Disusun oleh :
Diyah Selawati
2014141001
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Susu sebagai salah satu produk peternakan merupakan sumber protein hewani yang
semakin dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sebagai upaya
untuk memenuhi kebutuhan susu tersebut dilakukan peningkatan populasi, produksi dan
produktifivitas sapi perah.
Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah, yaitu pemberian
pakan. Seekor sapi perah yang daya produksi susunya tinggi, bila tidak mendapat pakan
yang cukup, baik kualitas maupun jumlah, tidak akan dapat menghasilkan air susu sesuai
kemampuannya. Cara pemberian pakan yang salah, mengakibatkan penurunan produksi,
gangguan kesehatan, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Untuk mencegah timbul kerugian, pemberian pakan harus diperhitungkan dengan
cermat. Pemberian pakan harus dilakukan secara efisien.
Seorang peternak sapi perah, perlu mengetahui tentang kebutuhan pakan sapi perah
(pedet, sapi dara, sapi bunting, dan sapi laktasi).
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan dan jelaskan bahan pakan sapi perah !
2. Apa peranan energi dan protein pada sapi perah ?
3. Jelaskan kebutuhan pakan sapi perah (pedet, sapi dara, sapi bunting, dan sapi
laktasi )!
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bahan pakan sapi perah.
2. Untuk mengetahui peranan energi dan protein pada sapi perah.
3. Untuk mengetahui kebutuhan pakann sapi perah (pedet, sapi dara, sapi bunting,
dan sapi laktasi ).
BAB II
PEMBAHASAN
2.2.Energi
Semua mahluk hidup, memerlukan energi untuk kelangsungan hidup dan produksi.
Pada ternak muda, kekurangan energi menyebabkan menghambat pertumbuhan dan
menunda dewasa kelamin, sedangkan pada sapi sedang laktasi, dapat menurunkan bobot
badan sehingga kurus. Kekurangan energi lebih lanjut pada sapi lakstasi, menekan fungsi
reproduksi sehingga sapi tidak dapat menghasilkan anak.
2.3.Protein
Protein merupakan zat makanan yang penting untuk proses hidup di dalam tubuh.
Protein terdiri dari asam amino dan membentuk sel-sel tubuh dan organ didalam tubuh
hewan, seperti: jantung, otak tulang, urat daging dan lain-lain. Protein diperlukan untuk
mempertahankan pertumbuhan, reproduksi dan produksi air susu.
Kekungan protein dalam makanan sapi perah, akan memperlambat laju pertumbuhan
janin (fetus) dan anak sapi (pedet), sehingga menghasilkan anak sapi yang kecil pada
waktu lahir dan menghambat pertumbuhan sapi muda. Pada sapi perah dewasa,
kekurangan protein dalam makanan, akan menurunkan produksi air susu, sedangkan
kekeurangan protein yang parah, sapi menjadi kurus pada permulaan laktasi dan tidak
dapat atau sulit menjadi gemuk pada akhir laktasi.
Berdasarkan penelitain, 25-33% pedet yang lahir, mengalami kematian pada periode 4
bulan pertama. Kematian umumnya disebabkan kurang makan, radang paru-paru
(pneumonia) dan komplikasi ganggguan pencernaan. Angka kematian tersebut dapat
ditekan, apabila peternak cermat dalam merawat pedetnya.
Pedet yang baru lahir, tidak mempunyai kekebalan tubuh (antibodi), dan antibodi
tersebut hanya diperoleh dari kolostrum induknya. Kolostrum sangat diperlukan pedet
yang baru lahir, karena banyak mengandung “antibodi” (immunomudulatory factors),
protein, vitamin-vitamin (terutama vitamin A, B, D, E) dan mineral (growth factor).
Kolostrum mempunyai sifat mencahar dan untuk menggertak alat pencernaan pedet
supaya bekerja dengan baik. Oleh karena itu, kolostrum pertama harus diberikan kepada
pedet dalam waktu 1 jam pertama sesudah lahir. Apabila dalam 1 jam pertama, pedet,
belum mendapat kolostrum, maka peternak harus memaksa pedet minum kolostrum
dengan cara dibantu dengan memasukkan kolostrum ke dalam mulut pedet dan
menuntunnya ke dalam kolostrum yang disediakan di ember.
Kemampuan alat pencernaan pedet untuk menyerap antibodi dari kolostrum hanya
berlangusng beberapa jam. Pada umumnya dalam keadaan normal, pedet akan menyusu
pada induknya selama 30 menit setelah lahir. Bila pedet tidak dapat menyusu kepada
induknya, maka hendaknya peternak membantu menyusukan kepada induknya. Hal ini
perlu dilakukan, sebab pedet harus mendapat kolostrum dari induknya dan disamping
itu, pedet yang sedang menyusu memberikan gertakan pada ambing induk, sehingga
memudahkan pemancaran air susu. Oleh karena itu, dalam 6 jam pertama, pedet, sudah
mengkonsumsi kolostrum sebanyak 6 % dari berat lahir. Jumlah tersebut sekitar 2,5 kg
untuk pedet yang berat lahirnya kurang lebih 40 kg. Apbila dalam waktu 6 jam pertama
pedet tidak dapat menghabiskan sebanyak itu, maka peternak harus membantu bahkan
memaksa pedet untuk minum dengan cara seperti di atas. Hal ini bertujuan agar pedet
mendapatkan antibodi sebanyak mungkin, sehingga daya tahan tubuh pedet tinggi dan
tidak mudah terkena penyakit, terutama penyakit yang berhubungan dengan alat
pencernaan. Pedet mendapat kolostrum selama 7 hari.
Bila induk mati atau tidak dapat memberikan kolostrum kepada anaknya, maka dapat
diberikan pengganti kolostrum sebagai berikut:
Pengganti 1 butir telur dikocok + 300 cc air hangat dicampur dengan
kolostrum ½ sendok teh “minyak ikan” dan 600 cc air susu murni.
Diberikan 3 kali sehari selama 4 hari. Tambahkan
antibiotika.
Antibiotika Berikan melalui mulut 250 mg antibiotika
untuk pedet chlortetracycline tiap hari selama 5 hari. Setelah itu 125
mg chlortetracycline selama 16 hari. Yang terbaik sesudah
lahir disuntik (intar muskuler, im)200 mg tetracycline
(ackromycine)
Sebagai pegangan berapa banyak susu yang diberikan pada pedet tergantung kepada
berat badan pedet seperti disajikan pada Tabel 1. Jumlah tersebut diberikan dibagi dua
untuk pagi dan sore dan sebaiknya air susu tersebut diberikan masih hangat yang berasal
dari perahan pada saat itu.
Tabel 1. Jumlah pemberian air susu (kg), calf starter (kg), dan rumput kering pada pedet
umur 1 – 9 minggu (masa sapih)
Umur Berat Pakan
badan Air susu (L) Calf starter Rumput Air minum
(kg) (kg) kering (hay)
(kg)
Lahir 35 Kolostrum - - -
1 minggu 35 4 0,1 0,1 Selalu
2 minggu 39 4 0,2 0,1 tersedia
3 minggu 43 4 0,2 0,1 (adlibitum)
4 minggu 47 4 0,3 0,2
5 minggu 51 4 0,4 0,3
6 minggu 55 4 0,5 0,4
7 minggu 59 4 0,8 0,6
8 minggu 63 4 1,0 0,8
9 minggu 67 4 1,0 – 1,2 0,8 – 1,0
Di samping pemberian air susu tersebut di atas, umur satu minggu pedet telah mulai
diajar makan rumput muda dan tidak berembun untuk merangsang perkembangan rumen
pedet yang akan mempengaruhi pertumbuhan pedet selanjutnya. Rumput diberikan
sedikit demi sedikit. Semakin besar pedet tersebut, semakin banyak rumput diberikan.
Pada umur satu minggu, pedet dilatih mengenal calf starter dengan cara menempelkan
konsentrat ke mulutnya sesudah diberi air susu segar agar dijilati atau dengan cara
menaruh sedikit konsentrat dalam ember susunya sesudah menghabiskan air susu.
Sediakan konsentrat dalam kotak dan diganti setiap hari agar selalu tersedia konsentrat
yang baru. Konsentrat starter untuk pedet, mengandung 16 – 18 % protein dengan
kandungan energi tinggi dan mengandung suplemen vitamin A dan D serta tepung
tulang.. Contoh susunan calf starter untuk pedet disajikan pada Tabel 2.
Zat
makanan
Bahan kering 85,6 89,3 87,7
Protein 20,8 21,0 18,8
Energi 75,9 73,8 75,2
(TDN)
Pada umur 2 bulan, pedet mampu memakan 1-1,5 kg hay atau 2-3 kg rumput setengah
kering. Hay diberikan 3 kali sehari. Setiap kali pemberian minimal 0,5 kg hay atau 1,0
kg rumput setengah kering.
Sejak umur 2 bulan, calf starter yang mengandung protein 18% sedikit demi sedikit (
selama 1 minggu untuk menghindari stres pada alat pencernaan) diganti dengan
konsentrat yang mengandung 16% protein dan TDN 70%. Perubahan permberian calf
starter ke pakan konsentrat sebagai berikut:
Tabel 4. Jumlah konsentrat dan rumput segar yang diberikan pada sapi dara (umur 7
– 12 bulan)
Sapi dara dikawinkan pertama kali ketika umur 15 – 18 bulan dan berat badan
mencapai 300 kg. Hal ini penting agar sapi dara dapat beranak pada umur 2 tahun.
2.4.4. Pakan Induk Bunting
Induk sapi perah yang sedang bunting, harus mendapat pakan yang cukup, terutama
setalah kebuntingan memasuki bulan ketiga, karena induk sapi harus menghasilkan air
susu, di samping harus membesarkan janin dalam kandungan. Oleh karena itu, status
nutrisi induk selama bunting, sangat mempengaruhi kesehatan anak.
Selama masa kebuntingan, induk harus cukup memperoleh protein, energi, vitamin A,
fosfor dsan iodium. Induk yang kekurangan unsur-unsur tersebut, menghasilkan anak
yang lemah. Kekurangan protein mengakibatkan ketahanan tubuh pedet terhadap penyakit
berkurang dan meningkatkan kematian pedet. Pedet yang berasal dari induk yang
kekurangan vitamin A, mungkin lahir dengan kebutaan, mencret, dan tidak tahan terhadap
infeksi.
Kebutuhan fosfor, meningkat pada umur kebuntingan memasuki 8 bulan, karena
unsur tersebut sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan pertumbuhan janin yang sehat.
Kekurangan fosfor, menyebabkan menurunnya nafsu makan dan tulang menjadi rapuh.
Kekurangan iodium pada induk yang sedang bunting, menghasilkan pedet yang lemah
atau lahir mati atau pedet dengan kelenjar gondok yang membesar. Untuk itu, pemberian
pakan pada induk bunting harus benar-benar diperhatikan.
Induk yang telah bunting 7 bulan, sebaiknya dikeringkan (dihentikan pemerahan sir
susunya) selama 40-60 hari. Tujuan pengeringan induk bunting adalah mengistirahatkan
sel-sel ambingnya dan mempersiapkan produksi kolostrum bagi anaknya. Semakin
panjang masa kering, akan semakin baik mutu kolostrum yang dihasilkan karena
kandungan antibodi dalam kolostrum semakin tinggi dan sangat baik bagi ketahan tubuh
pedet (kesehatan pedet).
Tiga hari sebelum dikeringkan, konsentrat tidak diberikan kepada induk dan
sebaliknya rumput diberikan tidak terbatas. Pada 2-3 minggu sebelum beranak, konsentrat
harus mulai diberikan kembali lebih kurang 2,5 kg/hari. Untuk membiasakan kembali
bakteri rumen terhadap pakan konsentrat. Setelah beranak, induk sangat memerlukan
konsentrat dalam jumlah yang lebih banyak dari biasanya. Hijauan yang diberikan selama
dikeringkan, sebaiknya terdiri dari 30% legum dan 70% rumput ditambah dengan
suplemen mineral
2.4.5. Pakan Sapi Laktasi
Pemberian pakan secara individu pada sapi laktasi di kandang atau milking parlor
berubah mengarah ke system pemberian pakan yang baru. Meskipun metode yang lebih
baru tidak seefektif pemberian secara individual, sistem ini lebih ekonomis daripada
semua sapi diberi sejumlah konsentrat yang sama tanpa memperhatikan produksi susu.
Disamping itu, ada penghematan tenaga kerja dan fasilitas. Yang paling baik perbaikan
pemberian pakan mengkombinasikan "seni dan ilmu pemberian pakan".
2.4.5.1.Phase Feeding
Phase Feeding adalah suatu program pemberian pakan yang dibagi ke dalam periode-
periode berdasarkan pada produksi susu, persentase lemak susu, konsumsi pakan, dan
bobot badan. Lihat ilustrasi bentuk dan hubungan kurva produksi susu, % lemak susu,
konsumsi BK, dan bobot badan. Didasarkan pada kurva-kurva tersebut, didapatkan 4 fase
pemberian pakan sapi laktasi:
a. Fase 1, laktasi awal (early lactation), 0 - 70 hari setelah beranak. Selama periode
ini, produksi susu meningkat dengan cepat, puncak produksi susu dicapai pada 4-6
minggu setelah beranak. Pada saat ini konsumsi pakan tidak dapat memenuhi
kebutuhan zat-zat makanan (khususnya kebutuhan energi) untuk produksi susu,
sehingga jaringan-jaringan tubuh dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan. Selama
fase ini, penyesuaian sapi terhadap ransum laktasi merupakan cara manajemen yang
penting. Setelah beranak, konsentrat perlu ditingkatkan 1-1,5 lb per hari untuk
memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang meningkat dan meminimisasi
problem tidak mau makan dan asidosis. Namun perlu diingat, proporsi
konsentrat yang berlebihan (lebih dari 60% BK ransum) dapat menyebabkan asidosis
dan kadar lemak yang rendah. Tingkat serat kasar ransum tidak kurang dari 18%
ADF, 28% NDF, dan hijauan harus menyediakan minimal 21% NDF dari total
ransum. Bentuk fisik serat kasar juga penting, secara normal ruminasi dan pencernaan
akan dipertahankan bila lebih dari 50% hijauan panjangnya 1” atau lebih. Kandungan
protein merupakan hal yang kritis selama laktasi awal. Upaya untuk memenuhi atau
melebihi kebutuhan PK selama periode ini membantu konsumsi pakan, dan
penggunaan yang efisien dari jaringan tubuh yang dimobilisasi untuk produksi susu.
Ransum dengan protein 19% atau lebih diharapkan dapat me-menuhi kebutuhan
selama fase ini. Tipe protein (protein yang dapat didegradasi atau tidak didegradasi)
dan jumlah protein yang diberikan dipengaruhi oleh kandungan zat makanan ransum,
metode pemberian pakan, dan produksi susu. Sebagai patokan, yang diikuti oleh
banyak peternak (di luar negeri) memberikan 1 lb bungkil kedele atau protein
suplemen yang ekivalen per 10 lb susu, di atas 50 lb susu. Bila zat makanan yang
dibutuhkan saat laktasi awal ini tidak terpenuhi, produksi puncak akan rendah dan
dapat menyebabkan ketosis. Produksi puncak rendah, dapat diduga produksi selama
laktasi akan rendah. Bila konsumsi konsentrat terlalu cepat atau terlalu tinggi dapat
menyebabkan tidak mau makan, acidosis, dandisplaced abomasum. Untuk
meningkatkan konsumsi zat-zat makanan:
a) beri hijauan kualitas tinggi,
b) protein ransum cukup,
c) tingkatkan konsumsi konsentrat pada kecepatan yang konstan setelah beranak,
d) tambahkan 1,0-1,5 lb lemak/ekor/hari dalam ransum,
e) pemberian pakan yang konstan, dan
f) minimalkan stress.
b. Fase 2, konsumsi BK puncak, 10 minggu kedua setelah beranak. Selama fase ini,
sapi diberi makan untuk mempertahankan produksi susu puncak selama mungkin.
Konsumsi pakan mendekati maksimal sehingga dapat me-nyediakan zat-zat makanan
yang dibutuhkan. Sapi dapat mempertahankan bobot badan atau sedikit meningkat.
Konsumsi konsentrat dapat banyak, tetapi jangan melebihi 2,3% bobot badan (dasar
BK). Kualitas hijauan tinggi perlu disediakan, minimal konsumsi 1,5% dari bobot
badan (berbasis BK) untuk mempertahankan fungsi rumen dan kadar lemak susu yang
normal. Untuk meningkatkan konsumsi pakan:
a) beri hijauan dan konsentrat tiga kali atau lebih sehari,
b) beri bahan pakan kualitas tinggi,
c) batasi urea 0,2 lb/sapi/hari,
d) minimalkan stress,
e) gunakan TMR (total mix ration).
Problem yang potensial pada fase 2, antara lain:
a) produksi susu turun dengan cepat,
b) kadar lemak rendah,
c) periode silent heat (berahi tidak terdeteksi),
d) ketosis.
