Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ni Made Yunitasari

NIM : 201023006

Kelas : B3A Farmasi Klinis Lintas Jalur

Tugas Mata Kuliah Patient Safety.

1. Di bangsal X suatu RS, terdapat 20 bed dan terisi oleh 18 pasien. Masing – masing
kamar berisi 2 bed untuk 2 pasien. Bed yang kosong terdapat di satu kamar yang berisi
pasien dengan diagnosa TB dan satu kamar lagi berisi pasien dengan diagnosa HIV. Tak
lama kemudian bangsal tersebut mendapatkan informasi akan dilakukan transfer pasien
dengan diagnosa TB-HIV dari ruang emergensi. Menurut anda dimanakah sebaiknya
pasien dari ruang emergensi tersebut ditempatkan? Jelaskan analisa dan pendapat anda!
Jawaban :
Menurut pendapat saya, pasien transfer dari ruang emergency ditempatkan di kamar yang
berisi pasien dengan diagnosa TB. Hal tersebut dilakukan guna menghindari pasien
dengan diagnose HIV tertular TB. Penularan TB terjadi melalui udara (airborne) yang
menyebar melalui partikel percik renik (droplet nuclei) saat seseorang batuk, bersin,
berbicara, berteriak atau bernyanyi. Percik renik ini berukuran 1- 5 mikron dan dapat
bertahan di udara selama beberapa jam. Infeksi terjadi bila seseorang menghirup percik
renik yang mengandung Mycobacterium tuberculosis dan akhirnya sampai di alveoli.
Umumnya respons imun terbentuk 2-10 minggu setelah infeksi.
Penempatan pasien adalah menempatkan pasien dalam satu ruangan tersendiri (jika tidak
tersedia) kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah di dalam ruangan
atau bangsal dengan beberapa tempat tidur dari kasus yang belum dikonfirmasi atau
sedang didiagnosis (cohorting). Sebagai acuan dalam menempatkan pasien dengan
penyakit menular (suspek) untuk menghindari penularan penyakit melalui kontak
langsung, droplet, airborne, dan vehicle. Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat
bersama pasien dengan pasien TB tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesama
pasien TB.

2. Penggunaan APD level 3 (Hazmat) pada awal – awal pandemi sangat dibutuhkan untuk
mencegah penularan covid19 bagi petugas RS yang melayani semua pasien covid 19
terkonfirmasi, namun saat ini kondisi penularan covid 19 sudah mulai menurun, para
petugas RS sudah mendapatkan Vaksin Booster. Menurut anda apakah masih diperlukan
penggunaan APD level 3 pada pasien covid 19 terkonfirmasi? Jelaskan analisa dan
pendapat anda!
Jawaban :
Menurut pendapat saya penggunaan APD level 3 pada pasien Covid 19 masih diperlukan
pada saat penanganan pasien yang terkonfirmasi Covid-19.
APD level 3 digunakan oleh dokter, perawat, petugas laboran pada :
a) Ruang prosedur dan tindakan operasi pada pasien ODP dan PDP atau konfirmasi
Covid-19
b) Kegiatan yang menimbulkan aerosol (intubasi, ekstubasi, trakeotomi, resusitasi
jantung paru, bronkoskopi, pemasangan NGT, endoskopi gastrointestinal) pada pasien
ODP dan PDP atau konfirmasi Covid-19
c) Pengambilan sample pernapasan (swab nasofaring dan orofaring)

APD level 3 terdiri dari :


a) Masker N95 atau ekuivalen
b) Coverall / gown
c) Boots / sepatu karet dengan pelindung sepatu
d) Pelindung mata
e) Face shield
f) Sarung tangan bedah karet steril sekali pakai
g) Headcap
h) Apron
Alat Pelindung Diri (APD) digunakan untuk melindungi dari penularan virus khususnya
Covid-19. APD dirancang untuk jadi penghalang terhadap penetrasi zat partikel bebas,
cair, atau udara dan melindungi penggunanya terhadap penyebaran infeksi. Pemakaian
APD yang baik jadi penghalang terhadap infeksi yang dihasilkan oleh virus dan bakteri.
APD tetap di gunakan walau petugas kesehatan sudah divaksinasi booster, karena
vaksinasi booster adalah vaksinasi Covid-19 setelah seseorang mendapat vaksinasi
primer dosis lengkap yang ditujukan untuk mempertahankan tingkat kekebalan serta
memperpanjang masa perlindungan.
3. Carilah 1 contoh Pengkajian resiko infeksi. Jelaskan bagaimana cara penggunaannya!
Jawaban :

Infection Control Risk Assessment (ICRA) merupakan suatu sistem pengontrolan


pengendalian infeksi yang terukur dengan melihat kontinuitas dan probabilitas aplikasi
pengendalian infeksi di lapangan berbasiskan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan;
mencakup penilaian beberapa aspek penting pengendalian infeksi seperti kepatuhan cuci
tangan, pencegahan penyebaran infeksi, manajemen kewaspadaan kontak, dan
pengelolaan resistensi antibiotik.
ICRA merupakan bagian proses perencanaan pencegahan dan kontrol infeksi, sarana
untuk mengembangkan perencanaan, pola bersama menyusun perencanaan, menjaga
fokus surveilans dan aktivitas program lainnya, serta melaksanakan program pertemuan
reguler dan upaya pendanaan.1 Tim yang dibentuk multidisiplin mencakup personil
pengendalian infeksi, staf medis, perawat, dan unsur pimpinan yang memiliki prioritas
dalam kebijakan, mendokumentasikan risiko dan implementasinya.

Anda mungkin juga menyukai