Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

Gastroentritis Akut dengan Dehidrasi Berat

Oleh :

Mehdi Bennet

2014730055

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU ANESTESI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKARWANGI, KAB. SUKABUMI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr wb,

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa
karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan
Laporan Kasus mengenai GEA dengan dehidrasi berat.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan arahan demi terselesaikannya
laporan kasus ini.

Kami sangat menyadari dalam proses penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun metode penulisan. Namun demikian, kami telah
mengupayakan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki.

Kami berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang
membacanya.

Wassalammu’alaikum wr wb.

Jakarta, April 2020

Penulis
BAB I

STATUS PASIEN 

Nama                           : An. A
Rentang usia                : 10 bulan
Jenis Kelamin              : perempuan
Pekerjaan                     : -
Status pernikahan         : -
Alamat                         : Cempaka Putih Jakarta Pusat
 
Riwayat Penyakit Sekarang (History of present illness):

 Keluhan utama: lemas


 Perjalanan penyakit: bayi lemas sejak 1 jam yang lalu. sebelumnya mencret lebih dari
15x/hari, konsistensi cair dengan sedikit ampas.
 Keluhan lain terkait keluhan utama:

- muntah-muntah 10x/hari
- tidur terus menerus
- bayi hanya merintih pelan, tidak menangis kuat seperti biasanya
- bayi tidak kencing sejak 6 jam yang lalu
 
Riwayat Penyakit Dahulu (Past Medical History)

 Belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga (Family history)

 -

Riwayat Kebiasaan Sosial

 bayi masih meminum ASI dicampur susu formula


 bayi sudah makan MPASI

 
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: tampak sakit berat
Kesadaran : somnolen
frekuensi nadi 180x/menit, suhu 35,50C, RR 40x/menit
BB = 8 Kg
 
Status generalis
                         
-          UUB                : Cekung
-          Mata                : cekung
-          Bibir                : tampak pucat, kering
-          Thorax             : dalam batas normal
-          Abdomen       
Inspeksi           : distensi abdomen (+)
Auskultasi       : bising usus (+) meningkat
Palpasi             : turgor kulit kembali lambat
Perkusi            : hipertimpani
-          Ekstremitas     :
Atas: akral dingin (+), RCT <2 detik
Bawah: akral dingin (+), RCT <2 detik
 
Pemeriksaan penunjang
 
Darah Rutin :
-       Hemoglobin : 12.1 g/dL
-       Leukosit : 6.000/uL
Elektrolit :
-          Natrium : 142 mmol/L
-          Kalium : 4.0 mmol/L
-          Clorida : 121 mmol/L
Resume
An. A 10 bulan datang dengan keluhan lemas sejak 1 jam yang lalu, mencret lebih dari
15x/hari , konsistensi cair, sedikit ampas, muntah-muntah 10x/hari, tidur terus menerus, hanya
merintih pelan, tidak menangis kuat, dan tidak dapat kencing sejak 6 jam yang lalu, os juga
memiliki riwayat kebiasaan minum asi dicampur denga susu formula.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran
somnolen, nadi 180x/menit, suhu 35,50C, RR 40x/menit, BB 8 Kg.
Pada status generalis UUB cekung, mata cekung, bibir tampak pucat kering, lalu terdapat
distensi abdomen (+) , bising usus (+) meningkat, turgor kulit kembali lambat, perkusi
hipertimpani, pada ekstremitas atas dan bawah akral dingin (+) RCT <2 detik.
Pada pemeriksaan penunjang darah rutin Hb 12.1 g/dL dan Leukosit 6.000/Ul , elektroli
Natrium 142 mmol/L, Kalium 4.0 mmol/L, Clorida 121 mmol/L.

Diagnosis Kerja
GEA ec suspect alergi susu sapi dengan dehidrasi berat
Diagnosis Banding
GEA ec suspect viral infection dengan dehidrasi berat

Tatalaksana Non-Medikamentosa
1. Rawat Inap & Evaluasi TTV
2. Lanjutkan ASI
3. Hentikan susu formula
4. Pemberian MPASI yang rendah serat contohnya pisang dll
5. Edukasi orangtua untuk selalu menjaga kebersihan seperti mencuci tangan sebelum
memberi makanan/ASI

Tatalaksana Medikamentosa
1. IVFD RL 30cc/kgBB dalam satu jam pertama dilanjutkan 70cc dalam 5 jam berikutnya
30cc x 8kg = 240 cc dalam satujam pertama dilanjutkan 70 x 8 = 560 cc dalam 5 jam
berikutnya.
2. Berikan obat zinc 20mg perhari selama 10 hari, tetap diberikan walaupun diare berhenti.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gastroenteritis Akut
Gastroenteritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial. Gastroenteritis akut yang ditandai dengan
diare dan pada beberapa kasus muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan elektrolit
yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit.

B. Definisi Diare
Diare didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses tidak berbentuk (unformed
stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Feses dapat dengan atau
tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyerta dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal,
mulas, tenesmus, demam, dan tanda-tanda dehidrasi.2
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih
cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan
anak-anak, diare di definisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-
rata pengeluran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/24 jam.5

C. Klasifikasi Diare
Menurut Suraatmaja, (2007) di bagi menjadi 2 yaitu:6
1. Berdasarkan lamanya diare:
a) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b) Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama
masa diare tersebut.
c) Disentri, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan disertai darah dalam
tinjanya
2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
a) Diare osmotic (osmotic diarrhea)
b) Diare sekresi (secretory diarrhea)

D. Etiologi Diare
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu:2,6,7
1. Faktor infeksi
a) Infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak, meliputi:
 Infeksi bakteri : Vibrio cholerae, E.coli, Salmonella ssp, Shigella,
Champylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya
 Infeksi virus : Rotavirus, Enterovirus, Adenovirus, Astrovirus, Norwalk, dan
sebagainya
 Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), Protozoa
(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur
(Candida albicans).
b) Infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti
Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis, dan
sebagainya. Keadaan ini terutama di dapat pada balita dibawah 2 tahun.
2. Faktor Malabsorbsi
a) Malabsorbsi KH : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada balita yang
tersering adalah intoleransi laktosa
b) Malabsorbsi lemak
c) Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis
Rasa takut, cemas. Walaupun jarang, dapat menimbulkan diare, terutama pada balita
yang lebih besar.
5. Faktor lingkungan dan perilaku
Penyakit diare adalah penyakit yang berbasis lingkungan dengan faktor utama dari
kontaminasi air atau tinja, serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat.
E. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya diare antara lain:7
1) Penyajian dan penyimpanan makanan dan minuman yang kurang baik
2) Pengunaan sumber air yang sudah tercemar
3) Higiene perorangan dan pemukiman yang kurang baik
4) Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada balita dibawah 2 tahun
sering memasukan tangan/mainan/apapun kedalam mulut. Karena virus ini dapat
bertahan dipermukaan udara sampai beberapa hari.
5) Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau
membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan
alat-alat yang dipegang.

F. Patofisiologi Diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:6
1. Gangguan osmotik
Terjadi akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap sehingga
menyebabkan meningkatnya tekanan osmotik dalam rongga usus. Hal ini menyebabkan
terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Terjadi akibat rangsangan tertentu, seperti toksin, pada dinding usus, sehingga akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare.

Patogenesis diare secara umum:


Pada diare akut, mikroorganisme masuk ke dalam usus halus setelah berhasil
melewati asam lambung. Setelah itu mikroorganisme tersebut berkembang biak
(multiplikasi) di dalam usus halus. Mikroorganisme mengeluarkan toksin (endotoksin),
lalu terjadi rangsangan pada mukosa usus yang menyebabkan terjadinya hiperperistaltik
dan hipersekresi yang mengakibatkan terjadinya diare.

G. Gejala Klinis Diare


Awal mula gejala diare balita akan menjadi cengeng, gelisah, nafsu makan berkurang
atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir atau darah.
Karena seringnya defekasi, anus dan daerah sekitarnya akan lecet. Diare karena infeksi dapat
disertai demam, muntah, nyeri perut atau kejang perut. Bila penderita telah kehilangan
banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi seperti berat badan turun, turgor kulit
menurun, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta
kulit tampak kering mulai tampak.6
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi diare dibagi menjadi
diare tanpa dehidrasi, diare dengan dehidrasi ringan/sedang, dan diare dengan dehidrasi
berat.6,7

1. Diare tanpa dehidrasi


Kehilangan cairan < 5% berat badan penderita diare. Tanda-tandanya:
 Keadaan umum baik, balita tetap aktif
 Memiliki keinginan minum seperti biasa
 Mata tidak cekung
 Turgor kembali segera
2. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
Kehilangan cairan 5-10% berat badan penderita diare. Tanda-tandanya:
 Gelisah atau rewel
 Mata cekung
 Ingin minum terus/rasa haus meningkat
 Turgor lambat kembali
3. Diare dengan dehidrasi berat
Kehilangan cairan >10% berat badan penderita diare. Tanda-tandanya:
 Lesu/lunglai
 Tidak sadar
 Mata cekung
 Malas minum
 Turgor kembali sangat lambat ≥ 2 detik
 Tekanan darah menurun
 Denyut jantung cepat

H. Tatalaksana Diare
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi
diare, tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan
diare dan mencegah anak kekuranagn gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati
diare.
Program LINTAS DIARE yaitu rehidrasi menggunakan oralit osmolalitas rendah,
berikan Zinc selama 10 hari berturut-turut, teruskan pemberian ASI dan makanan, antibiotik
selektif, dan edukasi kepada orang tua/pengasuh.
Berikut ini rencana terapi diare yang didasarkan pada program LINTAS DIARE:7,8
1. Rencana Terapi A (Diare Tanpa Dehidrasi)
5 langkah terapi diare di rumah :
a) Beri cairan lebih banyak dari biasanya
 Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
 Baik anak yang mendapat ASI eksklusif maupun tidak mendapat ASI eksklusif,
beri oralit atau cairan seperti air matang dan kuah sayur sebagai tambahan
 Beri oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan
sedikit demi sedikit. Untuk usia < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali buang
air besar. Untuk usia > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali buang air besar
 Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila telah diobati dengan
rencana terapi B atau C atau bila tidak dapat kembali ke petugas kesehatan
ketika diare memburuk
b) Beri obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase) dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel
usus. Zinc juga berperan dalam epitisasi dinding usus yang mengalami kerusakan
morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian obat Zinc selama diare
terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi
frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Beri obat Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat
diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau
ASI. Untuk usia < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari. Untuk usia > 6 bulan
diberi 20 mg (1 tablet) per hari.
c) Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
 Beri makan sesuai usia anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat
 Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
 Beri makanan kaya kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau
 Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4
jam)
 Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan
selama 2 minggu
d) Antibiotik umumnya tidak diperlukan untuk mengatasi diare, kecuali bila
penyebabnya jelas, seperti kolera diberikan tetrasiklin 25-50 mg/KgBB/hari,
campylobacter diberikan eritromisin 40-50 mg/KgBB/hari.
e) Edukasi ibu/pengasuh untuk membawa kembali ke petugas kesehatan bila tinja
cair lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan dan minum sangat sedikit,
timbul demam, BAB berdarah, tidak membaik dalam 3 hari.

2. Rencana Terapi B (Diare dengan Dehidrasi Ringan/Sedang)


a) Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama di sarana kesehatan yaitu:

Oralit yang diberikan = 75 ml x berat badan anak

Bila berat badan tidak diketahui, berikan oralit sesuai tabel dibawah ini

Usia < 4 1-12 12-24 2-5


bulan bulan bulan tahun
Berat badan < 6 kg 6-10 10-12 12-19
kg kg kg
Jumlah 200- 400- 700- 900-
cairan 400 700 900 1400

Tabel 2.1 Pemberian Oralit

 Lanjutkan pemberian ASI


 Untuk bayi < 6 bulan, tunda pemberian makanan selama 3 jam kecuali ASI dan
oralit
 Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut
 Pemberian oralit sedikit demi sedikit tetapi sering
 Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan ASI atau
air. Jika bengkak sudah hilang, beri oralit sesuai rencana terapi A
b) Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian
pilih rencana terapi A, B, atau C untuk melanjutkan terapi
 Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana terapi A. Anak biasanya buang air
kecil, mengantuk, dan tidur ketika dehidrasi telah hilang
 Bila tanda menunjukan dehidrasi ringan/sedang, ulangi rencana terapi B
 Bila menunjukan dehidrasi berat, ganti dengan rencana terapi C

3. Rencana Terapi C (Diare dengan Dehidrasi Berat)


Rencana terapi C dilakukan di sarana kesehatan
a) Jika anak bisa minum
 Mulai rehidrasi dengan oralit melalui mulut. Berikan sedikit demi sedikit,
20 ml/KgBB/jam selama 6 jam
 Nilai setiap 1-2 jam. Bila muntah atau perut kembung, berikan cairan lebih
lambat. Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk untuk terapi
intravena
 Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapi yang sesuai
b) Jika anak tidak bisa minum, gunakan pipa nasogastrik/orogastrik untuk
rehidrasi
 Mulai rehidrasi oralit melalui Nasogastrik/Orogastrik. Berikan sedikit
demi sedikit, 20 ml/KgBB/jam selama 6 jam
 Nilai setiap 1-2 jam. Bila muntah atau perut kembung, berikan cairan lebih
lambat. Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk untuk terapi
intravena
 Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapi yang sesuai

c) Jika masih tidak membaik, berikan cairan secara intravena


 Beri cairan intravena segera. Ringer Laktat atau Nacl 0,9% (bila RL tidak
tersedia) 100 ml/KgBB, dibagi sebagai berikut:

Tabel 2.2 Pemberian Cairan Intravena


Usia Pemberian Pemberian
ke-1 ke-2
30ml/KgBB 70ml/KgB
B
< 1 tahun 1 jam* 5 jam
> 1 tahun 30 menit* 2½ jam
* Diulang bila denyut nadi lemah atau tidak teraba

 Nilai kembali setiap 15-30 menit. Bila nadi belum teraba, beri tetesan lebih
cepat
 Berikan oralit (5 ml/KgBB/jam) bila anak bisa minum, biasanya setelah 3-
4 jam (usia < 1 tahun) atau 1-2 jam (usia > 1 tahun)
 Berikan obat Zinc selama 10 hari berturut-turut
 Setelah 6 jam (usia < 1 tahun) atau 3 jam (usia > 1 tahun) nilai kembali
derajat dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C)
untuk melanjutkan terapi.
I. Pencegahan Diare
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang baik dapat dilakukan dengan cara perilaku
sehat, seperti:8,9
1. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun
ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi usia 0-6 bulan. Sampai usia 6 bulan
ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan, tidak diperlukan makanan lain.
Komponen zat makanan di ASI tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk
dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. Setelah usia lebih dari 6 bulan bayi mulai
diberi makanan pendamping dan ASI tetap dilanjtkan sampai usia 2 tahun.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula yang
disiapkan dengan air atau cairan lain yang dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor.
Pemberian ASI saja tanpa menggunakan botol (ASI eksklusif), dapat menghindarkan
anak dari organisme penyebab diare. Selain itu ASI juga memberikan perlindungan dari
diare karena ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI
secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare dibandingkan
pemberian ASI yang disertai susu formula. Flora normal usus bayi yang diberikan ASI
eksklusif dapat mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare.
2. Memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) sesuai usia
Pemberian makanan pendamping ASI adalah bayi mulai dibiasakan dengan
makanan dewasa yang dilakukan secara bertahap. Perilaku pemberian MP-ASI yang
baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, bagaimana MP-ASI diberikan.
Berikut adalah saran untuk meningkatkan pemberian MP-ASI:
 Perkenalkan makanan lunak ketika anak berumur 6 bulan dan tetap lanjutkan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berusia 9 bulan atau
lebih. Berikan makanan lebih sering (4 kali sehari). Setelah anak berusia 1 tahun,
berikan semua makanan yang dimasak dengan frekuensi 4-6 kali sehari dan
teruskan pemberian ASI.
 Tambahkan minyak, lemak, dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan juga hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan,
buah-buahan, dan sayuran ke dalam makanannya.
 Masak makanan dengan benar. Simpan sisanya pada tempat yang dingin dan
panaskan sebelum diberikan kepada anak.
 Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak. Suapi anak dengan
menggunakan sendok yang bersih.
3. Menggunakan air yang bersih dan memberikan minum air yang sudah direbus
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui fekal-oral. Kuman
tersebut dapat ditularkan dengan masuk ke mulut melalui makanan, minuman, atau
benda yang tercemar dengan tinja, seperti jari tangan dan makanan yang wadahnya
dicuci dengan air tercemar.
Risiko terkena diare pada masyarakat yang penyediaan air bersihnya terjangkau,
lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terkena diare dengan menggunakan air bersih dan
melindungi air dari kontaminasi mulai dari sumbernya hingga penyimpanan dirumah.
Selain itu penting untuk memberikan anak minum dengan air yang sudah
dimasak hingga mendidih. Hal tersebut dimaksudkan agar kuman yang ada di dalam air
mati.
4. Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih
Kebiasaan paling penting yang berhubungan dengan kebersihan perorangan
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun
dan air bersih, terutama sebelum menyiapkan makanan, menyajikan makanan, memberi
makan anak, sebelum menyusui anak, setelah buang air besar, setelah membersihkan
anak buang air besar, membuang tinja anak, dapat berdampak pada menurunnya angka
kejadian diare sebesar 47%.
5. Buang air besar di jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa penggunaan jamban
mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risko terhadap kejadian diare.
Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan harus buang air
besar di jamban.
Ada hal-hal yang perlu diperhatikan keluarga, seperti keluarga harus mempunyai
jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai semua anggota keluarga, bersihkan
jamban secara teratur, dan gunakan alas kaki bila buang air besar.
6. Membuang tinja bayi dengan benar
Banyak orang yang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini
tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang
tuanya. Tinja bayi harus dibuang dengan benar.
Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan keluarga, antara lain, kumpulkan
tinja bayi dan segera buang ke jamban, bantu anak buang air besar ditempat yang bersih,
bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
7. Memberikan imunisasi campak
Balita yang sakit campak biasanya sering disertai diare. Oleh karena itu
pemberian imunisasi campak sangat penting, karena selain untuk mencegah penyakit
campak juga mencegah penyakit diare. Imunisasi campak harus segera diberikan setelah
balita berusia 9 bulan.
J. Komplikasi Diare
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti dehidrsi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat,
rejatan hipovolemik, hipokalemia, hipoglikemia, intoleransi laktosa sekunder sebagai akibat
defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus, kejang, malnutrisi energi
protein.6
Selain itu diare yang tidak segera ditangani akan mengganggu pertumbuhan.
Gangguan pertumbuhan disebabkan karena asupan makanan terhenti, sementara pengeluaran
zat gizi terus berjalan. Asupan makanan yang terhenti lama akan menyebabkan berat badan
balita menurun, akibatnya balita akan kekurangan gizi yang menghambat pertumbuhan fisik
dan jaringan otak. Pertumbuhan otak anak sebanyak 60% terjadi sejak anak masih berada di
dalam kandungan sampai berusia 2 tahun. Diare yang terjadi pada anak usia di bawah 2
tahun akan mengganggu perkembangan otaknya. Volume otak menjadi mengecil dan
jaringan otaknya menjadi lebih sedikit dibandingkan anak yang pertumbuhannya normal.

K. Prognosis
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika di indikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas
dan mortalitas yang minimal.10
DAFTAR PUSTAKA

1. Yarmaliza. Analisis karakteristik ibu terhadap kejadian diare pada balita. 2017;978–9.

2. Amin LZ. Tatalaksana Diare Akut. Cdk-230. 2015;42(7):504–8.

3. Indonesia KKR. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia; 2015.

4. Indonesia KKR. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia; 2017.

5. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Profil Kesehatan DKI Jakarta 2015. Jakarta:

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2015.

6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Badan Penerbit

FKUI; 2007.

7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal PP dan PL. Panduan

Sosialisasi Tatalaksana Diare Balita. Kemenkes RI. 2011. 1-40 p.

8. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Dep Kesehat RI,

Direktorat Jendral Pengendali Penyakit dan Penyehatan Lingkung. 2011;1–40.

9. Buletin Jendela Data Informasi Kemenkes RI. Situasi diare di Indonesia. Bul jendela data

Inf Kesehat. 2011;2:1–44.

10. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et al

editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York: Lange Medical

Books, 2003. 225 - 68.

11. Juffrie M. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Jakarta: IDAI; 2010.

Anda mungkin juga menyukai