Anda di halaman 1dari 2

Nama : Erika Yuliani Rahma

Kelas : T.IPS/6-A
NIM : 12209193006

Sejarah/ Geografi Agraria

Agraria mengacu pada perikehidupan manusia yang terkait dengan tanah, artinya
tidak terbatas pada hubungan manusia dengan tanah tapi juga hubungan antar manusia yang
terbentuk di atas tanah. Pada 1870 pemerintah kolonial mencanangkan Agrarische Wet yang
menjadi monumen penting dalam perjalanan sejarah agraria. Dengan istilah ‘agraria’
kehidupan sosial yang kompleks direduksi menjadi kotak-kotak yang mencerminkan
kepentingan industri dan birokrasi. Semua hal di luar kepentingan itu dianggap tidak relevan
dan dengan sendirinya disingkirkan dari pembicaraan.
Sebagian ahli menawarkan jalan keluar dari masalah itu dengan menggunakan istilah
lain seperti ‘sumber daya alam’ yang dianggap mencakup berbagai praktek dari masyarakat
‘agraris’. Dalam konteks ini patut dipertimbangkan rumusan ulang dari David Ludden, ahli
sejarah agraria Asia Selatan, bahwa tatanan agraria adalah “social organisation of physical
powers to produce organic materials for human use”. Ludden kemudian mengusulkan bahwa
kesemua unsur dari tatanan agraria ini bisa dibahas dengan memperhatikan “lanskap
kekuasaan sosial”.
Tentu sejarah dan perkembangan dari lanskap kekuasaan sosial ini berlainan dari satu
wilayah geografis ke yang lain dan polanya tidak dapat diasumsikan. Desa adalah ruang
agraria yang muncul dalam perkembangan tertentu sejarah dan bukan sebuah unit yang sama
sepanjang masa. Hal yang penting untuk dipelajari bukanlah ruang agraria yang asli sebelum
terjamah ekonomi modern itu tapi justru interaksinya dengan industri lain seperti negara,
perkebunan atau tambang, dan melihat ruang agraria baru yang muncul dari proses tersebut.
Jika melihat rumusan ini maka ruang agraria lebih merupakan proses daripada entitas, sesuatu
yang terus bergerak dan mengalami perubahan bentuk dan makna.
Dalam proses pembentukan ruang agraria tentu muncul kesepakatan dan konvensi
untuk menentukan batas dan aturan mengenai ruang tersebut dan hubungan antara ruang yang
satu dengan yang lain. Narasi sejarah yang menempatkan hukum agraria sebagai elemen
sentral karena itu tidak lain dari sejarah pergantian rezim hukum tanah yang lebih
mengambarkan alam pikir kolonial dan kepentingannya terhadap tanah ketimbang nasib dan
perikehidupan masyarakat dalam hubungannya dengan tanah.
‘Sintesis geografis’ pernah diusulkan oleh Sartono Kartodirdjo sebagai alternatif dari ‘
sejarah nasional’ yang terlalu jumawa. Ia menyarankan agar penelitian diarahkan kepada
kemunculan kawasan historis dan interaksi dari berbagai kawasan itu melalui perdagangan
dan pertukaran kultural. Kolinialisme memang merupakan praktek yang teramat tua dan juga
dipraktekkan di Nusantara sebelum kedatangan Portugis dan Belanda, tapi yang membedakan
kolonialisme modern dengan yang sebelumnya adalah kekuatan yang mendorong
pendudukan itu, yakni kapitalisme.
Selama dua ratus tahun terakhir terjadi perubahan tata ruang, termasuk ruang agraria,
yang sangat masif dan dalam banyak kasus tidak mungkin kembali kepada keadaan sebelum
ekspansi kapital itu terjadi. Dalam capital marx menjelaskan bahwa proses ekspansi kapital
ini bermula dari produksi komoditi: masyarakat memproduksi barang bukan karena nilai
gunanaya melainkan karena nilai tukarnya. Ketika terjadi Revolusi Industri pada abad ke-18
yang mengubah wajah produksi kapitalis secara signifikan, barisan buruh upahan sudah lebih
dulu terbentuk dan memungkinkan ekspansi kapital secara masif.
Ellen Meiksins Wood dalam kajiannya tentang asal-usul kapitalisme di Eropa
menunjukkan bahwa hal yang penting diperhatikan adalah kemunculan dan kemudian
dominasi ‘ hubungan pasar’ dalam produksi dan reproduksi sosial. Secara perlahan kehidupan
sosial masyarakat berubah karena ruang demi ruang dimasuki dan kemudian dikuasai oleh
hubungan pasar.
Dimensi spasial lain yang juga penting adalah hubungan tanah jajahan dengan negeri
induk. Dalam kajian geografi ini dikenal sebagai ‘perkembangan yang tak seimbang’ di mana
kemajuan dan kemakmuran yang satu terjadi karena keterbelakangan dan kemiskinan yang
lain. di tempat lain integrasi ke dalam sistem kapitalis ini berlangsung lebih cepat karena
alternatif bagi penduduk untuk menyambung hidup di luar hubungan pasar sudah terlebih
dulu lenyap.

Anda mungkin juga menyukai