Anda di halaman 1dari 5

PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR TERPADU KAWASAN PERKOTAAN MEBIDANGRO

(MEDAN, BINJAI, DELI SERDANG, KARO)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam rangka mengembangkan pusat pelayanan ekonomi skala nasional yang mampu
bersaing dengan pusat pelayanan ekonomi Regional Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle
(IMT-GT), Pemerintah Indonesia menetapkan Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo sebagai Kawasan
Strategis Nasional ke dalam Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo.

Kawasan Strategis Naional (KSN) ialah kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena memiliki pengaruh yang penting terhadap kedaulatan negara, ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan, termasuk wilayah di dalamnya yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
Kawasan Mebidangro di dalam Perpres 62/2011 telah ditetapkan menjadi salah satu Perpres RTR
Kawasan Perkotaan yang memiliki karasteristik dan tantangan tersendiri. Kebijakan Tata Ruang
Nasional menempatkan Mebidangro sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sekaligus sebagai
Kawasan Strategis Nasional (KSN) dengan fokus pengembangan kegiatan ekonomi. Posisi yang
strategis ini menjadi perhatian penting dalam pengembangan Metropolitan Mebidangro ke depan.

Mebidangro memiliki visi yang jauh ke depan (visi 2027) yaitu kota yang nyaman dihuni,
memiliki fasilitas kota yang terjangkau, mendorong gairah beraktifitas sosial, ekonomi maupun
kebudayaan, banyak ruang publik yang mudah dicapai dengan bersepeda atau jalan kaki dan
transportasi umum yang handal. Harapan pembentukan Kawasan Mebidangro ini adalah kawasan ini
bukan hanya menjadi pusat pelayanan ekonomi skala nasional yang bukan hanya mampu bersaing
dengan pusat pelayanan ekonomi Regional IMT-GT tapi juga melayani penduduknya dengan prima.

Luas wilayah Metropolitan Mebidangro adalah 301.697 ha, meliputi Kota Medan, Kota
Binjai, Kabupaten Deli Serdang, dan sebagian Kabupaten Karo. Pada tahun 2009 jumlah penduduk di
kawasan ini sudah mencapai 4,2 juta jiwa dan dengan perkiraan pertumbuhan penduduk selama 20
tahun terakhir 30,95%, diperkirakan pada tahun 2029 akan mencapai 5,5 juta jiwa. Dilihat dari daya
dukung fisik dasarnya sekitar 37,55% lahan Metropolitan Mebidangro yaitu 113.280 ha, potensial
dikembangkan untuk kegiatan perkotaan dengan perkiraan daya tampung mencapai 6,8 juta jiwa.
Apabila pengembangan kawasan ini tidak dilakukan sesuai dengan aturan dan pedoman yang telah
disepakati maka tujuan dari pembentukan kawasan Mebidangro tersebut tidak akan terealisasi.
1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran

Maksud penulisan laporan ini adalah sebagai kajian terhadap kondisi infrastruktur yang ada
di Kawasan Mebidangro khususnya wilayah Medan dan Deli Serdang. Tujuan dilakukan kegiatan
tersebut adalah untuk mengidentifikasi tantangan dan masalah dalam pengembangan Kawasan
Mebidangro sebagai bahan masukan dalam membuatu kebijakan. Sedangkan sasaran dalam
penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui jenis tantangan dan masalah dalam pengembangan
kawasan Mebidangro dan solusi serta program yang dapat ditawarkan untuk mewujudkan kawasan
Mebidangro sebagaimana yang diharapkan.

BAB II TANTANGAN DAN MASALAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN


MEBIDANGRO

Beberapa hal yang menjadi tantangan nasional yang selaras dengan Nawacita, antara lain: 1)
Disparitas antar wilayah relatif masih tinggi terutama antara Kawasan Barat Indonesia (KB)) dan
Kawasan Timur Indonesia (KTI); 2) Urbanisasi yang tinggi yang diikuti dengan penurunan kualitas
lingkungan, pemenuhan kebutuhan dasar, dan kawasan perdesaan sebagai hinterland belum
maksimal dalam memasok produk primer; 3) Belum mantapnya konektivitas antara infrastruktur di
darat dan laut, serta pengembangan kota maritime/pantai; dan 4) Pemanfaatan sumber daya yang
belum optimal di darat dan laut, serta pengembangan kota maritime/pantai.

Dalam hal pengembangan kawasan Mebidangro, tantangan dan masalah yang dihadapi
dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) aspek, yaitu:

1. Sumber Daya Manusia.

Sumber Daya Manusia di sini lebih difokuskan pada pola pikir (mindset) manusia untuk
berpartisipasi dalam menggunakan dan memelihara fasilitas-fasilitas publik yang telah dibangun oleh
pemerintah dan juga kompetensi aparatur dalam mengelola hal-hal yang telah dibangun. Salah satu
contoh dari tantangan dalam hal pola pikir ini adalah kurangnya partisipasi masyarakat dalam
menjaga fasilitas-fasilitas publik sebagaimana yang tersedia di Lapangan Merdeka Kota Medan.
Dalam kunjungan lapangan ditemui bahwa alat-alat olahraga yang tersedia di lapangan tersebut
kurang mendapatkan perawatan sehingga ditemukan beberapa diantaranya sudah tidak dapat
berfungsi. Selain itu kebiasaan menjaga kebersihan juga menjadi tantangan dalam menciptakan
kawasan yang nyaman dan bersih dimana masih banyak masyarakat yang meremehkan pentingnya
menjaga kebersihan untuk kesehatan. Hal yang menarik adalah masyarakat belum mau memilah
antara sampah organik dan non-organik padahal sudah diberikan pengetahuan mengenai hal
tersebut mulai dari usia anak-anak hingga orang dewasa. Mengubah pola pikir masyarakat untuk
dapat berpartisipasi dalam turut menjaga asset publik merupakan suatu tantangan dalam
pengembangan kawasan perkotaan.

Contoh dari kurangnya kemampuan aparatur pemerintah dalam mengelola fasilitas adalah
seperti yang terlihat di Lapangan Merdeka Medan dimana terdapat beberapa fasilitas latihan olah
tubuh terlihat sudah mengalami karat, patah dan kurang minyak. Hal ini menunjukkan bahwa
pemerintah lebih mementingkan pembangunan daripada pemeliharaan (maintenance).

2. Lingkungan.

Secara umum, permasalahan lingkungan dalam mengembangkan suatu kawasan perkotaan


yaitu sistem penataan bangunan, drainase, pemukiman kumuh, persampahan dan instalasi air
bersih. Sebagai contoh daerah Pancur Batu Deli Serdang yang merupakan bagian dari Kawasan
Mebidangro memiliki bangunan yang tidak tertata rapih dimana fisik bangunan tersebut memakan
Ruang Milik Jalan sehingga bukan saja mempengaruhi jalannya sistem drainase yang ada di wilayah
Pancur Batu tapi juga menyebabkan kemacetan dikarenakan jalan yang rusak akibat genangan air
yang ditimbulkan oleh sistem drainase yang mengalami gangguan. Contoh lain permasalahan
lingkungan adalah pemukiman kumuh yang terdapat di Kota Medan seluas 881.66 Ha tersebar
(3.32%) di 151 kelurahan (Aulia, 2008) yang salah satunya adalah pemukiman kumuh yang berada di
Kecamatan Medan-Belawan. Sebagian kawasan tersebut terlihat dari jalan tol Tanjung Mulia -
Belawan dimana rumah-rumah dari papan dan sampah yang menumpuk tidak pada tempatnya
membuat pemandangan yang tidak menarik sebagai kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan
strategis nasional. Tidak adanya instalasi air bersih dan sanitasi yang memadai membuat kawasan
tersebut rentan penyakit. Bukan hanya rentan penyakit, angka kelahiran di kawasan kumuh tersebut
turut meningkat dan akan menimbulkan kepadatan penduduk.

3. Infrastruktur

Permasalahan berikut dalam pengembangan kawasan Mebidangro yaitu akses jalan yang
tidak sesuai dengan volume kendaraan yang melaluinya. Sebagai contoh, kondisi jalan daerah Pancur
Batu yang menghubungkan kota Medan dengan Brastagi menjadi hambatan bagi para pelaku usaha
untuk dapat melakukan distribusi produk tepat waktu dikarenakan berlubang dan sempit. Kondisi
pasar di daerah Pancur Batu juga perlu mendapatkan perhatian bukan hanya pedagang yang tidak
tertib dalam memasarkan dagangannya tapi juga angkutan umum yang berhenti di badan jalan atau
mobil yang parkir untuk memuat atau menurunkan barang sehingga menimbulkan kemacetan. 4.
Kelembagaan

4. Kelembagaan

Permasalahan yang dihadapi dalam aspek kelembagaan antara lain: a) Penganggaran


kegiatan; b) Standardisasi regulasi, khusus di wilayah perkotaan (IMBB, KDB, KTB, Retribusi dll); c)
Peningkatan mandat dan fungsi Badan Kerjasama lebih dari sebagai fasilitator, koordinator dan
mediator; d) Tuntutan Responsivitas, Efektifitas dan Efisiensi pelayanan yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah di Era Good Governance; e) Belum ada komitmen dan pemahaman yang sama di
antara Kepala Daerah terkait kerjasama antar daerah; f) Belum adanya mekanisme insentif dan
disinsentif untuk kerjasama antar daerah.

5. Sosial Budaya

Tanah menjadi permasalahan utama dalam pengembangan kawasan Mebidangro. Di


masyarakat Indonesia yang masih memegang teguh adat istiadat, tanah menjadi bagian dari adat
istiadat yang diwariskan secara turun menurun kepada anak cucu mereka. Di beberapa kasus,
pemerintah kesulitan untuk melaksanakan pengembangan dikarenakan lokasi yang akan dibangun
berada atau melalui tanah warisan tersebut. Sebagai contoh adalah tanah milik Kesultanan Deli yang
berada di wilayah Kota Medan.

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat di ambil kesimpulan bahwa setidaknya ada
5 (lima) aspek yang menjadi tantangan dan permasalahan dalam pengembangan infrastruktur
terpadu kawasan perkotaan mebidangro yaitu aspek lingkungan, aspek infrastruktur, aspek sumber
daya manusia, dan aspek kelembagaan serta aspek sosial budaya. Permasalahan yang telah
teridentifikasi ini senada dengan permasalahan urban sprawl sebagaimana yang tersebut dalam
tantangan dan permasalahan yang dihadapi secara nasional berdasarkan nawacita.

Untuk dapat tercapainya pengembangan Kawasan Strategis Mebidangro secara efektif maka saran
yang dapat kami sampaikan adalah:

1. Meningkatkan koordinasi dan sinergitas seluruh pembuat kebijakan yang terlibat dan bertanggung
jawab dalam pengembangan kawasan strategis Mebidangro yang meliputi unsur pemerintah
daerah di lingkungan Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo serta
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara bukan hanya di sektor infrastruktur tapi juga sektor non-
infrastruktur.

2. Diharapkan pemeran lembaga pemerintah maupun non-pemerintah dalam membina masyarakat


untuk dapat mengubah pola pikir yang apatis menjadi partisipatif dalam berperan serta menjaga
lingkungan dan juga fasilitas-fasilitas public yang dibangun oleh pemerintah agar penggunannya
menjadi lebih berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai