatan

pemberdayaan, yaitu Pertama, tahap penyadaran dan pembentukan perilaku

menuju perilaku sadar dan peduli. Pada tahap penyadaran ini adalah tahapan

persiapan dalam proses pemberdayan dimana pihak yang terlibat dalam

kegiatan pemberdayaan berusaha menciptakan proses pemberdayaan yang

efektif. Kedua, tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan,

kecakapan-keterampilan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat

mengambil peran di dalam pembangunan. Ketiga, tahap peningkatan

kemampuan intelektual, kecakapan- keterampilan sehingga terbentuklah

kemampuan kemandirian. Tahap ini merupakan tahap pengayaan atau

peningkatan intelektualitas dalam kecakapan-keterampilan yang diperlukan,

supaya mereka dapat membentuk kemampuan kemandirian.

b. Pengertian Pemberdayaan Perempuan

Di Indonesia jumlah populasi perempuan tergolong besar, atas dasar

inilah perempuan menjadi salah satu komponen pembangun bangsa yang

penting dan potensial sebagai agen perubahan maupun subyek pembangunan.

Perempuan memiliki peran dalam segala bidang seperti bidang ekonomi,

bidang pendidikan serta bidang social budaya selain berperan dalam keluarga.

Oleh karena itu, perlu untuk dilakukan pemberdayaan agar para perempuan

menjadi pribadi yang berkualitas atas kemampuan dan potensi yang dimiliki

sehingga kaum perempuan tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang lemah.

24
Menurut Hubeis (2010: 125), pember-dayaan perempuan adalah

“upaya memper-baiki status dan peran perempuan dalam pembangunan

bangsa, sama halnya dengan kualitas peran dan kemandirian organisasi

perempuan”. Daulay (2006: 7) menyam-paikan bahwa program

pemberdayaan perempuan di Indonesia pada hakekatnya telah dimulai sejak

tahun 1978. Dalam perkembangannya upaya dalam kerangka pemberdayaan

perempuan ini secara kasat mata telah menghasilkan suatu proses pe-

ningkatan dalam berbagai hal. Seperti peningkatan dalam kondisi, derajat, dan

kualitas hidup kaum perempuan di berbagai sektor strategis seperti bidang

pendidikan, ketenagakerjaan, ekonomi, kesehatan dan keikutsertaan ber-KB.

Menurut Karl M. (dalam Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka,

1996: 63) pemberdayaan perempuan dipandang sebagai suatu proses

kesadaran dan pembentukan kapasitas (capacity building) terhadap partisipasi

yang lebih besar, kekuasaan, dan pengawasan pembuatan keputusan yang

lebih besar, dan tindakan transformasi agar menghasilkan persamaan derajat

yang lebih besar antara perempuan dan laki-laki. Upaya pemberdayaan

perempuan dapat dilakukan dengan usaha menyadarkan dan membantu

mengembangkan potensi yang ada, sehingga menjadi manusia yang mandiri.

Bahkan berarti bahwa perempuan mendominasi atau membuat kekuasaan dari

laki-laki, akan tetapi dalam arti mengembnagkan diri dan menentukan nasib

sendiri dengan kebersamaan. Konsep kesetaraan juga perlu dikembangkan

agar tidak terjadi perselisihan.

25
Menurut Andi Hanindito, pemberdayaan perempuan merupakan upaya

peningkatan kemampuan perempuan dalam memeperoleh akses dan control

terhadap semua sumber daya dalam seluruh aspek kehidupan (Andi

Hanindito, 2011 : 11). Sedangkan Menurut Onny S. Prijono menyatakan

bahwa “proses pemberdayaan perempuan merupakan tindakan usaha

perbaikan atau peningkatan ekonomi, social budaya, politik dan psikologi

baik secara individual maupun kolektif yang berbeda menurut kelompok etnik

dan kelas social.

Menurut Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan ada empat

kelompok perempuan yang perlu menjadi perhatian yaitu kelompok

perempuan yang sama sekali tidak mampu dan tidak memiliki sumber-sumber

karena beban kemiskinan, perempuan yang memiliki sumber-sumber tetapi

belum/ tidak berusaha untuk meningkatkan dirinya, perempuan yang telah

melakukan usaha namun tidak memiliki sumber-sumber, dan perempuan yang

telah memiliki kemampuan dan peran serta mampu memanfaatkan sumber-

sumber. Kelompok yang terakhir merupakan kelompok yang sudah berdaya

dan mungkin sudah terbuka pikirannya dan merdeka. Proses pemberdayaan

diri pada perempuan akan menjadi lebih cepat jika perempuan ikut serta

dalam proses pengambilan keputusan.

Winarni (dalam Ambar T. Sulistiyani, 2004 : 79) mengungkapkan

bahwa inti dari pemberdayaan meliputi tiga hal, yaitu sebagai berikut :

26
1) Pengembangan (enabling)

Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana

atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Logika

ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada masyarakat yang sama

sekali tidak memiliki daya setiap masyarakat yang sama sekali tidak

memiliki daya setiap masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi

kadang-kadang mereka tidak menyadari, atau daya tersebut masih belum

dapat diketahui secara eksplisit, sehingga daya harus digali dan

kemudian dikembangkan.

2) Memperkuat potensi atau daya (empowering)

Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya dengan

cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan

potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya.

3) Terciptanya kemandirian

Pemberdayaan hendaknya jangan menjabak masyarakat dalam

perangkap ketergantungan (chaity), pemberdayaan sebaiknya harus

mengantarkan pada proses kemandirian.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pada

dasarnya pemberdayaan mencakup berbagai aspek yang nantinya akan

mempengaruhi kehidupan individu atau kelompok. Pemberdayaan perempuan

adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk menggali potensi yang dimiliki

perempuan yang dapat digunakan sebagai bekal hidup, mengembangkan,

memantapkan atau menguatkan potensi tersebut. Sehingga dengan adanya

27
pemberdayaan tersebut, kaum perempuan dapat menjadi mandiri dan mampu

berpartisipasi dalam pembangunan dengan memanfaatkan potensi yang

dimiliki.

Berbagai konsep pemberdayaan perempuan yang telah diuraikan di atas

merujuk pada kemampuan individu, khususnya pada kelompok perempuan

yang dipandang lemah dalam aspek tertentu. Salah satunya adalah kelompok

perempuan yang bersatus sebagai warga binaan pemasyarakatan atau

narapidana di Lapas Wirogunan. Oleh karena itu, Lapas Wirogunan

menyelenggarakan program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan

keterampilan yang dapat bermanfaat bagi para warga binaan pemasyarakatan

perempuan setelah keluar nanti agar dapat turut serta dalam melaksanakan

pembangunan bangsa melalui keterampilan yang dimilikinya.

c. Tujuan Pemberdayaan Perempuan

Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan menurut Ambar T.

Sulistiyani (2004 : 80) adalah untuk membentuk individu dan masyarakat

menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir,

bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian tersebut

meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka

lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh

masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan

serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan

masalah-masalah yang dihadapi menggunakan daya kemampuan yang

meliputi kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif, dengan

28
pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat

tersebut.

Sedangkan menurut Anindya Sulasikin dalam buku yang berjudul

Jagad Wanita, pemberdayaan perempuan bertujuan untuk :

1) Meningkatkan keterjangkauan (akses) perempuan kepada sumber dan

manfaat pembangunan (modal, tanah, pelayanan sosial, pendidikan,

kesehatan,pekerjaan, dan informasi).

2) Meningkatkan kesadaran wanita tentang diskriminasi gender, bahwa

situasi perempuan dan perlakuan diskriminatif yang mereka terima

bukanlah disebabkan takdir ataupun karena kekurangan pada diri

meraka, akan tetapi karena sistem sosial yang mendiskriminasikan

mereka.

3) Meningkatkan partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan

dalam keluarga dan masyarakat.

4) Pemberdayaan perempuan bertujuan menjadikan perempuan mandiri

dalam arti ekonomi, social budaya, dan psikologis (Bainar dkk, 1999 :

17).

Pemberdayaan yang dilakukan oleh karenanya harus tepat sasaran dan

tujuannya. Sumodiningrat (2000 : 109) menjelaskan bahwa sasaran dan tujuan

dari pemberdayaan adalah :

1) Meningkatnya peningkatan pendapatan perempuan di tingkat bawah dan

menurunnya jumlah penduduk yang terdapat dibawah garis kemiskinan.

29
2) Berkembangnya kapasitas perempuan untuk meningkatkan kegiatan

social ekonomi produktif keluarga.

3) Berkembangnya kemampuan perempuan dan meningkatnya kapasitas

kelembagaan masyarakat, baik aparatur maupun warga.

Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan

dari pemberdayaan perempuan adalah untuk membangun kesadaran para kaum

perempuan mengenai kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan agar

mampu mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki. Sehingga

pendapatan perempuan dapat meningkat dan dapat menjadi pribadi yang

mandiri serta mampu mempertahankan diri dari diskriminasi dan ikut

berpartisipasi dalam pembangunan bangsa.

d. Tahap-tahap Pemberdayaan Perempuan

Menurut Friedman (Daman Huri 2008: 86) berpendapat bahwa ada dua

tahapan pemberdayaan yaitu :

1) Pemberdayaan individu
Pemberdayaan individu dimulai dari membangkitkan
keberdayaan setiap anggota keluarga hingga kemudian unit-unit
keluarga berdaya yang selanjutnya mampu memperluas keberdayaan
dan munculnya keberdayaan nasional.
2) Pemberdayaan Kelompok atau antar individu
Pemberdayaan ini merupakan spiral model. Pada hakikatnya
individu satu dan lainnya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
Dimulai dari unit keluarga lalu membentuk ikatan dengan keluarga
lain yang disebut kelompok masyarakat, dan seterusnya sampai ikatan
yang paling tinggi.

30
Sedangkan menurut Ambar T Sulistiyani, tahap-tahap yang harus

dilalui dalam pemberdayaan ialah:

a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar


dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
b. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan,
kecakapan-keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan
keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam
pembangunan.
c. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-keterampilan
sehingga terbentuk inisiatif dan kemampuan inovatif untuk
mengantarkan pada kemandirian (Sulistiyani, Ambar Teguh: 83)
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

tahap-tahap yang harus dilakukan dalam program pemberdayaan perempuan

adalah dilakukannya penyadaran diri dan pembentukan perilaku individu

agar menyadari bahwa dirinya membutuhkan peningkatan kualitas atas

dirinya sendiri. Setelah dilakukan penyadaran diri, individu harus

mentransformasikan kemampuan dalam hal wawasan pengetahuan dan

kecakapan keterampilan agar dapat mendapatkan peran dan ikut ansdil

dalam proses pembangunan. Kemudian meningkatkan kemampuan

wawasan pengetahuan dan kecakapan keterampilan agar terbentuk inisiatif

dan inovatif yang kemudian mengantarkan pada kemandirian. Dengan

dilakukannya tahapan-tahapan pemberdayaan perempuan tersebut dapat

dipastikan akan mengantarkan kaum perempuan pada kemandirian dengan

wawasan pengetahuan dan kecakapan keterampilan yang dimiliki. Sehingga

kaum perempuan akan memiliki peran dan mempunyai pengaruh dalam

proses pembangunan. Selain itu, kaum perempuan juga sadar bahwa ia

31
memiliki kapasits dan potensi diri yang harus ditingkatkan guna kehidupan

di masa yang akan datang.

3. Tinjauan tentang Lembaga Pemasyarakatan

a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat untuk melaksanakan

pembinaan terhadap narapidana atau warga binaan pemasyarakatan melalui

pendidikan terutama pendidikan non formal. Melalui pendidikan non formal,

para warga binaan pemasyarakatan khususnya warga binaan perempuan

memperoleh pembinaan keterampilan yang bertujuan agar setelah warga

binaan keluar dari Lapas dapat melanjutkan kehidupannya, khususnya dalam

memenuhi kebutuhan hidup dengan memanfaatkan bekal keterampilan yang

dimiliki. Pemasyarakatan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 12

Tahun 1995 tentang pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan

pembinaan berdasarkan system kelembagaan dan cara pembinaan yang

merupakan bagian akhir dari system pemidanaan dalam tata peradilan pidana.

Sedangkan yang dimaksud dengan Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat

orang-orang menjalani hukuman pidana, penjara (Kamus Besar Bahasa

Indonesia, 1999 : 580). Pengertian lain mengenai Lembaga Pemasyarakatan

yaitu suatu tempat, lokasi atau lembaga dibawah Departemen Hukum dan

HAM yang bertujuan untuk membina dan membimbing warga binaan dengan

memanfaatkan potensi yang dimiliki warga binaan, petugas lembaga, serta

masyarakat sesuai dengan kemampuan dan bakat serta minat demi

32
terwujudnya kesejahteraan social warga binaan pemasyarakatan dan

masyarakat (Jumiati, 1995 : 13).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Lembaga

Pemasyarakatan merupakan suatu tempat, lokasi atau lembaga dibawah

Departemen Hukum dan HAM untuk memberikan pembinaan kepada warga

binaan tidak terkecuali warga binaan perempuan. Pembinaan dilakukan

dengan memberikan keterampilan kepada warga binaan perempuan sesuai

dengan potensi yang dimiliki , bertujuan agar bermanfaat saat warga binaan

keluar dari Lapas dan kembali berperan dalam masyarakat.

b. Pengertian Sistem Pemasyarakatan di Indonesia

Berdasarkan Undang – Undang No. 12 tahun 1995 Pasal 1 Ayat 2

tentang pemasyarakatan, disebutkan bahwa Sistem Pemasyarakatan adalah

suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan

Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antar

pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga

Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan

tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh

lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat

hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk

Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari

kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga

dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan

33
dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik

dan bertanggung jawab.

Menurut UU No. 12 Tahun 1995 Pasal 3, fungsi diselenggarakannya

sistem pemasyarakatan adalah untuk menyiapkan warga binaan

pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat,

sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan

bertanggung jawab.

Dalam menyelenggarakan sistem pemasyarakatan, dibutuhkan

keikutsertaan seluruh pihak yang terlibat termasuk keikutsertaan masyarakat.

Hal ini dimaksudkan agar saat warga binaan kembali ke masyarakat, mereka

tidak merasa dikucilkan dan dapat kembali berperan di tengah-tengah

masyarakat.

c. Pengertian Narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan

Seseorang dapat disebut narapidana apabila melakukan tindak

pidana yang dapat melanggar hukum kemudian tinggal di Lembaga

Pemasyarakatan. Menurut UU No. 12 Tahun 1995 Pasal 1 Ayat 5, disebutkan

bahwa Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik

Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan. Menurut UU No. 12 Pasal 1

Ayat 7 dijelaskan bahwa yang dimaksud Narapidana adalah Terpidana

(seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukumtetap) yang menjalani pidana hilang

kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.

34
Sedangkan yang dimaksud dengan Anak Didik Pemasyarakatan

menurut UU No. 12 Pasal 1 Ayat 8 adalah

a) Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan

menjalani pidana di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18

(delapan belas) tahun;

b) Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan

diserahkan pada Negara untuk di didik dan ditempatkan di Lapas Anak

paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;

c) Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya

memperoleh penetapan pengadilan untuk di didik di Laps Anak paling

lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

Selanjutnya yang dimaksud dengan Klien Pemasyarakatan menurut

UU No. 12 Tahun 1995 Pasal 1 Ayat 9 adalah Klien Pemasayarakatan yang

selanjutnya disebut Klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan

Bapas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian narapidana

berasal dari dua suku kata yaitu Nara yang berarti orang, dan Pidana yang

berarti hukuman dan kejahatan (pembunuhan, perampokan, pemerkosaan,

narkoba, korupsi dan sebagainya) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001 :

612). Jadi dari beberapa penjelasan diatas dapat diartikan bahwa narapidana

atau warga binaan pemasyarakatan adalah seseorang yang sedang menjalani

hukuman di dalam Lembaga Pemasyarakatan dikarenakan melakukan tindak

pidana dan telah mendapatkan putusan pengadilan.

35
4. Tinjauan tentang Pembinaan Keterampilan

a. Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan

Sistem pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang dikenal

dengan nama Pemasyarakatan, mulai dikenal pada tahun 1964 ketika

konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembaga pada tanggal 27 April 1964.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999, dijelaskan bahwa

pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas keimanan kepada

Tuhan Yang Maha Esa, Intelektual, sikap dan perilaku professional serta

kesehatan dan rohani narapidana.

Arti dari kata pembinaan itu sendiri diambil dari kata dasar bina

yaitu mengusahakan agar lebih baik, sehingga pengertian pembinaan

adalah suatu usaha atau tindakan yang dilakukan secara efisien dan efektif

untuk memperoleh hasil yang lebih baik (KBBI, 2005 : 152). Dari

pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu

usaha yang diwujudkan dalam kegiatan dengan maksud untuk memperoleh

hasil yang lebih baik.

Dalam sistem pemasyarakatan, warga binaan pemasyarakatan tidak

lagi dianggap sebagai objek dan pribadi yang harus dikucilkan dengan

tindak pidana yang dilakukannya. Warga binaan pemasyarakatan

dipandang sebagai manusia yang memiliki fitrah kemanusiaan, itikad dan

potensi yang positif yang dapat digali dan dikembangkan dalam rangka

36
pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dan ikut berperan

dalam pembangunan bangsa. Maka dari itu dilakukan pembinaan kepada

warga binaan pemasyarakatan selama berada di dalam Lapas sebagai

bentuk pemenuhan hak sebagai warga binaan. Seperti yang sudah

dijelaskan dalam pasal 6 Undang-undang No. 12 Tahun 1995, bahwa

“pembinaan warga binaan pemasyarakatan dilakukan di LAPAS dan

pembimbingan warga binaan pemasyarakatan dilakukan oleh BAPAS”.

Sistem pembinaan pemasyarakatan menurut Undang-undang No.12

Tahun 1995 Pasal 5 dilaksanakan berdasarkan asas :

a) Pengayoman;

b) Persamaan perlakuan dan pelayanan;

c) Pendidikan;

d) Pembimbingan;

e) Penghormatan harkat dan martabat manusia;

f) Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan;

dan

g) Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan

orang-orang tertentu.

b. Tujuan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan

Perkembangan pembinaan untuk warga binaan pemasyarakatan

berkaitan erat dengan tujuan pemidanaan. Tujuan perlakuan terhadap

warga binaan di Indonesia mulai tampak sejak tahun 1964 saat diadakan

konferensi kepenjaraan di Lembaga, bahwa tujuan pemidanaan adalah

37
pemasyarakatan, jadi mereka yang menjadi warga binaan masyarakat

bukan lagi dibuat jera akan tetap dibina untuk kemudian dimasyarakatkan.

Secara umum pembinaan yang dilakukan kepada warga binaan

pemasyarakatan bertujuan agar mereka dapat menjadi manusia seutuhnya

sebagaimana yang telah menjadi arah pembangunan nasional melalui jalur

pendekatan :

1) Memantapkan iman (ketahanan mental) mereka.

2) Membina mereka agar mampu berintegrasi secara wajar di dalam

lembaga pemasyarakatan dan kehidupan yang lebih luas

(masyarakat) setelah menjalani pidananya.

Secara khusus pembinaan yang dilakukan kepada warga binaan

pemasyarakatan ditujukan agar selama masa pembinaaan dan setelah

seleai menjalankan masa pidananya :

1) Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya

serta bersikap optimis akan masa depannya.

2) Berhasil memperoleh pengetahuan, minimal keterampilan untuk

bekal mampu hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan

pembangunan nasional.

3) Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada

sikap dan perilakunya yang tertib, disiplin, serta mampu

menggalang rasa kesetiakawanan social.

4) Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa

dan Negara (Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2004 : 56-57)

38
Walaupun demikian, dalam rangka memudahkan warga binaan

pemasyarakatan untuk berinteraksi kembali dan menyesuaikan diri

dengan kehidupan masyarakat, maka tetap perlu adanya interaksi antara

warga binaan pemasyarakatan dengan pembinaan yang bertujuan agar

warga binaan pemasyarakatan dapat merasakan bahwa sebagai pribadi dan

warga Negara Indonesia, mampu berbuat sesuatu untuk kepentingan

bangsa dan Negara. Selain itu, warga binaan pemasyarakatan dapat

menjadi unsur pemasyarakatan yang mampu menciptakan opini dan citra

pemasyarakatan yang baik.

c. Metode Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan

Dalam pelaksanaan pembinaan warga binaan pemasyarakatan,

instruktur atau Pembina menggunakan metode tertentu agar tujuan dari

pembinaan dapat tercapai. Metode tersebut antara lain :

1) Pembinaan berupa interaksi langsung yang sifatnyakekeluargaan

antara instruktur atau Pembina dengan yang dibina (warga binaan).

2) Pembinaan bersifat persuasif edukatif yaitu berusaha merubah

tingkah lakunya melalui keteladanan dan memperlakukan adil di

antara sesama mereka sehingga menggugah hatinya untuk melakukan

hal-hal yang terpuji, menempatkan warga binaan pemasyarakatan

sebagai manusia yang memiliki potensi dan memiliki harga diri

dengan hak-hak dan kewajibannya dengan manusia lainnya.

3) Pembinaan berencana, terus-menerus dan sistematis.

39
4) Pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah keamanan yang

disesuaikan dengan tingkat keadaan yang dihadapi.

5) Pendekatan individual dan kelompok, (Departemen Kehakiman dan

HAM RI, 2004 : 65)

d. Konsep Keterampilan

Unsur yang terpenting dalam rangkaian usaha pengembangan

kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan dan latihan.Pendidikan

pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah formal dan berlangsung

seumur hidup.Sedangkan latihan (training) adalah pengajaran atau

pemberian pengalaman kepada seseorang untuk mengembangkan tingkah

laku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) agar mencapai sesuatu yang

diinginkan. Latihan diartikan juga sebagai suatu proses membantu orang

lain dalam memperoleh keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge).

Keterampilan diartikan sebagai suatu kecekatan, kecakapan, dan

kemampuan untuk melakukan suatu kegiatan dengan baik dan cermat.

Menurut Legge keterampilan berarti kemampuan mengkoordinasikan dan

tenaga yang bertingkat-tingkat, yaitu : 1) keterampilan yang hanya

menggunakan otot atau tenaga dan hanya sedikit menggunakan pikiran. 2)

keterampilan yang banyak menggunakan pikiran atau otak dan sedikit

menggunakan otot, dan 3) keterampilan yang banyak menggunakan tenaga

sedikit pikiran dan sedikit otot. Dengan demikian, keterampilan dapat

diartikan sebagai suatu usaha yang terencana dan terorganisir dalam

40
memberikan kemampuan dan keterampilan yang produktif sesuai dengan

minat dan bakat sebagai bekal dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup.

Keterampilan adalah suatu performasi yang ekonomis dan efektif

dalam pencapaian suatu maksud dan fungsi keterampilan sebagai suatu

bekal atau modal dasar tenaga kerja/seseorang untuk dapat bekerja atau

melakukan pekerjaan sesuai dengan kualifikasinya (keahliannya).

Keterampilan atau keahlian (skill)merupakan kecakapan yang berhubungan

dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan dalam menghadapi tugas-

tugas yang bersifat teknis atau non teknis.Kecakapan keterampilan (skill)

merupakan suatu kecakapan atau keterampilan yang dapat diperoleh

melalui latihan atau pengalaman.Pembinaan keterampilan yang dilakukan

di Lembaga Pemasyarakatan merupakan suatu usaha yang terencana dan

terorganisir dalam memberikan pengalaman, kemampuan dan

keterampilan yang produktif sesuai dengan minat dan bakat warga binaan

khususnya warga binaan perempuan. kegiatan tersebut ditujukan agar dapat

digunakan sebagai bekal dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup dan

sebagai bekal reintegrasi dengan masyarakat kembali.

5. Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan di

Lembaga Pemasyarakatan

Pembinaan yang dilakukan di Lapas bertujuan untuk para warga

binaan pemasyarakatan memiliki perubahan yang lebih baik dalam segi

perilaku maupun kemampuan dan potensi yang dimiliki agar memiliki

kepercayaan diri ketika berbaur kembali ke masyarakat. Dalam Peraturan

41
Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999, dijelaskan bahwa pembinaan adalah

kegiatan untuk meningkatkan kualitas keimanan kepada Tuhan Yang

Maha Esa, Intelektual, sikap dan perilaku professional serta kesehatan dan

rohani warga binaan pemasyarakatan. kegiatan pembinaan diberikan

kepada semua warga binaan pemasyarakatan, tidak terkecuali warga

binaan perempuan. Maka dari itu, kegiatan pembinaan yang dilakukan

untuk para warga binaan perempuan merupakan suatu kegiatan

pemberdayaan perempuan khususnya para perempuan yang sedang

menjalani masa pidana di lembaga pemasyarakatan.

Salah satu cara pemberdayaan perempuan warga binaan

pemasyarakatan dilakukan melalui pembinaan keterampilan. Pembinaan

keterampilan merupakan suatu kegiatan yang terorganisir dengan

memberikan pengalaman, kemampuan dan keterampilan yang produktif

sesuai dengan minat dan bakat warga binaan khususnya warga binaan

perempuan. Pembinaan tersebut dilakukan agar warga binaan perempuan

memperoleh suatu keterampilan praktis sebagai bekal yang dapat

bermanfaat bagi dirinya setelah selesai menjalani masa pidana dan

kembali bersosialisasi dengan masyarakat. Keterampilan menjadi sangat

penting untuk dimiliki setiap warga binaan perempuan, karena dengan

ketrampilan yang ada dapat dijadikan sebagai modal dalam memulihkan

kepercayaan diri perempuan ketika kembali ke masyarakat.

Menurut Kindervatter dalam buku Manajemen Pemberdayaan

Perempuan (Anwar, 2007 : 98) “pemberdayaan melalui pendidikan non

42
formal memfokuskan kepada peserta didik dalam bentuk kelompok dan

menekankan pada proses objektif, misalnya penguasaan dan

keterampilan”. Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa pembinaan

keterampilan yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan dapat

menjadi suatu bentuk pemberdayaan khususnya pemberdayaan para warga

binaan perempuan dengan mengembangkan kemampuan dan potensi yang

dimiliki. Sehingga dengan adanya pemberdayaan perempuan melalui

pembinaan keterampilan ini problema yang terjadi dapat terselesaikan

melalui pembinaan keterampilan yang berbasis potensi individu.

6. Tinjauan Tentang Faktor Pendukung dan Penghambat

Dalam suatu kegiatan akan ditemukan faktor yang dapat mempengaruhi

keberhasilan dalam mencapai tujuan kegiatan tersebut.Faktor dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai hal (keadaan, peristiwa) yang

ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu.Faktor tersebut dapat

dibedakan menjadi dua yakni:

1. Faktor Pendukung

Pendukung dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan 1)

orang yang mendukung 2) penyokong; pembantu; penunjang. Faktor

pendukung dapat diartikan hal pendukung yang memiliki pengaruh baik

terhadap proses pemberdayaan perempuan tersebut sehingga dapat

memperlancar proses pemberdayaan perempuan. Faktor pendukung dari

pelaksanaan kegiatan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan

keterampilan dapat dilihat dari:

43
a. Sarana Prasarana

Sarana menurut Tatang M. Amirin, dkk (2010: 77) ialah segala

fasilitas bisa berupa peralatan, bahan dan perabot yang langsung

dipergunakan dalam proses kegiatan. Sedangkan prasana adalah

perangkat yang menunjang keberlangsungan kegiatan.

b. Pendanaan

Pendanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan

penyediaan dana.

c. Lingkungan sekitar

Lingkungan sekitar adalah lingkungan baik secara alam maupun bukan

alam yang mempengaruhi sesuatu.

2. Faktor Penghambat

Penghambat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan 1)

orang yang menghambat 2) alat yang dipakai untuk menghambat. Faktor

penghambat dapat dimaknai hal (peristiwa, keadaan) yang memiliki

pengaruh buruk terhadap proses pemberdayaan perempuan karena bisa

menghambat proses pemberdayaan perempuan. Faktor penghambat

secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor penghambat internal

dan faktor penghambat eksternal. Dalam kegiatan pembinaan

keterampilan ini faktor penghambat ialah faktor dari dalam diri warga

binaan perempuan sementera faktor penghambat ialah faktor dari luar.

44
B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan merupakan penelitian-penelitian yang sudah ada

sebelum penelitian dilakukan oleh seorang peneliti yang dijadikan sebagai

pedoman ataupun sumber lain untuk pelengkap data penelitian. Adapun

penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah:

1) Penelitian yang dilakukan oleh Nuriyah (2010), mahasiswa Pendidikan

Sosiologi Universitas Negeri Yogyakarta, dengan judul penelitian

“Pemberdayaan Keterampilan Perempuan di Panti Sosial Karya Wanita

(PSKW)”.

Penelitian tersebut dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif.

Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tujuan dari panti

social tersebut yaitu menjunjung tinggi harkat dan martabat wanita,

memulihkan kembali harga diri, tanggung jawab social, kemajuan dan

kemampuan para perempuan agar dapat merasakan hidup wajar dalam

bermasyarakat. Manfaat pemberian keterampilan tersebut bagi warga

binaan adalah untuk memberikan bekal keterampilan dan pengetahuan

terkait dengan keterampilan yang diikuti.

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang relevan dapat diketahui

bahwa penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan

penelitian yang akan peneliti lakukan. Persamaannya adalah sama-sama

meneliti tentang bagaimana proses pemberdayaan perempuan melalui

kegiatan pembinaan keterampilan. Sedangkan perbedaannya adalah

penelitian yang dilakukan oleh Nuriyah tersebut fokus penelitiannya pada

45
pemberdayaan keterampilan warga binaan perempuan yang mengalami

permasalahan kekerasan dan memulihkan kembali harga diri, serta

kemampuan para perempuan agar dapat merasakan hidup wajar,

sedangkan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini

difokuskan pada pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh Lembaga

Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta melalui kegiatan

pembinaan keterampilan agar para warga binaan memiliki keterampilan

yang kemudian dapat bermanfaat untuk bekal kehidupan saat warga

binaan keluar dan kembali berbaur dengan masyarakat.

2) Penelitian yang dilakukan oleh Fitria Pradini Sisworo (2013), mahasiswa

Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Yogyakarta, dengan judul

penelitian “Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Warga Binaan

di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta”.

Penelitian tersebut dilakukan dengan metode pendekatan kualitatif

deskriptif. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mendeskripsikan

bentuk pemberdayaan perempuan melalui pembinaan warga binaan

perempuan serta mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat

dari pelaksanaan kegiatan pemberdayaan perempuan.

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang relevan dapat diketahui

bahwa penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan

penelitian yang akan peneliti lakukan. Persamaannya adalah sama-sama

meniliti tentang proses pemberdayaan perempuan warga binaan

perempuan yang ada di Lapas Wirogunan melalui kegiatan pembinaan

46
keterampilan. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan

oleh Fitria Pradini Sisworo tersebut fokus penelitiannya pada seluruh

kegiatan pembinaan untuk warga binaan yang ada di Lapas Wirogunan.

Sedangkan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini hanya

difokuskan pada kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan

perempuan sebagai bentuk pemberdayaan perempuan yang dilakukan

oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta.

C. Kerangka Pikir

Kaum perempuan dipandang sebagai kaum yang lemah dan hanya

dianggap sebagai seseorang yang hanya mampu melaksanakan tugas sebagai

ibu rumah tangga. Selain itu, dengan masih adanya budaya patriarki yang

masih berlaku di masyarakat Indonesia secara langsung maupun tidak

langsung menempatkan kaum perempuan di kelas bawah setelah laki-laki.

Sulitnya memperoleh pekerjaan yang layak dan kurangnya

keterampilan yang dimiliki menyebabkan sebagian masyarakat tak terkecuali

perempuan, terpaksa melakukan segala cara seperti aksi pencurian, penipuan

bahkan menjadi bandar narkoba untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga,

padahal jelas-jelas perbuatan tersebut adalah tindakan yang melanggar hukum.

Oleh karena itu, kaum perempuan yang terlanjur terjerumus ke dalam

tindakan kriminalitas dan berstatus sebagai narapidana harus dilibatkan dalam

program pemberdayaan perempuan yang dimaksudkan agar kaum perempuan

yang terjerumus ke dalam tindakan tersebut tidak akan mengulangi perbuatan

47
itu lagi. Salah satu program pemberdayaan perempuan yang ditujukan untuk

warga binaan perempuan adalah melalui kegiatan pembinaan.

Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan

pembinaan warga binaan pemasyarakatan. Pembinaan dilakukan agar warga

binaan pemasyarakatan dapat kembali kepada peran sosial yang sesuai dengan

nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Pembinaan bagi para warga

binaan pemasyarakatan perempuan merupakan salah satu bagian dari program

pemberdayaan perempuan. Salah satu pembinaan yang dilakukan oleh

Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta untuk warga

binaan perempuan adalah kegiatan pembinaan keterampilan.

Pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan

Klas II A Wirogunan Yogyakarta dimaksudkan untuk memfasilitasi warga

binaan perempuan dalam memperoleh pengalaman baru khususnya bidang

keterampilan praktis, mewadahi dan meningkatkan keterampilan warga

binaan perempuan sesuai dengan minat dan bakat serta memberikan bekal

keterampilan yang diharapkan dapat bermanfaat ketika bebas nanti.

Pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan yang dilaksanakan di

Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta antara lain pelatihan merajut,

menjahit, membatik, meronce manik-manik dan membuat rangkaian bunga

dari akrilik.

Dalam pembinaan warga binaan perempuan ini peneliti mencoba

mengetahui bagaimana pelaksanaan kegiatan pemberdayaan yang dilakukan

melalui pembinaan keterampilan dengan mencari informasi tentang

48
bagaimana langkah awal dalam menentukan pembinaan keterampilan

terhadap warga binaan perempuan, kemudian bagaimana bentuk pembinaan

keterampilan tersebut serta bagaimana pelaksanaannya. Selain itu peneliti juga

ingin megetahui mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung dalam

pelaksanaan pembinaan keterampilan. Kemudian peneliti juga ingin

mengetahui tentang hasil dari pembinaan keterampilan terhadap para warga

binaan perempuan yang mengikuti kegiatan tersebut, sehingga para warga

binaan perempuan dapat memperoleh bekal keterampilan yang nantinya dapat

bermanfaat untuk kehidupan setelah bebas atau keluar dari Lapas.

49
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

Pendidikan dan
Subordinasi kaum
keterampilan kaum
perempuan
perempuan yang terbatas

Tindakan kriminalitas
perempuan

Lembaga Pemasyarakatan
Klas II A Wirogunan
Yogyakarta

Pemberdayaan Perempuan
Melalui Pembinaan
Keterampilan

Perencanaan, Pelaksanaan
dan Evaluasi Pembinaan
Keterampilan Warga Binaan

Faktor pendukung Faktor penghambat


pembinaan ketrampilan pembinaan ketrampilan

Hasil pemberdayaan perempuan melalui


pembinaan keterampilanwarga binaan
perempuan di Lembaga Pemasyarakatan
Klas II A Wirogunan Yogyakarta

50
D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka dapat diajukan pertanyaan

penelitian yang dapat menjawab permasalahan yang akan diteliti, sebagai

berikut :

1. Pelaksanaan program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan

keterampilan warga binaan perempuan

a. Bagaimana perencanaan program yang dilakukan sebelum diadakan

pembinaan keterampilan untuk warga binaan pemasyarakatan

perempuan ?

b. Bagaimana pelaksanaan program kegiatan pemberdayaan perempuan

melalui pembinaan keterampilan untuk warga binaan pemasyarakatan

perempuan ?

c. Bagaimana bentuk evaluasi program dari proses pembinaan

keterampilan untuk warga binaan pemasyarakatan perempuan ?

2. Hasil pelaksanaan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan

a. Apa hasil dari pelaksanaan pembinaan keterampilan yang diberikan

untuk warga binaan perempuan ?

b. Apa perubahan yang terjadi pada warga binaan perempuan setelah

mendapatkan pembinaan keterampilan sebagai bentuk pemberdayaan

perempuan ?

3. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pemberdayaan

perempuan melalui pembinaan keterampilan untuk warga binaan

perempuan.

51
a. Faktor apa saja yang dapat mendukung dalam pelaksanaan pembinaan

keterampilan untuk warga binaan perempuan ?

b. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan

pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan ?

52
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Pemberdayaan Perempuan Melalui

Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta” ini menggunakan

pendekatan deskriptif kualitatif yang memahami suatu fenomena yang terjadi

pada subyek penelitian seperti sikap dan persepsi. “Yang dimaksud dengan

pendekatan deskriptif kualitatif adalah pendekatan yang informasinya atau

data yang terkumpul, terbentuk dari kata-kata, gambar, bukan angka-angka,

sifatnya hanya sebagai penunjang” (Sudarwan Danim,2002:51).

Pendapat lain mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu

penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,

peristiwa, aktivitas social sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang

secara individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi digunakan untuk

menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada penyimpulan

(Nana Syaodih Sukmadinata, 2010:60).

Sesuai pernyataan tersebut maka peneliti menggunakan pendekatan

deskriptif kualitatif ini dilakukan untuk menjelaskan secara mendalam

mengenai pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga

binaan pemasyarakatan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A

Wirogunan Yogyakarta. Dengan menggunakan pendekatan deskriptif

53
kualitatif ini diharapkan temuan-temuan yang empiris dapat dijelaskan secara

jelas, rinci, dan akurat dalam berbagai pembinaan ketrampilan yang ada di

Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta sebagai upaya

pemberdayaan perempuan.

B. Setting dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A

Wirogunan Yogyakarta yang merupakan salah satu tempat memberikan

bimbingan dan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan, khususnya

kegiatan pembinaan ketrampilan untuk warga binaan pemasyarakatan

perempuan. Penelitian dilakukan selama pelaksanaan pembinaan ketrampilan

di Lapas Wirogunan Yogyakarta berlangsung, yaitu mulai bulan April sampai

bulan Juni 2016. Tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

a. Tahap pengumpulan data awal. Tahap ini dilakukan observasi awal

dengan melakukan pengamatan dan wawancara untuk mengetahui suasana

dan kondisi tempat warga binaan pemasyarakatan dalam mengikuti

kegiatan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan ketrampilan.

b. Tahap penyusunan proposal penelitian. Dalam tahap ini dilakukan

penyusunan proposal dari data-data yang telah dikumpulkan melalui tahap

pengumpulan data awal.

c. Tahap perijinan pada tahap ini dilakukan pengurusan ijin untuk

melakukan penelitian mengenai pemberdayaan perempuan melalui

pembinaan ketrampilan di Lapas Wirogunan Yogyakarta.

54
d. Tahap pengumpulan data dan analisis data. Tahap ini dilakukan

pengumpulan data-data yang sudah diperoleh dan menganalisis data untuk

pengorganisasian data, prosentase data, intrepetasi data dan penyimpanan

data.

e. Tahap penyusunan laporan. Penyusunan laporan dilakukan dengan

menyusun semua data dari hasil penelitian yang diperoleh untuk

selanjutnya disusun sebagai suatu laporan penelitian.

C. Subjek dan Obyek Penelitian

1. Penentuan Subyek Penelitian

Penentuan subyek penelitian dalam penelitian ini menggunakan

purposive sampling. Purpose sampling dilakukan dengan mengambil orang-

orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik dan dimiliki

oleh sampel itu serta dipilih dengan cermat hingga relevan dengan desain

penelitian (Nasution, 2006 : 98). Subyek dalam penelitian ini adalah Petugas

Pemasyarakatan, instruktur atau Pembina Teknis, dan warga binaan

pemasyarakatan perempuan.

2. Penentuan Obyek Penelitian

Obyek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data

dengan tujuan dan guna tertentu tentang suatu hal objektif valid dan reliabel

tentang suatu hal (varian tertentu) (Sugiyono, 2009 : 58). Dari pengertian

diatas, maka obyek dari penelitian ini adalah pemberdayaan perempuan

melalui pembinaan keterampilan warga binaan pemasyarakatan perempuan

55
yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan

Yogyakarta.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut :

1. Wawancara

Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan

keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta

pendirian-pendirian itu merupakan suatu pembantu utama dari metode

observasi (pengamatan) (Bungin, 2001 : 100).

Wawancara ini dilakukan secara langsung dengan menggunakan daftar

pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya kepada subyek penelitian

sehingga data tersebut dapat menggambarkan bagaiman pembinaan

ketrampilan yang diberikan kepada warga binaan pemasyarakatan perempuan

sebagai upaya pemberdayaan perempuan secara akurat sesuai dengan tujuan

penelitian.

2. Observasi

Metode observasi adalah metode yang digunakan untuk mengetahui

perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam (Sugiyono, 2009 : 145).

Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi dengan mengamati

langsung situasi pembinaan ketrampilan yang dilaksanakan di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. Peneliti berusaha

56
mengamati kegiatan pembinaan ketrampilan sebagai upaya pemberdayaan

perempuan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung

ditujukan kepada subyek penelitian. Dokumentasi dapat berupa buku harian,

surat pribadi, laporan, catatan khusus dalam pekerjaan social dan dokumen

lainnya (Soehartono, 2005 : 70). Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan

data dan dokumen nyata yang dapat mendukung keakuratan penelitian.

E. Instrumen Penelitian

Sebagaimana lazimnya dalam penelitian kualitatif maka pada

penelitian ini, peneliti adalah instrumen utama. Namun, disamping peneliti

sebagai instrumen utama, pengumpulan data juga menggunakan bantuan

instrumen lain sebagai penunjang. Diantaranya catatan, dokumen, pedoman

wawancara, pedoman observasi dan data lain yang berkaitan dengan fokus

penelitian.

Penelitian ini, peneliti terlibat langsung dalam pengambilan data

dengan menggunakan teknik pengamatan atau observasi untuk mendapatkan

data nyata di lapangan. Dengan demikian peneliti mencatat segala aspek

kegiatan pembinaan ketrampilan yang dilakukan kepada warga binaan

pemasyarakatan perempuan sebagai bentuk pemberdayaan perempuan.

F. Teknik Analisis Data

Milles dan Huberman dalam Rohidi (Sugiyono, 2011:246)

menyatakan bahwa analisis data terdiri atas empat alur kegiatan yang terjadi

57
secara bersamaan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan

penarikan kesimpulan/verifikasi. Dari keempat komponen analisis data dapat

dijelaskan dibawah ini :

1) Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan

dokumentasi dicatat dalam bentuk catatan lapangan yang terdiri dari

aspek deskripsi dan refleksi. Catatan deskripsi berisi kondisi yang dilihat,

didengar, dirasakan, disaksikan, dan dialami sendiri oleh peneliti.

Sedangkan catatan refleksi memuat tentang kesan,komentar, dan tafsiran

peneliti tentang temuan yang dijumpai dan merupakan bahan rencana

pengumpulan data tahap selanjutnya.

2) Reduksi Data

Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemutusan dan

perhatian pada langkah-langkah penyederhanaan dan transformasi data

kasar yang muncul di lapangan. Reduksi data dilakukan dengan

menggolongkan fokus penelitian untuk mempertegas, memperpendek,

membuat fokus, membuang bagian yang tidak penting dan mengatur agar

dapat ditarik kesimpulan secara tepat sesuai dengan fokus permasalahan

utama. Reduksi data bertujuan untuk memberi gambaran dan

mempertajam hasil dari pengamatan yang sekaligus untuk mempermudah

kembali pencarian data yang diperoleh.

58
3) Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun yang

dapat memberikan kemungkinan-kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan lebih lanjut. Display data

dilakukan melalui : data hasil reduksi dalam penelitian disusun secara

berurutan, sehingga data menjadi lebih terstruktur dan dapat dipahami

serta disajikan dalam bentuk teks yang bersifat naratif.

Data yang diperoleh dari hasil observasi,wawancara dan

dokumentasi dianalisis kemudian disajikan dan disusun secara berurutan

dalam bentuk catatan lapangan, catatan wawancara dan dokumentasi.

4) Penarikan Kesimpulan

Data yang telah disajikan dapat ditarik menjadi sebuah kesimpulan

terhadap seluruh data yang telah diperoleh selama berlangsungnya proses

pengumpulan data. Penelitian pada tahap ini melakukan uji kebenaran

setiap makna yang muncul dari yang disarankan oleh data. Uji kebenaran

dilakukan dengan cara melihat hasil catatan dilapangan dengan seksama,

mendiskusikan dengan teman, informasi maupun orang yang berkompeten.

Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh dan penafsiran terhadap

data tersebut memiliki validitas sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi

kokoh.

59
G. Pengujian Keabsahan Data

Menurut Lexy . J Moleong (2011 : 330) pengertian trianggulasi adalah

teknik keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, diluar data itu

untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data.

Pendapat lain mengemukakan bahwa trianggulasi dengan sumber tersebut

diperoleh antara lain dengan membandingkan data hasil pengamatan,

wawancara serta membandingkan hasil wawancara dengan isi atau

dokumentasi yang berkaitan (Moleong 2005 : 178).

Penelitian ini menggunakan trianggulasi sumber data yang digunakan

untuk cross check data. Pengecekan dilakukan dengan membandingkan data

yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi

sumber data yang berkaitan. Pengecekan kebenaran data ini dilakukan dengan

melakukan trianggulasi dengan cara membandingkan data observasi dengan

hasil wawancara mendalam dan membandingkan keadaan subyek.

60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta

1. Kondisi Umum dan Sejarah Lembaga Pemasyarakatan Klas II A

Wirogunan Yogyakarta

a. Kondisi Umum

Letak Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta

yang menjadi objek penelitian yakni di Jalan Tamansiswa No. 6

Yogyakarta sekitar 2 km dari pusat Kota Yogyakarta, dengan luas area

kurang lebih 3,8 hektar. Sebelum Lembaga Pemasyarakatan ini

direnovasi, terdiri dari 3 bagian bangunan utama yaitu kantor petugas,

enam blok sel untuk tahanan pria dan satu blok sel untuk tahanan wanita.

Lapas Klas II A Wirogunan mempunyai kapasitas daya tampung sebanyak

800 orang/tahanan.Selain itu, di dalam area Lapas terdapat Rumah Sakit /

Bangsal yang terdiri dari 3 kamar.Ada pula fasilitas lainnya seperti dapur,

gedung aula, tempat ibadah (masjid dan gereja), lapangan olahraga serta

gedung bimbingan kerja (Bimker) sebagai tempat pelatihan kerja bagi para

Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas Wirogunan Yogyakarta.

b. Sejarah

Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta

merupakan bagian peninggalan saat pemerintahan Kolonial Belanda. Pada

awal pendirian Lapas Wirogunan bernama Gevangenis En Huis Van

Bewaring (Penjara dan Rumah Tahanan).Sejarah Kepenjaraan pada masa

61
colonial dimulai sejak tahun 1872 dengan diberlakukannya Wetboek Van

Strafrecht voor de Inlanders in Netherlandsch Indie atau Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana untuk orang-orang pribumi di Hindia Belanda.

Mengenai sejarah berdirinya Lapas Wirogunan Yogyakarta tidak

diketahui secara rinci, begitu pula tahun berdirinya.Sedangkan menurut

penuturan petugas Lapas yang sudah purna tugas bahwa Lapas Wirogunan

didirikan antara tahun 1910 sampai 1915. Hingga sekarang Lapas Klas II

A Wirogunan Yogyakarta telah mengalami enam kali perubahan nama,

yaitu sebagai berikut :

1) Gevangenis En Huis Van Bewaring (Zaman Kolonial Belanda)

2) Pendjara Djogjakarta

3) Kependjaraan Daerah Istimewa Djogjakarta

4) Kantor Direktorat Bina Tuna Warga

5) Lembaga Pemasyarakatan Klas I Yogyakarta

6) Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta

2. Visi dan Misi Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan

Yogyakarta

a. Visi Lapas Wirogunan Yogyakarta

Mengedepankan Lembaga Pemasyarakatan yang bersih, kondusif,

tertib dan transparan dengan dukungan petugas yang berintegritas dan

berkompeten dalam pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan.

62
b. Misi Lapas Wirogunan Yogyakarta

1) Mewujudkan tertib pelaksanaan tupoksi Pemasyarakatan secara

konsisten dengan mengedepankan penghormatan terhadap hukum

dan HAM serta transparansi publik.

2) Membangun kerja sama dengan mengoptimalkan keterlibatan

stakeholder dan masyarakat dalam upaya pembinaan Warga

Binaan Pemasyarakatan.

3) Mendayagunakan potensi sumber daya manusia petugas dan

kemampuan penguasaan tugas yang tinggi dan inovatif serta

berakhlak mulia.

3. Dasar Hukum

Dasar hukum yang mendasari berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Klas II

A Wirogunan Yogyakarta diantaranya :

a. UU No. 12/1995 tentang Pemasyarakatan

b. Pasal 5 UU No. 12 1995 tentang sistem pembinaan

c. PP No. 31/1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan

d. PP No. 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga

Binaan Pemasyarakatan

e. PP No. 57/1999 tentang Kerja Sama Penyelenggaran Pembinaan dan

Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

f. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1999

63
4. Tujuan dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan

a. Tujuan

1) Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia

seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak

mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh

lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan dan

dapat hidup wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

2) Memberikan jaminan perlindungan hak asasai tahanan yang ditahan di

Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah tahanan dalam rangka

memperlancar proses penyelidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di

sidang pengadilan.

3) Memberikan jaminan perlindungan hak asasai tahanan/ para pihak

berperkara serta keselamatan dan keamanan benda-benda yang disita

untuk keperluan barang bukti pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan

pemeriksaan di sidang pengadilan serta benda-benda yang dinyatakan

dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan.

b. Fungsi

Menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara

sehat dengan masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota

masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

64
5. Sasaran

Sasaran Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

adalah meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan yang pada awalnya

sebagian atau seluruhnya dalam kondisi kurang, yaitu :

a. Kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Kualitas intelektual

c. Kualitas sikap dan perilaku

d. Kualitas profesionalisme/ keterampilan

e. Kualitas kesehatan jasmani dan rohani

Sasaran pelaksanaan sistem pemasyaraktan pada dasarnya terwujudnya

tujuan pemasyarakatan yang merupakan bagian dan upaya meningkatkan

ketahanan social dan ketahanan nasional, serta merupakan indikator-indikator

yang digunakan untuk mengukur hasil-hasil yang dicapai dalam pelaksanaan

sistem pemasyarakatan sebagai berikut :

1) Isi Lembaga Pemasyarakatan lebih rendah dari pada kapasitas

2) Menurunkan secara bertahap dari tahun ketahun angka pelarian dan

gangguan kamtib

3) Meningkatkan secara bertahap jumlah Narapidana yang bebas sebelum

waktunya melalui proses asimilasi dan integrasi

4) Semakin menurunnya dari tahun ketahun angka residivis

5) Semakin meningkatnya jenis-jenis institusi sesuai dengan kebutuhan

berbagai jenis/ golongan Narapidana

65
6) Secara bertahap perbandingan banyaknya narapidana yang bekerja di

bidang industri dan pemeliharaan adalah 70:30

7) Prosentase kematian dan sakit Warga Binaan Pemasyarakatan sama

dengan prosentase di masyarakat

8) Biaya perawatan sama dengan kebutuhan minimal manusia Indonesia

pada umumnya

9) Lembaga Pemasyarakatan dalam kondisi bersih dan terpelihara

10) Semakin terwujudnya lingkungan pembinaan yang menggambarkan

proyeksi nilai-nilai masyarakat ke dalam Lembaga Pemasyarakatan

dan semakin berkurangnya nilai-nilai sub kultur penjara dalam

Lembaga Pemasyarakatan.

6. Program Strategis

Berdasarkan sasaran penelitian makan ditetapkan 10 program strategis yang

akan dilaksanakan dalam pembangunan Direktorat Jendral Pemasyarakatan :

1) Pengendalian isi Lapas/Rutan/Cabrutan

2) Peningkatan upaya-upaya pencegahan dan penindakan gangguan keamanan

dan ketertiban

3) Peningkatan kegiatan asimilasi dan integrasi

4) Penurunan angka residivis

5) Peningkatan jumlah dan prasarana Lembaga Pemasyarakatan

6) Peningkatan jumlah tenaga kerja narapidana yang terserap dalam kegiatan

kerja produktif

7) Peningkatan pelayanan kesehatan dan perawatan narapidana dan tahanan

66
8) Peningkatan upaya perawatan kesehatan, kebersihan dan pemeliharaan

Lembaga Pemasyarakatan

9) Peningkatan peran serta masyarakat dalam kegiatan pembinaan dan

pembimbingan

10) Peningkatan kuantitas dan kesejahteraan petugas Pemasyarakatan

7. Sistem Pembinaan Terpadu

Narapidana bukan saja obyek, melainkan juga subyek yang sama dengan

manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau

kekhilafan yang dapat dikenai hukum pidana. Sehingga pelaku tersebut jangan

dikucilkan apalagi diberantas.Sedangkan yang harus diberantas adalah faktor-

faktor penyebab yang mengakibatkan seseorang tersebut berbuat kejahatan

yang bertentangan dengan hukum, norma-norma, aturan dan nilai-nilai yang

berlaku dalam masyarakat.

Sistem Pemasyarakatan merupakan suatu tatanan mengenai arah dan batas

serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang berdasarkan

Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Petugas Pemasyarakatan

dan Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahnnya,

memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana. Sehingga dapat

diterima kembali oleh masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan

dan dapat hidup secara wajar sebagai warga Negara yang baik dan

bertanggungjawab.

Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung tombak bagi pelaksanaan

Undang-Undang No. 2 1995 juga merupakan tempat untuk mencapai tujuan

67
diatas. Lembaga Pemasyarakatan mengadakan kegiatan-kegiatan pembinaan,

rehabilitasi dan reintegrasi.Sejalan dengan peran Lembaga Pemasyarakatan

tersebut maka tepatlah bila Petugas Pemasyarakatan yang melaksanakan

tugas-tugas pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan ditetapkan

sebagai pejabat fungsional penegak hukum.Pejabat fungsional penegak hukum

mempunyai kewajiban atas terselenggaranya kegiatan-kegiatan pembinaan,

rehabilitasi dan reintegrasi di Lembaga Pemasyarakatan.

8. Struktur Organisasi

Struktur organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan

Yogyakarta dapat dilihat melalui bagan berikut ini :

Adapun rincian pegawai akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Kepala Lembaga Pemasyarakatan

68
Tugas Kepala Lapas adalah menyelenggarakan kegiatan Pemasyarakatan di

Lembaga Pemasyarakatan.

b. Kasubbag Tata Usaha

Tugas Kasubbag TU adalah melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga

Lapas.

c. Kasi Bimbingan Narapidana (Binapi)

Tugas Kasi Binapi adalah memberikan bimbingan Pemasyarakatan

Narapidana

d. Kasi Kegiatan Kerja (Giatja)

Tugas Kasi Kegiatan Kerja adalah memberikan bimbingan kerja,

mempersiapkan sarana kerja dan mengelola hasil kerja Warga Binaan

Lembaga Pemasyarakatan.

e. Kasi Administrasi dan Keamanan Tata Tertib

Tugas Adm. Kamtib adalah mengatur jadwal tugas peggunaan perlengkapan

dan pembagian tugas penggunaan, menerima laporan harian dan berita acara

dari satuan pengamanan yang bertugas serta menyusun laporan berkala

dibidang keamanan dan menegakkan tata tertib.

f. Kepala KPLP

Tugas Ka. KPLP adalah menjaga keamanan dan ketertiban Lembaga

Pemasyarakatan.

9. Data Kepegawaian

69
Pada tanggal 30 Juni 2015, Lembaga Pemasyarakatan Klas II A

Wirogunan Yogyakarta memiliki 168 pegawai, yang terdiri dari 123 oang

laki-laki dan 45 orang perempuan. Para pegawai tersebut dapat diketahui

statusnya berdasarkan data berikut ini :

Tabel 1. Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan

No. Pendidikan Pria Wanita Jmlah


1. Strata 2 5 2 7
2. Strata 1 40 21 62
3. Diploma III 3 7 10
4. Diploma II 0 0 0
5. SLTA 75 14 89
6. SMP 0 0 0
7. SD 0 0 0
Jumlah 168
Dari tabel data diatas dapat dilihat bahwa pegawai Lapas Wirogunan

Yogyakarta berdasarkan tingkat pendidikan berjumlah 168 orang yang terdiri

dari 123 pegawai laki-laki dan 44 pegawai perempuan. Mayoritas pegawai

Lapas Wirogunan Yogyakarta mempunyai pendidikan akhir SLTA yakni

berjumlah 89 orang. Sedangkan yang mempunyai pendidikan akhir Strata 2

hanya 7 orang.

Tabel 2. Data Pegawai Berdasarkan Agama

No. Agama Pria Wanita Jmlah


1. Islam 121 40 161
2. Kristen 4 4 8
3. Katolik 7 1 8
4. Hindu 1 0 1
5. Budha 0 0 0
Jumlah 178
Dari tabel data diatas dapat dilihat bahwa pegawai Lapas Wirogunan

Yogyakarta berdasarkan agama berjumlah 178 orang yang terdiri dari 133

70
pegawai laki-laki dan 45 pegawai perempuan. Mayoritas pegawai Lapas

Wirogunan Yogyakarta beragama Islam yakni berjumlah 161 orang.

Tabel 3. Data Pegawai Berdasarkan Golongan

Golongan
Jenis
II III IV Jumlah
Kelamin
A B c D a b c d a B c d
Pria 13 17 4 11 8 39 9 18 3 1 0 0 123
Wanita 3 1 1 0 4 14 8 12 2 0 0 0 45
Jumlah 16 18 5 11 12 53 17 30 5 1 0 0 168
Dari tabel data diatas dapat dilihat bahwa pegawai Lapas Wirogunan

Yogyakarta dibedakan berdasarkan golongan berjumlah 168 orang yang

terdiri dari 123 orang pegawai laki-laki dan 45 orang pegawai perempuan.

Sedangkan mayoritas pegawai bergolongan 3b yang terdiri dari 39 orang

pegawai laki-laki dan 14 orang pegawai perempuan.

Tabel 4. Data Pegawai Berdasarkan Penugasan

No. Jenis Tugas Pria Wanita Jmlah


1. Kepala Lapas 1 0 1
2. Pejabat Eselon IV 4 1 5
3. Pejabat Eselon V 7 1 8
4. Petugas Pembina 18 13 31
5. Pengamanan 68 18 86
6. Perawat dan 6 8 14
Kesehatan
7. Fasilitatif 17 7 24
Jumlah 121 48 169
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pegawai Lapas Wirogunan

Yogyakarta jika dibedakan berdasarkan penugasan berjumlah 169 orang

pegawai yang terdiri dari 121 orang pegawai laki-laki dan 48 orang pegawai

perempuan. Lapas Wirogunan Yogyakarta dipimpin oleh 1 orang Kepala

71
Lapas, mempunyai 31 orang Petugas Pembina dan paling banyak mempunyai

pegawai yang bertugas sebagai Pengamanan yakni 86 orang pegawai.

10. Anggaran Dana

Dana yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan pembinaan untuk

warga binaan Pemasyarakatan dan biaya operasional Lembaga

Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta adalah berasal dari APBN.

11. Sarana dan Prasarana

Terkait sarana dan prasarana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas

II A Wirogunan Yogyakarta terdapat beberapa alat yang tugas utamanya

untuk menjaga ketertiban dan keamanan bagi warga binaan

Pemasyarakatandan Pegawai Lembaga Pemasyarakatan. adapun sarana dan

prasarananya yakni :

a. X-Ray dan Walkthrought

b. CCTV indoor dan outdoor

c. Handy Talkie and Antena Repeater

d. Pakaian Anti Huru-Hara

e. Kendaraan bermotor roda empat sejumlah 3 unit

f. Kendaraan bermotor roda dua sejumlah 3 unit

12. Daftar Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas

II A Wirogunan Yogyakarta

Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta merupakam salah satu

tempat yang mealaksanakan pembinaan bagi warga binaan laki-laki maupun

perempuan yang terjerumus dalam tindak pidana yang dilakukan oleh Petugas

72
Pemasyarakatan agar memiliki kemampuan atau keterampilan yangsesuai

dengan bakat dan minat yang dimiliki warga binaan sehingga kelak ketika

mereka kembali ke masyarakat memiliki kepercayaan diri denganmemiliki

bekal keterampilan dan tidak mengulangi perbuatannya kembali. Berikut

merupakan daftar warga binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan

Klas II A Wirogunan Yogyakarta :

a. Daftar Warga Binaan Pemasyarakatan Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5. Daftar Jumlah Warga Binaan Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah


1. Laki- laki 298
2. Perempuan 107 + 1 bayi
Jumlah 405 + 1 bayi
Dari data jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan jenis kelamin

diatas dapat disimpilkan bahwa sebagian besar masyarakat yang menjadi warga

binaan adalah laki-laki dengan jumlah 298 orang. Sedangkan warga binaan

perempuan berjumlah 107 orang, yang perlu diberdayakan melalui pembinaan

keterampilan untuk memberikan bekal keterampilan ketika mereka bebas nanti.

13. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah Petugas

Lembaga Pemasyarakatan, Pembina Teknis/ Instruktur, dan Warga Binaan

Pemasyarakatan Perempuan sebagai pelengkap data primer yang terkait dengan

pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. Berikut subyek penelitian

yang dijadikan sumber data adalah :

1) Ibu KD

73
Beliau adalah salah satu Petugas Lembaga Pemasyakatan sebagai staff

bimbingan pemasyarakatan yang bertugas mendampingi mahasiswa yang

melakukan kegiatan di Lapas Wirogunan dan bertugas sebagai wali bagi

beberapa Warga Binaan Pemasyarakatan.

2) Ibu KS

Beliau adalah salah satu Petugas Lembaga Pemasyarakatan sebagai

staff bimbingan pemasyarakatan yang bertugas membimbing pembinaan

keterampilan Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan

Klas II A Wirogunan Yogyakarta.

3) Ibu AS

Beliau merupakan salah satu pembina teknis pembinaan keterampilan

untuk warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A

Wirogunan Yogyakarta.

4) Bapak AM

Beliau adalah salah satu staff kepegawaian di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta dan selaku pembimbing

kegiatan pembelajaran di Lapas Wirogunan.

5) Ibu BN

Beliau adalah salah satu warga binaan pemasyarakatan perempuan yang

aktif mengikuti kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A

Wirogunan Yogyakarta. Beliau juga aktif mengikuti pembinaan

74
keterampilan menjahit dikarenakan beliau senang menjahit dan senang

berkreasi.

6) Ibu SL

Beliau adalah salah satu warga binaan pemasyarakatan perempuan yang

aktif mengikuti kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A

Wirogunan Yogyakarta. Beliau juga aktif mengikuti pembinaan

keterampilan membatik dikarenakan beliau senang menggambar dan

menyukai seni.

7) Ibu SM

Beliau adalah salah satu warga binaan pemasyarakatan perempuan yang

aktif mengikuti kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A

Wirogunan Yogyakarta. Beliau juga aktif mengikuti pembinaan

keterampilan merajut dan membatik dikarenakan beliau senang merajut dan

menggambar.

Tabel 6.Profil Sumber Data Penelitian

Jenis
No. Nama Status Jenis Perkara
Kelamin
1. KD P Petugas Lapas -
2. KS P Petugas Lapas -
3. AM L Petugas Lapas -
4. AS P Pembina Teknis -
5. BN P WBP Penipuan
6. SL P WBP Penipuan
7. SM P WBP Narkoba
Sumber data dalam penelitian ini adalah 3 Petugas Lembaga

Pemasyarakatan yang bertugas membimbing warga binaan perempuan dan 1

Pembina Teknis/ Instruktur yang bertugas memberikan pembinaan

75
keterampilan untuk warga binaan perempuan. Petugas Lembaga

Pemasyarakatan dan Pembina Teknis/ Instruktur diambil dengan pertimbangan

bahwa mereka mengetahui masalah secara mendalam dan dapat berkomunikasi

dengan baik serta informasi yang diperoleh dapat dipercaya kemudian dapat

dijadikan sebagi sumber data. Selain itu, peneliti juga membutuhkan informasi

yang didapat dari Warga Binaan Pemasyarakatan Perempuan untuk

memperoleh informasi tentang pembinaan keterampilan yang dilakukan di

Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. Sumber data dari

Warga Binaan Pemasyarakatan Perempuan dapat digunakan untuk meng- cross

check data yang diperoleh dari sumber data lain yaitu Petugas Lembaga

Pemasyarakatan dan Pembina teknis/ Instruktur.

B. HASIL PENELITIAN

1. Pemberdayaan Perempuan Warga Binaan Perempuan

a. Penyebab Perempuan Menjadi Warga Binaan

Adanya pembinaan yang dilakukan terhadap warga binaan

perempuan dilatarbelakangi oleh masalah terjerumusnya para kaum

perempuan dalam tindakan kriminal dan sebagian besar alasan mereka

melakukan tindakan kriminal tersebut adalah atas dasar kesulitan

ekonomi, lapangan pekerjaan yang terbatas, sumber daya manusia

yang masih rendah serta ketidaktahuan mereka atas pelanggaran

hukum. Adapun alasan yang melatarbelakangi para warga binaan

perempuan menjadi narapidana di Lapas Wirogunanyakni

76
dilatarbelakangi oleh terjerumusnya sebagian kaum perempuan ke

dalam tindakan kriminalitas yang sebagian besar dilakukan atas dasar

sumber daya manusia yang masih rendah, kesulitan ekonomi, lapangan

pekerjaan yang terbatas dan kurangnya pengetahuan tentang

pelanggaran hukum. Hal tersebut diungkapkan oleh ibu “KD” selaku

Petugas Lembaga Pemasyarakatan, yaitu :

“disini kasusnya macam-macam mbak ada yang masuk karena


penipuan, penggelapan uang, nakoba ada juga yang pembunuhan.
Kebanyakan mereka masuk Lapas dikarenakan faktor ekoomi, mau
keja tetapi kemampuan mereka terbatas padahal kebutuhan terus
meningkat, tanpa berfikir panjang mereka terpaksa melakukan
tindakan kriminal seperti yang saya sebutkan tadi. Selain itu juga
mereka kurang paham tentang hukum”
Hal senada juga diungkapkan oleh bapak “AM”, selaku staff

kepegawaian Lembaga Pemasyarakatan bahwa :

“banyak alasan mereka itu masuk sini. Ada yang nipu biar bisa
dapet uang, ada yang judi, narkoba tapi kebanyakan jadi pengedar
kalo sini. Ya intinya banyak, tapi memang disini kasusnya
mayoritas penipuan sama narkoba itu kalau kasus yang warga
binaan perempuan. Ya alasan mereka melakukan itu ada yang
karena kepepet nggak punya uang akhirnya nipu, menggelapkan
uang dan tindakan criminal lainnya, karna ya memang apa-apa
mahal sedangkan kebutuhan hidup mereka juga meningkat dan pada
akhirnya mereka melakukan tindakan yang melanggar hukum
seperti itu”.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa para perempuan

yang menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan mayoritas disebabkan

karena faktor ekonomi keluarga sehingga mereka melakukan tindakan

seperti penipuan, penggelapan, pencurian, dan pengedar narkoba untuk

mencukupi kebutuhan hidup dan tidak memikirkan akibat dari

77
melakukan tindakan pelanggaran hukum tersebut dikarenakan masih

sedikitnya pemahaman mereka tentang hukum yang berlaku.

b. Kontribusi Pembinaan Keterampilan untuk Warga Binaan

Perempuan

Pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan


merupakan salah satu cara untuk meminimalisir kasus kriminalitas
perempuan dan memberdayakan perempuan yang sudah menjadi
warga binaan pemasyarakatan. Salah satu pembinaan yang diakukan di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta yakni
pembinaan keterampilan. Dengan adanya pembinaan keterampilan
mempunyai kontribusi dalam memberdayakan para warga binaan
khususnya untuk warga binaan perempuan. Hal tersebut seperti yang
diungkapakan oleh ibu “KD” yaitu :
“pastinya sangat berkontribusi sekali,apa lagi untuk mereka yang
masuk disini karena faktor ekonomi, jadi sedikit banyak membekali
mereka keterampilan yang nantinya bermanfaat ketika mereka
keluar dari sini agar tidak melakukan tindakan melanggar hukum
karena alasan ekonomi itu tadi. Pada dasarnya pembinaan yang
dilakukan disini kan untuk membangun diri mereka kembali, dari
segi mentalnya dibina, agamanya dibina, pendidikannya dibina,
keteampilan pun juga diberikan, harapannya agar mereka tidak
mengulangi kesalahan itu tadi”.
Hal serupa juga diungkapkan oleh ibu “KS” selaku Petugas

Lembaga pemasyarakatan bahwa :

“ya sangat berkontribusi sekali mbak, apalagi melalui kegiatan


keterampilan seperti ini, mereka dapat mengembangkan
keterampilan yang mereka miliki, nanti hasilnya dijual kan bisa
untuk nambah pendapatanselama disini. Apalagi untuk mereka yang
latar belakang masuk sini karena masalah ekonomi, nanti kalau
sudah bebas kan bisa dipraktekkan dirumah biar nggak melakukan
kesalahan lagi”.

Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa pembinaan

keterampilan untuk warga binaan perempuan yang dilakukan di

78
Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan sangat berkontribusi dalam

pemberdayaan perempuan karena selain mental, kerohanian dan

pendidikan mereka dibina, mereka juga diberikan keterampilan agar

dapat mengembangkan minat, bakat dan potensi yang dimliki sehingga

ketika mereka bebas nanti dapat menjadi bekal untuk berbaur kembali

dengan masyarakat dan tidak melakukan kesalahan lagi karena alasan

ekonomi.

c. Tahap Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan

Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan bertujuan untuk

menumbuhkan, mengembangkan diri dan meningkatkan potensi yang ada

dalam Warga Binaan itu sendiri sehingga kelak dapat menjadikan mereka

menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Pembinaan yang

dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan dibagi menjadi ke dalam 3

tahap, yaitu :

1. Maximal Security (0-1/3 masa tahanan)

Tahap dimana Warga Binaan Pemasyarakatan sejakmasuk ke

Lembaga Pemasyarakatan sampai dengan 1/3 masa tahanandilakukan

pembinaan namun masih dalam tahap pengenalan lingkungan. Dalam

tahap ini kegiatan pengenalanyang dilakukan yaitu:

a) Registrasi

Kegiatan ini mencatat informasi yang berhubungan dengan

identitas diri misalnya nama, alamat, agama, perkara pidana dan

sebagainya. Kegiatan ini penting untuk dilakukan karena dengan

79
registrasi ini data diri dari setiap Warga Binaan Pemasyarakatan

menjadi jelas sehingga apabila terjadi sesuatu terhadap Warga

Binaan Pemasyarakatan akan dapat diinformasikan kepada

keluarga.

b) Orientasi (Mapenaling)

Kegiatan ini merupakan kegiatan pengenalan Lembaga

Pemasyarakatan, Warga Binaan Pemasyarakatan dikenalkan dengan

program – program dan hak serta kewajiban mereka sebagai Warga

Binaan Pemasyarakatan. Selain itu pada masa ini mereka

diperkenalkan kepada wali mereka yang tidak lain adalah Petugas

Pemasyarakatan itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan

orientasi bagi setiap Warga Binaan Pemasyarakatan penting untuk

dilakukan karena dengan kegiatan orientasi ini Warga Binaan

Pemasyarakatan akan lebih mengenal berbagai macam program

yang akan diberikan kepada mereka dan mereka mengetahui apa

yang menjadi hak mereka sehingga apabila hak mereka di dalam

Lembaga Pemasyarakatan tidak terpenuhi mereka bisa menuntut

hak mereka serta dengan mengetahui kewajiban mereka berarti

mereka akan mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan dan

taati peraturan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan sehingga

mereka tidak melakukan kesalahan kembali dan membuat semakin

berat hukuman yang akan mereka jalani.

80
Selain itu dalam tahap orientasi ini dengan dikenalkannya

Warga Binaan Pemasyarakatan kepada wali mereka sehingga setiap

Warga Binaan Pemasyarakatan akan diperhatikan oleh masing –

masing wali mereka dan mereka dapat berkonsultasi tentang apa

saja yang ingin mereka ceritakan, sehingga wali mereka akan

memberikan pencerahan dan solusi untuk masalah yang mereka

alami.

c) Identifikasi

Kegiatan ini bertujuan untuk mencari informasi tentang potensi

yang ada di dalam diri Warga Binaan Pemasyarakatan yang

kemudian akan disesuaikan dengan program – program yang

dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan. Dalam akhir kegiatan ini

akan mendapatkan gambaran potensi – potensi yang ada pada

Warga Binaan Pemasyarakatan . Mereka akan diberi kegiatan yang

sama dalam program – program pembinaan yang dilakukan yang

kemudian akan dievaluasi masing – masing Warga Binaan yang

mana yang paling menonjol.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mengidentifikasi

potensi bagi setiap Warga Binaan Pemasyarakatan sangatlah

penting dilakukan agar program yang dilakukan terarah dan hasil

yang kemudian yang diinginkan akan lebih maksimal karena

potensi yang ada dalam diri Warga Binaan Pemasyarakatan

81
diharapkan dapatberkembang dan kelak dapat menjadikan Warga

Binaan Pemasyrakatan menjadi manusia yang berkualitas.

d) Seleksi

Kegiatan ini bertujuan untuk menyeleksi dan mengelompokkan

Warga Binaan Pemasyarakatan yang sama menjadi satu.Kegiatan

ini menjadi penting untuk dilakukan sehingga kegiatan pembinaan

yang kelak dilakukan dapat teratur dan terarah.

e) Penelitian Pemasyarakatan

Kegiatan ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang

latar belakang Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai pelengkap

kegiatan awal pengenalan sebelumnya dan dapat dijadikan dasar

untuk pembinaan berikutnya. Kegiatan ini penting untuk dilakukan

karena dengan adanya penelitian pemasyarakatan ini Petugas

Pemasyarakatan akan lebih mengenal masing – masing Warga

Binaan Pemasyarakatan dan dari sini karakteristik tiap orang dapat

terlihat karena di Lembaga Pemasyarakatan Warga Binaan

Pemasyarakatan mempunyai karakter diri yang berbeda – beda jadi

penanganan yang dilakukan dapat disesuaikan.

2. Medium Security (1/3- ½ masa tahanan)

Lanjutan tahap pertama adalah tahapMedium Security (1/3 s/d

1/2 masa tahanan), dimana Warga Binaan Pemasyarakatan

melaksanakan 1/3 masa pidana sampai dengan masa 1/2 pidana.Pada

tahap ini mereka meneruskan bimbingan yang telah diberikan pada

82
tahap pertama. Pada tahap ini Warga Binaan Pemasyarakatan yang

memperoleh penilaian apabila baik sudah dapat diasimilasikan di luar

Lembaga Pemasyarakatan sebagai persiapan menjelang ia kembali

kemasyarakat luas setelah bebas.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada tahap

lanjutan ini sangat berguna bagi perkembangan diri setiap Warga

Binaan Pemasyarakatan karena Warga Binaan yang telah mendapatkan

kepercayaan untuk mendapatkan asimilasi di luar Lembaga

Pemasyarakatan akan membantu mereka dalam melatih mental dan

menumbuhkan kepercayaan diri kembali karena dalam tahap ini mereka

dapat bersosialisasi langsung dengan masyarakat pada umumnya

meskipun dengan waktu yang telah ditentukan mereka harus sudah

kembali ke Lembaga Pemasyarakatan lagi. Dalam tahap ini mereka

belajar untuk mengenal dan bergabung kembali dengan dunia luar

sehingga kelak ketika mereka telah kembali ke masyarakat, mereka

memiliki rasa percaya diri dan kembali ikut dalam pembangunan

bangsa kembali.

3. Tahap akhir / Integrasi (2/3 - akhir masa tahanan)

Apabila Warga Binaan Pemasyarakatan telah menjalani 2/3

dari masa pidana serta berkelakuan baik maka dapat diusulkan cuti

menjelang bebas, menerima pelepasan bersyarat, kemudian mereka

mendapatkan pembinaan integrasi, dan hal ini dilakukan di luar

Lembaga Pemasyarakatan.

83
Kegiatan yang dilakukan tahap akhir ini adalah kegiatan yang

paling dinanti – nanti oleh para Warga Binaan Pemasyarakatan karena

dengan dilakukannya kegiatan tahap akhir ini berarti mereka dalam

waktu dekat akan kembali ke masyarakat lagi setelah mereka melewati

tahap – tahap sebelumnya.

d. Perencanaan Program Pembinaan Keterampilan

Kegiatan perencanaan adalah proses yang sistematis dalam

pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada

waktu yang akan datang. Melakukan perencanaan terlebih dahulu

dalam melakukan pembinaan keterampilan sangat perlu untuk

dilakukan agar pelaksanaan berjalan sesuai dengan tujuan serta tepat

sasaran. Dalam hal ini kegiatan perencanaan dilakukan oleh para

Petugas Pemasyarakatan yang kemudian dilakukan koordinasi dengan

Kepala Lembaga Pemasyarakatan. Dalam kegiatan ini akan dilakukan

identifikasi terlebih dahulu mengenai minat, bakat dan potensi yang

dimiliki oleh warga binaan pemasyarakatan khususnya warga binaan

perempuan. Selanjutnya Petugas Pemasyarakatan akan melakukan

koordinasi untuk menentukan kegiatan pembinaan keterampilan yang

akan dilaksanakan, kemudian dimintakan persetujuan dari Kepala

Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan. Setelah itu, Petugas

Pemasyarakatan menentukan Pembina Teknis yang sesuai dengan

kegiatan pembinaan keterampilan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu

“KD” selaku Petugas Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa:

84
“Untuk perencanaannya kami lakukan identifikasi terlebih
dahulu.Jadi warga binaan yang baru masuk langsung diberikan
wali.Nah wali tadi bertanggungjawab atas warga binaannya itu
tadi, jadi wali harus mengetahui bakat, potensi dan minat yang
warga binaan miliki. Nah setelah tau apa bakat dan minatnya
tadi, kita salurkan melalui pembinaan yang ada, dengan syarat
warga binaan tadi sudah berstatus sebagai narapidana. Kalau
sudah tau apa bakat minatnya, setelah itu ditentukan apa
kegiatan yang sesuai dengan potensi yang dimilki.”
Selain itu Ibu “KS” selaku Pembina teknis kegiatan

keterampilan juga menyatakan bahwa :

“Ya kalau untuk perencanaan harus kita sesuaikan dengan


bakat dan minat warga binaannya mbak, kita lakukan
identifikasi dulu apa bakatnya, apa minatnya, baru setelah itu
didiskusikan sama Petugas Lembaga Pemasyarakatan lalu
Bapak Kalapas juga, untuk menentukan keterampilan apa yang
akan diberikan. Kadang ada juga kegiatan pelatihan
keterampilan dari luar mbak, dari mahasiswa yang praktek, apa
lembaga-lembaga yang ingin bekerjasama dengan Lapas.
Kayak batik ini, dulu awalnya dari mahasiswa Atmajaya yang
praktek disini, kebetulan saya juga lagi belajar batik tulis juga,
yang minat juga ada, makanya saya lanjutkan mbak batik
tulisnya”.
Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam

melakukan perencanaan pembinaan keterampilan yang dilakukan di

Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan adalah pertama-tama dilakukan

perwalian untuk setiap warga binaan, tujuannya adalah untuk

mengidentifikasi bakat, minat dan potensi yang dimiliki oleh para

warga binaan perempuan. Kegiatan identifikasi ini sangatlah penting

dilakukan sehingga program yang dilakukan dapat terarah dan hasil

yang diinginkan akan tercapai. Setelah mengetahui hasilnya, lalu

dikoordinasikan oleh Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan Kepala

Lembaga Pemasyarakatan untuk kemudian ditentukan pembinaan

85
keterampilan apa yang sesuai untuk warga binaan. Selain itu,

pembinaan keterampilan kadang diisi kegiatan keterampilan dari luar

misalnya dari mahasiswa yang sedang melakukan praktek dan

lembaga-lembaga yang ingin bekerjasama dengan Lembaga

Pemasyarakatan Wirogunan.

1) Materi dan Metode Pembinaan Keterampilan

Dalam penentuan materi dan metode harus disesuaikan dengan

kondisi warga binaan perempuan yang mengikuti kegiatan pembinaan

keterampilan. Hal tersebut harus diperhatikan mengingat kondisi

warga belajar yang ada di Lembaga Pemasyarakatan berbeda dengan

kondisi warga belajar pada umumnya. Sehingga materi yang

digunakan harus mudah dipahami oleh warga binaan perempuan.

Selain itu metode pembelajaran yang digunakan juga sangat berbeda

dan dengan menggunakan pendekatan tertentu terlebih dahulu.

Materi yang telah disusun dan akan disampaikan pada saaat

pelaksanaan pembinaan keterampilan dibuat berbeda-beda karena

materi disesuaikan dengan keterampilan yang diajarkan. Materi yang

disampaikan dimulai dari materi dasar mengenai keterampilan yang

diajarkan yang digunakan sebagai pengantar sebelum kemudian

praktek langsung mengenai keterampilan yang diajarkan. Oleh karena

materi yang diajarkan hanya materi dasar saja, maka disediakan buku

untuk warga binaan yang ingin memperdalam ilmu tentang

keterampilan yang diikuti. Materi yang disampaikan dilakukan secara

86
santai dan yang lebih penting materi tersebut mudah dipahami oleh

warga binaan, hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh ibu “AS”

selaku Pembina teknis kegiatan keterampilan bahwa :

“Ya kalau saya pribadi menyampaikan materi ya santai mbak


yang penting bisa dipahami sama warga binaan, disesuaikan
juga dengan kegiatan keterampilannya. Kalau menjahit ya
diberikan materi dasar dulu awalnya, nanti langsung
praktek.Kalau batik kan dulu materinya dari pembina yang
disedikan mahasiswa Atmajaya, kalau sekarang praktek terus,
cuma disediakan buku kalau mau mempelajari tentang batik
lebih dalam lagi”.
Diperkuat dengan pendapat “BN” selaku Warga Binaan

Pemasyarakatan perempuan, yaitu :

“Kalau materi yang diberikan ya jelas mbak, gampang


dimengerti. Saya kan ikut menjahit, jadi dulu dikasih materi
tentang membuat pola dasar dulu, caranya ngukur gimana, alat-
alatnya apa aja, gimana cara njaitnya, ya sampai sekarang jadi
bisa ini mbak, pokoknya banyak mbak, lengkap”
Hal serupa juga diungkapkan oleh “SL” selaku Warga Binaan

Pemasyarakatan perempuan, yakni :

“Materi ya mbak, ya jelas mbak cara menyampaikan pada kita


juga enak, enggak sepaneng, ya gampang aja mbak
ngikutinnya. Dulu dijelasin tentang cara membatik dulu, terus
langsung praktek nggambar motif batik, terus di gambar pake
malam kayak gini mbak, habis ini kan dikasih warna, terus
dilorot, terus udah jadi batiknya”
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa materi yang disampaikan oleh pembina teknis saat pelaksanaan

pembinaan keterampilan adalah disesuaikan dengan keterampilan yang

diajarkan kepada warga binaan perempuan. Dimulai dari diberikan

materi dasar hingga mempraktekkan langsung keterampilan yang

diajarkan.Warga binaan perempuan juga disediakan buku jika ingin

87
memperdalam pengetahuan sesuai dengan keterampilan yang mereka

minati. Penyampaian materi yang dilakukan santai dan mudah

dipahami oleh warga binaan perempuan Sehingga materi yang

disampaikan akan mudah diterima oleh Warga Binaan Pemasyarakatan

apabila diberikan secara ringan dan sederhana. Dalam pelaksanaan

pembinaan untuk warga binaan pemasyarakatan, pembina teknis harus

menggunakan metode tertentu agar tujuan dari pembinaa tersebut

dapat tercapai, tidak terkecuali dalam pembinaan keterampilan.

Kemudian untuk metode pendekatan yang digunakan oleh

Petugas Pemasyarakatan maupun Pembina Teknis yang dipakai dalam

proses pelaksanaan pembinaan keterampilan sangat berpengaruh

dalam penerimaan materi yang diberikan kepada warga binaan

perempuan. Adapun metode yang digunakan dalam pembinaan

keterampilan yang dilaksanakan di Lembaaga Pemasyarakatan

Wirogunan yaitu melalui metode ceramah, praktek dan pemberian

motivasi serta pendekatan secara personal dan kelompok. Hal tersebut

seperti yang diungkapkan oleh ibu “AS” selaku pembina teknis

pembinaan keterampilan, yaitu :

“Metode yang saya pakai selama pembelajaran ya macem-


macem mbak, kadang ceramah, kadang saya beri motivasi,
tetapi kebanyakan memang praktek langsung kayak gini.
Biasanya saya kalau materi cuma 15% aja, nanti selebihnya
praktek soalnya kalau keterampilan kan memang banyak
prakteknya dari pada materi, nanti sambil jalan saya sisipkan
motivas-motivasi untuk mereka, biar mereka tetep semangat
ikut kegiatan seperti ini. Kalau metode pembinaan untuk warga
binaan tahanan gini kan beda mbak, harus lebih ke personal

88
pendekatnnya biar kalo ada apa-apa kita bisa selesaikan
bersama-sama”.
Hal serupa juga disampaikan oleh “SL” selaku Warga Binaan

yang mengikuti keterampilan membatik, yaitu :

“Kalau metodenya ya kebanyakan kita praktek e mbak, paling


materi itu cuma pas awal aja, kalau udah pada ngerti ya pada
langsung praktek sendiri-sendiri kayak gini. Ya kadang
diberikan motivasi juga pas praktek, maklum to mbak kadang-
kadang jenuh apalagi mbatik kayak gini, harus tlaten dan
memang lama kan prosesnya. Kalau nanti ada kesulitan ya
tanya sama pembina teknisnya kalau enggak ya tanya temen
yang udah bisa”.
Dari hasil wawancara yang dilakukan dapat disimpulkan

bahwa penggunaan metode sangat berpengaruh dalam kegiatan

pembinaan keterampilan agar tujuan dari pembinaan dapat tercapai.

Pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan

Wirogunan menggunakan beberapa metode yakni ceramah, praktek

dan pemberian motivasi serta pendekatan secara personal dan

kelompok. Karena pembinaan yang diajarkan bersifat keterampilan,

maka lebih banyak dilakukan praktek secara langsung, tetapi diawal

kegiatan tetap diberikan materi dasar dengan metode ceramah dan

pada saat kegiatan praktek berlangsung juga diberikan materi motivasi,

hal tersebut dilakukan agar warga binaan perempuan tetap mempunyai

semangat mengikuti kegiatan keterampilan.Selain itu, dilakukan

pendekatan secara personal agar pembina teknis dapat mengetahui

seberapa jauh pemahaman warga binaan terhadap pembinaan

keterampilan yang diikuti.

89
2. Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan

Pelaksanaan adalah upaya penyelenggara untuk memberikan

dorongan kepada sasaran kegiatan supaya menjalankan kegiatan dengan

menggunakan potensi yang ada pada dalam dirinya untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, Petugas Pemasyarakatan

membangkitkan motivasi Warga Binaan Perempuan dalam mengikuti

kegiatan pembinaan keterampilan, sehingga mereka melaksanakan kegiatan

tersebut sesuai dengan yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan.Kegiatan pembinaan yang dilaksanakan disesuaikan

dengan jadwal yang telah dibuat oleh Petugas Lembaga Pemasyarakatan

Wirogunan. Akan tetapi untuk pembinaan keterampilan tidak ada jadwal

khusus yang diberlakukan. Hal tersebut seperti yang diungkapkan ole ibu

“AS” selaku pembina teknis pembinaan keterampilan bahwa :

“Kalau untuk pembinaan keterampilan seperti ini tidak ada


pembagian jadwal, jadi kita fleksibel aja. Mereka ikut
pembinaan keterampilan setiap hari, kalau mereka tidak ada
kegiatan ya mereka ikut kegiatan keterampilan, tapi kalau
mereka ada jadwal kegiatan lain ya ikut yang itu dulu. Soalnya
mereka ini tinggal praktek-praktek saja, lha nanti kalau misal
ada waktu senggang mereka manfaatkan untuk kegiatan
membuat keterampilan saat di blok, misalnya di sambi merajut
apa buat handycraft kayak gitu”.
Dari penuturan diatas dapat diketahui bahwa tidak ada jadwal yang

diberlakukan untuk pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan

dikarenakan pelaksanaan pembinaan keterampilan bersifat fleksibel.

Artinya para warga binaan perempuan dapat mengikuti kegiatan pembinaan

keterampilan setiap hari, akan tetapi jika ada jadwal kegiatan selain

90
pembinaan keterampilan warga binaan perempuan dipersilahkan mengikuti

kegiatan tersebut terlebih dahulu, kemudian jika sudah selesai warga

binaan perempuan diperbolehkan melanjutkan kegiatan pembinaan

keterampilan kembali.

Bentuk kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan

perempuan berupa pemberian pelatihan keterampilan yang bersifat praktis,

yaitu keterampilan yang dapat diaplikasikan dan dilanjutkan di kehidupan

selanjutnya setelah mereka dinyatakan bebas dari Lapas. Diharapkan

dengan bekal keterampilan tersebut mereka tidak melakukan tindak

kriminal kembali dengan alasan faktor ekonomi. Pembinaan keterampilan

yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta

setelah dilakukan tahap perencanaan yaitu meliputi pembinaan

keterampilan menjahit, merajut, membatik dan handycraft. Pembinaan

tersebut bertujuan untuk memberikan keterampilan kepada warga binaan

perempuan agar mempunyai keterampilan sesuai dengan potensi mereka

yang kemudian dikembangkan dan bermanfaat dalam kehidupan mereka

kelak saat kembali berbaur dengan masyarakat. Hal tersebut seperti yang

yang diungkapkan oleh ibu “KD” bahwa :

“Untuk pembinaan disini dibagi menjadi 2, ada pembinaan


kepibadian dan pembinaan kemandirian.Kalau pembinaan
kepribadian itu meliputi pembinaan jasmani melalui kegiatan
keolahragaan, ada pembinaan kerokhanian ada juga pembinaan
intelektual.Kalau pembinaan kemandirian ada pembinaan bakat
dan keterampilan. Pembinaan keterampilan khusus untk warga
binaan perempuan yang saat ini masih berjalan itu ada
keterampilan menjahit, terus mbatik, merajut ada juga

91
handycraft itu daari manik-manik dibuat menjadi tas atau
dompet atau bunga hias seperti ini”
Hal senada juga diungkapkan oleh ibu “KS” yakni :

“Iya disini pembinaan ada 2 macem mbak, ada pembinaan


kepribadian itu kegiatannya ada kegiatan olahraga, ada juga
kegiatan kerokhanian menurut agama yang mereka anut, ada
juga pembinaan kesehatan.Kalau untuk pembinaan
kemandirian itu ada pembinaan menurut bakat dan pembinaan
keterampilan.Kalau pembinaan bakat saat ini ada kegiatan
menyanyi, ada menulis puisi, ada juga menari.Untuk
pembinaan keterampilannya ada mbatik tapi khusus batik tulis
seperti ini, ada menjahit, rajut dan handycraft”
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat disimpulkan

bahwa program kegiatan pembinaan keterampilan yang diberikan

khusus untuk warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan

Wirogunan saat ini ada pembinaan keterampilan menjahit, batik tulis,

merajut dan handycraft yakni membuat tas, dompet atau bunga hias

dari manik-manik. Berikut adalah pelaksanaan kegiatan pembinaan

keterampilan untuk warga binaan perempuan yang dilaksanakan di

Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan :

a) Pembinaan Keterampilan Menjahit

Pembinaan keterampilan menjahit yang dilakukan kepada Warga

Binaan Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta

bertujuan untuk memberikan bekal keterampilan menjahit kepada warga

binaan perempuan agar mereka memiliki skill yang dapat dikembangkan

dan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan mereka selanjutnya ketika sudah

bebas atau kembali berbaur di masyarakat.

92
Pembinaan menjahit merupakan pembinaan yang berawal dari adanya

bantuan berupa alat mesin jahit dari pihak Romo Kisser dari Pusat

Katholik Yogyakarta. Jumlah bantuan mesin jahit yang diberikan adalah 3

(tiga) buah. Kemudian mendapat bantuan mesin jahit juga dari GKR

Hemas. Pembinaan menjahit diikuti oleh 3 orang warga binaan perempuan

yang aktif mengikuti kegiatan menjahit.

Materi yang diberikan dalam pembinaan keterampilan menjahit berupa

penyampaian materi dasar kemudian praktek. Materi dasar yang

disampaikan meliputi materi tentang cara mengukur, membuat pola dasar,

mengenal alat-alat menjahit. Kemudian setelah warga binaan paham

tentangmateri dasar yang diberikan, warga binaan diajarkan bagaimana

cara menjahit menggunakan esin jahit listrik/ dinamo.

Dengan adanya pembinaan keterampilan menjahit ii diharapkan dapat

memberikan bekal kepada para warga binaan perempuan dalam bidang

mejahit. Selain itu, pembinaan ini juga memfasilitasi para warga binaan

perempuan yang mempunyai minat dan potensi dalam bidang menjahit

serta menyalurkan kreatifitas mereka dalam membuat kreasi hasil

keterampilan menjahit yang berupa baju, tas, sprei, dll serta dapat bernilai

ekonomis dan menambah pendapatan ketika di dalam Lapas.

b) Pembinaan Keterampilan Handycraft

Pembinaan handycraft yang diberikan untuk Warga Binaan

Perempuan yaitu berupa membuat kerajinan tangan yang mempunyai nilai

jual. Kerajinan tangan yang dibuat berupa tas, dompet, gantungan kunci

93
dan assesoris yang dibuat dari manik-manik. Selain itu, dibuat juga hiasan

bunga dari bahan akrilik. Pembinaan keterampilan handycraft diikuti oleh

6 orang yang aktif, tetapi sebagian besar warga binaan perempuan sudah

memiliki kemampuan yang cukup dalam merangkai manik-manik ataupun

akrilik menjadi berbagai macam kerajinan tangan. Sehingga kegiataaan

tersebut dapat dilakukan kapan saja ketika para warga binaan perempuan

memiliki waktu senggang selam berada di Blok Wanita.

Dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan membuat handycraft ini

tidak ada materi khusus yang diberikan, jadi hanya pengenalan alat dan

bahan yang dibutuhkan kemudian praktek langsung membuat kerajinan

tangan. Dalam pelaksanaan pembinaan ini juga mendapatkan bantuan dari

pihak luar Lapas, contohnya bekerjasama dengan Bella Accessories Jogja

yang memberikan pelatihan berupa membuat bunga hias dari bahan

akrilik. Bantuan yang diberikan masyarakat atau pihak di luar Lapas

sangat membantu dalam pelaksanaan pembinaan yang dilakukan oleh

Lapas. Sehingga warga binaan perempuan mempunyai bekal keterampilan

praktis untuk diaplikasikan saat mereka kembali berbaur di masyarakat.

c) Pembinaan Keterampilan Membatik

Pembinaan keterampilan membatik yang dilakukan di Lapas

Wirogunan berawal dari pelatihan membuat batik tulis yang diberikan

oleh mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogakarta. Dikarenakan ada yang

berminat untuk melanjutkan membatik, maka pembinaan membatik

tersebut dilanjutkan untuk memfasilitasi warga binaan perempuan yang

94
memiliki minat di bidang tersebut. Pembinaan tersebut diikuti oleh 3

orang yang aktif mengikuti pembinaan membatik.

Materi awal yang diberikan dalam keterampilan membatik tersebut

adalah cara membuat dan menggambar desain atau pola batik tulis dengan

kain polos, mengenal alat dan bahan yang digunakan, kemudian cara

membatik, proses pewarnaan batik serta cara melorot batik. Kemudian

dibuat menjadi selendang, kemeja, atau menjadi mukena. Namun tidak

semua proses pembuatan batik tulis tersebut dilakukan di Blok Wanita

dikarenakan faslitas atau tempat yang terbatas dan tidak memungkinkan

dilakukan di Blok Wanita, sehingg ada sebagian proses pembuatan batik

tulis yang dilakukan di Bimker Pria.

Tujuan diadakannya pembinaan keterampilan membatik tersebut

adalah untuk memfasilitasi para warga binaan yang berminat dalam

bidang membatik. Selin itu, pembinaan keterampilan ini juga dapat

memberi wawasan dan keterampilan kepada warga binaan perempuan

untuk melestarikan kebudayaan khususnya kebudayaan yang ada di Kota

Yogyakarta yaitu berupa batik tulis. Oleh karena itu, Lapas Wirogunan

juga disediakan buku-buku mengenai keterampilan membatik untuk para

warga binaan perempuan yang ingin mempelajari membatik lebih dalam.

d) Pembinaan Keterampilan Merajut

Pembinaan keterampilan merajut yang dilakukan di Lembaga

Pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta bertujuan untuk memberikan

bekal keterampilan merajut kepada warga binaan perempuan agar dapat

95
menambah keterampilan praktis dan bernilai ekonomis. Pembinaan

merajut awalnya diikuti oleh semua warga binaan perempuan yang ada di

Lapas Wirogunan, tetapi karena ada warga binaan perempuan yang

berminat di kegiatan pembinaan lain maka yang aktif mengikuti kegiatan

pembinaan merajut kurang lebih ada 10 orang.

Tidak ada materi khusus yang disampaikan dalam pembinaan

keterampilan merajut, hanya pengenalan alat dan bahan yang digunakan

kemudian praktek cara merajut beserta tekniknya. Adapun barang atau

produk yang dihasilkan warga binaan perempuan yang mengikuti

pembinaan merajut ini adalah berupa tas rajut dan dompet yang kemudian

hasilnya dijual di lingkungan Lapas,dikutkan di acara pameran,

ditawarkan kepada pengunjung serta kadang mendapat pesanan atau

orderan dari luar Lapas Wirogunan. Kegiatan ini dilakukan untuk

membekali para warga binaan perempuan agar dapat menjadi bekal usaha

ketika berbaur di masyarakat kembali, mengingat produk yang dihasilkan

dari keterampilan merajut bernilai ekonomi tinggi dan mudah dalam

pemasaran.

3. Evaluasi Pembinaan Keterampilan

Evaluasi merupakan kegiatan penting untuk mengetahui apakah tujuan

yang telah ditentukan dapat dicapai, apakah pelaksanaan program sesuai

dengan rencana, dan/atau dampak apa yang terjadi setelah program

dilaksanakan. Dengan dilakukannya evaluasi, Pembina Teknis dan Petugas

Pemasyarakatan dapat mengukur berhasil atau tidaknya pembinaan

96
keterampilan yang dilaksanakan dan dapat mengetahui ada atau tidaknya

perubahan yang terjadi pada warga binaan perempuan. Tahap evaluasi yang

dilakukan dalam pembinaan keterampilan dilakukan oleh Pembina

Teknis,biasanya dilakukan ketika proses pembinaan keterampilan berjalan

dengan mengamati secara langsung warga binaan perempuan saat melakukan

kegiatan ataupun dengan metode tanya jawab antara warga binaan perempuan

dengan pembina teknis pembinaan keterampilan. Hal tersebut diungkapkan

oleh Ibu AS selaku pembina teknis pembinaan keterampilan, yaitu :

“Kalau evaluasi ya saya lakukan setiap mereka praktek mbak, jadi kalau
mereka salah gitu langsung saya benerin. Seperti ini ni mbak pas mbatik
misalnya, harus nyambung terus garisnya gak boleh putus-putus,
mbatiknya juga harus bolak-balik, kalo mereka salah nanti keliatan pas
malamnya udah dilorot keliatan kalo garisnya putus-putus nanti hasinya
ndak begitu bagus. Makanya saya benerin saat mereka praktek sepertiini
mbak, saya perhatikan satu-satu biar keliatan mana yang salah, jadi
mereka juga langsung tau mana yang salah”
Hal mengenai kegiatan evaluasi tersebut juga diutarakan oleh SL

selaku warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan

membatik, yaitu :

“Oh kalau kayak gitu langsung dibenerin mbak sama bu AS. Misal
nanti saya salah pas mbatik kayak gini langsung dibenerin gimana
harusnya. Kalau nggak gitu ya kita nggak tau mbak, kalau salah
pasti ketahuan pas batiknya jadi nanti mbak, keliatan tidak rapi gitu”
Hal serupa juga diungkakan oleh BN selaku warga binaan

perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan menjahit, yaitu :

“Kalau evaluasi untuk menjahit sih itu mbak cuma kalo saya mbuat
pakaian misale buat baju, blouse wanita, rok kayak gitu, langsung
dinilai sama bu AS, kalo salah langsung dibenerin, kalo enggak ya
saya yang Tanya sama bu AS gimana caranya yang bener gitu. Tapi
kalo Cuma mbuat dompet apa tempat kasur kayak gini kan ide dari

97
saya sendiri, jadi ya jarang mbak di evaluasi, palingan kalo saya
bingung ya Tanya langsung sama bu AS, nanti dijelasin caranya
gimana”
Dari wawancara yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa cara

melakukan evaluasi untuk setiap kegiatan pembinaan keterampilan untuk

warga binaan perempuan di Lapas Wirogunan Yogyakarta, dilakukan

pengamatan secara langsung dan Tanya jawab. Pembina teknis mengamati

setiap kegiatan yang dilakukan warga binaanperempuan saat praktek, jika

terjadi kesalahan saat melakukan praktek langsung di evaluasi oleh

Pembina teknis, sehingga warga binaan langsung mengetahui cara yang

benar. Selain itu dilakukan Tanya jawab kepada Pembina teknis jika ada

warga binaan yang tidak paham saat melakukan kegiatan praktek sesuai

keterampilan yang diikuti.

4. Keberhasilan Pelaksanaaan Pembinaan Keterampilan untuk Warga

Binaan Perempuan

a. Perubahan Setelah Mendapat Pembinaan Keterampilan

1) Peningkatan Keterampilan Warga Binaan Perempuan

Keterampilan merupakan sesuatu hal yang penting untuk

dimiliki oleh setiap Warga Binaan Perempuan, karena dengan

keterampilan tersebut dapat dijadikan sebagai bekal untuk

menambah pendapatan ketika bebas nanti. Pembinaan keterampilan

yang dilakukan sangat bermanfaat bagi warga binaan perempuan

yang mengikuti kegiatan tersebut sesuai den gan min at dan bakat

98
mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu “AS” selaku

Pembina Teknis, yaitu :

“Ya pastinya ada peningkatan apalagi dari segi keterampilan


yang mereka miliki. Dari tidak bisa menjahit, jadi mair
menjahit sekarang. Dari tidak bisa mbatik kayak gini, jadi bisa.
Ya intinya mereka mempunyai tambahan keterampilan selama
disini”
Hal serupa juga diungkapkan oleh “BN “ selaku warga binaan

perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan menjahit,

yaitu:

“Ya bermanfaat sekali ya mbak, dulu nggak bisa menjahit


sama sekali e saya, setelah ikut kegiatan keterampilan disini
jadi bisa mbuat macem-macem. Kalo ada ide apa gitu bisa
dibuat disini”
Diperkuat dengan pendapat yang diuarakan oleh “SL” selaku

warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan

membatik, yaitu :

“Ya banyak mbak kalo peningkatannya, bisa mendapat


pengalaman membatik, berhubung saya suka nggambar juga ya
seneng mbak. Kalo lagi ada waktu luang kan bisa diisi dengan
membatik jadinya bermanfaat”
Hal serupa juga diungkapkan oleh “SM “ selaku warga binaan

perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan merajut dan

membatik, yaitu :

“Banyak sih mbak peningkatannya, bisa nambah-nambah


pendapatan selama disini kalo pas barangnya ada yang beli.
Kalo mbatik dulu saya pernah belajar sebelum pindah kesini,
sekarang tinggal lanjutin aja mbak. Apalagi kalo mbatik gini,
bagi saya ini bisa menggambarkan suasana hati saya mbak,
kalo lagi banyak pikiran gitu lagi nggak mood, pasti nanti
hasilnya kurang bagus”
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pembinaan

keterampilan yang diberikan untuk warga binaan perempuan

99
memberikan manfaat untuk dirinya sendiri. Dengan adanya

pembinaan keterampilan para warga binaan mempunyai

peningkatan dalam segi keterampilan dan membuat warga binaan

perempuan mempunyai bekal keterampilan, yang semula tidak bisa

menjadi bisa. Pembinaan keterampilan menjadi kegiatan yang

bermanfaat saat mereka memiliki waktu luang.Selain itu, dari

produk yang dihasilkan dapat menambah pendapatan mereka

selama di Lapas serta dapat menyalurkan kreatifitas yang mereka

miliki.

2) Perubahan Sikap dan Perilaku Warga Binaan Perempuan

Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan tentu harus

melibatkan semua Petugas Pemasyarakatan serta Warga Binaan

yang ada di Lapas Wirogunan Yogyakarta termasuk dalam

pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan yang dilakukan

kepada warga binaan perempuan. Adapun partisipasi kehadiran

warga binaan perempuan dalam mengikuti kegatan pembinaan

keterampilan dapat dikatakan sudah cukup baik dalam mengikuti

kegiatan keterampilan sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki.

Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Ibu AS selaku pembina

teknis keterampilan, yaitu :

“Ya kayak gini mbak, yang minat-minat saja yang mau ikut.
Soalnya kan tidak cuma keterampilan saja, ada juga yang ikut
pengembangan bakat, minat setiap orang kan beda-beda. Lha
kayak mbatik tulis kayak gini, kalau nggak minat ya gak bakal
mau dia, soalnya harus tlaten, prosesnya juga lama. Tapi ya

100
semaksimal mungkin kita tetep memfasilitasi yang mau ikut
keterampilan kayak gini.”
Hal serupa juga diungkapkan oleh SM selaku warga binaan

perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan merajut, yaitu:

“Kalo yang ikut rajut memang banyak mbak, soale mudahkan


bisa disambi juga pas di blok. Karna lagi nggak ada orderan aja
saya pindah di batik, saya juga seneng nggambar-nggambar
kayak gini, dulu sebelum pindah kesini juga pernah ikut
mbatik, jadi disini tinggal nerusin aja mbak.Memang sedikit
mbak yang minat kalo batik, lama kan prosesnya, jadi kalo
memang gak minat apa gak mood gitu udah gak mungkin mau
mbak”
Diperkuat dengan pernyataan BN selaku warga binaan

perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan menjahit,

yaitu:

“Yang ikut menjahit cuma dikit sih mbak, he em. Padahal


mesin jahit juga sudah disediakan, memang minatnyakan beda-
bedakan mbak. Kalau saya dari dulu disini memang seneng
njait mbak, apalagi kayak gini kan bias mengembangkan
kreatifitas kita. Jadi seneng aja gitu mbak kalo punya ide terus
bias dibuat disini, seneng lagi kalau ada yang mau beli gitu
karna bagus”
Dari beberapa pernyataan hasil wawancara tersebut dapat

disimpulkan bahwa walaupun tidak semua warga binaan perempuan

mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan, tetapi partisipasi

warga binaan dapat dikatakan sudah baik dan warga binaan

perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan sudah sesuai

dengan bakat dan minat sehingga dapat mengembangkan potensi

yang dimiki unuk bekal ketika bebas nanti.

Selain pertisipasi warga binaan perempuan dalam mengikuti

pembinaan keterampilan, sikap warga binaan perempuan saat

101
mengikuti pembinaan keterampilan juga diperhatikan. Sikap yang

ditunjukkan oleh warga binaan perempuan saat mengikuti kegiatan

keterampilan saat ini mayoritas berkelakuan baik antar sesama

warga binaan maupun dengan Petugas Pemasyarakatan maupun

dengan Pembina Teknis. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu AS

selaku pembina teknis keterampilan, yakni :

“WBP disini saat mengikuti kegiatan keterampilan ya biasa


saja mbak, baik, sopan dengan orang yang lebih tua, sopan
sama petugasnya, sopan juga sama Pembina teknisnya”
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu KD selaku Petugas

Pemasyarakatan, yaitu :

“Sikapnya ya sopan, aktif, antusias saat mengikuti kegiatan


keterampilan seperti ini. Apalagi mereka ikut kegiatan ini
memang sesuai dengan minat dan bakat mereka, jadi ya ikut
terus kecuali ada kegiatan lain yang mengharuskan dia ijin
tidak ikut kegiatan keterampilan. baru mereka tidak ikut
kegiatan disini”
Dari wawancara diatas terlihat bahwa sikap yang ditunjukkan

warga binaan perempuan saat mengikuti kegiatan pembinaan

keterampilan adalah baik dan sopan antar sesama warga binaan,

dengan Petugas lembaga pemasyarakatan maupun dengan Pembina

teknis. Warga binaan perempuan juga aktif dan antusias dalam

mengikuti kegiatan keterampilan dikarenakan mereka mempunyai

minat dan bakat dalam kegiatan keterampilan yang mereka pilih.

Sedangkan hubungan dan perilaku yang ditunjukkan Warga

Binaan Perempuan dengan Petugas Pemasyarakatan maupun

dengan Pembina Teknis terjalin dengan baik dan harmonis, seperti

102
yang diungkapkan oleh Ibu “AS” selaku Pembina Teknis kegiatan

keterampilan, yaitu :

“Ya karna saya disini sebagai Pembina teknisnya mereka ya


mereka baik, sopan sama saya. Ya seperti hubungan antara
guru dan murid gitu aja, tetep ada guyon, tapi kalo pas serius
ya serius, kalau nggak tau ya mereka tanya sama saya”
Hal serupa juga diungkapkan oleh Bapak “AM” selaku Petugas

Pemasyarakatan, yaitu :

“Sejauh ini sih Alhamdulilah baik-baik ya mereka, apa lagi


dengan Petugasnya disini, soalnya disini kan juga dibina
kepribadian mereka, dinilai juga, kalo kepribadian mereka
jelek pasti walinya juga kena nanti”
Diperkuat dengan pernyataan “BN” selaku Warga Binaan

Perempuan, yaitu :

“Disini baik-baik kok mbak Petugasnya, mudah akrab juga,


soalnya sering ketemu kan mbak. Ya kadang-kadang aja
mereka tegas gitu kalo kita salah, tapi nggak sampe yang
galak-galak gitu, soalnya disini kan ada aturannya mbak nggak
boleh seenaknya”
Dari wawancara diatas dapat terlihat bahwa hubungan dan

perilaku yang terjalin antara Warga Binaan Perempuan dengan

Petugas Pemasyarakatan maupun dengan Pembina Teknis terjalin

dengan baik dan harmonis serta mengikuti aturan yang

diberlakukan.

Selain itu, hubungan yang baik dan harmonis harusnya juga

terbentuk dalam komunikasi antar Warga Binaan Perempuan. Akan

tetapi terkadang masih terjadi ketidakharmonisan antar warga

binaan perempuan, seperti yang diungkapkan Ibuu “KD” selaku

Petugas Pemasyarakatan, yaitu :

103
“Ya sejauh ini baik-baik saja mbak. Tidak ada masalah atau
keributan sampai fatal itu belum ada dan semoga tidak ada. Ya
kalau cuma masalah antar pribadi itu pasti ada namanya juga
hidup dalam satu blok apalagi perempuan semua, tapi sejauh
ini masih wajar, masih bias diselesaikan”
Hal serupa juga diungkapkan oleh “BN” selaku Warga Binaan

Perempuan, yakni :

“Baik kok mbak, nggak ada apa - apa. Malahan kita akrab
mbak punya temen curhat, dianggep keluarga sendiri, kalo ada
masalah ya paling cuma sebentar mbak nggak lama, paling
juga cuma masalah kecil gitu”
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa komunikasi yang terjalin antar Warga Binaan Perempuan

terjalin dengan harmonis, merasa sudah seperti keluarga sendiri,

sehingga jika ada masalah dapat diselesaikan secara baik-baik.

3) Perubahan Motivasi Warga Binaan Perempuan

Tujuan dari dilaksanakannya suatu kegiatan pembinaan adalah

adanya perubahan yang terjadi dalam diri warga binaan perempuan.

Tentunya perubahan yang diinginkan adalah menjadi pribadi yang

lebih baik dan mempunyai potensi yang dapat dikembangkan agar

ketika kembali berbaur di masyarakat, mereka tidak dikucilkan

karena kesalahan yang pernah diperbuat serta mereka dapat

berperan kembali di masyarakat tempat mereka berasal. Adapun

perubahan yang diharapkan dengan adanya pembinaa keterampilan

yang ada di Lapas Wirogunan adalah membekali dan

mengembangkan bakat, minat dan potensi yang dimiliki oleh warga

104
binaan perempuan dalam bidang keterampilan. Perubahan yang

terjadi dapat terlihat dari keinginan atau rencana waga binaan

perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan bahwa mereka

mempunyai motivasi ingin melanjutkan dan mengaplikasikan ilmu

yang didapat setelah mengikuti pembinaan keterampilan ketika

bebas nanti untuk dijadikan mata pencaharian.

Hal tersebut seperi yang diutarakan oleh “BN” selaku warga

binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan

menjahit, yaitu :

“Kalo sekarang jalani dulu aja lah mbak, iya. Ya sudah ada
planning mau lanjutin gitu mbak, tapi ya lihat nanti kondisinya
gimana dirumah”
Hal serupajuga diungkapkan oleh “SL” selaku warga binaan
perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan membatik,
yaitu :
“Pasti mbak, pasti saya lanjutkan kalo sudah bebas nanti.
Apalagi anak sekarang jarang yang mau mbak mbatik seperti
ini. Nah rencana saya itu mau ngajarin mereka-mereka yang
mau mbak, itung-itung untuk melestarikan budaya sendiri kan
mbak”
Diperrkuat dengan ungkapan dari “SM” selaku warga binaan

perempuan yang mengikuti pembinaan merajut, yaitu :

“Iya mbak saya mau nglanjutin besok kalau keluar, apalagi


saya disini kan masih lama, nggak mungkin kalau balik kerja di
kantor lagi, ya satu-satunya jalan ya nglanjutin membuat usaha
dirumah nanti mbak. Ada rencana mau buka butik mbak nanti”
Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa mayoritas

warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan

mempunyai rencana dan motivasi akan melanjutkan keterampilan

yang mereka dapatkan ketika bebas nanti. Warga binaan

105
mempunyai rencana untuk membuka usaha ketika kembali

berinteraksi di masyarakat. Rencana tersebut dipilih karena adanya

ketidakmungkinan mereka untuk kembali bekerja seperti profesi

sebelum mereka masuk Lembaga Pemasyarakatan. Hal tersebut

menjadi bukti bahwa para warga binaan perempuan yang mengikuti

pembinaan keterampilan mempunyai keinginan untuk mandiri

dengan wawasan dan kecakapan keterampilan yang mereka miliki.

b. Produk yang Dihasilkan Warga Binaan Perempuan Setelah

Mengikuti Pembinaan Keterampilan

Dengan adanya program pemberdayaan perempuan untuk para

warga binaan perempuan yang berada di Lembaga Pemasyarakatan

seharusnya memiliki manfaat yang dapat dijadikan bekal untuk

mereka jika sudah bebas serta membuat mereka tidak akan mengulangi

tindak kriminal kembali dengan alasan faktor ekonomi. Dengan

dilaksanaknnya pembinaan keterampilan untuk para warga binaan

perempuan tentunya diharapkan dapat memfasilitasi serta

menyalurkan bakat, minat serta potensi yang dimiliki oleh para warga

binaan perempuan sehingga memiliki hasil yang sesuai dengan tujuan

pemberdayaan perempuan itu sendiri. Adapun kegiatan Pembinaan

Keterampilan yang dilaksanakan di Lapas Wirogunan yakni

Pembinaan Keterampilan Menjahit, Merajut, Membatik dan

Handycraft. Kegiatan tersebut sebelumnya telah dilakukan identifikasi

minat dan bakat calon warga binaan terlebih dahulu. Adapun hasil

106
barang atau produk yang dihasilkan warga binaan perempuan yang

mengikuti pembinaan keterampilan yakni seperti yang diungkapkan

oleh Bapak “AM”selaku Petugas Pemasyarakatan, yaitu :

“Sudah banyak sih mbak kalau produk yang mereka hasilkan,


macem-macem. Kalau setau saya produk yang pernah
dipasarkan itu ada tas rajut, ada selendang batik, sprei dan
bunga hias dari manik-manik dan itu mereka yang buat
sendiri”
Diperkuat dengan pernyataan “BN” selaku warga binaan

perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan menjahit, yaitu :

“Kebetulan kan saya ikut menjahit ya mbak, jadi ya produk


yan pernah saya buat ada tas kain kayak gitu mbak, sprei juga
ada, itu yang baru saya buat ada sandal biasa tak hias pakai
kain batik mbak. Jadi ya sebenernya kreatifitas kita aja mbak
mau buat apa aja, nanti bahannya dari sini”
Hal serupa juga diungkapkan oleh “SL selaku warga binaan

perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan membatik, yaitu :

“Ya yang dihasilkan saat ini ya cuma selendang batik mbak,


yang ini rencana nanti saya buat mukena sama baju. Kalo yang
kemaren-kemaren baru selendang aja”
Hal tersebut juga diungkapkan oleh “SM” selaku warga binaan

perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan merajut, yaitu :

“Kalau yang ikut merajut ya kebanyakan dijadiin tas rajut


mbak, lumayan banyak yang pesen. Kalo sekarang saya kan
pindah ke batik, paling ya biasanya dibuat slendang, baju,
mukena gitu mbak”
Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa

produk yang dihasilkan warga binaan perempuan setelah mengikuti

pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan bermacam-macam, yaitu

tas rajut, selendang batik, sprei, dompet, bunga hias dan lain-lain.

107
Warga binaan perempuan membuat barang atau produk tersebut sesuai

dengan keterampilan yang diikuti dan kreatifitas masing-masing.

5. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan

Keterampilan

a. Faktor Pendukung Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan

Dalam pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui

pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lapas

Wirogunan tentunya terdapat faktor yang mendukung dalam

pelaksanaan kegiatan pembinaan tersebut. Adapun faktor pendukung

pelaksanaan pembinaan keterampilan tersebut adalah seperti yang

diungkapkan oleh Ibu “KD” selaku Petugas Pemasyarakatan, yaitu :

“Untuk faktor pendukung dalam pembinaan keterampilan


warga binaan perempuann itu yang paling penting karna
tersedianya sarana dan prasarana untuk melaksanakan
pembinaan keterampilan itu, dari warga binaannya sendiri
punya keinginan untuk maju dan punya keinginan menambah
ilmu juga yang kemudian mereka aplikasikan di masyarakat
setelah mereka bebas. Selain itu karna adanya kepedulian
petugas disini kepada warga binaannya, jadi sebisa mungkin
kita sebagai petugas memfasilitasi mereka selama disini”
Diperkuat oleh pendapat Ibu “AS” selaku Pembina Teknis,

yaitu :

“Ya kalau faktor pendukungnya karna sekarang sudah


disediakan tempat kegiatan keterampilan khusus untuk warga
binaan perempuan mbak, sudah disediakan dana juga untuk
kegiatan keterampilannya. Ada juga faktor dari warga
binaannya sendiri, merekaada yang benar-benar minat
mengikuti kegiatan keterampilan, jadi rutin ikut
keterampilan.Selain itu, karna kreatifitas dan ide yang warga
binaan miliki sehingga produk yang dihasilkan itu
bervariatif.Ini juga mbak, banyak yang nawari kerjasama juga
dari lembaga luar, sering dapet bantuan juga dari mereka.

108
Kayak mesin jahitnya itu dapet bantuan dari Romo Kisser
mbak”
Dari wawancara diatas dapat dsimpulkan beberapa faktor

pendukung pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan untuk

warga binaan perempuan di Lapas Wirogunan, yaitu antara lain :

a) Tersedianya sarana dan prasarana untuk melaksanakan pembinaan

keterampilan

b) Adanya keinginan dari beberapa warga binaan perempuan untuk

maju dan menambah ilmu yang kemudian akan mereka aplikasikan

di masyarakat setelah mereka bebas

c) Adanya kepedulian dari para Petugas Lembaga Pemasyarakatan

dalam memfasilitasi warga binaan perempuan

d) Adanya kepedulian dari lembaga diluar Lapas yang mau

bekerjasama dan memberikan bantuan pengadaan alat untuk

kegiatan keterampilan.

e) Kreatifitas dan ide yang dimiliki warga binaan perempuan yang

ikut pembinaan keterampilan sehingga produk yang dihasilkan

bervariatif dan menarik.

b. Faktor Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan

Adapun faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan

pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan untuk

warga binaan perempuan di Lapas Wirogunan adalah keterbatasan

dalam penyediaan sarana dan prasarana yang digunakan sehingga

produk atau barang yang dihasilkan warga binaan perempuan juga

109
terbatas.Selain itu faktor motivasi dari diri warga binaan perempuan

yang masih pasang surut. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh

Ibu “KD”, yaitu :

“Kalau faktor penghambat ya tetep ada keterbatasan pihak


Lapas dalam menyediakan sarana dan prasarana untuk kegiatan
keterampilan, ada juga dari SDM-nya terbatas juga. Dana yang
disediakan dalam kegiatan pembinaan keterampilan juga
terbatas.Kalo yang dari warga binaannya sendiri masih ada
yang kurang mempunyai minat dan motivasi dalam kegiatan
keterampilan. Makanya yang ikut kegiatan ya cuma itu-itu aja
yang memang bener-bener minat mbak”

Hal serupa juga diungkapkan oleh bu “AS”, yaitu :

“Penghambatnya ya itu mbak tidak ada jadwal yang ditetapkan


disini khusus untuk kegiatan keterampilan saja, jadi ya kalo ada
kegiatan lain pada waktu yang bersamaan ya terpaksa warga
binaannya ijin tidak mengikuti pembinaan keterampilan dulu.
Kayak sekarang ini mereka lagi ijin ikut pembinaan rohani
mbak jadi mereka ke aula semua. Ada juga karna pembina
teknis hanya satu mbak, hanya saya saja jadi nggak bisa kalo
harus ngawasi warga binaan satu persatu saat praktek. Saya
juga keterampilannya terbatas mbak, padahal mereka kadang
bosen, mau nggak mau ya saya cari keterampilan diluar mbak
nanti kalo agak bisa baru di praktekkin disini, sama-sama
belajar sama warga binaannya. Dalam hal pemasaran kita juga
masih kesulitan mbak, padahal mereka buat produk kayak gini
untuk nambah biaya hidup juga selama disini”
Dari wawancara diatas dapat dsimpulkan beberapa faktor

penghambat pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan untuk

warga binaan perempuan di Lapas Wirogunan, yaitu antara lain :

a) Masih adanya keterbatasan dalam penyediaan SDM khususnya

Pembina Teknis dalam penyelenggaraan pembinaan keterampilan

b) Tidak adanya jadwal yang ditetapkan untuk kegiatan keterampilan

sehingga jika ada kegiatan lain pada waktu yang bersamaan warga

110
binaan ijin tidak mengikuti pembinaan keterampilan terlebih

dahulu

c) Dalam melakukan pemasaran produk yang dihasilkan warga

binaan perempuan masih mempunyai kesulitan.

C. PEMBAHASAN

1. Pemberdayaaan Perempuan, Lembaga Pemasyarakatan dan

Pembinaan Keterampilan

Menurut Winarni (2004: 79)inti dari pemberdayaan meliputi tiga hal,

yakni pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya

(empowerment) dan terciptanya kemandirian. Pemberdayaan terjadi pada

pada individu yang memiliki kemampuan, dan atau individu yang memiliki

daya yang masih terbatas.

Senada dengan pendapat Ambar T Sulistiyani (2004 : 83-84) terdapat

tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam melaksanakan pemberdayaan,

yaitu: a) Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar

dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.

Tahapan ini merupakan tahapan persiapan dalam proses pemberdayaan.

Pihak pemberdaya/actor/pelaku pemberdayaan berusaha menciptakan

prakondisi supaya dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan

yang efektif. b) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan

pengetahuan, kecakapan-keterampilan agar terbuka wawasan dan

memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam

111
pembangunan. Individu akan menjalani proses belajar tentang pengetahuan

dan kecakapan-keterampilan yang memiliki relevansi dengan apa yang

menjadi tuntutan kebutuhan tersebut. keadaan ini akan mensimulasi

terjadinya keterbukaan wawasan dan menguasai kecakapan-keterampilan

dasar yang mereka butuhkan. Pada tahap ini, masyarakat hanya dapat

memberikan peran partisipasi pada tingkat yang rendah yaitu sekedar menjadi

pengikut atau obyek pembangunan saja, belum mampu menjadi subjek dalam

pembangunan. c) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-

keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk

mengantarkan pada kemandirian. Tahap ketiga adalah merupakan tahap

pengayaan atau peningkatan intelektualitas dalam kecakapan-keterampilan

yang diperlukan, supaya mereka dapat membentuk kemampuan kemandirian.

Kemandirian tersebut akan ditandai oleh kemampuan masyarakat di dalam

membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi dan melakukan inovasi-inovasi

di dalam lingkungannya. Pada tahapan ini, masyarakat telah menjadi subyek

pembangunan atau pemeran utama. Pemerintah tinggal menjadi innovator

saja. Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa dalam kegiatan

pemberdayaan ada 3 tahapan yakni tahap persiapan, tahap transformasi serta

tahap peningkatan kemampuan yang pada akhirnya diharapkan dapat

menciptakan kemandirian khususnya pada kaum perempuan.

Dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan, pada tahap persiapan

dilakukan sebelum warga binaan perempuan mengikuti pembinaan

keterampilan dengan dilakukan kegiatan pembinaan diluar pembinaan

112
keterampilan yakni melalui kegiatan pembinaan kepribadian yang

dimaksudkan untuk membentuk perilaku sadar dan peduli pada diri warga

binaan perempuan, sehingga mereka merasa membutuhkan adanya

peningkatan kapasitas diri melalui pembinaan keterampilan. Selanjutnya

dilakukan tahap kedua, yakni tahap transformasi kemampuan warga binaan

perempuan berupa pemberian wawasan pengetahuan akan kecakapan-

keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar

sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. Kegiatan ini

dilakukan dengan memfasilitasi kegiatan pembinaan keterampilan sesuai

dengan potensi yang dimiliki oleh warga binaan perempuan. Selanjutnya

tahap ketiga dengan melakukan peningkatan kemampuan intelektual,

kecakapan- keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan

inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.

Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat untuk melaksanakan

pembinaan terhadap narapidana atau warga binaan pemasyarakatan melalui

pendidikan terutama pendidikan non formal. Menurut Jumiati (1995: 13),

Lembaga Pemasyarakatan yaitu suatu tempat, lokasi atau lembaga dibawah

Departemen Hukum dan HAM yang bertujuan untuk membina dan

membimbing warga binaan dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki

warga binaan, petugas lembaga, serta masyarakat sesuai dengan kemampuan

dan bakat serta minat demi terwujudnya kesejahteraan social warga binaan

pemasyarakatan dan masyarakat.

113
Program Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan

di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan merupakan salah satu upaya untuk

memberdayakan para perempuan yang menjadi warga binaan Lembaga

Pemasyarakatan melalui pendidikan non formal yang berupa pelatihan.

Dengan adanya pembinaan keterampilan tersebut para warga binaan

khususnya para warga binaan perempuan diarahkan untuk membentuk

perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan

kapasitas diri melalui minat bakat dan potensi yang dimiliki yang sebelumnya

telah dilakukan identifikasi oleh Petugas Pemasyarakatan. Setelah itu mereka

diberikan wawasan pengetahuan serta kecakapan keterampilan melalui

kegiatan pembinaan keterampilan. Pada akhirnya terbentuklah sikap inisiatf

dan kemampuan inovatif pada diri warga binaan yang dapat mengantarkan

pada kemandirian ketika bebas. Sehingga mereka dapat berperan kembali ke

masyarakat serta hal yang paling penting adalah mereka tidak mengulangi

tindak kriminal kembali atas dasar kesulitan ekonomi. Kegiatan pembinaan

keterampilan yang dilaksanakan harus disesuaikan dengan minat bakat dan

potensi yang ada dalam diri warga binaan perempuan, sehingga dapat

memfasilitasi dan mengembangkan potensi dan kreatifitas yang mereka

miliki serta demi terwujudnya kesejahteraan sosial warga binaan

pemasyarakatan dan masyarakat.

2. Perencanaan Pembinaan Keterampilan

Perencanaan adalah proses yang sistematis dalam pengambilan

keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan

114
datang (Sudjana, 2004:57). Menurut Sudjana (2000: 218) tahap perencanaan

adalah tahap dimana penggerak atau penyelenggara program mempersiapkan

segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program. Adapun kegiatan

yang perlu dilakukan penggerak atau penyelenggara program dalam tahap

perencanaan ini adalah 1) Menentukan kelompok sasaran, 2)

Mengidentifikasi kelompok sasaran, 3) Mempelajari data tentang kelompok

sasaran, 4) Menentukan prioritas kebutuhan dan masalah, 5) Menetapkan

topik dan tujuan program, 6) Menyusun materi, 7) Memilih dan menentukan

metode dan teknik, 8) Menyiapkan daftar sasaran dan, 9) Menentukan waktu

dan tempat.

Dalam Pemberdayaan Perempuan melalui Pembinaan Keterampilan

ini proses perencanaan yang dilakukan sama seperti teori, pemberdayaan

perempuan melalui pembinaan keterampilan dilakukan dengan langkah

berikut :

a) Menentukan kelompok sasaran. Dalam kegiatan pemberdayaan

melalui pembinaan keterampilan yang dijadikan kelompok sasaran

program adalah para warga binaan pemasyarakatan, khususnya warga

binaan perempuan.

b) Mengidentifikasi kelompok sasaran. Pada langkah ini Petugas

Pemasyarakatan atau wali dari warga binaan melakukan identifikasi

kepada warga binaan perempuan untuk mencari informasi tentang

potensi yang dimiliki. Setelah minat bakat dan potensi yang ada pada

warga binaan teridentifikasi, kemudian akan disesuaikan dengan

115
program-program yang akan dilaksanakan di Lembaga

Pemasyarakatan, khususnya program pembinaan keterampilan.

c) Mempelajari data tentang kelompok sasaran yaitu setelah hasil

identifikasi minat bakat dan potensi yang dimiliki oleh warga binaan

perempuan diperoleh, kemudian hasil tersebut dipelajari untuk

kemudian diambil alternatif kegiatan pembinaan keterampilan yang

sesuai dengan potensi para warga binaan perempuan. Sehingga dalam

tahap ini sangat penting dilakukan dalam menentukan program

pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan agar potensi

yang mereka miliki dapat berkembang dan dapat dijadikan bekal

ketika bebas nanti.

d) Menentukan prioritas kebutuhan dan masalah. Dalam tahap ini Petugas

Pemasyarakatan melakukan koordinasi dalam menentukan program

pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan. Setelah

program ditentukan, kemudian Petugas Pemasyarakatan melaporkan

hasil koordinasi kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan untuk

dimintakan persetujuan.

e) Menetapkan topik dan tujuan program. Setelah program pembinaan

keterampilan untuk warga binaan perempuan ditentukan, langkah

selanjutnya yakni menetapkan tujuan program pembinaan sesuai

dengan tujuan pembinaan warga binaan pemasyarakatan yaitu

bertujuan agar mereka dapat menjadi manusia seutuhnya.

116
f) Menyusun materi. Setelah program pembinaan keterampilan untuk

warga binaan perempuan sudah ditentukan, maka setelah itu disusun

materi yang sesuai dengan program pembinaan keterampilan. Dalam

penyusunan materi ini disusun berdasarkan sumber-sumber yang

relevan seperti buku panduan, modul dan sumber-sumber lainnya serta

dibantu oleh pembina teknis yang sudah ditentukan sebelumnya.

Muatan atau isi materi juga disesuaikan dengan kondisi warga binaan

perempuan, yakni isi materi hanya sebatas materi dasar saja. Akan

tetapi jika warga binaan perempuan ingin memperdalam pengetahuan

tentang pembinaan keterampilan yang diminati, maka disediakan buku

bacaan di perpustakaan.

g) Memilih dan menentukan metode dan teknik. Setelah materi kegiatan

pembinaan keterampilan disusun, langkah selanjutnya yakni memilih

dan menentukan metode dan teknik yang akan digunakan untuk

pembelajaran warga binaan perempuan. Metode yang digunakan

sesuai dengan metode warga binaan pemasyarakatan yakni melalui

metode ceramah, praktek dan pemberian motivasi serta pendekatan

secara personal dan kelompok. Karena pembinaan yang diajarkan

bersifat keterampilan, maka lebih banyak dilakukan praktek secara

langsung, tetapi diawal kegiatan tetap diberikan materi dasar dengan

metode ceramah dan pada saat kegiatan praktek berlangsung juga

diberikan materi motivasi. Selain itu, dilakukan pendekatan secara

personal agar pembina teknis dapat mengetahui seberapa jauh

117
pemahaman warga binaan perempuan terhadap pembinaan

keterampilan yang diikuti.

h) Menyiapkan daftar sasaran. Dalam pelaksanaan pembinaan

keterampilan untuk warga binaan perempuan dicatat daftar warga

binaan sebelum kegiatan dilaksanakan. Daftar tersebut digunakan

untuk mengetahui kehadiran warga binaan perempuan yang mengikuti

pembinaan keterampilan.

i) Menentukan waktu dan tempat. Kegiatan pembinaan keterampilan

perempuan dilaksanakan setiap hari dan bertempat di Blok Wanita.

3. Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan

Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan, program pembinaan

untuk warga binaan perempuan yang akan dilaksanakan yakni pembinaan

keterampilan menjahit, pembinaan keterampilan merajut, pembinaan

keterampilan membatik dan pembinan keterampilan handycraft. Dalam

pelaksanaan pembinaan keterampilan disesuaikan dengan materi, metode

dan sarana dan prasarana yang sudah disediakan. Materi yang disampaikan

berupa materi dasar masing-masing pembinaan keterampilan. Sedangkan

metode yang digunakan yaitu dengan metode ceramah, praktek, pemberian

motivasi serta pendekatan secara personal dan kelompok. Penggunaan

metode sangat berpengaruh dalam kegiatan pembinaan keterampilan agar

tujuan dari pembinaan dapat tercapai. Pembinaan keterampilan yang

dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan menggunakan metode

ceramah, praktek dan pemberian motivasi serta pendekatan secara personal

118
dan kelompok.Karena pembinaan yang diajarkan bersifat keterampilan,

maka lebih banyak dilakukan praktek secara langsung, tetapi diawal

kegiatan tetap diberikan materi dasar dengan metode ceramah dan pada

saat kegiatan praktek berlangsung juga diberikan materi motivasi, hal

tersebut dilakukan agar warga binaan perempuan tetap mempunyai

semangat mengikuti kegiatan keterampilan.Selain itu, dilakukan

pendekatan secara personal agar pembina teknis dapat mengetahui seberapa

jauh pemahaman warga binaan terhadap pembinaan keterampilan yang

diikuti.

Hal tersebut sesuai dengan metode pembinaan warga binaan

pemasyarakatan menurut Departemen Kehakiman dan HAM RI (2004: 65)

yaitu :

1) Pembinaan berupa interaksi langsung yang sifatnyakekeluargaan

antara instruktur atau Pembina dengan yang dibina (warga binaan).

2) Pembinaan bersifat persuasif edukatif yaitu berusaha merubah

tingkah lakunya melalui keteladanan dan memperlakukan adil di

antara sesama mereka sehingga menggugah hatinya untuk melakukan

hal-hal yang terpuji, menempatkan warga binaan pemasyarakatan

sebagai manusia yang memiliki potensi dan memiliki harga diri

dengan hak-hak dan kewajibannya dengan manusia lainnya.

3) Pembinaan berencana, terus-menerus dan sistematis.

4) Pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah keamanan yang

disesuaikan dengan tingkat keadaan yang dihadapi.

119
5) Pendekatan individual dan kelompok

Dalam tahap pelaksanaan para penyelenggara program sudah

terlibat langsung dalam pelaksanaan program pembinaan keterampilan.

Pelaksanaan program pembinaan keterampilan dilaksanakan setiap hari di

Blok Wanita. Menurut Sudjana (2000: 220) ada beberapa langkah yang

perlu dilakukan penyelenggara program dalam tahap pelaksanaan program

di lapangan adalah a) Melakukan konsultasi kepada pemuka masyarakat, b)

Berkomunikasi dengan sasaran, c) Menjelaskan manfaat program bagi

kelompok sasaran, dan d) Mencatat sasaran dan peristiwa program.

Pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan

keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan

Wirogunan ini proses yang dilakukan tidak bisa sepenuhnya sama seperti

teori, pemberdayaan yang dilakukan melalui pembinaan keterampilan

dilakukan dalam 3 langkah, yakni :

(1) Melakukan konsultasi kepada pemuka masyarakat. Dalam hal ini

konsultasi dilakukan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan.

Melalui konsultasi ini penyeleggara program yakni Petugas

Pemasyarakatan dapat memperoleh masukan mengenai pelaksanaan

program pembinaan keterampilan.

(2) Berkomunikasi dengan sasaran. Dalam hal berkomunikasi dengan

warga binaan perempuan, Petugas Pemasyarakatan dan Pembina

Teknis menggunakan materi, metode dan teknik, sarana dan

120
prasarana yang telah disiapkan, serta waktu dan tempat sebagaimana

telah diuraikan dalam tahap persiapan.

(3) Menjelaskan manfaat program bagi kelompok sasaran. Dalam hal ini

Petugas Pemasyarakatan dan Pembina Teknis dalam memberikan

materi disesuaikan dengan kondisi warga binaan perempuan agar

dapat diterima dan dipahami oleh warga binaan perempuan. Selain

itu, warga binaan perempuan diberikan materi motivasi agar

menggugah hati, membangkitkan keinginan serta tetap menjaga

semangat warga binaan perempuan dalam mengikuti kegiatan

pembinaan keterampilan. Pembina Teknis juga menyampaikan

manfaat dan tujuan dari pembinaan keterampilan yakni untuk

memberikan bekal ketrampilan kepada mereka untuk dijadikan mata

pencaharian setelah mereka bebas dari lembaga pemasyarakatan.

4. Evaluasi Pembinaan Keterampilan

Evaluasi merupakan kegiatan untuk mengetahui apakah tujuan

program yang telah ditentukan dapat dicapai, apakah program sudah

sesuai dengan rencana, dan dampak apa yang terjadi setelah program

dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara serta data-data yang diperoleh

di lapangan, dapat ditarik kesimpulan bahwa tahap evaluasi yang

dilakukan dalam pembinaan keterampilan dilakukan oleh Pembina Teknis,

evaluasi biasanya dilakukan ketika proses pembinaan keterampilan

berjalan yakni dengan mengamati secara langsung warga binaan

perempuan saat melakukan kegiatan keterampilan ataupun dengan

121
melakukan tanya jawab antara warga binaan perempuan dengan pembina

teknis saat penyampaian materi ataupun saat praktek pembinaan

keterampilan. Hal tersebut dinilai efektif dikarenakan kegiatan praktek

lebih banyak digunakan dari pada penyampaian materi. Dengan evaluasi

langsung tersebut dapat digunakan untuk mengetahui keberhasilan dan

kekurangan program pembinaan keterampilan tersebut. Hal diatas sesuai

dengan pendapat Syamsu Mappa (Sudjana, 2000: 267) bahwa penilaian

program pendidikan luar sekolah sebagai kegiatan yang dilakukan untuk

menetapkan keberhasilan dan kegagalan program pendidikan.

5. Hasil Pembinaan Keterampilan untuk Warga Binaan Perempuan

sebagai Bentuk Pemberdayaan Perempuan

a. Perubahan Setelah Mendapat Pembinaan Keterampilan

1) Peningkatan Keterampilan Warga Binaan Perempuan

Menurut Legge keterampilan berarti kemampuan

mengkoordinasikan dan tenaga yang bertingkat-tingkat, yaitu : 1)

keterampilan yang hanya menggunakan otot atau tenaga dan hanya

sedikit menggunakan pikiran. 2) keterampilan yang banyak

menggunakan pikiran atau otak dan sedikit menggunakan otot, dan 3)

keterampilan yang banyak menggunakan tenaga sedikit pikiran dan

sedikit otot. Dengan demikian, keterampilan dapat diartikan sebagai

suatu usaha yang terencana dan terorganisir dalam memberikan

kemampuan dan keterampilan yang produktif sesuai dengan minat

dan bakat sebagai bekal dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup.

122
Senada dengan pendapat tersebut, pemberian pembinaan keterampilan

adalah suatu kegiatan yang sudah dilakukan perencanaan terlebih

dahulu serta terorganisir. Hal tesebut dlakukan agar kegiatan

pembinaan keterampilan yang diberikan sesuai dengan minat, bakat

serta potensi yang warga binaan perempuan miliki agar dapat mejadi

bekal ketika bebas nanti.

2) Perubahan Sikap dan Perilaku Warga Binaan Perempuan

Tujuan dari dilaksankannya kegiatan pembinaan adalah adanya

perubahan yang terjadi dalam diri warga binaan perempuan, salah satu

perubahan yang diharapkan yakni perubahan sikap dan perilaku warga

binaan khususnya warga binaan perempuan. Sesuai dengan hasil

wawancara yang telah dilakukan dan data-data yang diperoleh saat di

lapangan, dapat disimpulkan bahwa adanya perubahan sikap dan

perilaku para warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan

keterampilan. Hal tersebut dapat dilihat pada partisipasi kehadiran para

warga binaan perempuan saat mengikuti pembinaan keterampilan yang

dinilai sudah cukup baik. Selain itu, sikap yang ditunjukkan para

warga binaan perempuan saat mengikuti pembinaan keterampilan

mayoritas berkelakuan baik antar sesama warga binaan dengan

Petugas Pemasyarakatan maupun dengan Pembina Teknis. Adapun

perilaku yang terlihat ketika saling berkomunikasi terjalin dengan

harmonis dan terjalin seperti keluarga sendiri sehingga jika ada

masalah dapat diselesaikan secara baik-baik.

123
Hal diatas seperti tujuan khusus pembinaan yang dilakukan

kepada warga binaan pemasyarakatan dalam Departemen Kehakiman

dan HAM RI (2004: 56-57), yaitu :

a) Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan

dirinya serta bersikap optimis akan masa depannya.

b) Berhasil memperoleh pengetahuan, minimal keterampilan untuk

bekal mampu hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan

pembangunan nasional.

c) Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada

sikap dan perilakunya yang tertib, disiplin, serta mampu

menggalang rasa kesetiakawanan social.

d) Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa

dan Negara

3) Perubahan Motivasi Warga Binaan Perempuan

Dalam hal ini para warga binaan perempuan yang mengikuti

pembinaan keterampilan sudah memikirkan dan memutuskan apa yang

ingin mereka lakukan ketika bebas nanti dengan ilmu dan

keterampilan yang sudah dimiiliki. Warga binaan perrempuan

mayoritas memiliki motivasi untuk mengaplikasikan kemampuan

keterampilan yang dimiliki yakni dengan membuka usaha, agar dapat

hidup mandiri dan berbaur denggan masyarakat kembali ketika bebas

nanti.. Hal tersebut sama seperti pendapat Ambar T. Sulistiyani (2004:

124
80) bahwa tujuan pemberdayaan perempuan adalah untuk membentuk

individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut

meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apayang

mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi

yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk

memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang

tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi

menggunakan daya kemampuan yang meliputi kemampuan kognitif,

konatif, psikomotorik, afektif, dengan pengerahan sumber daya yang

dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut.

b. Produk yang Dihasilkan Warga Binaan Perempuan Setelah

Mengikuti Pembinaan Keterampilan

Menurut Onny S. Prijono menyatakan bahwa “proses

pemberdayaan perempuan merupakan tindakan usaha perbaikan atau

peningkatan ekonomi, social budaya, politik dan psikologi baik secara

individual maupun kolektif yang berbeda menurut kelompok etnik dan

kelas social (1996 : 200).

Pendapat tersebut sesuai dengan keadaan di lapangan yakni proses

pemberdayaan perempuan yang dilakukan melalui kegiatan pembinaan

keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan

Wirogunan dapat memperbaiki atau meningkatkan ekonomi para warga

binaan perempuan selama berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan, baik

secara individual ataupun secara kolektif. Dengan adanya pembinaan

125
keterampilan untuk warga binaan perempuan, dapat dihasilkan barang atau

produk yang bernilai ekonomis. Sehingga dalam hal ini, tujuan dari

pemberdayaan perempuan dapat tercapai.

6. Faktor Pendukung dan Penghambat Program Pemberdayaan

Perempuan melalui Pembinaan Keterampilan

Adapun faktor yang mendukung pelaksanaan pemberdayaan

perempuan melalui pembinaan keterampilan adalah sebagai berikut :

a) Tersedianya sarana dan prasarana untuk melaksanakan pembinaan

keterampilan. Dahulu sebelum didirikan blok khusus wanita, warga

binaan perempuan melakukan kegiatan pembinaan keterampilan di aula

yang disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan, sehingga kegiatan

mereka juga terbatas. Setelah disediakannya tempat khusus warga binaan

perempuan dalam mengikuti pembinaan keterampilan diharapkan dapat

mengembangkan potensi yang dimiliki dengan sarana prasarana yang

disediakan.

b) Adanya keinginan dari beberapa warga binaan perempuan untuk maju

dan menambah ilmu yang kemudian akan mereka aplikasikan di

masyarakat setelah mereka bebas. Para waarga binaan perempuan yang

belum tau akan bekerja dimana ketika kelak bebas, mereka mempunyai

keinginan untuk lebih memperdalam ilmu dan potensi yang merea miliki

terutama dalam bidang keterampilan,agar ketika merea kembali ke

masyarakat sudah mempunyai bekal untuk hidup mandiri.

126
c) Adanya kepedulian dari para Petugas Lembaga Pemasyarakatan dalam

memfasilitasi warga binaan perempuan. Adanya kepedulian para Petugas

Pemasyarakata terhadap warga binaan perempuan terlihat dari kemauan

mereka untuk bersedia membeli produk atau barang yang dihasilkan

warga binaan perempuan. Selain itu terlihat dari daya dukung para

Petugas Pemasyarakatan dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan.

d) Adanya beberapa warga binaan yang benar-benar minat mengikuti

kegiatan keterampilan, sehingga mereka rutin mengikuti kegiatan

pembinaan keterampilan serta kreatifitas dan ide yang dimilikiwarga

binaan perempuan sehingga produk yang dihasilkan bervariatif dan

menarik.

e) Adanya kepedulian dari lembaga diluar Lapas yang mau bekerjasama dan

memberikan bantuan pengadaan alat untuk kegiatan keterampilan. Hal

tersebut terlihat dari adanya pihak atau lembaga diluar Lembaga

Pemasyarakatan Wirogunan yang ikut mengisi kegiatan pembinaan

keterampilan ataupun pembinaan lainnya. Selain itu, adanya penawaran

untuk bekerjasama dengan pihak Lembaga Pemasyarakatan dengan

melibatkan warga binaan.

Sedangkan fakor penghambat pelaksanaan pemberdayaan

perempuan melalui pembinaan keterampilan adalah sebagai berikut :

a) Masih adanya keterbatasan dalam penyediaan SDM khususnya

Pembina Teknis dalam penyelenggaraan pembinaan keterampilan.

127
b) Tidak adanya jadwal yang ditetapkan untuk kegiatan keterampilan

sehingga jika ada kegiatan lain pada waktu yang bersamaan warga

binaan ijin tidak mengikuti pembinaan keterampilan terlebih dahulu

c) Pembina teknis yang disediakan hanya satu, sehingga pada saat warga

binaan melakukan praktek tidak dapat mengawasi satu persatu. Selain

iu, keterampilan yang dimiliki pembina teknis terbatas

d) Dalam melakukan pemasaran produk yang dihasilkan warga binaan

perempuan masih mempunyai kesulitan yakni baru dipasarkan pada

Petugas dan Pegawai Lapas, pengunjung dan diikutkan di pameran

produk lokal.

128
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan yang

telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan

Warga Binaan Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A

Wirogunan Yogyakarta

a. Kegiatan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan

keterampilan untuk para warga binaan perempuan berupa

kegiatan pembinaan keterampilan menjahit, pembinaan

keterampilan membatik, pembinaan keterampilan merajut,

dan pembinaan keterampilan handycraft.

b. Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan perempuan melalui

pembinaan keterampilan meliputi : perencanaan, pelaksanaan

dan evaluasi. Pada kegiatan perencanaan dilakukan

identifikasi minat, bakat dan potensi yang dimiliki oleh warga

binaan perempuan sebelum ditetukan kegiatan pembinaan

keterampilan. Pada tahap pelaksanaan, warga binaan terlebih

dahulu dibekali materi dasar mengenai pembinaan

keterampilan yang diikuti sebelum melakukan praktek

129
langsung. Kemudian kegiatan evaluasi dilakukan langsung

oleh Pembina Teknis untuk mengetahui seberapa jauh warga

binaan perempuan memahami keterampilan yang diikuti.

2. Hasil Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan sebagai

bentuk Pemberdayaan Perempuan

a. Perubahan yang terjadi pada warga binaan perempuan setelah

mendapat pembinaan keterampilan yaitu adanya peningkatan

wawasan dan keterampilan bagi warga binaan perempuan yang

mengikuti pembinaan keterampilan. Selain itu adanya perubahan

sikap dan perilaku serta motivasi warga binaan perempuan untuk

menjadi pribadi yang lebih baik dan mandiri.

b. Hasil pelaksanaan pembinaan keterampilan yang diberikan untuk

warga binaan perempuan yaitu produk yang dihasilkan warga

binaan perempuan setelah mengikuti pembinaan keterampilan

yang bernilai ekonomi, misalnya sprei, tas rajut, selendang batik

tulis dan handycraft dari manik-manik.

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Program Pemberdayaan

Perempuan melalui Pembinaan Keterampilan

a. Faktor pendukung

1) Faktor internal yakni dari dalam diri warga binaan perempuan

yakni adanya keinginan untuk maju dan menambah ilmu serta

keterampilan yang kemudian akan mereka aplikasikan di

masyrakat setelah mereka bebas nanti serta adanya warga

130
binaan perempuan yang benar-benar minat mengikuti kegiatan

pembinaan keterampilan

2) Faktor eksternal yakni faktor dari dalam Lembaga

Pemasyarakatan yakni tersedianya sarana dan prasarana untuk

melaksanakan pembinaan keterampilan. Adanya kepedulian

dari para Petugas Lembaga Pemasyarakatan dalam

memfasilitasi pembinaan keterampilan untuk warga binaan

perempuan. Selain itu, adanya kepedulian dari lembaga diluar

Lapas yang mau bekerjasama dan memberikan bantuan

pengadaan alat untuk kegiatan keterampilan.

b. Faktor Penghambat

1) Faktor internal yaitu adanya keterbatasan kemampuan

keterampilan yang dimiliki pembina teknis.

2) Faktor eksternal yaitu masih adanya keterbatasan dalam

penyediaan SDM khususnya pembina teknis dalam

penyelenggaraan pembinaan keterampilan. Tidak adanya jadwal

yang ditetapkan untuk kegiatan keterampilan sehingga jika ada

kegiatan lain pada waktu yang bersamaan warga binaan ijin tidak

mengikuti pembinaan keterampilan terlebih dahulu. Pembina

teknis yang disediakan hanya satu, sehingga pada saat warga

binaan melakukan praktek tidak dapat mengawasi satu persatu.

Selain itu dalam melakukan pemasaran produk yang dihasilkan

warga binaan perempuan masih mempunyai kesulitan.

131
B. SARAN

Setelah melaksanakan penelitian terhadap pelaksanaan

pemberdayaan perempuan melalui Pembinaan Keterampilan Warga

Binaan Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan

Yogyakarta, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut :

1. Dalam pelaksanaan pembinaan ketrampilan khususnya untuk

warga binaan perempuan harus dilakukan secara terus-menerus

agar para warga binaan yang ikut pembinaan keterampilan benar-

benar mempunyai motivasi untuk meneruskan keterampilan

tersebut untuk bekal ketika bebas nanti sehingga tidak melakukan

tindak kriminal kembali karena alasan ekonomi.

2. Perlu adanya tambahan sumber daya manusia khususnya untuk

Pembina Teknis, agar keterampilan yang diberikan dapat

bervariasi, sehingga tidak menimbulkan kebosanan terhadap warga

binaan perempuan.

3. Lembaga Pemasyarakatan menjalin kerjasama yang lebih luas lagi

dengan pihak atau lembaga diluar Lembaga Pemasyarakatan,

khususnya untuk bekerjasama dalam bidang pemasaran produk

yang dihasilkan oleh warga binaan perempuan.

132
DAFTAR PUSTAKA

Ambar Teguh Sulistiyani. (2004). Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan.


Yogyakarta : Gava Media.

Anwar. (2007). Manajemen Pemberdayaan Perempuan. Bandung : Alfabeta.

Andi Hanindito. (2011). Berdaya Bersama Perempuan Indonesia. Jakarta:


Kementrian Sosial RI.

Badan Pusat Statistika. (2013). Data Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja,
Pengangguran, TPAK dan TPT, 1986-2013. Diakses dari
http://www.bps.go.id/ pada tanggal 8 Februari 2016 pukul 09.23.

Badan Pusat Statistik. (2014). Statistik Kriminal 2014. Diakses dari www.bps.go.id
pada tanggal 8 Februari 2016 pukul 09.30.

Bainar dkk. (1999). Jagad Wanita dalam Pandangan Para Tokoh Dunia. Jakarta :
PT. Pustak Cidesindo.

Bungin, Burhan. (2001). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Surabaya : PT.


Rajagrafindo Persada.

Departemen Kehakiman Republik Indonesia. (2004). Himpunan Peraturan


Perundang-undangan tentang pemasyarakatan. Jakarta : Direktorat Jendral
Pemasyarakatan.

Edi Suharto. (2009). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat : Kajian


Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial.
Bandung: PT. Refika Aditama.

Elling Susuardi. (2008). Strategi Pemberdayaan Masyarakat sebagai Upaya


Pengentasan Kemiskinan. Buletin Idea.

Jumiati. (1995). Peran Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Dan Bimbingan


Warga Binaan Pemasyarakatan Untuk Mencapai Kesejahteraan Sosial.
Yogyakarta : IKIP.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1999). Pemasyarakatan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2005). Pembinaan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2001). Narapidana.

133
Moleong, Lexy. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya.

Nana Syaodih Sukmadinata. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung :


Remaja Rosdakarya.

Nasution. (2006). Metode Research. Jakarta : Bumi Aksara.

Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka. (1996). Pemberdayaan Konsep, Kebijakan


dan Implementasi. Jakarta : Centre for Strategic and International Stidies
(CSIS).

Pasal 1 Ayat 2, 3, 5, 7, 8 dan 9 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang


Pemasyarakatan

Pasal 2 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

Pasal 6 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999

Rini Rinawati. (2010) Pemberdayaan Perempuan Dalam Tridaya Pembangunan


Melalui Pendekatan Komunikasi Antarpribadi. Diakses
dari http://prosiding.lppm.unisba.ac.id. Pada tanggal 16 Februari 2016, pukul
18.32.

Saugi, W., & Sumarno, S. (2015). PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI


PELATIHAN PENGOLAHAN BAHAN PANGAN LOKAL. Jurnal
Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, 2(2), 226 - 238.
doi:http://dx.doi.org/10.21831/jppm.v2i2.6361

Soelaiman Joesoef. (2004). Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: PT


Bumi Aksara.

Soehartono, Irawan. (2005). Metode Penelitian Sosial. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta.

Sudjana S. (2001). Pendidikan Luar Sekolah : Wawasan, Sejarah Perkembangan,


Falsafah Teori Pendukung Asas. Bandung: Falah Production.

SihombingUmberto. (1999). Pendidikan Luar Sekolah Kini dan Masa Depan.Jakarta:


PD Mahkota.

134
Wikipedia. (2016). Sensus Penduduk Indonesia 2010. Diakses
dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sensus_Penduduk_Indonesia_2010 pada
tanggal 8 Februari 2016 pukul 11.20.

135
LAMPIRAN

136
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PETUGAS LAPAS WIROGUNAN
YOGYAKARTA

Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan Di


Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta

1. Identitas Subjek Penelitian


a. Nama :
b. Tempat, tanggal lahir :
c. Alamat :
d. Jabatan :
2. Pertanyaan Wawancara Penelitian Mengenai Profil Lembaga Pemasyarakatan
Klas II A Wirogunan Yogyakarta
a. Kapan Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta berdiri ?
b. Bagaimana sejarah berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan
Yogyakarta ?
c. Apakah visi dan misi didirikannya Lembaga Pemasyarakatan Klas II A
Wirogunan Yogyakarta ?
d. Bagaimana struktur lembaga yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A
Wirogunan Yogyakarta ?
3. Pertanyaan Wawancara Penelitian Mengenai Pemberdayaan Perempuan
melalui Pembinaan Keterampilan
a. Bagaimana bentuk pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta ?
b. Apa yang melatarbelakangi adanya program pembinaan keterampilan diadakan ?
c. Apa tujuan dari diadakannya program pembinaan keterampilan untuk warga
binaan perempuan ?
d. Bagaimana cara mengidentifikasi kebutuhan warga binaan perempuan untuk
diberikan program pembinaan keterampilan ?
e. Apa saja program pembinaan keterampilan yang diberikan untuk warga binaan
perempuan ?
f. Bagaimana pembagian jadwal pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan
untuk warga binaan perempuan ?

138
g. Siapa saja yang terlibat dalam persiapan, pelaksanaan, dan pemanfaatan hasil
program pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan ?
h. Bagaimana cara mengevaluasi kegiatan pembinaan ketermpilan untuk warga
binaan perempuan ?
i. Apa saja yang menjadi faktor pendukung pelaksanaan kegiatan pembinaan
keterampilan untuk warga binaan perempuan ?
j. Apa saja yang menjadi faktor penghambat pelaksanaan kegiatan pembinaan
keterampilan untuk warga binaan perempuan ?
4. Pertanyaan Wawancara Penelitian Mengenai Warga Binaan Pemasyarakatan
Perempuan ?
a. Berapa jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan perempuan yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta ?
b. Apa saja tindak kriminalitas yang dilakukan oleh warga binaan perempuan
sehingga dikenai hukuman pidana ?
c. Apa saja kegiatan yang dilakukan warga binaan perempuan selama di dalam
Lapas Wirogunan ?
d. Bagaimana cara memotivasi warga binaan perempuan agar antusias mengikuti
setiap kegiatan yang diberikan ?
e. Bagaimana cara memberikan bekal agar warga binaan perempuan tidak akan
melakukan tindak kriminalitas kembali ?
5. Pertanyaan Wawancara Penelitian Mengenai Sarana dan Prasarana Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Wirogunan
a. Dimana tempat untuk melaksanakan kegiatan pembinaan keterampilan untuk
warga binaan perempuan ?
b. Bagaimana kondisi tempat pelaksanaan pembinaan keterampilan ?
c. Apa saja sarana dan prasarana yang digunakan untuk pelaksanaan pembinaan
keterampilan ?
d. Dari manakah sumber dana yang digunakan untuk pelaksanaan program
pembinaan keterampilan ?
e. Bagaimana cara sumber dana tersebut dikelola ?

139
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PEMBINA TEKNIS/ INSTRUKTUR

Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan Di


Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta

1. Identitas Subjek Penelitian


a. Nama :
b. Tempat, tanggal lahir :
c. Alamat :
d. Jabatan :
e. Pendidikan Terakhir :
2. Pertanyaan Wawancara Penelitian Mengenai Pelaksanaan Pembinaan
Keterampilan Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan Perempuan
a. Apa kontribusi adanya pembinaan keterampilan dalam pemberdayaan
perempuanbagi warga binaan perempuan?
b. Bagaimana cara mengidentifikasi kebutuhan warga binaan perempuan untuk
menentukan kegiatan pembinaan keterampilan yang akan diberikan ?
c. Bagaimana persiapan program kegiatan pembinaan keterampilan yang akan
dilaksanakan ?
d. Bagaimana proses pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan bagi warga
binaan perempuan ?
e. Bagaimana cara memotivasi warga binaan perempuan agar mengikuti kegiatan
pembinaan keterampilan dari awal hingga akhir ?
f. Apa saja materi yang diberikan dalam kegiatan pembinaan keterampilan bagi
warga binaan perempuan ?
g. Apa metode yang digunakan dalam kegiatan pembinaan keterampilan bagi warga
binaan perempuan ?
h. Media apa saja yang digunakan dalam kegiatan pembinaan keterampilan bagi
warga binaan perempuan ?
i. Bahan ajar apa yang digunakan dalam kegiatan pembinaan keterampilan bagi
warga binaan perempuan ?
j. Apa saja sarana dan prasarana yang mendukung dilaksanakannya pembinaan
keterampilan bagi warga binaan perempuan ?

140
k. Apa peran pembina teknis dalam mengoptimalkan kegiatan pembinaan
keterampilan bagi warga binaan perempuan ?
l. Apa peran pembimbing dalam mendampingi kegiatan pembinaan keterampilan
bagi warga binaan perempuan ?
m. Apakah dalam kegiatan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan
diberikan materi untuk membentuk suatu usaha ?
n. Bagaimana cara menilai atau mengevaluasi hasil pembinaan keterampilan bagi
warga binaan perempuan ?
3. Pertanyaan Wawancara Penelitian Mengenai Sikap Warga Binaan Saat
Mengikuti Pembinaan Keterampilan
a. Bagaimana partisipasi kehadiran warga binaan perempuan saat diadakan kegiatan
pembinaan keterampilan ?
b. Bagaimana sikap warga binaan perempuan saat mengikuti kegiatan pembinaan
keterampilan ?
c. Bagaimana interaksi warga binaan perempuan dengan warga binaan perempuan
lain selama kegiatan pembinaan keterampilan berlangsung ?
d. Bagaimana interaksi warga binaan perempuan dengan pembina teknis selama
kegiatan pembinaan keerampilan berlangsung ?
e. Bagaimana interaksi warga binaan perempuan dengan petugas lembaga
pemasyarakatan ?
4. Pertanyaan Wawancara Penelitian Mengenai Hasil Kegiatan Pembinaan
Keterampilan Bagi Warga Binaan Perempuan
a. Bagaimana cara mengetahui keberhasilan dari pembinaan keterampilan bagi
warga binaan perempuan ?
b. Apa saja barang atau produk yang dihasilkan warga binaan perempuan setelah
mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan ?
c. Bagaimana cara mengelola atau memasarkan barang atau produk yang dihasilkan
warga binaan perempuan ?
d. Bagaimana kondisi warga binaan perempuan setelah dilakukan pembinaan
keterampilan ?
5. Pertanyaan Wawancara Penelitian Mengenai Faktor Pendukung dan
Penghambat Kegiatan Pembinaan Keterampilan Bagi Warga Binaan
Perempuan

141
a. Apa yang menjadi faktor pendukung dilaksanakannya pembinaan keterampilan
dalam pemberdayaan warga binaan perempuan ?
b. Apa yang menjadi faktor penghambat dilaksanakannya pembinaan keterampilan
dalam pemberdayaan warga binaan perempuan ?

142
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK WARGA BINAAN PEREMPUAN

Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan Di


Lembaga Pemasyarakatan Klas Ii A Wirogunan Yogyakarta

1. Identitas Subjek Penelitian


a. Nama :
b. Tempat, tanggal lahir :
c. Alamat :
d. Masa Tahanan :
2. Pertanyaan Wawancara Penelitian Mengenai Pemberdayaan Perempuan
Melalui Pembinaan Keterampilan ?
a. Bagimana peran pembinaan keterampilan dalam kegiatan pemberdayaan
perempuan ?
b. Apa kegiatan pembinaan keterampilan yang paling diminati oleh warga binaan
perempuan ?
c. Bagaimana sarana dan prasarana yang disediakan dalam kegiatan pembinaan
keterampilan ?
d. Bagaimana pembina teknis atau instrktur dalam menyampaikan materi kegiatan
pembinaan keterampilan ?
e. Bagaimana petugas lembaga pemasyarakatan dalam mendampingi kegiatan
pembinaan keterampilan ?
f. Apa yang menjadi faktor pendukung warga binaan perempuan dalam mengikuti
kegiatan pembinaan keterampilan ?
g. Apa yang menjadi faktor penghambat warga binaan perempuan dalam mengikuti
kegiatan pembinaan keterampilan ?
h. Bagaimana media yang digunakan selama kegiatan pembinaan keterampilan
berlangsung ?
i. Materi apa saja yang diperoleh warga binaan perempuan setelah mengikuti
pembinaan keterampilan ?
j. Apa saja manfaat yang diperoleh warga binaan perempuan setelah mengikuti
kegiatan pembinaan keterampilan ?
k. Apa saja barang atau produk yang telah dihasilkan warga binaan perempuan
selama mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan ?

143
l. Apa masukan yang ingin disampiakan warga binaan perempuan untuk
mengembangkan kegiatan pembinaan keterampilan ?
m. Bagaimana kesan warga binaan perempuan setelah mengikuti kegiatan pembinaan
keterampilan ?
n. Adakah perubahan yang terjadi dalam diri warga binaan perempuan setelah
mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan ?
o. Apakah dengan mengikuti kegiatan pembinaan keterampilan akan bermanfaat
bagi warga binaan perempuan saat kembali berinteraksi dengan masyarakat lagi ?
p. Adakah rencana akan mengaplikasikan hasil dari kegiatan pembinaan
keterampilan selama di Lapas Wirogunan ketika bebas nanti ?

144
PEDOMAN DOKUMENTASI

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMBINAAN KETERAMPILAN


WARGA BINAAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A
WIROGUNAN YOGYAKARTA

A. Arsip Tertulis
a. Profil Berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
b. Visi dan Misi
c. Struktur Organisasi
d. Program Kegiatan
e. Data Pegawai
f. Data Warga Binaan Pemasyarakatan

B. Foto
a. Foto keadaan lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan
Yogyakarta
b. Foto pegawai Lembaga Pemasyarakatan saat membina Warga Binaan
Pemasyarakatan
c. Foto warga binaan pemasyarakatan perempuan
d. Foto kegiatan warga binaan pemasyarakatan perempuan saat mengikuti
pembinaan keterampilan
e. Foto sarana dan prasarana kegiatan pembinaan keterampilan

145
CATATAN LAPANGAN 1

Tanggal : Rabu, 13 April 2016


Waktu : 13.00-14.00 WIB
Tempat : Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan :Permohonan Ijin
Deskripsi
Peneliti dating ke Lembaga PemasyarakatanKlas II A Wirogunan Yogyakarta
untuk menyerahkan surat ijin penelitian yang telah disetujui oleh Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Yogyakarta. Peneliti disuruh bertemu dengan ibu
”CA” untuk menyerahkan surat ijin penelitian. Berhubung ibu “CA” pada saat itu
sedang tidak di tempat, maka surat ijin penelitian diserahkan ke bapak “AB” untuk
dimintakan disposisi dengan Kalapas Wirogunan Yogyakarta. Kemudian bapak “AB”
menyuruh peneliti menunggu informasi dari Lapas apabila surat ijin penelitian sudah
diberikan disposisi. Setelah itu, peneliti mohon ijin pulang dan tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada bapak “AB”.

147
CATATAN LAPANGAN 2

Tanggal : Senin, 18 April 2016


Waktu : 09.00-13.00 WIB
Tempat : Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan :Permohonan Ijin dan mengamati proses pembinaan keterampilan
Deskripsi

Peneliti mendatangi Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan


Yogyakarta untuk mengambil surat ijin penelitian dengan menemui bapak “AB”.
Setelah bertemu dengan bapak “AB”, beliau mengarahkan untuk bertemu dengan ibu
“KD” yang akan membimbing selama penelitian. Kemudian peneliti menemui ibu
“KD” dan menjelaskan tujuan penelitian yang akan dilaksanakan. Peneliti melakukan
wawancara dengan Ibu “KD” tentang pemberdayaan perempuan melalui pembinaan
keterampilan yang dilakukan untuk warga binaan perempuan. Setelah wawancara
dirasa cukup, ibu “KD” mengajak peneliti ke blok wanita untuk melihat langsung
pelaksanaan pembinaan keterampilan yang ada pada hari itu. Akan tetapi pada saat itu
ibu “KD” sedang ada tamu, makadi gantikan oleh ibu “ET”. Keterampilan yang
dilaksanakan pada hari itu adalah pembinaan keterampilan menjahit dan membatik
(batik tulis).Peneliti bertemu dengan ibu “AS” yang merupakan Pembina teknis atau
instruktur pembinaan keterampilan yang berasal dari Lembaga Pemasyarakatan Klas
II AWirogunan Yogyakarta.
Peneliti mengamati proses pembinaan keterampilan menjahit dan membatik
yang dilakukan oleh warga binaan perempuan. Pembinaan keterampilan menjahit
pada saat itu diikuti oleh 3 orang warga binaan perempuan, sedangkan pembinaan
keterampilan membatik diikuti oleh 3 orang juga. Terlihat bahwa warga binaan yang
mengikuti pembinaan keterampilan sangt antusias dan terlihat sudah cukup mahir
dalam hal menjahit maupun membatik. Selain mengamati proses pembinaan

148
keterampilan, peneliti juga menggali informasi dari warga binaan perempuan
mengenai kegiatan pembinaan keterampilan menjahit dan membatik.
Setelah mengamati pembinaan keterampilan, peneliti melakukan wawancara
dengan ibu “AS” selaku Pembina teknis/ instruktur pembinaan keterampilan untuk
menggali informasi tentang proses pembinaan keterampilan yang diberikan untuk
warga binaan perempuan. Beliau mengatakan bahwa pelaksanaan pembinaan
keterampilan khususnya keterampilan menjahit dan membatik sudah berjalan cukup
efektif. Hanya saja memang peminatnya tidak terlalu banyak dikarenakan warga
binaan perempuan lebih berminat di kegiatan pembinaan lain seperti pembinaan
kerokhanian maupun pembinaan jasmani. Setelah mendapatkan informasi yang
cukup, peneliti mohon pamit serta mengucapkan terimakasih kepada Petugas
Pemasyarakatan dan Warga Binaan Pemasyarakatan Perempuan

149
CATATAN LAPANGAN 3

Tanggal : Senin, Mei 2016


Waktu : 08.00-11.00 WIB
Tempat : Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan : Konsultasi Proposal Penelitian
Deskripsi
Peneliti datang ke Lembaga PemasyarakatanKlas II A Wirogunan Yogyakarta
menemui Ibu “KD” selaku pembimbing lapangan untuk menggali informasi tentang
pelaksanaan pembinaan bagi warga binaan perempuan serta mengkonsultasikan
proposal penelitian. Ibu ”KD” memberikan informasi dan gambaran mengenai
pelaksanaan pembinaan yang diberikan kepada warga binaan perempuan. Ibu “KD”
juga menjelaskan ada beberapa pembinaan yang diberikan untuk warga binaan
perempuan yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Setelah
peneliti mendapatkan informasi mengenai pembinaan yang dilakukan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta, peneliti mohon pamit dan tidak
lupa mengucapkan terimakasih.

150
CATATAN LAPANGAN 4

Tanggal : Selasa, 17 Mei 2016


Waktu :09.00-13.00 WIB
Tempat : Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan :Mencari informasi mengenai LembagaPemasyarakatanKlas II A
Wirogunan Yogyakarta
Deskripsi
Peneliti datang kembali ke Lembaga PemasyarakatanKlas II A Wirogunan
Yogyakarta untuk bertemu dengan ibu “KD” di ruang kerjanya untuk mendapatkan
informasi mengenai Lembaga PemasyarakatanWirogunan dan pembinaan
keterampilan yang dilakukan. Ibu “KD” memberikan penjelasan yang jelas mengenai
pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Hasil dari pertemuan tersebut adalah peneliti
mendapatkan informasi mengenai profil dan sejarah Lembaga Pemasyarakatan Klas
II A Wirogunan Yogyakarta. Selainitu, peneliti juga mendapat informasi mengenai
proses pembinaan dan program pembinaan yang dilakukan di Lembaga
Pemasyarakatan Wirogunan. Semua kegiatan pembinaan terlebih dahulu dilakukan
perencanaan sebelum ditentukan program pembinaan. Program pembinaan yang
dilakukan di Lapas Wirogunan yaitu dibedakan menjadi 2 jenis pembinaan yakni
pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Dalam pembinaan kepribadian
meliputi kegiatan kesehatan jasmani, kerohanian dan intelektual. Sedangkan dalam
pembinaan kemandirian ada pembinaan keterampilan dan pembinaan minat dan
bakat. Kegiatan pembinaan keterampilan meliputi pembinaan keterampilan menjahit,
merajut, membatik dan handycraft. Dalam pembinaan minat dan bakat meliputi
kegiatan seni tari, membuat puisi, dan olah vokal. Setelah informasi dirasa cukup,
peneliti kemudian meminta ijin untuk pamit dan tidak lupa mengucapkan terima
kasih.

151
CATATAN LAPANGAN 5

Tanggal : Senin, 23 Mei 2016


Waktu : 09.00-13.00 WIB
Tempat : Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan :Mencari informasi mengenai pembinaan keterampilan untuk warga
binaan perempuan
Deskripsi

Peneliti datang kembali ke Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan


bertemu dengan ibu “KS” untuk mendapatkan informasi lebih rinci mengenai
pelaksanaan program pembinaan keterampilan yang dilakukan untuk warga binaan
perempuan. Informasi yang didapatkan yakni sebelum program pembinaan
keterampilan ditentukan, terlebih dahulu dilakukan tahap perecanaan yang dilakukan
oleh Petugas Lembaga Pemasyarakatan yang kemudian dimintakan persetujuan
kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan. Dalam tahap perencanaan dilakukan
identifikasi minat, bakat serta potensi yang dimiliki oleh warga binaan setelah itu
baru bisa ditentukan program pembinaan keterampilan yang dapat menyalurkan dan
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh warga binaan pemasyarakatan. Dalam
tahap pelaksanaan pembinaan keterampilan, kegiatan dilakukan oleh Pembina teknis/
Instriktur. Sedangkan pada akhir kegiatan dilakukan evaluasi untuk mengetahui
seberapa jauh kemampuan para warga binaan dalam mengikuti kegiatan pembinaan
keterampilan. Hasil dari kegiatan pembinaan keterampilan adalah produk atau barang
yang dihasilkan warga binaan pemasyarakatan yang dapat dijual. Pemasaran produk
dilakukan dengan menawarkan barang ke para Petugas dan Pegawai Lapas selain itu
juga diikutkan di kegiatan pameran produk lokal. Setelah informasi dirasa cukup,
peneliti memohon pamit kemudian tidak lupa mengucapkan terima kasih.

152
CATATAN LAPANGAN 6

Tanggal : Selasa, 24 Mei 2016


Waktu : 09.00-13.00 WIB
Tempat : Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan :Mencari informasi mengenai pembinaan keterampilan untuk warga
binaan perempuan
Deskripsi
Peneliti datang kembali ke Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan
untuk menemui ibu “AS” selaku pembina teknis atau instruktur pembinaan
keterampilan. Tujuan peneliti menemui beliau adalah untuk memperoleh informasi
mengenai pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan
perempuan. Ibu “AS” adalah satu- satunya pembina teknis yang diamanatkan untuk
menjadi instruktur pembinaan keterampilan warga binaan perempuan. Pembinaan
keterampilan yang dilakukan yakni pembinaan keterampilan menjahit, membatik,
merajut serta handycraft. Pada saat peneliti melakukan observasi, ibu “AS” sedang
mendampingi kegiatan pembinaan keterampilan membatik. Dalam melakukan
kegiatan pendampingan, beliau melakukan secara bergantian sekaligus mengamati
kegiatan praktek para warga binaan perempuan. Dalam melakukan evaluasi, beliau
melakukan secara langsung, jadi jika ada warga binaan perempuan yang melakukan
kesalaha dalam praktek langsung dievaluasi oleh beliau secara langsung. Beliau juga
menyampaikan bahwa di Lapas Wirogunan memang mempunyai keterbatasan dalam
menyediakan sumber daya manusia, khususnya pembina teknis. Setelah mendapatkan
informasi yang cukup, peneliti memohon pamit dan tidak lupa mengucapkan terima
kasih.

153
CATATAN LAPANGAN 7

Tanggal : Senin, 13 Juni 2016


Waktu : 09.00-13.00 WIB
Tempat : Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan :Mengamati proses pembinaan keterampilan menjahit dan melakukan
wawancara dengan warga binaan perempuan
Deskripsi
Peneliti datang ke Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan
Yogyakarta untuk mengamati proses pembinaan keterampilan menjahit. Pembinaan
keterampilan menjahit yang dilakukan untuk warga binaan perempuan berjalan
dengan lancar dan diikuti oleh 3 orang warga binaan. Warga binaan perempuan yang
mengikuti pembinaan keterampilan menjahit sudah cukup mahir, hal tersebut terlihat
saat mereka menjahit dengan membuat sprei. Para warga binaan perempuan terlihat
antusias dalam mengikuti pembinaan keterampilan menjahit, apabila ada sesuatu
yang tidak mengerti mereka bertanya kepada pembina teknis. Setelah mengamati
pembinaan keterampilan menjahit, peneliti melakukan wawancara dengan BN selaku
warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan menjahit.
Informasi yang didapat yakni, BN mempunyai minat dalam menjahit karena dapat
mengembangkan kreatifitas yang ia miliki serta mempunyai keinginan untuk
menerapkan keterampilan menjahit saat bebas nanti. Setelah dirasa cukup, peneliti
mengucapkan terima kasih serta memberikan sedikit tanda kasih. Setelah itu, peneliti
melakukan wawancara dengan ibu “AS” dan menggali informasi mengenai
pembinaan keterampilan menjahit yang dilakukan. Ibu “AS” mengatakan bahwa
pembinaan keterampilan menjahit sudah berjalan lancar dan efektif, akan tetapi
peminatnya memang sedikit karena setiap warga binaan perempuan mempunyai
minat dan bakat serta potnsi yang berbeda-beda. Setelah informasi yang didapat
cukup, peneliti meminta pamit dan tidak lupa mengucapkan terima kasih.

154
CATATAN LAPANGAN 8
Tanggal : Senin, 20 Juni 2016
Waktu : 09.00-13.00 WIB
Tempat : Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan :Mengamati proses pembinaan keterampilan membatik dan melakukan
wawancara dengan warga binaan perempuan
Deskripsi
Peneliti datang ke Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan untuk
mengamati proses pembinaan keterampilan membatik dengan menemui ibu “AS”
selaku pembina teknis. Pembinaan keterampilan membatik yang dilakukan untuk
warga binaan perempuan yakni batik tulis. Pembinaan keterampilan batik tulis ini
dipilih karena berawal dari kegiatan mahasiswa yang mengisi kegiatan pelatihan
membuat batik tulis, kemudian para warga binaan perempuan ingin melanjutkan
kegiatan tersebut dan difasilitasi oleh Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan.
Walaupun proses membatik dianggap rumit dan lama, akan tetapi warga binaan
perempuan di Lapas Wirogunan mempunyai minat dalam membuat batik tulis.
Pembinan keterampilan membatik ini diikuti oleh 3 orang warga binaan perempuan,
kegiatan ini dilakukan di Blok Wanita tetapi dalam proses melorot batik dilakukan di
Ruang Bimker warga binaan laki-laki dikarenakan fasilitas di Blok Wanita belum
mamadai.
Setelah itu, peneliti melakukan wawancara dengan salah satu warga binaan
perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan membatik yakni SL. Beliau
mempunyai minat dalam mengikuti pembinaan keterampilan batik tulis karena ia
senang dengan batik walaupun butuh waktu yang cukup lama dan harus tlaten. Beliau
juga mempunyai keinginan untuk melanjutkan keterampilan membatik saat bebas
nanti untuk memperkenalkan cara membuat batik tulis untuk warga, khususnya anak
muda disekitar lingkungannya nanti. Setelah informasi yang didapat cukup, peneliti
memohon pamit dan mengucapkan terima kasih serta memberikan sedikit tanda
kasih.

155
CATATAN LAPANGAN 9

Tanggal : Senin, 27 Juni 2016


Waktu : 09.00-13.00 WIB
Tempat : Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta
Kegiatan :Mengamati proses pembinaan keterampilan merajut dan handycraft
dan melakukan wawancara dengan warga binaan perempuan
Deskripsi
Peneliti datang ke Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan
Yogyakarta untuk mengamati pelaksanaan pembinaan keterampilan merajut dan
handycraftdengan menemui ibu AS selaku pembina teknis pembinaan keterampilan.
pembinaan keterampilan merajut sudah dilakukan cukup lama dan hampir semua
warga binaan perempuan mengikuti pembinaan ini, produk yang dibuat berupa tas
dan dompet rajut. Sedangkan pembinaan keterampilan handycraft produk yang dibuat
yakni manik-manik dan bunga hias dari akrilik. Kedua pembinaan keterampilan
tersebut cukup diminati oleh para warga binaan perempuan dikarenakan mudah untuk
dipahami dan dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja untuk mengisi waktu
luang. Peneliti juga melakukan wawancara kepada SM selaku warga binaan
perempuan yang mengikuti pembinaan keterampilan merajut. Beliau mengikuti
pembinaan keterampilan merajut dikarenakan dapat disambi dimana saja serta
mempunyai nilai jual yang lumayan. Barang yang biasanya dibuat yaitu tas rajut.
Beliau juga mempunyai keinginan untuk melanjutkan keterampilan merajut ketika
bebas nanti untuk dijadikan mata pencaharian. Setelah informasi yang didapat dirasa
cukup, peneliti memohon pamit dan mengucapkan terima kasih serta memberikan
sedikit tanda kasih.

156
REDUKSI DATA, DISPLAY, KESIMPULAN

1. Pelaksanaan program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan

keterampilan warga binaan

a. Apa yang melatarbelakangi para warga binaan perempuan menjadi narapidana di

Lapas Wirogunan ?

KD : disini kasusnya macam-macam mbak ada yang masuk karena penipuan,

penggelapan uang, nakoba ada juga yang pembunuhan. Kebanyakan

mereka masuk Lapas dikarenakan faktor ekoomi, mau keja tetapi

kemampuan mereka terbatas padahal kebutuhan terus meningkat, tanpa

berfikir panjang mereka terpaksa melakukan tindakan kriminal seperti

yang saya sebutkan tadi. Selain itu juga mereka kurang paham tentang

hukum.

AM : Banyak alasan mereka itu masuk sini. Ada yang nipu biar bisa dapet

uang, ada yang judi, narkoba tapi kebanyakan jadi pengedar kalo sini. Ya

intinya banyak, tapi memang disini kasusnya mayoritas penipuan sama

narkoba itu kalau kasus yang warga binaan perempuan. Ya alasan mereka

melakukan itu ada yang karena kepepet nggak punya uang akhirnya nipu,

menggelapkan uang dan tindakan criminal lainnya, karna ya memang apa-

apa mahal sedangkan kebutuhan hidup mereka juga meningkat dan pada

akhirnya mereka melakukan tindakan yang melanggar hokum seperti itu.

Kesimpulan : Para perempuan yang menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan

mayoritas disebabkan karena faktor ekonomi keluarga sehingga mereka

melakukan tindakan seperti penipuan, penggelapan, pencurian, dan

pengedar narkoba untuk mencukupi kebutuhan hidup dan tidak

memikirkan akibat dari melakukan tindakan pelanggaran hukum tersebut

158
dikarenakan masih sedikitnya pemahaman mereka tentang hukum yang

berlaku.

b. Bagaimana kontribusi pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga

Pemasyarakatan Wirogunan terhadap warga binaan perempuan dalam

pemberdayaan perempuan ?

KD : Pastinya sangat berkontribusi sekali,apa lagi untuk mereka yang masuk

disini karena faktor ekonomi, jadi sedikit banyak membekali mereka

keterampilan yang nantinya bermanfaat ketika mereka keluarr dari sini

agar tidak melakukan tindakan melanggar hukum karena alasan ekonomi

itu tadi. Pada dasarnya pembinaan yang dilakukan disini kan untuk

membangun diri mereka kembali, dari segi mentalnya dibina, agamanya

dibina, pendidikannya dibina, keteampilan pun juga diberikan, harapannya

agar mereka tidak mengulangi kesalahan itu tadi.

KS : Ya sangat berkontribusi sekali mbak, apalagi melalui kegiatan

keterampilan seperti ini, mereka dapat mengembangkan keterampilan

yang mereka miliki, nanti hasilnya dijual kan bisa untuk nambah

pendapatanselama disini. Apalagi untuk mereka yang latar belakang

masuk sini karena masalah ekonomi, nanti kalau sudah bebas kan bisa

dipraktekkan dirumah biar nggak melakukan kesalahan lagi.

Kesimpulan : Pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga

Pemasyarakatan Wirogunan sangat berkontribusi dalam pemberdayaan

perempuan karena selain mental, kerokhanian dan pendidikan mereka

dibina, mereka juga diberikan keterampilan agar dapat mengembangkan

minat, bakat dan potensi yang dimliki sehingga ketika mereka bebas nanti

159
dapat menjadi bekal untuk berbaur kembali dengan masyarakat dan tidak

melakukan kesalahan lagi karena alasan ekonomi.

c. Apa saja program pembinaan keterampilan yang diberikan untuk warga binaan

perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan ?

KD : Untuk pembinaan disini dibagi menjadi 2, ada pembinaan kepibadian

dan pembinaan kemandirian. Kalau pembinaan kepribadian itu melputi

pembinaan jasmani melalui kegiatan keolahragaan, ada pembinaan

kerokhanian ada juga pembinaan intelektual. Kalau pembinaan

kemandirian ada pembinaan bakat dan keterampilan. Pembinaan

keterampilan khusus untk warga binaan perempuan yang saat ini masih

berjalan itu ada keterampilan menjahit, terus mbatik, merajut ada juga

handycraftitu daari manik-manik dibuat menjadi tas atau dompet atau

bunga hias seperti ini.

KS : Iya disini pembinaan ada 2 macem mbak, ada pembinaan kepribadian itu

kegiatannya ada kegiatan olahraga, ada juga kegiatan kerokhanian

menurut agama yang mereka anut, ada juga pembinaan kesehatan. Kalau

untuk pembinaan kemandirian itu ada pembinaan menurut bakat dan

pembinaan keterampilan. Kalau pembinaan bakat saat ini ada kegiatan

menyanyi, ada menulis puisi, ada juga menari. Untuk pembinaan

keterampilannya ada mbatik tapi khusus batik tulis seperti ini, ada

menjahit, rajut dan handycraft.

Kesimpulan : Program pembinaan keterampilan yang diberikan khusus untuk

warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan saat ini

ada pembinaan keterampilan menjahit, batik tulis, merajut dan

handycraftyakni membuat tas, dompet atau bunga hias dari manik-manik

160
.

d. Bagaimana perencanaan pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga

Pemasyarakatan Wirogunan ?

KD : Untuk perencanaannya kami lakukan identifikasi terlebih dahulu. Jadi

warga binaan yang baru masuk langsung diberikan wali. Nah wali tadi

bertanggungjawab atas warga binaannya itu tadi, jadi wali harus

mengetahui bakat, potensi dan minat yang warga binaan miliki. Nah

setelah tau apa bakat dan minatnya tadi, kita salurkan melalui pembinaan

yang ada, dengan syarat warga binaan tadi sudah berstatus sebagai

narapidana. Kalau sudah tau apa bakat minatnya, setelah itu ditentukan

apa kegiatan yang sesuai dengan potensi yang dimilki

KS : Ya kalau untuk perencanaannya harus kita sesuaikan dengan bakat dan

minat warga binaannya mbak, kita lakukan identifikasi dulu apa bakatnya,

apa minatnya, baru setelah itu didiskusikan sama Petugas Lembaga

Pemasyarakatan lalu Bapak Kalapas juga, untuk menentukan keterampilan

apa yang akan diberikan. Kadang ada juga kegiatan pelatihan

keterampilan dari luar mbak, dari mahasiswa yang praktek, apa lembaga-

lembaga yang ingin bekerjasama dengan Lapas. Kayak batik ini, dulu

awalnya dari mahasiswaAtmajaya yang praktek disini, kebetulan saya

juga lagi belajar batik tulis juga, yang minat juga ada, makanya saya

lanjutkanmbak batik tulisnya.

Kesimpulan : perencanaan pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga

Pemasyarakatan Wirogunan adalah pertama-tama dilakukan perwalian

untuk setiap warga binaan, tujuannya adalah untuk mengetahui bakat,

minat dan potensi yang dimiliki oleh para warga binaan. Setelah

161
mengetahui hasilnya, lalu didiskusikan oleh Petugas Lembaga

Pemasyarakatan dan Kepala Lembaga Pemasyarakatan untuk kemudian

ditentukan pembinaan keterampilan apa yang sesuai untuk warga binaan.

Selain itu, pembinaan keterampilan kadang diisi kegiatan keterampilan

dari luar misalnya dari mahasiswa yang sedang melakukan praktek dan

lembaga-lembaga yang ingin bekerjasama dengan Lembaga

Pemasyarakatan Wirogunan.

e. Bagaimana materi yang diberikan dalam pembinaan keterampilan yang

dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan ?

AS : Ya kalau saya pribadi menyampaikan materi ya santai mbak yang

penting bisa dipahami sama warga binaan, disesuaikan juga dengan

kegiatan keterampilannya. Kalau menjahit ya diberikan materi dasar dulu

awalnya, nanti langsung praktek. Kalau batik kan dulu materinya dari

pembina yang disedikan mahasiswa Atmajaya, kalau sekarang praktek

terus, cuma disediakan buku kalau mau mempelajari tentang batik lebih

dalam lagi.

BN : Kalau materi yang diberikan ya jelas mbak, gampang dimengerti. Saya

kan ikut menjahit, jadi dulu dikasih materi tentang membuat pola dasar

dulu, caranya ngukur gimana, alat-alatnya apa aja, gimana cara njaitnya,

ya sampai sekarang jadi bisa ini mbak, pokoknya banyak mbak, lengkap.

SL : Materi ya mbak, ya jelas mbak cara menyampaikan pada kita juga enak,

enggak sepaneng, ya gampang aja mbak ngikutinnya. Dulu dijelasin

tentang cara membatik dulu, terus langsung praktek nggambar motif batik,

terus di gambar pake malam kayak gini mbak, habis ini kan dikasih

warna, terus dilorot, terus udah jadi batiknya.

162
Kesimpulan : materi yang disampaikan oleh pembina teknis disesuaikan dengan

keterampilan yang diajarkan kepada warga binaan perempuan. Dimulai

dari diberikan materi dasar hingga mempraktekkan langsung keterampilan

yang diajarkan. Warga binaan perempuan juga disediakan buku jika ingin

memperdalam pengetahuan sesuai dengan keterampilan yang mereka

minati. Penyampaian materi yang dilakukan santai dan mudah dipahami

oleh warga binaan perempuan.

f. Bagaimana metode yang dipakai dalam pembinaan keterampilan yang dilakukan

di Lapas Wirogunan ?

AS : Metode yang saya pakai selama pembelajaran ya macem-macem mbak,

kadang ceramah, kadang saya beri motivasi, tetapi kebanyakan memang

praktek langsung kayak gini. Biasanya saya kalau materi cuma 15% aja,

nanti selebihnya praktek soalnya kalau keterampilan kan memang banyak

prakteknya dari pada materi, nanti sambil jalan saya sisipkan motivas-

motivasi untuk mereka, biar mereka tetep semangat ikut kegiatan seperti

ini. Kalau metode pembinaan untuk warga binaan tahanan gini kan beda

mbak, harus lebih ke personal pendekatnnya biar kalo ada apa-apa kita

bisa selesaikan bersama-sama.

SL : Kalau metodenya ya kebanyakan kita praktek e mbak, paling materi itu

cuma pas awal aja, kalau udah pada ngerti ya pada langsung praktek

sendiri-sendiri kayak gini. Ya kadang diberikan motivasi juga pas praktek,

maklum to mbak kadang-kadang jenuh apalagi mbatik kayak gini, harus

tlaten dan memang lama kan prosesnya. Kalau nanti ada kesulitan ya

tanya sama pembina teknisnya kalau enggak ya tanya temen yang udah

bisa.

163
Kesimpulan : Pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga

Pemasyarakatan Wirogunan menggunakan beberapa metode yakni

ceramah, praktek dan pemberian motivasi serta pendekatan secara

personal dan kelompok. Karena pembinaan yang diajarkan bersifat

keterampilan, maka lebih banyak dilakukan praktek secara

langsung, tetapi diawal kegiatan tetap diberikan materi dasar dengan

metode ceramah dan pada saat kegiatan praktek berlangsung juga

diberikan materi motivasi, hal tersebut dilakukan agar warga binaan

perempuan tetap mempunyai semangat mengikuti kegiatan

keterampilan.

g. Bagaimana penyediaan sarana dan prasarana yang dipakai dalam pembinaan

keterampilan yang dilakukan di Lapas Wirogunan ?

AS :Untuk sarana dan prasarananya ya kita sesuaikan dengan

keterampilannya mbak. Kalo untuk menjahit ya kita sediakan alat

jahitituada 3 dapatdaripihakRomo Kisser dariPusatKatholik Yogyakarta,

adajuga yang dari GKR Hemas. Untuk rajut juga begitu, kita sediakan

bahan dan alatnya. Untuk mbatik ini juga kita sediakan, ya sebisa mungin

kita sediakan mbak, kalau nggak ada kegiatan kayak gini juga mereka

mau ngapain, jadi ya pinter-pinterya kita aja ngolah dananya gimana biar

semua bisa terfasilitasi.

BN : Ya lengkap kok mbak sarananya, sudah disediakan alat jahitnya, bahan

juga disediakan sini. Tapi ya tetep terbatas mbak, kadang kalo saya punya

ide pengen buat apa gitu kadang pake uang saya pribadi, tak suruh belikan

bahan sama petugasnya, kayak gitu mbak. Kayak kreasi sendal kayak gini

164
mbak, ini bahannya yang beli pake uang saya pribadi, nanti kita jual ke

petugas sini, uangnya kan lumayan bisa buat beli bahan lagi nanti mbak.

SL : Kalo sarananya ya sudah cukup mbak disini, ya namanya juga untuk

orang banyak mbak dan dananya juga harus dibagi-bagi sama kegiatan

lainnya. Kalo untuk batiknya ya memang sudah cukup mbak saat ini,

hanya untuk pewarnaannya saja yang belum bagus, belum kayak batik-

batik yang dijual diluar, soalnya memang terbatas mbak dananya, jadi

pewarnanya kita beli yang sesuai dana saja, itu juga ngggak dilakukan di

blok wanita mbak, tapi di bimker laki-laki sana soalnya disini nggak ada

tempat buat pewarnaan batiknya..

SM : Kebetulan saya dulu kan ikut ngrajut mbak, jadi ya disini aja

ngerjainnya, pake sarana yang ada disini, menurut saya udah cukup sih

mbak sarananya, he em. Abis rajutan kita selese nanti gantian yang ikut

njait yang nyelesain, misal pasang ritslitig gitu, itu yang masang ya yang

ikut njait itu, jadi kita kerjasama disini. cuma karna sekarang lagi nggak

ada orderan dan barangnya dari hasil rajut itu masih banyak, jadinya saya

pindah ke batik mbak sementara.

Kesimpulan : Penyediaan sarana dan prasarana yang dipakai dalam pembinaan

keterampilan yang dilakukan di Lapas Wirogunan sudah cukup

memadai dan semua kegiatan pembinaan keterampilan terfasilitasi

walaupun dana yang disediakan terbatas, semaksimal mungkin dana

yang ada dikelola dengan baik. Selain itu Lapas Wirogunan juga

mendapatkan bantuan dari pihak atau lembag alain yang membantu

dalam pengadaan peralatan untuk pembinaan keterampilan. Warga

binaan perempuan juga ikut membeli bahan dengan uang mereka

165
pribadi jika bahan yang disediakan oleh Lapas Wirogunan tidak

mencukupi sedangkan mereka punya ide dan kreasi yang ingin

dibuat. Selain itu, dilakukan kerjasama antar kegiatan keterampilan

satu dengan kegiatan keterampilan lainya untuk menghasilkan

produk jadi.

h. Bagaimana cara melakukan evaluasi untuk setiap kegiatan pembinaan

keterampilan yang ada di Lapas Wirogunan ?

AS : Kalau evaluasi ya saya lakukan setiap mereka praktek mbak, jadi kalau

mereka salah gitu langsung saya benerin. Sepertiini ni mbak pas mbatik

misalnya, harus nyambung terus garisnya gak boleh putus-putus,

mbatiknya juga harus bolak-balik, kalo mereka salah nanti keliatan pas

malamnya udah dilorot keliatan kalo garisnya putus-putus nanti hasinya

ndak begitu bagus. Makanya saya benerin saat mereka praktek seperti ini

mbak, saya perhatikan satu-satu biar keliatan mana yang salah, jadi

mereka juga langsung tau mana yang salah.

SL : Oh kalau kayak gitu langsung dibenerin mbak sama bu AS. Misal nanti

saya salah pas mbatik kayak gini langsung dibenerin gimana harusnya.

Kalau nggak gitu ya kita nggak tau mbak, kalau salah pasti ketahuan pas

batiknya jadi nanti mbak, keliatan tidak rapi gitu.

BN : Kalau evaluasi untuk menjahit sih itu mbak cuma kalo saya mbuat

pakaian misale buat baju, blouse wanita, rok kayak gitu, langsung dinilai

sama bu AS, kalo salah langsung dibenerin, kalo enggak ya saya yang

Tanya sama bu AS gimana caranya yang bener gitu. Tapi kalo Cuma

mbuat dompet apa tempat kasur kayak gini kan ide dari saya sendiri, jadi

166
ya jarang mbak dievaluasi, palingan kalo saya bingung ya Tanya langsung

sama bu AS, nanti dijelasin caranya gimana.

Kesimpulan : Teknik atau cara melakukan evaluasi untuk setiap kegiatan

pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan, dilakukan

secara langsung dan Tanya jawab. Pembina teknis mengamati setiap

kegiatan yang dilakukan warga binaan saat praktek, jika terjadi

kesalahan saat melakukan praktek langsung dievaluasi oleh

Pembina teknis, sehingga warga binaan langsung mengetahui cara

yang benar. Selain itu dilakukan Tanya jawab kepada Pembina

teknis jika ada warga binaan yang tidak paham saat melakukan

kegiatan praktek sesuai keterampilan yang diikuti.

i. Bagaimana partisipasi para warga binaan perempuan dalam mengikuti pembinaan

keterampilan di Lapas Wirogunan ?

AS : Ya kayak gini mbak, yang minat-minat saja yang mau ikut. Soalnya kan

tidak cuma keterampilan saja, ada juga yang ikut pengembangan bakat,

minat setiap orang kan beda-beda. Lha kayak mbatik tulis kayak gini,

kalau nggak minat ya gak bakal mau dia, soalnya harus tlaten, prosesnya

juga lama. Tapi ya semaksimal mungkin kita tetep memfasilitasi yang

mau ikut keterampilan kayak gini.

SM : Kalo yang ikut rajut memang banyak mbak, soale mudah kan bisa

disambi juga pas di blok. Karna lagi nggak ada orderan aja saya pindah di

batik, saya juga seneng nggambar-nggambar kayak gini, dulu sebelum

pindah kesini juga pernah ikut mbatik, jadi disini tinggal nerusin aja

mbak. Memang sedikit mbak yang minat kalo batik, lama kan prosesnya,

167
jadi kalo memang gak minat apa gak mood gitu udah gak mungkin mau

mbak.

BN : Yang ikut menjahit Cuma dikit sih mbak, he em. Padahal mesin jahit

juga sudah disediakan, memang minatnya kan beda-beda kan mbak.

Kalau saya dari dulu disini memang seneng njait mbak, apalagi kayak

gini kan bisa mengembangkan kreatifitas kita. Jadi seneng aja gitu mbak

kalo punya ide terus bisa dibuat disini, seneng lagi kalau ada yang mau

beli gitu karna bagus.

Kesimpulan : Partisipasi para warga binaan perempuan dalam mengikuti

pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan sudah cukup baik,

keterampilan sesuai dengan minat yang dimiliki.

j. Bagaimana sikap para warga binaan perempuan saat mengikuti kegiatan

pembinaan keterampilan ?

AS : WBP disini saat mengikuti kegiatan keterampilanya biasas aja mbak,

baik, sopan dengan orang yang lebih tua, sopan sama petugasnya, sopan

juga sama Pembina teknisnya.

KD : Sikapnya ya sopan, aktif, antusias saat mengikuti kegiatan keterampilan

seperti ini. Apalagi mereka ikut kegiatan ini memang sesuai dengan minat

dan bakat mereka, jadi ya ikut terus kecuali ada kegiatan lain yang

mengharuskan dia ijin tidak ikut kegiatan keterampilan. Baru mereka

tidak ikut kegiatan disini.

Kesimpulan :Sikap warga binaan perempuan saat mengikuti kegiatan pembinaan

keterampilan yaitu baik dan sopan antar sesama warga binaan,

dengan Petugas lembaga pemasyarakatan maupun dengan Pembina

teknis. Warga binaan perempuan juga aktif dan antusias dalam

168
mengikuti kegiatan keterampilan dikarenakan mereka mempunyai

minat dan bakat dalam kegiatan keterampilan yang mereka pilih.

k. Bagaimana interaksi antar warga binaan perempuan ?

KD :Ya sejauh ini baik-baik saja mbak. Tidak ada masalah atau keributan

sampai fatal itu belum ada dan semoga tidak ada.Ya kalau Cuma masalah

antar pribadi itu pasti ada namanya juga hidup dalam satu blok apalagi

perempuan semua, tapi sejauh ini masih wajar, masih bisa diselesaikan.

BN : Baik kok mbak, nggak ada apa-apa. Malahan kita akrab mbak punya

temen curhat, dianggep keluarga sendiri, kalo ada masalah ya paling

Cuma sebentar mbak nggak lama, paling juga Cuma masalah kecil gitu.

Kesimpulan :Interaksi atau hubungan antara warga binaan perempuan satu

dengan warga binaan perempuan lainnya terjalin dengan harmonis,

merasa sudah seperti keluarga sendiri, sehingga jika ada masalah

dapat diselesaikan secara baik-baik.

l. Bagaimana interaksi warga binaan perempuan dengan Petugas Lembaga

Pemasyarakatan maupun pembina teknis?

AS :Ya karna saya disini sebagai Pembina teknisnya mereka ya mereka baik,

sopan sama saya. Ya seperti hubungan antara guru dan murid gitu aja,

tetep ada guyon, tapi kalo pas serius ya serius, kalau nggak tau ya mereka

Tanya sama saya.

AM : Sejauh ini sih Alhamdulilah baik-baik ya mereka, apalagi dengan

Petugasnya disini, soalnya disini kan juga dibina kepribadian mereka,

dinilai juga, kalo kepribadian mereka jelek pasti walinya juga kena nanti.

BN : Disini baik-baik kok mbak Petugasnya, mudah akrab juga, soalnya

sering ketemu kan mbak. Ya kadang-kadang aja mereka tegas gitu kalo

169
kita salah, tapi nggak sampe yang galak-galak gitu, soalnya disini kan ada

aturannya mbak nggak boleh seenaknya.

Kesimpulan : Interaksi atau hubunganwarga binaan perempuan dengan Petugas

Lembaga Pemasyarakatan maupun pembina teknis berjalan dengan

baik dan harmonis.

2. Hasil dari pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lapas

Wirogunan sebagai bentuk pemberdayaan perempuan

a. Apa saja barang atau produk yang dihasilkan warga binaan perempuan setelah

mengikuti pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan ?

AM : Sudah banyak sih mbak kalau produk yang mereka hasilkan, macem-

macem. Kalau setau saya produk yang pernah dipasarkan itu ada tas rajut,

ada selendang batik, sprei dan bunga hias dari manik-manik dan itu

mereka yang buat sendiri.

BN : Kebetulan kan saya ikut menjahit ya mbak, jadi ya produk yan pernah

saya buat ada tas kain kayak gitu mbak, sprei juga ada, itu yang baru saya

buat ada sandal biasa tak hias pakai kain batik mbak. Jadi ya sebenernya

kreatifitas kita aja mbak mau buat apa aja, nanti bahannya dari sini.

SL : Ya yang dihasilkan saat ini ya cuma selendang batik mbak, yang ini

rencana nanti saya buat mukena sama baju. Kalo yang kemaren-kemaren

baru selendang aja.

SM : Kalau yang ikut merajut ya kebanyakan dijadiin tas rajut mbak, lumayan

banyak yang pesen. Kalo sekarang saya kan pindah ke batik, paling ya

biasanya dibuat slendang, baju, mukena gitu mbak.

Kesimpulan : Barang atau produk yang dihasilkan warga binaan perempuan

setelah mengikuti pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan

170
bermacam-macam, yaitu ada tas rajut, selendang batik, sprei,

dompet, bunga hias dan lain-lain. Warga binaan membuat barang

atau produk tersebut sesuai dengan keterampilan yang diikuti dan

kreatifitas masing-masing.

b. Bagaimana peningkatan keterampilan warga binaan perempuan dengan adanya

pembinaan keterampilan yang telah dilakukan ?

AS : Ya pastinya ada peningkatan apalagi dari segi keterampilan yang mereka

miliki. Dari tidak bisa menjahit, jadi mair menjahit sekarang. Dari tidak

bisa mbatik kayak gini, jadi bisa. Ya intinya mereka mempunyai

tambahan keterampilan selama disini.

BN : Ya bermanfaat sekali ya mbak, dulu nggak bisa menjahit sama sekali e

saya, setelah ikut kegiatan keterampilan disini jadi bisa mbuat macem-

macem. Kalo ada ide apa gitu bisa dibuat disini.

SL : Ya banyak mbak kalo peningkatannya, bisa mendapat pengalaman

membatik, berhubung saya suka nggambar juga ya seneng mbak. Kalo

lagi ada waktu luang kan bisa diisi dengan membatik jadinya bermanfaat.

SM : Banyak sih mbak peningkatannya, bisa nambah-nambah pendapatan

selama disini kalo pas barangnya ada yang beli. Kalo mbatik dulu saya

pernah belajar sebelum pindah kesini, sekarang tinggal lanjutin aja mbak.

Apalagi kalo mbatik gini, bagi saya ini bisa menggambarkan suasana hati

saya mbak, kalo lagi banyak pikiran gitu lagi nggak mood, pasti nanti

hasilnya kurang bagus.

Kesimpulan : Dengan adanya pembinaan keterampilan para warga binaan

mempunyai peningkatan dalam segi keterampilan dan membuat

waga binaan perempuan mempunyai bekal keterampilan, yang

171
semula tidak bisa menjadi bisa. Pembinaan keterampilan menjadi

kegiatan yang bermanfaat saat mereka memiliki waktu luang. Selain

itu, dari produk yang dihasilkan dapat menambah pendapatan

mereka selama di Lapas serta dapat menyalurkan kreatifitas mereka.

c. Adakah rencana akan mengaplikasikan atau melanjutkan hasil dari mengikuti

kegiatan pembinaan keterampilan selama di Lapas Wirogunan ketika bebas nanti ?

BN : Kalo sekarang jalani dulu aja lah mbak, iya. Ya sudah ada planning mau

lanjutin gitu mbak, tapi ya lihat nanti kondisinya gimana dirumah.

SL : Pasti mbak, pasti saya lanjutkan kalo sudah bebas nanti. Apalagi anak

sekarang jarang yang mau mbak mbatik seperti ini. Nah rencana saya itu

mau ngajarin mereka-mereka yang mau mbak, itung-itung untuk

melestarikan budaya sendiri kan mbak.

SM : Iya mbak saya mau nglanjutin besok kalau keluar, apalagi saya disini kan

masih lama, nggak mungkin kalau balik kerja di kantor lagi, ya satu-

satunya jalan ya nglanjutin membuat usaha dirumah nanti mbak. Ada

rencana mau buka butik mbak nanti.

Kesimpulan : Mayoritas warga binaan perempuan yang mengikuti pembinaan

keterampilan mempunyai rencana akan melanjutkan keterampilan

yang mereka dapatkan ketika bebas nanti. Warga binaan

mempunyai rencana untuk membuka usaha ketika kembali

berinteraksi di masyarakat.

d. Bagaimana cara memasarkan produk yang dibuat warga binaan perempuan yang

mengikuti pembinaan keterampilan ?

AS : Ya kalo sekarang produknya yang perempuan itu pemasarannya baru

dilakukan antar Petugas disini saja, siapa yang mau beli. Kadang kalau

172
ada kunjungan dari lembaga mana gitu, nanti ada yang pesen, warga

binaannya yang membuat. Kadang kalau ada pameran, kita diperbolehkan

ikut. Kayak kemaren kita ikut pamera di Jakarta, itu barang yang

dibawaada tas rajut, ada batik, ada sprei dan itu habis semua. Jadi produk

sini tidak jauh beda dengan produk-produk lai diluar sana, bedanya cuma

kalo disini nggak ada labelnya saja.

BN : Kalo pemasaran ya cuma dari Petugas sini aja mbak yang beli. Kadang

kalo ada kunjungan mahasiswa apa lembaga gitu mereka juga ada yang

pesen. Kalo yang dipasarin keluar belum ada, palingan cuma ikut kalo ada

pameran gitu mbak, kemaren dibawa ke Jakarta ada pameran disana.

SL : Pemasarannya baru disini aja mbak, kalau ada batik yang sudah jadi

nanti ditawarin sama Petugas sini. Kalau ada yang minat ya nanti

dibeli.Dulu juga pernah ikut pameran di Jakarta.Alhamdulilah itu juga

laku semua batik yang dibawa.

SM : Kalau yang tas rajut itu kadang ada pesenan dari luar mbak, lumayan

sering kok mbak kalo pesenan walaupun nggak banyak. Kadang juga

Petugas sini yang pesen, yang ibu-ibu yang pesen. Kemaren juga dibawa

ke pameran di Jakarta tas rajut sama produk yang lain juga.

Kesimpulan : Produk yang dibuat oleh warga binaan perempuan yang mengikuti

pembinaan keterampilanbaru dipasarkan di dalam Lapas saja yakni

antar Petugas Lapas dan warga binaan. Selain itu, warga binaan

yang mengikuti kegiatan keterampilan juga mendapat pesanan

produk bila ada kunjungan dari pihak luar misalnya kunjungan dari

lembaga dan kunjungan dari mahasiswa.Produk yang dihasilkan

warga binaan juga diikutkan dalam penyelenggaraan pameran.

173
e. Apa saran atau masukan anda sebagai warga binaan perempuan untuk

mengembangkan kegiatan pembinaan keterampilan ?

BN : Ya kalau saran saya sih ada tambahan bimbingan keterampilan lagi ya

mbak. Biar kita nggak bosen, dapet keterampilan baru juga gitu. Nanti

kalau hasilnya bagus kan lumayan mbak buat nambah-nambah biaya

hidup disini.

SL : Kalau untuk keterampilan batik ya sarannya proses produksinya

difokuskan di blok wanita mbak, biar kita nggak wira-wiri ke bimker laki-

laki, ngirit waktu juga kan mbak.

SM : Sarannya ya di pemasaran sih mbak yang paling penting. Kalau bisa

dipasarkan diluar Lapas. Soalnya kalau kita buat produk terus tapi tidak

dipasarkan kan percuma mbak. Ada pesenan juga kadang-kadang kan

mbak. Jadi ya sarannya difasilitasi pemasarannya itu mbak.

Kesimpulan : Saran atau masukan para warga binaan perempuan untuk

mengembangkan kegiatan pembinaan keterampilan yaitu ditambah

lagi kegiatan keterampilan yang diberikan. Selain itu, sarana dan

prasarana kegiatan keterampilan untuk warga binaan difokuskan di

blok wanita dan meningkatkan pemasaran produk yang dihasilkan

warga binaan perempuan dengan melakukan kerjasama dengan

pihak atau lembaga diluar Lapas.

3. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembinaan keterampilan

warga binaan perempuan di Lapas Wirogunan

a. Apa yang menjadi faktor pendukung dalam melakukan pemberdayaan perempuan

melalui pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan ?

174
KD : Untuk faktor pendukung dalam pembinaan keterampilan warga binaan

perempuann itu yang paling penting karna tersedianya sarana dan

prasarana untuk melaksanakan pembinaan keterampilan itu, dari warga

binaannya sendiri punya keinginan untuk maju dan punya keinginan

menambah ilmu juga yang kemudian mereka aplikasikan di masyarakat

setelah mereka bebas. Selain itu karna adanya kepedulian petugas disini

kepada warga binaannya, jadi sebisa mungkin kita sebagai petugas

memfasilitasi mereka selama disini.

AS : Ya kalau faktor pendukungnya karna sekarang sudah disediakan tempat

kegiatan keterampilan khusus untuk warga binaan perempuan mbak,

sudah disediakan danajuga untuk kegiatan keterampilannya. Ada juga

faktor dari warga binaannya sendiri, merekaada yang benar-benar minat

mengikuti kegiatan keterampilan, jadi rutin ikut keterampilan. Selain itu,

karna kreatifitas dan ide yang warga binaan miliki sehingga produk yang

dihasilkan itu bervariatif. Ini juga mbak, banyak yang nawari kerjasama

juga dari lembaga luar, sering dapet bantuan juga dari mereka. Kayak

mesin jahitnya itu dapet bantuan dari Romo Kisser mbak.

Kesimpulan : Faktor pendukung dalam melakukan pemberdayaan perempuan

melalui pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan adalah

tersedianya sarana dan prasarana untuk melaksanakan pembinaan

keterampilan, adanya keinginan dari warga binaan perempuan untuk

maju danmenambah ilmu yang kemudian akan mereka aplikasikan

di masyarakat setelah mereka bebas. Adanya kepedulian dari para

PetugasLapas dalam memfasilitasi warga binaan perempuan. Sudah

disediakannya dana dan tempat kegiatan keterampilan khusus untuk

175
warga binaan perempuan. Selain itu, faktor dari warga binaannya

yang benar-benar minat mengikuti kegiatan keterampilan,sehingga

mereka rutin mengikuti kegiatan keterampilan. Faktor pendukung

lainnya yaitukreatifitas dan ide yang warga binaan perempuan miliki

sehingga produk yang dihasilkan bervariatif. Adanya kepedulian

dari lembaga diluar Lapas yang ingin bekerjasama dan memberikan

bantuan pengadaan alat untuk kegiatan keterampilan.

b. Apa yang menjadi faktor penghambat dalam melakukan pemberdayaan

perempuan melalui pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan ?

KD : Kalau faktor penghambat ya tetep ada keterbatasan pihak Lapas dalam

menyediakan sarana dan prasarana untuk kegiatan keterampilan, ada juga

dari SDM-nya terbatas juga. Dana yang disediakan dalam kegiatan

pembinaan keterampilan juga terbatas. Kalo yang dari warga binaannya

sendiri masih ada yang kurang mempunyai minat dan motivasi dalam

kegiatan keterampilan. Makanya yang ikut kegiatan ya cuma itu-itu aja

yang memang bener-bener minat mbak.

AS : Penghambatnya ya itu mbak tidak ada jadwal yang ditetapkan disini

khusus untuk kegiatan keterampilan saja, jadi ya kalo ada kegiatan lain

pada waktu yang bersamaan ya terpaksa warga binaannya ijin tidak

mengikuti pembinaan keterampilan dulu. Kayak sekarang ini mereka lagi

ijin ikut pembinaan rohani mbak jadi mereka ke aula semua.Ada juga

karna pembina teknis hanya satu mbak, hanya saya saja jadi nggak bisa

kalo harus ngawasi warga binaan satu persatu saat praktek. Saya juga

keterampilannya terbatas mbak, padahal mereka kadang bosen, mau

nggak mau ya saya cari keterampilan diluar mbak nanti kalo agak bisa

176
baru di praktekkin disini, sama-sama belajar sama warga binaannya.

Dalam hal pemasaran kita juga masih kesulitan mbak, padahal mereka

buat produk kayak gini untuk nambah biaya hidup juga selama disini.

Kesimpulan :Faktor penghambat dalam melakukan pemberdayaan perempuan

melalui pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan yaitu masih

adanya keterbatasan dalam penyediaan sarana dan prasarana, SDM

dan dana dalam penyelenggaraan pembinaan keterampilan.

Kurangnyamotivasi dan minat warga binaan perempuan dalam

kegiatan keterampilan.Selain itu, tidak adanya jadwal yang

ditetapkan untuk kegiatan keterampilan sehingga jika ada kegiatan

lain pada waktu yang bersamaan warga binaan ijin tidak mengikuti

pembinaan keterampilan terlebih dahulu. Pembina teknis yang

disediakan hanya satu, sehingga pada saat warga binaan melakukan

praktek tidak dapat mengawasi satu persatu. Selain itu

keterampilanyang dimiliki pembina teknis terbatas dan dalam

melakukan pemasaran produk yang dihasilkan warga binaan

perempuan masih mempunyai kesulitan.

177
178
179
180
Dokumentasi

Foto Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta

Foto Kegiatan Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan

Foto Kegiatan Penyampaian Materi

181
Foto Pameran Hasil Pembinaan Keterampilan Menjahit

Foto Hasil Pembinaan Keterampilan Handycraft

182

Anda mungkin juga menyukai