Anda di halaman 1dari 19

KONSEP KELUARGA

A. Definisi Keluarga
Beberapa ahli menguraikan tentang definisi keluarga sesuai dengan
perkembangan sosial masyararakat. Salah satu dari ahli tersebut adalah Duval dan
Logan. Menurut Duval dan Logan (1986) keluarga adalah sekumpulan orang degnan
ukatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,
mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional,
serta sosal dari tiap anggota keluarga. Sebagai tambahan, Bailon dan Maglaya
(1978), menguraikan bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup
dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi.
Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing
dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
Dari dua pengertian mengenai keluarga tersebut dapat disimpulkan bahwa
karakteristik keluarga adalah:
1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang terikat oleh hubungan darah,
perkawinan, dan/atau adopsi.
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mreka tetap
memperhatikan satu sama lain.
3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai
peran sosial, misalnya suami, istri, anak, kakak, adik.
4. Mempunyai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya serta
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota keluarga.
B. Keluarga Sebagai Sistem
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa keluarga juga merupakan suatu sistem.
Sebagai sistem, keluarga memiliki sub-sub sistem atau anggota keluarga yaitu: ayah,
ibu, anak, dan semua individu yang tinggal di dalam rumah tangga tersebut. Anggota
keluarga dalam sebuah rumah tangga saling beriteraksi, interelasi, dan
interdependensi untuk mencapai tujuan bersama. Keluarga termasuk ke dalam sistem
yang terbuka karena keluarga dapat dipengaruhi oleh supra sistemnya, yaitu
lingkungannya (masyarakat), dan sebaliknya sebagai sub sistem dari lingkungan,

1
keluarga juga dapat mempengaruhi masyarakat. Akibat dari interaksi tersebut,
norma-norma keluarga dapat berkembangan sesuai dengan keunikan/pengalaman
masing-masing anggota keluarga dalam meneuma pengaruh lingkungan tersebut.
Oleh karena itu, betapa penting perdan dan fungsi keluarga dalam membentuk
manusia sebagai anggota masyarakat yang sehat secara bio-psiko-sosio-spiritual. Jadi
sangatlah tepat bila keluarga dijadikan sebagai titik sentral pelayanan keperawatan.
Diyakini bahwa keluarga yang sehat akan mempunyai anggota yang sehat dan bisa
mewujudkan masyarakat yang sehat. Lebih jauh lagi, untuk memahami keluarga
sebagai sistem perlu juga lebih mendalam mengenai tipe keluarga.
Di Indonesia keluarga dikelompokan menjadi 5 tahap, yaitu :
1. Keluarga Pra-sejahtera
Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal,
kebutuhan pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan, atau
keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator keluarga
sejahtera tahap I.
2. Keluarga Sejahtera Tahap I (KS I)
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, tetapi
belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya, yaitu
kebutuhan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan
tempat tinggal, dan transportas

Indikator Keluarga Sejahtera Tahap I :


Melaksanakan ibadah menurut agama masing-masing yang dianut.
Makan 2x sehari atau lebih.
Pakaian yang berbeda intuk berbagai keperluan.
Lantai rumah bukan dari tanah.
Kesehatan (anak sakit / pasangan usia subur (PUS) ingin ber-KB
dibawa ke sarana / petugas kesehatan).

2
3. Keluarga Sejahtera Tahap II (KS II)
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, dan dapat
memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat
memenuhi kebutuhan pengembangan, yaitu : kebutuhan menabung dan
memperoleh informasi.

Indikator Keluarga Sejahtera Tahap II :


Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut
agama masing-masing yang dianut.
Makan daging / ikan / telur sebagai lauk pauk, paling kurang
1x dalam seminggu.
Memperoleh pakaian baru dalam 1 tahun terakhir.
Luas lantai tiap penghuni rumah 8 M2 perorang.
Anggota keluarga sehat dalam 3 bulan terakhir sehingga dapat
melaksanakan fungsi masing-masing.
Keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai
penghasilan tetap.
Bisa baca tulis latinbagi setiap anggota keluarga dewasa yang
berumur 10 – 60 tahun.
Anak usia sekolah (7-15 tahun) bersekolah.
Anak hidup 2 atau lebih, keluarga masih PUS, saat ini
memakai kontrasepsi.

4. Keluarga Sejahtera Tahap III (KS III)


Keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial
psikologisnya, dan dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, tetapi belum dapat
Indikator Keluarga Sejahtera Tahap III:
memberikan sumbangan (kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat secara
Upaya keluarga untuk meningkatkan / menambah pengetahuan
teratur (dalam waktu tertentu) dalam bentuk material dan keuangan untuk social
agama.
kemasyarakatan, juga berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus
Keluarga mempunyai tabungan.
lembaga kemasyarakatan atau yayasan social, keagamaan, kesenian, olahraga,
Makan bersama paling kurang sekali sehari.
pendidikan, dan lain sebagainya.
Ikut serta dalam kegiatan masyarakat.
Rekreasi bersama/penyegaran paling kurang dalam 6 bulan.
Memperoleh berita dari surat kabar, radio, televise, dan majalah. 3
Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi.
5. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus (KS III Plus)
Keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat
dasar, kebutuhan sosial psikologisnya, maupun pengembangan,serta telah mampu
memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.

Indikator Keluarga Sejahtera Tahap III Plus:


Memberikan sumbangan secara teratur (waktu tertentu) dan sukarela
dalam bentuk material kepada masyarakat.
Aktif sebagai pengurus yayasan/panti.

Berdasarkan intruksi Presiden Nomor 3 tahun 1996 tentang Pembangunan


Keluarga Sejahtera Dalam Rangka Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan,
Keluarga miskin adalah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I (KS I).
Tahun 2000 Badan Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
menetapkan 9 indikator keluarga miskin

Indikator Keluarga Miskin ;


Tidak bisa Makan 2x sehari atau lebih.
Tidak bisa menyediakan daging / ikan / telur sebagai lauk pauk,
paling kurang seminggu sekali.
Tidak bisa memiliki Pakaian yang berbeda untuk setiap
aktivitas.
Tidak bisa Memperoleh pakaian baru minimal 1 stel setahun
sekali.
Bagian terluas lantai rumah dari tanah.
Luas lantai rumah kurang dari 8 M2untuk setiap penghuni
rumah.
Tidak ada anggota keluarga berusia 15 tahun mempunyai
penghasilan tetap.
Bila anak sakit/PUS ingin ber-KB tidak bisa ke fasilitas
kesehatan.
Anak berumur 7-15 tahuntidak bersekolah.

4
C. Tipe Keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasalah dari berbagai
macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial, maka tipe keluarga
juga berkembang mengikutinya dari tipe keluarga tradisional menjadi non
tradisional. Tetapi tidak semua tipe keluarga non tradisional ini diterima atau sesuai
dengan budaya masyarakat Indonesia.
1. Tipe Keluarga Tradisional, terdiri dari:
1. Keluarga Inti (Nuclear Family), yaitu suatu rumah tangga yang terdari dari
suami, istri, dan anak (kandung atau angkat).
2. Keluarga besar (Extended Family), yaitu keluarga inti ditambah dengan
keluarga yang lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya, kakek,
nenek, paman, dan bibi.
3. Keluarga Dyad (Dyad Family), yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari
suami istri tanpa anak.
4. “Single Parent” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua
dengan anak (kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh
perceraian atau kematian.
5. “Single Adult”, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri dari seorang
dewasa.
6. Keluarga usila, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami istri yang
lanjut usia.
2. Tipe Keluarga Non Tradisional, terdiri dari:
1. “Commune Family” yaitu lebih dari satu keluarga tanpa pertalian darah hidup
serumah.
2. Orang tua (ayah-ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup
bersama dalam satu rumah tangga.
3. Homoseksual, yaitu dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu
rumah tangga.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Dalam UU No. 10 tahun 1992 disebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil
dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri atau suami istri dan anak. Dalam

5
konteks pembangunan, Indonesia bertujuan ingin menciptakan keluarga yang
bahagia dan sejahtera. Keluarga yang sejahtera dalam undang-undang tersebut
dikatakan sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah,
dan mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materi, bertaqwa pada Tuhan
YME, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota keluarga,
dan dengan masyarakat.
Untuk mempertahankan kehidupan keluarga tersebut, maka keluarga harus
melakukan fungsi dan tugasnya dengan baik. Karena jika fungsi dan tugas ini tidak
dapat dilaksanakan akan terjadi gangguan pada keluarga tersebut. Maka sebagai
seorang perawat ada baiknya memahami fungsi dan tugas keluarga dalam upaya
memberikan pelayanan yang berkualitas.
D. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (1986), ada lima fungsi dasar keluarga, yaitu:
1. Fungsi afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang
merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada
kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota
keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut dipelajari dan
dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan demikian,
keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, maka seluruh anggota
keluarga dapat mengembangkan konsep diri yang positif.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi
afektif adalah:
a. Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, dan saling
mendukung antar anggota keluarga. Setiap anggota keluarga yang
mendapatkan kasih saying dan dukungan dari anggota keluarga yang lain
maka kemampuannya untuk memberikan kasih saying akan meningkat, yang
pada akhirnya tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung.
Hubungan intim di dalam keluarga merupakan modal dasar dalam
memberikan hubungan dnegan orang lain di luar keluarga/masyarakat.

6
b. Saling menghargai. Bila anggota keluarga saling menghargai dan mengakui
keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu mempertahankan
iklim yang positif, maka fungsi afektif akan tercapai.
c. Ikatan dan Identifikasi. Ikatan keluarga dimulai sejak pasangan sepakat
memulai hidup baru. Ikatan antar anggota keluarga dikembangkan melalui
proses identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota
keluarga. Orang tua harus mengembangkan proses identifikasi yang positif
sehingga anak-anak dapat meniru perilaku yang positif tersebut.
Fungsi afektif merupakan sumber “energi” yang menentukan kebahagiaan
keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan anak, atau masalah keluarga timbul
karena fungsi afektif tidak terpenuhi.

2. Fungsi sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dna perubahan yang dilalui oleh
individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam
lingkungan sosial (Friedman, 1986).
Sosialisasi dimulai sejak lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk
belajar bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai
melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam
sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, mengenai norma-norma, budaya,
dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga.
3. Fungsi reproduksi
4. Fungsi ekonomi
5. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi Afektif
Fungsi Sosialisasi
Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah
sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berencana maka fungsi ini
sedikit terkontrol.

7
Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
seluruh anggota keluarga, seperti kebutuhan akan makanan, pakaian dan tempat
berlindung (rumah).
E. Struktur Keluarga
Menurut Friedcman (1998), struktur keluarga terdiri dari :
1. Pola dan proses komunikasi dapat dikataan berfungsi apabila jujur, terbuka,
melibatkan emosi, dapat menyelesaikan konflik keluarga serta adanya hierarki
kekuatan. Pola komunikasi dalam keluarga dikatakan akan berhasil jika
pengirim pesan (sender) yakin mengemukakan pesannya, isi pesan jelas dan
berkualitas, dapat menerima dan memberi umpan balik, tidak bersifat asumsi,
berkomunikasi sesuai. Sebaliknya, seseorang menerima pesan (receiver) dapat
menerima pesan dengan baik jika dapt menjadi pendengan yang baik, memberi
umpan balik dan dapat memvalidasi pesan yang diterima.
2. Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi sosial
yang diberikan baik peran formal maupun informal.
3. Struktur kekuatan adalah kemampuan individu untuk mengontrol dan
mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain yang terdiri dari legitimate
power (hak), referen power (ditiru), expert power (keahlian), reward power
(hadiah), coercive power (paksaan) dan affektif power.
4. Nilai keluarga dan norma adalah sistem ide-ide, sikap dan keyakinan yang
mengikat anggota keluarga dalam budaya tertentu sedangkan norma adalah pola
perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu.
F. Peran Keluarga
Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat dan
kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.
Peranan individu didasari dalam keluarga dan kelompok masyarakat. Berbagai peran
yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut :
1. Peran ayah : ayah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya,
berperan dari pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman

8
sebagai kepala keluarga, anggota dari kelompok sosial serta dari anggota
masyarakat dari lingkungannya.
2. Peran ibu : ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Ibu mempunyai peran
mengurus rumah tangga , sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,
pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai
anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu ibu juga dapat berperan
sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga.
3. Peran anak : anak-anak melaksanakan peran psikososial sesuai engan tingkat
perkembangan fisik, mental, soaial dan spiritual.
G. Tahap-Tahap Perkembangan Keluarga Dan Tugas Perkembangan Keluarga
Menurut friedman (1998), tahap perkembangan keluarga berdasarkan siklus
kehidupan keluarga terbagi atas 8 tahap :
1. Keluarga baru (beginning family), yaitu perkawinan dari sepasang insan yang
menandakan bermulanya keluarga baru. Keluarga pada tahap ini mempunyai
tugas perkembangan, yaitu membina hubungan dan kepuasan bersama,
menetapkan tujuan bersam, membina hubungan dengan keluarga lain, teman,
kelompok sosial dan merencanakan anak atau KB.
2. Keluarga sedang mengasuh anak (child bearing family), yaitu dimulai dengan
kelahiran anak pertama hingga bayi berusia 30 bulan. Mempunyai tugas
perkembangan seperti persiapan bayi, membagi peran dan tanggungjawab,
adaptasi pola hubungan seksual, pengetahuan tentang kehamilan, persalinan dan
menjadi orang tua.
3. Keluarga dengan usia anak pra sekolah, yaitu kelurga dengan anak pertama
yang berumur 30 bulan sampai dengan 6 tahun. Mempunyai tugas
perkembangan, yaitu membagi waktu, pengaturan keuangan, merencanakan
kelahiran yang berikutnya dan membagi tanggungjawab dengan anggota
keluarga yang lain.
4. Keluarga dengan anak usia sekolah, yaitu dengan anak pertama berusia 13
tahun. Adapun tugas perkembangan keluarga ini, yaitu menyediakan aktivitas
untuk anak, pengaturan keuangan, kerjasama dalkam memnyelesaikan masalah,
memperhatikan kepuasan anggota keluarga dan sistem komunikasi keluarga.

9
5. Keluarga dengan anak remaja, yaitu dengan usia anak pertam 13 tahun sampai
dengan 20 tahun. Tugas pekembangan keluarga ini adalah menyediakan fasilitas
kebutuhan keluarga yang berbeda, menyertakan keluarga dalam
bertanggungjawab dan mempertahankan filosofi hidup.
6. Keluarga denagn anak dewasa, yaitu keluarga dengan anak pertama,
meninggalkan rumah dengan tugas perkembangan keluarga, yaitu menata
kembali sumber dan fasilitas, penataan yanggungjawab antar anak,
mempertahankan komunikasi terbuka, melepaskan anak dan mendapatkan
menantu.
7. Keluarga usia pertengahan, yaitu dimulai ketika anak terakhir meninggalakan
rumah dan berakhir pada saat pensiun. Adapaun tugas perkembangan, yaitu
mempertahankan suasana yang menyenangkan, bertanggungjawab pada semua
tugas rumah tangga, membina keakraban dengan pasangan, mempertahankan
kontak dengan anak dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial.
8. Keluarga usia lanjut, tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dari
salah satu pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung hingga salah
satu pasangan meninggal dunia. Adapun tugas perkembangan keluarga ini, yaitu
menghadapi pensiun, saling rawat, memberi arti hidup, mempertahankan kontak
dengan anak, cucu dan masyarakat.
H. Proses Keperawatan Keluarga

Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang


diberikan melalui praktek keperawatan, keluarga untuk membantu menyelesaikan
masalah kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan (Depkes RI, 1998:3).
Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistematis
untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga,
merencanakan asuhan keperawatan dan melaksanakan intervensi keperawatan
terhadap keluarga sesuai rencana yang telah disusun dan mengevaluasi mutu hasil
asuhan keperawatan yang dilaksanakan terhadap keluarga (Effendi, 1998:55).

10
1. Pengkajian

Lima tahap proses keperawatan terdiri dari pengkajian terhadap keluarga,


identifikasi masalah keluarga dan individu (diagnosa keperawatan), rencana
keperawatan, implementasi rencana pengerahan sumber-sumber dan evaluasi
perawatan.
Proses keperawatan memiliki tahapan-tahapan yang saling bergantung dan
disusun secara sistematis untuk menggambarkan perkembangan dari tahap satu ke
tahap lain, (Friedman,1998:55).
Menurut Friedman (1998:56) proses pengkajian keperawatan dengan
pengumpulan informasi secara terus-menerus terhadap arti yang melekat pada
informasi yang sedang dikumpulkan tersebut. Pengkajian yang dilakukan meliputi
pengumpulan informasi dengan cara sistematis, diklasifikasi dianalisa artinya.
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara wawancara, pengamatan, studi
dokumentasi (melihat KMS, kaetu keluarga) dan pemeriksaan fisik
(Effendi,1998:47). Data yang dikumpulkan meliputi:
a. Identitas keluarga, yang dikaji adalah umur,pekerjaan dan tempat tinggal.
Yang beresiko menjadi penderita tuberculosis adalah: individu tanpa perawatan
kesehatan yang adekuat (tuna wisma,tahanan), dibawah umur 15 tahun dan
dewasa muda antara 15-44 tahun ,tinggal ditempat kumuh dan perumahan di
bawah standart dan pekerjaan.
b. Latar belakang budaya atau kebiasaan keluarga
 Kebiasaan makan
Pada penderita tuberculosis mengalami nafsu makan menurun bila terjadi
terus menerus akan menyebabkan penderita menjadi lemah. Bagi penderita
tuberculosis dianjurkan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)
(Tempointeraktif, 23 Juli 2005).
 Pemanfaatkan fasilitas kesehatan
Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan sangat
berpengaruh dalam perawatan tuberculosis baik untuk mendapatkan
informasi maupun pengobatan. Beberapa tempat yang memberikan
11
pelayanan kesehatan bagi tuberculosis adalah Puskesmas, BP4, Rumah
Sakit dan Dokter pratek swasta (Depkes RI, 2002).
 Status Sosial Ekonomi
Pendidikan yang rendah berpengaruh terhadap pola pikir dan tindakan
keluarga dalam mengatasi masalah dalam keluarga (Effendy, 1998).
Sebaliknya dengan tingkat pendidikan tinggi keluarga akan mampu
mengenal masalah dan mampu mengambil keputusan untuk menyelesaikan
masalah.
 Pekerjaan dan Penghasilan
Pekerjaan dan penghasilan merupakan hal yang sangat berkaitan.
Penghasilan keluarga akan menentukan kemampuan mengatasi masalah
kesehatan yang ada. Kemampuan menyediakan perumahan yang sehat,
kemampuan pengobatan anggota keluarga yang sakit dan kemampuan
menyediakan makanan dengan Gizi yang seimbang. 60% penderita
tuberculosis adalah penduduk miskin (Sinar Harapan, 23 Juli 2005).
 Aktivitas
Selain kebutuhan makanan, kebutuhan istirahat juga harus diperhatikan.
Bagi penderita tuberculosis dianjurkan istirahat minimal 8 jam perhari
(Depkes RI, 2002).
 Tingkat perkembangan dan riwayat keluarga
Tingkat perkembangan pada tahap pembentukan keluarga akan didapati
masalah dengan social ekonomi yang rendah karena harus belajar
menyesuaikan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi. Keluarga baru
belajar memecahkan masalah. Dengan keadaan tersebut berpengaruh pada
tingkat kesehatan keluarga. Social ekonomi yang rendah pada umumnya
berkaitan erat dengan masalah kesehatan yang mereka hadapi disebabkan
karena ketidak mampuan dan ketidak tahuan dalam mengatasi masalah yang
mereka hadapi (Effendy,1998). Tidak adanya riwayat keluarga yang
mempunyai masalah kesehatan tidak berpengaruh pada status kesehatan
keluarga.

12
c. Data lingkungan
 Karakteristik rumah
Keadaan rumah yang sempit, ventilasi kurang, udara yang lembab
termasuk rumah dengan kondisi di bawah standart kesehatan. Salah satu
factor yang bisa menyebabkan kuman tuberculosis bertahan hidup adalah
kondisi udara yang lembab (Depkes RI, 2002).
Karakteristik lingkungan
Lingkungan rumah yang bersih, pembuangan sampah dan
pembuangan limbah yang benar dapat mengurangi penularan TBC
dan menghambat pertumbuhan bakteri tuberkulosa. TBC sangat erat
berhubungan dengan kondisi lingkungan yang kumuh .
Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Kuman tuberculosis dapat menular dari ke orang melalui udara.
Semakin sering kontak langsung dengan penderita bereksiko sekali
tertular TBC. Terutama yang merawat di rumah berkesempatan
terkena TBC dari pada yang berada di tempat umum
 Struktur keluarga
Pola komunikasi
Bila dalam keluarga komunikasi yang terjadi secara terbuka dan dua
arah akan sangat mendukung bagi penderita TBC. Saling
mengingatkan dan memotivasi penderita untuk terus melakukan
pengobatan dapat mempercepat proses penyembuhan.
Struktur peran keluarga
Bila anggota keluarga dapat menerima dan melaksanakan perannya
dengan baik akan membuat anggota keluarga puas dan menghindari
terjadinya konflik dalam keluarga dan masyarakat.
Struktur kekuatan keluarga
Kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan
mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang
mendukung kesehatan. Penyelesaian masalah dan pengambilan

13
keputusan secara musyawarah akan dapat menciptakan suasana
kekeluargaan. Akan timbul perasaan dihargai dalam keluarga.
Nilai atau norma keluarga
Perilaku individu masing-masing anggota keluarga yang ditampakan
merupakan gambaran dari nilai dan norma yang berlaku dalam
keluarga.(Suprajitno,.2004: 7)
2. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Perumusan diagnosis keperawatan keluarga menggunakan aturan yang
telah disepakati, terdiri dari Masalah (problem, P) adalah suatu pernyataan tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota
(individu).
Penyebab (etiology ,E) adalah suatu pernyataan yang dapat menyebabkan
masalah dengan mengacu kepada lima tugas keluarga, yaitu mengenal masalah,
mengambil keputusan yang tepat, merawat anggota keluarga, memelihara
lingkungan, atau memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan .
Tanda (Sign, S) adalah sekumpulan data subyektif dan obyektif yang
diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau tidak yang mendukung
masalah dan penyebab.
Apabila perawat merumuskan diagnosis keperawatan lebih dari satu perlu
dilakukan skor Proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh
Bailon dan Maglaya (1978). Proses scoring untuk setiap diagnosis keperawatan:
 Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang di buat perawat.
 Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan bobot.
Skor yang diperoleh
_______________ x bobot
Skor tertinggi
 Jumlah skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama dengan jumlah bobot,
yaitu 5). Tipologi diagnosis keperawatan keluarga dibedakan menjadi tiga
kelompok, yaitu:
a) Diagnosis actual adalah masalah keperwatan yang sedang dialami oleh
keluarga dan memerlukan bantuan dari perawat dengan cepat.

14
b) Diagnosis resiko / resiko tinggi adalah masalah keperawatan yang belum
terjadi, tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan actual dapat terjadi
dengan cepat apabila tidak segera mendapat bantuan perawat.
c) Diagnosis potensial adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika
keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mempunyai
sumber penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat ditingkatkan.
Diagnosa yang mungkin muncul pada keluarga dengan penyakit Hipertensi
adalah :
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia
miokard.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi
yang diderita klien.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit.

Dalam merumuskan diagnosa dalam keperawatan keluarga perlu dilakukan


prioritas masalah dan adanya kriteria prioritas masalah.
Prioritas masalah
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prioritas masalah adalah sebagai
berikut :
a. Tidak mungkin masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang ditemukan
dalam keluarga dapat diatasi sekaligus.
b. Perlu mempertimbangkan masalah-masalan yang dapat mengancam
kehidupan keluarga seperti masalah penyakit.
c. Perlu mempertimbangkan respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan
keperawatan yang akan diberikan.
d. Keterlibatan keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi.

15
e. Sumber daya keluarga yang dapat menunjang pemecahan masalah kesehatan/
keperawatan keluarga.
f. Penetahuan dan kebudayaan keluarga (Effendy,1998).
Kriteria prioritas masalah
Beberapa kriteria dalam penyusunan prioritas masalah menurut Effendy
(1998:52)
1. Sifat masalah, dikelompokkan menjadi : ancaman kesehatan, keadaan sakit
atau kurang sehat dan situasi krisis.
2. Kemungkinan masalah dapat dirubah, adalah kemungkinan keberhasilan
untuk mengurangi masalah atau mencegah masalah bila dilakukan
intervensi keperawatan dan kesehatan. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi masalah dapat dirubah adalah:
a. Pengetahuan dan tindakan untuk menangani masalah.
b. Sumber daya keluarga, diantaranya adalah keuangan, tenaga, sarana
dan prasarana.
c. Sumber daya perawatan, diataranya adalah pengetahuan dan
ketrampilan dalam penanganan masalah serta waktu.
d. Sumber daya masyarakat, dapat dalam bentuk fasilitas, organisasi,
seperti posyandu, polindes dan sebagainya.
3. Rencana Keperawatan
Perencanaan keperawatan mencakup tujuan umum dan khusus yang didasarkan
pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan standar yang mengacu pada
penyebab. Selanjutnya merumuskan tindakan keperawatan yang berorientasi pada
kriteria dan standart.
Ada beberapa tingkatan tujuan dalam penyusunan rencana keperawatan
menurut Friedman (1998;64). Tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur,
langsung dan spesifik. Dan tujuan jangka panjang yang merupakan tingkatan akhir
yang menyatakan maksud-maksud luas yang diharapkan oleh perawat dan keluarga
agar dapat tercapai.
Penyusunan kriteria evaluasi dan standar evaluasi, disesuaikan dengan sumber
daya yang ada pada keluarga yaitu biaya, pengetahuan dan sikap dari keluarga

16
berupa respon verbal, afektif dan psikomotor untuk mengatasi masalahnya. Tujuan
asuhan keperawatan pada keluarga dengan masalah :
Tujuan jangka pendek antara lain :
Setelah di berikan informasi kepada keluarga mengenai, maka keluarga mampu
mengenal masalah, mampu mengambil keputusan dan mampu merawat anggota
keluarga yang menderita.
Kriteria evaluasi :
 Respon verbal,keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala,
penyebab, cara penularan perawatan dan pencegahan.
 Respon efektif, keluarga mampu merawat anggota keluarga yang menderita.
 Respon Psikomotor, keluarga mampu memodifikasi lingkungan bagi
penderita.
Standar evaluasi :
Pengertian, tanda dan gejala, penyebab, cara pencegahan, cara pencegahan
penularan dan cara perawatan.
Tujuan jangka panjang
Masalah dalam keluarga dapat teratasi / dikurangi setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
Tahap intervensi diawali dengan penyelesaian perencanaan perawatan.
Seperti pendapat Friedman (1998: 67). Selama pelaksanaan intervensi
keperawatan, data-data baru secara terus-menerus mengalir masuk. Karena
informasi ini (respon dari klien, perubahan situasi, dll) dikumpulkan, perawat
perlu cukup fleksibel dan dapat beradaptasi untuk mengkaji ulang situasi
keluarga dengan membuat modifikasi-modifikasi tanpa rencana terhadap
perencanaan. Dalam memilih tindakan keperawatan tergantung pada sifat
masalah dan sumber-sumber yang tersedia untuk pemecahan.
4. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap keluarga, didasarkan pada rencana
keperawatan yang telah disusun. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan terhadap keluarga adalah :
e. Sumber daya Keluarga (keuangan)

17
Sumber daya (keuangan) yang memadai diharapkan mampu menunjang proses
penyembuhan pada anggota keluarga yang menderita hipertensi
f. Tingkat pendidikan keluarga
Tingkat pendidikan keluarga dapat mempengaruhi kemampuam keluarga dalam
mengenal masalah Hipertensi dan mengambil keputusan mengenai tindakan
yang tepat terhadap anggota keluarga yang menderita Hipertensi.
g. Adat istiadat yang berlaku
Adat istiadat yang berlaku berpengaruh pada kemampuan kelurga dalam
merawat anggota keluarga yang menderita Hipertensi
h. Respon dan penerimaan keluarga
Respon dan penerimaan keluarga sangat berpengaruh pada penyembuhan karena
keluarga mampu memberi motivasi.
i. Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga
Dengan adanya sarana dan prasarana yang baik pada keluarga akan
memudahkan keluarga dalam memberikan perawatan dan pengobatan pada
anggota keluarga yang menderita Hipertensi.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Menurut
Friedman (1998) evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya intervensi-
intervensi yang dilakukan oleh keluarga, perawat dan yang lainnya. Ada beberapa
metode evaluasi yang dipakai dalam perawatan. Faktor yang paling penting adalah
bahwa metode tersebut harus disesuaikan dengan tujuan dan intervensi yang sedang
dievaluasi. Bila tujuan tersebut sudah tercaapai maka kita membuat recana tindak
lanjut.

18
DAFTAR PUSTAKA

Agustiansyah, Tri A. 2009. Asuhan Keperawatan keluarga  Pasangan Baru Menikah dengan
Masalah KB. http://ners86.wordpress.com/2009/03/30/asuhan-keperawatan-
keluarga /http://lensaprofesi.blogspot.com/2009/01/konsep- keluarga .html
http://blog.ilmukeperawatan.com/asuhan-keperawatan- keluarga -dengan-stroke.html

19

Anda mungkin juga menyukai