DI PUSKESMAS PRACIMANTORO 1
DISUSUN OLEH :
NIM : 19052
WONOGIRI
2021
Halaman Persetujuan
DI PUSKESMAS PRACIMANTORO 1
Hari :
Tanggal :
Mahasiswa
Mengetahui
Pembimbing Klinik
...............
A. KONSEP KEBUTUHAN DASAR : ELIMINASI
1. Definisi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme
tubuh. Kebutuhan eliminasi ada 2 yaitu eliminasi urin (BAK) dan
eliminasi fekal (BAB/Alvi).
2. Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi kandung kemih :
a) Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang
buncis, berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua
sisi kolumna vertebra posterior terhadap peritoneum dan terletak
pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra
torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Dalam kondisi
normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari ginjal kanan karena
posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12 cm x 7
cm dan memiliki berat 120- 150gram.
b) Ureter
Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis
sebagai rute keluar pertama pembuangan urine. Ureter merupakan
struktur tubulan yang memiliki panjang 25-30 cm dan berdiameter
1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi
retroperitonium untuk memasuki kandung kemih didalam rongga
panggul (pelvis) pada sambungan ureter ureterovesikalis.
c) Kandung kemih
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang
terdiri dari dua bagian besar : Badan (corpus), merupakan bagian
utama kandung kemih dimana urin berkumpul dan, leher (kollum),
merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan
secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan
berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher
kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya
dengan uretra.
d) Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar
dari tubuh melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran
urin yang mengalami turbulansi membuat urin bebas dari bakteri.
Membrane mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi
lendir kedalam saluran uretra.
b) Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga
bagian atas adalah terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya
adalah otot yang licin. Permukaannya diliputi selaput mukosa yang
mengeluarkan sekret mukoid yang berguna untuk perlindungan.
c) Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian
porsi terbesar dari saluran pencernaan. Pergerakan makanan
melalui lambung dan usus dimungkinkan dengan adanya
peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan relaksasi secara bergantian
dari otot yang mendorong substansi makanan dalam gerakan
menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak ke arah
spingter pylorus pada ujung distal lambung, gelombang peristaltik
meningkat.
d) Usus kecil
Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian : 1) Duodenum,
yang berhubungan langsung dengan lambung 2) Jejenum atau
bagian tengah dan 3) Ileum.
3. Etiologi
a) Gangguan Eliminasi Urin
1) Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein dan
sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi
meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan,
akibatnya output urine lebih banyak.
2) Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih
yang baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal.
Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada masyarakat
yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama.
Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine
yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar
metabolisme tubuh
3) Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur
urethra
4) Infeksi
5) Kehamilan
6) Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
7) Trauma sumsum tulang belakang.
8) Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih,
urethra.
9) Umur
10) Penggunaan obat-obatan
2) Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses.
Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran
(cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan,
tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia
lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih
kering dari normal, menghasilkan feses yang keras.
5) Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat
berpengeruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa
menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari
tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian
morphin dan codein, menyebabkan konstipasi.
6) Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi
juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol
eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang,
biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasa juga
mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi
proses pengosongan lambung.
4. Klasifikasi
a) Gangguan Eliminasi Urine
1) Retensi
Retensi Urine ialah penumpukan urine acuan kandung
kemih dan ketidaksanggupan kandung kemih untuk
mengosongkan sendiri.
2) Tinusis
Ialah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak
umumnya malam hari.
3) Inkontinensia
Inkontinesia Urine ialah BAK yang tidak terkontrol. Jenis
inkotinensis :
a. Inkontinensia Fungsional/urge
Inkotinensis Fungsional ialah keadaan dimana
individu mengalami inkontine karena kesulitan dalam
mencapai atau ketidak mampuan untuk mencapai toilet
sebelum berkemih.
b. Inkontinensia Stress
Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu
mengalami pengeluaran urine segera pada peningkatan
dalam tekanan intra abdomen.
c. Inkontinensia Total
Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu
mengalami kehilangan urine terus menerus yang tidak
dapat diperkirakan.
d. Inkontenensia Dorongan
Adalah keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluarana urin tanpa sadar, terjadi setelah merasa
dorongan yang kuat untuk berkemih.
e. Inkontenensia reflex
Adalah keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urin yang tidak dirasakan, terjadi pada
interval yang dpat di[perkirakan bila volume kandung
kemih mencapai jumlah tertentu.
4) Enuresis
Adalah ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol)
yang diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan
spinter eksterna. Enuresis terjadi pada anak-anak atau orang
ngompol.
2) Diare
Diare merupakan buang air besar (BAB) sering dengan
cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati
usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon
merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan
sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien
tidak dapat mengontrol dan menahan buang air besar (BAB).
3) Inkontinensia fecal
Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan
udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya
disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal
eksternal.
4) Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding
usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus
(flatus).
5) Hemoroid
Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum
(bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang
keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun.
Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh
darah teregang.
5. Faktor Resiko
a. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi.
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan
respon awal untuk berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak
tertahan di kandung kemih. Begitu pula dengan feses menjadi
mengeras karena terlalu lama di rectum dan terjadi reabsorbsi
cairan.
b. Gaya hidup.
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam
hal eliminasi urine dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau
kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi dan
defekasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah
laku.
c. Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan
meningkatnya frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena
meningkatnya sensitif untuk keinginan berkemih dan atau
meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
d. Tingkat perkembangan.
Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola
berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya
menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih sering
berkemih. Pada usia tua terjadi penurunan tonus otot kandung
kemih dan penurunan gerakan peristaltik intestinal.
e. Kondisi Patologis.
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah &
karakter).
2) Inkontinensia urin
a) Pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum
sampai di WC
b) Pasien sering mengompol
2) Impaction
a) Tidak BAB
b) Anoreksia
c) Kembung/kram
d) Nyeri rektum
3) Diare
a) BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk
b) Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat
cepat
c) Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang
menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
d) Feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat
mengontrol dan menahan BAB.
4) Inkontinensia Fekal
a) Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
b) BAB encer dan jumlahnya banyak
c) Gangguan fungsi spingter anal, penyakit
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter
anal eksternal
5) Flatulens
a) Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
b) Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh,
nyeri dan kram.
c) Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus
(flatus)
6) Hemoroid
a) Pembengkakan vena pada dinding rectum
b) Perdarahan jika dinding pembuluh darah vena
meregang
c) Merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
d) Nyeri
7. Penanganan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:
a. Pemeriksaan urine (Urinalisis)
1) Pada pemeriksaan ini hal yang dikaji adalah:
2) Warna: umumnya normal yaitu jernih
3) pH: normal yaitu 4,6-8,0
4) Glukosa dalam kedaan normal negatif
5) Ukuran protein normal sampai 10 mg/100ml
6) Keton dalam kondisi normal yaitu negatif
7) Berat jenis yang normal 1,010-1,030
8) Bakteri dalam keadaan normal negatif
b. Tes darah
Pada pemeriksaan tes darah hal yang dikaji adalah BUN,
bersih kreatinin, nitrogen non protein, pencitraan radionulida,
klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
d. Pielogram Intravena
Dilakukan dengan cara memvisualisasi duktus dan pelvis
renalis serta memperlihatkan ureter, kandung kemih dan uretra.
Tindakan ini tidak bersifat invasif.
f. Arteriogram Ginjal
Tindakannya yaitu dengan cara memasukkan kateter
melalui arteri femonilis dan aorta abdominus sampai melalui arteri
renalis. Zat kontras kemudian disuntikkan ditempat ini, yang
kemudian akan mengalir dalam arteri renalis dan ke dalam cabang-
cabangnya.
B. PATHWAY
Degeneratif
Ketidakseimbangan
hormon estrogen dan
terstosterone
Penyempitan
Pembesaran bagian lumen posterior
periuretra
Obstruksi VU
dan uretra
BPH
Retensi urine
Kerusakan otot
spingter eksterna
Pengkajiannya meliputi:
1) Pola eliminasi
2) Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
3) Masalah eliminasi
4) Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat
bantu, diet, cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan
stress.
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi
meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada
saluran intestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab
palpasi dapat merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus
meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi feses, meliputi observasi
feses klien terhadap warna, konsistensi, bentuk permukaan, jumlah,
bau dan adanya unsur-unsur abdomen. Perhatikan tabel berikut :
Jumlah Tergantung
diet (100 –
400 gr/hari)
c. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi
tehnik visualisasi langsung / tidak langsung dan pemeriksaan
laboratorium terhadap unsur-unsur yang tidak normal.
Supratman. 2000. askep Klien Dengan Sistem Perkemihan Andi Visi Kartika.
Retensi Urin Pospartum. Http://www.jevuska.com/2007/04/19/retensi-urine-post-
partum
Siregar, c. Trisa , 2004, Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi BAB, Program Studi
Ilmu Keprawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Johnson M., Meridean, M., Moorhead, 2000. NANDA, NIC, NOC. PENERBIT:
MOSBY