DI SUSUN OLEH :
1. Yusuf ( 202002070008 )
2. Lintang Widiyanti ( 202002070013)
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat
kami harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada akhir periode “Nasakom” atau periode “Demokrasi Terpimpin” (5 Juli 1959
– 11 Maret 1966) bangsa Indonesia pada umumnya, termasuk juga Persyarikatan
Muhammadiyah menghadapi persoalan politik yang sangat dilematik. Pada
periode rezim ini kehidupan politik Negara ditandai dengan menyoloknya
dominasi PKI dalam seluruh aspek kehidupan bernegara. Kesempatan yang sangat
bagus ini oleh PKI tidak disia-siakan guna menghantam lawan-lawan ideologinya.
Menghadapi pilihan masuk atau tidak masuk dalam lembaga situasi seperti ini,
bagi Muhammadiyah benar-benar dirasakan sebagai suatu persoalan yang sangat
dilematis. Kalau Muhammadiyah memilih opsi pertama, yaitu masuk ke dalam
Front Nasional, Muhammadiyah akan selamat dari berbagai macam rongrongan
dan fitnah, namun jelas sekali bahwa Front Nasional adalah merupakan lembaga
politik, suatu lembaga yang teori perjuangannya bertolak belakang dengan
“Kepribadian Muhammadiyah”, bertolak belakang dengan sibghah nya sebagai
“Gerakan Dakwah Islam, Amar Ma’ruf Nahi Munkar”. Sebaliknya kalau
Muhammadiyah memilih opsi yang kedua pasti akan dikategorikan ke dalam
kelompok Kontra Revolusi, suatu kekuatan yang akan di ganyang, dilindas dan
dihancurkan oleh barisan Progresif Revolusioner, dan akan digulung sampai ke
akar-akarnya oleh roda-roda revolusi.
“Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah ia beriman (dia akan mendapatkan
murka dari Allah), kecuali orang yang dipaksa kufur, padahal hatinya tetap
tenang/konsisten dalam keimananya (dia tidak berdosa atas keterpaksaan nya itu).
Akan tetapi orang yang lapang dadanya (tidak sangat terpaksa) untuk kekafiran,
maka kemurkaan Allah akan menimpanya dan baginya adzab yang besar”.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
A. Cita-cita Muhammadiyah
a) Aqidah
b) Akhlaq
c) Ibadah
d) Mu’amalat Duniawiyat
4.a. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari
gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip-
prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
Catatan: Rumusan Matan tersebut telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh
PP Muhammadiyah atas kuasa Tanwir tahun 1970.
a. Ideologi
Istilah ideologi dibentuk oleh kata ‘ideo’ yang artinya pemikiran, khayalan,
konsep atau keyakinan, dan ‘logoi’ artinya logika, ilmu atau pengetahuan. Secara
harfiyah ideologi artinya pengetahuan tentang ide, keyakinan atau tentang
berbagai gagasan. Destutt de Tracy (1796-Prancis) mengartikan ideologi “sebagai
‘science of ideas’, dimana di dalamnya ideologi di jabarkan sebagai jumlah
program yang di harapkan membawa perubahan institusional dalam suatu
masyarakat”. Sedang Sastra Pratedja mendefinisikan sebagai “seperangkat
gagasan atau pikiran yang berorientasi pada tindakan yang di organisir menjadi
suatu sistem yang teratur”.
Selanjutnya yang menyatakan bahwa setiap ideologi pasti megandung tiga unsur
yaitu :
Dengan memahami makna ideologi dengan ketiga unsurnya seperti diatas dapat
ditegaskan bahwa pada setiap ideologi terdapat tiga aspek yang merupakan satu
kesatuan yang utuh, yaitu:
2) Keyakinan ini dijadikan asas atau landasan untuk merumuskan tujuan hidup
yang di cita-citakannya (Cita-Cita Hidup).
3) Cara atau ajaran yang digunakan untuk merealisasikan tujuan hidup yang di
cita-citakan.
1) Fungsi “asas”
Dalam persoalan Ideoligi atau keyakinan dan cita-cita hidup maka asas/dasar atau
keyakinan hidup yang berfungsi sebagai sumber yang menentukan keyakinan cita-
cita hidup itu sendiri. Berdasarkan Islam, artinya ialah Islam sebagai sumber
ajaran yangmenentukan keyakinan dan cita-cita hidupnya. Ajaran Islan yang inti
ajarannya berupa kepercayaan “tauhid” membentuk keyakinan dan cita-cita hidup,
bahwa hidup manusia di dunia ini semata-mata hanyalah untuk beribadah kepada
Allah SWT, demi untuk mendapatkan kebhagiaan dunia dan akhirat. Hidup
beribadah menurut agama Islam, ialah hidup bertaqarrub kepada Allah SWT.
Dengan menunaikan amanah-Nya serta mematuhi ketentuan-ketentuan, yang
menjadi peraturan-Nya guna mendapatkan keridhaan-Nya. Amanah Allah yang
menentukan fungsi dan misi manusia dalam hidupnya di dunia ialah, manusia
sebagai hamba Allah dan Khalifah (pengganti)-Nya yang bertugas mengatur dn
membangun dunia serta menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertiban
untuk kemakmurannya.
2) Fungsi “cita-cita”
Dalam persoalan ideologi (keyakinan dan cita-cita hidup), cita-cita (tujuan) hidup
berfungsi sebagai kelanjutan atau konsekuensi dari adanya “asas” hidup yng
berasaskan Islam tidak bisa lain kecuali menimbulkan kesadaran dan pendirian,
bahwa cita-cita atau tujuan yang akan dicapai dalam hidupnya di dunia ini, ialah
terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang baik guna beribadah kepada Allah
SWT. Dalam hubungan ini, Muhammadiyah telah menegaskan cita-cita/tujuan
perjuangannya dengan rumusan “...sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenr-benarnya” (AD. Pasal 3). Bagaimana bentuk atau wujud masyarakat islam
yang sebenar-benarnya yang dimaksud itu, haus dirumuskan dalam satu konsepsi
yang jelas, gamblang, dan menyeluruh. Berdasarkan keyakinan dan cita-cita idup
yangberasas Islam yang dikuatkan oleh hasil penyeidikan secra ilmiah, historis
dan sosiologis, Muhammadiyah berkeyakinan bahwa ajaran yang dapat digunakan
untukmelaksanakan hidup yang sesuai dengan “asas”nya dan “cita-cita atau tujuan
perjuangan”nya sebagai yang dimaksud, hanyalah ajaran Islam. Dan oleh karena
itu sangat perlu, bahkan mutlak adanya rumusan secara konkret, sistematis, dan
menyeluruh tentang berbagi konsepsi ajaran Islam yang meliputi seluruh aspek
hidup dan kehidupan manusia atau masyarakat, sebagai isi daripad masyrakat
Islam yang sebenar-benarnya.
b. Faham agama
Agam Islam adalah agama Allah yang diturunkan kepada para Rasul-Nya sejak
Nabi Adam as hingga Nabi terakhir, ialah Nabi Muhammdiyah SAW. Sebagai
Nabi terakhir, ia diutus dengan membawa syari’at agama yang sempurna, untuk
seluruh umat manusia sepanjang masa. Maka dari itu agama yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW itulah yang tetap berlaku sampai sekarang dan
untuk masa selanjutnya.
“Agama Islam adalah apa yang disyareatkan Allah dengan perantaraan Nabi-
Nabi-Nya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-
petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat”. (Putusan Majlis Tarjih)
“Agama Islam (yakni agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW) apa
yang diturunkan Allah didalam Al-Qur’an yang tersebut didalam sunnah shahih,
berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjukan untuk
kebaikan manusia di dunia dan akhirat”. (Putusan Majlis Tarjih)
1) Dasar agama
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul adalah pokok dasar hukum/ajaran Islam yang
mengandung ajaran yang mutlak kebenarannya akal-pikiran atau/ al-ra’yu adalah
alat untuk:
Sedang untuk mencari jalan atau cara melaksanakan ajaran Al-Qur’an dan Sunah
Rasul dalam mengatur dunia guna memakmurkannya, akal pikiran yang kritis,
dinamis dan progresif mempunyai peranan yang penting dan lapangan yang
sangat luas sekali. Begitu pula akal pikiran bisa untuk mempertimbangkan
seberapa jauh pengaruh keadaan dan waktu terhadap penerapan suatu ketentuan
hukum dalam bata maksud-maksud pokok ajaran agama, yang lazim disebut
“ijtihad”. Dan dalam hal ini Muhammadiyah berpendirian bahwa pintu ijtihad
senantiasa terbuka.
2) Ijtihad
Ijtihad menurut bahasa berasal dari akar kata “ja-ba-da” artinya mencurahkan
segala kemampuan atau menanggung beban kesulitan. Bentuk kata yang
mengikuti wazan “ifti’a:lun” seperti ijtiba:dun menunjukan arti berlebih
(mubalighah). Arti ijtihad dari segi bahasa ialah ”mencurahkan semua
kemampuan dalam segala perbuatan”. Atau dapat diartikan juga sebagai
“mengerahkan segala kesanggupan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit”.
Dari segi istilah arti ijtihad adalah “mengarahkan segala kesanggupan oleh
seorang ahli fiqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat dan
mengenai sesuatu hukum syara”. Majlis Tarjih XXIV merumuskan pengertian
ijtihad sebagai “mencurahkan segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan
merumuskan ajaran Islam, baik dalam bidang hukum, aqidah, filsafat, tasawuf
maupun disiplin ilmu lainnya berdasarkan wahyu dengan pendekatan tertentu.
Yusuf Qardhawy memperluas kawasan pengertian ijtihad, bahwa lapangan ijtihad
tidak terbatas dengan tema hukum syara’, tetapi dapat berbentuk perundang-
undangan, fatwa dan penelitian (Yusuf Qhardawy Ijtihad Kontemporer. 181).
Agama Islam menegaskan bahwa agama Islam diturunkan kepada umat manusia
tidak lain kecuali untuk menyebar luaskan rahmat Allah diseluruh alam semesta
(Al-Anbiya’-21:107). Penegasan seperti ini memberikan pengertian bahwa fungsi
utama agama islam adalah sebagai pembimbing dan pengayom bagi hidup dan
kehidupan umat manusia dimana dan kapanpun juga.
a) Ijtihad bayani (semantik); yaitu ijtihad terhadap nash yang mujamal (global),
baik karena belum jelas lafadz/kata/kalimat yang dimaksud, maupun karena lafadz
itu mengandung makna ganda, mengandung arti musyatarak, atau karena
pengertian lafadz dalam ungkapan yang konteksnya mempunyai arti yang jumbuh
(musytabiahat), ataupun adanya beberapa dalil yang bertentangan (ta’arud).
Dalam hal yang terakhir dipergunakan jalan ijtihad dengan jalan tarjih, yaitu
apabila tidak dapat ditempuh dengan cara jama’, dan taufiq.
c) Ijtihad istislahi (filosofi); yaitu ijtihad terhadap masalah yang tidak ditunjuki
nash sama sekali secara khusus, maupun tidak adanya nash yang mengenai
maslaah yang ada kesamaannya. Dalam yang demikian, penetapan hukum
dilaukan dilakukan berdasarkan ‘illah untuk kemaslahatan. (PP. Muhammadiyah,
Himpunn Majlis Tarjih)
Berdasarkan keyakinan dan cita-cita hidup yang bersumberkan ajaran Islam yang
muni seperi tersebut diatas, Muhammadiyah menyadari kewajibannya, berjuang
dan mengajak segenap golongan dan lapisan bangsa Indonesia, untuk mengatur
dan membangun tanah air dan negara Indonesia, sehingga merupakan masyarakat
dan negara adil dan makmur, sejahtera bahagia, materiil dan spiritual yang
diridhai Allah SWT.
1. Identitas Muhammadiyah
Kalau orang hendak memahami Muhammadiyah akan tetapi tidak berangkat dari
pemahaman yang semacam itu, maka ia hanya akan menemukan Muhammadiyah
sebagai organisasi. Tidak bakal mengenali idealismenya. Tidak bakal mengenali
bagaimana pemikiran lebih lanjut dalam memperjuangkan Islam. Tanpa
pemahaman tentang Agama Islam seperti faham almarhum KH A.Dahlan serta
kemudian tanpa penghayatan dan pengalaman Agama Islam (termasuk dalam
pengalaman itu adalah merealisasikan ajaran-ajaran dan memperjuangkan cita-
citanya) orang tidak akan mampu memahami dan meresapi hakikat
Muhammadiyah secara pas, tepat.
Jadi, yang perlu kita kaji didalam memahami Muhammadiyah adalah tentang
faham agamanya. Kalau orang tidak memahami apa Islam menurut
Muhammadiyah, ia tidak akan bisa memahami hakikat Muhammadiyah. Setelah
mengerti latar belakang berdirinya Muhammadiyah termasuk faktor-faktor yang
mendorong berdirinya Muhammadiyah akan sampai pada kesimpulan bahwa
dalam Muhammadiyah masalah agama mempunyai kedudukan yang sangat
sentral. Mengapa demikian? Karena lahirnya didorong oleh faham agama. Sedang
identitasnya dibentuk oleh penghayatan pengalaman agama. Karena itu tanpa
memahami Agama Islam menurut faham Muhammadiyah orang tidak akan bisa
memahami hakikat Muhammadiyah. Tanpa mengenali faham Muhammadiyah,
tanpa mau menghayati dan mengamalkan Agama Islam, orang hanya akan
mendapatkan Muhammadiyah sebagai organisasi saja. Tidak bakal mengenali
idealismenya.
Orang akan sepakat untuk mempelajari sesuatu, untuk mengkaji sesuatu, bila dia
mempunyai kesadaran bahwa sesuatu yang akan dipelajari itu adalah hal yang
penting.
Sebelum sampai kepada menerangkan tentang Agama Islam akan kami utarakan
beberapa ayat yang menggambarkan pentingnya Agama Islam. Dan hal ini harus
dijadikan dasar dalam rangka mengkaji islam. Orang akan lebih bersemangat
mengkaji Islam oleh karena mengetahui bahwa Islam penting sekali bagi dirinya,
bagi kaumnya, bagi bangsanya. Kalau sudah bisa memahami dan berkeyakinan
serupa itu, maka orang jadi lebih bersemangat lagi dalam mempelajari Agama
Islam.
Dalam tahmid ini, dalam pendasaran ini, kami kemukakan beberapa ayat Al-
Qur’an. Dengan membaca ayat-ayat itu orang akan bisa mengetahui bahwa
Agama Islam memang penting sekali bagi kehidupan manusia.
ََأفَ َح ِس ْبتُ ْم َأنَّ َما خَ لَ ْقنَا ُك ْم َعبَثًا َوَأنَّ ُك ْم ِإلَ ْينَا اَل تُرْ َجعُون
ش ْال َك ِر ِيم ٰ
ِ ْق ۖ اَل ِإلَهَ ِإاَّل ه َُو َربُّ ْال َعر
ُّ ك ْال َح
ُ ِفَتَ َعالَى هَّللا ُ ْال َمل
Artinya: “Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan
selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) 'Arsy yang mulia.”
Ujud wahyu syari’at Allah dua macam: berupa kalam Allah dan yang bukan
berupa kalam Allah. Yang berupa kalam terhimpun dalam apa yang dinamakan
Kitab. Yang bukan kalam Allah hanya untuk menjelaskan kandungan Kitab.
a. Prinsip pertama
b. Prinsip kedua
Kemudian hasil pemahaman itu disusun dan dirumuskan menjadi kitab ajaran
ajaran Agama Islam. Umpamanya kita berusaha memahami ajaran Agama Islam
yang ada di Al-Qur’an dan as-Sunnah, kita merumuskan ajaran Agama Islam
tentang shalat itu begini dan begini. Ajaran Agama Islam yang seperti itu pada
hakikatnya bukan ajaran Agama Islam yang sebenarnya, tetapi merupakan ajaran
Agama Islam versi seseorang.
Jadi, ajaran Agama Islam yang dirumuskan dan disusun oleh para ulama yang lalu
menjadi kitab-kitab ajaran, dengan sendirinya bisa terjadi perbedaan anatara yang
satu dengan yang lain, yang lantas menimbulkan mazhab-mazhab. Tidak hanya
mengundang perbedaan, tapi bahkan pendapat seseorang itu bisa berubah, tidak
berbeda dari ulama lain.
Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”.
Jadi jelas, bahwa Allah menciptakan serta menciptakan manusia hidup di dunia
tidak ada maksud, tidak ada kehendak lain, kecuali hanya agar manusia dalam
hidupnya di dunia selalu beribadah kepada Allah SWT. Karena itu Agama Islam
merupakan petunjuk Allah kepada manusia, agar perilaku manusia bisa sesuai
dengan apa yang dikehendaki Allah : yakni agar hidupnya di dunia selalu di
pergunakan untuk beribadah kepada Allah. Itulah isi kandungan ajaran Agama
Islam. Jadi Agama Islam, seluruhnya, memberi pelajaran kepada manusia tentang
bagaimana cara hidup beribadah kepada Allah sepanjang hidupnya di dunia ini.[5]
Agar misi dan strategi ideologis itu berjalan efektif dan mencapai tujuannya maka
dikalangan internal Muhammadiyah sendiri perlu dilaksanakan pembinaan
ideologis sebagaimana menjadi basis pembinaan anggota yang meliputi (1)
penanaman nilai-nilai Islam yang meliputi pembinaan aqidah, ibadah, akhlak, dan
muamalat-dunyawiyah; dan (2) pembinaan Kemuhammadiyahan menyangkut
pembinaan pemahaman serta pelaksanaan gerakan, penguasan strategi perjuangan
dan mengoperasionalisasikan organisasi Muhammadiyah secara mantap dan
sistemik, (3) pembinaan kesadaran dan ikatan solidaritas kolektifa yang berada
dalam satu kesatuan sistem jama’ah, jam’iah dan imamah Muhammadiyah guna
mencapai tujuan yaitu mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya
sebagai tugas utama kolektif dan (4) menghimpun segenap potensi dan kekuatan
sebagai modal utama dalam memutuskan strategi, langkah dan perjuangan
gerakan.
Sifat dakwah yang ditujakan kepada orang yang sudah Islam bukan lagi bersifat
ajakan untuk menerima Islam sebagai keyakinan hidupnya,akan tetapi bersifat
tajdid dalam arti pemurnian. Artinya bahwa tajdid yang dikenakan kepada
golongan ini adalah bersifat menata kembali amal keagamaan mereka sedemikian
bersih dan murninya sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Tajdid atau pemurnian terhadap amal keberagaman umat ijabah meliputi bidang-
bidang:
a. Akidah
1) Syirik
Syirik dilihat dari arti bahasa adalah menyekutukan atau mensyariatkan. Sedang
dari segi istilah yang dimaksud dengan syirik adalah menyekutukan Tuhan Allah
dengan selainnya, baik menyekutukan dari segi zat, sifat, wujud, ataupun dari segi
perbuatannya.
2) Khurafat
Arti bahasa dari kata khurafat ialah berbagai cerita bohong. Sedangkan menurut
arti istilah yang dimaksud dengan arti khurafat ialah berbagai kepercayaan yang
khayali, bahwa diluar Allah ada berbagai kekuatan ghaib yang dapat
menyebabkan keselamatan seseorang dan dapat pula mendatangkan mudlarat
terhadap seseorang.
3) Bid’ah
Kata bid’ah menurut arti bahasa dapat berarti model atau sesuatu yang baru yang
tidak didahului oleh contoh, atau sesuatu perkara yang terjadi dengan tidak ada
contohnya atau sesuatu yang diadakan dengan bentuk belum pernah ada
contohnya.
b. Akhlak
Tajdid dalam bidang akhlak adalah berupa mendidikkan dan mendayakan sikap
hidup yang mulia dan terpuji, dan bersamaan dengan hal tersebut menuntunkan
untuk melepaskan diri dari sikap dan kebiasaan hidup yang tercela dan
menjijikkan.
Tegasnya bahwa tajdid dalam bidang akhlak terhadap orang yang sudah menerima
seruan Islam berupa mendidikkan dan membudayakan sikap dan berperangai yang
Islami, bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
c. Ibadah
Tajdid dalam bidang ibadah (ibadah mahdliah) terhadap orang yang sudah Islam
adalah menuntunkan ibadah sebagaimana yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW
tanpa tambahan perubahan dari manusia (bid’ah) serta menghilangkan kebiasaan
bersikap taqlid atau membeo.
Istilah ibadah dilihat dari arti bahasa berarti taat dan tunduk disertai
dengan merendahkan diri. Pengertian ibadah menggambarkan “tunduknya
seseorang terhadap ketinggian dan keunggulan orang lain, hingga ia turun dari
derajat kebebasan dan melepaskan kemerdekaan untuk orang tersebut dengan
meninggalkan perlawanan dan pendurhakaan serta mengikutinya dengan patuh”.
Sedangkan menurut arti istilah arti istilah, sebagaimana yang dirumuskan Majelis
Tarjih dinyatakan bahwa ibadah ialah bertaqarub (mendekatkan diri) kepada Allah
dengan mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya dan
mengamalkan segala yang diizinkan-Nya. Selanjutnya oleh Majelis Tarjih
pengertian ibadah tersebut dibedakan menjadi 2 yaitu:
1) Ibadah umum atau disebut juga dengan istilah muamalat duniawiyat yaitu
segala amalan yang diizinkan Allah.
2) Ibadah khusus atau sering disebut juga dengan istilah ibadah mahdlah, ialah
apa yang telah ditetapkan Allah perincian-perinciannya, tingkah laku dan cara-
caranya yang tertentu.
Pengertian ibadah yang dimaksud dalam pembahasan disini adalah ibadah dalam
arti khusus, atau yang disebut dengan ibadah madliyah. Ibadah ini berupa tata
aturan Ilahi yang mengatur hubungan ritual langsung antara hamba dengan Tuhan,
yang cara, acara, tata cara dan upacaranya ditentukan secara terperinci dan sunnah
Rasul. Terhadap bidang ini, tertutup sama sekali dari berbagai ragam ijtihad
ataupun berbagai macam bid’ah, serta dalam pengalaman dan penerapannya
dilarang sekedar dengan sikap taqlid semata-mata.
d. Muamalah Duniawiyah
Dari segi bahasa mumalah duniawiyah berarti berbagai macam amalan keduniaan.
Sementara kalau dilihat dari segi istilah mengandung pengertian tata aturan Ilahi
yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan
manusia dengan benda. Muamalah duniawiyah ini mencakup bidang secara luas,
dan bukan menjadi tujuan pokok medangarap bagi diutusnya para Rasul Allah. Ia
meliputi bidang politik, sosial, ekonomi, kesenian, kebudayaan, pendidikan, dan
sebagainya.
Bidang yang bersangkutan dengan urusan keduniaan, betapa pun bukan menjadi
tujuan pokok bidang garap diutusnya para Nabi, termasuk juga Nabi Muhammad
SAW, namun bukan berarti ajaran Islam sama sekali tidak menaruh perhatian
kepadanya. Sebaliknya ajaran islam menaruh perhatian yang sangat serius
terhadap ragam urusan keduniaan. Hal ini dikarenakan masalah keduniaan bagi
Islam dianggap sebagai tempat bercocok tanam bagi kehidupan akhirat. Dan
karena fungsinya seperti itu maka dapat dipahami kalau agama Islam memandang
sangat positif terhadap kehidupan dunia yang hakikatnya mempunyai pertalian
yang erat dengan kehidupan akhirat. Sikap positif terhadap kehidupan dunia
semacam itulah yang melatarbelakangi dikukuhkannya manusia selaku khalifah
Allah diatas bumi, dengan misi memperjuangkan terwujudnya tata kehidupan
masyarakat yang utama, adil dan makmur bahagia sejahtera.
Menata berbagai bidang yang ada dalam ruang lingkup Muamalah Duniawiyah
adalah sangat diperlukan guna mengantarkan dan sekaligus menjaga kelestarian
tata kehidupan masyarakat seperti diatas. Dalam hal ini, agama Islam memberikan
berbagai pedoman, baik dalam bentuk kaidah-kaidah hukum yang ditegaskan
dalam ajaran Islam, meliputi masalah munakahat (hukum nikah), hukum niaga,
warastah (hukum waris), jinayah (hukum pidana), khilafah (hukum kenegaraan),
jihad (hukum perang dan damai) dan lain sebagainya. Sementara terhadap bidang-
bidang keduniaan yang tidak tercakup dalam rincian diatas, Islam memberikan
kaidah-kaidah moral yang diharapkan dijadikan fundamen dasar dalam
mengembangkan bidang-bidang tersebut.
Dakwah Islam kepada orang yang belum Islam adalah merupakan ajaran, seruan
dan panggilan yang bersifat menggembirakan, menyenangkan atau tabsyir.
Adapun tujuan utamanya ialah agar mereka bisa mengerti, memahami ajaran
Islam, dan kemudian mau menerima Islam sebagai agamanya, dilakukan dengan
menunjukkan mahasinul-Islam (keindahan Islam) dengan keterangan-keterangan
dan tingkah laku (contoh teladan) serta tanpa paksaan.
Ajaran Islam menggambarkan dua nuansa yang berpasangan secara serasi dan
harmonis. Nuansa yang pertama ialah yang penuh kegembiraan, ringan, dan
menyenangkan, “basyiran”, sedang nuansa sebaliknya menggambarkan ajaran
yang cukup berat, serius, menakutkan dan sedih yang dalam Al-Qur’an
digambarkan dengan ungkapan “nadzi:ran”, memberi kabar peringatan. Kedua
nuansa diatas jelas berkaitan dengan apa yang disebut dengan ganjaran (reward)
dan hukuman (punishment), berkaitan dengan surge dan neraka.
Dakwah terhadap orang yang belum hendaknya lebih kedepankan Islam dari sisi
yang menggembirakan, yang ringan-ringan (enteng-entengan-Jawa) yang dapat
menimbulkan kesan bahwa beragama Islam itu ternyata mudah dan
menggembirakan, bukannya menambah beban dan tidak akan menimbulkan
kesusahan dan kesulitan.[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan