Anda di halaman 1dari 46

1

Proposal Skripsi

Judul : Kesulitan-Kesulitan Belajar Nahwu (Studi Analisis Deskriptif

Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Arab Institut

Agama Islam Negeri Parepare)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an dan as-Sunnah yang merupakan

sumber utama agama Islam, hendaknya menjadi salah satu bahasa yang dikuasai atau

paling tidak dimengerti oleh umat Islam. Untuk mempelajari sebuah bahasa yang

bukan bahasa ibu tentu membutuhkan suatu keterampilan agar dapat dikuasai dengan

baik. Arti penting bahasa Arab sebagai ilmu alat bagi ummat Islam untuk

memperdalam agamanya merupakan suatu kebutuhan primer yang tak boleh ditawar-

tawar. Maka setiap Muslim terlebih aktivis dakwah sudah semestinya memulai untuk

mempelajari Bahasa Arab dan berkutat dengan kitab-kitab kuning utamanya kitab-

kitab turats (induk) dalam mendulang lautan ulumul syar'i.

Suatu ironi, apabila kaum muslimin hari ini lebih intens dengan bahasa-bahasa

asing lainnya dan mengabaikan lughatual-jannah (bahasa surga) dengan seribu satu

alasan. Lebih mengenaskan lagi, apabila sarjana dibidang bahasa Arab terus

terbelenggu dengan buku-buku terjemahan padahal tantangan dakwah mengharuskan

para aktivis untuk meningkatkan kualitas SDMnya. Allah telah menjadikan

bahasaArab sebagai bahasa al-Qur’an karena bahasa Arab adalah bahasa yang terbaik

yang pernah ada.Hal ini sesuai dengan firman Allah swt.


2

.‫اِنَّا َج َع ْلنَاهُ ُق ْرآنًا َعَربِيًّا لَ َعلَّ ُك ْم َت ْع ِقلُ ْو َن‬


Terjemahannya:

Sesungguhnya Kami menjadikan al-Qura’an dalam bahasa Arab supaya kamu

memahaminya. (QS. 32: 3)1

Bahasa Arab merupakan bahasa yang terluas dan terkaya kandungannya,

deskripsi dan pemaparannya sangat detail dan dalam. Sehingga bukanlah suatu

kebetulan bahwa al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab yang memiliki banyak

keistimewaan dan keunikan. Sebab sangat sulit kalau suatu pesan Ilahi untuk Nabi

terakhir kepada seluruh manusia diturunkan dalam lingkungan masyarakat yang

bahasanya tidak memadai untuk merekam wahyu Ilahi yang mencakup segala yang

dibutuhkan umat manusia.

Sudah merupakan rahasia umum bahwasanya sekian banyak orang yang telah

belajar bahasa asing misalnya bahasa Arab mulai dari tingkat dasar sampai perguruan

tinggi, tetapi hasilnya kalau diminta menerjemahkan “Apakah ini sebuah buku?”

misalnya, maka hasil jawaban yang terdengar kebanyakan tampak mengecewakan.

Padahal materi ini adalah pelajaran kelas satu SMP/MTs yang umumnya telah

disajikan pada pertemuan-pertemuan awal.2

Salah satu bagian pembelajaran bahasa Arab yang cukup berpengaruh dalam

meningkatkan kemahiran berbahasa adalah nahwu. nahwu merupakan salah satu seni

di antara berbagai seni yang membutuhkan latihan dan bimbingan serta peningkatan

hingga menjadi mahir.

1
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Surabaya: Surya Jayasakti, 1997), h.
441
2

Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya,Cet.II; (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,


2004), h. 21
3

Dalam proses kegiatan belajar bahasa Arab yang dilakukan peserta didik

memang tidaklah selalu berjalan dengan baik tanpa hambatan seperti yang

diharapkan, adakalanya para peserta didik mengalami berbagai kesulitan atau

hambatan-hambatan di dalam belajar. Seperti dalam belajar nahwu, kesan bahwa

belajar nahwu itu sangat sulit dan ruwet bahkan terkadang mendebarkan sehingga

memusingkan kepala. Di kalangan mahasiswa juga terdengar keluhan yang sama,

bahwa belajar nahwu itu mendebarkan. Misalnya di IAIN Parepare, ada indikasi

bahwa kemampuan berbahasa Arab mahasiswa IAIN Parepare masih rendah

khususnya dalam memahami kaidah-kaidah nahwu dan contoh kalimat yang

berbahasa Arab yang sederhana yang sesuai dengan kaidah nahwu. Indikasi tersebut

dilihat dari kemampuan menentukan kaidah-kaidah nahwu dan memahami kalimat

yang berbahasa Arab. Mahasiswa prodi PBA IAIN Parepare masih sangat kesulitan

dalam menentukan kaidah dan menganalisis kalimat dengan baik dan benar.

Prodi PBA IAIN Parepare telah banyak melakukan upaya dalam bentuk

kegiatan kebahasaan untuk meningkatkan kemahiran mahasiswa dalam berbahasa

Arab, baik dari pihak dosen maupun mahasiswa itu sendiri. Kegiatan tersebut antara

lain; programNadwa,Halqatularabiyah dan PASIH yang memberikan peluang kepada

mahasiswa untuk tinggal di asrama selama satu tahun untuk mendalami ilmu bahasa

Arab, dan masih banyak lagi kegiatan lainnya. Kegiatan tersebut diadakan di luar

waktu-waktu kuliah terutama pada saat libur yang semestinya merupakan salah satu

lahan yang tepat untuk memperdalam kemampuan berbahasa Arab.

Tentu saja hal demikian tidak dapat dibiarkan begitu saja, agar tidak

selamanya menghantui para peserta didik dalam belajar bahasa Arab khususnya

belajar nahwu. Dalam rangka pemecahan masalah kesulitan belajar maka kegiatan
4

menganalisis faktor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya tidak bisa diabaikan.

Karena itu mencari penyebab utama dan sumber-sumber penyebab lainnya mutlak

dilakukan secara akurat, efektif dan efisien.

Berdasarkan semua hal tersebut, maka peneliti sangat tertarik untuk

mengadakan penelitian tentang “Kesulitan-kesulitan Belajar nahwu Mahasiswa

Program Studi Pendidikan Bahasa Arab Institut Agama Islam Negeri Parepare”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok

permasalahan pada pembahasan ini adalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana proses pembelajaran mata kuliah nahwu?

1.2.2 Kesulitan-kesulitan apa yang dialami mahasiswa dalam pembelajaran nahwu?

1.2.3 Upaya apa yang dilakukan oleh mahasiswa dalam mengatasi kesulitan-

kesulitan belajar nahwu?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan deskripsi tentang Analisis

Kesulitan Belajar nahwu Mahasiswa Prodi PBA IAIN Parepare yang secara khusus

yaitu:

1.3.1 Untuk memperoleh data yang akurat tentang proses pembelajaran mata kuliah

nahwu pada prodi PBA IAIN Parepare.

1.3.2 Untuk memperoleh data yang dapat dipercaya tentang kesulitan-kesulitan

yang dialami mahasiswa dalam belajar nahwu.

1.3.3 Untuk mengetahui berbagai upaya yang dilakukan oleh mahasiswa dalam

mengatasi kesulitan belajar nahwu.


5

1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka manfaat/kegunaan dari hasil

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Sebagai sumbangan pemikiran bagi tenaga pengajar bahasa Arab agar lebih

memperhatikan peranannya sebagai pengajar dalam kegiatan pembelajaran di

kelas.

1.4.2 Sebagai bahan informasi ilmiah bagi lembaga pendidikan yang ada.

1.4.3 Sebagai wacana keilmuan dan pengalaman bagi peneliti.


6

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasil

penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu. Kemudian fungsinya yaitu untuk

mengetahui persamaan (relevansi) dan perbedaan penelitian yang sudah ada dengan

penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian tentang analisis kesulitan

belajar bahasa Arab bukanlah penelitian yang pertama kali dilakukan. Beberapa

peneliti telah meneliti tentang hal ini. Namun dengan pendekatan, jenis, dan lokasi

penelitian yang berbeda antara penelitian sebelumnya dengan lainnya.

Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Nordi Sanra pada tahun 2013 yang

berjudul “Problematika Pembelajaran Muhadastah Mahasiswa Prodi PBA STAIN

Parepare”.3 Hasil penelitian skripsi ini menunjukkan bahwa pembelajaran

muhadatsah mahasiswa prodi PBA STAIN Parepare menggunkan kurikulum yang

berbasis terapan, sedangkan materi pembelajaran dibuat sendiri oleh dosen dengan

menyesuaikan tingkat kemampuan mahasiswa. Proses pembelajaran terdiri dari

perencanaan dan pelaksanaan. Metode yang sering digunakan oleh dosen adalah

metode ceramah, tanya jawab, praktek, dan games. Pemberian motivasi oleh dosen

dan mengevaluasi hasil belajar harian, tugas, UTS maupun UAS. Problematika

pembelajaran muhadatsah mahasiswa prodi PBA STAIN Parepare terdiri dari faktor

kurikulum, faktor peserta didik, faktor pendidik, faktor materi, faktor waktu, faktor

fasilitas dan faktor sosial (lingkungan). Di samping itu ada faktor psikologi peserta

didik, dan upaya-upaya untuk mengatasi problem tersebut dilakukan oleh beberapa

pihak yaitu mahasiswa, dosen muhadatsah dan ketua prodi PBA.

3
Nordi Sandra, Problematika Pembelajaran Muhadastah Mahasiswa Prodi PBA STAIN
Parepare (Skripsi Sarjana; Jurusan Tarbiyah: Parepare, 2013), h. iv.
7

Tahun 2014 analisis kesulitan belajar bahasa Arab kembali diteliti oleh Abdul

Latief dengan judul skripsi “Analisis Kesulitan belajar bahasa Arab (Kasus pada

Mahasiswa Semester IV Program Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Parepare”. 4

Adapun hasil dari penelitian skripsi ini menunjukkan bahwa, faktor-faktor kesulitan

belajar bahasa Arab yang dihadapi oleh mahasiswa semester IV Program Studi

Pendidikan Agama Islam STAIN Parepare antara lain faktor pendidik yaitu dosen

mata kuliah bahasa Arab dalam menggunakan metode, media, fasilitas, pengelolaan

waktu dan pendekatan. faktor peserta didik yang terdiri dari mahasiswa, latar

belakang pendidikan, tidak ada dasar dan kurangnya kosakata. Selain itu ada faktor

faktor sosial atau lingkungan dan yang terahir faktor psikologis dan fisiologis, adapun

upaya mengatasi kesulitan belajar bahasa Arab yang dihadapi oleh semester IV

Program Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Parepare antara lain, pemberian

bimbingan belajar bahasa Arab, mengajak dan menarik minat mahasiswa untuk

belajar aktif, memberikan perhatian dan menciptakan suasana yang menyenangkan,

memberikan sarana dan prasarana yang memadai, selalu memberikan atau

mengulang-ulangi mata kuliah bahasa Arab yang telah diberikan oleh dosen bahasa

Arab dan membuat studi club atau kelompok belajar bahasa Arab.

Adapun persamaan dari penelitian ini dengan kedua penelitian yang relevan di

atas yakni pada fokus penelitian yang berupa analisis kesulitan belajar bahasa Arab

baik dari segi linguitik maupun non linguistik. Semua penelitian ini merupakan

penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara,

dan dokumnetasi. Sedangkan perbedaan dari penelitian yang sebelumnya dilakukan

4
Abdul Latief, Analisis Kesulitan belajar bahasa Arab (Kasus pada Mahasiswa Semester IV
Program Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Parepare (Skripsi Sarjana; Jurusan Tarbiyah:
Parepare, 2014), h. x.
8

terletak pada materi pembahasan, seperti yang dilakukan oleh Nordin Sanra penelitian

yang dilakukan terfokus pada pembelajaran muhadatsah. Sedangkan penelitian yang

akan dilakukan ini merupakan penelitian dari aspek pembelajaran bahasa Arab secara

umum, seperti yang pernah dilakukan oleh Abdul Latief, hanya yang membedakan

yaitu sumber data, lokasi, dan pengujian validitas.

2.2 Tinjauan Teoritis

2.2.1 Teori Kesulitan Belajar

2.2.1.1 Pengertian Kesulitan

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, dinyatakan bahwa “kesulitan adalah

keadaan yang sulit, sesuatu yang sulit, kesukaran, kesusahan”. Hal ini berarti

kesulitan mengandung makna sulit berbuat sesuatu yang berarti suatu kondisi  yang

memperlihatkan ciri-ciri hambatan dalam kegiatan untuk mencapai suatu kegiatan,

dimana kesulitan yang dimaksud dalam kajian ini adalah kesulitan belajar yang

berarti kesulitan tersebut kepada aktivitas belajar.5

Kesulitan adalah situasi atau kondisi yang sulit, atau sesuatu yang merupakan

tragedi atau ketidakberuntungan.6


Hal ini sesuai dengan pernyataan Ambo Enre Abdullah adalah: “Kesulitan
sebenarnya adalah suatu kondisi tertentu yang ditandai adanya hambatan-
hambatan dalam mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih keras
untuk mengatakannya”.7
2.2.1.2 Hakikat Belajar

5
https://faizalnizbah.blogspot.com/2013/08/pengertian-kesulitan-belajar.html . (diakses 24 mei
2019)
6
http://artidanpengertian.blogspot.com/2016/02/pengertian-kesulitan.html. (diakses 24
mei 2019)
7
https://faizalnizbah.blogspot.com/2013/08/pengertian-kesulitan-belajar.html . (diakses 24 mei
2019)
9

Hakikat belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukakan secara sadar dan

terus menerus melalui bermacam-macam aktivitas dan pengalaman guna memperoleh

pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku yang lebih baik.

Perubahan tersebut bisa ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan dalam

hal pemahaman, tingkah laku dan daya penerimaan.

Belajar memiliki arti yang sangat luas, sehingga menimbulkan banyak

defenisi yang beragam. Sebagai contoh, Al-Khuli mengatakan bahwa, belajar adalah:

“terjadinya perilaku baru atau penguatan perilaku lama sebagai hasil pengalaman,

baik terjadi secara eksplisit maupun implisit”8 Skinner dan Barlow mengatakan

bahwa: “belajar itu merupakan suatu proses adaptasi yang bersifat progresif.”9 Mc

Geoch mengatakan bahwa, belajar adalah: “perubahan dalam performance, yang

disebabkan oleh proses latihan”.10 Witting mengatakan bahwa belajar adalah:

“perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam tingkah laku suatu

organisme sebagai hasil pengalaman.”11

Seiring dengan perkembangan zaman dan berkembangnya psikologi dalam

pendidikan, maka bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang

belajar. Di dalam masa perkembangan psikologi pendidikan ini muncullah secara

beruntun beberapa aliran psikologi pendidikan, yang kemudian tumbuh dan

berkembang dari satu periode ke periode lainnya dengan memunculkan teori-teori

8
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Cet. II: Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 29.
9
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, h. 29.
10
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, h. 29.
11
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, h. 29-30.
10

tentang belajar masing-masing diantaranya yaitu; teori berlajar Behavioristik, teori

belajar Kognitif, dan teori belajar Humanistik.12

Teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai

akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan peserta

didik mempunya pengalaman baru.13 Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk

perubahan yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah

laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons.

Belajar menurut teori belajar kognitif merupakan suatu proses internal yang

mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, informasi, dan aspek kejiwaan

lainnya dengan kata lain belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir

yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan

stimulus yang diterima dan menyesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah

dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan

pengalaman-pengalaman sebelumnya.14

Teori belajar humanistik mengatakan bahwa proses belajar dianggap berhasil

jika para pelaku kegiatan pembelajaran baik dari guru atau peserta didik telah

memahami lingkungan dan dirinya sendiri. Teori belajar ini berusaha memahami

perilaku belajar dari sudut pandang perilaku bukan sudut pengamat. Para ahli

humanistik melihat adanya 2 (dua) bagian pada proses belajar yaitu proses

pemerolehan informasi baru dan personalisasi informasi ini pada individu.15

12
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, h. 29.
13
Ali Mudlofir dan Evi Fatimatur Rusydiyah, Desain Pembelajaran Inovatif dari Teori ke
Praktik, Edisi I (Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), h. 1.
14
Ali Mudlofir dan Evi Fatimatur Rusydiyah, Desain Pembelajaran Inovatif dari Teori ke
Praktik, h. 8.
11

Dari defenisi dan teori-teori belajar tersebut maka dapat diartikan bahwa

hakekat belajar adalah perubahan dan meningkatnya kualitas dan kuantitas tingkah

laku seseorang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus menerus. Perubahan

yang dialami merupakan efek dari stimulus-respons yang berlangsung selama

kegiatan belajar. Berhasil tidaknya suatu pembelajaran ditentukan dari sebarapa besar

perubahan sikap (afektif), pengetahuan (cognitif), dan keterampilan (psikomotorik)

yang dialami oleh seseorang.

2.2.1.3 Kesulitan Belajar Secara Umum

Masalah belajar merupakan suatu kondisi tertentu yang dialami oleh seorang

peserta didik yang dapat menghambat kelancaran proses belajar. Kondisi ini biasanya

berkenaan dengan keadaan dirinya (kelemahan-kelemahan yang dimilikinya) dan

berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Nana Syaodih

Sukmadinata salah satu ahli pendidikan mengemukakan, bahwa: ”Usaha dan

keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut

bersumber dari pada diri peserta didik dan diluar dirinya atau lingkungannya.”16

Pada umumnya para pakar sependapat bahwa belajar dipengaruhi oleh dua

faktor: dari dalam diri peserta didik (internal) dan faktor dari luar peserta didik

(eksternal).17

2.2.1.3.1 Faktor Internal peserta didik

15
Ali Mudlofir dan Evi Fatimatur Rusydiyah, Desain Pembelajaran Inovatif dari Teori ke
Praktik, h. 20.
16
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), h. 162.
17
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), h. 132.
12

Faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik sendiri meliputi dua aspek,

yakni; Aspek fisiologis (yang bersifat Jasmaniah) Aspek psikologis (yang bersifat

ruhaniah).18

2.2.1.3.1.1 Aspek Fisiologis (bersifat jasmani)

Aspek Fisiologis adalah kondisi badan seseorang saat belajar yang tentunya

sangat mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. “Aspek Fisiologis dapat ditinjau dari

dua segi yaitu dari segi kondisi fisik peserta didik dan kondisi panca indera”19

Dalam kondisi jasmani peserta didik, dapat terjadi pada organ tubuh yang

lemah, apalagi jika disertai pusing, sakit kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas

ranah cipta (cognitive) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak

berbekas. Namun dalam kondisi panca Indera pada organ-organ khusus peserta didik,

seperti tingkat kesehatan indera pendengaran dan indera penglihatan, juga sangat

mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam menyerap informasi ilmu

pengetahuan.20

2.2.1.3.1.2 Aspek Psikologis (yang bersifat ruhani)

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi

kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran peserta didik. Namun di antara faktor-

faktor rohaniah peserta didik yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah

tingkat kecerdasan/intelegensi peserta didik, sikap peserta didik, bakat peserta didik,

minat peserta didik dan motivasi peserta didik.

1. Tingkat kecerdasan atau intelegensi peserta didik

18
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar , h. 146-153
19
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 107.
20
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, h. 146-147.
13

Menurut Super dan Cites mengemukakan defenisi intelegensi sebagai,

“Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dari pengalaman”. 21

Jadi orang yang memiliki intelegensi yang baik umumnya mudah memahami

pelajaran dan hasil belajarnya juga cenderung baik. Sebaliknya jika orang yang

intelegensinya rendah cenderung mengalami kesukaran dalam memahami pelajaran

dan hasil belajarnya juga rendah.

2. Sikap peserta didik

Sikap merupakan tingkah laku yang mengalir dari dalam diri seseorang

sebagai respon alami dari sebuah tindakan. Dalam arti sempit sikap adalah

“pandangan atau kecenderungan mental”.22 Sikap itu dapat kita anggap suatu

kecenderungan peserta didik untuk bertindak dengan cara tertentu.

3. Bakat peserta didik

Bakat adalah suatu modal awal yang sudah dimiliki oleh seorang peserta didik

atau kemampuan khusus dari satu atau berbagai bidang. Seperti bakat dalam bidang

Agama, Musik, Olahraga dan lain sebagainya. Bakat umumnya berasal dari faktor

keturunan dan keahlian dasar peserta didik itu sendiri. Bakat sering dibarengi oleh

faktor intelegensi agar hasilnya bisa lebih maksimal terutama dalam hal penguasaan

ranah psikomotorik.

4. Minat peserta didik

Minat merupakan kemauan atau keinginan yang memicu adanya daya tarik

seseorang untuk melakukan sesuatu, yang bisa timbul dari dalam maupun dari luar

pribadi seseorang. Jadi minat yang besar akan menjadi modal yang besar untuk

21
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, h. 182-183.
22
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, h. 120.
14

mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam halnya proses pembelajaran, minat belajar

yang sangat besar dari peserta didik cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi,

sebaliknya minat belajar yang kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah.

5. Motivasi peserta didik

Motivasi dapat digunakan sebagai alat untuk memompa kekuatan seseorang

dari dalam dirinya untuk melakukan suatu perbuatan yang sebelumnya dianggap

sebagai sesuatu yang sulit untuk diraih. “Motivasi adalah daya penggerak/pendorong

untuk melakukan suatu pekerjaan yang bisa berasal dari dalam diri (faktor intrinsik)

karena adanya kesadaran dan bakat yang dimiliki, dan yang berasal dari luar (faktor

ekstrinsik) karena adanya dorongan dari lingkungan, misalnya dari orang tua,

pendidik, teman-teman, dan anggota masyarakat.”23

Motivasi mengarahkan kepada suatu perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.

Jika seorang peserta didik memiliki motivasi yang besar akan suatu mata pelajaran,

maka segala potensi yang dia miliki akan mudah untuk diaplikasikan dan hasilnya

akan lebih baik dibandingkan peserta didik yang kurang memiliki motivasi.

2.2.1.3.2 Faktor Eksternal Peserta Didik

Seperti faktor internal peserta didik, faktor eksternal peserta didik juga terdiri

atas dua macam, yakni: faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial.24

2.2.1.3.2.1 Faktor Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para pendidik, para staf administrasi, dan

teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang peserta didik.

para pendidik yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan

23
M. Dlyono, Psikologi Pendidikan, h. 56-57.
24
Muhibbin syah, Psikologi Belajar, h.154-155.
15

memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar,

misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi

kegiatan belajar peserta didik.

Selanjutnya, yang termasuk lingkungan sosial peserta didik adalah masyarakat

dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan peserta didik

tersebut. Kondisi masyarakat di lingkungan kumuh (slum area) yang serba

kekurangan dan anak-anak penganggur, misalnya, akan sangat mempengaruhi

aktivitas belajar peserta didik. Paling tidak, peserta didik tersebut akan menemukan

kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi atau meminjam alat-alat

belajar tertentu yang kebetulan belum dimilikinya.

Lingkungan sosial yang paling banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah

orang tua dan keluarga peserta didik itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik

pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah),

semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan

hasil yang dicapai oleh peserta didik.

2.2.1.3.2.2 Faktor Lingkungan non Sosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan

letaknya, rumah tempat tinggal keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar,

keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik. Faktor-faktor ini

dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar peserta didik.

2.2.4 Pembelajaran Bahasa Arab

Pembelajaran pada dasarnya mengandung pengertian yang sama dengan

konsep belajar mengajar. Secara konseptual istilah pembelajaran mengacu pada

proses yang melibatkan dua komponen utama dalam suatu kegiatan belajar mengajar,
16

yaitu pendidik dan pesrta didik. “Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan

oleh pendidik untuk membelajarkan peserta didik dalam belajar bagaimana belajar

memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan dan sikap”.25

Kata pembelajaran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan: “proses

atau cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar”. 26 Adapun menurut Oemar

Hamalik:
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran, dalam hal ini manusia
terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya, materi
meliputi; buku-buku, papan tulis dan lain-lainnya. Fasilitas dan perlengkapan
terdiri dari ruang kelas dan audiovisual. Prosedur meliputi jadwal dan metode
penyampaian informasi, praktek belajar, ujian dan sebagainya.27
Pembelajaran disebut juga sebagai proses perilaku dengan arah positif untuk

memecahkan masalah personal, ekonomi, sosial dan politik yang ditemui oleh

individu, kelompok dan komunitas. Dalam hal ini perilaku diartikan sebagai sikap,

ide, nilai,keahlian dan minat individu. Sedangkan arah positif merujuk kepada apa

yang meningkatkan diri, orang lain dan komunitas. Pembelajaran memungkinkan

individu, kelompok, atau komunitas menjadi entities yang berfungsi, efektif dan

produktif di dalam masyarakat.

Pembelajaran menurut Mohammad Surya adalah “proses interaksi peserta

didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.28

25
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), h.
157
26
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-2. Cet.
Ke-9; (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h. 15
27
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 57
28
Masitoh & Laksami Dewi, Strategi Pembelajaran, Cet. I; (Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), h. 7-8
17

Dalam pembelajaran bahasa asing seperti bahasa Arab, seorang pendidik perlu

mempertimbangkan prinsip dasar sebagai panduan dalam kelas bahasa asing.

Menurut Acep Hermawan dalam bukunya:


Pembelajaran bahasa asing melibatkan sekurang-kurangnya tiga disiplin ilmu,
yakni (a) linguistik, (b) psikologi, dan (c) ilmu pendidikan. Linguistik memberi
informasi kepada kita mengenai bahasa secara umum dan mengenai bahasa-bahasa
tertentu. Psikologi menguraikan bagaimana orang belajar sesuatu, dan Ilmu
pendidikan atau pedagogi memungkinkan kita untuk meramu semua keterangan
dari (a) dan (b) menjadi satu cara atau metode yang sesuai untuk dipakai di kelas
untuk memudahkan proses pembelajaran bahasa oleh pengajar.29
Sedangkan pembelajaran bahasa Arab merupakan pelaksanaan pembelajaran

yang memiliki tujuan memberikan pengenalan dan pengalaman kepada peserta didik

mengenai berbagai aspek bahasa Arab. Tujuannya agar peserta didikdapat memliki

berbagai keterampilan berbahasa dan dapat menggunakan bahasa Arab sebagai alat

mengkaji dan memahami sumber pokok ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah.

Di sisi lain pembelajaran bahasa Arab dapat memberikan pengaruh positif bagi

peserta didik, terutama bagi peserta didik yang sejak dini sudah menelaah bahasa

Arab, sehingga mereka mampu menguasai secara benar dan tepat.

Dalam perspektif akademik, pembelajaran bahasa Arab di perguruan tinggi

bertujuan sebagai alat dan tujuan. Keterampilan dalam bidang muthala’ah misalnya,

merupakan sarana bagi peserta didik untuk memperdalam dan memperluas ilmu-ilmu

ke-Islaman dari sumber primernya. Karena sumber-sumber primer ilmu ke-Islaman

mayoritas berbahasa Arab.

Jadi pembelajaran bahasa Arab merupakan kegiatan yang dilakukan secara

maksimal dengan melibatkan beberapa unsur agar peserta didik yang diajar bahasa

29
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 33
18

Arab biasa melakukan kegiatan belajar dengan baik. Dengan kata lain, setiap

perbuatan belajar mengandung beberapa unsur yang sifatnya dinami

Pada hakekatnya suatu keberhasilan tidak akan tercapai dengan baik tanpa ada

faktor-faktor yang mempengaruhinya, begitu pula dengan keberhasilan pembelajaran,

khususnya dalam pembelajaranbahasa Arab. Adapun faktor yang mempengaruhi

tercapainya suatu keterampilan berbahasa bagi peserta didik antara lain yaitu:

1) Untuk mendapatkan keterampilan berbahasa yang berhasil ada peran guru

dan peran siswa tidak mungkin cara siswa aktif tidak terpengaruh dan

dikendalikan oleh guru, jadi peran guru masih besar dalam pembelajaran

bahasa.

