Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Disusun oleh :

1. Arief Dheny Mahendra ( 2020010055 )


2. Syagita Ayu Narista ( 2020010069 )
3. Wahyu Widhihastuti ( 2020010070 )

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

ITS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2022


A. Pengertian
Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan dipersepsikan disebabkan orang lain sebagai kondisi yang
negative dan mengancam. Kondisi isolasi sosial merupakan ketidak
mapuan klien dalam mengungkapkan perasaan klien yang dapat
menimbulkan klien mengungkapkan perasaan klien dengan kekerasan.
Perilaku kekerasan merupakn respon destruktif individu terhadap stressor
(Ira Erwina, 2012).
Isolasi sosial adalah suatu pengalaman menyendiri dari seseorang
dan perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau
keadaan yang mengancam (Sri Nyumirah, 2013). Ancaman yang dirasakan
dapat menimbulkan respon. Respon kognitif pasien isolasi sosial dapat
berupa merasa ditolak oleh orang lain, merasa tidak dimenegerti orang
lain, meraa tidak berguna, merasa putus asa dan tidak mampu membuat
tujuan hidup atau tidak memeiliki tujuan hidup, tidak yakin dapat
melangsungkan hidup, kehilangan rasa tertarik berhubungan sosial, meraa
tidak aman berada diantara orang lain, serta tidak mampu berkonsentrasi
dan membuat keputusan.
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Pangestu, dkk. 2013).

B. Etiologi
Klien dengan isolasi sosial dapat disebabkan faktor predisposisi dan
faktor presipitasi. Faktor predisposisi yang dapat menyebbakan seseorang
mengalami isolasi sosial adalah adanya tahap pertumbuhan dan
perkembangan yang belum dapat dilalui dengan baik, adanya gangguan
komunikasi did alam keluarga, adanya norma-norma yang salah yang
dianut dalam keluarga serta faktor biologis berupa gen yang diturunkan
dari keluarga yang menyebabkan gangguan jiwa. Selain faktor predisposisi
ada juga faktor presipitasi, yang menjadi penyebab adalah adanya stressor
sosial budaya serta stressor psikologis yang dapat menyebabkan klien
megalami kecemasan (Suerni1 & PH, 2019).
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini
tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2012) tahap-tahap perkembangan individu
dalam berhubungan terdiri dari:
1) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk
memenuhi kebutuhan biologis maupun psikologisnya.
Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan
rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat
penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan
lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan
dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan
mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain
pada masa berikutnya.
2) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi
apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini
dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan
yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga
dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang
interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan
terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun
sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat
ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang
lain.
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang
intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan
mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang
menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini
hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih
berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan
terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali
menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada
remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta
mempertahankan hubungan interdependen antara teman sebaya
maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan
mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima
perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain.
Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan
menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan
interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan
menerima (mutuality).
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya,
ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun.
Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan
pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan
tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara
orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik
kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan
hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya
kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan
meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus
dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi
untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi
kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota
keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka,
terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya
meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang
dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif
diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang
anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil
penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya
menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor internal maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial.
b. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe
psikotik.
Menurut teori psikoanalisa perilaku skizofrenia disebabkan
karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id
maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik
mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan
anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis
individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2012) strategi koping digunakan pasien
sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu
kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping yang
sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai
berikut:
1) Tingkah laku curiga: proyeksi
2) Dependency: reaksi formasi
3) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
4) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
5) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
6) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi,
isolasi, represi dan regrasi.

C. Tanda dan Gejala


Menurut Pusdiklatnakes (2015) tanda dan gejala isolasi sosial dapat
dinilai dari ungkapan klien yang menunjukkan penilaian negatif tentang
hubungan sosial dan didukung dengan data observasi :
1. Data subjektif
Pasien mengungkapkan tentang :
a. Perasaan sepi
b. Perasaan tidak aman
c. Perasaan bosan dan waktu terasa lambat
d. Ketidakmampuan berkonsentrasi
e. Perasaan ditolak
2. Data objektif :
a. Banyak diam
b. Tidak mau berbicara
c. Menyendiri
d. Tidak mau berinteraksi
e. Tampak sedih
f. Kontak mata kurang
g. Muka datar

D. Rentan Respon
Adaptif Maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri Menarik diri


Otonomi Dependensi Ketergantungan
Bekerjasama Curiga Manipulasi
Interdependen Curiga

Gambar 2.1 Rentang respon menurut Direja (2011).

E. Proses Terjadi Masalah


Menurut Direja (2011), terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh
faktor predisposisi dan presipitasi. Kegagalan dapat mengakibatkan
individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut
salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaaan ini dapat
menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain,
lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan
sehari-hari terabaikan. Faktor komunikasi dalam keluarga dan faktor
biologis merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Selain itu terdapat faktor eksternal yang berasal dari
luar seperti keluarga atau adat dan faktor internal yang berasal dari diri
sendiri.
F. Pohon Masalah

Pathway Isolasi Sosial
Sumber: (Keliat, 2014)

G. Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat
norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-
fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan  dan perilaku
yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial
dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan
otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra
pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan
endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik,
agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy,
kelainan jantung (Waode dan Rini, 2018).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam
fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki
efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi,
hidung tersumbat mata kabur, tekanan infra meninggi, gangguan
irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit
darah, epilepsy, kelainan jantung (Waode dan Rini, 2018).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis
dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina
dan fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi
terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut
sempit, psikosis berat psikoneurosis (Waode dan Rini, 2018).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan
masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu,
perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan
pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan
tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain
ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu
pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan
dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2018)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2019), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
ADL adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien
sewaktu bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB
dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan
sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya
menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan
sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,
menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan
dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu
berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling
menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam
berkomunikas
KONSEP ASUHAN KELERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stressor, sumberkoping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengajian,tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi
pengkajian meliputi:
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan
alamat klien.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar,menolak
interaksi dengan orang lain,tidak melakukan kegiatan sehari – hari,
dependen.
3. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua,harapan orang tua yang
tidak realistis,kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan dicerai
suami, putus sekolah,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi
(korban perkosaan, dituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang
lain yang tidak menghargai klien/perasaan negatif terhadap diri sendiri
yang berlangsung lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan ,TB, BB) dan
keluhafisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan
terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatip
tentang tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan .
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,
proses menua, putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena
penyakitnya:mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
a) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan
hubunga social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan,
kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
b) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah
( spritual)
c. Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak
mata, kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri
dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain. Adanya
perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
6. Kebutuhan persiapan pulang
a. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan
WC,membersikan dan merapikan pakaian.
c. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas didalam
dan diluar rumah
e. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
f. Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan
nya pada orang orang lain(lebih sering menggunakan koping menarik
diri).
7. Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi
ECT,Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak
efektifnya koping individu : koping defensif
C. IntervensiKeperawatan

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakanTINDAKAN PSIKOTERAPEUTI
keperawatan selama …x24 jam 1. Klien
Klien dapat berinteraksi dengan SP 1
orang lain baik secara individu a.Bina hubungan saling percaya
maupun secara berkelompok b.Identifikasi penyebab isolasi so
dengan kriteria hasil : SP 2
1. Klien dapat membina a.Diskusikan bersama Klien keun
hubungan saling percaya. berinteraksi dengan orang lai
2. Dapat menyebutkan penyebab kerugian tidak berinteraksi
isolasi sosial. orang lain
3. Dapat menyebutkan b.Ajarkan kepada Klien cara berk
keuntungan berhubungan dengan satu orang
dengan orang lain. c.Anjurkan kepada Klien
4. Dapat menyebutkan kerugian memasukan kegiatan berkenalan
tidak berhubungan dengan orang lain dalam jadwalkegiatan
orang lain. dirumah
5. Dapat berkenalan dan SP 3
bercakap-cakap dengan orang a. Evaluasi pelaksanaan dari
lain secara bertahap. kegiatan harian Klien
6. Terlibat dalam aktivitas sehari- b. Beri kesempatan pada
hari mempraktekan cara berk
dengan dua orang
c. Ajarkan Klien berbincang-b
dengan dua orang tetang
tertentu
d. Anjurkan kepada Klien
memasukan kegiatan berbi
bincang dengan orang lain
jadwalkegiatan harian dirum
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi
apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai
dengan kondisi klien saat ini (Damaiyanti, 2012).
E. Evaluasi Keperawatan
Menurut Trimelia (2011) evaluasi dilakukan dengan berfokus
pada perubahan perilaku Klien setelah diberikan tindakan
keperawatan. Keluarga juga perlu dievaluasi karena merupakan
sistem pendukung yang penting. Ada beberapa hal yang perlu
dievaluasi pada Klien dengan isolasi sosial yaitu:
a. Apakah klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial
b. Apakah klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan
dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain.
c. Apakah klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap:
klien-perawat, Klien-perawat-perawat lain, klien-perawat-klien
lain, klien-kelompok, dan klien- keluarga.
d. Apakahklien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan
dengan orang lain.
e. Apakah klien dapat memberdayakan sistem pendukungnya atau
keluarga nya untuk memfasilitasi hubungan sosialnya.
f. Apakah klien dapat mematuhi minum obat
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, Deden & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsepdan Kerangka


Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Gosyen Publishing
Damaiyanti, M., & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung.

Dermawan, d., & rusdi. (2013). Keperawatan jiwa; konsep dan kerangka kerja
asuhan keperawtan jiwa. Yogyakarta: gosyen publishing.

Direja, a. H. S. (2011). Buku ajar asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: nuha


medika.

Farida, Yudi Hartono. (2010). Buku Ajar KeperawatanJiwa. Jakarta: Salemba


Medika.

Ira Erwina. 2012. Aplikasi Model Adaptasi Roy pada Klien Resiko Perilaku
Kekerasan dengan Penerapan Asertiveness Training di RS Dr. H.
Marzoeki Mahdi Bogor. J. Keperawatan, 8(1) : 65 – 73.
Keliat, Budi Anna dkk.2014. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta : EGC
Pangestu. A. P., P. Sulistyowati., dan R. Purnomo. 2013. Gambaran terapi
aktivitas kelompok sosialisasi pada Pasien isolasi sosial: menarik diri di
PPSLU dewanta Cilacap rpsdm “martani” Cilacap. Journal of Nursing and
Health, 4(1) : 1 - 8.
Purwaningsih, W., & Karlina, I., (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Sri Nyumirah. 2013. Peningkatan kemampuan interaksi sosial (kognitif, afektif
dan perilaku) melalui penerapan terapi perilaku kognitif di rsj dr amino
gondohutomo semarang. J. Keperawatan Jiwa, 1(2) ; 121-128.
Suerni, T., dan PH, L. 2019. Gambaran faktor predisposisi pasien isolasi
sosial. Jurnal keperawatan, 11(1) : 57-66.
Sukaesti, D. (2018). Social Skill Training in Social Insulation Clients. Jurnal
Keperawatan Jiwa, 6(1), 19-24.

Anda mungkin juga menyukai