Anda di halaman 1dari 52

MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

7 ALIRAN FLUIDA GAS (Compressible Flow)


7-1 Tinjauan Termodinamika
Dalam beberapa contoh perhitungan untuk aliran fluida gas sering digunakan
dan dianggap aliran udara sebagai gas ideal. Gas ideal atau gas sempurna
didefinisikan sebagai suatu fluida yang mempunyai panas jenis yang
konstan. Teori tentang gas ideal didasarkan atas beberapa anggapan antara
lain yaitu:
- Gas ideal terdiri dari partikel (atom atau molekul) dalam jumlah yang
besar.
- Partikel tersebut tersebar merata dan bergerak secara acak.
- Jarak antara partikel jauh lebih besar dari pada ukuran partikel.
- Tidak ada gaya antara partikel yang satu dengan yang lain, kecuali dua
partikel bertumbukan.
- Semua tumbukan adalah elastis sempurna dan terjadi dalam waktu
yang singkat (tumbukan antar partikel atau partikel dengan dinding).
- Berlaku hukum Newton tentang gerak.
Persamaan gas ideal dituliskan sebagai:
PV = m RT (7-1)
atau P = RT, dan P = RT (7-2)
dengan:  =
P = tekanan mutlak (N/m2 = Pa), V = volume (m3),
m = massa gas (kg),  = massa jenis (kg/m3),
 = volume jenis (m3/kg), T = temperatur mutlak (absolute) K
R = konstanta gas yang khas untuk gas tertentu (J/kgK)

R= (7-3)
dengan: m = massa molal (berat atau bobot molekul), gr/gmol
atau kg/kmol
= konstanta gas umum (universal), J/kgmol.K
= 8314,3 J/kgmol.K
= 1544 ftlbf/lbmol.R
Suatu kilogram mole gas adalah jumlah kilogram massa gas yang sama
dengan berat molekul gas tersebut.
Contoh: satu kilogram mole oksigen O2 = 32 kg (MO2 = 32 kg/kmol)

Konstanta gas yang khas untuk gas tertentu hubungannya dengan panas jenis
adalah:
R = Cp - Cv = konstan (7-4)
dengan: Cp = panas jenis pada tekanan konstan

102
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Cv = panas jenis pada volume konstan

Perbandingan panas jenis  = = konstan (7-5)

dengan: Cp = (7-6)

Cv = (7-7)
Pada temperatur standar nilai panas jenis untuk udara:
Cpu = 1005 J/kgK, dan Cvu = 718 J/kgK
Ru = 287 J/kgK, dan Mu = 28,97 kg/kmol

= = = 1,4 (untuk udara)

7-2 Entropi, Energi Dalam, dan Entalpi


7-2-1 Perubahan Entropi
Entropi adalah suatu bentuk perubahan pada sebuah sistem yang seimbang.
Perubahan entropi tersebut sesuai dengan hukum kedua termodinamika.
Hukum kedua termodinamika menyatakan bahwa jika suatu sistem
mengalami perubahan spontan maka perubahan akan berarah sehingga
entropi pada sistem akan meningkat atau konstan pada nilai sebelumnya.
Perubahan sistem diikuti oleh perubahan variabel tekanan (P), kecepatan (v),
temperatur (T), entropi (s) dan energi dalam (u). Hubungan antara variabel
(P, , T, s, u) dapat ditulis dalam bentuk
persamaan: Tds = du + P (7-8)
ds = + = Cv +R

s2 – s1 = Cv ln + R ln (7-9)

dengan:

s2 – s1 = Cv ln + R ln (7-10)
dan untuk: Tds = dh + dP (7-11)
ds = = Cp

s2 – s1 = Cv ln + R ln (7-12)

103
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

s2 – s1 = Cv ln + R ln (7-13)

atau s2 – s1 = Cp ln - R ln (7-14)

7-2-2 Perubahan Energi Dalam


Perubahan energi dalam pada sebuah sistem bergantung pada keadaan awal
dan akhir sistem tersebut. Perubahan energi juga dipengaruhi oleh besaran
nilai panas spesifik pada volume konstan. Sehingga persamaan perubahan
energi dalam dapat ditulis :

u2 – u1 = = dT = Cv (T2 – T1), (7-15)

7-2-3 Perubahan Entalpi


Perubahan entalpi adalah perubahan kandungan nilai kalor dalam sistem
pada tekanan konstan. Perubahan entalpi juga bergantung pada besaran nilai
panas spesifik pada tekanan konstan. Sehingga persamaan perubahan entalpi
dapat ditulis :

h2 – h1 = = dT = Cp (T2 – T1), (7-16)

7-2-4 Untuk Aliran Isentropik


Aliran isentropik adalah suatu aliran dimana nilai entropinya tidak
mengalami perubahan (konstan).
s2 = s1 atau ds = 0, maka:
Tds = du + P = 0, dan
Tds = dh + dP = 0
Untuk gas ideal berlaku:
Cv dT + P = 0, dan
Cp dT – dP = 0

Persamaan untuk dT = =–

atau + = + = 0, (7-17)

dengan:  = , maka persamaan (7-17) dapat ditulis dalam


bentuk:
ln P +  ln = ln C, atau ln P + ln = ln C (7-18)
Persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk:

104
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

P = konstan, atau = konstan

karena P =  R T, atau  = ,
maka untuk gas ideal (sempurna) dalam proses (aliran) isentropik untuk seksi
masuk (awal) titik (1) dan seksi keluar (akhir) titik (2) berlaku persamaan:

= = , atau = = (7-19)

Contoh Soal 7-1

Udara mengalir sepanjang saluran (lihat gambar berikut) dengan laju 0,15
kg/s. Tekanan, temperatur dan kecepatan pada seksi (sisi) masuk adalah 188
kPa, 440 K dan 210 m/s dan pada seksi (sisi) keluar adalah 213 kPa dan 351
K.
Hitunglah:
a. luas saluran (A),
b. perubahan entalpi (h),
c. perubahan energi dalam (u),
d. perubahan entropi (s)

Jawaban

Diasumsikan bahwa aliran steady dengan laju konstan dan seragam pada
setiap seksi dan udara adalah gas ideal.
Laju aliran massa =  v A = konstan, atau
1 v1 A1 = 2 v2 A2, dan A1 = A2 = A = konstan

aliran P1 = 188 kPa, T1 = 440 K, v1 = 210 m/s


P2 = 213 kPa, T2 = 351 K
 
Untuk gas ideal digunakan persamaan P =  R T

1 = = = 1,49 kg/m3
a. luas saluran

105
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

A= = = 4,79.10-4 m2
b. perubahan entalpi untuk gas ideal (persamaan 7-16)
h = h2 – h1 = Cp dT = Cp (T2 – T1)
dengan Cp = 1005 J/kgK, maka:
h = 1005 J/kgK (351 – 440) K =  89,445 kJ/kg
c. perubahan energi dalam (persamaan 7-15)
u = u2 – u1 = = Cv (T2 – T1),
dengan Cv = 718 J/kgK, maka:
u = 718 J/kgK (351 – 440) K =  63,9 kJ/kg
d. perubahan entropi Tds = dh - dP,
dengan: P =  R T, atau P = R T, atau

ds =  = Cp R

s = s2 – s1 = 

s = Cp ln  R ln = 1005 ln  287 ln

=  227,118  35,832 =  262,95 J/kgK

Contoh Soal 7-1

Sebuah silinder yang berisi 2 kg nitrogen pada tekanan P1 = 140 kPa dan T1
= 50C dimampatkan secara isentropik sampai P2 = 300 kPa. Hitunglah suhu
akhir (T2) dan kerja yang diperlukan.

Jawaban

Proses isentropik atau proses adiabatik mampu balik dimana s = konstan (s2
= s1)

= =

Untuk nitrogen  = 1,4, dan T1 = 5+273 = 278 K


T2 = 278 = 278 (1,243)
= 345,6 K atau T2 = 72,6oC

106
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Energi dalam:
u = u2 – u1 = = Cv (T2 – T1)
Kerja, W = m Cv (T2 – T1), dengan m = 2 kg dan Cv = 741 J/kgK
= 2 kg (741 J/kgK) (345,6 – 278) K
= 100183 J = 100,2 kJ (dibulatkan)

7-3 Bilangan Mach dan Klasifikasi Aliran


7-3-1 Bilangan Mach
Bilangan Mach adalah perbandingan kecepatan fluida sesungguhnya
terhadap kecepatan rambat bunyi (dimana bunyi akan merambat melalui
fluida tersebut), atau perbandingan antara kecepatan fluida terhadap
kecepatan suara lokal atau setempat. Dalam bentuk persamaan dapat ditulis
Ma = (7-20)
dengan: v = kecepatan fluida
a = kecepatan suara atau laju bunyi lokal (speed of sound)

a= , dan untuk gas sempurna a = (7-21)

Jadi laju bunyi di udara dengan = 1,4 dan R = 287 J/kgK, maka:
a= = 20,045 (m/s)

7-2-2 Klasifikasi Aliran Gas


Klasifikasi aliran berdasarkan bilangan Mach (Ma) oleh para ahli
aerodinamik dibagi atas:
a. Aliran inkompresibel (incompressible flow), dengan: Ma < 0,3.
Untuk kondisi ini pengaruh massa jenis (kerapatan) dapat diabaikan.
b. Aliran subsonik, dengan: 0,3 < Ma < 0,8.
Pada kondisi ini pengaruh kerapatan diperhitungkan tetapi tidak terdapat
gelombang kejut (shock wave).
c. Aliran sonik (disebut juga sebagai aliran kritis), dengan: Ma = 1.
Pada kondisi ini kecepatan fluida sama dengan kecepatan suara lokal.
d. Aliran transonik, dengan: 0,8 < Ma < 1,2.
Pada kondisi ini terdapat gelombang kejut yang muncul antara daerah
subsonik dan supersonik.
e. Aliran supersonik, dengan: 1,2 < Ma < 3,0.
Pada kondisi ini terdapat gelombang kejut yang kuat, sehingga tidak
terdapat daerah subsonik.
f. Aliran hipersonik, dengan 3,0 < Ma atau Ma > 3,0.

107
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Pada kondisi ini gelombang kejut dan aliran yang lain berubah sangat
kuat (perubahan cukup besar).

7-4 Aliran Isentropik dan Gelombang Kejut


7-4-1 Aliran Isentropik
Aliran isentropik atau aliran adiabatik tanpa gesekan adalah suatu aliran ideal
(sempurna) yang tidak dapat tercapai dalam aliran gas nyata.
Tinjau aliran dalam pipa, diasumsikan bahwa aliran steady dan uniform.

aliran y
x

v =0
dx  P = Po
  + d T = To
vx vx + dvx tabung aliran
 A A + dA (stream tube)
P P + dP
T T + dT
Dari persamaan kontinuitas diperoleh:
 vx A = ( + d) (vx + dvx) (A + dA) (7-22)
Dari persamaan momentum, gaya permukaan dapat ditulis dalam bentuk:
FSx = dRx + PA  (P + dP) (A + dA)

dengan dRx = dA, adalah gaya sepanjang batas tabung aliran

Jadi FSx = dA + PA  PA  P dA  A dP  dP dA

= P dA + + PA – PA – P dA – A dP – dP dA
dP A = vx( vxA) + (vx+dvx) {(+d) (vx+dvx)(A+dA)} (7-23)
Jika persamaan (7-22) dan (7-23) digabung diperoleh:
 dP A = (vx + vx + dvx) ( vx A)
selanjutnya, dP =  vx dvx =   d

atau +d =0 (7-24)

Sepanjang garis aliran stagnasi hanya terdapat satu komponen kecepatan,

dengan vx = v, maka: +d =0 (7-25)

108
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Untuk aliran isentropik = konstan = C, atau dapat ditulis dalam bentuk:

P = C  dan  =

Dari persamaan (7-25)  d = = P-1/ C1/ dP, persamaan ini dapat

diintegralkan antara keadaan mula-mula (P) dan keadaan stagnasi atau macet
(Po), diperoleh:

 d = C1/ ,

= C1/ = C1/

= C1/

karena C1/ = , maka

= P( -1)/ =

atau =1+ ,

dan = =

Untuk gas ideal P =  R T, dan a = atau a2 = R T = P/, maka:

= = dengan

Jadi hubungan antara tekanan mula-mula (P) dengan tekanan stagnasi (Po)
untuk aliran gas ideal adalah:

= (7-26)

Pada proses esentropik = konstan, dan keadaan awal dituliskan sebagai:

109
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

= atau =

Untuk persamaan gas ideal P =  R T , maka:

= = , = , dan =

Jadi hubungan antara keadaan stagnasi atau macet (Po, To dan o) dan
keadaan awal (P, T dan ) untuk aliran isentropik secara lengkap dapat
ditulis dalam bentuk persamaan:

= (7-27a)

= (7-27b)

= (7-27c)

Jika (1) adalah keadaan awal dan (2) adalah keadaan akhir, maka:

, dan

Contoh Soal 7-2

Untuk suatu aliran sonik (Ma = 1) atau sering disebut sebagai kondisi (nilai)
kritis. Tuliskanlah hubungan antara keadaan kritis dan keadaan stagnasi
(macet). Kondisi (nilai) kritis diberi tanda bintang (*), dengan (Ma = 1) atau
v = a, dengan:  = 1,4.

Jawaban

= = = 0,5283

= = = = 0,6339

= = = = 0,8333

Contoh Soal 7-3

110
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Udara mengalir secara steady melalui sebuah talang (pipa) dengan tekanan
350 kPa (abs), temperatur 600C dan kecepatan aliran 183 m/s pada keadaan
keluar dan pada kondisi lokal stagnasi isentropik adalah: tekanan 385 kPa
(abs) dan temperatur 350 K. Hitunglah: (a) tekanan, dan temperatur
(stagnasi) isentropik pada bagian (seksi) masuk (P01 dan T01), (b) tekanan dan
temperatur statik pada bagian (seksi) keluar pipa (P2 dan T2), dan (c)
perubahan entropinya (S2 – S1), buat diagram untuk keadaan (1) dan (2).
 

P1 = 350 kPa (abs) P02 = 385 kPa (abs)


aliran T02 = 350 K
T1 = 600C = 333 K Ma2 = 1,3
v1 = 183 m/s
masuk keluar
(inlet) (outlet)

Jawaban

a. Bilangan Mach pada seksi masuk Ma1 = = = 0,5

dengan a1 = = = 366 m/s

= =

= = 1,186
P01 = P1 .1,186 = 350 kPa.1,186 = 415 kPa
Untuk = = 1,05, maka: T01 = 1,05 T1 = 1,05.333 K = 350 K

b. = = = 2,77

P2 = = = 139 kPa

= = = 1,338

T2 = = = 262 K

111
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

c. Perubahan entropi ∆s atau s2 – s1 = 

s2 – s1 = Cp ln  R ln , dengan: Cp = 1.000 J/kg K, dan R =


287 J/kg K
s2 – s1 = 1000 ln 287 ln = 25,2 J/kg K
Diagram T-s dapat digambarkan dapat diperlihatkan sebagai berikut:
T P01 P01
T01 = T02 = 350 K
s = konstan untuk proses stagnasi (macet)
T1 = 333 K S02 – S01 = S2 – S1
proses stagnasi isentropik

P1 P2
T2 = 262 K
s

Contoh Soal 7-4

Udara mengalir masuk ruang bakar (combustion chamber) pada


bilangan Mach Ma1 = 0,2, temperatur T1 = 580 K dan tekanan P1 = 1 MPa
(abs). Kalor bertambah pada ruang bakar dan akibatnya terjadi perubahan
sifat-sifat fluida pada kondisi keluar menjadi Ma2 = 0,6, T2 = 1727 K dan P2
= 862,7 kPa (abs).
Tentukanlah kondisi stagnasi isentropik lokal pada:
a. Kondisi masuk atau seksi masuk (inlet section)
b. Kondisi keluar (outlet section).
Tentukan pula perubahan entropi spesifik dan gambarkan diagram T-s untuk
keadaan statik dan stagnasi.

Jawaban:

T01 = 584,6 K, T02 = 1782 K


P01 = 1,028 MPa (abs), P02 = 0,9632 MPa (abs)
s2 – s1 = 1138 J/kg K

Contoh Soal 7-5

112
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Aliran isentropik gas ideal untuk kondisi kritis dengan aliran adalah sonik
(Ma = 1)
Tentukan perbandingan tekanan, temperatur dan densitas untuk aliran sonic
(Ma = 1) atau sering disebut sebagai nilai kritis (diberi tanda bintang).

Jawaban
Untuk kondisi kritis: = = 1,893

= = 1,200

= = 1,577

7-4-2 Efek Perubahan Luas


Nosel adalah sebuah perangkat yang digunakan untuk meningkatkan
kecepatan fluida saat masuk atau keluar dari dalam pipa. Nosel juga
digunakan untuk mengontrol laju aliran, arah, massa, tekanan dan bentuk
dari aliran yang muncul. Secara prinsip nosel di golongkan menjadi dua yaitu
nosel konvergen dan divergen. Perbedaan dari kedua nosel ini adalah
perubahan luas penampang pada saluran masuk dan keluarnya aliran fluida
(cair dan gas). Efek perubahan luas terhadap aliran isentropik diperlihatkan
pada Gambar 7-1 dan 7-2 berikut:

aliran

 

 

Gambar 7-1 Nosel Konvergen (menyempit)

aliran

113
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Gambar 7-2 Nosel Divergen atau Diffuser (melebar atau meluas)

Berdasarkan persamaan momentum +d = 0, dengan dP =  v dv

atau = (7-28)

Menurut persamaan kontinuitas, laju aliran massa fluida yang mengalir:


ṁ= = konstan = C
atau ln  + ln v + ln A = ln C
+ + =0
(7-29)

atau =  = 

Untuk proses isentropik = = a2, maka:

= = (7-30)

dan = (7-31)

karena ṁ = = konstan, maka


ṁ = 1 v1 A1 = 2 v2 A2

atau A2 = A1 = A1

A2 = A1 , dengan = , maka:

A2 = A1 = A1

Jadi A2 = A1 (7-32)

114
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

7-4-3 Aliran Isentropik untuk Gas Ideal


Persamaan dasar untuk aliran isentropik dari gas idel dapat dituliskan dalam
bentuk:
 Persamaan kontinuitas: 1 v1 A1 = 2 v2 A2 =  v A = ṁ
 Persamaan momentum: Rx + P1 A1  P2 A2 = ṁ v2  ṁ v1
dengan Rx = Ff = gaya gesekan
 Hukum pertama entalpi: h1 + = h1 + =h+
 Hukum kedua entropi: s1 = s2 = s
 Persamaan keadaan gas: P =  R T
 Persamaan proses: = konstan
Persamaan sifat-sifat atau keadaan stagnasi isentropik lokal untuk suatu gas
ideal dituliskan sebagai:

Tekanan stagnasi, = (7-33a)

Temparatur stagnasi, =1+ Ma2 (7-33b)

Densitas stagnasi = (7-33c)

dengan: (Po, To, ) adalah keadaan stagnasi), dan


(P, T, ) adalah keadaan statik

Gaya gesekan (friction force), Ff = (P2 – P1)A + ṁ (v2 – v1)


Kondisi kritis untuk gas ideal dengan  = 1,4 dan Ma = 1

= = 1,893  = 0,5283

=1+ = 1,200  = 0,8333

= = 1,577

v = C  = , dengan  v A =  v A, maka:

= = =

115
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

= = (7-34)

Contoh Soal 7-6

Udara mengalir secara isentropik dalam suatu saluran dengan: Ma1 = 0,3, A1
= 0,001 m2, P1 = 650 kPa, T1 = 62oC dan Ma2 = 0,8
Tentukan atau carilah:
a. gambar sketsa penampang saluran
b. gambar diagram T-s
c. kondisi parameter pada titik akhir (2)

Jawaban:

a. Ma1 = 0,3 Ma2 = 0,8

 

b. T P01 = P02
T01 = T02 aliran isentropik s = konstan
P1 P01 = P02 dan T01 = T02
T1  udara = 1,4
P2

T2 
s

c. T02 = T01 = T1 , dengan T1 = 62 + 273 = 335 K


= 341 K

T2 = = 302 K atau 290C

Untuk gas ideal a2 = = 348 m/s

116
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Persamaan isentropik = konstan, diperoleh:

= = 0,696, dan

P2 = 0,696 P1 = 452 kPa

selanjutnya 2 = = 5,21 kg/m3

A2 = A1 = 5,12.10-4 m2

karena A2 < A1, berarti bentuk saluran konvergen

P02 = P2 = 650 [1 + 0,2 (0,8)2]3,5

= 689 kPa
Tekanan stagnasi seharusnya konstan untuk aliran isentropik, namun
setelah dihitung diperoleh:

P01 = P1 = 650 [1 + 0,2 (0,3)2]3,5

= 692 kPa.
Perbedaan antara tekanan P02 terhadap P01 disebabkan oleh penggunaan
nilai temperatur hasil perhitungan atau yang digunakan. Namun harus
dicacat bahwa untuk aliran isentropik berlaku T01 = T02 dan P01 = P02.

Contoh Soal 7-7

Untuk data sama dengan soal nomor (1) diatas, dan dengan menggunakan
tabel berikut, hitung kembali keadaan atau kondisi pada titik akhir (2).

Ma T/T0 P/P0 / 0 A/A*


0,3 0,9823 0,9395 0,9564 2,035
0,8 0,8865 0,6560 0,7400 1,038

Jawaban

Untuk aliaran isentropik T01 = T02 = T0 dan P01 = P02 = P0


Hitunglah berdasarkan pertanyaan pada soal dan cocokkan dengan kunci
jawaban berikut: T2 = 302 K, 2 = 5,24 kg/m3, P2 = 454 kPa

117
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

T02 = 341 K, P02 = 692 kPa, A2 = 5,10.10-4 m2


Kecepatan pada seksi (2) dapat dihitung melalui persamaan v2 = Ma2 a2

7-4-4 Aliran Isentropik melalui Nosel Konvergen

P0 t Pb
T0
v0
Aliran katup
Pe

P/P0 daerah I
P*/Po
Pemin = P*
daerah II

t = tenggorokan nosel

untuk Ma = 1, maka = = 0.528, dengan  = 1,4,

P* = tekanan kritis, dan P0 = tekanan stagnasi


Perhatikan gambar diatas bahwa untuk:

daerah (I), jika : 1   , maka aliran pada tenggorokan adalah

isentropik dengan
Pe = Pb , Pe = tekanan keluar (exit pressure), dan
Pb = tekanan balik (back pressure)

daerah (II), jika < , maka aliran pada tenggorokan isentropik, tetapi

terjadi ekspansi non-isentropik dalam aliran ketika meninggalkan nosel (Pe =


P*> Pb).

Contoh Soal 7-8

Sebuah nosel konvergen dengan luas tenggorokan At = 0,001 m2, dialiri


udara dengan tekanan balik Pb = 591 kPa, temperatur stagnasi T0 = 60oC =
333 K, dan tekanan stagnasi P0 = 1 Mpa = 1000 kPa. Hitunglah bilangan
Mach dan laju aliran massa pada kondisi keluar (Me dan ṁe)

118
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Po = 1 Mpa Pb = 591 kPa


T0 = 333 K

Pe

Jawaban

a. Periksa apakah  , jika itu terjadi maka Pe = Pb.

= = 0,591 > 0,528 , maka Pe = Pb = 591 kPa

= atau 1 +

Me = 0,9

b. ṁe = e ve Ae = e Me ae Ae , dengan: ae = dan e =

Me = atau ve = Me ae

=1+ =1+ = 1,162

Te = = = 287 K

ae = = = 340 m/s

e = = = 7,18 kg/m3

ṁe = e Me ae Ae = 7,18.09.340.0,001 = 2,20 kg/s

Contoh Soal 7-9

119
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Udara mengalir secara isentropik melalui nosel konvergen. Luas permukaan


disalah satu sisinya 0,013 ft2 dengan tekanan 60 psia (lb/in2), temperatur 40o
F dan bilangan Mach 0,52. Jika tekanan balik Pb = 30 psia, hitunglah:
a. bilangan Mach pada tenggorokan nosel, Mt
b. laju aliran massa, ṁ
c. luas permukaan tenggorokan nosel At

Jawaban

A1 = 0,013 ft2, T1 = 40oF = 40 + 460 = 500oR


P1 = 60 lb/in2, Ma1 = 0,52, dan R = 53,3 (konstanta udara)

a. = = [1 + 0,2 (0,52)2]3,5 = 1,20

P0 = P1.1,20 = 60.1,20 = 72.0 psia


= = 0,417 < 0,528, berarti Mt = 1 (aliran tercekik: the flow
is choked)
Jika: Pb/Po < P*/Po , maka Mt = 1
b. ṁ = 1 v1 A1
v1 = Ma1 a1 = Ma1

= 0,52 [1,4.53,3 500oR.32,2 ]1/2


= 570 ft/sec

1 = = 60 lb/in2. = 0,324 lbm/ft3

Jadi ṁ = 1 v1 A1 = 0,324 lbm/ft3.570 ft/sec.0,013 ft2 = 2,40 lbm/sec


c. ṁ = 1 v1 A1 = t vt At

At = A1 = A1 = A1

Untuk aliran isentropik, T0 = konstan, maka:

= = = =

= = (1,2)3,5 = 1,89

120
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Pt = = = 38,1 psia

At = A1 = 0,013

= 9,98.10-3  0,00998 ft2

7-4-4 Aliran Isentropik Melalui Nosel Konvergen-divergen

Pada tenggorokan (leher) bilangan Mach Mt = 1, dan laju aliran massa pada
tenggorokan adalah:
ṁ = * v* A*, dengan A* = At

Contoh Soal 7-10

Udara mengalir melalui nosel konvergen-divergen dengan luas permukaan


bagian keluar (exit area) Ae = 0,001 m2. Tekanan dan temperatur stagnasi Po
= 1 MPa, dan To = 350 K. Jika tekanan pada bagian keluar Pe = 954 kPa dan
bilangan Mach pada tenggorokan Mt = 0,68 (dengan aliran isentropik pada
tenggorokan), hitunglah:
a. kondisi aliran pada tenggorokan (Pt, Tt, t dan vt).
b. bilangan Mach pada bagian keluar (Me).

121
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Jawaban:
To = 350 K
Po = 1000 kPa
Pe = Pb = 954 kPa (aliran isentropik pada tenggorokan atau leher)
Mt = 0,68 dan Ae = 0,001 m2
a. =1+ (Mt)2 = 1 + 0,2 (0,68)2 = 1,09248

Tt = = = 320 K

= = (1,09248)3,5 = 1,3628

Pt = = = 734 kPa

t = = = 7,99 kg/m3

vt = Mt at = Mt = 0,68 = 244 m/s

b. =

1+ Me2 =

Me2 =

Me = = 0,26

Gambar diagram T-s untuk aliran pada nosel konvergen-divergen:

122
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Contoh Soal 7-11


Untuk nosel konvergen-divergen (lihat gambar pada soal nomor 1 diatas),
didesain dengan tekanan balik Pbd = 72,8 kPa, tetapi dioperasikan pada
tekanan balik Pbo = 50 kPa. Jika aliran diasumsikan isentropik, hitunglah:
a. bilangan Mach pada bagian keluar (Me)
b. laju aliran massa (ṁ)
To = 350 K, Po = 1000 kPa, Pbd = 72,8 kPa
Pbo = 50 kPa, Ae = 0,001 m2
Pe = Pbd (aliran isentropik)
Kunci jawaban: (a) Me = 2,36 dan (b) ṁ = 0,931 kg/s

7-4-5 Gelombang Kejut (Shock Wave)


Gelombang kejut normal (normal shock) adalah gelombang kejut dengan
bidang yang tegak lurus terhadap garis-garis arus aliran. Gelombang kejut
normal dapat terjadi di bagian lubang pancar divergen, leher diffuser
terowongan angin supersonik, dalam pipa dan pada benda ujung tumpul yang
bergerak. Untuk memahami dan menganalisa gelombang kejut normal, tinjau
volume kontrol (atur) pada gambar berikut.

Persamaan kontinuitas, dengan asumsi bahwa:


- Aliran steady
- Aliran uniform pada setiap daerah
- A1 = A2 = A, sebab tebal gelembang kejut sangat tipis
(0,2 microns =10-5 inch)

123
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

1 v 1 = 2 v 2 = (7-35)

a. Persamaan momentum, karena ketebalan gelombang kejut sangat tipis,


maka gaya gesek pada dinding diabaikan, FBX = 0.
FSx = P1 A – P2 A = v1 {1 v1 A} + v2 {2 v2 A} =  v1 ṁ + v2 ṁ
P1 A – P2 A = ṁ v2  ṁ v1 atau P1 A + ṁ v1 = P2 A + ṁ v2
dan P1 + 1 v12 = P2 + 2 v22 (7-36)

b. Hukum I termodinamika
Diasumsikan bahwa:
- Aliran adiabatik =0
- dan
- Efek gravitasi atau berat massa diabaikan.

0= { 1 v1 A} + {2 v2 A}

h = u + P v. Jika kedua persamaan tersebut digabung dan laju aliran


massa ṁ1 = ṁ2, maka diperoleh persamaan:
h1 + = h2 + (7-37)
atau untuk entalpi stagnasi ho1 = ho2
c. Hukum II termodinamika
Tds = dh  v dP
ds = Cp R

s2 – s1 = Cp ln - R ln (7-38)
d. Untuk gas ideal
Persamaan gas ideal P =  R T
h = h2 – h1 = Cp T= Cp (T2 – T1) (7-39)
Interseksi garis Fanno dan Rayleigh sebagai penjabaran kejut normal yaitu:

124
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Skema proses kejut normal (normal shock) diperlihatkan pada diagram T-s:

Contoh Soal 7-12

Sebuah gelombang kejut normal terjadi dalam saluran dimana udara yang
mengalir dengan kondisi atau keadaan: sebelum gelombang kejut T1 = 5oC,
P1 = 65 kPa, v1 = 668 m/s dan setelah gelombang kejut T2 = 469 K.
Hitung sifat-sifat udara pada kondisi setelah kejut (v2, 2, P2) dan perubahan
entropi (s2 – s1).

Jawaban

125
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

C1 = = (1,4.287.278)1/2 = 334 m/s

1 = = = 0,815

Ma1 = = =2

T01 = T1 = 278 [1 + 0,2 (2)2] = 500 K

P01 = P1 = 65 kPa {1+0,2(2)2}3,5 = 509 kPa

h1 + = h2 + atau 2 (h1 – h2) = v22 – v12


h1 – h2 = Cp (T1 – T2)
Jadi v2 = {v12 + 2 (h1 – h2)}1/2
= {v12 + 2 Cp (T1 – T2)}1/2 dengan: Cp = 1000 J/kgK
= {6682 + 2.1000 (278-469)}1/2 = 253 m/s

2 = 1 = 0,815 = 2,15 kg/m3

P2 = 2 R T2 = (2,15)(287)(469) = 289 kPa (untuk gas ideal)


dari persamaan momentum, P1 – P2 = 1 v1 (v2 –v1) = (v2 –v1)
= 1 v1 A
P2 = P1 – 1 v1 (v2 –v1) = 65 kPa – 0,815 . 668 (253 – 668)
= 291 kPa
Dari hasil persamaan gas ideal dan persamaan momentun untuk P2
mempunyai perbedaan nilai yang relatif kecil.
Untuk aliran adiabatis T0 = konstan, maka T02 = T01 = 500 K

dan P02 = P2 = 289 kPa = 362 kPa

s2 – s1 = s02 – s01, karena T01 = T02

126
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

= Cp ln – R ln = – 287 ln
= 97,8 J/kgK = 0,0978 J/kgK

Diagram T-s digambarkan sebagai berikut:

s02 – s01 = s2 – s1 , karena s01 = s1 dan s02 = s2


Tabel untuk perhitungan kejut normal (normal shock) suatu gas ideal.
 Perbandingan temperatur: =

atau =

(7-40)
dimana temperatur stagnasi konstan melintasi gelombang kejut
(shock wave)
 Perbandingan kecepatan:

= = =

atau = (7-41)

 Perbandingan densitas (massa jenis) persamaan


kontinuitas 1 v1 = 2 v2 , untuk permukaan yang uniform A1 = A2.

= = (7-42)

 Perbandingan tekanan, dari persamaan momentum


diperoleh:

127
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

P1 A – P2 A = ṁ v2  ṁ v1 (7-43)

atau P1 + 1 v12 = P2 + 1 v22 dengan  =

jadi P1 = P2 , karena = =  Ma

maka: P1 [1+ Ma12] = P2 [1+ Ma22] dan = (7-44)

dari persamaan gas ideal, perbandingan temperatur dapat ditulis sebagai:


= = (7-45)
Substitusi persamaan (7-42) dan (7-44) diperoleh :

= (7-46)

dari persamaan (7-40) = gabung dengan persamaan (7-46)

maka diperoleh: =

atau =

dan Ma22 = (7-47)

 Perbandingan tekanan stagnasi

= = (7-48)

gabung persamaan (7-44) dan (7-47) diperoleh persamaan:

= = Ma12 

(7-49)
gunakan persamaan (7-47) dan persamaan (7-49), maka persamaan (7-48)
dapat ditulis dalam bentuk:

128
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

= (7-50)

Contoh soal 7-13 (bandingkan dengan contoh soal 7-12)

Sebuah kejut normal berdiri di dalam saluran, dimana fluida yang mengalir
adalah udara yang dianggap sebagai gas ideal. Sifat-sifat udara sebelum
shock (kejut) adalah: T1 = 5oC, P1 = 65 kPa, v1 = 668 m/s. Hitung sifat-sifat
udara setelah shock dan s2 – s1, serta gambarkan diagram T-s

C1 = =
= 334 m/s

Ma1 = = = 2,0
dari tabel berikut ditunjukkan perbandingan sifat-sifat “normal shock” pada
Ma1 = 2,0, yaitu:

Ma1 Ma2 P02/P01 T2/T1 P2/P1 2/1


2,00 0,5774 0,7209 1,688 4,500 2,667

Dari tabel tersebut, maka diperoleh:


T2 = 1,688 T1 = 469 K
P2 = 4,5 P1 = 293 kPa

2 = = 2,18 kg/m3

v2 = Ma2 C2 = Ma2 = 251 m/s


Dari tabel untuk sifat-sifat stagnasi isentropik lokal pada Ma = 2,0,
dinyatakan bahwa untuk:
= = 0,5556, maka T01 = = 500 K, dan untuk

129
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

= = 0,1278, maka P01 = = = 509 kPa

Pada tabel dinyatakan bahwa untuk = 0,7209, maka


P02 = 0,7209 ; P01 = 0,7209.509 = 367 kPa
Perubahan entropi: s2 – s1 = Cp ln - R ln , karena S02 – S01 = S2 – S1

maka: s02 – s01 = s2 – s1 = Cp ln - R ln


Untuk aliran adiabatik T01 = T02, maka:

s2 – s1 =  287 ln (0,7209) = 93,9 J/kgK


Diagram T-s diperlihatkan sebagai berikut:

7-3-6 Stuktur Aliran pada Nosel (Pancaran Jet)


Karakteristik dan struktur aliran fluida yang keluar melalui nosel (pancaran
jet) akan berbeda pada setiap perubahan tekanan dan kecepatan aliran.
Perbedaan bentuk struktur yang terjadi sangat tergantung pada bentuk
geometri, ukuran lebar nosel dan kondisi operasi nosel (tekanan dan
kapasitas aliran). Bentuk struktur aliran fluida (pancaran jet) yang keluar
melalui nosel tergantung pada kondisi pengoperasian nosel yang dalam hal
ini dibedakan atas:
a. Ketika tekanan fluida di dalam nosel (pada bagian keluar) lebih kecil dari
tekanan di luar nosel (udara luar), maka pada kondisi ini pancaran jet
disebut “over expanded” atau “Imperfectly expanded”.
b. Ketika tekanan fluida di dalam nosel (pada bagian keluar) sama dengan
tekanan di luar nosel, maka pada kondisi ini pancaran jet disebut
“perfectly expanded” atau “correctly expanded”.

130
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

c. Ketika tekanan fluida di dalam nosel (pada bagian keluar) lebih besar dari
tekanan di luar nosel, maka pada kondisi ini pancaran nosel (jet) disebut
“under expanded” atau “imperfectly expanded”.
Pada prakteknya pengoperasian nosel atau pancaran jet untuk kondisi
“correctly expanded” sangat jarang ditemukan, dimana pada kondisi
tersebut struktur pancaran jet tidak nampak (belum terjadi) sel dan
gelombang kajut. Pada kondisi operasi nosel dimana pancaran jet
“imperfectly expanded” (over expanded atau under expanded), struktur
aliran yang terjadi nampak adanya sel kejut (shock cell) dan gelombang kejut
(shock wave). Bentuk struktur aliran fluida (gas) sangat berpengaruh
terhadap terjadinya bunyi dan tingkat intensitas atau kekuatan bunyi yang
ditimbulkan. Pada Gambar (7-3) diperlihatkan bentuk struktur gelombang
kejut (shock wave structure) aliran gas jet supersonik dan aliran air hasil
penelitian oleh Zapryagaev (2002) dan Makhsud (2009).

a. Aliran gas b. Aliran air


Gambar 7-3 Bentuk Struktur Gelombang Kejut Aliran Jet Supersonik

Pada gambar diatas terlihat jelas adanya kesamaan bentuk struktur


pancaran jet hasil visualisasi aliran air (pada penelitian ini) dengan aliran
gas. Pada Gambar 7-4 diperlihatkan skema bentuk struktur pancaran jet dari
nosel konvergen-divergen pada kondisi operasi nosel over expanded
(Zapryagaev, 2002).

Gambar 7-4 Skema Bentuk Struktur Pancaran Jet Supersonik

1. Nosel, 2. Lapisan geser jet, 3. Mach disk, 4. Kejut kompressi, 5. Refleksi


kejut, 6. Lapisan geser di belakang Mach disk, 7. Kejut nosel, I,II. batas luar
dan dalam lapisan geser pancaran jet.

131
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

7-5 Teori Lapisan Batas (boundary layer theory)


Konsep lapisan batas diperkenalkan pertama kali oleh Ludwig Prandtl tahun
1904, seorang ahli aerodinamika Jerman (German Aerodynamicist).
Sebelumnya, analisa aliran fluida terbagi menjadi dua konsep dasar yaitu
aliran tanpa pengaruh gesekan yang dikemukakan oleh Leonhard Euler
(seorang ahli hidrodinamika) pada tahun 1755. Analisa aliran tanpa gesekan
dinyatakan dalam persamaan Euler. Dengan banyaknya kontradiksi pada
hasil eksperimen aliran fluida, persamaan Euler dijabarkan lebih rinci untuk
kondisi aliran bergesekan oleh Navier pada tahun 1827 dan oleh Stokes pada
tahun 1845, yang dikenal dengan persamaan Navier-Stokes. Persamaan
Navier-Stokes ini adalah persamaan matematis yang amat sulit dicari
penyelesaiannya. Dengan konsep yang diungkapkan Prandtl, maka analisa
gerak aliran fluida umumnya dapat dibagi menjadi dua bagian yang pengaruh
gesekannya besar yaitu di daerah lapisan batas dan di luarnya adalah aliran
yang tanpa pengaruh gesekan. Pada aliran fluida bergesekan, pengaruh
gesekan akan menimbulkan lapisan batas. Lapisan batas adalah daerah yang
melingkupi permukaan aliran, dimana tepat di bawah lapisan batas terdapat
hambatan akibat pengaruh gesekan fluida dan tepat diatas lapisan batas aliran
fluida adalah tanpa hambatan, sehingga untuk menganalisa pengaruh
gesekan fluida, penting untuk diketahui konsep tentang lapisan batas
tersebut. Lapisan batas pada aliran internal (Gambar 7-5a) akan berkembang
terbatas sampai dapat meliputi seluruh penampang aliran fluida dan hanya
terjadi pada daerah di sekitar lubang atau laluan masuk aliran sehingga pada
umumnya dapat diabaikan dan aliran dianggap seragam (uniform). Namun
pada aliran eksternal (Gambar 7-5b) pertumbuhan lapisan batas tidak
terbatas sehingga umumnya pembahasan perkembangan lapisan batas
menjadi sangat penting.

Gambar 7-5a Perkembangan Lapisan Batas Aliran dalam Pipa (aliran


internal)

132
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Gambar 7-5b Perkembangan Lapisan Batas pada Pelat Datar (aliran


ekstenal)

Pada Gambar (7-5b) diperlihatkan perkembangan lapisan batas pada aliran


internal dan aliran eksternal. Pada gambar tersebut skala sumbu y jauh lebih
besar dari sumbu x untuk memperoleh gambar yang lebih jelas, karena
lapisan tersebut sangat tipis. Dari gambar terlihat bahwa untuk aliran
internal, fluida pada saat bergesekan dengan permukaan dinding solid, akan
mulai membentuk lapisan batas. Lapisan batas ini akan terus berkembang
sampai suatu panjang tertentu yang disebut sebagai panjang daerah masuk
(entrance length) kemudian lapisan batas tidak dapat berkembang lagi
(fully developed flow).
Untuk aliran internal dan laminar yaitu dengan Re < 2300 maka panjang
daerah masuk Le adalah fungsi angka Reynolds yaitu:
Le/D ≈ 0,06 ρ v D/µ, atau
Le ≈ 0,06 x Re x D ≈ 138D.
Sedangkan untuk aliran internal turbulen, dari hasil percobaan, panjang
daerah masuknya adalah antara 25D atau 40D. Pada aliran eksternal, angka
atau bilangan Reynolds dihitung tidak berdasarkan diameter penampang
namun dari panjang karakteristik masukan atau tebal lapisan batasnya.
Kondisi aliran laminar, transisi (dari laminar ke turbulen) dan aliran turbulen
pada aliran eksternal tidak sejelas pada aliran internal. Untuk aliran diatas
plat datar seperti pada lambung kapal atau kapal selam, pada sayap pesawat
udara ataupun pada dataran, kondisi transisi aliran tercapai pada angka
Reynolds Re = 5 x 105. Untuk kondisi udara baku angka Re ini tercapai pada
kecepatan 30 m/s berkorelasi dengan jarak x ≈ 0,24 m. Sedangkan
perkembangan tebal lapisan batasnya, pada aliran laminar lebih lambat
dibandingkan dengan perkembangan tebal lapisan batas pada aliran turbulen.

133
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

7-5-1 Tebal Lapisan Batas (boundary layer thickness)


Tebal lapisan batas (δ), didefinisikan sebagai jarak dari permukaan solid
kelapisan di daerah yang mengalami hambatan karena gesekan atau sebagai
tempat kedudukan (lokus) titik-titik dengan kecepatan u sejajar dengan pelat.
Tebal lapisan batas mengacu pada tebal sesungguhnya yang terhambat
karena gesekan. Namun kenyataannya karena pengaruh gesekan terjadi terus
menerus, pada perhitungan dipergunakan definisi tebal lapisan batas adalah
jarak dari permukaan penampang ke titik dengan u = 0,99 us atau u = 0,99 U
(lihat Gambar 7-6), dengan u adalah kecepatan aksial (kecepatan pada suatu
titik dalam lapisan batas) dan us atau U adalah kecepatan arus bebas
(kecepatan eksternal atau luar). Perlu diingat bahwa lapisan batas hanya
sebuah konsep, sedangkan efek viskositas fluida harus dapat dirasakan
dimana-mana, betapapun kecilnya efek tersebut.

Gambar 7-6 Definisi Tebal Lapisan Batas pada Pelat Datar


a. Tebal perpindahan atau pergeseran (displacement thickness) δ*
didefinisikan sebagai tebal aliran tanpa gesekan yang laju massa
alirannya sama dengan pengurangan laju massa aliran fluida bergesekan.
Tebal perpindahan dinyatakan pula sebagai jarak batas sesungguhnya
yang harus dipindahkan agar laju aliran sesungguhnya sama dengan laju
aliran fluida ideal yang melewati batas yang pindah tersebut. Perhitungan
tebal perpindahan ini didasarkan pada laju massa aliran sebelum
bergesekan dengan permukaan solid dikurangi laju aliran setelah
bergesekan.
Laju aliran atau debit massa yang mengalir di bagian dalam dari lapisan
batas adalah:
, dan pada bagian luar adalah:
Selisih debit massa merupakan kerugian debit yaitu:

134
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

atau

maka (7-51a)

Untuk fluida inkompresibel (cairan) dengan  = konstan, maka tebal


perpindahan

dapat ditulis dalam bentuk: (7-51b)

b. Tebal momentum (momentum thickness) ’ atau θ, didefinisikan sebagai


ketebalan dari lapisan batas dengan kecepatan u yang laju perubahan
momentumnya sama dengan kekurangan laju momentum aliran
bergesekan yang melalui lapisan batas. Tebal momentum dinyatakan
pula sebagai jarak dari batas sesungguhnya yang sedemikian rupa
sehingga fluks momentum melalui daerah lapisan batas sama dengan
fluks momentum yang akan terjadi dengan kecepatan konstan U melalui
kedalaman aliran yang dikurangi dengan θ.
Debit momentum yang mengalir di bagian dalam dari lapisan batas
terhadap sumbu x adalah dan debit massanya adalah

. Untuk debit fluida yang, maka debit momentum

dinyatakan dalam bentuk: .


Perbedaan debit momentum dengan memasukkan parameter tebal
momentum  atau tebal kerugian momentum adalah:
atau

dan atau

Tebal momentum dinyatakan dalam: (7-52a)

Untuk fluida inkompresibel (7-52b)

c. Tebal Energi (energy thickness),


Tebal energi kinetik dinyatakan dalam bentuk persamaan:

135
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

atau

Hubungan antara tebal lapisan batas  dengan jarak x untuk aliran pada pelat
datar berlaku:
Aliran laminar (berlapis): (7-53)

Aliran turbulen (bergolak): (7-54)

Contoh soal 7-14


Buktikan bahwa tebal perpindahan * = ½ , tebal momentum  = 1/6 , dan
tebal energi E = ¼ 

Dari gambar di atas dapat ditulis bahwa: untuk y  , kondisi aliran


dan syarat batas untuk hal ini adalah:
untuk y = 0, maka u = 0
y = , maka u = U

Jawaban

Tebal perpindahan (*):

* =

Tebal momentum ():


, dengan cara yang sama di
atas

136
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

diperoleh:
Tebal energi (E):

, dengan cara yang sama

diperoleh:
7-5-2 Analisis Von Karman (aliran lapisan batas pada pelat datar)
Persamaan integral momentum digunakan untuk memperoleh tegangan geser
pada dinding (w) sepanjang pelat datar.

Gambar 7-7 Analisis Volume Atur dan Perkembangan Lapisan Batas pada
Pelat Datar

Pada Gambar (7-7) untuk daerah persegi empat (0-h--L-0) adalah suatu
volume atur untuk aliran inkompresibel dan stedi (tunak) berlaku persamaan:
Gaya pada arah sumbu x: Fx = D =

= ,
diitegralkan
diperoleh:

atau gaya hambat (Drag) (7-55)


hubungan antara h dan  dapat diperoleh dari hokum kekekalan massa yaitu:

diintegralkan diperoleh:

137
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

atau , dengan ,
maka

Persamaan Von Karman (1921): (7-56)

Dari persamaan tebal momentum , maka diperoleh:

gaya hambat (7-57)


Menurut Von Karman bahwa gaya hambat (drag) sama dengan integrasi
tegangan geser dinding sepanjang pelat:
atau
(7-58)
Dari persamaan (7-57), untuk U konstan dapat ditulis bahwa
, selanjutnya disubstitusi ke persamaan (7-58),
maka akan diperoleh:
tegangan geser dinding (7-59)
Persamaan (7-56) dikenal dengan persamaan integral momentum untuk
aliran lapisan batas pelat datar oleh Von Karman yang berlaku untuk aliran
laminar dan turbulen.

7-5-3 Lapisan Batas Laminar


Untuk aliran laminar yang melalui pelat datar oleh Von Karman menganggap
bahwa profil kecepatan mempunyai bentuk parabolik. Pernyataan tersebut
didasarkan pada asumsi bahwa profil kecepatannya memenuhi persamaan
polinomial:
U = a + by + cy2
dengan kondisi batas: u = 0 pada y = 0
u = U pada y = 
pada y = 
Berdasarkan kondisi batas tersebut diperoleh persamaan:

untuk 0  y  (x)

138
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

atau (7-60)

Tegangan geser untuk aliran laminar adalah:

dari persamaan (7-57) , maka:

atau (7-61)
Tebal lapisan batas untuk aliran laminar dapat diturunkan dari persamaan
tegangan geser dan tebal momentum:

, dengan ,

maka diperoleh: (agar dapat dibuktikan)

Jadi , dibangun dengan persamaan (7-61),

diperoleh , atau dan ,

untuk  = 0 pada x = 0, maka C = 0, sehingga:

, atau , dengan

Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk lain yaitu membagi dengan x
dan memasukkan bilangan Reynolds, sehingga diperoleh:

, atau , dengan

Persamaan

(7-62)
dikenal sebagai tebal lapisan batas untuk aliran laminer dari hasil pendekatan
teori integral momentum Von Karman.
Bandingkan dengan persamaan dari penyelesaian eksak Blasius (1908) yaitu:

139
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

, dengan

(7-63)
Selanjutnya, kita dapat menurunkan koefisien tegangan geser dinding
(sepanjang pelat) atau disebut sebagai gesekan kulit (skin friction). Koefisien
gesekan kulit dituliskan dalam bentuk persamaan:
analog dengan faktor gesekan (f) pada talang. (7-64)

Untuk , maka ,

dengan dan , sehingga koefisien gesekan kulit hasil

pendekatan teori Von Karman dapat ditulis dalam bentuk:

(7-65)

Hasil penyelesaian eksak Blasius diperoleh: (7-66)

7-5-4 Lapisan Batas Turbulen


Untuk aliran turbulen profil kecepatannya diasumsikan dalam bentuk
persamaan:

(7-67)

Persamaan (7-67) dikenal sebagai hukum pangkat sepertujuh Prandtl


(gurunya Blasius), dengan:
y adalah jarak dari dinding pipa atau pelat
ro adalah jari-jari pipa atau tebal lapisan batas
Umax= U adalah kecepatan eksternal (luar)
Persamaaan (7-67) dapat pula ditulis dalam bentuk:

untuk pelat datar (7-68)

Pada aliran turbulen tegangan geser dinding adalah

Dari hasil eksperimen diperoleh bahwa: (7-69)

140
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Selanjutnya, untuk ,

dengan , dan ,

maka diperoleh: (agar dapat dibuktikan)

Jadi , jika digabung dengan

, maka:

, atau

dan ,

untuk  = 0 pada x = 0, maka C = 0, sehingga:

, dan , maka

tebal lapisan batas untuk aliran turbulen dapat ditulis dalam bentuk:
(7-70)
Koefisien gesekan kulit (skin friction coefficient) untuk aliran turbulen
adalah:

dengan , maka:

(7-71)

Perbandingan antara tebal perpindahan (pergeseran) * dan tebal momentum


 disebut sebagai faktor bentuk . Jika faktor bentuk H besar berarti
terjadi pemisahan lapisan.

7-5 Aerodinamika

141
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

7-6-1 Aerofoil
Aerofoil adalah model sayap yang dapat menghasilkan gaya angkat dan gaya
drag. Aerofoil sering digunakan untuk mendesain kincir angin, blade mesin
kapal, turbin angin dan air, sayap pesawat terbang dan blade helikopter.
Aerofoil yang sederhana digunakan seperti NACA (National Advisory
Committe for Aeronautics) untuk dapat memberikan gaya angkat (lift force).
Contoh NACA aerofoil yang umum diketahui adalah NACA 0012, 2209,
2215 dan lain-lain.

NACA 0012 Bagian-bagian aerofoil

NACA 2209 NACA 2215


Gambar 7-8 Profil NACA Aerofoil
Aerofoil memiliki bagian-bagian penting yang perlu diketahui. Hal ini di
karenakan setiap jenis aerofoil seperti NACA memiliki kode yang berbeda.
Sebagai contoh NACA 2215 dimana digit pertama angka 2 berarti memiliki
camber maksimum 2, digit kedua berarti memiliki camber posisi maksimum
2, dan 2 digit terarkhir yaitu angka 15 menandakan ketebalan thickness 15.
Berikut ini penjelasan bagian-bagian penting dari aerofoil.
 Upper Surface
Upper Surface adalah sisi permukaan atas pada aerofoil yang dilalui
aliran fluida
 Lower Surface
Lower Surface adalah sisi permukaan bawah pada aerofoil yang
dilalui aliran fluida
 Camber
Camber adalah asimetri antara permukaan atas dan bawah aerofoil
 Thickness
Thickness adalah jarak maksimum antara perut atas dan bawah dari
aerofoil
 Trailing Edge
Trailing edge adalah ujung akhir (titik temu) dari pertemuan garis
permukaan atas dan bawah

142
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

 Leading Edge
Leading edge adalah bagian yang terkena aliran udara (fluida) lebih
awal pada aerofoil
 Mean Camber Line
Mean Camber Line adalah garis tengah yang membagi antara upper
surface dan lower surface

7-6-2 Gaya Hambat (drag)


Gaya hambat adalah komponen gaya pada sebuah benda yang paralel
(sejajar) terhadap arah fluida yang bergerak. Gaya hambat FD adalah fungsi
dari diameter d, kecepatan aliran fluida U, massa jenis fluida  dan viskositas
fluida , ditulis dalam bentuk:
FD = f1(d, U, , )
Aplikasi dari teorema Pi Buckingham menghasilkan parameter tak
berdimensi  yang dinyatakan dalam bentuk fungsi:
, dengan d2 adalah proporsional

terhadap luas , sehingga dapat ditulis:

(7-72)

Koefisien hambat (drag coefficient) dinyatakan dalam bentuk persamaan:

(7-73)

Gaya hambat pada pelat datar (lihat gambar berikut) yang diturunkan oleh
Von Karman dan telah dinyatakan pada persamaan (7-56)
, dan persamaan (7-57) , dengan b
adalah lebar pelat.

Gambar 7-9 Gaya Hambat (drag) pada Pelat Datar

143
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Gaya gesek (friction drag) dinyatakan dalam bentuk: , atau

gaya hambat , dan

(7-74)
Nilai ½ diberikan dalam persamaan adalah merupakan definisi untuk faktor
gesek sebagai (serupa) dengan bentuk tekanan dinamik. Sedang luas A
mempunyai tiga pengertian yaitu:
a. Luas benda apabila dilihat dari arah aliran, untuk bentuk benda seperti:
bola, selinder, mobil, roket dan lain-lain (disebut sebagai luas muka:
tebal dan pendek).
b. Luas benda dilihat dari atas, untuk bentuk benda yang lebar dan pipih
seperti: sayap pesawat (aerofoil) dan hydrofoil (disebut luas denah).
c. Luas basah untuk perahu dan kapal laut.
Koefisien hambat untuk aliran di atas pelat datar paralel tergantung pada
distribusi tegangan geser sepanjang pelat, dengan panjang pelat (L) dan lebar
pelat (b).
a. Untuk aliran laminar Re < 5.105
Koefisien tegangan geser (shear stress coefficient) dituliskan dalam
bentuk:

oleh Von Karman persamaan (7-65):

dan oleh Blasius persamaan (7-66):

Koefisien hambat (drag coefficient) adalah ,

dengan A = b L, dan dA = b dx, maka:

dengan , sehingga: , atau

, atau (Von Karman) (7-75)

Oleh Blasius (agar dapat dibuktikan) (7-76)


b. Untuk aliran turbulen
Jika lapisan batas adalah turbulen dari bagian ujung pelat, maka koefisien
tegangan geser (shear stress coefficient) dituliskan dalam bentuk:

144
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

, dan koefisien hambat:

atau (7-77)

Suatu perbaikan yang diperoleh data data eksperimen bahwa konstanta 0,072

diganti dengan 0,074, sehingga: (7-78)

Persamaan (7-76) berlaku untuk bilangan Reynolds ReL < 107, dan untuk
bilangan Reynolds ReL < 109 digunakan persamaan empiris Schlicting yaitu:

(7-79)

dengan:

 = massa jenis fluida (kg/m3)


v = kecepatan aliran (m/s)
L = panjang pelat (benda) atau badan kapal (m)
 = viskositas kinematik (kg/m.s)
 = viskositas dinamik (m2/s)
c. Untuk aliran transisi
Pada daerah transisi nilai A tergantung pada bialngan Reynolds yaitu:

Untuk bilangan Reynolds transisi , maka koefisien hambat dapat


dihitung melalui persamaan:

(7-80a)

atau (7-80b)

Variasi koefisien hambat untuk aliran pada pelat datar paralel diperlihatkan
pada gambar berikut:

145
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Gambar 7-10 Variasi Koefisien Hambat dengan Angka Reynolds


Untuk Aliran pada Pelat Datar Licin Parallel

Contoh soal 7-15

Sebuah pelat datar yang panjangnya 30 m dan lebar 3 m, ditarik melalui air
yang diam pada suhu 20oC dengan kecepatan 6 m/s. Tentukan hambatan
terhadap satu sisi pelat tersebut dan hambatan terhadap 3 m dari ujung awal
pelat.
U = 6 m/s

3m 30 m
m/s m/s

Jawaban

Dari tabel sifat-sifat air pada suhu 20oC diperoleh (Tabel 1-2):
massa jenis  = 998,23 kg/m3 dan viskositas  = 1,002.10-6 m2/s.
Bilangan Reynolds =
karena ReL < 109, maka:

0,00196

Hambatan pada satu sisi adalah:


, dengan luas A = b L

N (Newton)

146
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Untuk L = 3 m
=

0,00274

N (Newton)

7-6-3 Gaya Angkat (lift)


Gaya hambat (drag) dan gaya angkat (lift) adalah komponen-komponen gaya
yang dilakukan terhadap suatu benda oleh fluida yang bergerak, masing-
masing sejajar dan tegak lurus terhadap kecepatan datang (kecepatan relatif
mendekat).
Untuk suatu pesawat terbang (aircraft) gaya angkat sama dengan berat
pesawat. Gaya angkat dalam bentuk persamaan dinyatakan sebagai:
Gaya angkat

dengan koefisien angkat


Pada sebuah bola yang bergerak, kecepatan relatif antara udara dan bola
sama dengan nol di permukaan bola, pusingan (spin) bola menghasilkan
sebuah sirkulasi berupa vorteks (vortex) bebas di sebelah luar lapisan batas.
Sebuah top skin akan menghasilkan gaya ke bawah, sedangkan botton spin
menghasilkan gaya ke atas. Pada Gambar (7-11) diperlihatkan efek yang
ditimbulkan oleh botton spin pada sebuah bola (pingpong).

Gambar 7-11 Efek Botton Spin pada Bola yang Bergerak dalam Fluida
Viskos

Gaya angkat pada benda yang bundar (bola) diperlihatkan dapa Gambar (7-
10a) bahwa pusingan (spin) mengubah distribusi tekanan dan juga

147
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

mempengaruhi lokasi pemisahan lapisan batas. Pemisahan tertunda pada


permukaan atas di sekitar bola, dan itu terjadi lebih awal pada permukaan
bawah. Tekanan berkurang pada permukaan atas dan meningkat pada
permukaan bawah, wake dibelokkan ke bawah seperti yang ditunjukkan pada
gambar. Gaya tekanan menyebabkan adanya gaya angkat (ke atas) dan
pusingan ke arah yang berlawanan akan menghasilkan gaya angkat negatif
arah ke bawah. Gaya yang bekerja pada arah tegak lurus terhadap kedua
kecepatan v dan pada sumbu pusingan (spin). Pada Gambar (7-10b)
diperlihatkan hubungan antara koefisien angkat (CL) dengan perbandingan
pusingan atau putaran (spin ratio). Spin ratio dinyatakan dalam bentuk
persamaan:

Gambar 7-12 Bentuk Aliran dan Koefisien Angkat pada Bola dalam
Aliran Seragam

Pada Gambar (7-12) diperlihatkan garis-garis arus yang melewati sebuah


aerofoil dengan sudut terjang (angle of attack) , dengan dan tanpa sirkulasi.

Gambar 7-13 Aliran Tidak Viskos Melewati Sebuah Aerofoil. (a) Tanpa
sirkulasi; tanpa gaya angkat atau hambatan. (b) Dengan sirkulasi; dengan
gaya angkat, tetapi tanpa hambatan.

Sirkulasi yang dibutuhkan untuk mengayun garis arus stagnasi di belakang A


yang bersinggungan dengan ujung belakang aerofoil mempunyai besar
sesuai dengan kebutuhan. Penambahan sirkulasi akan menyebabkan

148
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

bertambahnya kecepatan dan menurunnya tekanan di permukaan sebelah


atas, tetapi menurunkan kecepatan dan menaikkan tekanan di permukaan
sebelah bawah aerofoil. Akibat yang terjadi adalah dari kondisi tersebut
adalah timbulnya gaya angkat ke atas.
Kecepatan angkat atau terbang minimum diperoleh pada saat (ketika)
koefisien angkat , dengan kecepatan minimum:

Pada Gambar (7-14) diperlihatkan hubungan antara koefisien angkat (CL)


dengan sudut terjang atau serang ().

Gambar 7-14 Hubungan Antara Koefisien Angkat (CL) dan Sudut


Serang ()

Contoh soal 7-16

Sebuah bola tennis dengan massa 57 gram dan diameter 64 mm. Bola
tersebut dipukul pada kecepatan 25 m/s dengan putaran 7500 rpm. Hitung:
(a) gaya angkat aerodinamik bola, dan (b) radius lengkungan pada arah
vertical (jika bola berputar).

Jawaban

Pada Gambar (7-10) dapat diketahui bahwa: .

149
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

=1/2 (7500 rev/min.2 rad/rev. 1/60 min/s)(0,064 m)(1/25


s/m)
= 1,01
ReD = v D/, dengan nilai viskositas udara standar  = 1,45.10-5 m2/s
= (25 m/s)(0,064 m)/ 1,45.10-5 = 1,1.105
Dari nilai Sr dan ReD diperoleh: CL = 0,3 (lihat Gambar 7-10)
(a) Gaya angkat aerodinamik bola:
,

dengan massa jenis udara standar  = 1,23 kg/m3, maka:


kg.m/s2 = 0,371 N
(b) Radius lengkungan arah vertikal:
atau :

dengan pusingan atau putaran (with spin): = 38,3 m

tanpa pusingan putaran (without spin): = 63,7 m.

7-6-4 Sudut Serang (Angle of Attack)


Sudut serang (angle of attack)  adalah sudut yang terbentuk dari garis
sejajar body dari aerofoil terhadap garis aliran fluida. Semakin bertambah
besar sudut serang pada aerofoil, coeffisien lift semakin kecil. Penurunan
gaya lift mengakibatkan efek stall cepat dialami aerofoil. Jadi stall adalah
posisi dimana aerofoil kehilangan gaya angkat (lift). Stall biasanya terjadi
pada sudut serang 15o, dimana hal tersebut disebut sudut kritis serangan.

Gambar 7-15 Peristiwa Terjadinya Stall pada Aerofoil

150
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

Dengan bertambah besarnya  aliran cenderung berseparasi diatas


permukaan aerofoil seperti yang ditunjukan pada Gambar 7-13. Pada aliran
separasi ini, aliran membentuk pusaran aliran yang bergerak melawan arah
aliran (freestream). Aliran yang berpisah disebabkan karena adanya efek
viskositas.

Soal Latihan

1. Udara mengalir secara isentropik dalam suatu saluran dengan


luas penampang A1 = 0,001 m2, Ma1 = 0,4, T1 = 60oC dan P1 = 660 kPa.
Jika Ma2 = 0,8 dan kondisi temperatur serta tekanan stagnasi konstan
(To1=To2 dan Po1=Po2).
a. Gambarkan bentuk saluran dan diagram T-s, serta hitung v1 dan 1
b. Hitunglah parameter pada kondisi akhir (T2, P2, ρ2,v2, A2 dan ),
dengan Rud = 287 J/kgK dan γ = 1,4.
2. Udara mengalir secara isentropik melalui nosel konvergen.
Luas permukaan pada salah satu sisi nosel A1 = 0,0012 m2, dengan T1 =
25oC, P1 = 450 kPa, dan Ma1 = 0,5. Jika tekanan balik Pb = 260 kPa,
hitunglah:
a. bilangan Mach pada tenggorokan nosel Mt
b. laju aliran massa udara yang mengalir (kg/s)
c. luas permukaan tenggorokan nosel At (m2)
Konstanta udara; R = 287 J/kgK dan γ = 1,4.
3. Udara mengalir melalui nosel konvergen-divergen dengan
luas penampang bagian keluar Ae = 0,001 m2. Tekanan dan temperatur
stagnasi masing-masing Po = 980 kPa dan To = 340 K. Jika tekanan pada
bagian keluar Pe = 940 kPa dan bilangan Mach pada tenggorokan Mt =
0,65 (aliran isentropik), hitunglah:
a. Kondisi aliran pada tenggorokan (Tt, Pt, ρt, dan vt)
b. Bilangan Mach pada bagian keluar (Me)
4. Sebuah gelombang kejut normal (normal shock) terjadi dalam saluran,
dimana udara yang mengalir sebelum gelombang kejut mempunyai
(temperatur T1=15o C, tekanan P1 = 100 kPa dan kecepatan aliran v1 =
660 m/s), dan setelah gelombang kejut temperatur T2 = 450 K, Cpudara =
1000 J/kgK, hitunglah:
a. kecepatan aliran, massa jenis dan tekanan udara setelah gelombang
kejut
b. perubahan entropi sebelum dan setelah belombang kejut (Δs)
4. Distribusi atau profil kecepatan dapat dihitung berdasarkan persamaan
polinomial dengan memanfaatkan beberapa kondisi atau syarat batas
berikut:

151
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

a. u = 0 pada y = 0
b. u = U pada y = 
c. pada y = 

d. pada y = 0

e. pada y = 
Dengan menggunakan syarat batas diatas, buktikan bahwa:
a. (persamaan linear), gunakan syarat batas (a dan b)

b. (persamaan Von Karman), gunakan syarat batas (a,


b, dan c)
c. (persamaan Prandtl), gunakan syarat batas (a, b,
c dan d)
d. , gunakan syarat batas (a, b, c, d dan e)
5. Carilah besarnya nilai tebal perpindahan (*) dan tebal momentum (),
jika tebal lapisan batas  = 5 mm untuk profil kecepatan berikut:

(a) , (b) , (c).


6. Buktikan bahwa untuk aliran laminer pada pelat datar dengan profil
kecepatan diperoleh hubungan:

(a) , (b) , (c) , (d)

Gunakan persamaan: , , dan

7. Sebuah kapal pertamina bergerak melintasi sungai dengan kecepatan 5


knot (1 knot = 1,69 ft/s). Panjang kapal 150 m, lebar kapal 25 m dan
tinggi badan kapal yang basah 2,5 m. Jika massa jenis air ρ = 998 kg/m3
dan viskositas kinematis air ν = 1.10-6 m2/s, hitunglah:
a. Bilangan Reynolds (Re) dan koefisien hambat (CD)

152
MEKANIKA FLUIDA Teori dan Aplikasi

b. Gaya hambat FD (Newton) dan daya yang diperlukan untuk


mengatasi hambatan tersebut (watt).

153

Anda mungkin juga menyukai