3. Fase 3, pertengahan - laktasi akhir, 140 - 305 hari setelah beranak. Fase ini
merupakan fase yang termudah untuk me-manage. Selama periode ini produksi susu
menurun, sapi dalam keadaan bunting, dan konsumsi zat makanan dengan mudah
dapat dipenuhi atau melebihi kebutuhan. Level pem-berian konsentrat harus
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan produksi, dan mulai mengganti berat badan
yang hilang selama laktasi awal. Sapi laktasi membutuhkan pakan yang lebih sedikit
untuk mengganti 1 pound jaringan tubuh daripada sapi kering. Oleh karena itu, lebih
efisien mempunyai sapi yang me-ningkat bobot badannya dekat laktasi akhir daripada
selama kering.
Fase kering penting. Program pemberian pakan sapi kering yang baik dapat
meminimalkan problem metabolik pada atau segera setelah beranak dan
meningkatkan produksi susu selama laktasi berikutnya. Sapi kering harus diberi
makan terpisah dari sapi laktasi. Ransum harus diformulasikan untuk memenuhi
kebutuhannya yang spesifik: maintenance, pertumbuhan foetus, pertambahan bobot
badan yang tidak terganti pada fase 3. Konsumsi BK ransum harian sebaiknya
mendekati 2% BB; konsumsi hijauan minimal 1% BB; konsumsi konsentrat
bergantung kebutuhan, tetapi tidak lebih 1% BB. Setengah dari 1% BB (konsentrat)
per hari biasanya cukup untuk program pemberian pakan sapi kering. Sapi kering
jangan terlalu gemuk. Memberikan hijauan kualitas rendah, seperti grass hay, lebih
disukai untuk membatasi konsumsi. Level protein 12% cukup untuk periode kering.
Sedikit konsentrat perlu diberikan dalam ransum sapi kering dimulai 2 minggu
sebelum beranak, bertujuan:
mengubah bakteri rumen dari populasi pencerna hijauan seluruhnya menjadi populasi
campuran pencerna hijauan dan konsentrat; dan meminimalkan stress terhadap
perubahan ransum setelah beranak.
Kebutuhan Ca dan P sapi kering harus dipenuhi, tetapi perlu dihindari
pemberian yang berlebihan; kadang-kadang ransum yang mengandung lebih dari
0,6% Ca dan 0,4% P meningkatkan kejadian milk fever. Trace mineral, termasuk Se,
harus disediakan dalam ransum sapi kering. Juga, jumlah vitamin A, D. dan E yang
cukup dalam ransum untuk mengurangi kejadian milk fever, mengurangi retained
plasenta, dan meningkatkan daya tahan pedet.
Problem yang potensial selama fase 4 meliputi milk fever, displaced
abomasum, retained plasenta, fatty liver syndrome, selera makan rendah, gangguan
meta-bolik lain, dan penyakit yang dikaitkan dengan fat cow syndrome.
Manajemen kunci yang harus diperhatikan selama periode kering, meliputi:
(1) observasi kondisi tubuh dan penyesuaian pemberian energi bila diperlukan,
(2) penuhi kebutuhan zat makanan tetapi cegah pemberian yang berlebihan,
(3) perubahan ransum 2 minggu sebelum beranak, dengan menggunakan konsentrat
dan jumlah kecil zat makanan lain yang digunakan dalam ransum laktasi,
(4) cegah konsumsi Ca dan P yang berlebihan, dan
(5) batasi garam dan mineral sodium lainnya dalam ransum sapi kering untuk
mengurangi problem bengkak ambing.
Pada waktu kering,skor kondisi tubuh sapi 2 atau 3, sedangkan saat beranak 3,5–
4,0. Selama 60 hari periode kering, sapi diberi makan untuk mendapatkan PBB: 120 -
200 lbs.
A. Kesimpulan
Dalam pemeliharaan ternak sapi perah, pakan merupakan kebutuhan ternak yang
utama. Untuk itu peternak harus memperhatikan kebutuhan pakan ternak dari lahir
(pedet) sampai laktasi. Pedet membutuhkan pakan yang berbeda dengan sapi dara,
begitupun dengan sapi bunting dan laktasi. Semuanya membutuhkan jenis, jumlah
serta frekuensi pemberian pakan yang berbeda-beda.
B. Saran
Penulis sangat menyadari bahwa didalam penulisan makalah ini masih membutuhkan
perbaikan sehingga dapat menjadi bahan bacaan yang bermanfaat, oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Sehingga makalah ini bisa
mencapai kesempurnaan dalam segi bahasa, penyusunan dan segi tulisan.