Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termaksud
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas, yang berada pada, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali
jalan kereta api, jalanlori, dan jalan kabel (Permen No.19 Ta.2011).
Sedangkan defenisi jalan raya menurut (Oglesby,1999), adalah jalur-jalur tanah di atas
permukaan bumi yang di buat oleh manusia dengan bentuk, ukuran-ukuran dan jenis konstruksinya
sehingga dapat digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan kendaraan yang
mengangkut barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan cepat.
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk
melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu pecah atau batu belah atau batu kali
ataupun bahan lainya bahan ikat yang dipakai adalah aspal dan semen. Lapisan perkerasan sendiri
berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya terus ke
tanah dasar (Sukirman,1999).

2.2 Konstruksi Perkerasan Jalan


Perkerasan jalan dapat didefinisikan sebagai suatu lapisan atau lapisan-lapisan yang mampu
mendukung beban lalu lintas dan beban tersebut diteruskan dan disebarkan dari permukaan jalan ke
lapisan bawah sehingga menjadi semakin kecil dan mampu di dukung tanah asli. Adapun fungsi
perkerasan jalan adalah sebagai berikut:
1. Menyalurkan dan memikul beban roda kendaraan.
2. Menyediakan permukaan yang rata.
3. Menyediakan Lapisan kedap air dan awet.
4. Mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya dapat cepat di alirkan
menuju saluran pembuangan yang tersedia.
5. Menjamin kelancaran lalu lintas, memberi rasa nyaman bagi pengguna jalan (Sukirman
1999)
Adapun Susunan Lapisan Perkerasan Secara Umum dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai
berikut :
Sumber : Jhosep Moruk, 2017
Gambar 2.1 Susunan Lapisan Perkerasan Jalan

2.3.1 Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan


Berdasarkan bahan pengikat dan susunan konstruksi perkerasan, (Sukirman,1999)
membagi lapisan perkerasan jalan antara lain:
A. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Konstruksi perkerasan lentur yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikat dimana lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan
beban lalu lintas ke tanah dasar. Umumnya perkerasan ini terdiri dari tiga lapis atau
lebih,yaitu yang terletak diatas tanah dasar (Sub Grade), Lapisan pondasi bawah (Sub
Base Course), Lapisan pondasi atas (Base Course), dan lapisan permukaan (Surface
Course).
Berikut adalah gambar serta fungsi dari masing-masing lapisan perkerasan lentur
yang dapat dibaca pada Gambar 2.2 sebagai berikut :

Lapisan Permukan

Lapis PondasiAtas

Lapisan Pondasi Bawah

Tanah Dasar

Sumber; Pelatihan Pengawasan Lapangan Pekerjaan Jalan


Gambar 2.2 Struktur Lapisan Perkerasan Lentur

1. Lapisan Permukaan (Surface Course)


Lapisan Permukaan adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan beban roda
kendaraan.
Jenis dari permukaan surface course:
a. Lapis aspal beton (LASTON)
Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah merupakan suatu lapisan pada konstruksi
jalan yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal keras, yang
dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
b. Lapis Asbuton Campuran dingin (LASBUTAG)
Lapis Asbuton Campuran dingin (LASBUTAG) adalah campuran yang terdiri dari
agregat kasar, agregat halus, asbuton, bahan peremaja dan filler (bila diperlukan)
yang dicampur, dihampar dan dipadatkan secara dingin.
c. Hot Rolled Asphalt (HRA)
Hot Rolled Asphalt (HRA) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran
antara agregat bergradasi timbang, filler dan aspal keras dengan perbandingan
tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
d. Laburan Aspal (BURAS)
Laburan Aspal (BURAS) adalah merupakan lapis penutup terdiri dengan ukuran
butuir maksimum dari lapis aspal taburan pasir 9,6 mm atau 3/8 inch.
e. Laburan Batu Satu Lapis (BURTU)
Laburan Batu Satu Lapis (BURTU) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapis aspal yang ditaburi dengan sati lapis agregat bergradasi seragam. Tebal
maksimum 20 mm.
f. Laburan Batu Lapis (BURDA)
Laburan Batu Lapis (BURDA) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan. Tebal
maksimum 35 mm. (Sukirman 1999)

Fungsi dari lapisan permukaan sebagai berikut:


a. Menerima beban-beban roda yang bekerja diatasnya serta menyebarkannya kepada
lapisan perkerasan yang ada dibawahnya.
b. Sebagai lapisan rapat/kedap air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat
cuaca (air hujan).
c. Menyediakan permukaan yang tetap rata agar kendaraan tetap berjalan lancar dan
memperoleh kenyamanan yang cukup.
d. Lapisan yang langsung menahan gesekan akibat rem kendaraan (Lapisaus).
e. Berfungsi sebagai penutup lapis permukaan untuk mencegah masuknya air dari
permukaan kedalam koonstruksi perkerasan.
f. Merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran agregat bergradasi timpang
(Senjang), filler dan aspal keras, dengan perbandingan tertentu yang dicampur,
dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas.Menerima beban-beban roda yang
bekerja diatasnya serta menyebarkannya kepada lapisan perkerasan yang ada
dibawahnya.
g. Sebagai lapisan rapat/kedap air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat
cuaca (air hujan).
h. Menyediakan permukaan yang tetap rata agar kendaraan tetap berjalan dan
memperoleh kenyamanan yang cukup.
i. Lapisan yang langsung menahan gesekan akibat rem kendaraan (Lapisaus).
j. Berfungsi sebagai penutup lapis permukaan untuk mencegah masuknya air dari
permukaan kedalam koonstruksi perkerasan.
k. Merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran agregat bergradasi timpang
(Senjang), filler dan aspal keras, dengan perbandingan tertentu yang dicampur,
dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas.
l. Tebal lapisan 3,0 Cm. (departemen pekerjaan umum 2006)
2. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
Lapis pondasi atas adalah lapisan yang terletak di antara lapis pondasi bawah dan
lapis permukaan.
Jenis-jenis lapisan pondasi atas sebagai berikut:
a. Batu pecah kelas A,B, atau kelas C.
b. Tanah / lempung kepasiran.
c. Lapis aspal beton (AC / ATB).
d. Stabilitas agregat dengan semen / kapur / aspal.
e. Penetrasi macadam.
Lapis Pondasi Atas (Base Course), ini berfungsi sebagai berikut :
a. Bagian perkerasan yang menahan beban roda dan menyebarkan beban tersebut ke
lapisan di bawahnya.
b. Bantahan terhadap lapisan permukaan.
Syarat pondasi atas antara lain:
1. Mutu bahan harus sebaik mungkin dimana tidak mengandung kotoran lumpur,
berisi tajam dan kaku.
2. Susunan gradasi harus merupakan susunan yang rapat, artinya butiran batuan harus
mempunyai susunan gradasi yang saling mengisi antara butiran agrgat kasar,
agregat sedang dan agregat halus sehingga rongga semakin kecil.
f. Material yang digunakan untuk pondasi atas umumnya harus kuat, mempunyai nilai
CBR minimum 50% dan indeks plastisitas (PI) ≤ 4 %. (Prasetyo, dan Trijety 2019)
Adapun struktur perkerasan jalan dapat dilihat pada gambar 2.3 sebagai berikut.

Lapisan Pondasi Atas

Sumber; Pelatihan Pengawasan Lapangan Pekerjaan Jalan


Gambar 2.3Struktur Lapisan Perkerasan Lentur (Lapisan Pondasi
Atas/Base Course)
3. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course) adalah suatu lapis perkerasan jalan
yang terletak antara lapisan pondasi atas (Base) dan tanah dasar (Sub Grade).
Jenis-jenis lapisan pondasi bawah sebagai berikut:
1. pasir dan batu (sirtu) kelas A,B atau kelas C
2. tanah / Lempung kepasiran.
3. Lapis aspal beton (Laston).
4. Stabilitas agregat dengan semen/ kapur
5. Stabilitas tanah dengan semen/ kapur
fungsi dari lapisan pondasi bawah (Sub Base Course), antara lain:
1. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
2. Lapis peresapan, (Drainage Blanket Sheet) agar air tanah tidak mengumpul di
pondasi maupun di tanah tanah dasar.
3. Untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi
atas.
4. Pelindungan lapisan tanah dasar dari beban roda-roda alat berat (Akibat
Lemahnya Daya Dukung Tanah Dasar) pada awal pelaksanaan pekerjaan.
5. Pelindung lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca terutama hujan. (prasetyo,dan
tryjeti;(2019))
Adapun struktur perkerasan jalan dapat dilihat pada gambar 2.4 sebagai berikut :

Lapsan Pondasi
bawah

Sumber; Pelatihan Pengawasan Lapangan Pekerjaan Jalan


Gambar 2.4 Struktur Lapisan Perkerasan Lentur (Pondasi Bawah Sub Base
Course)
4. Lapisan Tanah Dasar (Sub Grade)
Lapisan tanah Dasar (Sub Grade) adalah permukaan tanah asli/permukaan
galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan bagian lapis
paling bawah dari lapisan perkerasan.
Jenis-jenis lapisan tanah dasar (Sub Grade) antara lain:
1. Tanah dasar berbutir kasar (Cohedionless Subgrade)
2. Tanah dasar berbutir halus (cohesion subgrade)
3. Tanah dasar dengan sifat mengembang yang besar (high swelling subgrade).
Fungsi lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
1. Bagian dari konstruksi pekerjaan yang menerima seluruh bagian pembebanan
yang terjadi diatasnya.
2. Merupakan permukaan dasar untuk perletakan elemen-elemen perkerasan.
3. Merupakan bentuk dasar dari lapisan perkerasan. (Prasetyo,dan tryjeti;2019)
4. Adapun struktur perkerasan jalan dapat dilihat pada gambar 2.5 sebagai
berikut :

Sub Grade
Sumber; Pelatihan Pengawasan Lapangan Pekerjaan Jalan
Gambar 2.5 Struktur Lapisan Perkerasan Lentur (Lapisan Tanah Dasar
subgrade)
B. Perkerasan Kaku (Rigit Pavement)
perkerasan Kaku merupakan konstruksi perkerasan dengan bahan baku agregat
dan menggunakan semen Portland sebagai bahan pengikatnya sehingga mempunyai
tingkat kekakuan yang relatif cukup tinggi khususnyabila dibandingkan dengan
perkerasan aspal (Perkerasan Lentur), sehingga dikenal dan disebut sebagai perkerasan
kaku atau rigid pavement. Umumnya terdiri dari 2(dua) lapis yaitu Lapisan permukaan,
(Concrete Slab) dan lapisan pondasi (Subase Course) yang terletak diatas
tanah dasar (Sub Grade).
Jenis-jenis perkerasan kaku antara lain:
1. Perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan atau “jointed unreinforced (plain)
concrete pavement”(JPCP)
2. Perkerasan kaku bersambung dengan tulangan atau “jointed reinforced concrete
pavement”(JRCP)
3. Perkerasan kaku menerus dengan tulangan atau “ continously reinforced
concrete pavement”(CRCP)
4. Perkerasan beton semen ‘prategang’ atau “prestressed concrete pevement”
5. Perkerasan beton semen pracetak (dengan dan tanpa prategang). (Sukirman
1999)

Perkerasan Kaku (Rigit Pavement) bisa dilihat secara visual pada gambar 2.6 dibawah
ini:

Sumber : Konstruksi Jalan Raya Hamirhan Saodang, 2005


Gambar 2.6 Struktur Lapisan Perkerasan Kaku
Adapun jenis perkerasan kaku sebagai berikut

C. Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavement)


Konstruksi Perkerasan Komposit yaitu Perkerasan kaku yang dikombinasikan
dengan perkersan lentur dapat berupa perkerasan lentur di atas perkersan kaku atau
perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.
Kedua jenis perkerasan diatas memeliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing
sebagai berikut :
1. Keuntungan menggunakan jenis perkerasan kaku adalah, tahan terhadap air (jika
drainase kurang berfungsi), tahan deformasi (Perubahan bentuk), relative tidak
tebal (± 35 cm), tahan lama, (Umur Rencana 15 s/d 20 tahun) dan biaya
pemeliharaannya tidak terlalu mahal bila dibandingkan dengan perkerasan lentur.
2. Kerugian menggunakan jenis perkerasan kaku jika dibandingkan dengan
perkerasan lentur adalah biaya pembangunannya yang mahal, tidak dapat dibangun
secara bertahap, ketika dibangun jalan harus ditutup dari arus lalu lintas selama
beberapa minggu.
Kontruksi ini umumnya mempunyai tingkat ketyenangan yang lebih baik bagi
pengendara dibandingkan menggunakan konstruksi perkerasan beton semen sebagai
lapis permukaan tanpa aspal (Putri, Revana;2014)

Dalam pembahasan tentang perkerasan jalan hanya akan dibahas mengenai jenis
perkerasan lentur (Flexible Pavement) saja.

Tabel 2.1, Tabel Perkerasan Komposit


Perkerasan lentur Perkerasan lentur

1 Bahan pengikat Aspal Semen


2 Repitisi Beban Timbul Rutting Timbul retak-retak pada
(lendutan pada jalur permukaan
roda)
3 Penurunan tanah Jalan bergelombang Bersifat sebagai balok
Dasar (mengikuti tanah diatas perletakan
dasar)
4 Perubahan Modulus kekakuan Modulus kekakuan tidak
Temperatur berubah. berubah.
Timbul tegangan Timbul tegangan dalam
dalam yang kecil yang besar
Sumber : (Sukirman,1999), perkerasan lentur jalan raya, penerbit Nova, Bandung

2.4 Bahan lapis perkerasan


2.4.1. Asphalt
Aspal atau bitumen ialah suatu bahan yang penting sekali untuk pembuatan
pengerasan jalan. Fungsi aspal ialah sebagai bahan pengikat batu – batu satu sama lainnya
sebagai bantalan dan sebagai pelindung agar air tidak masuk kedalam celah – celah batu (
M. Sutjipto, 1979 ).

Ada beberapa jenis aspal diantaranya yaitu :


1. Aspal Alam
Pengertian aspal alam dan jenis – jenisnya menurut modul Pendampingan Teknis Untuk
Pemeliharaan dan Pembangunan Jalan, PUSLITBANG Jalan dan Jembatan
BALITBANG PU, (2007), sebagai berikut :
Aspal alam adalah aspal yang depositnya terdapat dialam yaitu : di Pulau Buton
(Indonesia), Perancis, Swiss, dan Amerika. Jenis – jenis alam berdasarkan sifat
kekerasannya dapat berupa: Batuan ( Rock asphalt ), Plastis ( Trinidad ), Cair ( Bermuda
lake asphalt ).
2. Aspal Buatan
Aspal buatan atau aspal minyak adalah aspal yang diproduksi dari hasil residu
penyulingan minyak bumi melalui proses destilasi.
Hasil resaidu minyak bumi yang digunakan untuk pembuatan aspal buatan adalah hasil
residu yang banyak mengandung aspal ( bersifat asphaltic , bukan yang banyak
mengandung paraffin lilin ( bersifat parafinic ). Karena paraffin lilin dengan berat
molekul yang tinggi akan membentuk hablur – hablur yang dapat mempengaruhi atau
menurunkan sifat keletakan aspal pada batuan. Oleh karena itu, ketentuan kandungan
praffin lilin dalam aspal hanya diperbolehkan maksimum dua persen.
Dalam modul Pendampingan Teknis Untuk Pemeliharaan dan Pembangunan Jalan,
PUSLITBANG Jalan dan Jembatan BALITBANG PU, (2007),

a. Aspal Keras
Dalam perkerasan beraspal, pembagian jenis aspal keras dapat berdasarkan: Nilai
Penetrasi ( Penetration Grade ), Nilai Viskositas ( viscosity Grade ) atau
Temperatur Maksimum dan Minimum Perkerasan Rencana ( Performance Grade ).
Berdasarkan nilai penetrasi, ASTM dan AASTHO membagi aspal keras untuk
keperluan perkerasan jalan menjadi Aspal Pen 40-50, Aspal Pen 60-70, Aspal Pen
85-100, Aspal Pen 120-150 dan Aspal Pen 200-300. Persyaratan mutu dari masing
– masing kelas aspal keras tersebut dilihat dari standar spesifikasi.
Berdasarkan nilai viskositas, aspal keras untuk keperluan perkerasan menjadi AC-
2.5, AC-5, AC-10, AC-20, AC-40, AR-100, AR-800,AR-1600.
Untuk keperluan perkerasan aspal di Indonesia, telah dikeluarkan SNI Campuran
Aspal Beton yang memuat jenis dan persyaratan aspal keras berdasarkan nilai
penetrasi. Berdasarkan SNI tersebut aspal kertas dibagi menjadi Aspal Pen 60/70
dan Aspal Pen 80/100.

b. Aspal Cair
Asapal cair/dingin ( Cut Back Asphalt ) adalah campuran antara aspal semen
dengan bahan – bahan pencarian dari hasil penyulingan minyak bumi, digunakan
dalam keadaan dingin dan cair. Aspal cair dibedakan atas :
1. Rapid Curing Cut Back (RC)
Adalah aspal cair yang berupa campuran antara aspal semen dengan pelarut
berupa gasoline yang mempunyai daya menguap tinggi.
2. Medium Curing Cut Back (MC)
Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan pencair yang kental
seperti minyak tanah.
3. Slow Curing Cut Back (SC)
Adalah aspal cair yang berupa campuran antara aspal semen dengan pelarut
(minyak) yang mempunyai daya menguap rendah.
c. Aspal emulasi (Asphalt Emulsion) adalah aspal yang disediakan dalam bentuk
emulasi dan dapat digunakan dalam keadaan dingin atau panas. Aspal emulasi dan
aspal dingin umumnya digunakan pada canmpuran dingin atau pada penyemprotan
dingin.
Aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai :
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan agregat
itu sendiri.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir – butir agregat dan pori –pori yang ada di
agregat itu sendiri.
3. Pada waktu pemadatan aspal (masih panas), berfungsi sebagai pelicin agar agregat
mudah bergeser mengisi tempat kosong.
4. Material untuk kedap air, sifat aspal harus mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh)
terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat
elastis yang baik.

2.4.2 Agregat
1. Umum
1. Agregat yang digunakan dalam pekerjaan harus sedemikian rupa agar
campuran beraspal yang proporsinya dibuat sesuai dengan rumusan
campuran kerja yang memenuhi ketentuan yang disyaratkan.
2. Agregat tidak bole digunakan sebelum disetujui terlebih dahulu oleh
pengawas pekerjaan. Bahan harus ditumpuk sesuai dengan ketentuan
dalam spesifikasi.
3. Sebelum memulai pekerjaan penyedian jasa harus suda menumpuk
setiap fraksi agregat dan pasir untuk campuran beraspal.
4. Penyerapan air oleh agregat maksimum 2% untuk SMA dan 2% untuk
yang lain.
5. Berat Janis (specific gravity) agregat kasar dan halus tidak boleh
berbeda labih dari 0.2. (Sukirman 2003)
a. Agregat kasar
Agregat kasar adalah material yang tertahan pada saringan Nomor 8
(diameter 2,36 mm), agregat kasar untuk campuran aspal beton harus memenuhi
syarat kekerasan bersudut mempunyai tekstur/susunan permukaan yang kasar,
bersih bebas dari kotoran lempung dan material asing lainnya. Agregat kasar
yang tertahan pada ayakan nomor 4,75 mm harus terdiri dari partikel yang
disarankan harus terdiri dari batu pecah, kerikil pecah atau campuran yang
memadai dari batu pecah itu. (Sukirman 2003)

Tabel 2.2, Ketentuan agregat Kasar


Pengujian Metode Nilai
kekekalan bentuk agregat Nutrium sulfat SNI 3407-2008 Maks 12%
terhadap larutan
Magnesium Maks 18%
sulfat
Abrasai Campuran AC dan 100 putaran Maks 6%
dengan modifikasi SMA
500 putaran Maks 30%
mesin
Semua jenis 100 putaran SNI 2417-2008 Maks 8%
los
campuran beraspal
angeles 500 putaran Maks 40%
bergradasi lainnya
Kekekalan agregat terhadap aspal SNI 2439-2011 Maks 95%

Butiran pecah pada agregat SMA SNI 7619-2012 100/90*)


kasar
lainnya 95/90**)
Partikel pipih dan lomjong SMA ASTM D4791-10 Maks 5%
lainnya perbandian 1: 5 Maks 10%
Material lolos ayakan NO. 200 SNI ASTM C117: Maks 1%
2012
Sumber: Spesifikasi Umum 2018.
b. Agregat halus
Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan 8 mm dan tertahan
nomor 200 dan mempunyai gradasi yang baik. Agregat haalus terdiri dari
partikel pasir alam hasil pecahan batu yang harus bebas dari benda- benda
organik dan gumpalan-gumpalan lempung harus memenuhi gradasi. (Sukirman
2003)

Tabel 2.3, Ketentuan Agregat Halus


Pengujian Metode pengujian Nilai

Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min 50%

Ujih kadar rongga tampa pemadatan SNI 03-6877-2002 Min 45

Campuran lempung dan butir-butir SNI 03-4141-1996 Maks 1%


mudah pecah dalam agregat

Agregat lolos ayakan NO.200 SNI ASTM C117 2012 Maks 105

Sumber: Spesifikasi Umum2018

2.5 Pengujian bahan HRS-WC(Hot Rolled Wearing Course )


2.5.1 Pengujian aspal
1. Pengujian aspal keras
Untuk aspal keras pengujiannya adalah sebagai berikut:
a. Pengujian penetrasi aspal
b. Pemeriksaan titik lembek / lunak (softening point test)
c. Pemeriksaan titik nyala dan titik kasar dengan clevanland oven cup
d. Pemerikssaan kehilangan berat aspal (thin film oven test)
e. Pemeriksaan berat jenis aspal (spesifik grafity test)
f. Pemeriksaan visikositas (Lab transpotasi dan pengindraan)

2. Agregat
Untuk agregat pengujian adalah sebagai berikut:
a. Analisa saring agregat halus dan kasar
b. Berat jenis dan penyerapan agregat kasar
c. Berat jenis dan penyerapan agregat halus
d. Kelekatan agregat terhadap aspal
e. Keausan agregat dengan mesin los angeles
f. Kadar air agregat
g. Soundness test
h. Impact test
i. Kepipihan dan kelonjongan
j. Sand equivalen test (Lab transpotasi dan pengindraan)

3. Perkerasan
a. Marsal test
b. IRI (International Roughnes Index)
c. Core Drill
d. Kadar Aspal dalam campuran (ekstraksi)
e. Falling Weight deflectometer (FWD) / Light Weight Deflectometer (LWD)
(Lab Transtortation dan Pengindraan)

2.6 Aspal Panas / HRS-WC (Hot Rolled Wearing Course)


2.6.1 Pengertian Aspal Panas / HRS-WC (Hot Rolled Wearing Course)
Aspal Panas / Hot rolled Sheet Wearing Course (HRS-WC) adalah agregat halus
+ agregat kasar +aspalt dicampur dan dipanaskan dalam suatu wadah hingga menjadi
aspal panas. Tebal minimum untuk HRS-WC adalah 30mm atau 3 cm.
A. Aspal Panas / Hot rolled Sheet Wearing Course (HRS-WC) harus memiliki
karakteristik dalam pencampuran yaitu:
1. Stabilitas, yaitu kekuatan dari campuran aspal untuk menahan deformasi akibat
beban tetap dan berulang tanpa mengalami keruntuhan (plastic flow). Untuk
mendapat stabilitas yang tinggi diperlukan agregat bergradasi baik, rapat, dan
mempunyai rongga antar butiran agregat (VMA) yang kecil.
2. Durabilitas atau ketahanan, yaitu ketahanan ccampuran aspal terhadap pengaruh
cuaca, air, perubahan suhu, maupun keausan akibat gesekan roda kendaraan.
Untuk mencapai ketahanan yang tinggi diperlukan rongga dalam campuran
(VIM) yang kecil, sebab dengan demikian udara tidak (atau sedikit) masuk dalam
campuran yang dapat menyebabkan menjadi rapuh.
3. Fleksibilitas atau kelenturan, yaitu kemamouan lapisan untuk dapat mengikuti
deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa mengalami retak
(fatigue cracking). Untuk mencapai kelenturan yang tinggi diperlukan VMA yang
besar, VIM yang kecil, dan pemakaian aspal dengan penetrasi tinggi.
4. Kekesatan, yaitu kemampuan perkerasan aspal memeberikan permukaan yang
cukup kesat sehingga kendaraan yang melaluinya tidak mengalami slip, baik
diwaktu jalan basah maupun kering.untuk mencapai kekesatan yang tinggi perlu
pemakaian kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding, dan
penggunaan agregat kasar yang cukup.
5. Kemudahan pelaksanaan (Workability), yaitu kemudahan campuran aspal yang
diolah , dicampur, dihampar, dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang
memenuhi tingkat kepadatan yang direncanakan. Faktor yang mempengaruhi
workabilitas antara lain gradasi agregat, dimana agregat yang bergradasi baik
lebih mudah dikerjakan, dan kandungan filler, dimana filler yang banyak akan
mempersulit pelaksanaan. ( Bina Marga)
B. Tujuan pemakaian HRS-WC adalah untuk meningkatkan kelenturan yaitu perkerasan
dapat merata secara permanen dalam batas-batas tertentu tanpa mengelami retak-
retak. Campuran HRS-WC umumnya berkadar aspal tinggi, sehingga sifat
kelenturannya tinggi, sangat cocok untuk dihampar didaerah yang labil, pegunungan
dan daerah yang dekat dengan areal garam (pantai)
Sifat-sifat dari Wearing Course adalah sebagai berikut
a. Dianggap tidak mempunyai nilai struktural
b. Kedap air
c. Kekenyalan yang tinggi (fleksibel)
d. Lebih bertahan terhadap kemungkinan retak-retak akibat kelelahan.
e. Lebih mudah mengerjakannya dan mendapatkannya, dengan tebal nominal
lapis perkerasan HRS-WC adalah ± 3 cm. (Bina marga)

2.6.2. Spesifikasi Aspal Panas dan Gradasi HRS-WC (Hot Rolled sheet Wearing
Course)
A. Spesifikasi Aspal panas / HRS-WC (Hot Rolled Sheet Wearing Course)
Tabel 2.4 ketentuan Agregat Kasar

Pengujian Standar Nilai

Kekekalan bentuk agregat terhadap SNI 3407 : 2008 Maks.12 %


larutan natrium dan magnesium sulfat

Abrasi Campuran AC bergradasi SNI 2417 : 2008 Maks. 30 %


dengan kasar
Mesin Semua jenis campuran Maks 40 %
Los aspal bergradasi lainnya
Angele
s 1)
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 2439 :2011 Min. 95 %

Angularitas (kedalam dari pemukaan DoT’s 95/90 2)


< 10 cm) Pennsylvania
Test Method,
Angularitas (kedalaman dari PTM No.621 80/75 2)
permukaan ≥ 10 cm)
Partikel Pipih dan Lonjong ASTM D4791 Maks 10 %
Perbandingan 1 :
5
Material lolos ayakan No.200 SNI 03-4142- Maks 1 %
1996

Sumber:Spesifikasi umum 2010 (revisi 2)

B. Gradasi agregat gabungan HRS-WC (Hot Rolled Sheet wearing Base)


 Gradasi agregat gabungan untuk campuran beraspal, ditujukan dalam
presentase terhadap berat agregat dan bahan pengisi.
 Untuk memperoleh gradasi HRS WC dan HRS-BASEE yang senjang
maka paling sedikit 80% agregat lolos ayakan NO 8 (2.36 mm) harus
lolos ayakan NO 30 (0,600 mm). Bilamana gradasi yang diperoleh tidak
memenuhi kesenjangan yang disyaratkan dalam Tabel 2.6, di bawah ini.
Pengawas pekerjaan dapat menerima gradasi tersebut asalkan sifat-sifat
campuran memenuhi ketentuan yang disyaratkan.
Tabel 2.5, Gradas agregati gabungan untuk campuran beraspal.
Ukuran Ayakan % Berat yYang Lolos Terhadap Total Agregat

Stome Matrix Asphal Laston (HRS) Laston (WC)


(SMA)

ASTM (mm) Tipis Halus Kasar WC Base WC BC Base

1V” 37,5 100

1” 25 100 100 90-100

%” 19 100 90-100 100 100 100 90-100 76-90

VV” 12.5 100 80-100 50-88 90-100 90-100 90-100 75-90 60-98

3/8” 9.5 70-95 50-80 25-60 75-85 65-90 77-99 66-82 52-71

No. 4 4,75 30- 50 20-35 20-28 53-69 46-64 35-54

No. 8 2,36 20-30 16-24 16-24 50-72 35-55 33-53 30-49 23-41

No. 16 1,18 14-21 21-40 18-38 13-30

No. 30 0.600 12-18 35-60 15-35 14-30 12-28 10-22

No.50 0.300 10-15 9-22 7-20 6-15

No 100 0,150 6-15 5-13 4-10

No.200 0,075 8-12 8-11 8-11 6-10 2-9 4-9 4-8 3-7

Sumber: Spesifikasi Umum 2018.

Anda mungkin juga menyukai