Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN PROGRAM RUANG TERBUKA

HIJAU (RTH) DI KOTA MEDAN


Jehan Ridho Izharsyah¹, Imam Aulia Pratama², Hawa Maha Putri³, Regina Nadya Miranthy⁴, Fitri Nurhazizah⁵,
Tri Nurani⁶, Rizky Apriliani⁷
Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara, Jl.Kapten Muchtar Basri No.3 Medan 20238
Email : ¹jehanridho@umsu.ac.id ²imamthepratama@gmail.com ³hawamaha7@gmail.com
⁴dindaggina@gmail.com
Abstrak
Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 40% dari luas wilayah, selain sebagai sarana
lingkungan juga dapat berfungsi untuk perlindungan habitat tertentu atau budidaya pertanian dan
juga untuk meningkatkan kualitas atmosfer serta menunjang kelestarian air dan tanah. Ruang
terbuka hijau adalah area memanjang atau jalur dan mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam. Proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan, penataan ruang sekaligus juga
merupakan produk yang memiliki landasan hukum (legal instrument). Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 26 tahun 2007 tersebut, khususnya pasal 3, termuat tujuan penataan ruang, yakni
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan mengunakan metode penelitian Kualitatif. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu,
Pertama Untuk mengetahui bagaimana analisis perencanaan pembangunan program Ruang Terbuka
Hijau (RTH) di Kota Medan, Kedua untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
Perencanaan Pembangunan Program Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Medan.
Kata Kunci : Analisis, Perencanaan Pembangunan, Ruang Terbuka Hijau

Abstrak :
The ideal green open space is 40% of the total area, besides that as an environmental facility
it can also work for the protection of certain habitats or agricultural cultivation and also to improve
the quality of the atmosphere and support the preservation of water and soil. Green open space is
an elongated area or path and grouping, whose use is more open, where plants grow, both those
that grow naturally or those that are intentionally planted. The process to realize the goals, spatial
planning is also a product development that has a legal basis (legal instrument). Based on Law
Number 26 of 2007, particularly Article 3, it contains the objectives of spatial planning, namely to
create a safe, comfortable, productive, and sustainable national space based on the Archipelago
Insight and National Resilience. So the authors are interested in conducting research using
qualitative research methods. The objectives of this research are, First to find out how the analysis of
the Green Open Space (RTH) development planning program in Medan City, Second to find out what
are the factors that affect the Green Open Space Development Planning Program (RTH) in Medan
City.
Keywords : Analysis , Development Planning, Green Open Space

PENDAHULUAN
Isu mengenai masalah lingkungan hidup semakin menjadi bahasan yang sangat menarik
dewasa ini. Salah satu permasalahan yang kini dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan di
Indonesia adalah semakin berkurangnya lingkungan dan ruang publik. Terutama ruang terbuka
hijau, kota-kota besar pada umumnya memiliki ruang terbuka hijau dengan luas dibawah 10% dari
luas kota itu sendiri. Kondisi tersebut sangat jauh dibawah ketentuan pemerintah pada UU No.
26 Tahun 2007 tentang ruang terbuka hijau yang mewajibkan pengelola perkotaan yang
menyediakan ruang terbuka hijau publik dengan luas sekitar 20% dari luas kota tersebut.
Kurangnya proporsi ruang terbuka hijau dikawasan perkotaan disebabkan oleh lebih tingginya
permintaan lahan untuk kegiatan perkotaan.
Sementara banyak pihak menganggap ruang terbuka hijau memiliki nilai ekonomi yang lebih
rendah sehingga termarjinalkan. Dengan berlakunya undang-undang tentang penataan ruang,
banyak pemerintah daerah yang merasakan kesulitan dalam memenuhi ketentuan penyediaan
ruang terbuka hijau publik seluas 20% dari luas kawasan perkotaan. Kekurangan proporsi
ruang terbuka hijau yang ada di kota-kota di Indonesia disebabkan oleh pembangunan yang
tidak merata dan kian mempersempit ruang terbuka hijau yang ada. Berikut merupakan data
mengenai luas RTH kota-kota besar di Indonesia :
No Nama Kota Proporsi
1 Jakarta 9,97%
2 Bandung 8,76%
3 Bogor 19,32%
4 Surabaya 9%
5 Surakarta 16%
6 Malang 4%
7 Makassar 3%
8 Medan 8%
9 Jambi 4%
10 Palembang 5%
Rata–rata luas RTH di kota-kota besar 8,69%
Indonesia
Sumber : Nirwono Joga, Aspek Lingkungan dalam Pembangunan Perkotaan Berkelanjutan,
Presentasi dalam Workshop Nasional Pembangunan Kota yang Berkelanjutan, Medan 13 Februari
2015
Berdasarkan Tabel 1. tentang proporsi ruang terbuka hijau di kota-kota yang ada di
Indonesia, kota-kota besar yang ada di Indonesia belum memenuhi syarat ruang terbuka hijau
seperti yang ditetapkan oleh UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Kota Bogor menjadi
satu-satunya kota yang memiliki proporsi ruang terbuka hijau dengan luas 19,32% dari luas
keseluruhan kota. Pembenahan ruang terbuka hijau yang ada di kota-kota besar di Indonesia mutlak
diperlukan guna memenuhi ketentuan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam upaya
memenuhi kekurangan ruang terbuka hijau diperlukan kerja sama di setiap elemen. Upaya
pemenuhan ruang terbuka hijau bukan hanya menjadi tugas pemerintah, masyarakat pun dituntut
agar peduli dengan keberadaan ruang terbuka hijau dengan menjaga kelestarian ekologis yang ada
di dalamnya.
Pembangunan yang ada di kota-kota besar di Indonesia umumnya tidak memperhatikan
unsur Ruang Terbuka Hijau. Kesulitan dalam hal pemenuhan proporsi ruang terbuka hijau yang kini
dirasakan dikota-kota besar mulai tertular ke kota-kota kecil. Namun, pengelola perkotaan dan
masyarakat yang tidak menghargai nilai Ruang Terbuka Hijau juga masih terlihat banyak kota kecil
yang semakin gersang karena pepohonannya, ditebang untuk pelebaran jalan atau kegiatan
perkotaan lainnya. Perkembangan kota akhir-akhir ini sering kali hanya berorientasi pada
peningkatan aspek ekonomi tanpa mempertimbangkan unsur ekologi.
Pembangunan gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, serta industri- industri baik besar
maupun industri kecil sangat gencar dilakukan. Namun sebaliknya maraknya fenomena tersebut
tidak terjadi dalam hal pembangunan taman-taman, hutan kota, kawasan penyangga serta
pembangunan lain yang berorientasi pada keseimbangan lingkungan. Padahal keseimbangan
lingkungan merupakan faktor penting dalam menciptakan kondisi kota yang sehat dan nyaman.
Kejenuhan akibat maraknya pembangunan serta kompleksnya masalah perkotaan mengakibatkan
proses berpikir akan pentingnya pembangunan kota yang ekologis atau berwawasan lingkungan.
Suatu kota yang ekologis dapat menciptakan peristiwa dimana terjadi hubungan interaksi yang baik
dan saling menguntungkan antara manusia, hewan dan tumbuhan serta lingkungannya.
Meningkatkan kualitas ekologis suatu kota dapat dilakukan dengan membentuk Ruang
Terbuka Hijau pada kawasan perkotaan. Hal tersebut ditegaskan dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri No.1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, yang
menyatakan bahwa tujuan pembentukan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan antara lain
meningkatkan mutu lingkungan perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai sarana
penanganan Iingkungan perkotaan serta dapat menciptakan keserasian lingkungan alam dan
lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.
Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan, yakni terwujudnya
ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan hal ini dapat juga dirasakan di kota Medan.
Menurunnya kualitas permukiman di kota Medan bisa dilihat dari kemacetan yang semakin parah,
berkembangnya kawasan kumuh yang rentan dengan bencana banjir serta semakin hilangnya ruang
terbuka (Openspace) untuk artikulasi dan kesehatan masyarakat.
Selama ini keberadaan taman di Medan masih minim. Berdasarkan data Dinas Pertamanan
Pemerintah Kota Medan, hanya ada 19 taman di kota ini dengan luas keseluruhan sekitar 124.664
meter persegi dari luas kota Medan yang mencapai 26.510 hektare (ha). Selain itu, Medan hanya
memiliki 9 taman air mancur yang berada di Taman Beringin, Taman Soedirman, Taman Teladan,
Tugu Sister City, Tugu Adipura, Taman Kantor Pos,Taman Guru Patimpus,Taman Juanda,dan Taman
Majestic. Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Medan hanya berkisar 7,5%-10%. Keberadaan taman di kota
ini masih minim, akibatnya, masyarakat lebih banyak yang memilih mencari lokasi rekreasi bersama
keluarga dengan mengunjungi pusat perbelanjaan modern. Padahal, perkembangan anak yang selalu
mengunjungi mall-mall itu tidak baik.
Pemerintah Kota Medan berupaya memenuhi taman dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di
Medan dengan mengalokasikan dana di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dana ini
untuk membeli lahan sekitar 300- 400 meter per tahun sebagai upaya untuk menambah RTH. Saat
ini pemerintah sudah memiliki Perda Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) yang
mencantumkan adanya 30% RTH. Untuk bisa mewujudkan hal itu,maka setiap tahun akan
dianggarkan dana untuk membeli lahan sekitar 300- 400 meter dan memberikannya kepada
stakeholder untuk dijadikan RTH.
Sebagai wahana interaksi sosial, ruang terbuka diharapkan dapat mempertautkan seluruh
anggota masyarakat tanpa membedakan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya. Aktivitas di
ruang publik dapat bercerita secara gamblang seberapa pesat dinamika kehidupan sosial suatu
masyarakat. Ruang terbuka menciptakan karakter masyarakat kota. Tanpa ruang-ruang publik
masyarakat yang terbentuk adalah masyarakat maverick yang nonkonformis- individualis-asosial,
yang anggota-anggotanya tidak mampu berinteraksi apalagi bekerja sama satu sama lain. Agar
efektif sebagai mimbar, ruang publik haruslah netral. Artinya, bisa dicapai (hampir) setiap penghuni
kota. Tidak ada satu pun pihak yang berhak mengklaim diri sebagai pemilik dan membatasi akses ke
ruang publik sebagai sebuah mimbar politik.
Ciri-ciri atau karakteristik sosial daerah perkotaan dalam konsentrasi penduduk dan berbagai
kegiatan ekonomi, sosial dan pemerintahan pada tata ruang perkotaan adalah esensial. Konsentrasi
spasial (tata ruang) adalah fakta utama, lahan perkotaan yang tersedia adalah terbatas, sedangkan
kegiatan perkotaan mengalami pertumbuuhan yang pesat, urbanisasi meningkat, menimbulkan
kecenderungan terjadinya kepadatan (dalam perumahan dan lalu lintas), dampaknya terhadap
perekonomian adalah ketidakefektivan dan ketidakefisienan, serta berpengaruh terhadap
kesejahteraan warga kota. Masalah- masalah perkotaan tersebut merupakan objek pembahasan
ilmiah secara terus- menerus dan cenderung bertambah semakin kompleks seiring dengan
pertumbuhan kota yang makin pesat dan makin luas. Masalah perkotaan yang dihadapi sangat luas,
baik masalah makro maupun masalah mikro. Masalah makro adalah yang berkaitan dengan fungsi
kota bagi wilayah sekitarnya, sedangkan masalah mikro meliputi masalah-masalah internal kota.
