Anda di halaman 1dari 2

Padangsidimpuan, 16 November 2010

Penanggulangan Bencana Alam Tanggung Jawab Bersama

Bicara bencana, Indonesia senantiasa dirundung berbagai bencana alam. Masih kuat di ingatan kita
enam tahun silam. Tepatnya di tahun 2004. Gempa bumi di Alor, Nabire, disusul gempa bumi dan
tsunami di ujung Barat Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Nias, Sumatera Utara. Seakan tiada
hentinya negeri ini terus bergoyang akibat gunung dan buminya mengalami pergerakan yang meluluh-
lantakkan benda di sekelilingnya.

Di tahun 2006, Gunung Merapi yang tergolong teraktif di dunia dan terletak di antara Jawa Tengah
dengan Yogyakarta pernah menunjukkan kekuatannya, dengan memberikan tanda-tanda gempa. Di
Pariaman, Provinsi Sumatera Barat, seketika mengalami gempa bumi yang lumayan dahsyat. Dan baru-
baru ini, bumi Wasior, Papua, disapu habis oleh banjir bandang dan hanya menyisakan puing-puing
reruntuhan rumah, pepohonan, serta ratusan orang meregang nyawa dan luka-luka.

Bencana tidak sampai di situ. Baru-baru ini, geliat Gunung Merapi dan Kepulauan Mentawai melengkapi
deretan duka bangsa. Keganasan Gunung Merapi dengan awan panasnya menyebabkan ratusan orang
meninggal dunia, termasuk juru kunci Mbah Maridjan. Gunung terus meletus dan mengeluarkan awan
panas, merusak tatanan perekomian masyarakat seketika. Memaksa warga mengungsi dan terjadi polusi
udara.

Di hari yang sama, Kepulauan Mentawai digoncang gempa bumi dan tsunami. Dari bencana ini
masyarakat Mentawai harus kehilangan sanak saudaranya, harta benda dan lahan mata pencarian
akibat terjangan tsunami yang tak mengenal kompromi. Duka korban bencana belum juga usai, karena
harus hidup di pengungsian dengan makanan dan perawatan kesehatan seadanya.

Tampaknya bencana akan terus menghampiri negeri ini, karena Indonesia memiliki geografis dan
geologis yang potensial terkena bencana alam, sehingga dijuluki negeri cincin api. Dari perkiraan para
ahli, saat ini terdapat 20 gunung yang tersebar di beberapa wilayah tengah menunjukkan tanda-tanda
keaktifannya. Sebut saja salah satunya Anak Gunung Krakatau, yang sekarang berstatus waspada.
Bencana berdampak terhadap keberlangsungan hidup masyarakat. Tak hanya kerusakan dan kehilangan
harta benda, korban jiwapun berjatuhan. Bencana gempa terhitung telah merenggut ratusan ribu jiwa,
dengan kerusakan infrastruktur yang mahadahsyat.

Namun demikian, selain menerima bencana ini sebagai musibah dan cobaan dari Allah, SWT, kita
sebagai bangsa yang berketuhanan harus mampu menerimanya dengan ikhlas, sabar, dibarengi dengan
tawakal kepada Sang Pemilik Bumi ini, serta melakukan ikhtiar .

Idealnya, dalam rangka meminimalisir korban dan kerugian akibat bencana, seharusnya pemerintah
menerapkan early warning system di daerah rawan bencana di seluruh wilayah Indonesia. Pendeteksian
dini terhadap keadaan bumi ini guna mengetahui status pergerakannya. Paling tidak masyarakat di
sekitarnya dapat waspada, siaga, hingga meninggalkan lokasi (evakuasi) bila keadaan sudah
membahayakan jiwa. Namun, memang bencana tidak ada yang tahu kapan datangnya. Kita hanya
mampu berusaha dan terus berusaha.

Dalam menghadapi bencana, selayaknya kita bahu-membahu membantu saudara kita, agar mereka
dapat melanjutkan hidup dan kehidupannya yang telah ditimpa musibah ini. Caranya adalah dengan
memberikan bantuan moril dan materil. Bencana telah terjadi, hal yang terpenting adalah penanganan
pasca bencana, yaitu penanganan korban tewas dan luka, penanganan pengungsi serta pengumpulan
dan koordinasi penyaluran bantuan. Guna memulihkan kondisi korban dan daerah yang terkena
bencana adalah dengan menangani para pengungsi dengan baik, serta rekonstruksi daerah yang terkena
bencana.

Pemerintah seharusnya menjamin korban selamat terbebas dari kelaparan dan serangan penyakit.
Pemulihan psikologis korban bencana, terutama anak usia dini, sangat penting diberikan. Selanjutnya,
pemerintah segera melakukan relokasi dan pembangunan infrastruktur kembali, serta perumahan yang
mampu mendukung kehidupan yang layak.

Di sinilah peran program pemberdayaan bisa memposisikan diri, baik sebelum maupun pasca terjadinya
bencana. Program pemberdayaan dapat memberikan bimbingan dan arahan kepada masyarakat dalam
melestarikan alam dan lingkungan sekitarnya. Misalnya saja, melindungi hutan dari penebangan liar,
pelestarian sungai, menciptakan lingkungan yang sehat, nyaman dan aman. Selain itu, program
pemberdayaan juga dapat melakukan upaya antisipasi dan penyelamatan diri ketika bencana tiba.

Kemudian, membangun kerjasama dengan pihak pemerintah maupun Badan Penanggulangan Bencana,
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) atau lembaga lainnya dalam memperoleh
informasi agar masyarakat dapat waspada terhadap bahaya bencana.

Pasca bencana, program pemberdayaan melalui bidang infrastruktur, sosial dan ekonominya—
setidaknya—adalah memberikan kontribusi kepada para korban. Pembenahan kembali infrastruktur
yang telah rusak, berupa jalan dan jembatan, sarana air bersih, MCK, permukiman penduduk, serta
sarana agrikultur. Nah, proses pembangunan ini tentu melibatkan masyarakat setempat atau korban
bencana.

Korban bencana harus bangkit dari cobaan ini. Upaya yang dilakukan adalah memulihkan kembali
semangat mereka melalui motivasi dan penyadaran, juga memberikan pendidikan baik secara formal
(bagi anak-anak), maupun informal berupa pelatihan dan ketrampilan kerja. Pemberian modal usaha
juga sangat relevan, agar dapat mengembangkan kembali perekonomiannya.

Jangan biarkan mereka merasakan duka ini tanpa bantuan kita. Apapun ceritanya, mereka adalah bagian
dari kita. Mereka butuh kita dan sudah selayaknya pula menjadi perhatian bersama. (M. Khoury
Boumiddin Lubis, Fasilitator Teknik Tim 05 Koordinator Kota 8 Padangsidimpuan – Sibolga, OC-1
Provinsi Sumatera Utara, PNPM Mandiri Perkotaan

Anda mungkin juga menyukai