Anda di halaman 1dari 14

PSEA 6-Penguat Berbasis Op-Amp

MODUL-6
RANGKAIAN PENGUAT BERBASIS OP-AMP

Tujuan:
Setelah mengikuti perkuliahan dengan pokok bahasan ini, mahasiswa akan
dapat merancang dan melakukan analisis rangkaian penguat sinyal kecil (small
signal amplifier, SSA) berbasis piranti Operational Amplifier (Op-Amp).

Materi:
1. Karakteristik Op-Amp Ideal
2. Rangkaian Op-Amp Dasar
3. Rangkaian Penguat Lanjut
4. Karakteristik Op-Amp Sebenarnya

6.1 KARAKTERISTIK OPERATIONAL AMPLIFIER


Sebuah Penguat Operasional (Operational Amplifier, disingkat Op-Amp) pada
dasarnya adalah piranti tiga terminal yang terdiri atas dua terminal input impedansi
tinggi yang disebut sebagai Inverting Input (ditandai dengan V-) dan Non-inverting
Input (ditandai dengan V+). Dan terminal satunya adalah Output. Rangkaian Op-Amp
ideal diberikan pada gambar 6.1.

Gambar 6.1: Rangkaian Ekivalen Ideal Op-Amp

Karakteristik sebuah Op-Amp ideal adalah sebagai berikut:

Nama Parameter Simbol Nilai Ideal Nilai Riel


Arus Masukan IIN 0 rendah (<0,5 μ A)
Tegangan Offset Masukan VOS 0 rendah (<10 mV,0,2 μ A)
Impedansi Masukan ZIN  tinggi (>10 M Ω)
Impedansi Keluaran ZOUT 0 rendah (<500 Ω)
Gain (Penguatan) a  sangat tinggi (>104)
Bandwidth (lebar pita frekuensi) fBW 
CMRR CMRR  Tinggi (>70 dB)

Modul-6 Hal-1
PSEA 6-Penguat Berbasis Op-Amp

Ada dua aturan dasar dalam desain menggunakan Op-Amp, yaitu:


 Aturan arus: tidak ada arus mengalir diantara dua terminal masukan
(inverting, V- dan non inverting, V+).
 Aturan tegangan: tidak ada beda tegangan antara V- dan V+, atau V-=V+. (V-
selalu mengukuti tegangan di V+).

6.2 RANGKAIAN OP-AMP DASAR


Inverting Amplifier

Gambar 6.2: Konfigurasi Inverting Amplifier

Untuk analisis rangkaian ini, kita ikuti aturan dasarnya, yaitu:


 Tegangan V2=V1; dalam hal ini V1 dinamakan sebagai bumi semu (Virtual Earth).
 Tidak ada arus yang mengalir dari V2 ke V1 dan sebaliknya.

I in  I F
V in  V 2 V 2  V out

R in RF
V in  0 0  V out

R in RF
V in  V out

R in RF
RF
V out   V in
R in
Impedansi input rangkaian inverting amplifier adalah:
Vin
Z in   Rin
I in

Modul-6 Hal-2
PSEA 6-Penguat Berbasis Op-Amp

Non-inverting Amplifier

Gambar 6.3: Konfigurasi Non-Inverting Amplifier

Analisis untuk rangkaian ini sama dengan analisis untuk rangkaian non-inverting:

I in  I F
0  V1 V1  V out

R in RF
Sekarang nilai V1  V 2  V in , sehingga

0  V in V  V out
 in
R in RF
 R F V in
 V in  V out
R in

R 
V out   F  1 V in
 R in 
Impedansi input rangkaian non-inverting amplifier adalah sama dengan impedansi
input dari Op-Amp (karena Vin langsung terhubung dengan terminal non-inverting op-
amp).

Buffer Amplifier (Unity Gain Buffer, Voltage Follower)

Gambar 6.4: Konfigurasi Buffer

Modul-6 Hal-3
PSEA 6-Penguat Berbasis Op-Amp

Rangkaian ini merupakan rangkaian non-inverting dengan kondisi Rf=0, dan


Rin=∞. Sehingga Vout rangkaian ini dapat diturunkan dari rangkaian non-inverting
untuk kondisi tersebut, yakni:

R 
V out   F  1 V in
 R in 
 0 
V out    1 V in  V in
 
Keuntungan menggunakan rangkaian ini adalah impedansi input rangkaian
sangat tinggi, yaitu impedansi input internal Op-Omp dikalikan dengan penguatan
dalam kondisi open loop. Dan juga impedansi output yang sangat rendah yaitu sama
dengan impedansi output Op-Amp.
Dari beberapa macam penguatan di atas dapat kita buat resum tentang
besarnya penguatan adalah seprti dinyatakan pada gambar 6.5

Gambar 6.5: Resume Gain Sebuah Rangkaian Amplifier

6.3 RANGKAIAN PENGUAT LANJUT


Summing Amplifier
Rangkaian Summing Amplifier diberikan paga gambar 6.6. Menurut KCL,
besarnya arus pada input inverting dapat dihitung, dimana:

Gambar 6.6: Rangkaian Summing Amplifier

Modul-6 Hal-4
PSEA 6-Penguat Berbasis Op-Amp

I in  I F
I1  I 2  I 3  I F
dengan cara yang sama dengan analisis yang telah dilakukan pada inverting amplifier,
maka:

 V1  V    V2  V   V3  V   V   V out
        
 R1   R2   R3  RF

karena V   0 maka:

 V1   V2   V3   V out
        
 R1   R2   R3  RF

R R R 
V out    F V1  F V 2  F V 3 
 R1 R2 R3 
Untuk R1  R 2  R 3  R in maka

RF
V out   V1  V 2  V 3 
R in
atau jika V1  V 2  V 3  V in maka

R R R   1 1 1 
V out    F  F  F V in       R F V in
 R1 R2 R3   R1 R 2 R3 

Differential Amplifier

Gambar 6.7: Rangkaian Defferential Amplifier

Rangkaian Differential Amplifier sangat penting sebagai rangkaian dasar


penjumlah maupun pengurang. Rangkaian defferential amplifier (penguat selisih)
diberikan pada gambar 6.7. Analisis rangkaian ini dapat dilakukan sebagai berikut:

Modul-6 Hal-5
PSEA 6-Penguat Berbasis Op-Amp

Aturan yang tetap berlaku adalah:

I in  I F  I1  I F

V   V   V a  Vb
Selanjutnya nilai Vb dapat ditentukan melalui:

R4
Vb  V2
R2  R4
Sehingga:

 R 4V 2   R 4V 2 
V1       V out
 R2  R4    R2  R4 
R1 R3

 R RV   R1 R 4V 2 
R 3V1   3 4 2      R1V out
 R2  R4   R2  R4 
 RRV   R 3 R 4V 2 
R1V out   1 4 2      R 3V1
 R2  R4   R2  R4 
 R R V  R 3 R 4V 2 
R1V out   1 4 2   R 3V1
 R2  R4 

Sehingga didapatkan:

 R R V  R 3 R 4V 2  R3
V out   1 4 2   V1
 ( R 2  R 4 ) R1  R1
 R  R3  R 4  R
V out   1   V 2  3 V1
 R 2  R 4   R1  R1

Untuk R1  R 2 dan R 3  R 4 maka

 R  R3  R3  R
V out   1   V 2  3 V1
 R1  R 3   R1  R1

R 
V out   3  (V 2  V1 )
 R1 

Dan jika Untuk R1  R 2  R 3  R 4 maka

V out  (V 2  V1 )

Modul-6 Hal-6
PSEA 6-Penguat Berbasis Op-Amp

Instrumentation Amplifier
Instrumentation Amplifier (penguat instrumentasi) adalah rangkaian yang
sangat penting dalam pengkondisian sinyal analog. Sebuah Instrumentation Amplifier
adalah high gain differential amplifiers dengan high input impedance dan sebuah
single ended output, dan umunya digunakan untuk menguatkan sinyal diferensial
yang sangat kecil, misalnya dari strain gauge atau thermocouple. Rangkaian
Instrumentation Amplifiers diberikan pada gambar 6.x di bawah ini.

Gambar 6.8: Rangkaian Instrumentation Amplifier

Analisis rangkaian di atas dapat dilakukan sebagai berikut:


Bagian belakang rangkaian tersebut adalah defferential amplifier, sehingga output
rangkaian dapat dinyatakan dalam:

R 
V out   4  (V b  V a )
 R3 
Sedangkan

 R2   2 R2 
V b    1 V 2    1 V 2
 0 ,5 R1   R1 
 R2   2 R2 
V a    1 V1    1 V1
 0 ,5 R1   R1 
Sehingga

 R  2 R2 
V out   4    1  (V 2  V1 )
 R 3   R1 

Modul-6 Hal-7
PSEA 6-Penguat Berbasis Op-Amp

Integrator Amplifier
Rangkaian penting lainnya dalam pengkondisi sinal adalah integrator atau
integrator amplifier. Sesuai dengan namanya, rangkaian ini menintegrasikan sinyal
input yang masuk di terminal inverting. Rangkaian integrator dapat dilihat pada
gambar 6.9

Gambar 6.9: Rangkaian Integrator Amplifier

Analisis rangkaian ini adalah sebagai berikut:

I in  I F
disini besarnya IF adalah:

d (V   V out ) d
I F  I C (t )  C  C V out
dt dt
Sehingga

V in d
 C V out
R in dt
d V
V out   in
dt CR in
t
1
V out   V in .dt
CR in 0

Gambar 6.10 merupakan hubungan sinyal input dan sinyal output dalam
integrator di atas. Dalam gambar tersebut waktu kurva naik adalah RC, sehingga
dinamakan sebagai kontanta waktu RC. Landai-tegaknya kurva ditentukan oleh
konstanta waktu ini. Untuk masukan gelombang kotak, maka keluaranya merupakan
gelombang segitiga. Namun demikian pengturan konstanta waktu RC berperan
penting dalam pembentukan gelombang ini.
Dalam pemakaian praktis, rangkaian integrator seperti pada gambar 6.9 tidak
dapat diterapkan karena ketika kapasitor sudah jenuh (saturated) dia tidak dapat
membuang muatannya. Sebagai gantinya rangkaian tersebut dimodifikasi seperti
terlihat pada gambar 6.11. Keuntungan rangkaian yang baru ini dapat digunakan juga
sebagai pengatur Gain (penguatan).

Modul-6 Hal-8
PSEA 6-Penguat Berbasis Op-Amp

Gambar 6.10: Hubungan sinyal inpu-output pada rangkaian integrator

Gambar 6.11: Rangkaian integrator praktis

Differentiator Amplifier
Rangkaian ini merupakan kebalikan dari rangkaian integrator. Rangkaian
defferentiator diberikan pada gambar 6.12.

Gambar 6.12: Rangkaian Differentiator Amplifier

Modul-6 Hal-9
PSEA 6-Penguat Berbasis Op-Amp

Analisis rangkaian ini adalah sebagai berikut:

I in  I F
disini besarnya IF adalah:

dV in
I in  I C ( t )  C
dt
Sehingga

d V
C V in   out
dt RF
d
V out   R F C V in
dt

Gambar 6.13: Bentuk gelombang Differentiator

6.4 KARAKTERISTIK OP-AMP SEBENARNYA


Sampai saat ini, analisis rangkaian yang telah dilakukan adalah dengan
pendekatan Op-Amp ideal. Misalnya impedansi masukan yang tinggi, impedansi
output yang rendah, gain tegangan tinggi dan bandwidth yang lebar. Sedangkan pada
kenyataannya kondisi tersebut tidak mungkin dapat dicapai. Piranti Op-amp yang
sebenarnya, mempunyai beberapa keterbatasan, khususnya dalam hal:
 Input Bias Current
 Input Offset Voltage
 Bandwidth
 Rise time dan Slew Rate

Input Bias Current


Sampai sekarang kita telah diasumsikan bahwa, untuk op-amp yang ideal tidak
ada arus yang masuk ke op-amp, artinya impedansi input op-amp tak hingga. Padahal

Modul-6 Hal-10
PSEA 6-Penguat Berbasis Op-Amp

kenyataannya sebuah op-amp memiliki bias arus yang kecil, pada masing-masing
terminalnya. Perhatikan bahwa bias arus masukan sangat kecil, biasanya dalam
kisaran nA sampai dengan pA. Perlu diingat bahwa arus bias diperlukan untuk
berfungsinya transistor yang membentuk tahap masukan dalam rangkaian op-amp.
Sebagai contoh, marilah kita analisi rangkaian inverting amplifier dengan
memperhatikan arus bias masukan (IB).

Gambar 6.14: Rangkaian Inverting dengan IB tidak sama dengan nol

Pada rangkaian ini V+ di ground-kan sehingga V+=0.

V  V  0
Menurut KCL

I1  I F  I B
0  V  V   V out
  IB
R1 RF
0  V out
  IB
R1 RF
V out  R F I B
Dari sini tampak bahwa walaupun IB sangat kecil, namun jika RF sangat besar akan
diperoleh Vout yang juga signifikan. Untuk mengatasi masalah ini, dalam desain
umumnya dipasang R kompensasi, sehingga rangkaian di atas dimodifikasi menjadi
gambar 6.15.

Gambar 6.15: Bentuk Rangkaian Inverting termodifikasi

Modul-6 Hal-11
PSEA 6-Penguat Berbasis Op-Amp

Analisis kembali rangkaian ini memberikan:

V    RI B   ( R1 // R F ) I B
V   V    ( R1 // R F ) I B
Menurut KCL

0  V  V   V out
  IB
R1 RF

V out  1 1 
 V      I B
RF  R1 R F 

V out  1 1 
 V      I B
RF  R1 R F 

V out  1 
  ( R1 // R F ) I B    I B
RF  R1 // R F 
V out   I B  I B  0

Sekarang V out  0

Input Offset Voltage


Walaupun koreksi resistor untuk mengatasi arus bias IB telah diterapkan,
namun tegangan output Op-amp tetap tidak bisa nol untuk kondisi input sama dengan
nol. Masalah ini dapat diatasi dengan cara memberi tegangan (bisa positif atau
negatif) pada terminal masukan op-amp yang bersesuaian. Tegangan ini dinamakan
sebagai input offset voltage (tegangan offset input). Metode ini dinamakan sebagai
offset-null. Beberapa Op-amp telah menyediakan terminal untuk memberikan
tegangan offset masukan, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.16: Cara melakukan offset null

Bandwidth
Kebanyakan piranti elektronik hanya bekerja pada jangkauan atau range
frekuensi tertentu, yang disebut sebagai lebar pita frekuensi atau bandwidth.
Bandwidth rangkaian Op-Amp tergantung pada gain loop tertutupnya. Batasan
bandwidth ini ditentukan oleh “gain-bandwidth product (GBW)”. GBW didefinisikan
sebagai perkalian gain loop tertutup dengan BW, atau:

Modul-6 Hal-12
PSEA 6-Penguat Berbasis Op-Amp

GBW  ACL x BW

Dalam rangkaian Op-Amp, GBW adalah konstan, artinya jika ACL membesar maka BW
mengecil dan sebaliknya.

Rise time dan Slew Rate


Rise time (TR) adalah ukuran seberapa cepat Op-Amp merespon input transien.
Dalam suatu rangkaian Op-Amp, Rise Time berbanding terbalik dengan BW nya, dan
diberikan oleh persamaan:

0 ,35
RT 
BW

Parameter penting lainnya yang ada hubungannya dengan fekuensi adalah Slew Rate,
yang didefinisikan sebagai maksimum rate dimana tegangan output op-amp dapat
berubah sebagai fungsi waktu. Slew Rate umumnya dinyatakan dalam volt per micro-
second (V/µs).

Gambar 6.17: Slew-Rate pada Op-Amp

Common Mode (CM) dan CM Rejection Ratio (CMRR)


Common Mode of Operation, yakni kondisi yang terjadi ketika V- sama dengan
V+, dimana untuk kondisi ini sebuah Op-Amp ideal mempunyai Vout=0. Namun tidak
demikian halnya pada kenyataannya.

Gambar 6.18: Kondisi Common Mode (CM)

Jika kedua masukan Op-Amp (terminal inverting dan non-inverting) diberi


tegangan yang sama, maka dikatakan Op-Amp dalam konfigurasi Common Mode
(CM). Dalam kondisi ini, maka tegangan outputnya seharusnya adalah nol. Namun
karena ketidaksempurnaan Op-Amp, maka tegangan output ini tidak dapat nol. Jika

Modul-6 Hal-13
PSEA 6-Penguat Berbasis Op-Amp

pada konfigurasi ini tegangan masukan-nya adalah VCM dan tegangan keluarannya
adalah VOCM, maka gain common-mode didefinisikan sebagai:

V OCM
ACM 
V CM
Istilah lain dalam definisi ini adalah Comon-Mode Rejection Ratio (CMRR), yaitu rasio
antara gain deferensial (AD) dengan gain common-mode (ACM).

AD
CMRR 
ACM
Karena ACM sangat kecil, maka CMRR umumnya nilainya sangat besar, sehingga
biasanya dinyatakan dalam desibel (dB), yakni:

AD
CMRR ( dB )  20 log
ACM
Umumnya nilai CMRR sekitar 100 dB.

Modul-6 Hal-14

Anda mungkin juga menyukai