Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

KEWARGANEGARAAN

“Negara Dan Konstitusi”

Dosen : Dodi Asmara, S.sos., M.si.

Disusun Oleh :
Fransisca Angelina (2162201027)
Meriyanti (2162201020)
Yessa (2162201003)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS BISNIS
INSTITUT BISNIS DAN TEKOLOGI PELITA INDONESIA
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan

hidayah-Nya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan wawasan

mengenai mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, dengan judu “ NEGARA DAN

KONSTITUSI”.

Dengan materi kuliah ini kami diharapkan mahasiswa mampu untuk memahami makna
dari Negara dan konstitusi di Indonesia. Dengan demikian, kami sadar materi ini terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang
bersifat membangun dari berbagai pihak, agar bisa menjadi lebih baik lagi.

Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna bagi
pembacanya, terutama mahasiswa, supaya bisa memahami pengertian negara dan
konstitusi, karena kita adalah penerus Bangsa Indonesia.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... I

DAFTAR ISI...................................................................................................................... II

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1


1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3. Tujuan ......................................................................................................... 2
BAB II NEGARA DAN KONSTITUSI

2.1....................................................................................................................... Bangsa
Dan Negara.................................................................................................. 3
2.2....................................................................................................................... Syarat-
Syrat Suatu Negara....................................................................................... 4
2.3....................................................................................................................... Konsep
Dasar Konstitusi........................................................................................... 5
2.4....................................................................................................................... Materi
Muatan Konstitusi........................................................................................ 6
2.5....................................................................................................................... Konstit
usi-Konstitusi Yang Pernah Digunakan Di Indonesia................................. 7

DAFTAR PUSAKA .......................................................................................................... 8


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini telah
mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada
hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa
dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak sosial” baru antara
warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan
dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan konstitusi ini menginginkan pula
adanya perubahan sistem dan kondisi negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang
demokratis dengan relasi lembaga negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan
konstititusi menjadi suatu agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan
dan amat menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa. Realitas yang berkembang
kemudian memang telah menunjukkan adanya komitmen bersama dalam setiap elemen
masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945. Bagaimana cara mewujudkan komitmen itu
dan siapa yang berwenang melakukannya serta dalam situasi seperti apa perubahan itu
terjadi, menjadikan suatu bagian yang menarik dan terpenting dari proses perubahan
konstitusi itu. Karena dari sini akan dapat terlihat apakah hasil dicapai telah
merepresentasikan kehendak warga masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi
pembentukan wajah Indonesia kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan pluralistis,
sesuai dengan nilai keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan. Dengan melihat
kembali dari hasil-hasil perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah rumusan-rumusan
perubahan yang dihasilkan memang dapat dikatakan lebih baik dan sempurna. Dalam artian,
sampai sejauh mana rumusan perubahan itu telah mencerminkan kehendak bersama.
Perubahan yang menjadi kerangka dasar dan sangat berarti bagi perubahan-perubahan
selanjutnya. Sebab dapat dikatakan konstitusi menjadi monumen sukses atas keberhasilan
sebuah perubahan
1.2RUMUSAN MASALAH

1. Apa perbedaan bangsa dan negara?


2. Apa syarat-syrat suatu negara?
3. Bagaimana konsep dasar konstitusi?
4. Bagaimana materi muatan konstitusi?
5. Apa saja konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di indonesia?

1.3 TUJUAN

Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk menjelaskan mengenai tentang


Negara dan Konstitusi
Perbedaan Bangsa dan Negara

Pengertian Bangsa
Istilah bangsa atau nasion, natie dan nation muncul karena pada hakikatnya manusia adalah
makhluk individu sekaligus makhluk sosial yang menempatkan eksistensinya di dalam
kebersamaan.

Istilah bangsa mengandung dua pengertian, yaitu bangsa dalam konteks geneologis-
antropologis dan bangsa dalam dalam konteks politik.

Bangsa dalam konteks geneologis-antropologis merupakan pengertian bangsa yang bersifat


alamiah, yakni sekelompok orang yang mempunyai kesatuan asal turunan, bahasa, yang diikat
atas dasar persamaan darah atau gen yang mendiami suatu kawasan atau daerah tertentu

Adapun bangsa dalam konteks politik merupakan sekelompok orang yang rasa dan ikatan
kesatuannya berdasarkan pada kesamaan cita-cita, tujuan, nasib sehingga mendorong mereka
untuk hidup bersama dalam wilayah tertentu demi kelangsungan hidup dan eksistensi mereka.

Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian bangsa adalah
kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta
berpemerintahan sendiri.

Unsur-Unsur Bangsa
Sekelompok masyarakat atau orang bisa dikatakan sebagai sebuah bangsa ketika memenuhi
unsur-unsur berikut ini.

- memiliki asal-usul dalam sejarah bersama dalam suatu bentuk ikatan atau sentimen kolektif
- memiliki bahasa, struktur sosial, dan sistem politik yang dikehendaki
- adanya wilayah sebagai ruang hidup tempat bermukim dan mencari nafkah bagi
kelangsungan hidup
- memiliki dan menunjukkan identitas kolektif yang menjadi atribut sebuah budaya sehingga
dapat membedakannya dengan bangsa lain

Pengertian Negara
Dalam kehidupan sosialnya, manusia membutuhkan suatu alat atau piranti dalam suatu bentuk
organisasi politik yang dapat mengatur pranata sosial politik dalam kehidupan manusia, yaitu
negara.

Negara merupakan alat dari masyarakat yang memiliki legitimasi kekuasaan untuk mengatur
hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat serta menertibkan persoalan kekuasaan
dalam masyarakat.

Adapun pengertian negara pada zaman Yunani kuno mengacu pada istilah polis, yakni
lingkungan negara kota yang di dalamnya warganegara turut serta dalam permusyawaratan
negara.

Berikut ini pengertian negara menurut beberapa ahli agar detikers memahami perbedaan
bangsa dan Negara :

1) Menurut KBBI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) negara memiliki dua pengertian. Pertama
negara diartikan sebagai organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi
yang sah dan ditaati oleh rakyat.

Pengertian kedua, negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah
tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai
kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.

2) Harold J Laski
Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena memiliki wewenang yang bersifat
memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan
dari masyarakat.

3) MacIver
Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam
suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah
yang untuk maksud tersebut diberikan kekuasaan memaksa.

4) Weber
Negara adalah asosiasi suatu masyarakat yang memiliki monopoli dalam penggunaan
kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah. Keterangan ini memperjelas perbedaan
bangsa dan negara.

Unsur-Unsur Negara
Sama halnya dengan sebuah bangsa, sesuatu bisa dikatakan negara jika memenuhi unsur-
unsur negara. Berikut ini yang termasuk unsur-unsur negara untuk mengetahui perbedaan
bangsa dan negara
- Adanya rakyat/jumlah penduduk
Tanpa adanya orang sebagai rakyat pada suatu negara maka pemerintahan tidak akan
berjalan. Rakyat juga berfungsi sebagai sumber daya manusia untuk menjalankan aktivitas
kehidupan sehari-hari.

- Adanya wilayah
Untuk mendirikan suatu negara dengan kedaulatan penuh diperlukan wilayah yang terdiri atas
darat, laut, dan udara sebagai satu kesatuan. Untuk wilayah yang jauh dari laut tidak
memerlukan wilayah lautan.

Di wilayah negara itulah rakyat akan menjalani kehidupannya sebagai warga negara dan
pemerintah akan melaksanakan fungsinya.

- Memiliki Pemerintahan
Definisi pemerintah secara luas dapat diartikan sebagai sekumpulan orang-orang yang
mengelola kewenangan dan kebijakan dalam mengambil keputusan serta melaksanakan
kepemimpinan & koordinasi pemerintahan serta pembangunan masyarakat dan wilayahnya
yang membentuk sebuah lembaga dimana mereka ditempatkan.

Syarat Syarat Suatu Negara


Eksistensi suatu negara sekurang-kurangnya harus memenuhi 4 syarat, yaitu adanya
pemerintahan yang berdaulat, wilayah, warga negara dan pengakuan dari negara lain.

1) Adanya Pemerintah yang Berdaulat

Pemerintah tidak sama dengan negara dan tidak mewakili kepentingan negara dalam segala
bidang. Pemerintah inilah yang memperoleh kewenangan menata dan mengelola kehidupan
bersama dan berupaya menciptakan kesejahteraan, keamanan, dan ketertiban bagi warganya
Pemerintah dapat berganti -ganti tanpa diikuti pergantian hak dan kewajiban. Ia mendapat
kedudukan istimewa dalam negara melalui proses pemilu. Dalam negara yang kuat pemerintah
dapat berganti-ganti tanpa mengancam lembaga negara dan kehidupan bernegara.

Mereka ini didaulat untuk menjadi penguasa (Pemerintah). Pimpinan dari pemerintahan
tersebut disebut kepala pemerintahan dan di negara yang berbentuk republik ada kalanya
kepala pemerintahan merangkap sebagai kepala negara yang berdaulat. Dalam kedaulatan kita
mengenal teori kedaulatan sebagai berikut.

a. Teori kedaulatan Tuhan

Teori ini menganggap kepala negara anak atau turunan Tuhan, oleh karenanya segala titahnya
harus ditaati karena suara Tuhan atau tidak bisa dibantah.

b. Teori kedaulatan rakyat


Teori ini berpendapat kepala negara dipilih oleh rakyat memegang kedaulatan tertinggi.

c. Teori kedaulatan negara

Teori ini menganggap segalanya demi pemerintahan karena negara menurut kodratnya
mempunyai kekuasaan mutlak.

d. Teori kedaulatan hukum

Kedaulatan yang didasarkan pada hukum karena yang berdaulat adalah hukum, kekuasaan
diperoleh melalui hukum dan tunduk pada hukum. Berbeda dengan di atas, Herodotus
membagi kekuasaan pemerintahan tersebut (kedaulatan) terdiri dari berikut ini.

- Monarki, yaitu penguasaan oleh satu orang.


- Oligarki, yaitu penguasaan oleh sekelompok orang.
- Demokrasi, yaitu penguasa oleh rakyat.

Pendapat Herodotus tersebut oleh Plato (427347 SM) dianggap menguasakan dalam baiknya
sedangkan dalam bentuk buruknya, yakni berikut ini.

- Tirani, yaitu penguasaan oleh satu orang secara buruk.


- Aristokrasi, yaitu penguasaan oleh sekelompok orang secara buruk.
- Mobokrasi, yaitu penguasaan oleh orang banyak secara buruk. Aristoteles (384322 SM)
yang merupakan muridnya Plato sependapat dengan gurunya, namun, istilah mobokrasi
digantikan dengan okhlorasi.

2) Adanya Wilayah

Syarat berikutnya yaitu wilayah. Dimaksudkan dengan wilayah adalah lokasi atau area tertentu
dengan segala kandungan potensi wilayah tersebut dan kekuatan-kekuatan yang dapat
dimanfaatkan mulai dari laut atau perairan, darat sampai dari udara, baik yang bersifat fisik
maupun nonfisik. Secara kompleks, muncul tata ruang dan segala sumber kekayaan alam yang
di dalamnya menjadi ruang hidup negara dari bangsa ini yang sangat penting maka keraplah
terjadi konflik antara negara menyangkut wilayah tersebut yang berujung pada perang.

Anda dapat mengkaji bagaimana bangsa Indonesia mempertahankan wilayahnya dalam perang
kemerdekaan. Bangsa Palestina dengan “Bom bunuh diri” untuk menuntut hak-hak wilayahnya.
Selesai perang dunia kedua wilayah Jerman dibagi dua, begitu juga Korea dan Uni Soviet yang
bercerai berai, Yugoslavia yang berkeping-keping karena konflik etnis dan agama, sampai
kepada Kuwait yang dalam sekejap hilang dilindas Irak pada tahun 1991 dan sekarang Irak
sendiri yang digempur AS, Inggris, dkk. Bahasan-bahasan tentang wilayah ini dapat Anda
bicarakan dalam Wasantara (wilayah geopolitik dan geostrategi).

3) Adanya Warga Negara

Pengertian warga negara adakalanya dicampuradukkan dengan penduduk, masyarakat, dan


rakyat sehingga menimbulkan kerancuan. Dalam penempatannya, warga negara dikaitkan
dengan kehidupan bernegara yang mempunyai peraturan perundangan tentang pengakuan
terhadap kewargaan seseorang. Dalam pengertian umum individu-individu yang diakui menjadi
warga negara berdasarkan undang-undang disebut juga sebagai rakyat (kawulo).

Individu sebagai warga negara tidak hanya terikat dengan aturan bernegara tetapi juga
bermasyarakat. Keseluruhan kompleksitas hubungan manusia (individu) yang luas terpola dan
khas, kita namakan masyarakat. Jadi, masyarakat lebih banyak berkaitan dengan ikatan
sosiologis yang mendiami suatu daerah, sedangkan penduduk adalah mereka yang menjadi
penghuni atau mendiami suatu negara yang perlu didata (sensus penduduk) yang terdiri dari
warga negara dan bukan warga negara. Warga negara dapat tinggal di dalam negeri dan di luar
negeri. Menurut hukum internasional tiap-tiap negara berhak untuk menetapkan sendiri siapa
yang diakui sebagai warga negaranya, dan ketetapan tersebut biasanya diatur dalam undang-
undang.

Ada dua asas yang dipakai dalam penentuan Kewarganegaraan, yaitu asas Ius Soli dan asas
Ius Sanguinis.

- Asas ius soli menentukan warga negaranya berdasarkan tempat tinggal/kelahiran di


suatu negara, adalah warga negara tersebut. Sebagai contoh, apabila Anda punya anak
lahir di Amerika Serikat karena Amerika Serikat menganut asas ius soli ini secara
otomatis anak tersebut mempunyai Kewarganegaraan Amerika Serikat. (dilihat dari sisi
Amerika Serikat).
- Asas ius sanguinis, menentukan warga negaranya berdasarkan keturunan (pertalian
darah), dalam arti siapa pun anak kandung (yang sedarah seketurunan) akan mengikuti
Kewarganegaraan orang tuanya. Sebagai contoh, Anda sebagai anak atau warga
negara Indonesia yang menganut asas ius sanguinis mempunyai anak laki di Malaysia
yang menganut asas yang sama maka otomatis anak Anda tersebut mengikuti
Kewarganegaraan Anda sebagai WNI, tanpa masalah.

Dengan kedua asas tersebut dapat menimbulkan implikasi sebagai berikut.

- Mereka yang mempunyai Kewarganegaraan ganda atau bipatride karena negara asal
orang tua yang bersangkutan menganut asas ius sanguinis sedangkan yang
bersangkutan melahirkan anak, tinggal di negara yang menganut asas ius soli.
- Mereka yang sama sekali tidak mempunyai Kewarganegaraan (apatride) karena yang
bersangkutan dilahirkan di negara yang menganut asas ius sanguinis sedangkan negara
asal orang tua yang bersangkutan menganut asas ius soli. Di negara Indonesia untuk
menentukan apakah termasuk syarat WNA atau WNI kita merujuk pada Pasal 26 ayat
(2) UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut. Yang menjadi warga negara ialah orang-
orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa asing yang ditentukan atau
disahkan dengan undang-undang. Sebagai warga negara (ayat 1) syarat-syarat
mengenai Kewarganegaraan ditetapkan dengan Undang-undang (ayat 2). Berdasarkan
Pasal 26 ayat 2 Undang-undang Dasar 1945 maka dibuatlah Undang-undang No. 62
Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Indonesia. Anda perlu mencari dan mengkaji
undang-undang tersebut.
- Naturalisasi (pewarganegaraan). Walaupun dalam menentukan pilihan dalam
Kewarganegaraan tidak dapat memenuhi prinsip lus anguinis atau lus soli orang dapat
memperoleh Kewarganegaraan dengan jalan “Pewarganegaraan” atau “Naturalisasi”.
Dalam pewarganegaraan ini ada yang aktif dan ada yang pasif. Dalam
pewarganegaraan aktif seseorang dapat menggunakan “hak opsi” untuk memilih atau
mengajukan kehendak untuk menjadi warga negara, sedangkan dalam
kewarganegaraan pasif, seseorang tidak mau diwarganegarakan oleh suatu negara
maka yang bersangkutan dapat menggunakan “hak repudiasi”, yaitu hak untuk menolak
Kewarganegaraan tersebut.
4) Adanya Pengakuan

Syarat pengakuan eksistensi suatu pemerintahan negara oleh negara tetangga atau negara lain
sangat penting dan merupakan kerelaan negara tersebut untuk mengakui suatu negara
merdeka pemerintahan yang sah dan berdaulat.

Coba Anda ingat kembali, bagaimana agresi militer Belanda I tahun 1947 dan agresi militer
Belanda II tahun 1948 terjadi, padahal kita sudah memproklamasikan kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945.

Bagaimana negara Kuwait dalam sekejap hilang dilindas Irak karena Kuwait dianggap bagian
dari provinsi Irak.

Mungkin juga Anda dapat memberikan contoh seperti Palestina dan lainnya. Kendatipun
Belanda melakukan agresi militer I dan II, tetapi di sisi lain seperti negara India dan Australia
dan beberapa negara lainnya mengakui kedaulatan negara Indonesia sejak proklamasi 17
Agustus 1945 mulai dari Sabang sampai Merauke. Pengakuan terhadap suatu pemerintahan
negara yang berasal dari dalam juga penting.

Kalau tidak ada pengakuan tersebut maka akan menimbulkan konflik internal yang mengarah
kepada pemberontakan kudeta atau revolusi. Saya berharap Anda sudah dapat memahami
konsep negara, bangsa dan masyarakat. Namun, bagaimana dalam praktik kehidupan
bernegara, berbangsa dan bermasyarakat. Dalam praktik kehidupan bernegara, berbangsa dan
bermasyarakat esensinya adalah adanya kesamaan pola pikir, pola sikap dan pola tindak kita
sebagai warga negara, maupun warga bangsa (warga masyarakat bangsa).

Hal ini sudah diatur dalam falsafah/ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, undang-
undang, dan produk hukum lainnya. Akan tetapi, dalam kenyataannya Anda berasal dari salah
satu suku/daerah atau kelompok masyarakat di Indonesia maka untuk dapat memahaminya
Anda dapat melihat tabel berikut.

Tabel Hubungan Negara, Bangsa, Masyarakat, dan Individu


Rasa kebangsaan menumbuhkan paham kebangsaan atau nasionalisme yaitu cita-cita atau
pemikiran-pemikiran bangsa dengan karakteristik yang berbeda dengan bangsa lain (jati diri).
Esensi paham kebangsaan Indonesia ialah Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup,
falsafah hidup bangsa, kemudian menjadi dasar negara dan sekaligus ideologi negara. Rasa
kebangsaan dan paham kebangsaan melahirkan semangat kebangsaan yaitu semangat untuk
mempertahankan eksistensi bangsa dan semangat untuk menjunjung tinggi martabat bangsa.
Semangat kebangsaan sering kali disebut sebagai “Patriotisme”.

Semangat kebangsaan suatu bangsa tergantung pada kondisi, situasi dan tantangan yang
dihadapi oleh bangsa itu pada kurun waktu tertentu. Pada era menjelang kemerdekaan,
semangat kebangsaan bangsa Indonesia terfokus pada semangat anti kolonial. Sekarang
kondisi dan situasi telah berubah. Tantangan baru dalam mengisi kemerdekaan jauh berbeda
dengan tantangan pada waktu merebut kemerdekaan. Oleh karena itu, semangat baru harus
mengalir dalam denyut nadi seluruh bangsa Indonesia sesuai dengan tantangan yang dihadapi
di masa kini.

Bangsa Indonesia sekarang ini sebagian besar terdiri dari generasi muda yang tidak mengalami
masa “perang kemerdekaan”. Rasa kebangsaan generasi muda bisa berbeda disebabkan
mereka tidak mengalami kekejaman kolonialisme masa lalu. Rasa kebangsaan mereka tumbuh
dari faktor pendukung lainnya yang dialami secara langsung dalam berbagai bidang kehidupan.

Tantangan yang kita hadapi dewasa ini adalah mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa yang
telah maju. Namun, paham kebangsaan Indonesia sebagai jati diri bangsa harus dibela secara
gigih, dipertahankan, diperjuangkan dan direalisasikan secara murni dan konsekuen oleh setiap
generasi bangsa dari waktu ke waktu.

Pengertian Konstitusi

Kata konstitusi berasal dari bahasa Perancis constituer yaitu sebagai suatu ungkapan yang
berarti membentuk. Menurut Jazim Hamidi, pemakaian kata konstitusi lebih dikenal untuk
maksud sebagai pembentukan, penyusunan atau menyatakan suatu negara. Dengan kata lain,
secara sederhana, konstitusi dapat diartikan sebagai suatu pernyataan tentang bentuk dan
susunan suatu negara, yang dipersiapkan sebelum maupun sesudah berdirinya negara yang
bersangkutan’’. Oleh karena itu ciri khas dari sebuah negara dapat dilihatdari konstitusi yang
digunakannya. Namun secara terminologi, konstitusi tidak hanya dipahami dengan arti yang
sesederhana itu.

Konstitusi dipahami secara lebih luas, selain dikarenakan oleh kompleksitasnya permasalahan
mendasar yang harus diatur oleh negara, juga dikarenakan oleh perkembangan pemikiran
terhadap keilmuan dalam memahami konstitusi sebagai hukum dasar (gronwet) dalam suatu
negara. Pemikiran Duguit banyak dipengaruhi oleh aliran sosiologi yang diprakarsai oleh
Auguste Comte, menurutnya hukum itu adalah penjelmaan de facto dari ikatan solidaritas sosial
yang nyata. Dia juga berpendapat bahwa yang berdaulat itu bukanlah hukum yang tercantum
dalam bunyi teks undang-undang, melainkan yang terjelma di dalam sociale solidariteit
(solidaritas sosial). Oleh karena itu, yang harus ditaati adalah sociale recht itu. Bukan undang-
undang yang hanya mencerminkan sekelompok orang yang kuat dan berkuasa.

Terlepas dari pendefinisian tentang konstitusi di atas, terdapat juga keanekaragaman dari para
ahli dalam memandang konstitusi. Konstitusi dalam pandangan Wheare tersebut di atas, selain
dipahami sebagai istilah untuk menggambarkan keseluruhan sistem pemerintahan suatu
negara, juga sebagai kumpulan aturan yang membentuk dan mengatur atau menentukan
pemerintahan negara yang bersangkutan. Sementara itu, Jimly Asshiddiqie, mendefinisikan
konstitusi sebagai hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu
negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang
Dasar, dan dapat pula tidak tertulis. Hal tersebut tidak terlepas karena tidak semua negara
memiliki konstitusi tertulis atau Undang-undang Dasar. Kerajaan Inggris misalnya, tidak memiliki
satu naskah Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis, namun biasa disebut sebagai
negara konstitusional. Berangkat dari pendapat beberapa ahli tentang pengertian konstitusi di
atas, menurut hemat penulis dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai batasan-batasan
pengertian konstitusi yang dirumuskan sebagai berikut :

a. Konstitusi merupakan suatu kaidah hukum yang memberikan batasanbatasan terhadap


kekuasaan dalam penyeleggaraan suatu negara;
b. Mendeskripsikan tentang penegakan hak-hak asasi manusia; dan ketiga, konstitusi
berisikan materi mengenai susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat
fundamental.

Teori konstitusi menghendaki negara terbentuk atas dasar hukum dasar (basic norm) yang
demokrasi yang merupakan naluri masyarakat suatu bangsa, sehingga konstitusi yang dibentuk
adalah konstitusi demokrasi yang menghendaki the rule of law.Konstitusi juga disebut sebagai
ground wet atau dalam oxforddictionary of law, perkataan Constituion diartikan sebagai : …the
rule and practices that determine the composition and functions of the organs of the central and
local government in a state and regulate the relationship bet-ween individual and the state.
Artinya, yang diatur itu tidak saja berkenaan dengan organ negara beserta komposisi dan
fungsinya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat pemerintah daerah (local government), tetapi
juga mekanisme hubungan antara negara atau organ negara itu dengan warga Negara. Kata
‘Konstitusi’ berarti ‘pembentukan’, berasal dari kata kerja yaitu ‘constituer’ (Perancis) atau
membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan demikian konstitusi mengandung makna
awal (permulaan) dari segala peraturan perundang-undangan tentang negara. Belanda
menggunakan istilah ‘Grondwet’ yaitu berarti suatu undang-undang yang menjadi dasar (grond)
dari segala hukum. Indonesia menggunakan istilah Grondwet menjadi Undang-undang Dasar.

Hakikat Konstitusi

Sejatinya konstitusi memiliki peran untuk mempertahankan esensi keberadaan sebuah negara
dari pengaruh berbagai perkembangan yang bergerak dinamis. Oleh karena itu, konstitusi yang
ideal adalah hasil dari penyesuaian dan penyempurnaan untuk mengikuti segala
perkembangan, khususnya yang berkaitan dengan keinginan hati nurani rakyat. Konstitusi
tentunya bukan istilah yang asing bagi Anda, terutama yang terkait dengan proses amandemen
Undang-Undang Dasar RI 1945 yang beberapa waktu terakhir menjadi isu sentral dalam
ketatanegaraan Indonesia. Perkataan ‘Konstitusi’ berarti membentuk ‘pembentukan’ berasal
dari kata kerja ‘coustituer’ (Prancis) yang berarti ‘membentuk’. Kini yang dibentuk adalah suatu
Negara, maka ‘Konstitusi’ mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu
negara.7 Sendi-sendi itu tentunya harus kuat dan tidak akan mudah runtuh, agar bangunan
‘Negara’ tetap berdiri. Oleh karena itu, peraturan yang termuat dalam konstitusi harus tahan uji,
jangan sampai sendi-sendi itu memiliki celah-celah untuk disalah artikan atau bahkan diganti
oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan bangunan suatu negara itu kokoh. Dengan demikian
maka tidak ada seorang pun yang dengan serta-merta dapat menggantikan sendi-sendi itu
dengan tiang-tiang yang lain coraknya dan yang akan mengubah wajah negara.

Konstitusi dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum yang merupakan hasil
pembentukan pemerintahan pada suatu negara yang biasanya dikodifikasikan sebagai
dokumen tertulis. Dalam kasus pembentukan negara, konstitusi memuat aturan dan prinsip-
prinsip entitas politik dan hukum, istilah ini merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi
nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-prinsip dasar hokum termasuk dalam
bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban pemerintahan Negara pada umumnya.8
Konstitusi umumnya merujuk padapenjaminan hak kepada masyarakatnya. Istilah konstitusi
dapat diterapkan kepada seluruh hukum yang mendefinisaikan fungsi pemerintahan Negara.
Konstitusi berarti hukum dasar, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Hukum dasar yang
tertulis biasanya disebut sebagai Undang-Undang Dasar, sedangkan hukum dasar yang tidak
tertulis disebut Konvensi, yaitu kebiasaan ketatanegaraan atau aturan-aturan dasar yang timbul
dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Mengingat sulitnya mengubah
Undang-Undang Dasar, sementara ada kondisi yang memerlukan peraturan, maka dalam
penyelenggaraan pemerintahan biasanya digunakan konvensi. Definisi konstitusi menurut E.C.
Wade dalam Miriam Budiardjo adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas pokok dari
badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan
tersebut. Dikalangan para ahli hukum, pada umumnya dipahami bahwa konstitusi mempunyai
tiga tujuan pokok, yaitu:

a. keadilan (justice),

b. kepastian (certainty atau zekenheid), dan

c. kebergunaan (utility).

Keadilan itu sepadan dengan keseimbangan (balance, mizan) dan kepatutan (equity), serta
kewajaran (proportionality). Sedangkan, kepastian hukum terkait dengan ketertiban (order) dan
ketenteraman. Sementara, kebergunaan diharapkan dapat menjamin bahwa semua nilai-nilai
tersebut akan mewujudkan kedamaian hidup bersama. Oleh karena konstitusi itu sendiri adalah
hukum yang dianggap paling tinggi tingkatannya, maka tujuan konstitusi sebagai hukum
tertinggi itu juga untuk mencapai dan mewujudkan tujuan yang tertinggi.Tujuan yang dianggap
tertinggi itu adalah:

a. Keadilan,

b. Ketertiban, dan
c. Perwujudan nilai-nilai ideal seperti kemerdekaan atau kebebasan dan kesejahteraan atau
kemakmuran bersama, sebagaimana dirumuskan sebagai tujuan bernegara oleh para pendiri
negara (the founding fathers and mothers). Misalnya, 4 (empat) tujuan bernegara Indonesia
adalah seperti yang termaktub dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945

Sifat-sifat Konstitusi

Terdapat beberapa istilah konstitusi, begitu pula dapat diketahui sifatnya, salah satunya adalah
tertulis dan yang tidak tertulis. Konstitusi pada mulanya dibentuk penguasa yang memiliki
kekuasaan untuk membentuk konstitusi, tetapi perkembangan tampak bahwa konstitusi serta
kaitannya dengan tumbuhnya, teori kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, rakyatlah yang memiliki
kedaulatan untuk membentuk konstitusi.

Dilihat dari isi secara umum konstitusi merupakan aturan dasar yang memuat cita-cita politik
rakyat. Tetapi tidak semua cita-cita itu dapat dituangkan dalam sebuah naskah, melainkan
bagian yang pokok-pokok yang sifatnya fundamental. Dengan demikian konstitusi harus bersifat
fleksibel tidak ketinggalan zaman dan dapat mengikuti dinamika masyarakat. Dan harus bersifat
luwes tidak kaku, dapat mengikuti perubahan dan jika terjadi perubahan haruslah bersifat lentur,
selain dari sifatnya yang formil dan materiil. Itulah sifatsifat dari sebuah konstitusi.

a. Sifat Luwes (Flexible) Atau Kaku (Rigid)


Naskah konstitusi atau Undang-Undang Dasar dapat bersifat luwes (flexible) atau kaku
(rigid). Ukuran yang biasanya dipakai oleh para ahli untuk menentukan apakah suatu
Undang-Undang Dasar itu bersifat luwes atau kaku adalah (i) apakah terhadap naskah
konstitusi itu dimungkinkan dilakukan perubahan dan apakah cara mengubahnya cukup
mudah atau tidak mudah mengikuti perkembangan kebutuhan zaman. Memang harus
diakui bahwa untuk menentukan sifat fleksibel atau kaku dari suatu Undang-Undang
Dasar sebenarnya tidaklah cukup hanya dengan melihat dari segi cara mengubahnya,
melainkan bisa saja terjadi undang-undang yang bersifat kaku tetapi dalam
kenyataannya dapat diubah tanpa melalui prosedur yang ditentukan sendiri oleh
undang-undang dasarnya, namun diubah melalui prosedur di luar ketentuan konstitusi,
seperti melalui revolusi.namun diubah melalui prosedur di luar ketentuan konstitusi,
seperti melalui revolusi.

Untuk Undang-Undang Dasar yang tergolong fleksibel, perubahannya kadang-kadang


cukup dilakukan hanya dengan the ordinary legislative process seperti di New Zeland.
Sedangkan untuk Undang-Undang Dasar yang dikenal kaku, prosedur perubahannya
dapat dilakukan dengan sebagai berikut:
1) Oleh lembaga legislatif, tetapi dengan pembatasan-pembatasan tertentu.
2) Oleh rakyat secara langsung melalui suatu referendum.
3) Oleh utusan negara-negara ketatanegaraan, atau oleh suatu lembaga negara yang
khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.

Mengenai hal tersebut pada akhirnya yang menentukan perlu tidaknya Undang-Undang
Dasar itu diubah adalah faktor konfigurasi kekuatan politik yang berkuasa pada suatu
waktu. Betapapun kakunya atau sulitnya suatu naskah Undang-Undang Dasar diubah,
apabila konfigurasi kekuatan politik yang berkuasa berpendapat dan menghendaki atau
menentukan bahwa Undang-Undang Dasar itu harus diubah, maka konstitusi itu tentu
akan diubah. Sebaliknya walaupun Undang-Undang Dasar itu sangat mudah untuk
diubah, tetapi jika kekuatan politik yang berkuasa itu berpendapat tidak perlu diubah
atau tidak menghendaki adanya perubahan, tentu konstitusi itu tetap tidak akan
mengalami perubahan. Artinya tolok ukur fleksibilitas atau rigiditas tidaklah dapat
ditentukan dengan pasti hanya karena mudah tidaknya prosedur perubahan itu
dilakukan, karena pada pokoknya konstitusi itu merupakan produk politik, maka faktor
kekuatan politiklah yang justru sangat determinan pengaruhnya dalam menentukan
apakah konstitusi harus berubah atau tidak berubah

b. Konstitusi Formil Dan Materiil


Sifat dari konstitusi formil dan materiil ini sering diidentikkan dengan UndangUndang
Dasar. Kesalahan ini disebabkan antara lain pengaruh paham kodifikasi yang
menghendaki semua aturan hukum dibuat dalam bentuk yang tertulis dengan maksud
untuk mencapai kesatuan hukum, kesederhanaan hukum, dan kepastian hukum. Sifat
yang materiil, dilihat dari segi isinya berisikan hal-hal yang bersifat dasar pokok bagi
rakyat dan negara. Artinya konstitusi tersebut memiliki substansi yang penting, terpilih,
dan mendasar untuk mengatur jalannya negara sehingga kehidupan antara rakyat dan
negara dapat berjalan dengan stabil. Rakyat dapat mematuhi segala konstitusi yang
diterapkan negara begitu pun negara dapat menjamin konstitusi yang telah
diciptakannya, sehingga elite politik atau pemerintah pun dapat tunduk terhadap
konstitusi tersebut.

Menurut Prof. K.C. Wheare, dari sifatnya konstitusi dapat dibagi menjadi dua, yaitu
konstitusi tertulis dan tak tertulis. Dalam dunia modern, paham yang membedakan
tertulis atau tidak tertulisnya suatu konstitusi sudah hampir tidak ada, jika pun masih ada
konstitusi yang tidak tertulis, itu hanya terdapat di Inggris. Namun gambaran dari
konstitusi tersebut sudah tidak bisa dibuktikan secara pasti.

Dua macam konstitusi, yaitu ‘konstitusi tertulis’ (written constitution) dan ‘konstitusi tak-
tertulis’ (unwritten constitution) memiliki arti seperti halnya dengan ‘hukum tertulis’
(geschrevent recht) yang termuat dalam undangundang dan ‘hukum tak-tertulis’
(orgescheverent recht) yang berdasarkan atas adat-kebiasaan.
Di negara-negara dengan konstitusi tertulis ada dokumen tertentu, yang menentukan:
1) Adanya wewenang dan cara bekerja lembaga-lembaga kenegaraan,
2) Pengakuan dan perlindungan hak asasi para Warga Negara dilindungi.

Konstitusi-konstitusi tertulis hanya memuat beberapa lembaga kenegaraan dan


beberapa hak-hak asasi yang dilindungi. Jumlahnya yang termuat dalam pelbagai
konstitusi adalah berlainan, ada yang banyak ada yang sedikit. Maka diadakan pilihan di
antara hal-hal itu untuk dimuat dalam konstitusi.
c. Sifat Tertulis Dan Tak Tertulis
Membedakan secara prinsipiil antara konstitusi tertulis dan konstitusi tak tertulis adalah
tidak tepat. Sebutan konstitusi tidak tertulis hanya dipakai untuk dilawankan dengan
konstitusi modern yang lazimnya ditulis dalam suatu naskah atau beberapa
naskah.Timbulnya konstitusi tertulis disebabkan karena pengaruh kodifikasi. Dengan
demikian suatu konstitusi disebut tertulis apabila ia ditulis dalam suatu naskah atau
beberapa naskah, sedangkan suatu konstitusi disebut tidak tertulis dikarenakan
ketentuan-ketentuan yang mengatur dalam naskah tertentu, melainkan dalam banyak
hal diatur dalam konvensi-konvensi atau undang-undang biasa.18

Suatu konstitusi umumnya disebut tertulis jika merupakan satu naskah, sedangkan
konstitusi tak tertulis bukan merupakan satu naskah dan banyak dipengaruhi oleh tradisi
dan konvensi. Oleh karena itu, istilah lain untuk konstitusi tertulis adalah konstitusi
bernaskah (documentary constitution), sedangkan untuk konstitusi tak tertulis adalah
konstitusi tak bernaskah (nondocumentary constitution). Mengenai hal tersebut, Kanada
juga termasuk negara yang tidak mempunyai konstitusi tertulis, semua lembaga-
lembaga kenegaraan dan semua hak-hak asasi manusia tersebar tanpa ada suatu
dokumen yang dinamakan konstitusi. Hal-hal itulah yang tidak termuat dalam konstitusi,
dapat diketemukan dalam pelbagai undang-undang tersendiri dan dalam adat kebiasaan
di masyarakat dengan hidup kenegaraannya. Menurut Savornin Lohman ada tiga unsur
yang terdapat dalam tubuh konstitusi sekarang, yaitu:
1) Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak sosial),
sehingga menurut pengertian ini, konstitusi-konstitusi yang ada adalah hasil atau
konklusi dari persepakatan masyarakat untuk membina negara dan pemerintahan yang
akan mengatur mereka.
2) Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia berarti
perlindungan dan jaminan atas hak-hak manusia dengan warga Negara yang sekaligus
penentuan batas-batas hak dan kewajiban baik warganya maupun alat-alat
pemerintahannya.
3) Sebagai forma regimenis berarti sebagai kerangka bangunan pemerintahan, dengan
kata lain sebagai gambaran struktur pemerintahan negara.

d. Tujuan Konstitusi
Hukum pada umumnya bertujuan mengadakan tata tertib untuk keselamatan
masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagaikepentingan yang ada di tengah
masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama
dari hukum tata negara adalah konstitusi atau UndangUndang Dasar, akan lebih jelas
dapat dikemukakan tujuan konstitusi itu sendiri.Tujuan konstitusi adalah juga tata tertib
terkait dengan:
1) berbagai lembaga-lembaga negara dengan wewenang dan cara bekerjanya,
2) hubungan antar lembaga negara,
3) hubungan lembaga negara dengan warga Negara (rakyat) dan
4) adanya jaminan hak-hak asasi manusia serta
5) hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Tolak ukur tepat atau tidaknya tujuan konstitusi itu dapat dicapai tidak terletak pada
banyak atau sedikitnya jumlah pasal yang ada dalam konstitusi yang bersangkutan.
Banyak praktek di banyak negara bahwa di luar konstitusi tertulis timbul berbagai
lembaga-lembaga negara yang tidak kurang pentingnya dibanding yang tertera dalam
konstitusi dan bahkan hak asasi manusia yang tidak atau kurang diatur dalam konstitusi
justru mendapat perlindungan lebih baik dari yang telah termuat dalam konstitusi itu
sendiri. Dengan demikian banyak negara yang memiliki konstitusi tertulis terdapat
aturan-aturan di luar konstitusi yang sifat dan kekuatannya sama dengan pasal-pasal
dalam konstitusi.

Aturan-aturan di luar konstitusi seperti itu banyak termuat dalam satu dokumen dengan
yang lain tidak sama. Karenanya dilakukan pilihan pilihan di antara dokumen itu untuk
dimuat dalam konstitusi. Pilihan di Inggris tidak ada. Penulis Inggris yang akhirnya
memilih lembaga-lembaga mana dan hak asasi mana oleh mereka yang dianggap
‘constitutional.’ Ada konstitusi yang materi muatannya sangat panjang dan sangat
pendek.

4. Klasifikasi, Bentuk dan Fungsi Konstitusi

Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa hampir semua negara memiliki


konstitusi. Apabila dibandingkan anata satu negara dengan negara lain akan nampak
perbedaan dan persamaannya. Dengan demikian akan sampai pada klasifikasi dari
konstitusi yang berlaku di semua negara. Para ahli hukum tata negara atau hukum
konstitusi kemudian mengadakan klasifikasi berdasarkan cara pandang mereka sendiri,
antara lain K.C. Wheare, C.F. Strong, James Bryce dan lain-lainnya.

Dalam buku K.C. Wheare ‘Modern Constitution’ (1975) mengklasifikasi konstitusi


sebagai berikut:
a. Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak dalam bentuk tertulis (written constitution and
unwritten constitution);
b. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid (flexible and rigid constitution)
c. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak derajat tinggi (Supreme and not
supreme constitution)
d. Konstitusi Negara Serikat dan Negara Kesatuan (Federal and Unitary Constitution)
e. Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President
Executive and Parliamentary Executive Constitution).

Konstitusi fleksibel yaitu konstitusi yang mempunyai ciri-ciri pokok, antara lain:
a. Sifat elastis, artinya dapat disesuaikan dengan mudah
b. Dinyatakan dan dilakukan perubahan adalah mudah seperti mengubah undang-
undang.

Konstitusi rigid mempunyai ciri-ciri pokok, antara lain:


a. Memiliki tingkat dan derajat yang lebih tinggi dari undang-undang;
b. Hanya dapat diubah dengan tata cara khusus/istimewa.
1) Konstitusi Serikat dan Kesatuan Bentuk negara akan sangat menentukan
konstitusi negara yang bersangkutan. Dalam suatu negara serikat terdapat
pembagian kekuasaan antara pemerintah federal (Pusat) dengan negara-negara
bagian. Hal itu diatur di dalam konstitusinya. Pembagian kekuasaan seperti itu tidak
diatur dalam konstitusi negara kesatuan, karena pada dasarnya semua kekuasaan
berada di tangan pemerintah pusat.
2) Konstitusi pemerintahan presidensial dan parlementer. Dalam sistem
pemerintahan presidensial (strong) terdapat ciri-ciri antara lain:
a) Presiden memiliki kekuasaan nominal sebagai kepala negara, tetapi juga memiliki
kedudukan sebagai Kepala Pemerintahan
b) Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih
c) Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat
memerintahkan pemilihan umum.

Konstitusi dengan ciri-ciri seperti itu oleh Wheare disebut ‘Konstitusi sistem
pemerintahan parlementer’. Menurut Sri Soemantri, UUD 1945 tidak termasuk ke
dalam kedua konstitusi di atas. Hal ini karena di dalam UUD 1945 terdapat ciri
konstitusi pemerintahan presidensial, juga terdapat ciri konstitusi pemerintahan
parlementer. Pemerintahan Indonesia adalah sistem campuran.

3) Fungsi dan Bentuk Konstitusi Eksistensi konstitusi dalam kehidupan


ketatanegaraan, suatu negara merupakan suatu hal yang sangat mendasar, karena
tanpa konstitusi bisa jadi tak akan terbentuk sebuah negara. Dalam lintasan sejarah
hingga awal abad ke-21 ini, hampir tidak ada negara yang tak memiliki konstitusi.
Hal ini menunjukkan betapa urgennya konstitusi sebagai suatu perangkat negara.
Konstitusi dan negara ibarat dua mata uang yang satu sama lain tidak terpisahkan.
Bila dilihat dari fungsinya, maka konstitusi dapat dibagi menjadi dua fungsi:
a) Membagi kekuasaan dalam negara.
b) Membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara.
c) Menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai suatu fungsi
konstitusionalisme.
d) Memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintah.
e) Sebagai instrumen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan
asal (baik rakyat dalam sistem demokrasi atau raja dalam sistem monarki) kepada
organ-organ kekuasaan negara.

Bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan menganggap
sebagai organisasi kekuasaan maka konstitusi dapat dipandang sebagai lembaga
atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi di antara
beberapa lembaga kenegaraan, misalnya antara badan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Konstitusi menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan itu
bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain serta mengatur
hubunganhubungan kekuasaan dalam negara. Selain sebagai pembatas kekuasaan,
konstitusi juga digunakan sebagai alat untuk menjamin hakhak warga negara. Hak-
hak tersebut mencakup hak-hak asasi, seperti hak untuk hidup, kesejahteraan hidup
dan hak kebebasan.

Mengingat pentingnya konstitusi dalam suatu negara ini, Struyken dalam bukunya
‘Het staatsrecht van Het Koninkrijk der Nederlander’ menyatakan, bahwa Undang-
Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan dokumen formal yang berisikan:
a) hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau
b) tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa
c) pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik untuk waktu
sekarang maupun waktu yang akan datang
d) Suatu keinginan, di mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa
hendak dipimpin.

Keempat materi yang terdapat dalam konstitusi atau undang-undang tersebut,


menunjukkan arti pentingnya suatu konstitusi yang menjadi barometer kehidupan
bernegara dan berbangsa serta memberikan arahan dan pedoman bagi generasi
penerus bangsa dalam menjalankan suatu negara.

Selanjutnya, konstitusi negara dibagi dalam beberapa bentuk, yakni:


a) Secara Vertikal Fungsi konstitusi secara vertikal adalah kekuasaan menurut
tingkatnya, artinya pembagian kekuasaan antara pembagian kekuasaan secara
teritorial (territorial division of power). Pembagian kekuasaan ini dengan jelas
dapat kita saksikan jika kita bandingkan antara negara kesatuan, negara federal
serta konfederasi. Karena perbedaan dalam cara konstitusi, maka kita mengenal
beberapa macam fungsi konstitusi di antara tingkat pemerintahan tersebut di
atas.

Di samping itu kita melihat bahwa konstitusi itu mengatur juga pembagian
kekuasaan dalam negara seperti yang sudah dijelaskan di atas. Macam-macam
konstitusi tersebut adalah:

(1) Konstitusi Unitaris (Konstitusi negara kesatuan).

(2) Konstitusi Federalistis.

(3) Konstitusi Konfederalistis.

b) Konstitusi Unitaris (Konstitusi Negara Kesatuan)

Disebut konstitusi unitaris apabila pembagian kekuasaan antara pemerintahan pusat


dan daerahnya tidak sama dan tidak sederajat, serta kekuasaan pusat merupakan
kekuasaan yang menonjol. Kekuasaan yang ada di daerah bersifat derivatif (tidak
langsung) dan sering dalam bentuk yang luas (otonom). Dengan demikian tidak
dikenal adanya badan legislatif dari pemerintah pusat dan daerah yang
kedudukannya sederajat, melainkan sebaliknya. Karena itu dalam Negara tersebut
dikenal satu Undang-Undang Dasar sebagai Undang-Undang Dasar Kesatuan.

b) Konstitusi federalistis Jika kekuasaan dibagi antara pusat dan bagian pada suatu
negara, maka masing-masing bagian bebas dari campur tangan satu sama lain,
dan hubungannya sendiri-sendiri, begitu pula hubungan bagianbagian terhadap
pusat. Pemerintah pusat memiliki kekuasaan sendiri serta bebas dari
pengawasan pihak pemerintah negara bagian, begitu pula sebaliknya.
Kekuasaan-kekuasaan yang ada dan sederajat. Hanya untuk beberapa jenis
kekuasaan pemerintah pusat mempunyai kelebihan yaitu dalam bidang
pertahanan, urusan luar negeri, pos, dan sebagainya.

Menurut Strong, terdapat tiga ciri-ciri dari negara federal, di antaranya:

(1) Adanya supremasi daripada konstitusi di mana federal itu terwujud.

(2) Adanya pembagian kekuasaan antara negara-negara federal dengan negara-


negara bagian.

(3) Adanya suatu lembaga yang diberi wewenang untuk menyelesaikan suatu
perselisihan antara negara federal dengan pemerintah negara-negara bagian.

Nampaknya perbedaan antara kedua bentuk konstitusi tersebut masih bersifat


yuridis formal, artinya masih tetap pada peraturan konstitusi itu sendiri dan belum
menggambarkan bagaimana kenyataan yang hidup dalam masyarakat negara itu
sendiri. Titik tolak pada konstitusi federalis adalah bahwa ada kebebasan yang sama
tinggi dan sama rendah antara pemerintah negara bagian dan pemerintah Federal.
Sebagai contoh Amerika Serikat, yang mana telah dikenal pembagian kekuasaan
antara legislatif, eksekutif dan yudikatif, namun sering kali kita melihat bahwa
kekuasaan eksekutif dapat mempunyai hak veto untuk menunda atau menolak
undang-undang yang dibuat Negara Bagian.

d) Konstitusi Konfederalistis Negara konfederasi adalah bentuk serikat dari negara-


negara berdaulat, namun kedaulatannya tetap dipegang oleh negara-negara
bersangkutan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sebenarnya antara negara-
negara tersebut diadakan kerja sama untuk menyelenggarakan satu bidang. Jadi
kurang tepat jika kerjasama diatur dalam satu konstitusi. Bentuk lebih tepat jika
disebut suatu fakta, contohnya PBB, NATO, SEATO, ASEAN, dan sebagainya.

Kedudukan dan fungsi konstitusi dalam negara berada dari zaman ke zaman. Pada
masa peralihan dari negara feodal monarki atau oligarki dengan kekuasaan mutlak
penguasa ke negara nasional demokrasi, konstitusi berkedudukan sebagai benteng
pemisah antara rakyat dan penguasa yang kemudian secara berangsur-angsur
mempunyai fungsi sebagai alat rakyat dalam perjuangan kekuasaan melawan
golongan penguasa. Sejak itu setelah perjuangan dimenangkan oleh rakyat.
Konstitusi bergeser kedudukan dan perannya dari sekedar penjaga keamanan dan
kepentingan rakyat terhadap kezaliman golongan penguasa menjadi senjata
pamungkas rakyat untuk mengakhiri kekuasaan sepihak satu golongan dalam sistem
monarki dan oligarki serta untuk membangun tata kehidupan baru atas dasar
landasan kepentingan bersama rakyat dengan menggunakan berbagai ideologi
seperti individualisme, liberalisme, universalisme, demokrasi, dan sebagainya.

Selanjutnya kedudukan dan fungsi konstitusi ditentukan oleh ideologi yang


melandasi negara. Konstitusi di Indonesia memiliki historis yang cukup panjang dan
dibagi ke dalam beberapa zaman, yaitu zaman Hindia Belanda, zaman Pendudukan
Jepang, dan zaman Kemerdekaan, bahkan hingga dewasa ini. Konstitusi yang
dijadikan dasar ketatanegaraan pun berganti-ganti. Pada zaman Hindia Belanda
pernah menggunakan Grondwet, kemudian digantikan oleh ‘Indische Staatsregeling’
yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1926 menggantikan
‘Regeeringsreglement’ dan tahun 1855. Indische Staatsregeling mengenal empat
macam undang-undang yaitu Wet, Algemene maatregel van bestuur (firman raja
atau koninklijk besluit), Ordonnantie, dan Regeeringsverordening. Selama
pendudukan Jepang, ketatanegaraan Indonesia pada umumnya tidak berbeda dari
zaman Hindia-Belanda hanya menggunakan nama atau istilah Jepang saja. Sejak
Indonesia merdeka, konstitusi yang dimiliki Indonesia pernah mengalami perubahan
dari unitaris ke federalistis, dan kembali lagi pada unitaris. Indonesia untuk pertama
kali menggunakan konstitusi yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan
dikenal dengan nama Undang-Undang Dasar 1945 yang berbentuk unitaris.

Kemudian pada tahun 1949 menggunakan Konstitusi Republik Indonesia Serikat


(yang berbentuk federalis) akibat ulah Belanda yang menekan Indonesia pada
Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Konstitusi RIS tidak bertahan lama, hanya
berlangsung delapan bulan, kemudian digantikan oleh Undang-Undang Sementara
Tahun 1950 sejak tanggal 15 Agustus 1950 (berbentuk unitaris). UUD Sementara
Tahun 1950 ini pun kemudian digantikan kembali oleh UUD 1945 sejak
dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Eksistensi konstitusi dalam
kehidupan ketatanegaraan, suatu negara merupakan suatu hal yang sangat
mendasar, karena tanpa konstitusi bisa jadi tak akan terbentuk sebuah negara.
Dalam lintasan sejarah hingga awal abad ke-21 ini, hampir tidak ada negara yang
tak memiliki konstitusi. Hal ini menunjukkan betapa urgennya konstitusi sebagai
suatu perangkat negara.35 Menurut Busroh Abu Daud: ‘’Konstitusi dan negara ibarat
dua mata uang yang satu sama lain tidak terpisahkan.” Keberadaan konstitusi ini
menjadi sangat penting bagi berdirinya sebuah negara, karena dengan konstitusi
maka aturan untuk mengatur masyarakat bisa ditegakan

Konstitusi Yang Pernah Digunakan Di Indonesia

Seorang pemikir Romawi kuno yang bernama Cicero (106 – 43 SM) pernah
menyatakan “Ubi societas ibi ius”, yang berarti “di mana ada masyarakat di situ ada
hukum”. Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa di manapun dalam kehidupan
kelompok manusia senantiasa terdapat aturan yang mengikat warganya. Lebih-lebih
dalam kehidupan bernegara. Dalam negara terdapat kumpulan manusia yang
sedemikian banyak dan sedemikian luas permasalahannya. Namun demikian
kehidupan bernegara akan tertib jika ada aturan yang ditaati dan dijalankan oleh
segenap warganya. Aturan tertinggi dalam negara itu adalah konstitusi atau Undang-
Undang Dasar (UUD).

Dalam bab ini kalian akan mempelajari konstitusi yang pernah digunakan di
Indonesia. Setelah pembelajaran ini kalian diharapkan mampu untuk: menjelaskan
berbagai konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia; menganalisis penyimpangan-
penyimpangan terhadap konstitusi yang berlaku di Indonesia; menunjukkan hasil-
hasil amandemen UUD 1945; dan menampilkan sikap positif terhadap pelaksanaan
UUD1945 hasil amandemen.

A. KONSTITUSI-KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA

Sebelum membahas tentang konstitusi-konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia,


perlu kalian ketahui terlebih dahulu pengertian, fungsi, dan kedudukan konstitusi.
Pemahaman terhadap hal ini sangat perlu mengingat pentingnya konstitusi dalam
mengatur kehidupan bernegara. Apakah konstitusi itu? Cobalah kalian lihat dalam
kamus Bahasa Inggris-Indonesia. Konstitusi (constitution) diartikan dengan undang-
undang dasar. Benarkah pengertian konstitusi sama dengan Undang-Undang Dasar
(UUD)? Memang, tidak sedikit para ahli yang mengidentikkan konstitusi dengan
UUD. Namun beberapa ahli yang lain mengatakan bahwa arti konstitusi yang lebih
tepat adalah hukum dasar.

Menurut Kusnardi dan Ibrahim (1983), UUD merupakan konstitusi yang tertulis.
Selain konstitusi yang tertulis, terdapat pula konstitusi yang tidak tertulis atau disebut
konvensi. Konvensi adalah kebiasaan-kebiasaan yang timbul dan terpelihara dalam
praktik ketatanegaraan. Meskipun tidak tertulis, konvensi mempunyai kekuatan
hukum yang kuat dalam ketatanegaraan. Dalam uraian bab ini, konstitusi yang
dimaksudkan adalah konstitusi yang tertulis atau Undang-Undang Dasar. Konstitusi
atau Undang-Undang Dasar berisi ketentuan yang mengatur hal-hal yang mendasar
dalam bernegara. Hal-hal yang mendasar itu misalnya tentang batas-batas
kekuasaan penyelenggara pemerintahan negara, hak-hak dan kewajiban warga
negara dan lain-lain.

• Konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari
badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja
badan-badan tersebut (E.C.S.Wade dan G.Philips, 1970).

• Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara, berupa


kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk dan mengatur atau memerintah
dalam pemerintahan suatu negara (K.C.Wheare, 1975).
• Konstitusi adalah sekumpulan asas-asas yang mengatur kekuasaan pemerintahan,
hak-hak dari yang diperintah, dan hubungan antara pemerintah dengan yang
diperintah (C.F. Strong, 1960).

Menurut Sri Soemantri (1987), suatu konstitusi biasanya memuat atau mengatur hal-
hal pokok sebagai berikut.

1. jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara

2. susunan ketatanegaraan suatu negara

3. pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan

Konstitusi yang memuat seperangkat ketentuan atau aturan dasar suatu negara
tersebut mempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu negara. Mengapa?
Sebab, konstitusi menjadi pegangan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dengan kata lain, penyelenggaraan negara harus didasarkan pada konstitusi dan
tidak bertentangan dengan konstitusi negara itu. Dengan adanya pembatasan
kekuasaan yang diatur dalam konstitusi, maka pemerintah tidak boleh menggunakan
kekuasaannya secara sewenang-wenang.

Sebagai aturan dasar dalam negara, maka Undang-Undang Dasar mempunyai


kedudukan tertinggi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Artinya
semua jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia kedudukannya di bawah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yakni UUD 1945. Peraturan
perundang-undangan tersebut adalah Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan
Peraturan Daerah.

Konstitusi atau UUD yang pernah berlaku dan masih berlaku di Indonesia sejak
tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang (tahun 2008), di negara Indonesia pernah
menggunakan tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD
Sementara 1950. Dilihat dari periodesasi berlakunya ketiga UUD tersebut, dapat
diuraikan menjadi lima periode yaitu:

1. 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945,

2. 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 berlaku Konstitusi RIS 1949,

3. 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 berlaku UUD Sementara 1950,

4. 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999 berlaku kembali UUD 1945

5. 19 Oktober 1999 – sekarang berlaku UUD 1945 (hasil perubahan).

1. UUD 1945 periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949


Pada saat Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, negara Republik
Indonesia belum memiliki konstitusi atau UUD. Namun sehari kemudian, tepatnya
tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
mengadakan sidang pertama yang salah satu keputusannya adalah mengesahkan
UUD yang kemudian disebut UUD 1945. Mengapa UUD 1945 tidak ditetapkan oleh
MPR sebagaimana diatur dalam pasal 3 UUD 1945? Sebab, pada saat itu MPR
belum terbentuk. Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI tersebut disertai
penjelasannya dimuat dalam Berita Republik Indonesia No. 7 tahun II 1946. UUD
1945 tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh, dan
Penjelasan. Perlu dikemukakan bahwa Batang Tubuh terdiri atas 16 bab yang
terbagi menjadi 37 pasal, serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan
Tambahan. Bagaimana sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 saat itu? Ada
beberapa hal yang perlu kalian ketahui, antara lain tentang bentuk negara,
kedaulatan, dan sistem pemerintahan.

Mengenai bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan
“negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Sebagai
negara kesatuan, maka di negara Republik Indonesia hanya ada satu kekuasaan
pemerintahan negara, yakni di tangan pemerintah pusat. Di sini tidak ada
pemerintah negara bagian sebagaimana yang berlaku di negara yang berbentuk
negara serikat (federasi). Sebagai negara yang berbentuk republik, maka kepala
negara dijabat oleh Presiden. Presiden diangkat melalui suatu pemilihan, bukan
berdasar keturunan.

Mengenai kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “kedaulatan
adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusywaratan
Rakyat”. Atas dasar itu, maka kedudukan Majelis Permusywaratan Rakyat (MPR)
adalah sebagai lembaga tertinggi negara. Kedudukan lembaga-lembaga tinggi
negara yang lain berada di bawah MPR.

Mengenai sistem pemerintahan negara diatur dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi
“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang- Undang Dasar”. Pasal tesebut menunjukkan bahwa sistem pemerintahan
menganut sistem presidensial. Dalam sistem ini, Presiden selain sebagai kepala
negara juga sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas
pemerintahan adalah pembantu Presiden yang bertanggung jawab kepada Presiden,
bukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Perlu kalian ketahui, lembaga
tertinggi dan lembagalembaga tinggi negara menurut UUD 1945 (sebelum
amandemen) adalah :

a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

b. Presiden

c. Dewan Pertimbanagan Agung (DPA)


d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

f. Mahkamah Agung (MA)

2. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949

Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak
Belanda yang menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha
memecahbelah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negaranegara ”boneka”
seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan
Negara Jawa Timur di dalam negara RepubIik Indonesia. Bahkan, Belanda kemudia
melakukan agresi atau pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan
Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada
tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia,
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan
Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2
November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia,
BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka
yang dibentuk Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia.
KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu:

1. didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat;

2. penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat; dan

3. didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.

Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat


mengharuskan adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD
Republik Indonesia Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan
delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar. Setelah kedua belah pihak menyetujui
rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang
diberi nama Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas
Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal,
serta sebuah lampiran.

Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang
berbunyi “ Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara
hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara
serikat (federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-
masing memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya. Negara-
negara bagian itu adalah : negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan,
Jawa timur, Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. Selain itu terdapat
pula satuan-satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah, Bangka,
Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan
Tenggara, dan Kalimantan Timur.

Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk
negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan
Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta. Sistem pemerintahan yang digunakan
pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer. Hal itu
sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1)
ditegaskan bahwa ”Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Artinya, Presiden tidak
dapat dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab,
Presiden adalah kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Kalau demikian,
siapakah yang menjalankan dan yang bertanggung jawab atas tugas pemerintahan?
Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas
seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun
masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Dengan demikian, yang
melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas pemerintahan adalah
menterimenteri. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana
Menteri. Lalu, kepada siapakah pemerintah bertanggung jawab? Dalam sistem
pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Perlu kalian ketahui bahwa lembaga-lembaga negara menurut Konstitusi RIS adalah
:

a. Presiden

b. Menteri-Menteri

c. Senat

d. Dewan Perwakilan Rakyat

e. Mahkamah Agung

f. Dewan Pengawas Keuangan

3. Periode Berlakunya UUDS 1950

Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negaranegara bagian dalam negara RIS,
sehingga hanya tinggal tiga negara bagian yaitu negara Republik Indonesia, Negara
Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur. Perkembangan berikutnya adalah
munculnya kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur dan
Negara Sumatera Timur dengan Republik Indonesia untuk kembali ke bentuk negara
kesatuan. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan
tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara kesatuan
diperlukan suatu UUD negara kesatuan. UUD tersebut akan diperoleh dengan cara
memasukan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang baik dari Konstitusi RIS.

Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang- Undang Federal No.7 tahun
1950 tentang Undang- Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak
tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS
1949 diganti dengan UUDS 1950, dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Sementara 1950 terdiri atas Mukadimah
dan Batang Tubuh, yang meliputi 6 bab dan 146 pasal.

Mengenai dianutnya bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1)
UUDS 1950 yang berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah
suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”. Sistem
pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem
pemerintahan parlementer. Dalam pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 ditegaskan bahwa
”Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Kemudian pada ayat (2)
disebutkan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk
bagiannya sendiri-sendiri”. Hal ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintahan adalah menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut
bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR. Perlu kalian keahui bahwa
lembaga-lembaga negara menurut UUDS 1950 adalah :

a. Presiden dan Wakil Presiden

b. Menteri-Menteri

c. Dewan Perwakilan Rakyat

d. Mahkamah Agung

e. Dewan Pengawas Keuangan

Sesuai dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara. Sifat kesementaraan ini
nampak dalam rumusan pasal 134 yang menyatakan bahwa ”Konstituante
(Lembaga Pembuat UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekaslekasnya
menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini”. Anggota
Konstituante dipilih melalui pemilihan umum bulan Desember 1955 dan diresmikan
tanggal 10 November 1956 di Bandung. Sekalipun konstituante telah bekerja kurang
lebih selama dua setengah tahun, namun lembaga ini masih belum berhasil
menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebab ketidakberhasilan tersebut adalah
adanya pertentangan pendapat di antara partai-partai politik di badan konstituante
dan juga di DPR serta di badan-badan pemerintahan.

Pada pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang
berisi anjuran untuk kembali ke UUD 1945. Pada dasarnya, saran untuk kembali
kepada UUD 1945 tersebut dapat diterima oleh para anggota Konstituante tetapi
dengan pandangan yang berbeda-beda. Oleh karena tidak memperoleh kata
sepakat, maka diadakan pemungutan suara. Sekalipun sudah diadakan tiga kali
pemungutan suara, ternyata jumlah suara yang mendukung anjuran Presiden
tersebut belum memenuhi persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang
hadir. Atas dasar hal tersebut, demi untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada
tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang
isinya adalah:

1. Menetapkan pembubaran Konsituante

2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950

3. Pembentukan MPRS dan DPAS

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku
kembali sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan
Republik Indonesia.

4. UUD 1945 Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999

Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli
1959- 19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya
beberapa penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun
waktu tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-
1966), dan periode Orde Baru (1966-1999).

Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering
terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan UUD 1945
pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena
penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan
lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan
Presiden.

Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan
sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk.
Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang
sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara. Mengingat keadaan
semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah
kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk
mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban,
dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar
tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen. Apakah tekad tersebut menjadi suatu
kenyataan? Ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan
keadilan sosial ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir
sama dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan
lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah. Selain
itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat
dan luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan.
Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh
tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekat untuk mempertahankan dan
tidak merubah UUD 1945.

5. UUD 1945 Periode 19 Oktober 1999 – Sekarang

Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto


sebagai penguasa Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan
(amandemen) terhadap UUD 1945. Sampai saat ini, UUD 1945 sudah mengalami
empat tahap perubahan, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Penyebutan
UUD setelah perubahan menjadi lebih lengkap, yaitu : Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui empat tahap perubahan tersebut,
UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu
menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan
Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah,
dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia.

Pertanyaan kita sekarang, apakah UUD 1945 yang telah diubah tersebut telah
dijalankan sebagaimana mestinya? Tentu saja masih harus ditunggu
perkembangannya, karena masa berlakunya belum lama dan masih masa transisi.
Setidaknya, setelah perubahan UUD 1945, ada beberapa praktik ketatanegaraan
yang melibatkan rakyat secara langsung. Misalnya dalam hal pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden, dan pemilihan Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota).
Hal-hal tersebut tentu lebih mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut
negara kita. Perlu kalian ketahui bahwa setelah melalui serangkaian perubahan
(amandemen), terdapat lembaga-lembaga negara baru yang dibentuk. Sebaliknya
terdapat lembaga negara yang dihapus, yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah :

a. Presiden

b. Majelis Permusyawaratan Rakyat

c. Dewan Perwakilan Rakyat

d. Dewan Perwakilan Daerah


e. Badan Pemeriksa Keuangan

f. Mahkamah Agung

g. Mahkamah Konstitusi

h. Komisi Yudisial

B. PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN TERHADAP KONSTITUSI

Dalam praktik ketatanegaraan kita sejak 1945 tidak jarang terjadi penyimpangan
terhadap konstitusi (UUD). Marilah kita bahas berbagai peyimpangan terhadap
konstitusi, yang kita fokuskan pada konstitusi yang kini berlaku, yakni UUD 1945.

1. Penyimpangan terhadap UUD 1945 masa awal kemerdekaan, antara lain:

a. Keluarnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X (baca: eks) tanggal 16 Oktober


1945 yang mengubah fungsi KNIP dari pembantu menjadi badan yang diserahi
kekuasaan legislatif dan ikut serta menetapkan GBHN sebelum terbentuknya MPR,
DPR, dan DPA. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 pasal 4 aturan peralihan
yang berbunyi ”Sebelum MPR, DPR, dan DPA terbentuk, segala kekuasaan
dilaksanakan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional”.

b. Keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang merubah


sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer. Hal ini
bertentangan dengan pasal 4 ayat (1) dan pasal 17 UUD 1945.

2. Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Orde Lama, antara lain:

a. Presiden telah mengeluarkan produk peraturan dalam bentuk Penetapan


Presiden, yang hal itu tidak dikenal dalam UUD 1945.

b. MPRS, dengan Ketetapan No. I/MPRS/1960 telah menetapkan Pidato Presiden


tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita (Manifesto
Politik Republik Indonesia) sebagai GBHN yang bersifat tetap.

c. Pimpinan lembaga-lembaga negara diberi kedudukan sebagai menteri-menteri


negara, yang berarti menempatkannya sejajar dengan pembantu Presiden.

d. Hak budget tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 pemerintah tidak
mengajukan RUU APBN untuk mendapat persetujuan DPR sebelum berlakunya
tahun anggaran yang bersangkutan;

e. Pada tanggal 5 Maret 1960, melalui Penetapan Presiden No.3 tahun 1960,
Presiden membubarkan anggota DPR hasil pemilihan umum 1955. Kemudian
melalui Penetapan Presiden No.4 tahun 1960 tanggal 24 Juni 1960 dibentuklah DPR
Gotong Royong (DPR-GR);

f. MPRS mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup melalui


Ketetapan Nomor III/MPRS/ 1963.

3. Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Orde Baru

a. MPR berketetapan tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan


terhadap UUD 1945 serta akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen
(Pasal 104 Ketetapan MPR No. I/MPR/1983 tentang Tata Tertib MPR). Hal ini
bertentangan dengan Pasal 3 UUD 1945 yang memberikan kewenangan kepada
MPR untuk menetapkan UUD dan GBHN, serta Pasal 37 yang memberikan
kewenangan kepada MPR untuk mengubah UUD 1945.

b. MPR mengeluarkan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum


yang mengatur tata cara perubahan UUD yang tidak sesuai dengan pasal 37 UUD
1945

Setelah perubahan UUD 1945 yang keempat (terakhir) berjalan kurang lebih 6
tahun, pelaksanaan UUD 1945 belum banyak dipersoalkan. Lebih-lebih mengingat
agenda reformasi itu sendiri antara lain adalah perubahan (amandemen) UUD 1945.
Namun demikian, terdapat ketentuan UUD 1945 hasil perubahan (amandemen)
yang belum dapat dipenuhi oleh pemerintah, yaitu anggaran pendidikan dalam
APBN yang belum mencapai 20%. Hal itu ada yang menganggap bertentangan
dengan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Penyimpangan-penyimpangan terhadap UUD Tahun 1945 dapat disederhanakan


dalam bagan di bawah ini.

Penyimpangan terhadap UUD Tahun 1945 :

Masa awal Kemerdekaan

1. KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN

2. Menerapkan sistem parlementer

Masa Orde Lama

1. dalam bentuk Penetapan Presiden

2. Pidato Presiden sebagai GBHN

3. Pimpinan lembaga negara sebagai menteri

4. Hak budget tidak berjalan


5. Pembubaran DPR oleh Presiden

6. Pengangkatan Presiden Seumur Hidup

Masa Orde Baru

1. MPR tidak berkehendak merubah UUD 1945

2. Mengeluarkan Tap MPR tentang referendum

Masa Setelah Perubahan

Anggaran pendidikan dalam APBN belum sesuai dengan Pasal 31 UUD 1945

C. HASIL-HASIL PERUBAHAN UUD 1945

Perubahan Undang-Undang Dasar atau sering pula digunakan istilah amandemen


Undang-Undang Dasar merupakan salah satu agenda reformasi. Perubahan itu
dapat berupa pencabutan, penambahan, dan perbaikan. Sebelum menguraikan
hasil-hasil perubahan UUD 1945, kalian akan diajak untuk memahami dasar
pemikiran perubahan, tujuan perubahan, dasar yuridis perubahan, dan beberapa
kesepakatan dasar dalam perubahan UUD 1945. Oleh karena itu, perhatikan uraian
di bawah ini dengan seksama.

1. Apa dasar pemikiran untuk melakukan perubahan terhadap UUD 1945?

Dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan UUD 1945 antara


lain :

a. UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar pada Presiden yang
meliputi kekuasaan eksekutif dan legislatif, khususnya dalam membentuk
undangundang.

b. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes (fl eksibel) sehingga dapat
menimbulkan lebih dari satutafsir (multitafsir).

c. Kedudukan penjelasan UUD 1945 sering kali diperlakukan dan mempunyai


kekuatan hukum seperti pasal-pasal (batang tubuh) UUD 1945.

2. Apa Tujuan Perubahan UUD 1945?

Perubahan UUD 1945 memiliki beberapa tujuan, antara lain :


a. menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam mencapai tujuan
nasional dan memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan


rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan
paham demokrasi;

c. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan HAM agar


sesuai dengan perkembangan paham HAM dan peradaban umat manusia yang
merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang tercantum dalam UUD 1945;

d. menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan


modern.

e. melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan ne-gara


bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi, seperti
pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum;

f. menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara


sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan bangsa dan negara.

Dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945, terdapat beberapa kesepakatan


dasar yang penting kalian pahami. Kesepakatan tersebut adalah :

a. tidak mengubah Pembukaan UUD 1945

b. tetap mempertahankan NKRI

c. mempertegas sistem pemerintahan presidensial

d. penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam
pasal-pasal (batang tubuh)

3. Bagaimana Hasil Perubahan UUD 1945?

Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan secara bertahap karena mendahulukan


pasal-pasal yang disepakati oleh semua fraksi di MPR, kemudian dilanjutkan dengan
perubahan terhadap pasal-pasal yang lebih sulit memperoleh kesepakatan.
Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan sebanyak empat kali melalui mekanisme
sidang MPR yaitu:

a. Sidang Umum MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999

b. Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000

c. Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001

d. Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002.


Perubahan UUD Negara RI 1945 dimaksudkan untuk menyempurnakan UUD itu
sendiri bukan untuk mengganti. Secara umum hasil perubahan yang dilakukan
secara bertahap MPR adalah sebagai berikut.

Perubahan Pertama. Perubahan pertama terhadap UUD 1945 ditetapkan pada tgl.
19 Oktober 1999 dapat dikatakan sebagai tonggak sejarah yang berhasil
mematahkan semangat yang cenderung mensakralkan atau menjadikan UUD 1945
sebagai sesuatu yang suci yang tidak boleh disentuh oleh ide perubahan.
Perubahan Pertama terhadap UUD 1945 meliputi 9 pasal, 16 ayat, yaitu :

Pasal yang Diubah Isi Perubahan

• 5 ayat 1 = Hak Presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR

• Pasal 7 = Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden

• Pasal 9 ayat 1 dan 2 = Sumpah Presiden dan Wakil Presiden

• Pasal 13 ayat 2 dan 3 = Pengangkatan dan Penempatan Duta

• pasal 14 ayat 1 = Pemberian Grasi dan Rehabilitasi

• pasal 14 ayat 2 = Pemberian amnesty dan abolisi

• pasal 15 = Pemberian gelar, tanda jasa dan kehormatan lain

• Pasal 17 ayat 2 dan 3 = Pengangkatan Menteri

• Pasal 20 ayat 1 – 4 = DPR

• Pasal 21 = Hak DPR untuk mengajukan RUU

Perubahan Kedua. Perubahan kedua ditetapkan

pada tgl. 18 Agustus 2000, meliputi 27 pasal yang tersebar dalam 7 Bab, yaitu:

Bab yang Diubah Isi Perubahan

• Bab VI = Pemerintahan Daerah

• Bab VII = Dewan Perwakilan Daerah

• Bab IXA = Wilayah Negara

• Bab X = Warga Negara dan Penduduk

• Bab XA = Hak Asasi Manusia

• Bab XII = Pertahanan dan Keamanan

• Bab XV = Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan


Perubahan Ketiga. Perubahan ketiga ditetapkan pada tgl. 9 November 2001, meliputi
23 pasal yang tersebar 7 Bab, yaitu:

Bab yang Diubah Isi Perubahan

• Bab I = Bentuk dan Kedaulatan

• Bab II = MPR

• Bab III = Kekuasaan Pemerintahan Negara

• Bab V = Kementerian Negara

• Bab VIIA = DPR

• Bab VIIB = Pemilihan Umum

• Bab VIIIA = BPK

Perubahan Keempat, ditetapkan 10 Agustus 2002, meliputi 19 pasal yang terdiri atas
31 butir ketentuan serta 1 butir yang dihapuskan. Dalam naskah perubahan keempat
ini ditetapkan bahwa:

a. UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga,
dan keempat adalah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan
diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

b. Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18


Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

c. Bab IV tentang “Dewan Pertimbangan Agung” dihapuskan dan pengubahan


substansi pasal 16 serta penempatannya kedalam Bab III tentang “Kekuasaan
Pemerintahan Negara”.

Bacalah hasil perubahan UUD 1945 yang berupa pengubahan atau penambahan
pasal-pasal ini! Yakni :

– pasal 2 ayat 1,

– pasal 6A ayat 4,

– pasal 8 ayat 3,

– pasal 11 ayat 1,

– pasal 16,

– pasal 23B,

– pasal 23D,
– pasal 24 ayat 3:

– bab XIII,

– pasal 31 ayat1-5,

– pasal 32 ayat 1-2 : Bab XIV,

– pasal 33 ayat 4-5,

– pasal 34 ayat1-4,

– pasal 37 ayat 1-5,

– aturan Peralihan Pasal I,II dan III.

– aturan Tambahan Pasal I dan II UUD 1945.

Dilihat dari jumlah bab, pasal, dan ayat, hasil perubahan UUD 1945 adalah sebagai
berikut.

Sebelum Perubahan Hasil Perubahan

Jumlah bab 16

Jumlah pasal 37

Terdiri dari 49 ayat

4 pasal aturan peralihan

2 ayat Aturan Tambahan

Dilengkapi dengan penjelasan

1. Jumlah bab 21

2. Jumlah pasal 73

3. Terdiri dari 170 ayat.

4. 3 pasal aturan peralihan

5. 2 pasal Aturan Tambahan

6. Tanpa penjelasan

Adapun rangkaian dan hal-hal pokok perubahan UUD Negara Republik Indonesia
tahun 1945 dapat digambarkan seperti di bawah ini (Sumber: Sekretariat Jenderal
MPR 2005).
Tuntutan Reformasi :

1. Amandemen UUD 1945.

2. Penghapusan doktrin dwi fungsi ABRI.

3. Penegakan hukum, HAM, dan pemberan- tasan KKN.

4. Otonomi daerah.

5. Kekebasan pers.

6. Mewujudkan kehidupan demokrasi.

Kesepakatan Dasar :

• Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945.

• Tetap mempertahankan NKRI.

• Mempertegas sistem pre-sidensiil

• Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukan ke dalam
pasal-pasal.

• Perubahan dilakukan dengan cara addendum.

Waktu Perubahan :

• SU MPR 1999 (14-21 Okt 1999)

• SU MPR 2000 (7-18 Ags 2000)

• SU MPR 2001 (1-9 Nov 2001)

• SU MPR 2002 (1-11 Ags 2002

Dasar Pemikiran Perubahan :

• Kekuasaan tertinggi ditangan MPR.

• Kekuasaan yang sangat besar pada presiden.

• Pasal-pasal multitafsir.
• Pengaturan lembaga negara oleh presiden melalui pengajuan UU.

• Praktik ketatanegaraan tidak sesuai de-ngan jiwa Pembukaan UUD 1945.

D. SIKAP POSITIF TERHADAP PELAKSANAAN UUD 1945 HASIL PERUBAHAN

Pada dasarnya mengubah atau mengamandemen suatu peraturan dimaksudkan


untuk menyempurnakan, melengkapi, atau mengganti peraturan yang sudah ada
sebelumnya. Tentu saja hasil perubahan itu diharapkan lebih baik dan berguna bagi
rakyat. Demikian pula halnya terhadap perubahan terhadap UUD 1945.

Pada uraian sebelumnya telah dipaparkan hasil-hasil perubahan UUD 1945, yang
ditetapkan dalam Sidang Umum MPR 1999, 2000, 2001, dan 2002. Perubahan UUD
1945 bukan hanya menyangkut perubahan jumlah bab, pasal, dan ayat tetapi juga
adanya perubahan sistem ketatanegaraan RI.

Hasil-hasil perubahan tersebut menunjukkan adanya penyempurnaan kelembagaan


negara, jaminan dan perlindungan HAM, dan penyelenggaraan pemerintahan yang
lebih demokratis. Hasil- hasil perubahan tersebut telah melahirkan peningkatan
pelaksanaan kedaulatan rakyat, utamanya dalam pemilihan Presiden dan pemilihan
Kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Perubahan itu secara lebih rinci antara
lain sebagai berikut.

a. MPR yang semula sebagai lembaga tertinggi negara dan berada di atas lembaga
negara lain, berubah menjadi lembaga negara yang sejajar dengan lembaga negara
lainnya, seperti DPR, Presiden, BPK, MA, MK, DPD, dan Komisi Yudisial.

b. pemegang kekuasaan membentuk undang-undang yang semula dipegang oleh


Presiden beralih ke tangan DPR.

c. Presiden dan wakil Presiden yang semula dipilih oleh MPR berubah menjadi
dipilih oleh rakyat secara langsung dalam satu pasangan.

d. Periode masa jabatan Presiden dan wakil Presiden yang semula tidak dibatasi,
berubah menjadi maksimal dua kali masa jabatan.

e. Adanya lembaga negara yang berwenang menguji undang-undang terhadap UUD


1945 yaitu Mahkamah Konstitusi.

f. Presiden dalam hal mengangkat dan menerima duta dari Negara lain harus
memperhatikan pertimbangan DPR.

g. Presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR dalam hal memberi amnesti


dan rehabilitasi.
Sebagai warga negara, kalian hendaknya mampu menampilkan sikap positif
terhadap pelaksanaan UUD 1945 hasil perubahan (amandeman). Sikap positif
tersebut antara lain:

a. menghargai upaya yang dilakukan oleh para mahasiswa dan para politisi yang
dengan gigih memperjuangkan reformasi tatanan kehidupan bernegara yang diatur
dalam UUD 1945 sebelum perubahan,

b. menghargai upaya yang dilakukan oleh lembaga-lembaga negara khususnya


MPR yang telah melakukan perubahan terhadap UUD 1945,

c. menyadari manfaat hasil perubahan UUD 1945,

d. mengkritisi penyelenggaraan negara yang tidak sesuai dengan UUD 1945 hasil
perubahan,

e. mematuhi aturan dasar hasil perubahan UUD 1945,

f. berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dalam melaksanakan aturan


hasil perubahan UUD 1945,

g. menghormati dan melaksanakan aturan-aturan lain di bawah UUD 1945 temasuk


tata tertib sekolah.

Tanpa sikap positif warga negara terhadap pelaksanaan UUD 1945 hasil perubahan,
maka hasil perubahan UUD 1945 itu tidak akan banyak berarti bagi kebaikan hidup
bernegara. Tanpa kesadaran untuk mematuhi UUD 1945 hasil perubahan, maka
penyelenggaraan negara dan kehidupan bernegara tidak akan jauh berbeda dengan
sebelumnya. Itulah beberapa sikap dan perilaku yang hendaknya ditujukkan oleh
warga negara yang baik, tidak terkeculi kalian semua.

Konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah seperangkat aturan dasar suatu


negara temempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu negara.
Penyelenggaraan pemerintahan negara harus didasarkan pada konstitusi. Sebagai
aturan dasar dalam negara, maka Undang-Undang Dasar mempunyai kedudukan
tertinggi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sejak tanggal 18
Agustus 1945 hingga sekarang, di negara Indonesia pernah menggunakan tiga
macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD Sementara 1950.UUD
1945 dinyatakan berlaku kembali dengan Dekrit Presiden Presiden tgl. 5 Juli 1959.
Penyimpangan terhadap UUD 1945 telah terjadi, baik pada periode 1945-1949,
1959-1965 (Orde Lama), maupun 1966-1998 (Orde Baru).

Perubahan UUD 1945 merupakan salah satu agenda reformasi, untuk menciptakan
kehidupan bernegara yang lebih baik. Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan
sebanyak empat kali melalui Sidang Umum MPR yaitu 1999, 2000, 2001, dan 2002.
Setiap warga negara seharusnya menunjukkan sikap positif terhadap perubahan
UUD 1945 tersebut. Sikap positif tersebut terutama dengan sikap mematuhi dan
melaksanakan UUD 1945 hasil perubahan itu dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.

Sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang, di negara Indonesia pernah


menggunakan tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD
Sementara 1950. UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali dengan Dekrit Presiden
Presiden tgl. 5 Juli 1959. Penyimpangan terhadap UUD 1945 telah terjadi, baik pada
periode 1945-1949, 1959-1965 (Orde Lama), maupun1966-1998 (Orde Baru).

Perubahan UUD 1945 merupakan salah satu agenda reformasi, untuk menciptakan
kehidupan bernegara yang lebih baik. Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan
sebanyak empat kali melalui Sidang Umum MPR yaitu 1999, 2000, 2001, dan 2002.

Setiap warga negara seharusnya menunjukkan sikap positif terhadap perubahan


UUD 1945 tersebut. Sikap positif tersebut terutama dengan sikap mematuhi dan
melaksanakan UUD 1945 hasil perubahan itu dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
DAFTAR PUSAKA

Zulfikar, F. (n.d.). Apa Perbedaan Bangsa dan negara? Ini Penjelasannya. detikedu. Retrieved
March 16, 2022, from https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5643148/apa-perbedaan-
bangsa-dan-negara-ini-penjelasannya

Saputra, I. H. (2020, February 15). Syarat Syarat Suatu Negara. Retrieved March 16, 2022, from
https://www.plengdut.com/2019/08/negara-syarat-suatu-syarat.html?m=1

Konstitusi Yang Pernah Digunakan di Indonesia. asefts63.wordpress.com. (2012, October 15).


Retrieved March 16, 2022, from https://asefts63.wordpress.com/materi-pelajaran/pkn-kls-
8/konstitusi-yang-pernah-digunakan-di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai