PENDIDIKAN NASIONAL
Muchtarom
Email: muchtarom_2012@yahoo.co.id
ABSTRAK
1
PENGANTAR
Tujuan yang telah dirumuskan di atas dalam bentuk Kisah Para Rasul tidak
tidak selalu berjalan dengan baik tanpa adanya hambatan. Bahkan dalam
pelaksanaannya ada seringkali merupakan bagian yang tidak tepat dan tidak
memuaskan antara keluaran pendidikan dan tujuan terutama tujuan untuk
membentuk karakter yang berharga. Kondisi ini dapat tercermin dalam beberapa
kasus asusila yang terjadi di masyarakat kita seperti korupsi, pelecehan seksual,
pelecehan keluarga dan tindakan kriminal lainnya. Kasus seperti itu menunjukkan
bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam belum tercapai sempurna. Namun,
sebagian besar dari mereka yang melakukan korupsi telah belajar atau
mendapatkan Islam Pendidikan Agama baik di sekolah formal maupun
universitas. Pada dasarnya, ada Tidak ada yang salah dengan kinerja Pendidikan
Agama Islam di Indonesia karena di dalamnya terkandung nilai-nilai moral yang
baik. Kekurangan implementasinya bukan karena agama yang mutlak benar tetapi
bisa jadi disebabkan oleh manusia kesalahan.
2
Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah
utama Islam Pendidikan Agama dalam konteks Sistem Pendidikan Nasional,
untuk menganalisisnya dan memberikan solusi secara teoritis, metodologis, dan
praktis. Studi ini menggunakan deskriptif kualitatif yang mengedepankan analisis
studi kepustakaan yang berkaitan dengan keberadaan Pendidikan Agama Islam di
Indonesia.
ANALISIS
Dalam kajian Islam, manusia adalah makhluk Allah SWT yang memiliki
kewajiban dalam dunia untuk beribadah dan menjadi hamba yang sholeh karena
3
Allah SWT. Dengan demikian, Tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah
membentuk manusia sebagai Allah SWT hamba yang berdoa dengan patuh.
Dalam konteks Pendidikan Agama Islam di Indonesia, pendidikan harus berusaha
menjadikan semua warga negara tunduk kepada Allah SWT. Dengan kata lain,
mereka menjadi taat dan rajin berdoa kepada Allah dan dalam berbakti kepada
bangsanya. Namun demikian, tujuan akhir dari Agama Islam Pendidikan di
Indonesia berupaya mewujudkan umat Islam yang memiliki mân dan taqwa. serta
berilmu yang mampu menjadi hamba Allah dan bertakwa dalam segala hal aspek
kehidupan (termasuk hidup sebagai warga negara dan bangsa) untuk mencapai
kebahagiaan di akhirat (Uhbiati dan Ahmadi, 1995: 65).
1. Prinsip integrasi. Prinsip ini menekankan hubungan antara dunia dan akhirat.
Upaya Pendidikan Agama Islam untuk menyeimbangkan kebahagiaan di
4
dunia dan setelah kehidupan melalui mengembangkan ilmu pengetahuan
umum dan agama.
2. Prinsip keseimbangan. Prinsip ini muncul sebagai hasil integrasi prinsip.
Keseimbangannya mencakup unsur-unsur proporsional antara spiritual dan
fisik, antara ilmu murni dan terapan, antara teori dan praktik, serta nilai
proporsional antara aqidah, syari, dan akhlaq.
3. Prinsip kesamaan dan pembebasan. Prinsip ini dikembangkan dari nilai
tauhîd, yaitu Allah SWT adalah satu-satunya. Setiap individu atau siswa, pada
kenyataannya semua manusia diciptakan oleh pencipta yang sama, Allah
SWT dan mereka sama di hadapan-Nya. Perbedaannya terletak pada unsur
kreasi dan taqwa yang berpotensi memperkuat kesatuan alam semesta.
Pendidikan Islam merupakan salah satu upaya untuk membebaskan manusia
makhluk dari belenggu keinginan dunia menjadi tauhîd yang jelas dan
berharga nilai. Manusia melalui segala bentuk pendidikan diharapkan
menjadi dibebaskan dari kebodohan, kemiskinan, ketegaran, dan hayawâniat
an-nafs mereka.
4. Prinsip kontinuitas (istiqâmah). Artinya prinsip pendidikan umur panjang.
Dalam studi Islam, belajar menjadi kewajiban yang tidak akan berakhir
sampai mati. Perintah membaca isi al-Qurân adalah pesanan yang tidak
memiliki batas waktu. Dengan mempelajari pengetahuan secara terus
menerus, maka diharapkan akan muncul kesadaran eksistensial dalam diri
mereka, lingkungan, dan Tuhannya.
5. Asas manfaat dan keunggulan. Prinsip ini didapat dari tauhîd jiwa yang telah
ditanamkan dan dikembangkan dalam moral dan sistem akhlaq sehingga akan
membentuk qalb yang suci dan keimanan yang shahih, yaitu melindunginya
dari bentuk najis jiwa. Ini akan membuatnya memiliki perjuangan dan
perjuangan untuk membela kebenaran dan untuk mendapatkan manfaat dari
kehidupan. Meskipun demikian, nilai tauhîd hanya dapat dirasakan jika telah
diwujudkan dalam setiap gerak kehidupan manusia untuk mencapai manfaat
dan keunggulan semesta (Roqib, 2009: 32-33).
5
Kutipan di atas menunjukkan bahwa prinsip Pendidikan Agama Islam
identik dengan prinsip hidup setiap muslim, yaitu mân, taqwa, akhlaq mulia, dan
karakter yang kuat. Prinsip-prinsip itu, kemudian, ditentukan melalui beberapa
indikator sehingga mudah diterapkan dan dievaluasi.Selain itu, mereka harus
dijabarkan ke dalam beberapa langkah konseptual dan operasional untuk
diterapkan lebih mudah dalam segala bentuk pendidikan dalam keluarga, sekolah,
dan masyarakat. Dengan kata lain, Islam Pendidikan Agama tentunya bisa
menjadi spirit bagi pendidikan umum lainnya implementasi.
Dalam konteks hukum, IRE selalu didasarkan pada tiga unsur: al-Qurân,
hadits dan ijtihad. Al-Nahlawi (199:41) mengemukakan bahwa al-Qurân dan
hadits adalah sumber utama dan dasar hukum penyelenggaraan Pendidikan
6
Agama Islam. Rasul dan pengikutnya, sebagai pendidik masyarakat, sangat
menghormati al-Qurân. Aisyah membuktikan bahwa sesungguhnya akhlak Rasul
adalah al-Qurân. Selain itu, hadts juga merupakan dasar unsur Pendidikan Agama
Islam sejak dijelaskan. Yaljan (1992: 40) menyatakan bahwa implementasi dasar
atau IRE terdiri dari al-Qur‟ân dan sunnah diperpanjang to ijma, qiyâs, masâlih
al-mursalah, shadzdzu al-dzâri‟ah, urf dan istihsân. Berdasarkan Ali (2005:35),
ada enam elemen dasar implementasi IRE, antara lain: lainnya al-Qurân, hadits,
qaul al-shahâbat, masâlih al-mursalah, urf serta semua pemikiran sebagai hasil
ijtihâd dari intelektual muslim.
Setidaknya, penerapan IRE mengacu pada enam sila Islam, sebagai berikut:
7
permintaan saat ini, dan kebutuhan masa depan tanpa mengkhususkan
salah satunya. IRE tidak hanya menyoroti kejayaan masa lalu tanpa
mengabaikan persoalan-persoalan dalam masyarakat muslim akhir-akhir
ini tetapi juga memenuhi semuanya tuntutan perkembangan sosial budaya
saat ini dengan mempertimbangkan semua efek masa depan.
3. Kejelasan. IRE sebagai ajaran Islam yang jelas memiliki konsep yang
jelas termasuk dalam metodologi, kurikulum, sistem dan aspek lain dalam
pendidikan. Kejelasan akan mempengaruhi operasional Pendidikan Islam
untuk mencapai tujuannya objektif.
4. Harmoni. IRE diatur secara organik di antara bagian-bagiannya tanpa ada
kontradiksi. Karena didasarkan pada ajaran Islam, IRE harus melakukan
berdasarkan kehendak Allah. Hal ini berbeda dengan sistem pendidikan
lain yang mengutamakan tujuan pendidikan tanpa mempertimbangkan
proses. Dalam IRE, tujuan harus dicapai berdasarkan syariat Islam.
5. Realistis dan aplikatif. IRE tampil dalam kerangka yang jelas dan realistis
kehidupan masyarakat. Namun, IRE menekankan pada idealisme Islam
bahwa terkadang disalahpahami oleh pelaksana IRE. Sebagai Akibatnya,
idealisme Pendidikan Islam dipandang sebagai lembaga yang
mengutamakan nilai-nilai ukhrawi dan tidak memperhatikan kenyataan.
Jelas, IRE tampil berdasarkan perkembangan di masyarakat dan
pelestarinya nilai-nilai Islam sebagai prinsipnya.
6. Dinamis dan responsif terhadap perubahan. IRE tidak beku di dalamnya
tujuan, kurikulum, dan metode tetapi selalu memperbaharui dan
berkembang serta memberikan respon positif terhadap kebutuhan dan
perkembangan zaman. Selain itu, ia menanggapi kepentingan individu dan
masyarakat. (Basri, 2009, 129-130).
Oleh karena itu, jelas bahwa IRE tidak menutup diri terhadap
perkembangan di masyarakat termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Namun demikian, IRE tidak tidak berbaur dengan perkembangan yang
bertentangan dengan syariat Islam.
8
Peran IRE adalah memberikan kontribusi terhadap upaya pengembangan
potensi mahasiswanya sebagai generasi penerus yang tidak hanya berkembang di
bidang intelektual tetapi juga dapat mewujudkan eksistensinya sebagai insân
kâmil berdasarkan potensi dan keterampilan spiritualnya. Sehingga dengan
potensi yang dimilikinya dapat mewarnai hidup dan masa depannya untuk meraih
kebahagiaan di dunia dan setelah kehidupan. Selain itu, ada beberapa fungsi IRE,
sebagai berikut:1) untuk mencapai tujuan; 2) untuk mengarahkan tujuan; 3)
Sebagai poin utama untuk mencapai tujuan lain, yaitu tujuan baru atau tujuan,
perluasan dari yang sebelumnya; 4) memberi nilai pada upaya; 5) untuk
memberikan kriteria untuk mengevaluasi proses pendidikan; 6) memberikan
fasilitasi dalam rangka terselenggaranya pendidikan proses berjalan dengan baik
(al-Rasyid dan Nizar, 2005: 32).
9
5. Murûnah, penerapan pendidikan berdasarkan situasi dan kondisi yang
meliputi objek dan subjek pendidikan untuk mengoptimalkan hasil.
6. Istimrâriyah, proses pendidikan selalu berkesinambungan. Setiap individu
belajar sepanjang hidupnya (Long Live Education).
7. Tanmawiyah, memberikan kesempatan untuk memperbaharui cara dan gay
enyampaian sesuai dengan inovasi dan perkembangan ilmu pengetahuan
selama masih ada berjalan di atas prinsip-prinsip Islam.
8. Fardiyah, Mempelajari ilmu itu wajib bagi setiap individu dalam Islam.
Akibatnya, melibatkan semua pihak untuk mempersiapkan semua pendidikan
fasilitas dengan sebaik-baiknya.
9. Tathbîqiyah, pendidikan yang praktis artinya setiap yang dicapai pengetahuan
harus berorientasi pada produktivitas.
10. Hurriyah, pendidikan didasarkan pada kebebasan. Islam tidak memaksa
untuk belajar apa dan bagaimana.Setiap individu bebas untuk belajar dan
memiliki pengetahuan dan batasannya.
11. Infitâh, pendidikan didasarkan pada keterbukaan.Setiap muslim menyerap
ilmu dari sumber manapun dan dapat bermanfaat turâts (warisan yang
bermanfaat dari peradaban manusia masa lalu).
12. Maslahah, pendidikan dibentuk untuk memberikan kemaslahatan bagi ummat,
nantinya bisa memberikan kontribusi bagi pendidikan, kemakmuran,
kejayaan, dan peradaban. Dengan demikian, IRE berorientasi pada nilai
manfaat bagi ummat.
10
secara geografis, demografis, secara historis dan budaya sebagai hal yang khas
dari Indonesia.
11
Dalam UU Sisdiknas, pendidikan berarti sebagai kesadaran dan upaya
terencana untuk mewujudkan proses dan suasana belajar agar siswa aktif
mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian
diri, keterampilan kebutuhan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sementara itu, tujuan dari pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi
peserta didik menjadi manusia yang memiliki iman dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, akhlak yang mulia, kesehatan, baik berpengetahuan, terampil,
kreatif, mandiri, dan demokratis serta bertanggung jawab warga negara.
12
Pendidikan agama islam dengan sistem pendidikan nasional
13
rangka meningkatkan fungsi dan tanggung jawab lainnya, yaitu dengan
menetapkan fungsi dan tanggung jawab kepada otoritas dan hubungan yang jelas
antara eksekutif, legislatif, dan lembaga keuangan.
Islam umat dapat memainkan peran nyata dalam masyarakat global. Masa
depan harus dicapai dengan menggunakan sarana pendidikan, dengan demikian,
pendidikan harus dipercepat bagi manusia untuk "masa depan" Itulah sebabnya,
sebenarnya, penting untuk memperbarui sistem pendidikan agama islam terus-
menerus. Istilah hidup panjang pendidikan, jelas telah diperkenalkan oleh nabi
Muhammad melihat "mendapatkan pengetahuan mulai dari buaian sampai
pemakaman" sehingga, manusia harus selalu belajar bagaimana belajar. Belajar
sama seperti rekreasi untuk masa depan (Fadjar, 1999: 38).
Ide pembaharuan tidak akan dilaksanakan jika tidak ada upaya untuk
mengubah sudut pandang masyarakat dari dycothomy untuk otonomi pendidikan.
Integrasi pendidikan diikuti oleh inisiatif lainnya dalam menanggapi tantangan
globalisasi dan otonomi.
14
Selain itu, butuh inovation untuk menciptakan keunggulan kompetitif
sistem pendidikan nasional di Indonesia. Untuk mendapatkan martabat bangsa
memerlukan keunggulan kompetitif di berbagai bidang dengan dukungan dari
hasil pembelajaran pendidikan agama islam. Saat ini, tidak lagi mengandalkan
sumber daya manusia yang murah untuk mendukung dan membenarkan konsep
komparatif dan kompetitif keunggulan. Untuk menciptakan keunggulan
kompetitif sebagai hasil pendidikan, Porter (1997: 54) menunjukkan bahwa
dibutuhkan upaya untuk menuntut masyarakat indonesia untuk membuat
keunggulan kompetitif sebagai hasil akhir pendidikan termasuk pendidikan agama
islam yang membuat inovation menjadi bagian penting dalam pembangunan
sistem pendidikan nasional tanpa inovasi signifikan, pendidikan agama islam
hanya menghasilkan para lulus yang tidak memiliki moral dan independen
bimbingan hidup yang akan bergantung pada orang lain.
15
Berdasarkan rekomendasi tersebut, pendidikan agama islam dibatasi pada
pelajaran agama di sekolah dimulai pada kelas empat dan diadakan seminggu
sekali tanpa pelajaran arab. Dalam rekomendasi ini, pendidikan agama islam di
sekolah islam tidak memiliki perhatian khusus kecuali penyediaan nomor 9:
kualitas sekolah islam harus ditingkatkan (Hasan, 2003: 50).
Tantangan utama yang dihadapi para pakar pendidikan agama islam dan
praktisi dalam persoalan integrasi sekolah islam terhadap sistem pendidikan
nasional adalah ommision dycothomy antara mata pelajaran umum dan agama.
Pengetahuan harus dipandang sebagai identitas tunggal yang telah berkembang
dalam sejarah. Pengembangan pengetahuan secara historis menunjukkan bahwa
setiap peradaban manusia termasuk peradaban Islam telah memberikan kontribusi
untuk pengetahuan itu sendiri.
16
Dengan demikian, para lulusan sekolah islam masih berbeda dari lulusan sekolah
negeri lainnya dengan kualitas yang sama.
Pada tahun 1994, itu adalah salah satu titik penting dalam
mengembangkan sekolah islam di Indonesia. Pada waktu itu, departemen agama
telah menetapkan kurikulum baru yang dikenal sebagai kurikulum tahun 1994
yang menuntut penerapannya berada di bawah kementerian pendidikan. Berbeda
dari kurikulum sebelumnya, sekolah islam berisi 70% untuk mata pelajaran umum
dan 30% untuk pendidikan agama islam. Dalam kurikulum tahun 1994, sekolah
islam wajib memberikan 100% untuk subjek umum sebagai sekolah umum
lainnya di bawah departemen pendidikan.
Dalam kurikulum tahun 1994, dualisme antara agama dan mata pelajaran
umum di sekolah islam berusaha untuk disahkan. Sekolah islam diharapkan untuk
mengadakan semua mata terpadu bersama-sama. Bagaimanapun, pendidikan
islam berperan dalam konteks sistem pendidikan nasional. Hal ini harus
berpengetahuan bahwa berdasarkan institusi, pendidikan agama islam terletak
pada posisi kedua dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Misalnya,
pendidikan agama islam kurang menarik sementara mata pelajaran lain dianggap
memiliki masa depan yang lebih baik. Fakta lain dapat ditunjukkan dalam jangka
waktu pengembangan lembaga. Pengembangan departemen atau sekolah di bawah
17
manajemen atau pemantauan kementerian agama tidak sama dengan mereka yang
diawasi di bawah kementerian pendidikan nasional. Sebenarnya, itu harus
disesuaikan dengan kondisi sekolah umum. Meskipun pendidikan agama islam
memainkan peran penting dalam konteks pendidikan nasional, bagaimanapun,
harus diakui bahwa posisi pendidikan agama islam hanyalah sebuah subsistem
sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.
18
2. Integrasi aspek kognitif, afektif, psikomotorik dalam nilai-nilai Islam yang
diterapkan secara langsung dan simultan. Misalnya, siswa belajar tata cara
shalat di Pendidikan Agama Islam, ia akan menerapkan shalat berjamaah
langsung di masjid. Contoh lain, ketika dia belajar berhitung, dia tidak
hanya mengenal angka tetapi juga belajar bahwa ada lima Islam, lima
waktu sholat, lima jari, dan banyak lainnya
3. Integrasi antara orang tua dan sekolah. Proses pendidikan akan gagal jika
pengembangan nilai-nilai tidak sinergis antara sekolah dan orang tua di
rumah. Dengan demikian, peran sekolah, orang tua dan masyarakat harus
bersinergi dan harmonis untuk mendidik peserta didik.
19
kristen dan muslim yang hampir sama, seperti di Maluku, Manado, dan banyak
lainnya. Beberapa bagian bahkan memiliki majorities kristen, seperti di Nusa
Tenggara Timur dan Papua, dan, tentu saja, pulau Bali yang 90% lebih Hindu.
Tanggapan pendidikan islam terhadap keragaman agama di Indonesia secara
teologis, kaum non-muslim dipandang sebagai "yang lain" oleh kaum muslim,
berdasarkan pembangunan klasik pengajaran islam. Konstruksi fiqh dan lem
kalam pada kaum non-muslim, misalnya, menunjukkan mereka sebagai musyrik
atau kafir. Masalahnya adalah bagaimana Muslim harus berurusan dengan "yang
lain" dalam kehidupan sehari-hari mereka (Abdullah pada http://aminab.
wordpress. Com, 2010).
20
membawa mereka untuk memiliki sudut pandang dan sikap yang berbeda
terhadap non-Muslim dan realitas keragaman agama. Secara singkat, mengingat
Indonesia yang penuh dengan keragaman, agama dan lain-lain, setiap pilar
pendidikan Islam memiliki respon yang berbeda-beda. Sebagian dari mereka pasti
memahami bahwa kebhinekaan adalah bagian dari sunnatullâh, sehingga mereka
mengembangkan kurikulum dan konten sistem pendidikan untuk mengajar
siswanya agar siap hidup bersama dalam masyarakat yang majemuk (Abdullah
pada http://aminabd.wordpress.com, 2010).
Kesimpulan
21
diartikan sebagai pencapaian target oleh individu atau kelompok yang
melaksanakan Pendidikan Agama Islam. Secara epistemologi, sebenarnya
Pendidikan Agama Islam telah memiliki visi dan misi idealnya sendiri, yaitu
“rahmatan lil âlamin”. Selain itu, tujuan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari
tujuan hidup manusia meskipun dipengaruhi oleh berbagai budaya, pandangan
hidup, dan atau keinginan lain untuk memiliki aqidah (tarbiyah aqîdiyah), untuk
membentuk akhlaq yang berharga (tarbiyah khuluqiyah), membentuk insan yang
bijaksana (tarbiyah fikriyah), membentuk insan yang sehat dan tangguh (tarbiyah
jismiyah), membentuk kreatif, inisiatif, antipati, dan responsif (tarbiyah
amaliyah); 2) prinsip objektif Pendidikan Agama Islam berlandaskan pada al-
Qur‟ân, hadits, Qaul al-Shahâbah, ijmâ, qiyâs, masâlih al-mursalah, shadzdzu al-
dzâri‟ah, urf dan istihsân. Selain itu juga didukung oleh ijtihad yang dilakukan
oleh intelektual muslim yang berlandaskan pada aqidah, ibadah dan akhlaq.
Selanjutnya, penerapan Pendidikan Agama Islam mengacu pada enam prinsip: (a)
Universalitas Pendidikan Agama Islam, (b) Keseimbangan, (c) Kejelasan, (d)
Harmoni, (e) Realitas dan aplikatif, (f) Dinamis dan responsif menuju perubahan.
Perannya adalah memberikan kontribusi terhadap upaya pengembangan potensi
peserta didiknya sebagai generasi penerus yang tidak hanya berkembang dalam
bidang intelektual tetapi juga dapat mewujudkan eksistensinya sebagai insân
kâmil berdasarkan potensi dan keterampilan spiritualnya. Dengan demikian,
dengan potensi yang dimilikinya dapat mewarnai kehidupan dan masa depannya
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Selain itu, fungsi tujuan
pendidikan adalah untuk melengkapi dan mengarahkan tujuannya sebagai
landasan untuk mencapai tujuan lain, yaitu tujuan baru atau perluasan. Selain itu
juga memberikan nilai dan karakter dari beberapa upaya, memberikan kriteria
untuk mengevaluasi proses pendidikan dan memberikan fasilitas yang
memungkinkan proses pendidikan dapat berjalan dengan baik; 3) Ciri-ciri
pendidikan Islam antara lain: rabbâniyah, syâmilah, mutakâmilah, marhaliyah,
murûnah, istimrâriyah, tanmawiyah, Fa rdi-yyah, tathbîqiyah, hurriyah, infitâh,
maslahah. Untuk memenuhi fungsi tujuannya, tujuan pendidikan harus
dirumuskan berdasarkan nilai-nilai keimanan ideal yang dapat mengangkat harkat
22
dan martabat manusia, yaitu nilai ideal yang menjadi konstruksi pikiran dan
tindakan seseorang untuk mencapai tujuan yang terarah; 4) Pelaksanaan
pengembangan Pendidikan Agama Islam merupakan penerapan konsep integrasi
yang berarti suatu proses pendidikan yang terpadu dengan harapan akan
menghasilkan keluaran yang terintegrasi, sehingga keterpaduan antara Pendidikan
Agama Islam dengan pendidikan lainnya sejalan dengan tujuan Nasional. Sistem
Pendidikan. Secara khusus menghasilkan output menjadi individu yang memiliki
akhlaq dan ilmu yang terintegrasi.
REFERENSI
Boyle, Kevin, and Juliet Sheen, (eds.). 2001. Freedom of Religious Belief: A
Word Report. London & New York: Routledge.
Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan. 2007. Filsafat Pendidikan Islam. cetakan III.
Bandung: CV. Pustaka Setia.
23
Hitami, Munzir. 2004. Menggagas Kembali Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Infinite Press.
http://aminabd.wordpress.com/2010/06/01/religious-diversity-and-
islamiceducation-in-indonesia/ diunduh tanggal 29- 7-2013.
http://miftah19.wordpress.com/2011/02/18/new-trend-of-islamic-educationin-
indonesia/ diunduh tanggal 29-7-2013.
Sholihin dan Rosyid Anwar, 2005. Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna
Hidup, Bandung: Nuansa.
24