14040119130072
Komunikasi Gender 7
ANALISIS KASUS I
KOMUNIKASI GENDER
Deskripsi Kasus
Aksi afirmatif yang mengharuskan wanita berkontribusi dan mewakili di parlemen
sebesar 30% dinilai tidak maksimal oleh Peneliti Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP
Universitas Indonesia, Yolanda Panjaitan. Lebih jauh lagi, ia berpendapat bahwa adanya
aksi afirmasi tersebut hanya untuk memenuhi syarat administratif, tidak memperdayakan
wanita secara serius. Tidak ada pelatihan untuk para wanita, tidak ada kontribusi yang
tercermin di program parpol. Hal ini diaminkan pula oleh Meutya Hafid Ansyah selaku
anggoa Komisi I DPR dari partai Golkar. Ia berargumen bahwa aksi afirmasi masih belum
dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Meutya memaparkan bahwa jika ingin kebijakan
pro perempuan terbentuk, harus ada diskusi dan kerja sama antara para politisi perempuan.
Lebih dari itu, jumlah politisi perempuan pada periode 2009-2014 menurun dibandingkan
periode sebelumnya, yaitu dari 18,4% menjadi 17,3%.
Kesimpulan
Perempuan sebagai muted group menandakan bahwa banyak nilai-nilai dan sistem
yang berlaku di masyarakat yang telah didominasi oleh pemikiran laki-laki, sehingga
pemikiran dan peran perempuan menjadi tersisihkan. Bahkan, sesama perempuan pun
banyak yang mendukung sistem yang didominasi pemikiran para laki-laki ini. Kita harus
ikut berperan dalam menghilangkan sistem patriarki ini agar perempuan tidak lagi menjadi
bagian dari muted group dan dapat mengekspresikan pendapatnya secara bebas.
Daftar pustaka:
Fakih, M. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1996.
Arief Budiman. Pembagian Kerja Secara Seksual. Jakarta: Gramedia. 1982
Walby, Sylvia. Theorising Patriarchy. Oxford: Basil Blackwell. 1990
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150421231854-32-48284/keberadaan-
perempuan-di-parlemen-masih-sekadar-penuhi-jatah diakses pada 26 Februari 2022 pukul
11.52 AM.