2) Metode yang berhasil adalah metode langsung dengan teknik monitoring

atas kesalahan tata bahasa dan kosa kata.

3) Keberhasilan belajar bahasa dimulai dengan belajar kosa kata dan tata

bahasa, baru kemudian membaca teks dengan konteks yang menarik dan

berguna.

4) Pelatihan yang digunakan setiap hari untuk komponen-komponen

kebahasaan dan penugasan diberikan untuk melakukan kegiatan kebahasaan

secara terpadu.

5) Mengingat, juga merupakan hal yang utama dalam pembelajaran bahasa.

6) Sering dilakukannya praktek berbicara dengan bahasa yang digunakan.

7) Pemakaian kamus sangat diperlukan.30

Dalam proses pembelajaran bahasa Arab bagi non Arab, tidak terlepas dari

adanya kesulitan yang dihadapi oleh para pendidik dan peserta didik. Banyak alasan

30
Jos Daniael Parera, Linguistik Edukasional, (Jakarta: Erlangga,1997), h. 32
19

mengapa orang-orang non Arab mempelajari bahasa Arab, seperti yang dikutip oleh

Acep Hermawan antara lain :

1) motivasi Agama terutama Islam karena bahasa kitab suci kaum muslimin

berbahasa Arab menjadikan bahasa Arab harus dipelajari sebagai alat untuk

memahami ajaran agama yang bersumber dari kitab suci Alqur’an; 2) Orang non

Arab akan merasa asing jika berkunjung ke jazirah Arabia yang biasanya

menggunakan percakapan bahasa Arab baik ‘amiyyah maupun fushha jika tidak

menguasai bahasa Arab; 3) banyak karya-karya para ulama klasik bahkan hingga

yang berkembang dewasa ini menggunakan bahasa Arab dalam kajian-kajian

tentang agama dan kehidupan keberagamaan kaum muslimin di dunia. Sehingga

untuk menggali dan memahami hukum maupun ajaran-ajaran agama yang ada di

buku-buku klasik maupun modern, mutlak menggunakan bahasa Arab.31

Secara garis besar, ada dua faktor yang dapat menghambat pembelajaran

bahasa Arab apabila tidak dipahami dengan baik yaitu:

1) Linguistik

Linguistik lazim diartikan sebagai ”ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil

bahasa sebagai objek kajiannya”.32Linguistik mengajarkan seluk-beluk bahasa secara

spesifik, sehingga prinsipnya adalah bahasa sebagai objek studi.

2) Non Linguistik

Fenomena sosial termasuk bahasa sangat mempengaruhi terhadap pembinaan

bahasa Arab. Terutama jika mayoritas suatu penduduk beragama Islam. Persoalan

31
Acep Hermawan, op.cit, h. 99
32
Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoritik, Cet. I, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), h. 3
20

non linguistik menjadi kendala keberhasilan pembelajaran yakni kondisi sosio-

kultural bangsa Arab dengan non Arab seprti halnya Indonesia.

Faktor-faktor yang telah diuraikan diatas dalam kaitannya dengan

pembelajaran bahasa Arab merupakan faktor-faktor yang bersifat umum. Di samping

faktor linguistik dan non linguistik tersebut, ada beberapa faktor internal yang dapat

mempengaruhi pembelajaran bahasaArab, diantaranya adalah aspek fisiologis (yang

bersifat jasmania) dan aspek psikologis (yang bersifat rohania) seperti intelegensi,

minat, dan motivasi. Selain faktor internal tersebut, ada dua faktor yang dapat

mempengaruhi pembelajaran bahasaArab, yakni lingkungan sosial dan non sosial.33

Persoalan pembelajaran bahasa Arab sudah seharusnya menjadi perioritas

utama khususnya pada lembaga-lembaga pendidikan Islam. Penguasaan bahasa Arab

dengan baik merupakan kunci mutlak menelaah sumber-sumber ilmu keIslaman.

Kedudukan istimewa yang dimiliki oleh bahasa Arab di antara bahasa-bahasa yang

lain di dunia adalah karena bahasa Arab berfungsi sebagai bahasa al-Qur’andan as-

Sunnah serta kitab-kitab lainnya. Itulah sebabnya, di dalam kitab Mukhtarul Ahaditsi

Al-Nabawiyyati Wal Hikamul Muhammadiyah disebutkan bahwa Rasulullah bersabda


34
.‫ وكالم أهل اجلنة يف اجلنة عريب‬,‫ والقران عريب‬,‫أحبوا العرب لثالث إلين عريب‬
Terjemahannya
Cintailah bahasa Arab karena tiga hal, yaitu bahwa saya adalah orang Arab, bahwa
al-Qur’an adalah bahasa Arab, dan bahasa penghuni surga di dalam surga adalah
bahasa Arab.
Keniscayaan urgensi bahasa Arab bagi umat Islam tidak dipertanyakan lagi.

Sumber utama hukum-hukum Islam, al-Qur’an dan as-Sunnah serta kitab-kitab

33
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), h. 132
34
Sayyid Ahmad al-Hasyimiy, Mukhtarul Ahaditsi An-nabawiyyati Wal Hikamul
Muhammadiyah, (Surabaya: Darul Ilmi), h. 7
21

klasik Islam yang menggunakan bahasa Arab sebagai media. Tidaklah berlebihan jika

ulama mengatakan “pelajarilah bahasa Arab karena bahasa Arab itu merupakan kunci

(bagian) dari agama kalian.”35

Taqiyuddin Al-Nabhani dalam bukunya al-Syakhsiyah al- Islamiyahia

menulis :

‫“فصار فهمه ال بد أن يعتمد علي املعارف اللغوية واملعارف الشرعية حيت يتمكن من‬...
‫ ومن هن ا ك انت ش روط اإلجته اد كله ا‬.‫فهم النص والوص ول إيل معرف ة حكم اهلل من ه‬
36
"‫ توفر املعارف اللغوية واملعارف الشرعية‬:‫تدور حول هذين األمرين ومها‬
Terjemahnya
“...Maka pemahaman terhadap wahyu mesti bersandar pada pengetahuan tentang
bahasa dan pengetahuan tentang syara’, sehingga memungkinkan untuk
memahami nash dan sampainya pada pengetahuan tentang hukum Allah.
Berdasarkan hal ini, maka syarat-syarat ijtihad berkisar pada dua perkara:
kemampuan di bidang bahasa dan bidang syara”.
Uraian di atas senada dengan apa yang ditulis oleh Ibrahim Muhammad Atha’

dalam bukunyaal-Marja’u fi Tadriisi al-Lughah al-Arabiyyah :

‫ وال‬.‫ ألن فهم الكتاب والسنة فرض‬,‫ ومعرفتها فرض واجب‬,‫"أن تعلم العربية من الدين‬
37
."‫يفهم هذين إال بفهم اللغة العربية‬
Terjemahnya
Sesungguhnya belajar bahasa Arab itu bagian dari agama, dan memahaminya
adalah kewajiban, karena memahami al-Qur’an dan as-Sunnah adalah fardhu.
Keduanya tidak dapat dipahami dengan baik kecuali dengan memahami bahasa
Arab.
2.2.5 Kajian tentang nahwu

35
Ar-Rustami, Muhammad Abu, April 2012. “Problematika Pembelajaran Bahasa Arab”
Qiblati. Edisi 06 th. VII No.40;43
36
Taqiyuddin Al-Nabhani, al-Syakhsiyah al–Islamiyah, jilid 1 Cet. 6, (Beirut: Dar al-Ummah,
2003) h. 211.
Ibrahim Muhammad Atha’, al-Marja’u fi Tadriisi al-Lughag al-Arabiyyah, Cet. II; (Kairo:
37

Amun, 2006), h. 382


22

2.2.5.1 Pengertian Nahwu

Secara bahasa lafadz Nahwu memiliki enam makna yaitu menyengaja (al-

qhashdu), arah (ai-jihatu), seperti (al-mitslu), kita-kira (al-miqdar), bagian (al-qismu),

dan sebagian (al-ba’dhu).Sedangan secara istilah nahwu adalah ilmu tentang qaidah-

qaidah (pokok-pokok) yang diambil dari kalam arab, untuk mengetahui hukum

(hukumnya kalimat) kalimat arab yang tidak disusun dan keadaan kalimat ketika

ditarkib, atau ilmu tentang pokok-pokok yang diambil dari kaidah-kaidah arab, untuk

mengetahui keadaan akhirnya kalimat dari segi i’rab dan bina’.38

Ilmu nahwu adalah kaidah-kaidah untuk mengenal bentuk kata-kata dalam

bahasa arab serta kaidah-kaidahnya dikala berupa kata lepas dan dilaka tersusun

dalam kalimat.39

2.2.5.2 Tujuan Mempelajari Nahwu

Bahwa setiap usaha atau aktivitas harus mempunyai arah dan tujuan tertentu,

sebab tanpa tujuan sebagai sasaran yang hendak ditempuh tidak akan tercapai

sebagaimana yang diinginkan. Begitu pula dengan pengajaran Nahwu sebagai suatu

proses pembelajaran dan merupakan suatu usaha, maka tentunya juaga memiliki

tujuan tersendiri.

Tujuan utama dari mempelajari ilmu nahwu adalah agar kita memahami Al-

Qur‟an dan Al-hadits yang keduanya merupakan dasar agama Islam. Ilmu nahwu

bukan sasaran utama dalam proses pembelajaran, namun ilmu nahwu adalah salah

satu sarana untuk kita berbicara dan menulis dengan benar serta meluruskan dan

38
Ahmad Seri bin Punawan, Metode Pengajaran Nahwu dalam Pengajaran Bahasa Arab,
(Jurnal Hunafa, Vol. 7, No. 1, 2010), h. 48.
39
Hifni Bek Dayyas dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1998), h. 13
23

menjaga lidah kita dari kesalahan, juga membantu dalam memaparkan ajaran dengan

cermat, mahir dan lancar. Beberapa tujuan mempelajari ilmu nahwu adalah:

a. Menjaga dan menghindarkan lisan serta tulisan dari kesalahan berbahasa,

selain menciptakan kebiasaan berbahasa yang fasih. Karena itu, ulama

Arab dan Islam zaman dahulu berupaya untuk merumuskan ilmu nahwu.

b. Membiasakan pembelajar bahasa Arab untuk selalu melakukan

pengamatan, berpikir logis dan teratur serta hal-hal lain yang dapat

membantu mereka untuk melakukan pengkajian terhadap tata bahasa Arab

secara kritis.

c. Membantu para pelajar untuk memahami ungkapan-ungkapan berbahasa

Arab sehingga mempercepat pemahaman terhadap maksud pembicaraan

dalam bahasa Arab.

d. Mengasah pemikiran, mencerahkan perasaan serta mengembangkan

khazanah kebahasaan para pelajar.

e. Memberikan kemampuan pelajar untuk untuk menggunakan kaidah

bahasa Arab dalam berbagai situasi kebahasaan. Karena itu, hasil yang

diharapkan dari pengajaran ilmu nahwu adalah kecakapan para pelajar

dalam menerapkan kaidah tersebut sesuai gaya-gaya bahasa Arab dalam

kehidupannya sehari-hari.

f. Qawa‟id dapat memberikan kontrol yang cermat kepada para pelajar saat

mengarang suatu karangan.40

2.2.5.3 Metode Pembelajaran Nahwu

40
Ahmad Seri bin Punawan, Metode Pengajaran Nahwu dalam Pengajaran Bahasa Arab,
(Jurnal Hunafa, Vol. 7, No. 1, 2010), h. 50-51.
24

Sebelum menjelaskan pengertian metode pembelajaran nahwu, terlebih

dahulu penulis akan membahas tentang metode. Dalam KBBI disebutkan bahwa

pengertian metode adalah “cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu

pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Atau cara kerja yang

bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang

ditentukan.”41
“Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa yunani metodos. Kata ini
terdiri dari dua suku kata, yaitu: metha yang berarti melalui atau melewati dan
hodos yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan atau cara yang dilalui
untuk mencapai tujuan.42
Maka dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa metode merupakan sesuatu yang

mesti dilalui dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang

telah ditentukan yang ingin dicapai. Adapun pengertian lain dari metode, Kartoredjo

mengemukakan bahwa metode adalah cara, teknik, rumus, dan sistem. Atau cara

kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai

tujuan yang ditentukan.43 Wina Sanjaya mengemukakan dalam bukunya bahwa

pengertian metode adalah cara yang digunakan untuk mengimlementasikan rencana

yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang disusun tercapai secara

optimal.44

Dari beberapa pengertian yang disebutkan diatas, penulis dapat mengatakan

bahwa metode adalah bentuk atau cara-cara yang digunakan dalam menyampaikan

41
Departemen Pendidkan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi
Keempat, (Cet. VII; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 910.
42
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press,
2002), h. 40.
43
Kartoredjo, Kamus Baru Kontemporer, (Cet, I; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), h.
230.
44
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Cet, IX;
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 147.
25

suatu gagasan, pemikiran atau wawasan yang disusun secara sistematis dan terencana

serta didasarkan pada teori, konsep dan prinsip tertentu yang terdapat dalam berbagai

disiplin ilmu.

Setelah menetahui pengertian metode, maka penulis menyimpulkan

pengertian metode pembelajaran nahwu adalah bentuk atau cara-cara yang digunakan

pendidik dalam kegiatan belajar mengajar untuk dapat memahamkan atau

mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik tentang pelajaran nahwu.

Adapun metode-metode yang digunakan dalam pembelajaran nahwu dalam

hal ini penulis meringkas metode yang digunakan dalam pembelajaran nahwu

menjadi lima metode yang dikutib dari ‫فواد أبو الهيجاء‬.‫ د‬dalam bukunya “‫أساليب و طرق‬

‫ تدريس اللغة العربية‬yaitu, al-thariqatu al-qiyasi, al-istiqro’iyah, al-mu’dalah, al-nasyath,

dan thariqatu al-musykilat, dan sekarang penulis akan menjelaskan setiap metode dari

metode-metode tersebut.

2.2.5.3.1 Metode Deduktif (al-thariqatu al-qiyasi)

Metode ini kadang-kadang disebut kaidah dan kemudian contoh dan metode

tertua yang digunakan dalam pengajaran tata bahasa Arab. Terlepas dari

diperkenalkannya metode ini, referendum yang didistribusikan oelh organisasi Arab

untuk pendidikan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan kepada mereka yang

bertanggung jawab untuk mengajar bahasa Arab di kementerian pendidikan dan

kemenetrian lain yang ditugaskan ke tahap pendidikan public di semua negara Arab,

dibuktikan dengan menganalisis tanggapan pihak berwenang yang kompoten di

negara-negara Arab bahwa metode standar masih digunakan dibeberapa sekolah di

negara-negara Arab.
26

Pembelajaran dengan cara ini didasarkan pada presentasi kaidah terlebih

dahulu dan meminta siswa untuk menghafalnya kemudian menunjukkan contoh

setelah itu untuk memperjelas kaidah tersebut dan arti dari hal tersebut bahwa

perhatian penuh bergerak dari keseluruhan ke bagian.45 Di sinilah kaidah atau kaidah

umum berkembang, dimulai dengan tahun, kemudian bagian datang dan seluruh

bagian yang terlibat,dan kesimpulannya adalah dimulai dengan kaidah dan contoh

datang untuk memperjelas kaidah.

Metode ini didasarkan pada menghafal kaidah dari awal dan kemudian

berikan bukti dan contoh membuktikannya. Ini berarti bahwa didasarkan pada

penghafalan maka siswa diharuskan untuk menghafalkan kaidah terlebih dahulu dan

kemudian disajikan kepadanya contoh-contoh yang menjelaskan kaidah tersebut

bahwa pikiran (perhatian penuh) dimulai dari keseluruhan ke bagian, dan apabila

siswa tidak memahami kaidah mulailah dengan memahami model, bukti, contoh, dan

detailnya.

Metode ini dimulai dari yang sulit hingga yang susah karena itu membunuh

semangat inovasi dan pemikiran siswa, juga tidak menggunakan metode diskusi yang

membunuh semangat dan menyebabkan kebosanan siswa, bahwa untuk menghemat

waktu dalam mengajar dan membebaskan guru dari diskusi karena pekerjaannya

otomatis dari awal.46 Metode deduktif ini berarti cara mengajar tata bahasa di sekolah

atau di pesantren kemudian guru menjelaskan atau menyederhanakan kaidah-kaidah

kepada siswa dan dan diikuti dengan memberi contoh dalam bentuk kalimat yang

diambil dari bacaan.

45
Muhammad Abdul Qodir Ahmad, Turuqu Talim Lugoh al-Arabiyah, nafsu al-marja’,h, 192.
46
Fuad Abu al-haijai, Asalib wa Turuqu Tadris al-Lugah al-Arabiyah, (darulmanahij,al-
thab’atu al-stalist 2002), h. 120
27

2.2.5.3.2 Metode Induktif (al-thariqatu al-istiqro’iyah)

Ini disebut metode penarikan kesimpulan, mengeluarkan kesimpulan atau

metode Herbart, karna mengikuti lima langkah yang harus dilakukan dalam mengajar

sebagaimana yang ditetapkan oleh Johan Priedrich Herbart (Ahmad,1984:191). Pada

mulanya metode ini masuk ke dunia Arab setelah adanya ajakan dari delegasi misi

pengajaran dari Eropa pada awal abad XX M., di mana gaya mengajar dalam metode

ini adalah kebalikan dari metode deduktif, karena metode ini didasarkan pada

penyajian contoh-contoh terlebih dahulu lalu contoh itu didiskusikan dengan para

pelajar, dibanding-bandingkan dan dirumuskan kaidahnya kemudian diberikan latihan

kepada para pelajar. Metode ini dimulai dari yang khusus untuk mencapai kaidah

yang bersifat umum, sementara metode deduktif dari yang umum kepada yang

khusus.

Metode induktif adalah cara terbaik untuk mengajarkan kaidah karena paling

sesuai dengan mata pelajaran, itu berarti gagasan pembusukan makna tetapi untuk

mendapatkan informasi yang lalu, dan menggabungkannya ke informasi yang baru

untuk menjadi blok,massa ilmiyah yang terpadu. Metode induktif didasarkan pada

banyak contoh yang beragam yang beredar di sekitar makna tertentu dan dapat

menjadi karya sastra lengkap yang berhubungan dengan kehidupan siswa dan

pengalaman mereka dimana potongan-potongan ini dibahas sehingga mereka

menghasilkan contoh yang diperlukan dalam pelajaran, dalam revitalisasi siswa dan

membangkitkan pemikiran mereka dan terbatas pada perhatian mereka yang pergi

dari aturan logis dan organisasi intelektual, ini didasarkan pada studi dan pemeriksaan

bagian dan itu seperti pelajaran kaidah yang mendahulukan contoh. Jadi metode

deduktif ini adalah menunjukkan contoh kemudian menyimpulkan kaidahnya.


28

2.2.5.3.3 Metode yang dimodifikasi (al-thariqatu al-mu’dalah)

Metode modifikasi adalah metode induktif itu sendiri tetapi tidak didasarkan

pada contoh yang mungkin tidak terkait dengan ide, tetapi lebih pada penyajian ide-

ide yang berhubungan dengan teks sastra. Metode ini lebih baik daripada metode

sebelumnya karena metode ini membutuhkan integrasi cabang bahasa dan topik

bahkan dapat berintegrasi dengan mata pelajaran yang lain terutama sejarah, al-quran

dan hadits.47 Metode yang dimodifikasi adalah salah satu metode tata bahasa dari segi

riwayat tekstur, dan telah menghasilkan penambahan pada metode sebelumnya yang

kami sebut metode modifikasi yaitu didasarkan pada pengajaran metode gramatikal

dalam metode yang bersambung tidak terputus, dan metode yang terkait dengan

sepotong bacaan dalam satu mata pelajaran atau teks-teks yang dibaca oleh siswa dan

dan memahami maknanya kemudian akan dirujuk secara keseluruhan dan

karakteristiknya.48

Metode yang dimodifikasi sama dengan metode induktif sebelumnya,tetapi

pengajaran kaidah disini adalah melalui penyajian makna teks utuh yaitu melalui

metode bersambung, bukan contoh berat yang dikutip dari lembah yang berbeda, dan

tidak mewakili makna bahwa siswa merasa mereka membutuhkannya. Dengan

demikian pengajaran kaidah menurut metode ini didasarkan pada penyajian teks di

mana ide atau gagasan yang ingin diketahui siswa, dan setelah siswa membaca teks

dan memahami maknanya, merujuk pada kalimat teks dan karakteristiknya kemudian

diikuti dengan menyusun kaidah dan menerapkannya. Tidak ada keraguan bahwa

47
Fuad Abu al-haijai, Asalib wa Turuqu Tadris al-Lugah al-Arabiyah, (darulmanahij,al-
thab’atu al-stalist 2002), h.121
48
Hasan Syaja’ah, Ta’lim Lugha al-Arabiyah baina Nazriyah wa Tathbiqi, (althab’atu al-
stalist, al-darul mishriah al-bananiyah, 1996), h. 212.
29

metode ini memberi guru kesempatan untuk mengajarkan kaidah melalui topik

membaca, literatur, sejarah dan ekspresi, bahwa kaidah disini dapat dipelajari di

bawah penggunaan bahasa dalam situasi alami. Melaliu metode ini kaidah

digabungkan dengan truktur,expresi, penggunaan, latihan, jejak, dan pengulangan

yang benar hingga menjadi “ratu linguistik” sebagaimana yang dikatakan Ibnu

Khaldun. Asal usul metode ini adalah perhatian pada struktur dan makna. 49Metode ini

dimulai dengan teks yang utuh dengan panduan dan membahas teks serta membahas

topik bacaan. Di mana siswa membaca teks dalam hati dan kemudian didiskusikan

oleh guru dan membahas kata-kata yang sulit dan kemudian siswa membaca bacaan

dengan keras dan kemudian membahas contoh-contoh. Hingga siswa menyimpulkan

kaidah pelajaran lalu dirumuskan oleh guru dengan cara yang mudah dan

menuliskannya di papan tulis. Tidak ada keraguan bahwa metode ini memberi guru

kesempatan untuk mengajarkan kaidah melalui topik membaca, literatur , dan expresi.

Dan dengan metode ini kaidah digabungkan dengan struktur, expresi, penggunaan,

latihan, dan pengulangan yang benar sampai bahasa linguistik terbentuk.

2.2.5.3.4 Metode Kegiatan (al-thariqatu al-nasyath)

Metode kegiatan berdasarkan pemanfaatan kegiatan siswa yang ditugasi

mengumpulkan metode, teks, dan contoh-contoh yang berhubungan dengan kaidah

yang diminta, dan guru belajar dengan mereka yaitu didasarkan pada upaya siswa

bersama dan mengatur guru sampai kaidah diperoleh.50

Metode ini relatif baru dari metode-metode sebelumnya, yang berdasarkan

psikologis, panggilan untuk memanfaatkan efektivitas siswa, di mana mereka

49
Ahmad Madkur, Tadris Funun al-Lughah al-Arabiyah, (Maktabah Talfalah, 1984) h. 280.
50
Fuad Abu al-haijai, Asalib wa Turuqu Tadris al-Lugah al-Arabiyah, (darulmanahij,al-
thab’atu al-stalist 2002), h. 122.
30

ditugaskan untuk mengumpulkan metode, teks, dan bukti yang membahas kaidah-

kaidah tata bahasa seperti fa’il, jar wa al-majrur, an-nawasikh, adwatu asy-syarti,

dan al-istifham yang mereka baca di kelas atau di luar kelas dan yang mereka baca di

buku-buku sekolah, buku-buku yang lain dan surat kabar.dan kemudian memilih

metode-metode,dan yang contoh-contoh, kalimat-kalimat, dan frasa adalah fokus

untuk didiskusikan yang berakhir dengan menyimpulkan kaidah yang dimaksudkan,

dan kemudian mengukur dengan lebih banyak latihannya.51 Metode ini digunakan

oleh guru dalam pengajaran bahasa arab sehingga murid dapat menjalankan

aktivitasnya.

2.2.5.3.5 Metode Pemecahan masalah (al-thariqatu al-musykilat)

Metode ini didasarkan pada pelajaran berekspresi, membaca, dan teks-teks di

mana guru mengambil teks dan topik untuk menunjukkan masalah yang berputar di

sekitar fenomena atau seputar kaidah tata bahasa dan kemudian menarik perhatian

siswa pada fakta bahwa fenomena ini akan menjadi subjek studi tata bahasa, dan

kemudian mengintruksikan dengan mengumpulkan contoh dari topik yang mereka

atau orang lain diskusikan dan mendiskusikannya dengan mereka kemudian

menyimpulkan kaidah.52 Metode ini kemudian didasarkan pada penanganan masalah-

masalah yang menjadi perhatian para siswa pada awalnya untuk mengangkat masalah

tata bahasa. Di sini guru menarik perhatian siswa bahwa masalah tata bahasa ini

adalah subjek pelajaran kaidah di kelas berikutnya. Contoh-contoh masalah tata

bahasa ini dikumpulkan dari tulisan siswa dalam bentuk buklet ungkapan.53

51
Ahmad Madkur, Tadris Funun al-Lughah al-Arabiyah, (Maktabah Talfalah, 1984) h. 281.
52
Fuad Abu al-haijai, Asalib wa Turuqu Tadris al-Lugah al-Arabiyah, (darulmanahij,al-
thab’atu al-stalist 2002), h. 123.
53
Ahmad Madkur, Tadris Funun al-Lughah al-Arabiyah, (Maktabah Talfalah, 1984) h. 282
31

Metode ini guru harus memiliki bahan pengajaran untuk didiskusikan atau

menyelesaikan permasalahan n melatih siswa untuk menyelesaikan masalah adalah

suatu hal penting, pemecahan masalah adalah cara mengajar dan berfikir bersama di

mana guru menggunakan suatu kaidah untuk menyelesaikan permasalahan.

2.2.5.4 Kesulitan Belajar Nahwu

Dalam setiap proses pembelajaran pasti terdapat problem yang dapat

menghambat jalannya proses tersebut, baik itu berhubungan dengan peserta didik atau

mahasiswa maupun dalam pembelajarannya. Hambatan dalam pembelajaran itu

adalah berasal dari faktor yang biasanya ada pada diri individu itu sendiri dan faktor

yang berasal dari luar diri peserta didik/mahasiswa.

Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan

kreativitas peserta didik atau mahasiswa, melalui berbagai interaksi dan pengalaman

belajar. Namun pelaksanaanya sering kali tidak disadari bahwa masih banyak hal

dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan justru menghambat aktivitas dan

kreativitas peserta didik/mahasiswa.54

Salah satu cabang pembelajaran bahasa Arab yang sering menemui kesulitan

dalam pembelajaran adalah nahwu. Hal ini wajar karena nahwu merupakan salah satu

seni yang membutuhkan latihan hingga mahir dan peningkatan serta bimbingan,

sehingga bagi peserta didik/mahasiswa yang tidak memiliki kesabaran dan

ketelatenan dalam mempelajarinya akan menemui banyak kendala.

Pada pembelajaran nahwu ada beberapa faktor yang menjadi problem

pembelajaran:

54
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2003) h. 106
32

1) Ketergantungannya pada hukum makro abstrak, analisis, pembagian,

penyimpulan, dan penganggaran yang membutuhkan upaya

intelektual.

2) Banyak aspek i’rab yang berbeda dan defenisi yang berganda dan

banyak topik kaidah yang ditentukan dalam satu tahun.

3) Model yang diberikan mungkin tidak relevan dengan kehidupan,

minat, dan kecendrungan siswa, atau peka terhadap perbedaan

individu.

4) Kurangnya pelatihan yang efektif pada pembahasan nahwu.

5) Tidak menautkan kaidah nahwu ke cabang lain dari bahasa arab

seperti membaca.55

2.3 Tinjauan Konseptual

Untuk menghindari kesalahpahaman tentang judul ini, maka penulis akan

menguraikan terlebih dahulu penegasan-penegasan istilah yang ada dalam judul,

sebagai berikut:

2.3.1 Kesulitan

Kesulitan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti hal yang

menimbulkan masalah; hal yang belum dapat dipecahkan. Permasalahan yang tejadi

sehingga menghambat suatu kelancaran dalam suatu aktivitas.

2.3.2 Belajar

55
Faishal husain, Al-Mursyidul al-Fata’ litadrisi al-Lughah al-Arabiyah, (Darul ast-Staqafah,
1998), h. 217.
33

belajar adalah perubahan dan meningkatnya kualitas dan kuantitas tingkah laku

seseorang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus menerus. Perubahan yang

dialami merupakan efek dari stimulus-respons yang berlangsung selama kegiatan

belajar. Berhasil tidaknya suatu pembelajaran ditentukan dari sebarapa besar

perubahan sikap (afektif), pengetahuan (cognitif), dan keterampilan (psikomotorik)

yang dialami oleh seseorang.

2.3.3 Nahwu

Nahwu adalah kaidah-kaidah untuk mengenal bentuk kata-kata dalam bahasa

arab serta kaidah-kaidahnya dikala berupa kata lepas dan dikala tersusun dalam

kalimat.

2.4 Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan teori yang mendasari untuk menyelesaikan

masalah.56 Adapun dalam sub bab ini penulis mencoba menggambarkan kerangka

pikir dari penelitian ini sebagai berikut:

Prodi Pendidikan Bahasa

Dosen Mahasiswa

Nahwu

Kesulitan Belajar

III METODE PENELITIAN Hasil/Solusi

3.1 Jenis Penelitian

56
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare, “Pedoman Penulisan Karya Tulis
Ilmiah”, Parepare. 2013. h. 33.
34

Berdasarkan permasalahan yang akan diteliti, maka penelitian ini termasuk

dalam jenis penelitian lapangan ( ‫ث َم ْي َدانِ ٌّي‬


ٌ ‫ )بَ ْح‬dan berdasarkan sifat permasalahannya,
maka jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan

berdasarkan pradigma, statregi dan implementasi model secara kualitatif. 57 Jenis

penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kualitatif, yaitu data yang diperoleh

berupa kata-kata, gambar, perilaku, tidak dituangkan dalam bentuk bilangan atau

angka statistik melainkan tetap dalam bentuk kualitatif yang memiliki arti lebih kaya

dari sekedar angka atau frekuensi.

”Semua data yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa

yang sudah diteliti”.58 Pemilihan metode ini dimaksudkan untuk memberikan

gambaran secermat mungkin mengenai Kesulitan Belajar Nahwu Mahasiswa Prodi

PBA IAIN Parepare berdasarkan fakta-fakta yang ada.

Penelitian kualitatif ini dipilih sesuai dengan maksud yang ingin dicapai yaitu

mendeskripsikan dan melihat Kesulitan Belajar Nahwu Mahasiswa Prodi PBA IAIN

Parepare.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penetapan lokasi penelitian “ada tiga unsur penting yang penulis

pertimbangkan, yaitu: tempat, pelaku, dan kegiatan”.59

Adapun lokasi penelitian ini adalah prodi PBA dan objek penelitiannya

adalah mata kuliah Nahwu, dosen yang bersangkutan dan mahasiswa prodi PBA

57
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 20.
58
Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif ,Cet. XVII; (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset, 2002), h. 6
59
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 1996), h. 43
35

IAIN Parepare. Sedangkan pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan kurang lebih

2 bulan.

3.3 Fokus Penelitian

Ada dua maksud yang ingin dicapai oleh peneliti dalam menetapkan fokus

penelitian. “pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi, dan yang kedua, bahwa

penetapan fokus itu berfungsi untuk memenuhi kriteria keluar masuknya suatu

informasi yang baru diperoleh di lapangan.”60

Untuk membatasi lingkup penelitian dan data yang akan dikumpulkan dalam

penelitian ini maka penulis memfokuskan penelitian pada proses pembelajaran bahasa

Arab dengan menganalisis kesulitan-kesulitan belajar nahwu yang dialami oleh

mahasiswa pendidikan bahasa Arab IAIN Parepare.

3.4 Jenis dan Sumber Data yang Digunakan

3.4.1 Jenis Data

Berdasarkan jenisnya, data dapat dibagi menjadi 2 yaitu data primer dan data

sekunder. Yang dimaksud data primer adalah data yang diperoleh langsung dari

responden atau objek yang diteliti. Sedangkan data sekunder adalah data yang

dikumpulkan dan dilaporkan dari instansi atau buku kepustakaan.61

Dalam penelitian ini akan menggunakan beberapa komponen yang menjadi

sumber data. Adapun yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah “subyek

dari mana data dapat diperoleh”62

60
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , h. 94.
61
Moh. Pabundu Tika, Metodologi Riset Bisnis, Cet. 1; (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), h.
57

62
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1997), h. 107
36

Adapun data primer dalam penelitian ini diperoleh dari dosen mata kuliah

Nahwu dan mahasiswa prodi PBA IAIN Parepare.

Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang sudah diolah

dalam bentuk naskah tertulis atau dokumen. Data ini merupakan data yang diperoleh

dari lembaga berupa sejarah singkat, jumlah mahasiswa, visi dan misi, keadaan

sarana dan prasarana, kurikulum dan lain sebagainya.

3.4.2 Sumber Data

Sumber data adalah dari mana data itu diperoleh dan dikumpulkan. Sumber

data juga bisa diartikan “objek dari penelitian yang dimaksud”. 63 Adapun yang

menjadi objek atau sasaran dalam penelitian ini adalah dosen mata kuliah Nahwu dan

Mahasiswa Prodi PBA IAIN Parepare.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian, dibutuhkan teknik pengumpulan data yang digunakan

untuk mendapatkan data dan informasi tentang kesulitan-kesulitan belajar ilmu

nahwu pada Program Studi Pendidikan Bahasa Arab IAIN Pare-pare, maka penulis

menggunakan beberapa pendekatan dalam mengumpulkan data, dimana teknik dan

instrumen yang satu dengan yang lainnya saling menguatkan agar data yang diperoleh

dari lapangan benar valid dan otentik.

Adapun teknik dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

3.5.1 Teknik Observasi

Observasi yaitu pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis

mengenai fenomena sosial dengan gejalah-gejalah pesikis untuk kemudian dilakukan

63
M. Subana Sudrajat, Dasar-dasar penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h.115
37

pencatan.64 Observasi sebagai alat pengumpul data, banyak digunakan untuk

mengukur tingkah laku individu, ataupun proses terjadinya sesuatu yang dapat

diamati baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan observasi partisipan dan non partisipan yaitu

dengan melakukan pengamatan sambil berpartisipasi dalam proses pembelajaran dan

mengobservasi interaksi mahasiswa dengan lingkungan intern kampus.

Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang gambaran umum

pembelajaran nahwu pada prodi PBA dan untuk mengetahui kondisi fisik sarana dan

prasarana dari objek penelitian, maka penulis menggunakan metode observasi secara

langsung di prodi PBA IAIN Parepare guna mengamati dan mencatat secara

sistematis fenomena-fenomena yang diteliti.

3.5.2 Wawancara

Wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab

(berkomunikasi langsung) dengan responden yang dilakukan oleh peneliti. Dalam

mengumpulkan data penelitian penulis melakukannya dengan metode interview guna

memperoleh data yang akurat tentang kendala-kendala dalam pembelajaran nahwu.

Teknik pengumpulan data ini disertai pedoman wawancara baik yang terstruktur,

yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai

check-list, atau yang tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat

garis-garis besar yang akan ditanyakan. Dalam hal ini, peneliti akan mewawancarai

dosen mata kuliah nahwu dan mahasiswa prodi PBA IAIN Parepare untuk

memperoleh informasi tentang kesulitan-kesulitan dalam belajar mata kuliah nahwu.

3.5.3 Teknik Dokumentasi

64
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktek), Cet IV; (Jakarta: Rineka
Cipta, 2004), h. 62
38

Metode ini digunakan untuk mengetahui secara keseluruhan data yang

berhubungan dengan penelitian.Yaitu pengambilan data dengan mengumpulkan data-

data berupa dokumen-dokumen dan catatan-catatan dalam bentuk apapun yang

berkaitan dengan objek yang diteliti.

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dipisahkan antara data terkait (relevan) dan

data yang kurang terkait atau sama sekali tidak ada kaitannya.65 Analisis data

merupakan proses mencari, mengumpulkan dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan atau observasi dan

dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan

kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memelilih mana yang

penting dan yang akan dipelajari serta membuat kesimpulan sehingga mudah

dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.66

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka analisis data yang diterapkan

adalah kualitatif. Analisis tersebut menggunakan analisis data model Miles dan

Huberman.67

Pegumpulan data

Peyajian Data

Reduksi Data

65
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek (Cet. IV; Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2004), h. 105
66
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Cet.
XXIII; Bandung: Alfabeta, 2016), h. 335.
67
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h.
247.
39

Kesimpulan Verifikasi

3.6.1 Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan langkah awal dalam penelitian.Data yang

dikumpulkan adalah data yang terkait dengan penelitian untuk menjawab

permasalahan-permasalahan yang diajukan dalam rumusan masalah.

3.6.2 Reduksi Data

Miles dan Hubermen dalam Sugiono dan Tabroni mengatakan bahwa reduksi

data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan pada penyederhanaan,

pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis

dilapangan. Mereduksi data bisa berarti merangkum, memilh hal-hal yang pokok,

mengfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. 68 Adapun

tahapan-tahapan dalam reduksi data meliputi: membuat ringkasan, mengkode,

menelusuri tema dan menyusun laporan secara lengkap dan terinci.

Tahapan reduksi dilakukan untuk menelaah secara keseluruhan data yang

dihimpun dari lapangan, yaitu mengenai kesultan belajar nahwu prodi pendidikan

bahasa Arab IAIN Parepare. Kegiatan yang dilakukan dalam reduksi data ini yaitu,

mengumpulkan data dan informasi dari catatan hasil wawancara dan observasi, serta

mencari hal-hal yang dianggap penting dari setiap aspek temuan penelitian.

3.6.3 Penyajian Data

Miles dan Hubermen dalam Sugiono dan Tabroni mengatakan bahwa yang

dimaksud penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun dan

68
Imam Suprayono dan Tabroni, Metode Penelitian Sosial Agama (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), h. 194.
40

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 69Penyajian

data dalam hal ini adalah penyampaian informasi berdasarkan data yang diperoleh.

Kegiatan pada tahapan ini yaitu, membuat rangkuman secara deskriptif dan

sistematis, dan memberi makna setiap rangkuman dengan memperhatikan kesesuaian

dengan fokus penelitian. Jika dianggap belum memadai maka perlu dilakukan

penelitian kembali ke lapangan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dan

sesuai dengan alur penelitian .

3.6.4 Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Miles dan Hubermen dalam Rasyid mengungkapkan bahwa verifikasi data

dan penarikan kesimpulan adalah upaya untuk mengartikan data yang ditampilkan

dengan melibatkan pemahaman peneliti.70Kesimpulan yang dikemukakan pada tahap

awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke

lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan merupakan kesimpulan yang

kredibel.71

Tahap ini peneliti membuat suatu kesimpulan dari data yang yang sudah

dikumpulkan, mulai dari pelaksanaan pra survey, observasi, wawancara dan

dokumentasi dan membuat kesimpulan umum untuk dilaporkan sebagai hasil dari

penelitian yang telah dilakukan.

3.7 Uji keabsahan Data

Pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif ini menggunakan:

3.7.1. Perpanjangan pengamatan

69
Imam Suprayono dan Tabroni, Metode Penelitian Sosial Agama, h. 194.
70
Harun Rasyid, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Ilmu Sosial dan Agama, h. 71.
71
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 99.
41

Perpanjangan pengamatan yang dimaksud adalah peneliti memperoleh data,

akan tetapi data yang diperoleh belum lengkap dan belum mendalam maka peneliti

kembali kelapangan dengan melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber

data yang pernah ditemui maupun sumber data yang baru. Melalui perpanjangan

pengamatan diharapkan sumber data lebih terbuka, sehingga data akan memberikan

informasi tanpa ada dirahasiakan. Hal tersebut peneliti lakukan sebagai bentuk

pengecekan kembali data yang telah diperoleh sebelumnya pada sumber data bahwa

informasi yang diperoleh benar dan tidak bergunah.

Berapa lama perpanjangan pengamatan ini dilakukan, akan sangat tergantung

pada kedalaman, keluasan dan kepastian data. Kedalaman artinya apakah peneliti

ingin menggali data sampai pada tingkat makna, makna berarti data di balik yang

tampak. Keluasan berarti, banyak sedikitnya informasi yang diperoleh. Dalam hal ini

setelah peneliti memperpanjang pengamatan, apakah akan menambah fokus

penelitian, sehingga memerlukan tambahan informasi baru lagi. Kepastian data

adalah yang valid yang sesuai dengan apa yang terjadi.

3.7.2 Meningkatka Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat

dan berkesinambugan. Dengan cara tersebut kepastian data dan urutan peristiwa aka

dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dengan meningkatkan ketekunan itu, maka

peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan

salah atau tidak. Demikian juga dengan meningkatkan ketekunan maka peneliti dapat

memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.
42

Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan cara membaca

berbagai referensi yang berkaitan dengan temuan yang diteliti.

3.7.3 Triangulasi

Triangulasi dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber

data, menggunakan berbagai cara (seperti observasi, wawancara, dokumentasi), dan

melalui berbagai waktu. Ada beberapa triangulasi yaitu:

3.7.3.1 Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data yang telah diperoleh melalui beberpa sumber. Sumber data yang

memberikan informasi tersebut, tidak bisa dirata-ratakan seperti dalam penelitia

kuantitatif, tetapi dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama,

yang berbeda, dan mana spesifik dari sumber data tersebut. Data yang telah dianalisis

oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan

kesepakatan (member check) dengan sumber data tersebut.72Member check adalah

proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data, tujuannya agar

informasi yang diperoleh akan digunakan dalam penulis laporan sesuai dengan apa

yang dimaksud sumber data atau informan.73

3.7.3.2 Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data. Misalnya data yang

dikumpulkan dengan teknik wawncara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi

atau kuesioner. Bila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut,

menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut

72
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods) (Cet.
X; Bandung: Penerbit Alfabeta, 2018), h. 370.

73
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 127-129.
43

kepada sumber data yang bersangkutan atau orang lain, untuk memastikan data mana

yang dianggap benar. Atau mungkin semuanya benar, karena sudut pandangnya yang

berbeda-beda.74

3.7.3.3. Triangulasi Waktu

Penelitian yang ingin menghasilkan kredibilitas sebuah data juga dipengaruhi

oleh waktu. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat

narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih

valid sehingga kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat

dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau

teknik lain dalam waktu dan situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data

berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian

datanya.75

DAFTAR PUSTAKA

Abu, Muhammad & Ar-Rustami. April 2012. Problematika Pembelajaran Bahasa


Arab. Qiblati. Edisi 06 th. VII No.40;43

Ahmad, Sayyid al-Hasyimiy. Mukhtarul Ahaditsi An-nabawiyyati Wal Hikamul


Muhammadiyah. Surabaya: Darul Ilmi

Al-Nabhani, Taqiyuddin . 2003. Al-Syakhsiyah al–Islamiyah. jilid 1 Cet. 6. Beirut:


Dar al-Ummah

74
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, h .274.
75
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 105.
44

Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rineka Cipta
Arsyad, Azhar.2004. Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya.Cet.II;
Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Cet. I. Jakarta: PT . Rineka
Cipta

Daniael, Jos Parera.1997. Linguistik Edukasion. Jakarta: Erlangga

Departemen Agama RI.1997. Al-Quran dan Terjemahan. Surabaya: Surya Jayasakti

Departemen Pendidikan dan kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia,


Edisi ke-2. Cet. Ke-9; Jakarta: Balai Pustaka

Dewi,Laksami &Masitoh.2009.Strategi Pembelajaran. Cet. I; Jakarta: Direktorat


Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI

Hamalik,Oemar.1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Hermawan, Acep. 2011. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.
https://faizalnizbah.blogspot.com/2013/08/pengertian-kesulitan-belajar.html.
(diakses 24 mei 2019)
http://artidanpengertian.blogspot.com/2016/02/pengertian-kesulitan.html. (diakses 24
mei 2019)
Moleong, Lexy J.2002. Metodologi Penelitian Kualitatif.Cet. XVII; Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya Offset
Mudjiono dan Dimyati. 1999. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta

Muhammad Atha’, Ibrahim. 2006. Al-Marja’u fi Tadriisi al-Lughag al-Arabiyyah.


Cet. II; Kairo: Amun
Pabundu Tika, Moh. 2006. Metodologi Riset Bisnis. Cet. 1; Jakarta: PT Bumi Aksara
S. Nasution. 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito
Subana Sudrajat, M. 2005. Dasar-dasar penelitian Ilmiah.Bandung: Pustaka Setia
Sugiyono. 2016 Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Cet. XXIII; Bandung: Alfabeta.
Dalyono, M. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
45

Mudlofir, Ali dan Evi Fatimatur Rusydiyah. 2016. Desain Pembelajaran Inovatif dari
Teori ke Praktik. Edisi I. Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Syaodih Sukmadinata, Nana. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Purwanto, Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Seri bin Punawan,Ahmad. 2010. Metode Pengajaran Nahwu dalam Pengajaran
Bahasa Arab. Jurnal Hunafa. Vol. 7, No. 1.

Bek Dayyas dkk,Hifni. 1998. Kaidah Tata Bahasa Arab. Jakarta: Darul Ulum
Press.

Departemen Pendidkan Nasional. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat


Bahasa. Edisi Keempat. Cet. VII; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Press.

Kartoredjo. 2014. Kamus Baru Kontemporer. Cet. I; Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Sanjaya, Wina. 2012. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Cet. IX; Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Abdul qodir ahmad, Muhammad. Turuqu Talim Lugoh al-Arabiyah. nafsu al-
marja’.

Abu Al-haijai, Fuad. 2002. Asalib wa Turuqu Tadris al-lugah al-Arabiyah.


Darulmanahij, al-thabatu al-stalist.
Syaja’ah, Hasan. 1996. Ta’lim Lugha al-Arabiyah baina Nazriyah wa Tathbiqi.
althab’atu al-stalist, al-darul mishriah al-bananiyah.
Madkur, Ahmad. 1984. Tadris Funun al-Lughah al-Arabiyah. Maktabah Talfalah.
Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare. 2013. “Pedoman Penulisan
Karya Tulis Ilmiah”, Parepare.
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka
Cipta.
46

Joko Subagyo, P. 2004. Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktek). Cet IV;
Jakarta: Rineka Cipta.
Suprayono, Imam dan Tabroni. 2001 Metode Penelitian Sosial Agama. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed
Methods). Cet. X; Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai