Anda di halaman 1dari 50

Laporan Kasus

HIPERTENSI URGENSI

Disusun Oleh :
dr. Farida Chandradewi

Pembimbing :
dr. Diesriqa Indra Gunadi, Sp.PD, FINASIM

KOMITE INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAHAT
SUMATERA SELATAN
TAHUN 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul “HIPERTENSI URGENSI” dibuat sebagai salah


satu syarat Internsip Dokter Indonesia periode November 2017 – November
2018.
Nama : dr. Farida Chandradewi
Tanggal Presentasi : 7 Februari 2018
Tempat : Ruang Komite Medik RSUD Lahat
Wahana Internsip : RSUD Kabupaten lahat
Laporan ini telah disetujui dan di presentasikan

Pembimbing Penulis

dr. Diesriqa Indra Gunadi, Sp.PD, FINASIM dr. Farida Chandradewi

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat dan rahmat-
Nya saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “HIPERTENSI
URGENSI”. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dalam
menyelesaikan Internsip Dokter Indonesia periode November 2017 –
November 2018. Penyusun ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Diesriqa Indra Gunadi, Sp.PD, FINASIM sebagai pembimbing laporan
kasus.
2. dr. Zen Syukri sebagai pembimbing dokter internsip.
3. dr. Patsiwi Ramadhani sebagai pembimbing dokter internsip.
4. Pasien dan keluarga pasien sebagai sumber ilmu dalam penulisan ini.
5. Keluarga dan teman-teman yang selalu memberi dukungannya hingga
laporan kasus ini terselesaikan.

Penyusun sangat menyadari bahwa laporan kasus yang saya susun ini
sangatlah jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan masukan yang
membangun sangatlah diharapkan. Semoga laporan kasus ini dapat berguna
bagi kita semua.

Pembimbing Penulis

dr. Diesriqa Indra Gunadi, Sp.PD, FINASIM dr. Farida Chandradewi

iii
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal 7 Januari 2018, telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama Presentan : dr. Farida Chandradewi
Judul : Hipertensi Urgensi
Nama Pendamping : dr. Zen Syukri / dr. Patsiwi Ramadhani
Nama Wahana : Kabupaten Lahat
No Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

1. dr. Tri Nisdian Wardiah 1. ...........................


2. ..............................
2. dr. Marmah Oktaria
3. dr. Ravenia Dirgantari 3...............................
4.................................
4. dr. Irvandra Afren
5. dr. Maghfiroh Rahayu N. 5...............................
6.................................
6. dr. Farida Chandradewi
7. dr. Siti Rahmah Sari 7................................
8................................
8. dr. Janeva Septiana S.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pembimbing,

dr. Diesriqa Indra Gunadi, Sp.PD, FINASIM

iv
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal 7 Januari 2018, telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama Presentan : dr. Farida Chandradewi
Judul : Hipertensi Urgensi
Nama Pendamping : dr. Zen Syukri / dr. Patsiwi Ramadhani
Nama Wahana : Kabupaten Lahat

No Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

1. dr. Tri Nisdian Wardiah 1. ...........................


2. ..............................
2. dr. Marmah Oktaria
3. dr. Ravenia Dirgantari 3...............................
4.................................
4. dr. Irvandra Afren
5. dr. Maghfiroh Rahayu N. 5...............................
6.................................
6. dr. Farida Chandradewi
7. dr. Siti Rahmah Sari 7................................
8................................
8. dr. Janeva Septiana S.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping,

dr. Zen Syukri

v
DAFTAR ISI

Cover........................................................................................................... i
Lembar Pengesahan................................................................................... ii
Kata Pengantar.......................................................................................... iii
Berita Acara Presentasi Portofolio........................................................... iv
Daftar Isi..................................................................................................... vi
Bab I Status Pasien.................................................................................... 1
Bab II Tinjauan Pustaka........................................................................... 8
I. Epidemiologi..................................................................................... 8
II. Klasifikasi......................................................................................... 9
III. Anatomi dan Fisiologi Jantung....................................................... 10
IV. Etiologi........................................................................................... 13
V. Patofisiologi..................................................................................... 16
VI. Faktor Risiko.................................................................................. 20
VII. Diagnosis....................................................................................... 21
VIII. Penatalaksanaan........................................................................... 25
Bab III Analisis Kasus............................................................................... 36
Daftar Pustaka............................................................................................ 42
Lembar Diskusi.......................................................................................... 44

vi
BAB I
STATUS PASIEN

I.1 IDENTIFIKASI
Nama : Ny. R
Umur : 76 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
Alamat : Tanjung Mulak, Pulau Pinang
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
MRS : 4 Januari 2018

I.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Sakit kepala.

Riwayat Perjalanan Penyakit:


Sejak sekitar 3 jam yang lalu os mengeluh sakit kepala berdenyut
pada seluruh bagian kepala, pingsan (-), penurunan penglihatan tiba-tiba
(-), mual (+), muntah (-), nyeri dada dan perut (-), tidak tahan melihat
cahaya ataupun mendengar suara (-), demam (-), mulut mengot (-), bicara
pelo (-), lemah sebelah tubuh (-), BAK dan BAB biasa. Os juga
mengeluh kejang (+) kelojotan pada seluruh tubuh 1x selama kurang dari
15 menit, selama kejang mata os mendelik ke atas dan mulut os mengot
ke sebelah kiri, kejang berhenti sendiri, setelah kejang os masih sadar.
Kemudian os dibawa ke IGD RSUD Lahat.

1
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat keluhan yang sama berupa sakit kepala dan juga
kejang sebelumnya (+), sekitar 4x ke IGD RS dikatakan sakit
darah tinggi.
- Riwayat sakit kencing manis (-)
- Riwayat sakit darah tinggi (+) sejak 1 tahun yll, os mengaku
minum obat rutin, namun terakhir kontrol ke puskesmas
dikatakan obat yang dimakan seperti biasa tidak tersedia
namun os tetap mendapat obat
- Riwayat stroke (-)
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat mual sebelumnya (+), disertai dengan rasa perut
kembung dan sering bersendawa.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat DM (-), Hipertensi (+) ayah dan ibu kandung os.

Riwayat Obat:
Ca Lactat 2x1 tab, Amlodipin 1x5mg tab (os mengaku obat didapatkan
dari kontrol ke puskesmas)

Riwayat Alergi:
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan dan makanan tertentu.

I.3 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 4 April 2018, pukul 16.00
WIB.
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis (GCS E4M6V5)
Tekanan darah : 220/100 mmHg

2
Pernafasan : 20x/ menit
Nadi : 92x/ menit, reguler, kuat, isi & tegangan cukup
Suhu : 36,70C
Status gizi : BB 40kg, TB 155cm; IMT: 16,6 kg/m2 (kurus)1

Pemeriksaan Umum
 Kepala

- Mata : Palpebra edema (-/-), kelopak mata tertinggal (-/-),


konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor, refleks cahaya (+/+), gerak bola mata baik
(+/+)

- Hidung : Bentuk normal, simetris, deviasi septum (-),


pernafasan cuping hidung (-), edema konka (-/-),
penciuman baik, sekret (-)

- Telinga : Bentuk normal, simetris, nyeri tekan tragus (-/-),


liang lapang (+/+), serumen (-/-)

- Mulut : Bibir sianosis (-), simetris, pucat (-), mukosa


basah, perdarahan gusi (-), lidah tremor (-), lidah
kotor (-), stomatitis

- Tenggorokan : Uvula ditengah, tonsil hiperemis (-), T1-T1, faring


hiperemis (-)

 Leher : JVP 5-2 cmH2O, trakea di tengah, pembesaran


KGB leher (-) , pembesaran tiroid (-)
 Thorax
o Jantung
 Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
 Palpasi : pulsasi ictus cordis dalam batas normal
 Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal
3
 Auskultasi : bunyi jantung I/II reguler, gallop (-),
murmur (-)

 Paru-paru
 Paru depan
Kanan Kiri
Inspeksi Simetris pada posisi statis dan Simetris pada posisi statis dan
dinamis, retraksi interkostal (-), dinamis, retraksi interkostal (-),
retraksi suprasternal (-), retraksi suprasternal (-), retraksi
retraksi supraklavikula (-) supraklavikula (-)
Palpasi nyeri tekan (-), stem fremitus nyeri tekan (-), stem fremitus
simetris simetris
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Suara nafasbronkovesikuler (+) Suara dasar bronkovesikuler (+)
Wheezing (-), Wheezing (-),
Ronki (-) Ronki (-)

 Paru belakang
Kanan Kiri
Inpeksi Simetris pada posisi statis dan Simetris pada posisi statis dan
dinamis. Retraksi interkostal (-) dinamis. Retraksi interkostal (-)
Palpasi nyeri tekan (-), nyeri tekan (-),
stem fremitus normal stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi suara dasar vesikuler (+) suara dasar vesikuler.
wheezing (-), wheezing(-),
ronchi (-) ronchi (-)

4
 Abdomen
 Inspeksi : tampak datar
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen
 Palpasi : lemas, nyeri tekan (+) regio epigastrium

 Ekstremitas : Akral hangat , edema

Kekuatan , sensorik baik

I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin (4 Januari 2018)
Parameter Hasil Nilai rujukan

WBC (103/mm3) 8,6 3.5-10.0

RBC (106/mm3) 4,41 3.50 – 5.50

HGB (gr/dl) 11,9 11.0 – 15.0

HCT (%) 36,3 35 - 55

PLT (103/mm3) 173 158 - 458

PCT (%) 0.15 0.18 - 0.28

MCV (µm3) 82,2 80.0 – 99.0

MCH (pg) 27,1 26.0 – 32.0

MCHC (gr/dl) 32,9 32.0 – 36.0

RDW (%) 12,9 11.5 – 14.5

MPV ( µm3) 8,7 7.4 – 10.4

% Lym 16,4 25.0 – 45.0

% Gran 80,3 45.0 – 70.0

5
Lym 1.4 0.5 – 5.0

Gran 7.0 1.2 – 8.0

Kimia darah (4 Januari 2018)


Glukosa sewaktu: 108 mg/dl
Kolesterol total: 168 mg/dl

1.5 DIAGNOSA KERJA


Hipertensi Urgensi + Dispepsia + Susp. Epilepsi dengan Tipe Bangkitan
Umum Tonik-Klonik

I.6 PENATALAKSANAAN
- IVFD RL gtt XX/m makro
- Diet NB rendah garam
- Inj. Ranitidin 2x50mg IV
- Valsartan 1x160mg tab po
- Amlodipin 1x10mg tab po
- Ibuprofen 2x400mg tab po
- Antasida 3x400mg tab po
- Observasi tanda-tanda vital

I.7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam

1.8 FOLLOW UP
Tanggal 5 Januari 2018
S : keluhan sakit kepala telah berkurang namun masih dirasakan oleh
pasien

O : KU : tampak sakit sedang

6
Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4M6V5)
TD : 150/90mmHg N: 86x/mnt RR: 20x/mnt T: 36,5’C

A : Hipertensi grade 2

P:
- IVFD RL gtt XX/m makro
- Diet NB rendah garam
- Inj. Ranitidin 2x50mg IV
- Valsartan 1x160mg tab po
- Amlodipin 1x10mg tab po
- Ibuprofen 2x400mg tab po
- Antasida 3x400mg tab po
- Clobazam 1x10mg tab po

Tanggal 6 Januari 2018


S : tidak ada keluhan
O : KU : tampak tidak sakit
Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4M6V5)
TD : 140/80mmHg N: 80x/mnt RR: 20x/mnt T: 36,5’C

A : Hipertensi grade 2

P : - Pasien boleh pulang


- Valsartan 1x160mg tab po
- Amlodipin 1x10mg tab po
- Antasida 3x400mg tab po
- Ranitidin 2x150mg tab po
- Kontrol ke poli penyakit dalam atau faskes tingkat I

BAB II
7
TINJAUAN PUSTAKA

I. Epidemiologi
Hipertensi umum ditemukan pada pelayanan primer. Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi hipertensi di indonesia
mencapai 26,5%. Prevalensi hipertensi (grafik 1) dengan menggunakan
kriteria JNC VII didapatkan penurunan dari 31,7% pada tahun 2007 menjadi
25,8% pada tahun 2013. Adapun pada grafik 2 didapatkan prevalensi
hipertensi berdasarkan diagnosis atau gejala meningkat. Hal ini diasumsikan
terjadi karena bertambahnya masyarakat yang memeriksakan diri ke tenaga
kesehatan.2

Grafik 1. Kecenderungan hipertensi berdasarkan pengukuran pada umur ≥18 tahun


menurut provinsi pada tahun 2007 dan 20132

Grafik 2. Kecenderungan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara pada umur


≥18 tahun menurut provinsi pada tahun 2007 dan 20132

II. Klasifikasi

8
Klasifikasi hipertensi berdasarkan etiologinya dibagi menjadi 2,
yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi dinyatakan
primer apabila tidak diketahui penyebabnya (90%), dan termasuk sekunder
apabila diketahui penyebabnya (10%). Beberapa penyebab pada hipertensi
sekunder antara lain yaitu penyakit, obat-obatan, dan makanan.3

Berdasarkan Pedoman Pencegahan, Deteksi, Evaluasi, dan


Penatalaksanaan Hipertensi pada Dewasa dari ACC (American College of
Cardiology)/AHA (American Heart Association) 2017 tekanan darah
dikategorikan menjadi 4 kelompok, yaitu tekanan darah normal, meningkat,
hipertensi grade 1, dan hipertensi grade 2.4

Tabel 1. Kategori Tekanan Darah pada Dewasa*5


* Individual dengan SBP dan DBP pada 2 kategori yang berbeda ditetapkan pada
kategori tekanan darah tertinggi. Tekanan darah diukur pada ≥ 2 pengukuran pada
≥ 2 kesempatan. DBP: Diastolic Blood Pressure; SBP: Systolic Blood Pressure.

Selain keempat kelompok tersebut, juga terdapat suatu keadaan


klinis yang disebut krisis hipertensi. Krisis hipertensi merupakan keadaan
klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi (sistolik
>180mmHg dan/atau diastolik >120mmHg) dengan kemungkinan akan
timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Krisis hipertensi dibagi
menjadi 2, yaitu hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi.3,4

Hipertensi emergensi: Tekanan darah yang sangat tinggi disertai dengan
kelainan/ kerusakan target organ yang bersifat progresif, sehingga
tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit sampai

9
jam) agar dapat mencegah maupun membatasi kerusakan target organ
yang terjadi.3

Hipertensi urgensi: tekanan darah yang sangat tinggi tidak disertai
kelainan/ kerusakan organ target yang progresif, sehingga penurunan
tekanan darah dapat dilakukan lebih lambat (dalam hitungan jam
sampai hari).3

III. Anatomi dan Fisiologi Jantung


Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada
diantara kedua paru. Jantung adalah organ otot yang berongga dan
berukuran sebesar kepalan tangan. Fungsi utama jantung adalah memompa
darah ke pembuluh darah dengan kontraksi ritmik dan berulang. Jantung
normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang jantung atas dinamakan atrium dan
2 ruang jantung di bawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi sebagai
pompa. Dinding yang memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi
bagian kanan dan kiri dinamakan septum.6

Batas-batas jantung:

 Kanan : vena cava superior, atrium kanan, vena cava inferior.

 Kiri : ujung ventrikel kiri.

 Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel kiri.

 Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis.

 Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang


diafragma sampai apeks jantung.

 Superior : apendiks atrium kiri.

10
Gambar 1. Anatomi Jantung; Anterior (kiri), Posterior (kanan) 7

Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan


keempat katup yang mencegah agar darah tidak kembali. Keempat katup ini
adalah katup trikuspid yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel
kanan, katup pulmonal, terletak di antara ventrikel kanan dan arteri
pulmonal, katup mitral yang terletak di antara atrium kiri dan ventrikel kiri
dan katup aorta, terletak di antara ventrikel kiri dan aorta. Katup mitral
memiliki 2 daun, yaitu anterior dan posterior. Katup lainnya memiliki tiga
daun.6

Jantung dipersarafi aferen dan eferen yang keduanya sistem saraf


simpatis dan parasimpatis. Saraf parasimpatis berasal dari saraf vagus
melalui preksus jantung. Serabut post ganglion pendek melewati nodus SA
dan AV, serta hanya sedikit menyebar pada ventrikel. Saraf simpatis berasal
dari trunkus toraksik dan servikal atas, mensuplai kedua atrium dan
ventrikel.6

Suplai darah jantung berasal dari arteri koronaria. Arteri koroner


kanan berasal dari sinus aorta anterior, melewati diantara trunkus
pulmonalis dan apendiks atrium kanan, turun ke lekukan A-V kanan sampai
mencapai lekukan interventrikuler posterior. Pada 85% arteri berlanjut

11
sebagai arteri posterior desenden/ posterior decendens artery (PDA) disebut
dominan kanan. Arteri koroner kiri berasal dari sinus aorta posterior kiri dan
terbagi menjadi arteri anterior desenden kiri/ left anterior descenden (LAD)
interventrikuler dan sirkumfleks. LAD turun di anterior dan inferior ke
apeks jantung. Mayoritas darah vena terdrainase melalui sinus koronarius ke
atrium kanan. Sinus koronarius bermuara ke sinus venosus sistemik pada
atrium kanan, secara morfologi berhubungan dengna atrium kiri, berjalan
dalam celah atrioventrikuler.6

Gambar 2. Sirkulasi Jantung8

Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkait


fungsinya sebagai pompa darah. Masing-masing terdiri dari satu atrium-
ventrikel kiri dan kanan. Berdasarkan sirkulasi dari kedua bagian pompa
jantung tersebut, pompa kanan berfungsi untuk sirkulasi paru sedangkan
bagian pompa jantung yang kiri berperan dalam sirkulasi sistemik untuk
seluruh tubuh. Terdapat 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah
dari dan ke jantung. Vena cava inferior dan vena cava superior
mengumpulkan darah dari sirkulasi vena dan mengalirkan darah tersebut ke
jantung sebelah kanan. Darah masuk ke atrium kanan, dan melalui katup
trikuspid menuju ventrikel kanan, kemudian ke paru-paru melalui katup

12
pulmonal. Darah tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami
oksigenasi di paru-paru, selanjutnya darah ini menuju atrium kiri melalui
keempat vena pulmonalis. Dari atrium kiri, darah mengalir ke ventrikel kiri
melalui katup mitral dan selanjutnya dipompakan ke aorta. Tekanan arteri
yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel kiri, dinamakan tekanan darah
sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi maksimal, ventrikel ini mulai
mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri akan mengalir ke ventrikel
ini. Tekanan dalam arteri akan segera turun saat ventrikel terisi darah.
Tekanan ini selanjutnya dinamakan tekanan darah diastolik. Kedua atrium
berkontraksi secara bersamaan, begitu pula dengan kedua ventrikel.6

IV. Etiologi

Etiologi spesifik hipertensi dapat dijumpai pada 10% pasien


hipertensi dewasa (hipertensi sekunder), Oleh karena itu diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan etiologi hipertensi pada pasien yang baru
didiagnosa sebelum memulai pengobatan. Adanya etiologi spesifik dapat
menyebabkan hipertensi berat, hipertensi resisten (ketika tekanan darah
tidak terkontrol meski telah menggunakan 3 antihipertensi berdosis
optimal dan mekanisme aksi yang berbeda dengan salah satu
komponennya diuretik, atau ketika tekanan darah terkontrol saat
menggunakan ≥4 antihipertensi), hipertensi yang terjadi mendadak,
peningkatan tekanan darah pada pasien yang terkontrol dengan obat
hipertensi, hipertensi diastolik yang muncul pada usia tua, dan adanya
kerusakan organ target yang tidak proporsional dengan durasi atau
keparahan hipertensi yang dialami. Walaupun hipertensi sekunder lebih
sering dicurigai pada pasien hipertensi muda (usia <30 tahun), beberapa
bentuk hipertensi sekunder seperti penyakit renovaskuler lebih umum
terjadi pada usia tua.4

13
Tabel 2. Penyebab Hipertensi Sekunder dengan Indikasi Klinis dan Tes Skrining
Diagnostik5

14
Tabel 2. Penyebab Hipertensi Sekunder dengan Indikasi Klinis dan Tes Skrining
Diagnostik5 (lanjutan dari halaman sebelumnya)

15
Tabel 3. Obat yang Sering Digunakan dan Subtansi Lainnya yang Dapat
Menyebabkan Peningkatan Tekanan Darah5

V. Patofisiologi

Menurut pembagian klasifikasi hipertensi berdasarkan etiologi,


hipertensi dibagi menjadi primer dan sekunder. Pada hipertensi sekunder,
patofisiologi tergantung dari etiologi spesifik yang mendasari. Pada
hipertensi primer patofisiologi yang mendasari disebabkan oleh
multifaktorial, yang timbul akibat interaksi berbagai macam faktor risiko

16
dan mekanisme.3 Terdapat 4 faktor yang mendominasi terjadinya
hipertensi, yaitu:

1. Peran volume intravaskular

Pada dasarnya, tekanan darah merupakan interaksi dari cardiac


output (CO) dan total peripheral resistance (TPR) yang masing-
masingnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Apabila asupan NaCl
meningkat, maka ginjal akan merespon agar ekskresi garam yang
keluar bersama urin juga meningkat. Namun bila upaya ini
melebihi ambang kemampuan ginjal, maka ginjal akan meretensi
H2O sehingga volume intravaskular meningkat. Hal ini akan
menyebabkan CO juga meningkat sehingga terjadi ekspansi
volume intravaskular dan tekanan darah juga akan meningkat.
Seiring perjalanan waktu TPR juga meningkat, lalu secara
berangsur akan turun menjadi normal lagi akibat autoregulasi.
Apabila TPR mengalami vasodilatasi maka tekanan darah akan
menurun, sedangkan bila TPR vasokonstriksi maka tekanan darah
akan meningkat.3

2. Peran kendali saraf autonom

Terdapat dua macam persarafan autonom, yakni saraf simpatis


yang menstimulasi saraf viseral melalui neurotransmiter (dopamin,
katekolamin, epinefrin) dan saraf parasimpatis yang menghambat
stimulasi saraf simpatis. Terdapat beberapa reseptor adrenergik
yang berada di jantung, ginjal, otak, serta dinding vaskular
pembuluh darah yaitu α1, α2, β1, dan β2. Belakangan ditemukan
pula reseptor β3 di aorta yang apabila dihambat dengan beta bloker
β1 selektif yang baru (nebivolol) maka akan memicu terjadinya
vasodilatasi melalui peningkatan nitrit oksida (NO).3

17
Akibat pengaruh lingkungan seperti stres, rokok, dan
sebagainya akan mengaktifkan saraf simpatis sehingga
meningkatkan norepinefrin (NE) dan sebagainya. Neurotransmiter
ini selanjutnya meningkatkan denyut jatung lalu diikuti kenaikan
CO sehingga tekanan darah akan meningkat. Peningkatan NE yang
berlangsung lama akan berefek negatif terhadap jantung
dikarenakan adanya reseptor α1, β2, β2 di jantung sehingga
memicu terjadinya kerusakan miokard, hipertrofi dan aritmia
sebagai akibat progresivitas dari hipertensi. Pada dinding pembuluh
darah juga terdapat reseptor α1 sehingga peningkatan NE juga
berdampak pada vasokonstriksi yang meningkatkan TPR dan
tekanan darah. Pada ginjal terdapat reseptor α1 dan β1 sehingga NE
dapat memicu retensi natrium, mengaktivasi sistem RAA yang
pada akhirnya kesemuanya menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah dan menyebabkan peningkatan tekanan darah.3

Gambar 3. Patofisiologi NE memicu Progresivitas Hipertensi


Aterosklerosis3

3. Peran renin angiotensin aldosteron (RAA)

Secara fisiologis, sistem RAA akan diaktivasi oleh autoregulasi


apabila tekanan darah menurun. Bermula dari pembentukan

18
angiotensinogen di hati dan pembentukan renin yang dihasilkan
oleh makula densa aparatus juxta glomerulus di ginjal.
Angiotensinogen akan dirubah oleh renin menjadi angiotensin I dan
selanjutnya diubah menjadi angiotensin II oleh ACE (angiotensin
converting enzyme). Angiotensin II ini bekerja pada reseptor AT1,
AT2, AT3, AT4 pada korteks adrenal, vaskular, miokardium,
ginjal, dan sistem saraf pusat sehingga pada akhirnya akan
menyebabkan vasokonstriksi sistemik dan terjadi peningkatan
tekanan darah.3

Gambar 4.Proses Aktivasi Sistem RAA3

Faktor risiko yang tidak dikelola dapat memicu sistem RAA


sehingga tekanan darah akan meningkat dalam waktu lama dan
terjadi hipertensi yang progresif.

4. Peran dinding vaskular pembuluh darah

Paradigma mengenai hipertensi dimulai dengan disfungsi


endotel, lalu berlanjut menjadi disfungsi vaskular, vaskular biologi
berubah, lalu berakhir dengan target organ damage (TOD). Faktor
risiko yang tidak dikelola akan mengakibatkan hemodinamika
tekanan darah makin berubah, hipertensi makin meningkat serta
vaskular biologi berubah, dinding pembuluh darah makin menebal
19
dan berakhir dengan kejadian kardiovaskular.dikenal ada faktor
risiko tradisional dan non tradisional yang bila bergabung dengan
faktor-faktor lokal atau yang lain serta faktor genetik maka
vaskular biologi akan berubah manjadi semakin tebal karena
mengalami kerusakan berupa lesi vaskular dan remodelling akibat
inflamasi, vasokonstriksi, trombosis, dan ruptur plak/erosi. Selain
angiotensin II yang berperan penting dalam proses ini, juga
terdapat faktor lain berupa Ox-LDL, ROS (radical oxygen species),
homosistein, CRP dan lainnya.3

Gambar 5. Faktor Risiko dan Proses Disfungsi Endotel3

VI. Faktor Risiko

Terdapat beberapa faktor risiko yang saling mendukung kondisi


hipertensi, di antaranya adalah4:
 Predisposisi genetik
 Lingkungan yang dapat menjadi faktor risiko yaitu: diet, aktivitas
fisik, dan konsumsi alkohol. Faktor risiko yang berhubungan
dengan diet antara lain obesitas, intake natrium berlebih,
kekurangan intake kalium, kalsium, magnesium, protein, serat, dan
lemak ikan.

20
 Distribusi tekanan darah semakin meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia.

VII. Diagnosa
Pada umumnya penderita hipertensi tidak disertai keluhan. Keluhan
biasanya baru dirasakan apabila telah mengalami komplikasi pada TOD.3
Anamnesa

Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

Indikasi adanya hipertensi sekunder
o Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
o Terdapat penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri,
pemakaian obat-obatan analgesik atau obat lainnya
o Episode berkeringat, sakit kepala, cemas, palpitasi
(feokromositoma)
o Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)

Faktor risiko

Gejala kerusakan organ
o Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,
transient ischemic attack, defisit sensoris atau motoris
o Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki, tidur
dengan bantal tinggi
o Ginjal: haus, poliuria, nokturia, hematuri, anemis
o Arteri perifer: ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten

Pengobatan antihipertensi sebelumnya3
Pada gambar di bawah ini terdapat beberapa kondisi yang perlu
diperhatikan untuk menentukan perlu tidaknya skrining hipertensi
sekunder.

21
Gambar 6. Skrining Hipertensi Sekunder5

Berdasarkan anamnesa dapat diketahui kecenderungan seseorang


mengarah pada hipertensi primer ataukah sekunder.

22
Tabel 4. Kecenderungan Hipertensi berdasarkan Anamnesa 4

Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tekanan darah perlu dilakukan dalam kondisi tertentu.
Dalam pedoman dari ACC/AHA 2017 dideskripsikan beberapa cara
pengukuran tekanan darah yang ideal.4

23
Tabel 5. Cara Pengukuran Tekanan Darah secara Akurat 4

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada hipertensi primer dibagi menjadi 2,
yaitu pemeriksaan dasar dan pemeriksaan opsional.

Tabel 6. Pemeriksaan Penunjang pada Hipertensi Primer5

24
Untuk mengetahui kondisi organ target juga diperlukan beberapa
pemeriksaan seperti di bawah ini3:
 Jantung: pemeriksaan fisik, foto polos dada, elektrokardiografi,
ekokardiografi
 Pembuluh darah: pemeriksaan fisik, ultrasonografi karotis, fungsi
endotel
 Otak: pemeriksaan neurologis, CT scan atau MRI
 Mata: funduskopi retina
 Fungsi ginjal: pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya
proteinuria

VIII. Penatalaksanaan
Hipertensi Primer

Penatalaksanaan hipertensi terdiri dari penatalaksanaan farmakologi


dan nonfarmakologi. Algoritma penatalaksanaan hipertensi disesuaikan
berdasarkan klasifikasi dan risiko 10 tahun ASCVD (atherosclerotic
CVD). Untuk memperkirakan risiko 10 tahun ASCVD dapat digunakan
aplikasi pada ACC/AHA Pooled Cohort Equations
(http://tools.acc.org/ASCVD-Risk-Estimator/). Penggunaan estimator ini
hanya divalidasi untuk dewasa berusia 45 hingga 79 tahun dan sedang
tidak dalam terapi statin. Untuk usia lebih dari 79 tahun, risiko 10 tahun
ASCVD umumnya >10%, dan batas onset antihipertensi pada usia >79
tahun adalah sistolik 130 mmHg.4

25
Gambar 7. Algoritma Rekomendasi Tatalaksana dan Follow Up Hipertensi 5

Tatalaksana nonfarmakologi akan dijabarkan dalam tabel di bawah


ini.

26
Tabel 7. Intervensi Nonfarmakologi untuk Pencegahan dan Terapi Hipertensi 5

Tatalaksana farmakologi pada hipertensi grade 2 disarankan


menggunakan 2 antihipertensi dari kelas yang berbeda. Pasien dengan
hipertensi grade 2 dan tekanan darah ≥160/100 mmHg harus diterapi
dengan adekuat, dimonitor dengan teliti, dan dinaikkan dosis secara
bertahap bila diperlukan. Terapi farmakologi lini pertama yang digunakan
adalah diuretik tiazid, inhibitor ACE, ARB, dan CCB. Dalam mencegah
gagal jantung, diuretik tiazid chlortalidon lebih superior dibanding CCB
amlodipin dan inhibitor ACE lisinopril. Dalam pencegahan stroke,
inhibitor ACE kurang efektif dibanding diuretik tiazid dan CCB. Untuk
pasien kulit hitam, inhibitor ACE kurang efektif dibanding CCB dalam
mencegah gagal jantung dan stroke. Pada kulit hitam ARB lebih ditolerir

27
dengan risiko batuk dan angioedema lebih rendah dibanding inhibitor
ACE. Pada kulit hitam dewasa hipertensi tanpa gagal jantung dan gagal
ginjal, terapi inisial terbaik adalah diuretik tiazid atau CCB. Secara
keseluruhan, diuretik tiazid (terutama chlortalidon) atau CCB merupakan
monoterapi inisial terbaik.4

Tabel 8. Antihipertensi Oral5

28
Tabel 8. Antihipertensi Oral5 (lanjutan dari halaman sebelumnya)

29
Tabel 8. Antihipertensi Oral5 (lanjutan dari halaman sebelumnya)

Setelah mendapatkan tatalaksana farmakologis, terdapat target


tertentu sesuai dengan kondisi klinis penderita (Tabel 9).

30
Tabel 9. Target Terapi Hipertensi pada Penderita berdasarkan Kondisi Klinis 5

Krisis Hipertensi

Pada suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang


sangat tinggi maka perlu waspada akan jatuhnya penderita ke kondisi
krisis hipertensi yang memerlukan tindakan awal komprehensif. Krisis
hipertensi dibagi menjadi hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi.
Hipertensi emergensi ditegakkan apabila terjadi peningkatan tekanan darah
yang berat (>180/120 mmHg) disertai dengan adanya bukti TOD yang
baru terjadi atau perburukan. TOD pada hipertensi emergensi misalnya
ensefalopati hipertensif, ICH, stroke iskemik akut, infark miokardium
akut, gagal ventrikel kiri akut disertai edema pulmoner, angina pektoris tak
stabil, diseksi aneurisma aorta, gagal ginjal akut, dan eklamsia. Hipertensi
emergensi membutuhkan penurunan tekanan darah untuk mencegah TOD
lebih lanjut. Tidak seperti hipertensi emergensi, hipertensi urgensi
merupakan peningkatan tekanan darah yang berat pada pasien stabil tanpa

31
TOD akut ataupun perburukan dan disfungsi. Pasien dengan hipertensi
urgensi tidak memerlukan penurunan tekanan darah dengan intens seperti
emergensi. Diperlukan peningkatan dosis obat antihipertensi dan obat
cemas bila perlu.4

Gambar 8. Diagnosis dan Tatalaksana Krisis Hipertensi 5


Gunakan obat spesifik pada tabel 10
†Jika terdapat komorbiditas lainnya, pilin obat spesifik pada tabel 11

32
Tabel 10. Obat Antihipertensi Intravena untuk Tatalaksana Hipertensi Emergensi 5

33
Tabel 11. Obat Antihipertensi Intravena untuk Tatalaksana Hipertensi Emergensi
dengan Komorbiditas Tertentu
*Daftar agen disusun berdasarkan abjad, bukan berdasarkan preferensi
†Terapi pilihan pada sindroma koroner akut

IX. Prognosis
Berawal dari tekanan darah 115/75 mmHg, setiap kenaikan
sistolik /diastolik 20/10 mmHg risiko morbiditas dan mortalitas penyakit
kardiovaskular akan meningkat 2 kali lipat. Hipertensi yang tidak diobati
meningkatkan: 35% semua kematian kardiovaskular, 50% kematian
stroke, 25% kematian PJK, 50% penyakit jantung kongestif, 25% semua
kematian prematur (mati muda), serta menjadi penyebab tersering penyakit
ginjal kronis dan gagal ginjal terminal. Pemberian obat antihipertensi akan
diikuti penurunan insiden stroke 35-40%, infark miokard 20-25%, dan
lebih dari 50% gagal jantung.3

34
Mortalitas pada pasien hipertensi emergensi yang tidak diobati
dalam 1 tahun adalah sebesar >79% dengan median survival 10,4 bulan.3

35
BAB III
ANALISIS KASUS

Pasien datang ke IGD RSUD Lahat tanggal 4 Januari 2018 pukul


16.00 WIB dengan keluhan sakit kepala berdenyut pada seluruh bagian kepala
sejak 3 jam yang lalu. Os datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang
dan kesadaran compos mentis (E4M6V5). Dari pemeriksaan jalan napas tidak
dijumpai kelainan dan keluhan karena os dapat bernapas baik dengan jumlah
napas 20x/menit yang berarti os tidak mengalami dispneu. Dari pemeriksaan
sirkulasi didapatkan nadi 92x/menit reguler kuat dengan isi dan tegangan yang
cukup sehingga dalam batas normal, namun dijumpai tekanan darah 220/100
mmHg yang bermakna os mengalami gangguan hemodinamik berupa krisis
hipertensi.

Untuk mengetahui jenis krisis hipertensi yang dialami os, diperlukan


anamnesa dan pemeriksaan untuk mengetahui apakah disertai dengan TOD
baru atau perburukan TOD. Dari anamnesa os mengalami kejang sebelumnya,
namun tidak disertai pingsan, muntah (-), mulut mengot (-), bicara pelo (-),
lemah sebelah tubuh (-). Dari pemeriksaan fisik kesadaran os compos mentis,
tidak dijumpai lateralisasi maupun gangguan sensorik baik pada wajah maupun
ekstremitas. Hal ini menunjukkan kejang kemungkinan tidak mengarah pada
stroke. Os mengaku terdapat riwayat kejang sebelumnya sebanyak 4x, namun
tidak ada riwayat mulut mengot (-), bicara pelo (-), atau lemah sebelah tubuh
(-) sebelumnya. Os juga mengaku pernah dibawa ke RS setelah kejang dan
dikatakan tidak mengalami stroke, namun sakit darah tinggi. Hal ini
menunjukkan os kemungkinan belum pernah memiliki riwayat stroke
sebelumnya. Os mengaku tidak ada penurunan penglihatan mendadak sehingga
tidak mengarah pada TOD terhadap mata. Os juga mengaku tidak merasakan
nyeri dada maupun perut, tidak didapatkan suara napas tambahan pada jantung
sehingga mengarahkan os kemungkinan tidak mengalami angina pektoris dan

36
infark miokardium akut. Os tidak mengalami dispneu dan batuk, tidak terdapat
suara napas tambahan, batas jantung os dari pemeriksaan fisik baik, dan tidak
dijumpai edema pretibia, asites, maupun peningkatan JVP sehingga
mengarahkan os kemungkinan tidak mengalami gagal jantung kiri akut dengan
edema pulmoner. Os mengaku BAK masih seperti biasa dan tidak sedikit
sehingga tidak mengarah pada gangguan ginjal. Tidak dijumpainya
kemungkinan TOD pada krisis hipertensi mengarahkan diagnosa pada
hipertensi urgensi. Oleh karena itu diberikan terapi oral antihipertensi berupa
Amlodipin 1x10mg tab dan Valsartan 1x160mg tab.

Os mengaku kedua orang tua kandung juga mengalami hipertensi. Sehingga


didapatkan faktor predisposisi genetik dan usia lanjut sebagai faktor risiko
hipertensi pada os. Os mengaku terdapat riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang
lalu, dan minum obat rutin yang didapatkan dari puskemas, namun saat kontrol
terakhir dikatakan bahwa obat os yang seperti biasa tidak ada sehingga os
mendapatkan obat Ca Lactat 2x1 tab dan Amlodipine 1x5mg tab. Terdapat
kemungkinan kurang adekuatnya dosis antihipertensi yang os minum sehingga
memicu terjadinya krisis hipertensi pada os. Adapun kejang yang dialami os
terjadi secara tiba-tiba, tanpa disertai penurunan kesadaran, tanpa disertai
demam dan leukositosis (kemungkinan bukan infeksi), tanpa disertai
kelemahan atau muntah dan BAB cair (kemungkinan bukan kelainan
elektrolit), dan didapatkan riwayat kejang yang sama sebelumnya. Hal ini
kemungkinan menunjukkan bahwa kejang pada os berdiri sendiri. Ketiadaan
kondisi yang menjadi indikasi diperlukannya pemeriksaan terhadap etiologi
hipertensi telah membantu menyingkirkan hipertensi sekunder, sehingga
disimpulkan bahwa saat ini os mengalami hipertensi primer.

37
Tabel 12. Klasifikasi Kejang dan Bukan Kejang

Untuk menilai terjadinya kejang pada pasien ini dilihat berdasarkan


manifestasinya. Perdossi (2014) menyatakan bahwa epilepsi merupakan suatu
penyakit otak yang ditandai dengan kondisi dimana minimal terdapat 2
bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks (induksi oleh faktor
pencetus spesifik seperti stimulasi visual, auditorik, somatosensitif, dan
somatomotor) dengan jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih
dari 24 jam. Terdapat 3 langkah dalam mendiagnosa epilepsi, yaitu: pastikan
adanya bangkitan epileptik, tentukan tipe bangkitan berdasarkan klasifikasi
ILAE 1981, tentukan sindroma epilepsi berdasarkan klasifikasi ILAE 1989.
Berdasarkan panduan diagnosa tersebut, dapat disimpulkan bahwa kejang pada
pasien ini mengarah pada diagnosa suspek epilepsi dengan tipe bangkitan
umum tonik-klonik. Untuk membantu menegakkan diagnosa pada pasien ini
diperlukan pemeriksaan EEG dan pencitraan otak seperti CT Scan atau MRI.
Pengobatan epilepsi diberikan bila: diagnosis epilepsi sudah dipastikan,
terdapat minimum dua bangkitan dalam setahun, penyandang dan/ keluarga
telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping, bangkitan terjadi berulang
walaupun faktor pencetus sudah dihindari (seperti alkohol, kurang tidur,
stress). Karena diagnosis epilepsi pada pasien ini belum dapat dipastikan
sehingga belum disarankan untuk menerima terapi farmakologis anti epilepsi.
Menurut Bisognano (2017), kondisi postictal atau post epilepsi dapat memicu
terjadinya krisis hipertensi.9 Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh

38
Hersdoffer et al (1996) menyimpulkan bahwa hipertensi berat yang tidak
dikontrol meningkatkan risiko terjadinya kejang unprovokasi.10

Sakit kepala berdenyut pada seluruh bagian kepala tanpa disertai


muntah ataupun fonofobia dan fotofobia menunjukkan diagnosa banding tidak
mengarah ke migrain dan vertigo. Os tidak mengeluh adanya demam dan
jumlah leukosit normal menunjukkan diagnosa banding tidak ke arah infeksi.
Kemungkinan terjadinya stroke juga telah disingkirkan. Sehingga sakit kepala
yang dirasakan os kemungkinan berhubungan dengan gejala dari krisis
hipertensi yang dialami os. Oleh karena itu diberikan Ibuprofen 2x400mg tab
untuk meringankan sakit kepala yang dialami os.

Keluhan lain yang dirasakan os adalah mual, yang juga pernah


dirasakan os sebelumnya disertai dengan perasaan kembung dan juga sering
bersendawa diikuti dengan pemeriksaan fisik berupa nyeri tekan pada regio
epigastrium mengarahkan os pada diagnosa dispepsia. Dispepsia menurut
kriteria Roma III adalah suatu penyakit dengan satu atau lebih gejala yang
berhubungan dengan gangguan di gastroduodenal:

• Nyeri epigastrium

• Rasa terbakar di epigastrium

• Rasa penuh atau tidak nyaman setelah makan

• Rasa cepat kenyang

Gejala yang dirasakan harus berlangsung setidaknya selama tiga


bulan terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis ditegakkan.
Pada pasien ini tidak dijumpai tanda bahaya seperti di bawah ini sehingga tidak
diperlukan pemeriksaan endoskopi.

39
Berikut beberapa tanda bahaya yang menjadi acuan indikasi
pemeriksaan endoskopi pada pasien dispepsia belum diinvestigasi.

• Penurunan berat badan (unintended)

• Disfagia progresif

• Muntah rekuren atau persisten

• Perdarahan saluran cerna

• Anemia

• Demam

• Massa daerah abdomen bagian atas

• Riwayat keluarga kanker lambung

• Dispepsia awitan baru pada pasien di atas 45 tahun

40
Gambar 9. Algoritma Tatalaksana Dispepsia di berbagai Layanan Kesehatan 11

Berdasarkan kriteria diagnosa dispepsia, os termasuk dalam diagnosa


dispepsia belum diinvestigasi. Oleh karena itu, diberikan terapi empiris pada os
berupa Antasida 3x400mg tab dan juga Ranitidin 2x150mg tab.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen kesehatan RI. 2003. Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis


(http://www.depkes.go.id, diakses pada 11 Januari 2018)

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan


RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Kemenkes RI,
Jakarta.

3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2014. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Interna Publishing, Jakarta.

4. Whelton PK, et al. 2017. Guideline for the Prevention, Detection,


Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults.
American College of Cardiology/American Heart Association.

5. Whelton PK, et al. 2017. Guideline for the Prevention, Detection,


Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults;
Guidelines Made Simple A Selection of Tables and Figures. J Am Coll
Cardiol 23976:10.1016.

6. Essianda V. 2015. Mortalitas Operasi Jantung Ganti Katup di RSUP Dr.


Kariadi Semarang Periode Januari 2014-Desember 2014. FK
Universitass Diponegoro, Semarang.

7. Putz R, R Pabst. 2003. Atlas Anatomi Sobotta Jilid 2. EGC, Jakarta.

8. Stanford Children. 2018. Blood Circulation in the Fetus and Newborn


(http://www.stanfordchildrens.org, diakses pada 13 Januari 2018).

9. Bisognano JD. 2017. Malignant Hypertension


(http://emedicine.medscape.com/article/, diakses pada 13 Januari 2018)

42
10. Hersdoffer DC, et al. 1996. Severe, Uncontrolled Hypertension and
Adult-Onset Seizures: a case-control study in Rochester, Minnesota.
Epilepsia 37(8):736-41.

11. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. 2014. Konsensus Nasional


Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori. PGI,
Jakarta.

12. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2014. Pedoman


Tatalaksana Epilepsi. Airlangga Universiti Press, Surabaya.

43
LEMBAR DISKUSI

44

Anda mungkin juga menyukai