Bahwa sesuai Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 11 ayat (2),
pemerintah daerah kota mempunyai wewenang dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kota
yang meliputi perencanaan tata ruang wilayah kota, pemanfaatan ruang wilayah kota dan
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota. Perencanaan tata ruang wilayah kota harus
dilakukan dengan berasaskan pada kaidah-kaidah perencanaan yang mencakup asas keselarasan,
keserasian, keterpaduan, kelestarian, keberlanjutan serta keterkaitan antar wilayah baik di dalam
kota itu sendiri maupun dengan kota sekitarnya. Untuk mendukung terwujudnya ruang yang aman,
nyaman, produktif dan berkelanjutan, dibutuhkan regulasi yang mampu melindungi hak dan
kewajiban stukeholders dalam menata ruang kota.
Beberapa peraturan perundang-undangan telah diterbitkan seperti Undang-Undang No 26
tahun 2007 tentang penataan ruang; Peraturan Pemerintah No 15 tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang; Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2010 tentang Bentuk dan
Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, serta peraturan-peraturan tentang
penataan ruang lainnya merupakan regulasi yang saling mendukung dan perlu untuk diketahui,
dipahami, dan dijalankan oleh segenap warga negara. Untuk itu maka sesuai dengan kewajibannya,
pemerintah harus mensosialisasikan esensi, makna dan substansi peraturan yang terkait dengan
penataan ruang sehingga masyarakat dapat mengetahui dan mengerti peran mereka dalam
penataan ruang.

TINJAUAN PUSTAKA
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang terbuka non hijau, adalah ruang terbuka di wilayah
perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang
berupa badan air. Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang
perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau
halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Ruang terbuka hijau
publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang
digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.
Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 40% dari luas wilayah, selain sebagai sarana
lingkungan juga dapat berfungsi untuk perlindungan habitat tertentu atau budidaya pertanian dan
juga untuk meningkatkan kualitas atmosfer serta menunjang kelestarian air dan tanah. Klasifikasi
bentuk RTH umumnya antara lain RTH Konservasi atau Lindung dan RTH Binaan. Ruang terbuka hijau
adalah area memanjang atau jalur dan mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,
tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis.
Pengertian tata ruang, diambil dari buku Pengantar Hukum Tata Ruang (2016) karya Yunus
Wahid, merupakan ekspresi geografis yang merupakan cermin lingkup kebijakan yang dibuat
masyarakat terkait dengan ekonomi, sosial dan kebudayaan.
Tata Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan penyelenggaraan penataan ruang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang terdapat dalam Undang-undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Perencanaan wilayah adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan
untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas
masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau
mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat
menyeluruh, lengkap, tetap berpegang pada azas prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2003).
Haruo (2000), menyatakan bahwa regional development adalah suatu bidang ilmu yang
membutuhkan integrasi berbagai disiplin ilmu. Sedangkan Sukla (2000) menyatakan bahwa
pengembangan (development) bergantung pada suatu sistem perencanaan ilmiah. Sedang menurut
Rudiyanto (2008) pengembangan wilayah (regional development) merupakan cara pandang untuk
memahami kondisi, ciri dan hubungan sebab-akibat (causal effect) dari unsur-unsur pembentuk
ruang wilayah seperti penduduk, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial, ekonomi, budaya,
fisik dan lingkungan. Melalui cara pandang tersebut selanjutnya dirumuskan tujuan, sasaran, dan
target pengembangan wilayah.

METODE
A.Lokasi
Daerah penelitian sangat penting untuk memperoleh data dalam hal penyusunan, oleh
karena itu peneliti memiliki lokasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Perumahan ,
Kawasan Pemungkiman Dan Penataan Ruang Kota Medan,adapun alasan penelitian mengambil
objek pusat penelitian di wilayah tersebut adalah: Karena RTH di kota Medan merupakan salah satu
aset yang bisa di bermanfaat bagi masyarakat untuk berolah raga dan lain sebagainya.
Gambar : Peta Dinas Perumahan, Kawasan Pemungkiman Dan Penata Ruang Kota Medan

B.Waktu Dan Tahapan Pelaksanaan


1.Waktu
Waktu pelaksanaan Program Pengenalan Lapangan(PPL) dimulai tanggal 29 November 2021
sampai dengan 4 Desember 2021 sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan fakultas.
2.Tahapan Pelaksanaan
1.) Jenis Penelitian
Salah satu Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif . Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan
makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan
sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan faktadi lapangan. Selain itu landasan teori ini
juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan
pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam
penelitian kuantitatif dengan penelitian kuatitatif. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat
dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang
digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori
yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”.
2.) Teknik Pengumpulan Data
Data merupakan bahan penting yang digunakan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan
atau menguji hipotesis dan mencapai tujuan penelitian. Oleh karena itu, data dan kualitas data
merupakan pokok penting dalam penelitian karena menentukan kualitas hasil penelitian. Data
diperoleh dari suatu proses yang disebut pengumpulan data. Menurut Ulber Silalahi (2009)
pengumpulan data adalah satu proses mendapatkan data empiris melaluiresponden dengan
menggunakan metode tertentu.Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa proses pengumpulan
data adalah proses untuk mengumpulkan berbagai hal yang akan digunakan sebagai bahan
penelitian
a.Observasi
“Pada observasi ini, peneliti mengamati peristiwa, kejadian, pose, dan sejenisnya disertai
dengan daftar yang perlu diobservasi” (Sulistyo Basuki, 2006). Peneliti melakukan pengamatan
langsung dengan membawa data observasi yang telah disusun sebelumnya untuk melakukan
pengecekan kemudian peristiwa yang diamati dicocokkan dengan data observasi.
b.Wawancara
Dalam wawancara yang di lakukan bentuk pertanyaan yang di buat dalam bentuk pedoman
wawancara, pedoman wawancara tersebut berisi beberapa pola pertanyaanan diantaranya
bagaimana proses penataan ruang terbuka hijau udayana kota mataram, bagaimana pemanfaatan
ruang terbuka hijau udayana kota mataram, bagaimana upaya pemerintah dan masyarakat dalam
pengelolaan ruang terbuka hijau Kota Medan
c.Dokumentasi
Dokumentasi merupakan data sekunder yang dipandang perlu dalam penelitian ini, dalam
upaya mendukung dan melengkapi data wawancara dan observasi, sehingga data ini menjadi
lengkap dan jelas atau terarah, Dalam hal ini, data dari monografi desa, catatan, buku, foto,
kebijakan,peraturan, dan Biro pusat statisik dan arsip lokasi yang bersangkutan dalam penelitian ini
peneliti akan melakukan dokumentasi di Kota Medan

HASIL DAN PEMBAHASAN


A.Permasalahan dan isu staretegi daerah
1.Permasalahan Aspek Geografi dan Demografi
Secara geologis, Kota Medan terletak pada 3,30º - 3,43º LU dan 98,35º - 98,44º BT dengan
topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat dan timur Kota Medan berbatasan dengan
kabupaten Deli Serdang. Di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini
menyebabkan Kota Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan
jasa baik itu domestic maupun internasional. Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah hujan
rata-rata 2000 – 2500 mm pertahun. Suhu udara di Kota Medan berada pada maksimum 32,4º C dan
minimum 24º C.
Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung
dengan Selat Malaka dibagian Utara, sehingga relative dekat dengan kota-kota/negara yang lebih
maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota
Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang atau jasa yang relative besar. Hal ini tidak
terlepas dari jumlah penduduknya yang relative besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah
mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi
sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan
dan keuangan regional/nasional.
Secara demografis, karena Kota Medan merupakan dataran alluvial, sebuah daerah yang
ideal untuk pertanian intensif dan tanaman industri yang memiliki nilai jual tinggi seperti tembakau.
Sehingga Kota Medan tempo dulu sudah menjadi wilayah hunian yang padat karena merupakan
sentra pertanian yang berada di kota pelabuhan. Artinya permasalahan yang muncul akibat
kepadatan penduduk sudah melekat kepada Kota Medan dari waktu ke waktu.
2.Permasalahan Aspek Kesejahteraan Sosial
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 membawa pada
pertumbuhan ekonomi nasional negatif. Kondisi ini juga berpengaruh terhadap perekonomian Kota
Medan, dimana laju pertumbuhan ekonmo mengalami penurunan hingga 18,11%. Namun pada
tahun 2001, laji pertumbuhan ekonomi Kota Medan trus meningkat hingga mengalami pertumbuhan
sebesar 5,23%. Walaupun belum pulihnya perekonomian nasional, para pelaku ekonomi sudah mulai
melakukan perbaikan dan antisipasi dibidang ekonomi dan didukung dengan suku bunga bank yang
menurun sehingga kengiatan ekonomi sektor rill mulai bergerak menyebabkan laju pertumbuhan
ekonomi di Kota Medan mengalami kenaikan positif.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi
utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Karena penduduk bertambah terus dan berarti
kebutuhan ekonomi juga terus bertambah, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun.
Sejalan dengan peningkatan PDRB ADH Konstan 2000 Kota Medan selama periode 2004±2006,
pertumbuhan ekonomi Kota Medan selama periode yang sama, meningkat rata-rata di atas 5 persen
per tahun yaitu 6,98 persen dari tahun 2004-2005 dan 7,77 persen dari tahun 2005-2006.
Pertumbuhan ekonomi yang dicapai, selain relatif tinggi juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup
stabil. Pertumbuhan ekonomi selama periode 2004±2006 juga menunjukkan trend positif, dimana
pertumbuhan tahun 2006 relatif tinggi (7,77 persen). Hal ini menunjukkan perkembangan
perekonomian yang terjadi, lebih disebabkan faktor-faktor fundamental ekonomi yang terus
membaik, walaupun pada bulan Oktober 2005 Pemerintah telah menaikkan harga bahan bakar
minyak. Berdasarkan kesimpulan :
a) Kota Medan memiliki persentase penduduk miskin yang relatif besar karena jumlahnya
mencapai 212.300 jiwa atau sekitar 10,05% dari jumlah penduduk Kota Medan pada tahun
2010.
b) Pertumbuhan ekonomi Kota Medan meningkat rata ± rata di atas 5% pertahun yaitu 6.98
persen pada tahun 2004 meningkat menjadi 7,7 persen pada tahun 2006. Hal ini disebabkan
faktor ± faktor fundamental yang terus membaik setiap tahunnya.
c) Inflasi Kota Medan semakin meningkat setiap tahunnya. Ini bisa dilihat lonjakan
peningkatannya pada tahun 2004 sebesar 6,64%, sedangkan pada tahun 2006 menjadi
22.91%.
d) Tingkat pengangguran di Kota Medan relatif tinggi. Hal ini disebabkan karena laju
pertumbuhan angkatan kerja yang jauh melampaui laju pertumbuhan kesempatan kerja.
e) Bahwa pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita berpengaruh negatif dan signifikan
secara statistik terhadap jumlah penduduk miskin di kota Medan.
f) Bahwa inflasi dan pengangguran berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap
jumlah penduduk miskin dikota Medan.
3.Permasalahan Aspek Pelayanan umum
A.Sarana dan Prasarana
Kawasan ruang terbuka publik atau taman telah menjadi kebutuhan penting dalam
perkembangan kota tersebut. Kota Medan saat ini telah mengalami pertumbuhan dalam hal jumlah
penduduk yang berdampak pada perubahan dalam memanfaatkan lahan di kota Medan, dengan
terus bertambahnya pembangunan berbagai fasilitas dan infrastruktur perkotaan. Penurunan
kualitas udara pada sebuah kota dapat ditanggulangi dengan pemeliharaan taman-taman kota
dengan lebih baik. Faktor kenyamanan merupakan bagian yang dapat menjadi pertimbangan
perencanaan atau perancangan taman yang juga sebagai produk arsitektur yang berhubungan
dengan segala interaksi manusia dengan lingkungannya, untuk itu perlu dikaji pendapat dari
pengguna taman kota sebagai salah satu cara untuk mengetahui kualitas kenyamanan taman kota
agar dapat digunakan secara maksimal. Salah satu taman kota atau ruang terbuka hijau yang dapat
dimanfaatkan masyarakat ialah taman Teladan.
Taman Teladan ini merupakan taman yang berfungsi sebagai ruang terbuka bagi masyarakat
yang ada di sekitar Kecamatan Medan Kota. Secara umum keberadaan taman ini bertujuan
memberikan tempat bagi masyarakat dan berinteraksi. Namun kondisi fasilitas serta jumlah sarana
dan prasarana yang terdapat pada taman ini dinilai masih kurang mendapat perhatian maksimal, hal
lain terkait kebersihan dan perawatan tanaman yang kurang maksimal masih adanya pemalakan
uang parkir tulisan penanda taman sudah rusak. Untuk itu peneliti mencoba menganalisis bagaimana
kenyamanan pengunjung terhadap taman Teladan sebagai ruang terbuka hijauyang mempengaruhi
kenyamanan penguna taman Teladan yang selanjutnya dapat memberikan masukan dalam
peningkatan kualitas taman kota sebagai ruang terbuka hijau (RTH) publik berdasarkan pandangan
para pengunjung.
B.Isu Strategi Daerah
1.Isu Strategi RPJM Nasional
Pemanfaatan ruang yang belum sesuai dan sinkron dengan rencana tata ruang, yang
ditandai dengan:
a) Terbatasnya ketersediaan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang berkualitas sebagai acuan
perizinan dan pengendalian pemanfaatan ruang, terutama dikarenakan belum tersedianya
peta dasar skala 1 : 5.000;
b) Belum berjalannya pengendalian pemanfaatan ruang secara optimal dikarenakan belum
tersedianya instrumen pengendalian pemanfaatan ruang;
c) Adanya tumpang tindih perizinan pemanfaatan ruang yang akan diselesaikan melalui
pelaksanaan Kebijakan Satu Peta yang diintegrasikan dalam pelaksanaan Satu Data
Indonesia
d) Desa-desa dalam kawasan hutan dan perkebunan besar tidak dapat melaksanakan
kewenangannya terutama untuk pembangunan infrastruktur (sekitar 25.000 desa)
e) Kejadian bencana akibat pemanfaatan ruang yang belum sesuai dengan rencana tata ruang
semakin meningkat (sekitar 2.000 kasus kejadian banjir, longsor, kebakaran hutan, dan
sebagainya).
MISI Program Aksi langkah
Mencapai Pengembangan 1) Melanjutkan kebijakan
Lingkungan Kebijakan Tata Ruang satu peta untuk
Hidup yang Terintegrasi menghindari tumpang
Berkelanjutan tindih penggunaan ruang.
2) Pengendalian dan
pengawasan kepatuhan
pelaksanaannya serta
menindak tegas
penyimpangannya
Mitigasi Perubahan 1) Memperbanyak hutan kota
Iklim dan ruang terbuka hijau di
perkotaan
2) Melanjutkankonservasi
lahan gambut
Penegakan Hukum 1) Merehabilitasi kerusakan
dan Rehabilitasi lingkungan untuk menjamin
Lingkungan Hidup daya dukung lingkungan
secara berkelanjutan
termasuk rehabilitasi hutan
dan lahan, konservasi laut,
serta Daerah Aliran Sungai
(DAS).
2.Isu Strategi RPJMD Provinsi
Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara tahun 2017-2037
menjadi salah satu dokumen yang harus diperhatikan dalam penyusunan RPJMD Provinsi
Sumatera Utara 2019-2023. Perumusan substansi RTRW Provinsi Sumatera Utara
dimaksudkan untuk menjaga sinkronisasi dan konsistensi pelaksanaan penataan ruang
serta mengurangi penyimpangan implementasi indikasi program utama yang diharapkan
akan lebih mampu merespon tantangan dan menjamin keberlanjutan pembangunan.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penataan ruang Provinsi Sumatera Utara adalah
”Mewujudkan Wilayah Provinsi Sumatera Utara Yang Sejahtera, Merata, Berdaya saing
dan Berwawasan Lingkungan”. Kebijakan penataan ruang wilayah provinsi Sumatera Utara
antara lain:
a) Mengurangi kesenjangan pengembangan wilayah timur dan barat;
b) Mengembangkan sektor ekonomi unggulan melalui peningkatan daya saing dan
diversifikasi produk;
c) Mewujudkan ketahanan pangan melalui intensifikasi lahan yang ada dan
ekstensifikasi kegiatan pertanian pada lahan non-produktif;
d) Menjaga kelestarian lingkungan dan mengembalikan keseimbangan ekosistem;
e) Mengoptimalkan pemanfaatan ruang budidaya sebagai antisipasi perkembangan
wilayah; dan meningkatkan aksesibilitas dan memeratakan pelayanan sosial
ekonomi ke seluruh wilayah provinsi.
Dalam rangka untuk mewujudkan Visi dan Misi, tujuan dan sasaran yang telah
dirumuskan, maka strategi dan arah kebijakan pembangunan sumatera utara dan program
prioritas pembangunan daerah Provinsi Sumatera Utara 2019-2023.
3.Isu Strategi RPJMD Kabupaten/Kota
Kebijakan untuk pengembangan pola ruang tahun 2011-2015 mengacu kepada desain 2010-
2030, meliputi :
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah kawasan
yang tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan produksi karena alasan tata lingkungan, seperti:
kawasan hutan manggrove (hutan bakau sekunder) kawasan sempadan sungai, pantai dan danau,
kawasan sosial budaya, serta ruang terbuka hijau. Kebijakan pengembangan kawasan lindung terdiri
dari:
1.) Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup,dengan strategi sebagai
berikut:
a) Menetapkan dan melestarikan fungsi kawasan lindung
b) Mempertahankan kawasan berfungsi lindung sesuai dengan kondisi ekosistemnya
c) Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat
pengembangan kegiatan budi daya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara
keseimbangan ekosistem wilayah dan
d) Mengembangkan kerjasama antar kabupaten perbatasan dalam meningkatkan fungsi
lindung.
2). Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan
hidup.
a) Mewajibkan kajian yang berkaitan dengan dampak lingkungan hidup bagi kegiatan yang
berdampak bagi kawasan lindung dan lingkungan hidup
b) Meningkatkan upaya-upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
c) Mendorong kegiatan-kegiatan pengendalian dan penegakan hukum bagi kegiatan yang
merusak kawasan lindung dan lingkungan hidup dan
d) Meningkatkan peran masyarakat dalam pengendalian, pemanfaatan dan pemantauan
kawasan lindung dan lingkungan hidup.
3). Peningkatan fungsi, kuantitas dan kualitas RTH dan kawasan lindung lainnya, dengan strategi
sebagai berikut:
a) Mewujudkan RTH paling sedikit 30 % meliputi 20% RTH public dan paling sedikit 10% RTH
privat
b) Menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi kawasan lindung
c) Memperbaiki dan merehabilitasi kawasan lindung yang telah mengalami kerusakan fungsi
lindung
d) Melarang kegiatan budidaya yang mengganggu fungsi kawasan lindung dan
e) Mensinergikan kegiatan budidaya produktif yang dapat selaras dan mendukung fungsi
kawasan lindung
Tugas Pokok dan Fungsi
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2009 tentang Pembentukkan
Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Medan yang disahkan dan di tuangkan dalam
Peraturan Walikota Medan Nomor 19 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas Tata
Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan. Pada Bagian Kesembilan pasal 54 dan 55 dari Perda tersebut
menetapkan tugas pokok dan fungsi Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan, Dinas Tata
Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintah daerah
di bidang tata ruang dan tata bangunan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Sedangkan Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan menyelenggarakan fungsi :
1) perumusan kebijakan teknis di bidang tata ruang dan tata bangunan
2) penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang tata ruang dan tata
bangunan
3) pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang tata ruang dan tata bangunan; dan
4) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya
Ada pun tugas dan fungsi Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan berdasarkan
peraturan Kota Medan No. 3 tahun 2009 disebutkan bahwa, Sekretariat mempunyai tugas pokok
melaksanakan sebagian tugas Dinas lingkup kesekreatariatan meliputi pengelolaan administrasi
umum, keuangan dan penyusunan program. Dengan fungsi :
a) penyusunan rencana, program, dan kegiatan kesekretariatan
b) pengkoordinasian penyusunan perencanaan program Dinas
c) pelaksanaan dan penyelenggaraan pelayanan administrasi kesekretariatan Dinas yang
meliputi administrasi umum, kepegawaian, keuangan, dan kerumahtanggaan Dinas
d) pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pengembangan organisasi, dan
ketatalaksanaan
e) pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan tugas- tugas Dinas
f) penyiapan bahan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
g) pelaksanaan monitoring evaluasi, dan pelaporan kesekretariatan
h) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya

KESIMPULAN
A.Hasil
Kondisi pengelolaan RTH publik di Kota Administrasi kota Medan berdasarkan 3 (tiga) faktor
aspek (kondisi fisik, fungsi, dan manajerial), yaitu sebagai berikut:
a.) Potensi pengelolaan RTH public
1) Aspek Fisik: distribusi RTH publik sebagian besar tersebar di seluruh kecamatan,
penataan RTH publik sebagian besar sudah baik, RTH publik yang ada dilengkapi
dengan fasilitas penunjangnya.
2) Aspek Fungsional : kurangnya penyuluhan dan pemasangan slogan dalam
meningkatkan informasi aktif kepada masyarakat untuk mempertahankan fungsi
optimal.
3) Aspek Manajerial : adanya RTH publik yang dilindungi oleh undang undang, adanya
rencana rinci yang memuat program jangka pendek pengelolaan RTH publik, adanya
prosedur pelaksanaan teknis dalam pengelolaan RTH publik, tidak adanya tumpang
tindih tugas dalam pemeliharaan, adanya dana investasi dari swasta dan retribusi
masyarakat.
b.) Permasalahan Pengelolaan RTH Publik
1) Aspek Fisik : adanya sebaran yang tidak merata, tidak semua RTH memiliki kualitas yang
baik, tidak semua RTH publik memiliki kualitas dan kuantitas fasilitas yang baik.
2) Aspek Fungsional : belum semua fungsi RTH publik di tetapkan dalam rencana ,
pemanfaatan RTH publik menjadi belum optimal karena adanya peralihan fungsi RTH
atau penyalahgunaan fungsi RTH.
3) Aspek Manajerial : kebijakan yang ada masih menggunakan kebijakan nasional yang
lama dan sudah habis masa berlakunya, belum semua RTH publik dilindungi oleh
undang-undang khusus, penyusunan program di dalam rencana belum sesuai dengan
prosedurnya, koordinasi antar pemerintah dalam pengelolaan masih kurang,
banyaknya pelaksana teknis dalam pengelolaan RTH publik menjadi tidak optimal
pelaksanaanya, masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan, peran
swasta dalam pengelolaan RTH masih rendah, terbatasnya dana pemeliharaan yang
dialokasikan.
Dari hasil analisis SWOT yang di dapat berdasarkan potensi dan permasalahan kondisi
pengelolaan RTH publik di Kota Medan, maka dapat dirumuskan strategi pengelolaan RTH publik
Kota Medan berdasarkan 3 faktor (tiga) aspek (kondisi fisik, fungsi, dan manajerial), yaitu sebagai
berikut:
a. Strategi untuk aspek kondisi fisik, mempertahankan dan menata persebaran RTH
Publik secara merata, mempertahankan dan meningkatkan kuantitas (luasan) RTH
publik, mempertahankan dan meningkatkan kualitas RTH publik, serta
mempertahankan dan meningkatkan kualitas dan atau kuantitas fasilitas RTH publik.
b. Strategi untuk aspek fungsional, adalah mengoptimalan pemanfaatan RTH publik,
meningkatan komunikasi dan informasi aktif, sertamempertahankan dan
menetapkann fungsi RTH publik dalam rencana.
c. Strategi untuk aspek manajerial, adalah kebijakan pengelolaan RTH publik, menegakan
hukum yang tegas bagi pelaku pengalihfungsian RTH publik, penyusunan program-
program oleh pemerintah, meningkatan kinerja instansi yang berwenang dalam
pengelolaan RTH publik, meningkatan kerjasama terhadap pihak-pihak terkait, dan
meningkatan penambahan pendapatan dalam pengelolaan RTH.
Semua alternatif strategi yang dihasilkan sangat mungkin diterapkan, apabila ada kerjasama
yang baik dari pemerintah, masyarakat, dan swasta. Kerjasama dan koordinasi yang baik dalam
pengelolaan RTH publik akan menghasilkan hasil yang baik dengan kualitas lingkungan yang baik
pula khususnya di Kota Medan.
B.Rekomendasi
Rekomendasi yang dapat diberikan terkait pembangunan, pengembangan, dan pengelolaan
RTH publik di Kota Medan, adalah sebagai berikut:
1. Pembaharuan dan pengadaan dokumen rencana RTH kota baik RTRW maupun masterplan
RTH dengan melibatkan para ahli di bidang ruang terbuka hijau khususnya RTH.
2. Pengendalian fungsi RTH publik oleh pemerintah dengan cara pemberian sanksi bagi
perubah fungsi RTH dan pemberian kompensasi bagi pihak-pihak yang membantu dalam
pemeliharaan RTH publik.
3. Peningkatan kualitas SDM dalam pelaksanaan pengelolaan RTH public dengan pengadaan
pelatihan dan mengkaji standar pendidikan minimum yang bekerja di instansi terkait.
4. Meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan,
pemanfaatan, sampai dengan pengendalian RTH publik dengan melakukan informasi aktif
atau penyuluhan kepada masyarakat atau dengan pengadaan perlombaan penghijauan
dengan imbalan hadiah oleh pemerintah.
5. Peningkatan peran serta swasta dalam pemeliharaan , pengelolaan , pengadaan dengan
sistem insentif dengan kompensasi penempatan simbol perusahaan.
6. Peningkatan kinerja dan koordinasi antar instansi terkait kewajibannya dalam pengelolaan
RTH publik yang ada, baik secara vertikal (dinas, suku dinas, dan seksi kecamatan), maupun
horizontal (Bapeda, DTK, pertamanan dan pemakaman, kelautan dan pertanian bidang
kehutanan, dan dinas lainnya yang terkait) dengan membentuk 1 (satu) tim khusus dalam
pelaksanaan pengelolaan RTH.

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah serta karunia-Nya kami dapat menyelesaikan hasil Laporan kami ini dengan judul “Analisis
Perencanaan Pembangunan Program Ruang Terbuka Hijau (RTH)” di Kota Medan
Penyusunan proposal PPL ini sebagai salah satu syarat untuk membuat tugas akhir dan mata
kuliah wajib yang harus ditempuh dalam meraih gelar sarjana di Program Studi SI Ilmu Administrasi
Publik Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara serta sebagai wahana studi lapangan bagi
mahasiswa untuk dapat mengetahui secara langsung lingkungan kerja.
Kami juga menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan membimbing yaitu kepada :
1. Bapak Dr.Arifin Saleh,S.Sos,MSP Dekan FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
2. Bapak Ananda Mahardika,S.Sos,M.SP Kaprodi Ilmu Administrasi Publik
3. Bapak Jehan Ridho Izharsyah,S.Sos.,M.SI Dosen Pembimbing Praktik Pengalaman Lapangan
(PPL)
4. Bapak Tondi Nasha Yusuf Nst ,ST,MT Sekretaris Kepala Dinas Perumahan Kawasan
Permukiman dan Penataan Ruang Kota Medan
Serta seluruh pihak yang bersangkutan, sekali lagi kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian semua.

DAFTAR PUSTAKA

Muliana, R ., Astuti, P ., & Fadli, A. (2018). Kajian Pusat-Pusat Pelayanan di Kabupaten Kampar. Jurnal
Saintis Volume 18 Nomor 1.
Pane, Teguh Achmad. (2013). Kajian Pengembangan Pusat-pusat Pelayanan di Wilayah Kabupaten
Serdang Bedagai. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Detail Tata Ruang dan
Peraturan Zonasi Kota Medan Tahun 2015-2035.
Pontoh, Nia K dan Iwan Kustiawan. (2008). Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung: ITB.
Putra, Dewa Raditya dan Wisnu Pradoto. (2016). Pola Dan Faktor Perkembangan Pemanfaatan Lahan
di Kecamatan Maranggen, Kabupaten Demak. Jurnal Pengembangan Kota (2016) Volume 4
No. 1
RDTR Kecamatan Medan Johor.
RTRW Kota Medan Tahun 2010-2030.
Setiawan, Bambang. (2004). Pengaruh Struktur Kota Terhadap Pola Pergerakan di Kota Semarang
dan Kota Surakarta. Semarang. Universitas Diponegoro
Sinulingga, B. D. (2005). Pembangunan Kota, Tinjauan Regional dan Lokal. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
SNI 03-1733-2004 Tentang Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.
Adisasmita, Sakti Adjizahd. (2011). Jaringan Transportasi. Yogyakarta. Graha Ilmu. Apriana, M ., &
Iwan, R. (2020). Penentuan Pusat Pelayanan Perkotaan di Kota
Tanjungpinang. Jurnal Tunas Geografi Vol. 09 No. 01 2020.
Aryunto, Primus. (2012). Pengaruh Perkembangan Ekonomi Kota Terhadap Struktur Ruang Kota
(Studi Kasus Kabupaten Gresik). Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
BPS (2020) Statistik Daerah Kota Medan, Bapan Pusat Statistik Kota Medan.
Budiarto, Jerzi dan Suwandono, Djoko. (2014). Identifikasi Perubahan Struktur Ruang Pada Jalan
Utama Kecamatan Kraton D.I Yogyakarta. Jurnal Ruang Volume 2 Nomor 1 Tahun 2014. ISSN
1858-3881.
Burgess, E. W. (1925). The Growth of The City in R. E. Park; E.W Burgess and R.D McKenzie, The City.
Chicago, University of Chicago Press.
Dokumen Profil Kota Medan. BPS Kota Medan.
Dwiyanto, T. A., & Sariffuddin, S. (2013). Karakterisktik Belanja Warga Pinggiran Kota (Studi Kasus:
Kecamatan Banyumanik Kota Semarang). 2013, 1 (2) 118- 127.
Filipus, Theodorus ., Tondobala, Linda ., & Rengkung, Michael M. (2019). Analisis Struktur Ruang
Berdasarkan Pusat Pelayanan di Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Spasial Vol. 6 No. 1,
2019. ISSN 244-3262.
Ilma, Faradina dan Rakhmatulloh, Anita Ratnasari. (2014). Pembentuk Struktur Ruang Kompak di
Kawasan Banyumanik Kota Semarang. Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota. Volume 10 (2):
Juni 2014.
Lahagina, Jason J. Geovani P ., Poluan, R. J ., dan Mononimbar, Windy. (2015). Kajian Struktur Ruang
Kota Tomohon. Universitas Sam Ratulangi Manado.
M. Irzan Fausan. (2018). Kajian Struktur Ruang Kawasan Perdagangan Di Kota Makassar. Universitas
Islam Negeri Alaudin Makassar.
Malau, Febri Irwandi ., Mononimbar, Windy ., dan Rate, Johannes Van. (2018). Analisis Pemanfaatan
Ruang di Kawasan Sekitar Jalan Lingkar Kota Manado. Jurnal Spasial Vo. 5. No. 3, 2018. ISSN
2442-3262.
Masrianto ., Soetomo, Soegiono ., Poerwo, Poernomosidhi ., dan Riyanto, Bambang. (2012).
Pembangunan Jaringan Jalan Perkotaan Berdasarkan Kajian Struktur Ruang dan Aksesibilitas
Kota. Jurnal Transportasi Vol. 12 No 2 Agustus 2012.
Toriki, Pransiska Archivianti dan Nurini. (2012). Kajian Pola Ruang Kampung Berdasarkan Budaya
Lokal di Perkampungan Ke’Te Kesu, Kabupaten Toraja Utara. Jurnal Teknik PWK Volume 1
Nomor 1 2012.
Ullman, Harris. (1945). Graphic Repared. Department of Geography and Earth Sciens Charlotte:
University of North Carolina.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
Utoyo, B . (2007). Geografi Membuka Cakrawala Dunia. Bandung: PT. Setia Purna.
Viduri, Vika, Badjuri dan Andjar Widjajanti. (2015). Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan
sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi dalam Artikel
Ilmiah Mahasiswa 2015. Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Jember (UNEJ).
Wibowo, Awal. (2014). Studi Tentang Struktur Kota dan Sistem Transportasi Di Perkotaan
Purwokerto Tahun 2013. Geodukasi Volume III Nomor 1, Maret 2014.
Yunus, Hadi Sabari. (2014) Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai