BOUGENVILLE
RSUD Dr. MOHAMMAD SALEH KOTA PROBLINGGO
Oleh :
FIDIA SISKA
14901.08.21073
PROBOLINGGO
2021
LAPORAN PENDAHULUAN SIRKULASI DI RUANG KEMUNING
Oleh :
FIDIA SISKA
14901.08.21073
Hari :
Tanggal :
Mengetahui
( ) ( )
Kepala Ruang
( )
BAB 1
PENDAHULUAN
3. Tulang tengkorak
Tulang kepala terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis krani. Tulang tengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria
khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis.
Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat
bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3
fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa
posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.
4. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
a. Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras,
terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka
terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater
dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi
dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam
dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media
yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
b. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang .
Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater
sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh
ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium
subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid
umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
c. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater
adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri
dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
5. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg). Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan)
terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan
serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus . Lobus frontal berkaitan dengan
fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan
dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi
memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan.
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi
dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat
kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan
keseimbangan.
6. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS
dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan
menyebabkan kenaikan takanan intrakranial . Angka rata-rata pada kelompok
populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per
hari..
7. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial
(terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial
(berisi fosa kranii posterior).
8. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat
arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus
Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang
sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan
bermuara ke dalam sinus venosus cranialis..
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus
bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan
darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan
meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK.
Cidera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit
kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera
baik yang trauma tertutup maupun trauma tembus. Cidera kepala merupakan salah satu
penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian
besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian
dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang
gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognonis selanjutnya.Cedera
kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di indonesia, kejadian cedera
kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah di atas,
10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita
menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut. Di negara
berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri memberikan
dampak frekuensi cedera kepala cenderung semakin meningkat Distribusi kasus
cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara 15–44 tahun dan
lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Penyebab
cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas, disusul dengan jatuh
(terutama pada anak-anak). Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh
kematian akibat trauma. Karena itu, sudah saatnya seluruh fasilitas kesehatan yang
ada, khususnya Rumah Sakit sebagai layanan terdepan pelayanan kesehatan, dapat
melakukan penanganan yang optimal bagi penderita cedera kepala.Penanganan yang
kurang tepat pada pasien cidera kepala akan berdampak fatal dan bahkan sampai pada
kematian. Dalam pengambilan diagnose keperawatanpun haruslah tepat sehingga
pasien dapat ditolong dengan cepat dan tepat.
1.4 Definisi
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (kapita
selekta kedokteran, 2000).
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputu trauma kulit kepala, tengkorak
dan otak (morton, 2012).
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala paling
sering dan penyakit neurologic yang serius diantara penyakit neurologic, dan merupakan
proporsi epidemic sebagai hasil kecelkaan jalan raya (brunner dan suddarth, 2001).
1.5 Etiologi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi-
deselersi, coup-countre coup, dan cedera rotasional.
1. cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak
(misalnya alat pemukul penghantamm kepala atau peluru yang ditembakkan
kekepala)
2. cedera deselerasi terjadi ika kepala ynag bergerak membentur obyek diam, seperti
pada kasus jjatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil.
3. Cedera akselerasi-deselersi sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor
dan episode kekerasan fisik.
4. Cedera coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam ruang cranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang
berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur, sebagai contoh pasien
dipukul dibagian belakang kepala.
5. cedera rotasional terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak berputar dalam
rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dalam
substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian
dalam rongga tengkorak (Nanda, Nic-N0c 2013).
1.6 Patofisiologi
Otak dilinndungi oleh prisai kubah tengkorak (rambut, kulit, tulang, meninges, dan
cairan serebrospinal) yang akan meredam kekuatan dari suatu benturan fisik. Di bawah
tingkat kekuatan tertentu (kapasitas absorpsi), kubah tengkorak dapat mencegah energi
benturan sehingga tidak mengenai jaringan otak. Derajat cedera kepala akibat trauma
biasanya sebanding dengan besar kekuatan yang mencapai jaringan kranial. Lebih lanjut,
kemungkinan cedera leher harus di asumsikan terjadi pada pasien trauma kepala kecuali
bila kemungkinan ini sudah dapat di singkirkan.Trauma tertutup secara khas merupakan
cedera akselerasi-deselerasi (coup/contrecoup) yang terjadi secara tiba-tiba. Pada cidera
(coup/contrecoup), kepala terbentur benda yang relatif dalam keadaan stasioner sehingga
terjadi cedera pada jaringan kranial di dekat tempat benturan (yang di sebut coup).
Kemudian kekuatan atau gaya yang masih tersisa mendorong otak sehingga menghantam
sisitengkorak yang lain dan dengan demikian terjadi benturan serta cedera sekunder (yang
di sebut contrecoup). Kontusio dan laserasi dapat pula terjadi pada saat contrecoup ketika
jaringan otak yang lunak menggelincir pada tulang rongga tengkorak yang kasar. Di
samping itu, serebrum dapat mengalami robekan karena terpuntir, yang merusak pars
mesensefalon superior dan daerah-daerah otak pada lobus frontalis, temporalis, serta
oksipitalis.
Trauma terbuka dapat menembus kulit kepala, tulang tengkorak, meningen, atau otak.
Cedera kepala yang terbuka biasanya di sertai dengan fraktur tulang tengkorak (fraktur
kranium) , dan fragmen tulang yang patah sering menimbulkan hematoma serta ruptura
meningen dengan kehilangan cairan serebrospinal sebagai akibatnya.
1.9 Klasifikasi
a. Pengobatan farmakologi
4. Analgetik
5. Antibiotic
b.Kebutuhan nutrisi
Trauma ringan dan muntah terus menerus dekstrose 5%, aminofusin, aminofel,
ASUHAN KERAWATAN
1.Pengkajian
a. Biodata.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat,
golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
b. Keluhan Utama
Umumnya MRS dengan gejala: kesadaran menurun, luka dikepala, muntah, sakit
kepala.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Akibat kecelakaan lalu lintas, tertimpa benda keras
2. Waktu dan tempat terjadinya cedera kepala
3. Pertolongan yang telah diberikan
4. Kesadaran saat kecelakaan
5. Penyakit yang diderita klien dan keluarga sebelumnya.
d. Psikososial
1. Pada klien dengan gejala sisa: emosi labil, apatis kecemasan
2. Masalah social semakin menonjol bila cacat sisa berat: gangguan interaksi dan
peran.
2. kardiovaskuler
a. TD menurun, bila TIK meningkat tekanan darah meningkat
b. Brakikardia, takikardi.
3. pernapasan
perubahan pola napas
a. cepat dangkal
b. irama tak teratur
c. ronchi
d. wheezing
e. stidor
4. eliminasi
a. retensi/inkonntinensia urine/alvi
b. hiponatremia, hipokalemia
c. mual muntah
d. bising usus melemah
5. integumen
a. adanya luka dikepala dan tubuh lain
b. adanya perdarahan
kebersihan daerah luka dan sekitarnya (Tutu April Ariani, 2014).
T
Diagnosa
Tgl/ Luaran Intervensi
Keperawatan
Jam
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
Tgl/
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi
Jam
1. Kolaborasi pemberian
sedasi dan antikonvulsan,
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja jika perlu
Inte
T
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi
Tgl/
jam
Pola Napas Tidak Efektif Luaran utama: Intervensi Utama:
(D.0005) Pola napas (L.01004) Manajemen jalan
Penyebab: napas (I.01011)
1. Cedera pada medula Luaran tambahan:
spinalis; 1. Status neurologis Intervensi Pendukung:
Dibuktikan dengan (L.06053); 1. Dukungan ventilasi
Gejala dan tanda mayor: 2. Tingkat keletihan (I.01002);
1. Dispnea; (L.05046);
2. Penggunaan otot bantu Pemantauan Respirasi:
pernapasan; Pola napas: Tindakan:
3. Fase ekspirasi Tujuan: Observasi
memanjang; Setelah dilakukan 1. Identifikasi adanya
4. Pola napas abnormal tindakan perawatan selama kelelahan otot bantu nafas
(misal: takipnea, ….. jam, pola napas 2. Identifikasi adanya
bradipnea, hiperventilasi, membaik perubahan psosisi terhadap
kussmaul, cheyne-stokes) status pernafasan
Kriteria Hasil: 3. Monitor status pernafasan
Gejala dan tanda minor: 1. Ventilasi semenit napas (seperti frekuensi dan
1. Ortopnea; meningkat; kedalaman nafas ,
2. Pernapasan pursed-lip; 2. Kapasitas vital penggunaan otot bant
3. Pernapasan cuping meningkat; nafas,Bunyi nafas
hidung; 3. Diameter thoraks ta,mbahan,Saturasi
4. Diameter thoraks anterior-posterior Oksigen)
anterior-posterior meningkat;
meningkat; 4. Tekanan respirasi Terapeutik:
5. Ventilasi semenit meningkat; 1. Pertahankan kepatenan jaln
menurun; 5. Tekanan inspirasi Nafas
6. Kapasitas vital menurun; meningkat; 2. Berikan Posisi semi fowler
7. Tekanan ekspirasi 6. Dispnea meurun; atau fowler
menurun; 7. Penggunaan otot bantu 3. Fasilitasi posisi senyaman
8. Tekanan inspirasi napas menurun; mungkin
menurun; 8. Pemanjangan fase 4. Berikan Oksigenasi sesuai
9. Ekskursi dada berubah ekspirasi menurun; kebutuhan (missal Nasal
9. Ortopnea menurun; kanul,masker wajah,
10.Pernapasan pursed-lip masker Rebreathimg atau
menurun; non Reabreathing)
11.Pernapasan cuping 5. Gunakan Bag Valve Jika
hidung menurun; perlu
12. Frekuensi napas
membaik; Edukasi:
13.Kedalaman napas 1.Ajarkan tenik relaksasi nafas
membaik; Dalam.
14.Ekskursi dada membaik 2.Ajarkan mengubah posisi
secara mandiri
3.Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
Bronkodilator bila perlu
T
Diagnosa
Tgl/ Luaran Intervensi
Keperawatan
Jam
Brunner Dan Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Jakarta; EGC