Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR : ELIMINASI

DI PUSKESMAS PRACIMANTORO 1

DISUSUN OLEH :

NAMA : FITRI ARMELIA SARI

NIM : 19052

AKADEMI KEPERAWATAN GIRI SATRIA HUSADA

WONOGIRI

2021
Halaman Persetujuan

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR : ELIMINASI

DI PUSKESMAS PRACIMANTORO 1

Telah dikoreksi dan disetujui sebagai pedoman pengambilan kasus

Asuhan Keperawatan bagi mahasiswa

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Akademik Pracimantoro,

Mahasiswa

Susana Nurtanti S.Kep.,Ns.,M.Kes. Fitri Armelia Sari

Mengetahui

Pembimbing Klinik

...............
A. KONSEP KEBUTUHAN DASAR : ELIMINASI
1. Definisi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme
tubuh. Kebutuhan eliminasi ada 2 yaitu eliminasi urin (BAK) dan
eliminasi fekal (BAB/Alvi).

a) Gangguan Eliminasi Urin


Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang
individu mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi
urine. Biasanya orang yang mengalami gangguan eliminasi urin
akan dilakukan kateterisasi urine, yaitu tindakan memasukan
selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan
tujuan mengeluarkan urine.

b) Gangguan Eliminasi Fekal


Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang
individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada
usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses
kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya
dilakukan huknah, baik huknah tinggi maupun huknah rendah.
Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke kolon
desenden dengan menggunakan kanul rekti.

2. Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi kandung kemih :
a) Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang
buncis, berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua
sisi kolumna vertebra posterior terhadap peritoneum dan terletak
pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra
torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Dalam kondisi
normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari ginjal kanan karena
posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12 cm x 7
cm dan memiliki berat 120- 150gram.

b) Ureter
Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis
sebagai rute keluar pertama pembuangan urine. Ureter merupakan
struktur tubulan yang memiliki panjang 25-30 cm dan berdiameter
1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi
retroperitonium untuk memasuki kandung kemih didalam rongga
panggul (pelvis) pada sambungan ureter ureterovesikalis.

c) Kandung kemih
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang
terdiri dari dua bagian besar : Badan (corpus), merupakan bagian
utama kandung kemih dimana urin berkumpul dan, leher (kollum),
merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan
secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan
berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher
kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya
dengan uretra.

d) Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar
dari tubuh melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran
urin yang mengalami turbulansi membuat urin bebas dari bakteri.
Membrane mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi
lendir kedalam saluran uretra.

Anatomi fisiologi saluran pencernaan :


a) Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal
proses pencernaan. Mengunyah dengan baik dapat mencegah
terjadinya luka parut pada permukaan saluran pencernaan. Setelah
dikunyah lidah mendorong gumpalan makanan ke dalam faring,
dimana makanan bergerak ke esofagus bagian atas dan kemudian
kebawah ke dalam lambung.

b) Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga
bagian atas adalah terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya
adalah otot yang licin. Permukaannya diliputi selaput mukosa yang
mengeluarkan sekret mukoid yang berguna untuk perlindungan.

c) Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian
porsi terbesar dari saluran pencernaan. Pergerakan makanan
melalui lambung dan usus dimungkinkan dengan adanya
peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan relaksasi secara bergantian
dari otot yang mendorong substansi makanan dalam gerakan
menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak ke arah
spingter pylorus pada ujung distal lambung, gelombang peristaltik
meningkat.

d) Usus kecil
Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian : 1) Duodenum,
yang berhubungan langsung dengan lambung 2) Jejenum atau
bagian tengah dan 3) Ileum.

e) Usus besar (kolon)


Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau 50 –
60 inch, terdir dari : 1) Sekum, yang berhubungan langsung dengan
usus kecil 2) Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum,
desenden dan sigmoid. 3) Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch.
Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut serta dalam
pencernaan/absorpsi makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum,
maka semua zat makanan telah diabsorpsi dan sampai isinya cair
(disebut chyme). Selama perjalanan didalam kolon (16 – 20 jam)
isinya menjadi makin padat karena air diabsorpsi dan sampai di
rektum feses bersifat padat – lunak.

f) Anus / anal / orifisium eksternal


Panjangnya ± 2,5 – 5 cm atau 1 – 2 inch, mempunyai dua
spinkter yaitu internal (involunter) dan eksternal (volunter)
Fisiologi Defekasi Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan
rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi
pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari
sampai 2 atau 3 kali perminggu

3. Etiologi
a) Gangguan Eliminasi Urin
1) Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein dan
sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi
meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan,
akibatnya output urine lebih banyak.

2) Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih
yang baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal.
Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada masyarakat
yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama.
Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine
yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar
metabolisme tubuh
3) Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur
urethra
4) Infeksi
5) Kehamilan
6) Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
7) Trauma sumsum tulang belakang.
8) Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih,
urethra.
9) Umur
10) Penggunaan obat-obatan

b) Gangguan Eliminasi Fekal


1) Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi
eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan,
penting untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu
pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna.
Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di
beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur
mempengaruhi defekasi.

2) Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses.
Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran
(cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan,
tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia
lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih
kering dari normal, menghasilkan feses yang keras.

3) Meningkatnya stress psikologi


Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi.
Penyakit-penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus
pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi.
Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah
dapat meningkatkan aktivitasperistaltik dan frekuensi diare.

4) Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.


Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi
penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan
melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan
terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras

5) Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat
berpengeruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa
menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari
tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian
morphin dan codein, menyebabkan konstipasi.

6) Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi
juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol
eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang,
biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasa juga
mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi
proses pengosongan lambung.

7) Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus,


kecelakaan pada spinal cord dan tumor.

4. Klasifikasi
a) Gangguan Eliminasi Urine
1) Retensi
Retensi Urine ialah penumpukan urine acuan kandung
kemih dan ketidaksanggupan kandung kemih untuk
mengosongkan sendiri.

Tanda-tanda retensi urine :


a. Ketidak nyamanan daerah pubis.
b. Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
c. Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
d. Meningkatnya keinginan berkemih.
e. Enuresis

2) Tinusis
Ialah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak
umumnya malam hari.

3) Inkontinensia
Inkontinesia Urine ialah BAK yang tidak terkontrol. Jenis
inkotinensis :
a. Inkontinensia Fungsional/urge
Inkotinensis Fungsional ialah keadaan dimana
individu mengalami inkontine karena kesulitan dalam
mencapai atau ketidak mampuan untuk mencapai toilet
sebelum berkemih.

b. Inkontinensia Stress
Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu
mengalami pengeluaran urine segera pada peningkatan
dalam tekanan intra abdomen.

c. Inkontinensia Total
Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu
mengalami kehilangan urine terus menerus yang tidak
dapat diperkirakan.

d. Inkontenensia Dorongan
Adalah keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluarana urin tanpa sadar, terjadi setelah merasa
dorongan yang kuat untuk berkemih.

e. Inkontenensia reflex
Adalah keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urin yang tidak dirasakan, terjadi pada
interval yang dpat di[perkirakan bila volume kandung
kemih mencapai jumlah tertentu.

4) Enuresis
Adalah ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol)
yang diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan
spinter eksterna. Enuresis terjadi pada anak-anak atau orang
ngompol.

b) Gangguan Eliminasi Fekal


1) Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu
menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses
yang sulit, keras, dan mengejang. BAB yang keras dapat
menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses
berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.

2) Diare
Diare merupakan buang air besar (BAB) sering dengan
cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati
usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon
merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan
sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien
tidak dapat mengontrol dan menahan buang air besar (BAB).

3) Inkontinensia fecal
Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan
udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya
disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal
eksternal.

4) Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding
usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus
(flatus).

5) Hemoroid
Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum
(bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang
keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun.
Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh
darah teregang.

5. Faktor Resiko
a. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi.
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan
respon awal untuk berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak
tertahan di kandung kemih. Begitu pula dengan feses menjadi
mengeras karena terlalu lama di rectum dan terjadi reabsorbsi
cairan.

b. Gaya hidup.
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam
hal eliminasi urine dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau
kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi dan
defekasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah
laku.

c. Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan
meningkatnya frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena
meningkatnya sensitif untuk keinginan berkemih dan atau
meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.

d. Tingkat perkembangan.
Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola
berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya
menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih sering
berkemih. Pada usia tua terjadi penurunan tonus otot kandung
kemih dan penurunan gerakan peristaltik intestinal.

e. Kondisi Patologis.
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah &
karakter).

f. Obat-obatan, diuretiik dapat meningkatkan output urine.


Analgetik dapat terjadi retensi urine.

6. Tanda dan Gejala


a. Tanda Gangguan Eliminasi urin
1) Retensi Urin
a) Ketidaknyamanan daerah pubis.
b) Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
c) Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
d) Meningkatnya keinginan berkemih dan resah
e) Ketidaksanggupan untuk berkemih

2) Inkontinensia urin
a) Pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum
sampai di WC
b) Pasien sering mengompol

b. Tanda Gangguan Eliminasi Fekal


1) Konstipasi
a) Menurunnya frekuensi BAB
b) Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
c) Nyeri rektum

2) Impaction
a) Tidak BAB
b) Anoreksia
c) Kembung/kram
d) Nyeri rektum

3) Diare
a) BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk
b) Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat
cepat
c) Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang
menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
d) Feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat
mengontrol dan menahan BAB.

4) Inkontinensia Fekal
a) Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
b) BAB encer dan jumlahnya banyak
c) Gangguan fungsi spingter anal, penyakit
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter
anal eksternal

5) Flatulens
a) Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
b) Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh,
nyeri dan kram.
c) Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus
(flatus)

6) Hemoroid
a) Pembengkakan vena pada dinding rectum
b) Perdarahan jika dinding pembuluh darah vena
meregang
c) Merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
d) Nyeri

7. Penanganan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:
a. Pemeriksaan urine (Urinalisis)
1) Pada pemeriksaan ini hal yang dikaji adalah:
2) Warna: umumnya normal yaitu jernih
3) pH: normal yaitu 4,6-8,0
4) Glukosa dalam kedaan normal negatif
5) Ukuran protein normal sampai 10 mg/100ml
6) Keton dalam kondisi normal yaitu negatif
7) Berat jenis yang normal 1,010-1,030
8) Bakteri dalam keadaan normal negatif

b. Tes darah
Pada pemeriksaan tes darah hal yang dikaji adalah BUN,
bersih kreatinin, nitrogen non protein, pencitraan radionulida,
klorida, fosfat dan magnesium meningkat.

c. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)


Alat yang digunakan untuk melihat adanya gangguan pada
perkemihan, yang menggunakan gelombang suara yang tidak dapat
didengar, frekuensi tinggi, dan memantul dari struktur jaringan.

d. Pielogram Intravena
Dilakukan dengan cara memvisualisasi duktus dan pelvis
renalis serta memperlihatkan ureter, kandung kemih dan uretra.
Tindakan ini tidak bersifat invasif.

e. Pengosongan Sitoureterogram (Volding Cystoureterpgram)


Tindakan yang dilakukan yaitu dengan mengambil foto
saluran kemih bagian bawah sebelum, selama, dan setelah
mengosongkan kandung kemih.

f. Arteriogram Ginjal
Tindakannya yaitu dengan cara memasukkan kateter
melalui arteri femonilis dan aorta abdominus sampai melalui arteri
renalis. Zat kontras kemudian disuntikkan ditempat ini, yang
kemudian akan mengalir dalam arteri renalis dan ke dalam cabang-
cabangnya.
B. PATHWAY

Degeneratif

Ketidakseimbangan
hormon estrogen dan
terstosterone

Penyempitan
Pembesaran bagian lumen posterior
periuretra

Obstruksi VU
dan uretra
BPH

Retensi urine
Kerusakan otot
spingter eksterna

a. Inkontinensia urinarius Peningkatan tekanan pada


fungsional daerah obstruksi
b. Inkontinensia urine aliran
berlebih
c. Inkontinensia urinne refleks
d. Inkontinensia urine stres
Gangguan eliminasi
e. Inkontinensia urine
urine
dorongan
C. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Riwayat keperawatan eliminasi
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu
perawat menentukan pola defekasi normal klien. Perawat
mendapatkan suatu gambaran feses normal dan beberapa
perubahan yang terjadi dan mengumpulkan informasi tentang
beberapa masalah yang pernah terjadi berhubungan dengan
eliminasi, adanya ostomy dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pola eliminasi.

Pengkajiannya meliputi:
1) Pola eliminasi
2) Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
3) Masalah eliminasi
4) Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat
bantu, diet, cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan
stress.

b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi
meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada
saluran intestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab
palpasi dapat merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus
meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi feses, meliputi observasi
feses klien terhadap warna, konsistensi, bentuk permukaan, jumlah,
bau dan adanya unsur-unsur abdomen. Perhatikan tabel berikut :

Karakteristik Normal Abnormal Kemungkinan


penyebab

Warna Dewasa : Pekat / putih Adanya pigmen empedu


kecoklatan (obstruksi empedu);
Bayi : pemeriksaan diagnostik
kekuningan menggunakan barium

Hitam Obat (spt. Fe); PSPA


(lambung, usus halus);
diet tinggi buah merah
dan sayur hijau tua (spt.
Bayam)

Merah PSPB (spt. Rektum),


beberapa makanan spt
bit.

Pucat Malabsorbsi lemak; diet


tinggi susu dan produk
susu dan rendah daging

Orange / hijau Infeksi usus

Konsistensi Berbentuk, Keras, kering Dehidrasi, penurunan


lunak, agak motilitas usus akibat
cair / lembek, kurangnya serat, kurang
basah. latihan, gangguan emosi
dan laksantif abuse.

Diare Peningkatan motilitas


usus (mis. akibat iritasi
kolon oleh bakteri).

Bentuk Silinder Mengecil, Kondisi obstruksi rektum


(bentuk bentuk pensil
rektum) dgn atau seperti
Æ 2,5 cm u/ benang
orang dewasa

Jumlah Tergantung
diet (100 –
400 gr/hari)

Bau Aromatik : Tajam, pedas Infeksi, perdarahan


dipengaruhi
oleh makanan
yang
dimakan dan
flora bakteri.

Unsur pokok Sejumlah Pus Infeksi bakteri


kecil bagian Mukus Konsidi peradangan
kasar Parasit Perdarahan
makanan yg Darah gastrointestinal
tdk dicerna, Lemak dalam Malabsorbsi Salah
potongan jumlah besar makan
bakteri yang Benda asing
mati, sel
epitel, lemak,
protein,
unsur-unsur
kering cairan
pencernaan
(pigmen
empedu dll)

c. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi
tehnik visualisasi langsung / tidak langsung dan pemeriksaan
laboratorium terhadap unsur-unsur yang tidak normal.

2. Diagnosa Keperawatan, Tujuan dan Kriteria Hasil, dan Intervensi


Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil

Setelah dilakukan a. Manajemen Cairan


Hambatan perawatan selama  Jaga intake yang
eliminasi urine 1x24 jam, hambatan masuk dan catat
eliminasi urin dapat output
teratasi dengan  Masukkan kateter urin
kriteria hasil:  Monitor hasil
a. Pola eliminasi laboratorium dengan
urine normal 4x retensi cairan
dalam 24 jam (peningkatan BUN,
b. Bau urin normal penurunan
c. Warna urine hematokrit)
normal (jernih)  Monitor TTV
 Monitor
makanan/cairan yang
dikonsumsi dan
hitung asupan kalori
harian

Inkontinensia Setelah dilakukan b. Bantuan perawatan


urinarius perawatan selama diri: eliminasi
fungsional 1x24 jam, hambatan  Bantu pasien ke toilet
eliminasi urin dapat untuk eliminasi pada
teratasi dengan interval waktu
kriteria hasil: tertentu
a. Pola berkemih  Buat jadwal aktivitas
teratur 6x dalam 24 terkait eliminasi
jam  Sediakan alat bantu
b. Berkemih >150 ml (kateter)
tiap kalinya  Monitor integritas
c. Mengkonsumsi kulit pasien
cairan dalam
jumlah yang
cukup.

Retensi urine Setelah dilakukan c. Monitor cairan


perawatan selama  Tentukan apakah
1x24 jam, hambatan pasien mengalami
eliminasi urin dapat kehausan atau gejala
teratasi dengan perubahan cairan
kriteria hasil:  Monitor asupan dan
a. Pola eliminasi pengeluaran
urine normal 5x  Monitor kadar serum
dalam 24 jam albumin dan protein
b. Bau urin normal total
c. Warna urine  Monitor tanda dan
normal (jernih) gejala asites
d. Jumlah urin 250ml  Periksa turgor kulit
e. Intake cairan dengan memegang
terpenuhi dalam 24 jaringan sekitar
jam tulang, misalnya
tangan
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Eliminasi. Terdapat pada :


http://911medical.blogspot.com/2007/06/asuhan-keperawatan-klien-
denganmasalah.html

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. enerbit


Kedokteran EGC: Jakarta.
Harnawatiaj. 2010. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal.
Terdapat pada : http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/14/konsep-
dasarpemenuhan-kebutuhan-eliminasi-fecal/

Septiawan, Catur E. 2008. Perubahan Pada Pola Urinarius. Terdapat pada:


www.kiva.org

Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Medikal Bedah. Penerbit Kedokteran EGC:


Jakarta.

Supratman. 2000. askep Klien Dengan Sistem Perkemihan Andi Visi Kartika.
Retensi Urin Pospartum. Http://www.jevuska.com/2007/04/19/retensi-urine-post-
partum

Siregar, c. Trisa , 2004, Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi BAB, Program Studi
Ilmu Keprawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Johnson M., Meridean, M., Moorhead, 2000. NANDA, NIC, NOC. PENERBIT:
MOSBY

Anda mungkin juga menyukai