Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH AIK

MATAN KEYAKINAN DAN CITA-CITA MUHAMMADIYAH

Dosen Pengampu: Risdiani M.S.i

DI SUSUN OLEH :

1. Yusuf ( 202002070008 )
2. Lintang Widiyanti ( 202002070013)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN
PEKALONGAN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang masih
memberi kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan
makalah ini dengan judul “Makalah AIK ( Matan Keyakinan dan Cita-cita
Muhammadiyah) ”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Mata
Kuliah AIK.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Kami
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penulis juga berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat
kami harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Pekalongan,19 Maret 2022

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Matan “Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah” diputuskan oleh Tanwir


Muhammadiyah tahun 1969 di Ponorogo, dalam rangka melaksanakan amanat
Muktamar Muhammadiyah ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta. Kemudian oleh
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Matan ini diubah dan disempurnakan, khususnya
pada peristilahannya berdasarka namanat dan kuasa Tanwir Muhammadiyah
tahun 1970.

Muktamar Muhammadiyah ke-37 tahun 1968 berlangsung di Yogyakarta dengan


bertemakan “Tajdid Muhammadiyah”, atau Pembaharuan Muhammadiyah.
Adapun yang dimaksud dengan Tajdid Muhammadiyah adalah mengadakan
pembaharuan dalam berbagai bidang, meliputi Ideologi (Keyakinan dan Cita-cita
Hidup), Khittah Perjuangan, Gerak dan Amal Usaha, Organisasi, Sasaran.

Pada akhir periode “Nasakom” atau periode “Demokrasi Terpimpin” (5 Juli 1959
– 11 Maret 1966) bangsa Indonesia pada umumnya, termasuk juga Persyarikatan
Muhammadiyah menghadapi persoalan politik yang sangat dilematik. Pada
periode rezim ini kehidupan politik Negara ditandai dengan menyoloknya
dominasi PKI dalam seluruh aspek kehidupan bernegara. Kesempatan yang sangat
bagus ini oleh PKI tidak disia-siakan guna menghantam lawan-lawan ideologinya.

Menghadapi pilihan masuk atau tidak masuk dalam lembaga situasi seperti ini,
bagi Muhammadiyah benar-benar dirasakan sebagai suatu persoalan yang sangat
dilematis. Kalau Muhammadiyah memilih opsi pertama, yaitu masuk ke dalam
Front Nasional, Muhammadiyah akan selamat dari berbagai macam rongrongan
dan fitnah, namun jelas sekali bahwa Front Nasional adalah merupakan lembaga
politik, suatu lembaga yang teori perjuangannya bertolak belakang dengan
“Kepribadian Muhammadiyah”, bertolak belakang dengan sibghah nya sebagai
“Gerakan Dakwah Islam, Amar Ma’ruf Nahi Munkar”. Sebaliknya kalau
Muhammadiyah memilih opsi yang kedua pasti akan dikategorikan ke dalam
kelompok Kontra Revolusi, suatu kekuatan yang akan di ganyang, dilindas dan
dihancurkan oleh barisan Progresif Revolusioner, dan akan digulung sampai ke
akar-akarnya oleh roda-roda revolusi.

Menghadapi dua pilihan yang sama-sama pahitnya seperti di atas,


Muhammadiyah dalam mengambil keputusannya mempertimbangkan hal-hal
salah satu nya adalah Surat an- Nahl-16:106 yang artinya:

“Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah ia beriman (dia akan mendapatkan
murka dari Allah), kecuali orang yang dipaksa kufur, padahal hatinya tetap
tenang/konsisten dalam keimananya (dia tidak berdosa atas keterpaksaan nya itu).
Akan tetapi orang yang lapang dadanya (tidak sangat terpaksa) untuk kekafiran,
maka kemurkaan Allah akan menimpanya dan baginya adzab yang besar”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa cita-cita Muhammadiyah?

2. Bagaimana Islam dalam keyakinan Muhammadiyah?

3. Bagaimana pemikiran dan gerakan Muhammadiyah dalam bidang Akidah,


Ibadah, Akhlak, dan Muamalah Duniawiyah?

C. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cita-cita dari Muhammadiyah.

2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Islam dalam keyakinan


Muhammadiyah.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pemikiran dan gerakan
Muhammadiyah dalam bidang Akidah, Ibadah, Akhlak, dan Muamalah
Duniawiyah.

BAB II

MATAN KEYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYAH

A. Cita-cita Muhammadiyah

1. Makna keyakinan cita-cita hidup muhammadiyah


Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah pada dasarnya
merupakan rumusan ideologi Muhammadiyah yang menggambarkan hakekat
Muhammadiyah, faham agama menurut Muhammadiyah dan misi
Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.[2]

2. Matan keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah

a. Muhammadiyah adalah Gerakan berasas Islam, bercita-cita dan bekerja


untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan
fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.

b. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang


diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan
seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan
rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan
hidup materil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.

c. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:

Al-Qur’an: Kitab Allah yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.

Sunnah rasul: Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur’an yang diberikan


oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan
jiwa ajaran Islam.

d. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang


meliputi bidang-bidang; 1. Aqidah, 2. Akhlak, 3. Ibadah, 4. Muamalah
Duniawiyah.

1) Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih


dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan churafat, tanpa mengabaikan prinsip
toleransi menurut ajaran Islam.

2) Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan


berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, tidak bersendi
kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
3) Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh
Rasulullah SAW tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.

4) Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya Mu’amalah Duniawiyah


(pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama
serta menjadi semua kegiatan dalam ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.

e. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah


mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber
kekayaan, kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berfilsafat
Pancasila, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu Negara yang adil dan
makmur dan diridhai Allah. “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghaffur”
(Keputusan tanwin 69-Ponorogo) Catatan Rumusan Matan tersebut telah
mendapat perubahan dan perbaikan oleh PP Muhammadiyah atas kuasa Tanwir
tahun 70 di Yogyakarta.

3. Sistematika dan pedoman untuk memahami keyakinan dan cita-cita hidup


muhammadiyah

a. Rumusan Matan “Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah” terdiri


dari 5 (lima) angka.

b. 5 (lima) angka tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok.

Kelompok Kesatu: Mengandung pokok-pokok persoalan yang bersifat ideologis,


ialah angka 1 dan 2 yang berbunyi:

1) Muhamadiyah adalah gerakan berasas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk


terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan
fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah dimuka bumi.

2) Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang


diwahyukan kepada para Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa
dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammadiyah SAW sebagai
hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa dan menjamin
kesejahteraan hidup materil dan spiritual duniawi dan ukhrawi.
Kelompok kedua: Mengandung persoalan mengenai Islam agama menurut
Muhammadiyah ialah angka 3 dan 4 yang berbunyi :

3) Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan :

a) Al-Qur’an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.

b) Sunnah Rasul: Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur’an yang


diberikan oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan menggunakan akal pikiran sesuai
dengan jiwa ajaran Islam.

4) Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang


meliputi bidang-bidang :

a) Aqidah

b) Akhlaq

c) Ibadah

d) Mu’amalat Duniawiyat

4.a. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari
gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip-
prinsip toleransi menurut ajaran Islam.

4.b. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan


berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, tidak bersendi
kepada nilai-nilai ciptaan manusia.

4.c. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang diturunkan oleh


Rasulullah SAW tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.

4.d. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalat duniawiyat


(pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran agama
serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepala Allah
SWT.
Kelompok ketiga: Mengandung persoalan mengenai fungsi dan misi
Muhammadiyah dalam masyarakat Negara Republik Indonesia ialah angka 5 yang
berbunyi:

5) Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah


mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber
kekayaan, kemerdekaan bangsa dan bernegara Republik Indonesia yang berfilsafat
Pancasila untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil,
makmur dan diridhai Allah SWT. Baladatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghaffur.[3]

Catatan: Rumusan Matan tersebut telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh
PP Muhammadiyah atas kuasa Tanwir tahun 1970.

4. Pedoman untuk memahami rumusan

“Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah” (KCHM) memuat hal-


hal sebagai berikut:

a. Ideologi

Istilah ideologi dibentuk oleh kata ‘ideo’ yang artinya pemikiran, khayalan,
konsep atau keyakinan, dan ‘logoi’ artinya logika, ilmu atau pengetahuan. Secara
harfiyah ideologi artinya pengetahuan tentang ide, keyakinan atau tentang
berbagai gagasan. Destutt de Tracy (1796-Prancis) mengartikan ideologi “sebagai
‘science of ideas’, dimana di dalamnya ideologi di jabarkan sebagai jumlah
program yang di harapkan membawa perubahan institusional dalam suatu
masyarakat”. Sedang Sastra Pratedja mendefinisikan sebagai “seperangkat
gagasan atau pikiran yang berorientasi pada tindakan yang di organisir menjadi
suatu sistem yang teratur”.

Selanjutnya yang menyatakan bahwa setiap ideologi pasti megandung tiga unsur
yaitu :

1) Adanya suatu penafsiran terhadap kenyataan atau realitas dalam


(interpretasi). Dalam hal ini Kuntowibisono mengistilahkannya dengan
‘keyakinan’, dalam arti bahwa setiap ideologi selalu menunjukan adanya gagasan-
gagasan vital yang sudah diyakini kebenarannya untuk dijadikan dasar dan arah
strategi bagi terciptanya tujuan yang telah ditentukan.

2) Setiap ideologi memuat seperangkat nilai atau suatu ketentuan (perskripsi)


moral. Dengan demikian berati setiap ideologi secara implisit memuat penolakan
terhadap sistem moral lainnya.

3) Ideologi memuat suatu orientasi pada tindakan (program aksi), ideologi


merupakan suatu pedoman kegiatan untuk mewujudkan nilai-nilai yang termuat
didalamnya (Sastra Pratedja dalam ‘Pancasila sebagai ideologi Negara, BP7
Pusat: 142).

Dengan memahami makna ideologi dengan ketiga unsurnya seperti diatas dapat
ditegaskan bahwa pada setiap ideologi terdapat tiga aspek yang merupakan satu
kesatuan yang utuh, yaitu:

1) Adanya suatu realitas yang diyakini dalam hidupnya (Keyakinan Hidup).

2) Keyakinan ini dijadikan asas atau landasan untuk merumuskan tujuan hidup
yang di cita-citakannya (Cita-Cita Hidup).

3) Cara atau ajaran yang digunakan untuk merealisasikan tujuan hidup yang di
cita-citakan.

Ada pertama kalinya-ketika masih dalam konsep-Keyakinan dan Cita-Cita


Muhammadiyah ini dinamakan ideologi Muhammadiyah. Namun setelah
didiskusikan dan ditelaah lebih mendalam akhirnya team perumus memutuskan
istilah ideologi perlu diganti dengan mencari padanannya. Semua itu
denganpertibangan agar pihak lain tidak dengan mudahnya menuduh
Mudammadyah memiliki ideologi tandingan terhadap ideologi Negara. Dan
akhirnya team menganti istilah “Ideologi Muhammadiyah” dengan istilah
“Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhmmadiyah”.

Dalam matan Keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah pokok-pokok


persoalan yang bersifat ideologi terkandung dalam angka 1 dan 2 yang
mengandung inti persoalan:
1) Asas: Muhammadiyah adalah Gerakan berasas Islam.

2) Keyakinan hidup: Bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat


Islam yang sebenar-benarnya.

3) Ajaran untuk: Agama islam ialah Agama Allah sebagai hidayah


melaksanakan “asas” hidayah dan rahmat Allah kepada umat dalam mencapai
cita-cita: manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan materiil, spiritual,
duniawi dan ukhrawi.

1) Fungsi “asas”

Dalam persoalan Ideoligi atau keyakinan dan cita-cita hidup maka asas/dasar atau
keyakinan hidup yang berfungsi sebagai sumber yang menentukan keyakinan cita-
cita hidup itu sendiri. Berdasarkan Islam, artinya ialah Islam sebagai sumber
ajaran yangmenentukan keyakinan dan cita-cita hidupnya. Ajaran Islan yang inti
ajarannya berupa kepercayaan “tauhid” membentuk keyakinan dan cita-cita hidup,
bahwa hidup manusia di dunia ini semata-mata hanyalah untuk beribadah kepada
Allah SWT, demi untuk mendapatkan kebhagiaan dunia dan akhirat. Hidup
beribadah menurut agama Islam, ialah hidup bertaqarrub kepada Allah SWT.
Dengan menunaikan amanah-Nya serta mematuhi ketentuan-ketentuan, yang
menjadi peraturan-Nya guna mendapatkan keridhaan-Nya. Amanah Allah yang
menentukan fungsi dan misi manusia dalam hidupnya di dunia ialah, manusia
sebagai hamba Allah dan Khalifah (pengganti)-Nya yang bertugas mengatur dn
membangun dunia serta menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertiban
untuk kemakmurannya.

2) Fungsi “cita-cita”

Dalam persoalan ideologi (keyakinan dan cita-cita hidup), cita-cita (tujuan) hidup
berfungsi sebagai kelanjutan atau konsekuensi dari adanya “asas” hidup yng
berasaskan Islam tidak bisa lain kecuali menimbulkan kesadaran dan pendirian,
bahwa cita-cita atau tujuan yang akan dicapai dalam hidupnya di dunia ini, ialah
terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang baik guna beribadah kepada Allah
SWT. Dalam hubungan ini, Muhammadiyah telah menegaskan cita-cita/tujuan
perjuangannya dengan rumusan “...sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenr-benarnya” (AD. Pasal 3). Bagaimana bentuk atau wujud masyarakat islam
yang sebenar-benarnya yang dimaksud itu, haus dirumuskan dalam satu konsepsi
yang jelas, gamblang, dan menyeluruh. Berdasarkan keyakinan dan cita-cita idup
yangberasas Islam yang dikuatkan oleh hasil penyeidikan secra ilmiah, historis
dan sosiologis, Muhammadiyah berkeyakinan bahwa ajaran yang dapat digunakan
untukmelaksanakan hidup yang sesuai dengan “asas”nya dan “cita-cita atau tujuan
perjuangan”nya sebagai yang dimaksud, hanyalah ajaran Islam. Dan oleh karena
itu sangat perlu, bahkan mutlak adanya rumusan secara konkret, sistematis, dan
menyeluruh tentang berbagi konsepsi ajaran Islam yang meliputi seluruh aspek
hidup dan kehidupan manusia atau masyarakat, sebagai isi daripad masyrakat
Islam yang sebenar-benarnya.

Keyakinan dan cita-cita hdup Muhammadiyah, yang persoalan-persoalan


pokoknya sebagaimana telah diuraikan dengan singkat diatas, adalah dibentuk
atau ditentukan oleh pengertian dan fahamnya mengenai agama Islam. Agama
Islam adalah sumber keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah. Oleh karena
itu, faham agama bagi Muhammadiyah adalah merupakan persoalan yang esensil
bagi adanya keyakina dan cita-cita hidup Muhammadiyah.

b. Faham agama

Agam Islam adalah agama Allah yang diturunkan kepada para Rasul-Nya sejak
Nabi Adam as hingga Nabi terakhir, ialah Nabi Muhammdiyah SAW. Sebagai
Nabi terakhir, ia diutus dengan membawa syari’at agama yang sempurna, untuk
seluruh umat manusia sepanjang masa. Maka dari itu agama yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW itulah yang tetap berlaku sampai sekarang dan
untuk masa selanjutnya.
“Agama Islam adalah apa yang disyareatkan Allah dengan perantaraan Nabi-
Nabi-Nya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-
petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat”. (Putusan Majlis Tarjih)

“Agama Islam (yakni agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW) apa
yang diturunkan Allah didalam Al-Qur’an yang tersebut didalam sunnah shahih,
berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjukan untuk
kebaikan manusia di dunia dan akhirat”. (Putusan Majlis Tarjih)

1) Dasar agama

a) Al-Qur’an: Kitab Allah ynag diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.

b) Sunah Rasul: penjelasan dan pelaksaan ajaran Al-Qur’an yang diberikan


oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal sesuai dengan jiwa agama
Islam.

Al-Qur’an dan Sunnah Rasul adalah pokok dasar hukum/ajaran Islam yang
mengandung ajaran yang mutlak kebenarannya akal-pikiran atau/ al-ra’yu adalah
alat untuk:

a) Mengungkap dan mengetahui kebenaran yang terkandung dalam Al-Qur’an


dan Sunah Rasul.

b) Mengetahui maksud yang tercakup dalam Al-Qur’an dan Sunah Rasul

Sedang untuk mencari jalan atau cara melaksanakan ajaran Al-Qur’an dan Sunah
Rasul dalam mengatur dunia guna memakmurkannya, akal pikiran yang kritis,
dinamis dan progresif mempunyai peranan yang penting dan lapangan yang
sangat luas sekali. Begitu pula akal pikiran bisa untuk mempertimbangkan
seberapa jauh pengaruh keadaan dan waktu terhadap penerapan suatu ketentuan
hukum dalam bata maksud-maksud pokok ajaran agama, yang lazim disebut
“ijtihad”. Dan dalam hal ini Muhammadiyah berpendirian bahwa pintu ijtihad
senantiasa terbuka.
2) Ijtihad

Ijtihad menurut bahasa berasal dari akar kata “ja-ba-da” artinya mencurahkan
segala kemampuan atau menanggung beban kesulitan. Bentuk kata yang
mengikuti wazan “ifti’a:lun” seperti ijtiba:dun menunjukan arti berlebih
(mubalighah). Arti ijtihad dari segi bahasa ialah ”mencurahkan semua
kemampuan dalam segala perbuatan”. Atau dapat diartikan juga sebagai
“mengerahkan segala kesanggupan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit”.

Dari segi istilah arti ijtihad adalah “mengarahkan segala kesanggupan oleh
seorang ahli fiqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat dan
mengenai sesuatu hukum syara”. Majlis Tarjih XXIV merumuskan pengertian
ijtihad sebagai “mencurahkan segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan
merumuskan ajaran Islam, baik dalam bidang hukum, aqidah, filsafat, tasawuf
maupun disiplin ilmu lainnya berdasarkan wahyu dengan pendekatan tertentu.
Yusuf Qardhawy memperluas kawasan pengertian ijtihad, bahwa lapangan ijtihad
tidak terbatas dengan tema hukum syara’, tetapi dapat berbentuk perundang-
undangan, fatwa dan penelitian (Yusuf Qhardawy Ijtihad Kontemporer. 181).

Agama Islam menegaskan bahwa agama Islam diturunkan kepada umat manusia
tidak lain kecuali untuk menyebar luaskan rahmat Allah diseluruh alam semesta
(Al-Anbiya’-21:107). Penegasan seperti ini memberikan pengertian bahwa fungsi
utama agama islam adalah sebagai pembimbing dan pengayom bagi hidup dan
kehidupan umat manusia dimana dan kapanpun juga.

Adapun macam-macam metode ijtihad yang dipergunakan oleh Muhammadiyah


adalah sebagai berikut:

a) Ijtihad bayani (semantik); yaitu ijtihad terhadap nash yang mujamal (global),
baik karena belum jelas lafadz/kata/kalimat yang dimaksud, maupun karena lafadz
itu mengandung makna ganda, mengandung arti musyatarak, atau karena
pengertian lafadz dalam ungkapan yang konteksnya mempunyai arti yang jumbuh
(musytabiahat), ataupun adanya beberapa dalil yang bertentangan (ta’arud).
Dalam hal yang terakhir dipergunakan jalan ijtihad dengan jalan tarjih, yaitu
apabila tidak dapat ditempuh dengan cara jama’, dan taufiq.

b) Ijtihad qiyasy: yaitu menyeberangkan hukum yang telah ada nash-nya


kepada masalah baru yang belum hukumnya berdasarkan nash, karena adanya
kesamaan ‘illat.

Dan dalam masalah qiyas Muhammadiyah memberikan ketentuan sebagai berikut:

i. Hal yang akan ditetapkan hukumnya


dengan qiyas itu sudah muncul dan terjadi ditengah-tengah masyarakat.

ii. Hal yang akan ditetapkan hukumnya


memang biasanya perlu ditetapkan hukumnya karena akan diamalkan.

iii. Hal yang akan ditetapkan hukumnya


lewat qiyas bukanmerupakan hal yang termasuk ibadah madhlah.

c) Ijtihad istislahi (filosofi); yaitu ijtihad terhadap masalah yang tidak ditunjuki
nash sama sekali secara khusus, maupun tidak adanya nash yang mengenai
maslaah yang ada kesamaannya. Dalam yang demikian, penetapan hukum
dilaukan dilakukan berdasarkan ‘illah untuk kemaslahatan. (PP. Muhammadiyah,
Himpunn Majlis Tarjih)

3) Kesatuan ajaran Islam

Muhammadiyah berpendirian bahwa ajaran Islam merupakan satu “kesatuan


ajaran” yang bulat, dan tidak boleh dipisah-pisahkan dan meliputi:

a) Aqidah: ajaran yang berhubungan dengan kepercayaan.

b) Akhlak: ajaran yang berhubungan dengan pembentukan sikap mental.

c) Ibadah: ajaran yang berhubungan dengan peraturan dan tatacara hubungan


manusia dengan Tuhan.

d) Mu’amalat: ajaran yang berhubungan dengan pengolahan dunia dan


pembinaan masyarakat.
4) Fungsi dan misi muhammadiyah

Berdasarkan keyakinan dan cita-cita hidup yang bersumberkan ajaran Islam yang
muni seperi tersebut diatas, Muhammadiyah menyadari kewajibannya, berjuang
dan mengajak segenap golongan dan lapisan bangsa Indonesia, untuk mengatur
dan membangun tanah air dan negara Indonesia, sehingga merupakan masyarakat
dan negara adil dan makmur, sejahtera bahagia, materiil dan spiritual yang
diridhai Allah SWT.

Mengingat perkembangan sejarah dan kenyataan bangsa Indonesia sampai dewasa


ini, semua yang ingin dilaksanakan dan dicapai oleh Muhammadiyah daripada
keyakinan dan cita-cita hidupnya, bukanlah hal yang baru dan hakekatnya adalah
sesuatu yang wajar. Sedangkan pola perjuangan Muhammadiyah dalam
melaksanakan dan mencapai keyakinan dan cita-cita hidpnya dalam masyarakat
negara Republik Indonesia Muhammadiyah menggunakan dakwah Islam dan
amar maruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, sebagai
jalan satu-satnya. Lebih lanjut mengenai soal ini dapat diketahui dan dipahami
dalam Khittah Perjuangan Muhammadiyah.[4]

B. Islam dalam Keyakinan Muhammadiyah

Ketika KH A. Dahlan sudah mempunyai pengertian bahwa ternyata agama adalah


sebagaimana yang kemudian difahaminya, lalu timbul pemikiran bahwa kalau
begitu maka untuk melaksanakan agama islam sebagaimana yang di fahaminya itu
umat islam diindonesia (bahkan nanti di seluruh didunia) harus diberi pengertian
lebih dahulu tentang apa islam yang sebenarnya. Kalau sudah paham, lalu
bagaimana melaksanakan islam yang sebenarnya itu.

Untuk mengajarkan islam yang sebenarnya, kemudian membimbing dan


memimpin pelaksanaan islam yang sebenarnya, KH A. Dahlan merasa tidak
mampu untuk melakukannya sendiri. Beliau lantas mencari orang-orang, sahabat-
sahabatnya, yang sefaham. Bahkan kemudian berusaha membina angkatan muda
yang akan menjadi kader untuk menangani tugas ini. Tugas apa? Memberi
pengertian tentang islam yang sebenarnya kepada ummat islam lebih dahulu,
kemudian memimpin pelaksanaan islam yang sebenarnya.

KH A. Dahlan, sebagaimana diutarakan terdahulu merasa tidak mampu


melaksanakan tugas ini sendirian karenanya harus mencari kawan. Dan
diusahakan dari kalangan sesama ulama yang sepaham. Malahan sampai juga
pada pemikiran harus dengan membina tenaga-tenaga pelanjutnya.

Sesudah Muhammadiyah berdiri, yang dikerjakan dengan Muhammadiyah tiada


lain adalah bagaimana merealisasikan dan memperjuangkan Islam, oleh karenanya
Muhammadiyah yang sudah dilaksanakan itu harus betul-betul memahami tentang
Islam, menghayati tentang Islam dan mengamalkan Islam. Harus mampu
merealisasikan dan memperjuangkan Islam. Tugas inilah yang harus dikerjakan
Muhammadiyah.

1. Identitas Muhammadiyah

Telah diterangkan berdirinya Muhammadiyah didorong oleh faham agama. Dan


dengan menghayati agama, mengamalkan agama, memperjuangkan agama, lalu
terbetuk identitasnya. Jadi, bentuk identitas Muhammadiyah adalah agama.

Muhammadiyah yang kemudian menjadi persyarikatan yang beridentitas sebagai


gerakan Islam, gerakan dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar serta gerakan
tajdid, merupakan hasil pemikiran almarhum KH A. Dahlan dalam memahami
Agama Islam, dan kemudian dalam menghayati serta mengamalkan (termasuk
dalam mengamalkan adalah merealisasi ajaran-ajaran dan memperjuangkan Islam)
yang dapat lebih dipertegas, lahirnya Muhammadiyah, dari tiada menjadi ada,
didorong oleh faham almarhum KH A. Dahlan “Apakah Agama Islam itu?”.
Wujud nyatanya, bentuk, sifat serta ciri-ciri lainnya (yaitu identitasnya) dibentuk
oleh penghayatan dan pengalaman almarhum KH A. Dahlan akan Agama Islam
berdasarkan fahamnya. Begitulah kedudukan Agama Islam dalam
Muhammadiyah.

Maka untuk dapat memahami Muhammadiyah yang sebenarnya harus dimulai


dari memahami Islam yang sebenarnya. Sanggup menghayati Islam yang
sebenarnya. Mau mengamalkan Islam yang sebenarnya dan bersemangat untuk
memperjuangkan Islam yang sebenarnya.

Kalau orang hendak memahami Muhammadiyah akan tetapi tidak berangkat dari
pemahaman yang semacam itu, maka ia hanya akan menemukan Muhammadiyah
sebagai organisasi. Tidak bakal mengenali idealismenya. Tidak bakal mengenali
bagaimana pemikiran lebih lanjut dalam memperjuangkan Islam. Tanpa
pemahaman tentang Agama Islam seperti faham almarhum KH A.Dahlan serta
kemudian tanpa penghayatan dan pengalaman Agama Islam (termasuk dalam
pengalaman itu adalah merealisasikan ajaran-ajaran dan memperjuangkan cita-
citanya) orang tidak akan mampu memahami dan meresapi hakikat
Muhammadiyah secara pas, tepat.

Jadi, yang perlu kita kaji didalam memahami Muhammadiyah adalah tentang
faham agamanya. Kalau orang tidak memahami apa Islam menurut
Muhammadiyah, ia tidak akan bisa memahami hakikat Muhammadiyah. Setelah
mengerti latar belakang berdirinya Muhammadiyah termasuk faktor-faktor yang
mendorong berdirinya Muhammadiyah akan sampai pada kesimpulan bahwa
dalam Muhammadiyah masalah agama mempunyai kedudukan yang sangat
sentral. Mengapa demikian? Karena lahirnya didorong oleh faham agama. Sedang
identitasnya dibentuk oleh penghayatan pengalaman agama. Karena itu tanpa
memahami Agama Islam menurut faham Muhammadiyah orang tidak akan bisa
memahami hakikat Muhammadiyah. Tanpa mengenali faham Muhammadiyah,
tanpa mau menghayati dan mengamalkan Agama Islam, orang hanya akan
mendapatkan Muhammadiyah sebagai organisasi saja. Tidak bakal mengenali
idealismenya.

2. Arti Pentingnya Beragama Islam

Orang akan sepakat untuk mempelajari sesuatu, untuk mengkaji sesuatu, bila dia
mempunyai kesadaran bahwa sesuatu yang akan dipelajari itu adalah hal yang
penting.
Sebelum sampai kepada menerangkan tentang Agama Islam akan kami utarakan
beberapa ayat yang menggambarkan pentingnya Agama Islam. Dan hal ini harus
dijadikan dasar dalam rangka mengkaji islam. Orang akan lebih bersemangat
mengkaji Islam oleh karena mengetahui bahwa Islam penting sekali bagi dirinya,
bagi kaumnya, bagi bangsanya. Kalau sudah bisa memahami dan berkeyakinan
serupa itu, maka orang jadi lebih bersemangat lagi dalam mempelajari Agama
Islam.

Dalam tahmid ini, dalam pendasaran ini, kami kemukakan beberapa ayat Al-
Qur’an. Dengan membaca ayat-ayat itu orang akan bisa mengetahui bahwa
Agama Islam memang penting sekali bagi kehidupan manusia.

َ‫َأفَ َح ِس ْبتُ ْم َأنَّ َما خَ لَ ْقنَا ُك ْم َعبَثًا َوَأنَّ ُك ْم ِإلَ ْينَا اَل تُرْ َجعُون‬

Artinya: “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan


kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada
Kami?”

‫ش ْال َك ِر ِيم‬ ٰ
ِ ْ‫ق ۖ اَل ِإلَهَ ِإاَّل ه َُو َربُّ ْال َعر‬
ُّ ‫ك ْال َح‬
ُ ِ‫فَتَ َعالَى هَّللا ُ ْال َمل‬

Artinya: “Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan
selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) 'Arsy yang mulia.”

3. Prinsip-prinsip pemahaman agama islam

Ujud wahyu syari’at Allah dua macam: berupa kalam Allah dan yang bukan
berupa kalam Allah. Yang berupa kalam terhimpun dalam apa yang dinamakan
Kitab. Yang bukan kalam Allah hanya untuk menjelaskan kandungan Kitab.

Penjelasan yang diberikan oleh masing-masing Rasul merupakan penjelasan


otentik, karena pada hakikatnya juga wahyu. Penjelasan dari wahyu yang
diberikan kepada Rasul di zaman Nabi Muhammad oleh para ulama disebut As-
Sunnah, dapat juga disebut Al-Hadist.
Sekarang, yang perlu kita ketahui ialah, bagaimana memahami Agama Islam
menurut Muhammadiyah? Muhammadiyah mempunyai prinsip-prinsip di dalam
memahami Agama Islam.

a. Prinsip pertama

Ajaran Agama Islam (sebelum ini kita membicarakan Agama Islam,sekarang


ajarannya) yang sesungguhnya, yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Dia hanya satu dan tidak berubah-ubah serta merupakan kebenaran yang
hakiki. Ajaran Agama Islam yang sebenarnya adalah itu. Maka manusia harus
berusaha untuk memahami kandungan Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk bisa
memahami ajaran Agama Islam.

b. Prinsip kedua

Kemudian hasil pemahaman itu disusun dan dirumuskan menjadi kitab ajaran
ajaran Agama Islam. Umpamanya kita berusaha memahami ajaran Agama Islam
yang ada di Al-Qur’an dan as-Sunnah, kita merumuskan ajaran Agama Islam
tentang shalat itu begini dan begini. Ajaran Agama Islam yang seperti itu pada
hakikatnya bukan ajaran Agama Islam yang sebenarnya, tetapi merupakan ajaran
Agama Islam versi seseorang.

Jadi, ajaran Agama Islam yang dirumuskan dan disusun oleh para ulama yang lalu
menjadi kitab-kitab ajaran, dengan sendirinya bisa terjadi perbedaan anatara yang
satu dengan yang lain, yang lantas menimbulkan mazhab-mazhab. Tidak hanya
mengundang perbedaan, tapi bahkan pendapat seseorang itu bisa berubah, tidak
berbeda dari ulama lain.

Muhammadiyah sendiri sudah berulang kali mengadakan perubahan keputusan


tarjih. Dulu pernah mengharamkan pemasangan gambar KH A. Dahlan. Sekarang
tidak lagi, karena kondisi dan situasi sudah berbeda. Dahulu, kalau gambar KH A.
Dahlan dipasang di khawatirkan nanti orang bisa mendewa-dewakan KH A.
Dahlan, mengkultuskan, menganggap sebagai orang kramat. Sekarang sudah tidak
lagi. Apalagi sekarang sangat diperlukan untuk peragaan kalau kita menerangkan
sejarah hidup KH A. Dahlan.
Ajaran Agama Islam yang dirumus dan disusun oleh manusia (ulama sebagai hasil
pemikiran didalam memahami Al-Qur’an dan as-Sunnah bukanlah ajaran Agama
Islam yang murni secara hakiki. Tidak menjamin kebenaran sebagai kebenaran
yang hakiki. Dia bisa berbeda-beda dan bisa berubah-ubah. Begitulah untuk
memberi gambaran bagaimana pandangan muhammadiyah tentang ajaran agama
yang dirumuskan, disusun oleh manusia, oleh ulama.

4. Ajaran agama islam: risalah Allah

Sudah kita ketahui prinsip-prinsip memahami Agama Islam di dalam


muhammadiyah. Sebelum kami menerangkan bagaimana ajaran Agama Islam
menurut faham Muhammadiyah berdasarkan prasaran Pimpinan Pusat
Muhammadiyah di dalam Muktamar Muhammadiyah ke-40 tahun 1978 di
Surabaya, yang pokok-pokok pikirannya sudah diterima oleh Muktamar. Yang
perlu di ketahui terlebih dahulu, bahwa Agama Islam merupakan petunjuk Allah
kepada manusia dalam hidupnya didunia ini. Gunanya agar manusia dapat
melaksanakan hidup dan kehidupan di dunia sesuai dengan yang dikehendaki dan
direncanakan oleh Allah. Jadi, Agama Islam adalah: petunjuk Allah kepada
manusia agar manusia dapat mengetahui hidup dan kehidupan yang bagaimanakah
yang dikehendaki dan direncanakan oleh Allah. Didalam surat adz-Dzariyaat ayat
56, Allah bersabda :

َ ‫ت ْال ِج َّن َواِإْل ْن‬


ِ ‫س ِإاَّل لِيَ ْعبُد‬
‫ُون‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬

Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”.

Jadi jelas, bahwa Allah menciptakan serta menciptakan manusia hidup di dunia
tidak ada maksud, tidak ada kehendak lain, kecuali hanya agar manusia dalam
hidupnya di dunia selalu beribadah kepada Allah SWT. Karena itu Agama Islam
merupakan petunjuk Allah kepada manusia, agar perilaku manusia bisa sesuai
dengan apa yang dikehendaki Allah : yakni agar hidupnya di dunia selalu di
pergunakan untuk beribadah kepada Allah. Itulah isi kandungan ajaran Agama
Islam. Jadi Agama Islam, seluruhnya, memberi pelajaran kepada manusia tentang
bagaimana cara hidup beribadah kepada Allah sepanjang hidupnya di dunia ini.[5]

a. Islam sebagai pandangan hidup

Pandangan fundamental mengenai Islam sebagai keyakinan dan pedoman hidup


Muhammadiyah yang tercermin dalam pemikiran-pemikiran Islam dari Kyai
Ahmad Dahlan yang bercorak tajdid, hasil-hasil pemikiran Majelis Tarjih,
Masalah Lima, Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Matan Keyakinan
dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, Keyakinan Hidup Islami dalam
Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan pemikiran-
pemikiran Islam lainnya yang selama ini menjadi acuan nilai dan norma yang
semuanya merujuk pada Al-Quran dan Sunnah Nabi yang shahihah (maqblah)
dengan mengembangkan ijtihad. Pandangan hidup Islami tersebut pada prinsipnya
mengadung pokok-pokok pikiran tentang dasar atau landasan hidup berdasarkan
Tauhid, fungsi hidup berupa ibadah dan kekhalifahan, tugas hidup beramal shalih,
pedoman hidup ialah Al-Quran dan As-Sunnah, teladan hidup yakni Nabi
Muhammad dan tujuam hidup untuk meraih keridhaan dan karunia Allah.

b. Al-Islam dan kemuhammadiyahan sebagai jiwa gerakan

Bahwa keseluruhan aktivitas gerakan Muhammadiyah yang dilembagakan dan


dioperasionalisasikan melalui berbagai penggarapan amal usaha dan program-
program Persyarikatan maupun dalam membangun pola tingkahlaku segenap
anggota Muhammadiyah senantiasa disemangati dan dilandasi oleh ruh atau jiwa
Al-Islam dan Kemuhammadiyahan yang menjadi faktor pengikat ideologis baik
dalam jama’ah, jami’iyah, maupun imamah ditubuh persyarikatan. Al-Islam dan
Kemuhammadiyahan sebagai jiwa, alam pikiran dan pengetahuan kolektif yang
menjadi ciri khas atau identitas Muhammadiyah yang melahirkan cara beragama
yang berlandas tauhid murni, berperilaku dengan meneladani uswah hasanah
Muhammad Rasulullah, mengembangkan ijtihad dan alam pikiran tajdid, beramal
ilmiah dan berilmu amaliah, serta senantiasa melahirkan amal usaha yang
bermanfaat dan menjadi rahmatan lil-‘alamin bagi umat dan masyarakat luas
dimana Muhammadiyah berada.

c. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sebagai tujuan

Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya merujuk pada kualitas umat terbaik


(Khaira Ummah) yang kualitas Rabbani yang dibina oleh ajaran Islam,
masyarakat pengabdi Tuhan,yang memiliki pertalian kepada Allah dan kepada
sesama manusia, suatu “ masyarakat dimana keutamaan, kesejahteraan, dan
kebahagiaan luas merata”, dan secara umum digambarkan sebagai “baldhatun
thayyibatun wa Rabbun ghafur”.

d. Dakwah amar ma’ruf nahi munkar sebagai praksis gerakan

Komitmen gerakan Muhammadiyah dengan seluruh kegiatannya tidak lain


menjalankan misi dakwah Islam yaitu menyeru kepada Al-Kair, mengajak kepada
Al-Ma’ruf, mencegah dari Al-Munkar, dan mengajak beriman kepada Allah, yang
dilaksanakan secara menyeluruh ke berbagai bidang kehidupan dengan pilihan-
pilihan strategis sesuai dengan misi dan situasi yang dihadapai, dan cara-cara yang
sesuai dengan jiwa ajaran Islam, sehingga Islam menjadi rahmat bagi semesta
alam.

Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam dalam kenyataannya di lapangan


kehidupan yang pusparagam memang mempunyai tantangan-tantangan yang
bersifat ideologi baik secara internal maupun eksternal yang membutuhkan misi
dan strategi ideologis dalam menghadapainya dengan tidak mengabaikan dimensi-
dimensi lain dalam keseluruhan gerakannya. Misi dan strategi ideologis yang
dimaksudkan ialah peran-peran dan langkah-langkah kebijakan yang mengandung
muatan keyakinan, pemahaman, dan aksi gerakan yang mengikat secara kolektif
dan keseluruhan struktur Muhammadiyah. Misi dan strategi ideologis itu haruslah
diyakini dan dipahami sepenuh hati oleh seluruh anggota Muhammadiyah
termasuk oleh para kader pimpinan dan pelaku amal usaha persyarikatan sebagai
satu sistem gerakan dalam menghadapai tantangan-tantangan dari luar yang
bersebrangan dengan misi dan kepentingan Islam.

Agar misi dan strategi ideologis itu berjalan efektif dan mencapai tujuannya maka
dikalangan internal Muhammadiyah sendiri perlu dilaksanakan pembinaan
ideologis sebagaimana menjadi basis pembinaan anggota yang meliputi (1)
penanaman nilai-nilai Islam yang meliputi pembinaan aqidah, ibadah, akhlak, dan
muamalat-dunyawiyah; dan (2) pembinaan Kemuhammadiyahan menyangkut
pembinaan pemahaman serta pelaksanaan gerakan, penguasan strategi perjuangan
dan mengoperasionalisasikan organisasi Muhammadiyah secara mantap dan
sistemik, (3) pembinaan kesadaran dan ikatan solidaritas kolektifa yang berada
dalam satu kesatuan sistem jama’ah, jam’iah dan imamah Muhammadiyah guna
mencapai tujuan yaitu mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya
sebagai tugas utama kolektif dan (4) menghimpun segenap potensi dan kekuatan
sebagai modal utama dalam memutuskan strategi, langkah dan perjuangan
gerakan.

Karena, itu segenap warga Muhammadiyah termasuk didalamnya kader pimpinan,


pengelola amal usaha dan siapapun yang berada dalam struktur lingkunan
persyarikatan dituntut untuk mengikatkan diri dalam komitmen dan garis misi
Muhammadiyah dengan sepenuh keyakinan, pemahaman dan konsistensi menuju
pada pencapaian tujuan yaitu membentuk masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya. Tidak boleh berkembangan kecenderungan dimana warga
Muhammadiyah termasuk mereka yang berada dilingkungan amal usaha
persyarikatan merasa terpisah hanya semata-mata mengurus kepentingan dirinya
sendiri dan tidak memiliki keterpanggilan untuk melaksanakan dan mengemban
misi Muhammadiyah. Jika kecenderungan itu dibiarkan, maka Muhammadiyah
tidak lebih dari sekedar tempat batu loncatan bagi kepentingan mobilitas
individual orang perorang, sehingga kehilangan misi utamanya sebagai gerakan
Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar demi izzul Islam wal-muslimin.

Seluruh anggota Muhammadiyah yang disebutkan itu haruslah berada dalam


sistem ideologis dari gerakan Muhammadiyah itu mengandung keyakinan dan
paham gerakan yang berorientasi dakwah islam amar ma’ruf nahi munkar yang
membutuhkan kesetiaan, pengorbanan, dan kiprah yang sepenuh hati oleh segenap
anggota Muhammadiyah yang diikat dalam satu kesatuan jama’ah, jam’iyah, dan
imamah di bawah kendali Pimpinan Persyarikatan dari Pusat hingga Ranting.
Gerak Muhammadiyah yang tersistem dan terorganisasi secara teratur itu
merupakan perwujudan risalah Allah dalam Al-Quran Surat Ash-shaff 4:

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam


barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suata bangunan yang tersusun
kokoh”.[6]

C. Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah dalam Bidang Akidah, Ibadah,


Akhlak dan Muamalah Duniawiyah

Dalam matan Kepribadian Muhammadiyah dinyatakan bahwa “maksud geraknya


ialah dakwah islam amar makruf nahi munkar” yang ditujukan kepada dua bidang:
perseorangan dan masyarakat. Dari penegasan ini jelas bahwa sasaran gerak
dakwah Islam yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah terbagi menjadi 2 yaitu:
perseorangan, yang terbagi pula dalam dua kelompok, yaitu; orang yang sudah
Islam (umat ija:bab) dan orang yang belum Islam (umat dakwah) dan masyarakat
yang mana sifat dakwah yang digerakkan Muhammadiyah berbeda-beda,
disesuaikan dan kondisi masing-masing.

1. Sifat dakwah terhadap orang yang sudah Islam (umat Ijabah)

Sifat dakwah yang ditujakan kepada orang yang sudah Islam bukan lagi bersifat
ajakan untuk menerima Islam sebagai keyakinan hidupnya,akan tetapi bersifat
tajdid dalam arti pemurnian. Artinya bahwa tajdid yang dikenakan kepada
golongan ini adalah bersifat menata kembali amal keagamaan mereka sedemikian
bersih dan murninya sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Tajdid atau pemurnian terhadap amal keberagaman umat ijabah meliputi bidang-
bidang:
a. Akidah

Akidah yaitu ajaran yang berhubungan dengan kepercayaan keyakinan hidup.


Secara etimologis, makna Aqidah adalah ikatan (bundelan Jawa), sedang secara
terminologis berarti kepercayaan, keyakinan, cread atau credo. Dalam ajaran
Islam, ajaran yang bersangkut paut dengan masalah aqidah atau iman meliputi 6
prinsip, yaitu:

1) Iman kepada Allah SWT

2) Iman kepada Hari Akhir

3) Iman kepada Malaikat-Malaikat-Nya

4) Iman kepada Rasul-Rasul-Nya

5) Iman kepada kitab-kitab-Nya

6) Iman kepada qadla dan taqdir-Nya

Terhadap ke-6 prinsip diatas, harus diusahakan dengana sungguh-sungguh agar


terhindar dari berbagai ajaran atau keyakinan yang berasal dari luar Islam,
termasuk didalamnya bahwa yang paling utama adalah murninya keimanan
terhadap Allah SWT. Dalam matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup
Muhammadiyah disebutkan bahwa Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya
aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan
khurafat. Dari isi matan tersebut dapat dipahami bahwa tekanan tajdid yang perlu
mendapatkan perhatian yang cukup seirus adalah dalam bidang ajaran tauhid. Dan
sesungguhnyalah bahwa ketiga bentuk penyakit aqidah sebagaimana yang
ditegaskan dalam matan tersebut – yaitu syirik, bid’ah, dan khurafat – sebagian
besar memang mengarah dan mengancam kepada ketauhidan seseorang.
Sementara itu pula, masalah tauhid dalam ajaran Islam menjadi landasan yang
paling mendasar yang menjadi satu-satunya penentu yang akan menentukan
diterima atau tidaknya amal perbuatan manusia dihadapan Allah SWT.
Terhadap orang yang telah menerima Islam, wajib baginya diluruskan,
dibersihkan, dan dimurnikan ketauhidan mereka dari berbagai penyakit sebagai
berikut.

1) Syirik

Syirik dilihat dari arti bahasa adalah menyekutukan atau mensyariatkan. Sedang
dari segi istilah yang dimaksud dengan syirik adalah menyekutukan Tuhan Allah
dengan selainnya, baik menyekutukan dari segi zat, sifat, wujud, ataupun dari segi
perbuatannya.

2) Khurafat

Arti bahasa dari kata khurafat ialah berbagai cerita bohong. Sedangkan menurut
arti istilah yang dimaksud dengan arti khurafat ialah berbagai kepercayaan yang
khayali, bahwa diluar Allah ada berbagai kekuatan ghaib yang dapat
menyebabkan keselamatan seseorang dan dapat pula mendatangkan mudlarat
terhadap seseorang.

3) Bid’ah

Kata bid’ah menurut arti bahasa dapat berarti model atau sesuatu yang baru yang
tidak didahului oleh contoh, atau sesuatu perkara yang terjadi dengan tidak ada
contohnya atau sesuatu yang diadakan dengan bentuk belum pernah ada
contohnya.

b. Akhlak

Tajdid dalam bidang akhlak adalah berupa mendidikkan dan mendayakan sikap
hidup yang mulia dan terpuji, dan bersamaan dengan hal tersebut menuntunkan
untuk melepaskan diri dari sikap dan kebiasaan hidup yang tercela dan
menjijikkan.

Manusia adalah termasuk satu-satunya makhluk yang secara potensial


menyandang gelar “abnu-taqwim”, sebagus-bagus kejadian. Namun, bukan berarti
bahwa gelar semacam itu secara otomatis akan tersandang dengan sendirinya.
Bahkan untuk menyandang gelar tersebut harus berjuang dengan keras mengatasi
berbagai macam halangan termasuk didalamnya mengatasi kekerdilan jiwanya
sendiri akibat masih dibelenggu oleh kejahilan dan oleh keburukan perangainya.
Manusia yang belum terolah pribadinya oleh nur Illahi justru akan
memperlihatkan sosok makhluk yang menjijikkan. Berbagai perangai buruk
semacam sifat pengecut, arogan atau sombong, dengki, pemarah, bakhil, tamak
atau loba dan sifat sejenis merupakan hiasan hidup yang menggetarkan. Dan satu
femomena yang cukup menarik bahwa berbagai sifat diatas sangat akrab dengan
nafsu manusia, hingga untuk melakukannya bukan merupakan sesuatu yang perlu
diperjuangkan. Sebaliknya, untuk dapat melepaskannya, betapa pun secara
bertahap ia merupakan satu pekerjaan dan perjuangan yang luar biasa beratnya. Ia
ibarat merangkap dan mendaki sebuah bukit yang sangat terjal dan licin.

Dalam matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah dinyatakan bahwa


Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan
berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang berarti suatu
ajaran nilai yang bersifat absolut, hingga oleh karenanya memiliki kewibawaan
yang dapat memaksa dan mendorong dengan sepenuh kesadaran para
pendukungnya.

Tegasnya bahwa tajdid dalam bidang akhlak terhadap orang yang sudah menerima
seruan Islam berupa mendidikkan dan membudayakan sikap dan berperangai yang
Islami, bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

c. Ibadah

Tajdid dalam bidang ibadah (ibadah mahdliah) terhadap orang yang sudah Islam
adalah menuntunkan ibadah sebagaimana yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW
tanpa tambahan perubahan dari manusia (bid’ah) serta menghilangkan kebiasaan
bersikap taqlid atau membeo.

Istilah ibadah dilihat dari arti bahasa berarti taat dan tunduk disertai
dengan merendahkan diri. Pengertian ibadah menggambarkan “tunduknya
seseorang terhadap ketinggian dan keunggulan orang lain, hingga ia turun dari
derajat kebebasan dan melepaskan kemerdekaan untuk orang tersebut dengan
meninggalkan perlawanan dan pendurhakaan serta mengikutinya dengan patuh”.
Sedangkan menurut arti istilah arti istilah, sebagaimana yang dirumuskan Majelis
Tarjih dinyatakan bahwa ibadah ialah bertaqarub (mendekatkan diri) kepada Allah
dengan mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya dan
mengamalkan segala yang diizinkan-Nya. Selanjutnya oleh Majelis Tarjih
pengertian ibadah tersebut dibedakan menjadi 2 yaitu:

1) Ibadah umum atau disebut juga dengan istilah muamalat duniawiyat yaitu
segala amalan yang diizinkan Allah.

2) Ibadah khusus atau sering disebut juga dengan istilah ibadah mahdlah, ialah
apa yang telah ditetapkan Allah perincian-perinciannya, tingkah laku dan cara-
caranya yang tertentu.

Pengertian ibadah yang dimaksud dalam pembahasan disini adalah ibadah dalam
arti khusus, atau yang disebut dengan ibadah madliyah. Ibadah ini berupa tata
aturan Ilahi yang mengatur hubungan ritual langsung antara hamba dengan Tuhan,
yang cara, acara, tata cara dan upacaranya ditentukan secara terperinci dan sunnah
Rasul. Terhadap bidang ini, tertutup sama sekali dari berbagai ragam ijtihad
ataupun berbagai macam bid’ah, serta dalam pengalaman dan penerapannya
dilarang sekedar dengan sikap taqlid semata-mata.

d. Muamalah Duniawiyah

Dari segi bahasa mumalah duniawiyah berarti berbagai macam amalan keduniaan.
Sementara kalau dilihat dari segi istilah mengandung pengertian tata aturan Ilahi
yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan
manusia dengan benda. Muamalah duniawiyah ini mencakup bidang secara luas,
dan bukan menjadi tujuan pokok medangarap bagi diutusnya para Rasul Allah. Ia
meliputi bidang politik, sosial, ekonomi, kesenian, kebudayaan, pendidikan, dan
sebagainya.

Bidang yang bersangkutan dengan urusan keduniaan, betapa pun bukan menjadi
tujuan pokok bidang garap diutusnya para Nabi, termasuk juga Nabi Muhammad
SAW, namun bukan berarti ajaran Islam sama sekali tidak menaruh perhatian
kepadanya. Sebaliknya ajaran islam menaruh perhatian yang sangat serius
terhadap ragam urusan keduniaan. Hal ini dikarenakan masalah keduniaan bagi
Islam dianggap sebagai tempat bercocok tanam bagi kehidupan akhirat. Dan
karena fungsinya seperti itu maka dapat dipahami kalau agama Islam memandang
sangat positif terhadap kehidupan dunia yang hakikatnya mempunyai pertalian
yang erat dengan kehidupan akhirat. Sikap positif terhadap kehidupan dunia
semacam itulah yang melatarbelakangi dikukuhkannya manusia selaku khalifah
Allah diatas bumi, dengan misi memperjuangkan terwujudnya tata kehidupan
masyarakat yang utama, adil dan makmur bahagia sejahtera.

Menata berbagai bidang yang ada dalam ruang lingkup Muamalah Duniawiyah
adalah sangat diperlukan guna mengantarkan dan sekaligus menjaga kelestarian
tata kehidupan masyarakat seperti diatas. Dalam hal ini, agama Islam memberikan
berbagai pedoman, baik dalam bentuk kaidah-kaidah hukum yang ditegaskan
dalam ajaran Islam, meliputi masalah munakahat (hukum nikah), hukum niaga,
warastah (hukum waris), jinayah (hukum pidana), khilafah (hukum kenegaraan),
jihad (hukum perang dan damai) dan lain sebagainya. Sementara terhadap bidang-
bidang keduniaan yang tidak tercakup dalam rincian diatas, Islam memberikan
kaidah-kaidah moral yang diharapkan dijadikan fundamen dasar dalam
mengembangkan bidang-bidang tersebut.

Tajdid dalam bidang Muamalah Duniawiyah ini adalah dalam bentuk


membimbingkan, menuntunkan kepada mereka agar dalam berkiprah ditengah-
tengah masyarakat dengan berbagai kegiatannya mereka selalu berpedoman
kepada kaidah-kaidah yang telah digariskan oleh ajaran Islam.

2. Dakwah kepada orang yang belum Islam

Dakwah Islam kepada orang yang belum Islam adalah merupakan ajaran, seruan
dan panggilan yang bersifat menggembirakan, menyenangkan atau tabsyir.
Adapun tujuan utamanya ialah agar mereka bisa mengerti, memahami ajaran
Islam, dan kemudian mau menerima Islam sebagai agamanya, dilakukan dengan
menunjukkan mahasinul-Islam (keindahan Islam) dengan keterangan-keterangan
dan tingkah laku (contoh teladan) serta tanpa paksaan.

Ajaran Islam menggambarkan dua nuansa yang berpasangan secara serasi dan
harmonis. Nuansa yang pertama ialah yang penuh kegembiraan, ringan, dan
menyenangkan, “basyiran”, sedang nuansa sebaliknya menggambarkan ajaran
yang cukup berat, serius, menakutkan dan sedih yang dalam Al-Qur’an
digambarkan dengan ungkapan “nadzi:ran”, memberi kabar peringatan. Kedua
nuansa diatas jelas berkaitan dengan apa yang disebut dengan ganjaran (reward)
dan hukuman (punishment), berkaitan dengan surge dan neraka.

Dakwah terhadap orang yang belum hendaknya lebih kedepankan Islam dari sisi
yang menggembirakan, yang ringan-ringan (enteng-entengan-Jawa) yang dapat
menimbulkan kesan bahwa beragama Islam itu ternyata mudah dan
menggembirakan, bukannya menambah beban dan tidak akan menimbulkan
kesusahan dan kesulitan.[7]
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Muhammadiyah adalah Gerakan berasas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk


terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan
fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi. Bentuk
identitas Muhammadiyah adalah agama. Muhammadiyah yang kemudian menjadi
persyarikatan yang beridentitas sebagai gerakan Islam, gerakan dakwah Islam dan
amar makruf nahi munkar serta gerakan tajdid.

Dalam Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah disebutkan bahwa


Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya aqidah Islam yang murni, bersih dari
gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat. Juga dinyatakan bahwa “maksud
geraknya ialah dakwah islam amar makruf nahi munkar” yang ditujukan kepada
dua bidang: perseorangan dan masyarakat.

Al-Islam dan Kemuhammadiyahan sebagai jiwa, alam pikiran dan pengetahuan


kolektif yang menjadi ciri khas atau identitas Muhammadiyah yang melahirkan
cara beragama yang berlandas tauhid murni, berperilaku dengan meneladani
uswah hasanah Muhammad Rasulullah, mengembangkan ijtihad dan alam pikiran
tajdid, beramal ilmiah dan berilmu amaliah, serta senantiasa melahirkan amal
usaha yang bermanfaat dan menjadi rahmatan lil-‘alamin bagi umat dan
masyarakat

Anda mungkin juga menyukai