Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA DI RUANG

BOUGENVILLE
RSUD Dr. MOHAMMAD SALEH KOTA PROBLINGGO

Oleh :

FIDIA SISKA
14901.08.21073

PRODI PROFESI NERS KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

PROBOLINGGO

2021
LAPORAN PENDAHULUAN SIRKULASI DI RUANG KEMUNING

RSUD Dr. MOHAMMAD SALEH KOTA PROBLINGGO

Untuk Memenuhi Tugas Profesi

Oleh :

FIDIA SISKA
14901.08.21073

Telah diperiksa dan disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Dan dinyatakan memenuhi kompetensi

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )

Kepala Ruang

( )
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Anatomi Dan Fisiologi

1.1 Anatomi Kepala


2. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau


kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar danpericranium.

3. Tulang tengkorak

Tulang kepala terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis krani. Tulang tengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria
khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis.
Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat
bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3
fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa
posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.

4. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :

a. Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras,
terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka
terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater
dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi
dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam
dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media
yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
b. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang .
Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater
sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh
ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium
subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid
umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
c. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater
adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri
dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
5. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg). Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan)
terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan
serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus . Lobus frontal berkaitan dengan
fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan
dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi
memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan.
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi
dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat
kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan
keseimbangan.
6. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS
dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan
menyebabkan kenaikan takanan intrakranial . Angka rata-rata pada kelompok
populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per
hari..
7. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial
(terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial
(berisi fosa kranii posterior).
8. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat
arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus
Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang
sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan
bermuara ke dalam sinus venosus cranialis..

1.2 Fisiologi Kepala

Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan


secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam
posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4
– 10 mmHg . Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau
memperberat iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih
dari 20 mmHg, terutama bila menetap.

Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus
bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan
darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan
meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK.

Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan,


konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie .Otak memperoleh suplai darah yang
besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen
dan glukosa yang cukup . Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang
dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa
lebih besar tergantung pada usainya . ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam
pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan meningkat
dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah
normal sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan
perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat rirekomendasikan untuk
meningkatkan ADO.

1.3 Latar Belakang

Cidera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit
kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera
baik yang trauma tertutup maupun trauma tembus. Cidera kepala merupakan salah satu
penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian
besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian
dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang
gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognonis selanjutnya.Cedera
kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di indonesia, kejadian cedera
kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah di atas,
10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita
menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut. Di negara
berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri memberikan
dampak frekuensi cedera kepala cenderung semakin meningkat Distribusi kasus
cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara 15–44 tahun dan
lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Penyebab
cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas, disusul dengan jatuh
(terutama pada anak-anak). Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh
kematian akibat trauma. Karena itu, sudah saatnya seluruh fasilitas kesehatan yang
ada, khususnya Rumah Sakit sebagai layanan terdepan pelayanan kesehatan, dapat
melakukan penanganan yang optimal bagi penderita cedera kepala.Penanganan yang
kurang tepat pada pasien cidera kepala akan berdampak fatal dan bahkan sampai pada
kematian. Dalam pengambilan diagnose keperawatanpun haruslah tepat sehingga
pasien dapat ditolong dengan cepat dan tepat.

1.4 Definisi

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (kapita
selekta kedokteran, 2000).
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputu trauma kulit kepala, tengkorak
dan otak (morton, 2012).

Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala paling
sering dan penyakit neurologic yang serius diantara penyakit neurologic, dan merupakan
proporsi epidemic sebagai hasil kecelkaan jalan raya (brunner dan suddarth, 2001).

1.5 Etiologi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi-
deselersi, coup-countre coup, dan cedera rotasional.
1. cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak
(misalnya alat pemukul penghantamm kepala atau peluru yang ditembakkan
kekepala)
2. cedera deselerasi terjadi ika kepala ynag bergerak membentur obyek diam, seperti
pada kasus jjatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil.
3. Cedera akselerasi-deselersi sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor
dan episode kekerasan fisik.
4. Cedera coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam ruang cranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang
berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur, sebagai contoh pasien
dipukul dibagian belakang kepala.
5. cedera rotasional terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak berputar dalam
rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dalam
substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian
dalam rongga tengkorak (Nanda, Nic-N0c 2013).
1.6 Patofisiologi
Otak dilinndungi oleh prisai kubah tengkorak (rambut, kulit, tulang, meninges, dan
cairan serebrospinal) yang akan meredam kekuatan dari suatu benturan fisik. Di bawah
tingkat kekuatan tertentu (kapasitas absorpsi), kubah tengkorak dapat mencegah energi
benturan sehingga tidak mengenai jaringan otak. Derajat cedera kepala akibat trauma
biasanya sebanding dengan besar kekuatan yang mencapai jaringan kranial. Lebih lanjut,
kemungkinan cedera leher harus di asumsikan terjadi pada pasien trauma kepala kecuali
bila kemungkinan ini sudah dapat di singkirkan.Trauma tertutup secara khas merupakan
cedera akselerasi-deselerasi (coup/contrecoup) yang terjadi secara tiba-tiba. Pada cidera
(coup/contrecoup), kepala terbentur benda yang relatif dalam keadaan stasioner sehingga
terjadi cedera pada jaringan kranial di dekat tempat benturan (yang di sebut coup).
Kemudian kekuatan atau gaya yang masih tersisa mendorong otak sehingga menghantam
sisitengkorak yang lain dan dengan demikian terjadi benturan serta cedera sekunder (yang
di sebut contrecoup). Kontusio dan laserasi dapat pula terjadi pada saat contrecoup ketika
jaringan otak yang lunak menggelincir pada tulang rongga tengkorak yang kasar. Di
samping itu, serebrum dapat mengalami robekan karena terpuntir, yang merusak pars
mesensefalon superior dan daerah-daerah otak pada lobus frontalis, temporalis, serta
oksipitalis.

Trauma terbuka dapat menembus kulit kepala, tulang tengkorak, meningen, atau otak.
Cedera kepala yang terbuka biasanya di sertai dengan fraktur tulang tengkorak (fraktur
kranium) , dan fragmen tulang yang patah sering menimbulkan hematoma serta ruptura
meningen dengan kehilangan cairan serebrospinal sebagai akibatnya.

1.7 Path way (terlampir)


1.8 Manifestasi Klinik
a) Trauma kepala terbuka
1) Fraktur basic kranii
1. Battle sign
2. Hemotimpanum
3. Periorbital ekimosis
4. Rinorea
5. Otorea
b) Trauma kepala tertutup
1) Komosio serebri/gegar otak
a.Trauma kepala ringan
b. Pingsan kurang dari 10 menit
c. Pusing
d. Amnesia retrograde
e. Amnesia anterograde
f. Gejala sisa
2) Kontosio serebri/memar otak
a. Perdarahan kecil/ptechie jaringan otak
b. Edema serebri
c.TIK meningkat
d. Gejala klinis sama dengan komosio serebri namun lebih berat
e.Gangguan neurologis fokal (Tutu April Ariani, 2014).

1.9 Klasifikasi

Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :

1.    Berdasarkan Mekanisme


a. Trauma Tumpul : adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun
cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan
benda-benda tajam/runcing.
2.    Berdasarkan Beratnya Cidera
The Traumatic Coma Data Bank mengklasifisikan berdasarkan Glasgow Coma
Scale ( Mansjoer, dkk, 2000) :
a. Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok Risiko Rendah) yaitu, GCS 14-15,
pasien sadar dan berorientasi, kehilangan kesadaran atau amnesia < dari 30
menit, tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang, klien dapat mengeluh
nyeri kepala dan pusing, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hematom ,
tidak ada kriteria cedera sedang sampai berat.
b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu GCS 9-13 (konfusi,
letargi dan stupor), pasien tampak kebingungan, mengantuk, namun masih bisa
mengikuti perintah sederhana, hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi
< 24 jam, konkusi, amnesia paska trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur
kranium (tanda battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea atau rinorhea
cairan serebrospinal).
c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS 3-8 (koma),
penurunan derajat kesadaran secara progresif, kehilangan kesadaran atau
amnesia > 24 jam, tanda neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba
fraktur depresi cranium.

1.10 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan cidera kepala


meliputi:

1. CT scan (dengan / tanpa kontras) Mengidentifikasi luasnya lesi,


perdarahan,determinan, ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
2. MRI Digunakan sama dengan CT scan dengan/ tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan
jaringan otak sekunder menjadi edema,perdarahan, trauma.
4. Serial EEG Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
5. Sinar – X Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7. PET Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
8. CSS Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarakhnoid.
9. Kadar Elektrolit Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
tekanan intrakranial.
10. Screen Toxicology Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan
keturunan kesadaran.
11. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) Rontgen toraks menyatakan
akumulasi udara/cairan pada area pleural.
12. Toraksentesis menyatakan darah/cairan
13. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup) Analisa gas darah (AGD/Astrup) adalah salah
satu tes diagnostik untuk menentukas status respirasi. Status respirasi yang dapat
digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status
asam basa.
1.11 Penatalaksanaan

a. Pengobatan farmakologi

1. Dexametason 10 mg, selanjutnya 4-5 mg/6 jam sampai 5-8 hari

2. Gliserol 10% per infus untuk CKB

3. Terapi hiperventilasi untuk atasi vasodilatasi

4. Analgetik

5. Antibiotic

b.Kebutuhan nutrisi

Trauma ringan dan muntah terus menerus dekstrose 5%, aminofusin, aminofel,

makanan lunak (Tutu April Ariani, 2014).

c. Penatalaksanaan Konservatif meliputi:


1. Bedrest total.
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
3. Pemberian obat-obatan
4. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa- apa,hanya cairan infus dextrosa 5%, aminofusin,aminofel ( 18
jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
5. Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama di dapat klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka
hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5% 8 jam
kedua, dan dextrosa 5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran
rendah maka makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500-3000 TKTP).
Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya (kapita selekta, 2000)
1.12 Komplikasi
1. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan
terjadi pada 2-6% pasien dengan cedera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti
spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari pada 85% pasien. Drainase
lumbal dapat mempercepat proses ini. Walaupun pasien ini memiliki risiko meningitis
yang meningkat(biasanya pneumokok), pemberian antibiotik profilaksis masih
kontroversial. Otorea atau rinorea cairan serebrospinal yang menetap atau meningitis
berulang merupakan indikasi untuk operasi reparatif.
2. Fistel karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala: eksoftalmus,kemosis dan bruit
orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cidera. Angiografi diperlukan
untuk konfirmasi diagnosis dan terapi oklusi balon endovaskular merupakan cara yang
paling efektif dan dapat mencegah hilangnya penglihatan yang permanen.
3. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik. Pasien mengeksresikan
sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan deplesi volum.
Vasopresinarginin (pitressin) 5-10 unit intravena, intramuskular, atau subkutan setiap
4-6 jam atau desmospressin asetat subkutan atau intravena 2-4 µg setiap 12 jam,
diberikan untuk mempertahankan pengeluaran urin kurang dari 200 ml/jam,dan
volume diganti dengan cairan hipotonis (0,25% atau 0,45% salin) trgantung pada
berat- ringannya hipernatremia.
4. Kejang pascatrauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama),dini (minggu
pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan
predisposisi untuk kejang lanjut kejang ini menunjukkan risiko yang meningkat
kuntuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan
antikonvulsan.insidens keseluruhan epilepsi pascatrauma lanjut (berulang, tanpa
provokasi) setelah cedera kepala tertutup adalah 5% risiko mendekati 20% pada psien
dengan perdarahan intrakranial atau fraktur depesi (kapita selekta, 2000).
BAB 2

ASUHAN KERAWATAN

1.Pengkajian
a. Biodata.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat,
golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.

b. Keluhan Utama
Umumnya MRS dengan gejala: kesadaran menurun, luka dikepala, muntah, sakit
kepala.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Akibat kecelakaan lalu lintas, tertimpa benda keras
2. Waktu dan tempat terjadinya cedera kepala
3. Pertolongan yang telah diberikan
4. Kesadaran saat kecelakaan
5. Penyakit yang diderita klien dan keluarga sebelumnya.
d. Psikososial
1. Pada klien dengan gejala sisa: emosi labil, apatis kecemasan
2. Masalah social semakin menonjol bila cacat sisa berat: gangguan interaksi dan
peran.

2.2 Pemeriksaan fisik


1. neurologis
a. tingkat kesadaran
b. disorientasi waktu, tempat, dan orang
c. reflex babinski
d. perubahan ttv
e. adanya gerakan yang tak terkoordinasi
f. tidak dapat membedakan rangsangan
g. didapatkan gerakan involunter
h. kejang
i. bila terjadi kerusakan sampai batang otak nervus kranialis 1 sampai dengan 12
terganggu.

2. kardiovaskuler
a. TD menurun, bila TIK meningkat tekanan darah meningkat
b. Brakikardia, takikardi.
3. pernapasan
perubahan pola napas
a. cepat dangkal
b. irama tak teratur
c. ronchi
d. wheezing
e. stidor
4. eliminasi
a. retensi/inkonntinensia urine/alvi
b. hiponatremia, hipokalemia
c. mual muntah
d. bising usus melemah
5. integumen
a. adanya luka dikepala dan tubuh lain
b. adanya perdarahan
kebersihan daerah luka dan sekitarnya (Tutu April Ariani, 2014).

2.3 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut
2. Penurunan kapasitas adaptif intracranial
3. Pola Nafas Tidak efektif
4. Resiko Jatuh
2.4 Intervensi

T
Diagnosa
Tgl/ Luaran Intervensi
Keperawatan
Jam

Nyeri Akut Luaran Utama: Intervensi Utama:


(D.0077)
Tingkat nyeri 1. Manajemen nyeri (1.08238)
2. Pemberian analgesik (1.08243)
Luaran Tambahan:
Penyebab: 1. Kontrol Nyeri Intervensi Tambahan:
Agen Pencedera 1. Pemtanauan nyeri (1.08242)
Fisik 2. Tingkat Cedera
Dibuktikan dengan Manajemen Nyeri
Tingkat Nyeri
Tindakan:
Gejala dan tanda
mayor: Tujuan
Observasi
1.Mengeluh nyeri Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
2.Tampak meringis selama ….. jam, tingkat durasi, frekuensi, kualitas,
nyeri menurun intensitas nyeri
3. gelisah 2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
4.tekanan darah 4. Identifikasi faktor yang
meningkat Kriteria Hasil: memperberat dan memperingan
5. Pola Nafas 1.Keluhan nyeri menurun nyeri
berubah 2.Meringis menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
3.Gelisah menurun keyakinan tentang nyeri
1. 4.Kesulitan tidur 6. Identifikasi pengaruh budaya
menurun terhadap respon nyeri
5. Menarik diri menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
6. Diaforesis menurun 8. Monitor keberhasilan terapi
7. Perasaan depresi komplementer yang sudah
(tertekan) menurun diberikan
8. Perasaan takut 9. Monitor efek samping penggunaan
mengalami cidera analgetik
berulang menurun
9. Anoreksia menurun Terapeutik
10.Perinium terasa 1. Berikan teknik nonfarmakologis
tertekan menurun untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
11.Uterus teraba Tens, hipnosis, akupresur, terapi
membulat menurun musik, biofedback, terapi pijat,
12. Ketegangan otot aromaterapi, teknik imajinasi
menurun terbimbing, kompres
13.Pupil dilatasi menurun hangat/dingin, terapi bermain)
14.Muntah menurun 2. Kontrol lingkungan yang
15.Mual menurun memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
16.Frekuensi nadi ruangan, pencahayaan, kebisingan)
membaik 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
17.Pola nafas membaik 4. Pertimbangkan jenis dan sumber
18.Tekanan darah nyeri dalam pemilihan strategi
membaik meredakan nyeri
19.Proses berfikir
membaik Edukasi
20.Fokus membaik
21. Fungsi berkemih 1. Jelaskan penyebab periode dan
membaik pemicu nyeri
22.Perilaku membaik 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
23.Nafsu makan membaik 3. Anjurkan memonitor nyeri secara
24.Pola tidur membaik mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
unuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
Tgl/
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi
Jam

Penurunan kapasitas adaptif Luaran Utama : Intervensi Utama


intracranial (D.0066)
Kapasitas adaptif 1. Manajemen peningkatan
tekanan intrakranial
Penyebab : intrakranial
(I.06194)
(L01007)
1. Edema serebral (mis: akibat Intervensi Pendukung
cedera kepala (hematoma Luaran Tambahan
epidural,hematoma Manajemen
1. Orientasi
subdural,hematoma kognitif(L.09081) Peningkatan Tekanan
subarachnoid,hematoma 2. Perfusi serebral
intraserebral)stroke Intracranial
(L.02014)
iskemik,stroke Tujuan
hemoragik,hipoksia,sensefal
opati iskemik,pascaoperasi).
Setelah dilakukan
Tindakan:
tindakan keperawatan
Dibuktikan dengan:
selama ….. jam, Observasi
Gejala dan tanda mayor : kapasitas adaptif
1. Identifikasi penyebab
intracranial meningkat peningkatan TIK ( mis:
1. Sakit kepala
2. Tekanan darah meningkat lesi,gangguan
dengan tekanan nadi metabolisme, edema
melebar serebral)
3. Bradikardia Kriteria Hasil: 2. Monitor tanda/gejala
4. Pola napas ireguler peningkatan TIK
5. Tingkat kesadaran menurun 1. Tingkat kesadaran (mis :tekanan darah
6. Respon pupil melambat atau meningkat,tekanan nadi
meningkat
tidak sama melebar,bradikardia,pola
2. Fungsi kognitif
7. Refleks neurologis napas ireguler,keadaran
meningkat
terganggu menurun)
3. Sakit kepala
Gejala dan tanda minor 3. Monitor MAP (mean
menurun
arterial pressure)
1. Gelisah 4. Gelisah menurun
4. Monitor CVP (Central
2. Agitasi 5. Agitasimenurun
venous pressure) ,jika
3. Muntah (tanpa disertai 6. Muntahmenurun
perlu
mual) 7. Postur desebrasi
5. Monitor PAWP, jika
4. Tampak lesu/lemah menurun
perlu
5. Fungsi kognitif terganggu 8. Papiledema
6. Monitor PAP, jika perlu
6. TIK lebih dari 20mmHg menurun
7. Monitor ICP (intracranial
7. Papiledema 9. Tekanan darah
pressure), jika tersedia
8. Postur deserebrasi membaik
8. Monitor CPP (cerebral
(ekstensi) 10.Tekanan nadi
perfusion pressure)
9. Posttur dekortikasi (fleksi) membaik
9. Monitor gelombang ICP
11.Bradikardia
10. Monitor status
membaik
pernapasan
12.Pola napas
11. Monitor intake dan
membaik
output cairan
13.Respon pupil 12. Monitor cairan
membaik serebrospinalis (mis:
14.Reflek neurologis warna,konsistensi.
membaik Terapeutik
15.Tekanan
intrakranial 1. Maksimalkan stimulus
membaik dengan menyediakan
lingkungan yang tenang.
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari mauver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunan PEEP
6. Hindari pemberian cairan
IV hipotonik
7. Atur ventilator agar
PaCO@ optimal
8. Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
sedasi dan antikonvulsan,
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja jika perlu
Inte

T
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi
Tgl/
jam
Pola Napas Tidak Efektif Luaran utama: Intervensi Utama:
(D.0005) Pola napas (L.01004) Manajemen jalan
Penyebab: napas (I.01011)
1. Cedera pada medula Luaran tambahan:
spinalis; 1. Status neurologis Intervensi Pendukung:
Dibuktikan dengan (L.06053); 1. Dukungan ventilasi
Gejala dan tanda mayor: 2. Tingkat keletihan (I.01002);
1. Dispnea; (L.05046);
2. Penggunaan otot bantu Pemantauan Respirasi:
pernapasan; Pola napas: Tindakan:
3. Fase ekspirasi Tujuan: Observasi
memanjang; Setelah dilakukan 1. Identifikasi adanya
4. Pola napas abnormal tindakan perawatan selama kelelahan otot bantu nafas
(misal: takipnea, ….. jam, pola napas 2. Identifikasi adanya
bradipnea, hiperventilasi, membaik perubahan psosisi terhadap
kussmaul, cheyne-stokes) status pernafasan
Kriteria Hasil: 3. Monitor status pernafasan
Gejala dan tanda minor: 1. Ventilasi semenit napas (seperti frekuensi dan
1. Ortopnea; meningkat; kedalaman nafas ,
2. Pernapasan pursed-lip; 2. Kapasitas vital penggunaan otot bant
3. Pernapasan cuping meningkat; nafas,Bunyi nafas
hidung; 3. Diameter thoraks ta,mbahan,Saturasi
4. Diameter thoraks anterior-posterior Oksigen)
anterior-posterior meningkat;
meningkat; 4. Tekanan respirasi Terapeutik:
5. Ventilasi semenit meningkat; 1. Pertahankan kepatenan jaln
menurun; 5. Tekanan inspirasi Nafas
6. Kapasitas vital menurun; meningkat; 2. Berikan Posisi semi fowler
7. Tekanan ekspirasi 6. Dispnea meurun; atau fowler
menurun; 7. Penggunaan otot bantu 3. Fasilitasi posisi senyaman
8. Tekanan inspirasi napas menurun; mungkin
menurun; 8. Pemanjangan fase 4. Berikan Oksigenasi sesuai
9. Ekskursi dada berubah ekspirasi menurun; kebutuhan (missal Nasal
9. Ortopnea menurun; kanul,masker wajah,
10.Pernapasan pursed-lip masker Rebreathimg atau
menurun; non Reabreathing)
11.Pernapasan cuping 5. Gunakan Bag Valve Jika
hidung menurun; perlu
12. Frekuensi napas
membaik; Edukasi:
13.Kedalaman napas 1.Ajarkan tenik relaksasi nafas
membaik; Dalam.
14.Ekskursi dada membaik 2.Ajarkan mengubah posisi
secara mandiri
3.Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
Bronkodilator bila perlu
T
Diagnosa
Tgl/ Luaran Intervensi
Keperawatan
Jam

Resiko jatuh Luaran Utama: Intervensi Utama


1. Tingkat jatuh (L.14138) 1. Pencegahan jatuh (I.14540)
(D.0143)
Luaran tambahan:
Faktor Resiko: 1. Mobilitas fisik ( L.05042) Intervensi pendukung
2. Status kognitif (L.09086) 1. Pemasangan alat pengaman
1. Riwayat (I.02065)
jatuh Tujuan
Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Jatuh
keperawatan selama …...jam, Tindakan:
tingkat jatuh menurun
Observasi
Kriteria Hasil: 1. Identifikasi kebutuhan keselamtan
1. Jatuh dari tempat tidur pasien (berdasarkan fungsi dan
menurun kognitif serta riwayat perilaku
2. Jatuh saat berdiri menurun sebelumnya
3. Jatuh saat duduk menurun
4. Jatuh saat berjalan Terapeutik
menurun 1. Pasang Alat pengaman (missal
5. Jatuh saat di pindahkan pengekang,pagar tempat tidur )
menurun untuk membatsi mobilitas fisik
6. Jatuh saat naik tangga atau akses pada situasi yang
menurun membahayakansesuai kebutuhan
7. Jatuh saat dikamar mandi 2. Dampingiselama di luar ruang
menurun rawat
8. Jatuh saat membungkuk 3. Berikan tempat tidur yang rendah
menurun dan alat – alat bantuan
4. Berikan perabot ruangan yang
tidak mudah jatuh
5. Berikan alat untuk memanggil
perawat
6. Respons panggilan dengan segera
Edukasi
1. Anjurkan menjauhkan barang –
barang yang beerbahaya ( msal
furniture, karpet)
DAFTAR PUSTAKA

Tutu April Ariani, 2014. Sistem Neurobehaviour, Jakarta: Salemba Medika

Brunner Dan Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Jakarta; EGC

PPNI,2018. SDKI,SLKI,SIKI cetakan pertama, Jakarta Selatan; DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai