Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FARMAKOLOGI II

KORTIKOSTEROID

Dosen Pengampu : apt. Herda Ariyani, M.Farm


Disusun oleh :
ATIKAH 2048401110019
HILMALIA 2048401110007
RAISSA ROSYIDA 2048401110039
MUHAMMAD RIZKI 2048401110032
SATRIYANI HASTUTI RAHAYU 2048401110040

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 2


BAB I .............................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 3
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................... 3
1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................................................................... 4
1.3 TUJUAN ............................................................................................................................... 5
BAB II ............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 6
2.1 KORTIKOSTEROID ............................................................................................................ 6
2.2. Farmakokinetik ACTH......................................................................................................... 6
2.3 Mekanisme Kerja ACTH ...................................................................................................... 7
2.4. Indikasi ACTH ..................................................................................................................... 7
2.5. Efek Samping ACTH ........................................................................................................... 7
2.6 Adrenokortikosteroid dan Analog Sintetik ........................................................................... 8
2.7 Efek Glukokortikoid.............................................................................................................. 8
2.8 Efek Mineralokortikoid ......................................................................................................... 9
BAB III ......................................................................................................................................... 11
PENUTUP..................................................................................................................................... 11
3.1 KESIMPULAN ................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 12

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kortikosteroid adalah derivat hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal.
Hormon ini memiliki peranan penting seperti mengontrol respon inflamasi. Hormon
steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
Glukokortikoid memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat dan fungsi imun,
sedangkan mineralokortikoid memiliki efek kuat terhadap keseimbangan cairan dan
elektrolit.
Kortikosteroid ditemukan pada tahun 1950, pertama kali digunakan untuk terapi
irritable bowel disease (IBD). Pasien IBD merasakan efek pengobatan gejala penyakit
mereka sejak hari pertama menggunakan kortikosteroid (Crohn & Colitis Foundation of
America, 2015).
Kortikosteroid banyak digunakan dalam pengobatan karena efek yang kuat dan
reaksi antiinflamasi yang cepat. Kortikosteroid banyak digunakan untuk tatalaksana
penyakit inflamasi seperti reumathoid arthritis (RA) dan systemic lupus erythematosus
(SLE) (Arthritis Australia, 2008). Kortikosteroid juga diresepkan dalam berbagai
pengobatan seperti replacement therapy pada penderita insufisiensi adrenal, supresor
sekresi androgen pada congenital adrenal hyperplasia (CAH), dan terapi kelainan-kelainan
non endokrin seperti penyakit ginjal, infeksi, reaksi transplantasi, alergi, dan lain-lain
(Azis, 2006). Kortikosteroid juga banyak diresepkan untuk penyakit kulit, baik itu
penggunaan topikal maupun sistemik (Johan, 2015).
Penggunaan yang luas dan manfaat yang banyak, membuat kortikosteroid menjadi
obat yang digemari. Selain memiliki manfaat yang banyak, kortikoseteroid memiliki
banyak efek samping, yaitu sekitar sembilan puluh lima efek samping pengobatan.
Kortikosteroid sering disebut life saving drug karena dalam penggunaanya sebagai
antiinflamasi, kortikosteroid berfungsi sebagai terapi paliatif, yaitu menghambat gejala
saja sedangkan penyebab penyakit masih tetap ada. Hal ini akhirnya menyebabkan
kortikosteroid banyak digunakan tidak sesuai indikasi, dosis, dan lama pemberian
(Suherman & Ascobat, 2005; Azis, 2006; Guidry et al., 2009).

3
Penggunaan yang terus menerus menyebabkan efek samping yang serius dan
bersifat merugikan. Efek samping yang ditimbulkan oleh kortikosteroid akan menjadi
semakin buruk apabila digunakan tidak sesuai dengan aturan pakainya, baik itu dosis
maupun lama pemakaian (Gilman, 2012). Guidry et al. (2009) menyebutkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara durasi pemakaian kortikostroid dengan mean
severity score efek samping kortikosteroid.
Salah satu efek samping dari kortikosteroid adalah menurunkan jumlah limfosit dan
monosit di perifer dalam 4 jam. Hal ini terjadi karena adanya redistribusi temporer limfosit
dari intravaskuler ke dalam limpa, kelenjar limfe, duktus torasikus dan sumsum tulang
(Aziz, 2006). Pemberian glukokortikoid menyebabkan penurunan jumlah limfosit,
eosinofil, monosit, dan basofil dalam sirkulasi, tetapi glukokortikoid juga menyebabkan
peningkatan leukosit polimorfonuklear (netrofil) dalam sirkulasi. Penggunaan
kortikosteroid dalam jumlah banyak dan waktu yang lama juga dapat menurunkan proses
pembentukan fibroblas serta menurunkan jumlah gerakan dan fungsi leukosit (Aziz, 2006;
David & Dolores, 2007; Hidayanti et al., 2014).
Menurut Crohn & Colitis Foundation of America (2015), selain memiliki efek
antiinflamasi yang cepat, kortikosteroid juga memiliki efek imunosupresif. Efek ini
menyebabkan penurunan aktivitas sistem imun tubuh yang pada akhirnya dapat
menyebabkan seseorang lebih mudah terinfeksi penyakit. Kortikosteroid memengaruhi sel
darah putih (leukosit) dengan cara menurunkan migrasi sel inflamasi (PMN, monosit, dan
limfosit) sehingga penggunaan kortikosteroid dalam waktu yang lama dapat meningkatkan
kejadian infeksi. Penelitian lain juga mengungkapkan penggunaan kortikosteroid akan
meningkatkan infeksi nosokomial, polimikrobial, dan jamur selama dirawat di rumah sakit
sehingga kortikosteroid meningkatkan risiko kematian ataupun kecacatan pada pasien
acute critical illness (David & Dolores, 2007; Prasetyo et al., 2014).

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan ACTH ?


2. Bagaimana farmakokinetik ACTH dalam tubuh ?
3. Bagaimana mekanisme kerja ACTH dalam tubuh ?

4
4. Apa saja indikasi dan efek samping dari ACTH ?
5. Apa yang dimaksud dengan adrenokortikosteroid ?
6. Bagaimana analog sintetik dari adrenokortikosteroid ?
7. Apa saja contoh obat dan efek samping dari glukokortikoid dan mineralokortikoid ?

1.3 TUJUAN

1. Mampu menjelaskan tentang ACTH, Adrenokortikosteroid dan analog sintetiknya.


2. Dapat menyebutkan contoh obat mineralokortikoid dan glukokortikoid.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KORTIKOSTEROID

Kortikosteroid merupakan hormon yang dihasilkan korteks adrenal zona fasikulata,


atas pengaruh dari ACTH yang disekresikan oleh kelenjar hifofise anterior dengan
mekanisme feed back. Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kholesterol, yang
kemudian dengan bantuan berbagai ensim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid
dengan 21 atom karbon dan androgen lemah dengan 19 atom karbon.
Kortikosteroid dari korteks adrenal mempengaruhi fungsi fisiologis termasuk
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, keseimbangan elektrolit dan air dan fungsi
normal sistem kardiovaskuler, sistem saraf, ginjal dan oto skeletal.
Hormon adrenokortikotropik atau kortikotropin (ACTH) adalah hormon stimulator
hormon dari golongan kortikosteroid, dengan panjang 39 AA dan waktu paruh sekitar 10
menit. Peran utama ACTH adalah menstimulasi sintesis
dan sekresi glukokortikoid dan androgen pada korteks adrenal melalui pencerap ganda
protein-G yang bergantung pada mekanisme cAMP.[2] Sebelum berlangsungnya
sintesis steroid, ACTH akan meningkatkan konsentrasi kolesterol esterase dan
mendifusikan kolesterol melalui membran mitokondria dan meningkatkan
sintesis pregnenolon.

2.2. Farmakokinetik ACTH

1. ACTH tidak efektif bila diberikan peroral karena akan dirusak oleh enzim
proteolitik dalam saluran cerna. Pemberian iv, ACTH cepat menghilang dari
sirkulasi, pada manusia masa paruhnya kira-kira 15 menit.
2. Besarnya efek ACTH pada korteks adrenal tergantung dari cara pemberiannya.

6
3. Pemberian infus ACTH 20 unit terus menerus selama waktu yang bervariasi dari
30 detik sampai 48 jam, menyebabkan sekresi adrenokortikosteroid yang linier
sesuai dengan watu infus.
4. Bila ACTH diberikan secara iv cepat, Sebagian besar hormone ini tidak akan
bekerja pada korteks adrenal.

2.3 Mekanisme Kerja ACTH

1. ACTH menempel pada reseptor


2. Mengaktifkan adenilat siklase yang mengubah adenosin trifosfat (ATP) untuk
siklik adenosin 3’ , 5’ monophosphate (Camp) yang “utusan kedua”.
3. Camp mengkatalisis transfer energi dari ATP untuk membentuk protein
tesfosforilasi (enzim) yang meningkatkan tingkat membatasi Langkah dalam
steroidogenesis (yaitu kolesterol pregnenolon).
4. ACTH menyebabkan peningkatan produksi dan pembebasan segera kortikosteroid.

2.4. Indikasi ACTH

ACTH banyak digunakan untuk mebedakan antara insulfisiensi adrenal primer dan
sekunder. Pada insufisiensi primer, pemberian ACTH tidak akan menyebabkan peninggian
kadar kortisol dalam darah, karena pada keadaan ini kelenjar adrenalyang mengalami
gangguan sebaliknya pada insufisiensi sekunder dimana gangguan terletak di kelenjar
hipofisis, pemberian ACTH akan menyebabkan peninggian kadar kortisol darah.
Kemudian Pembeian ACTH juga dapat merangsang sekresi mineralkortikoid sehingga
dapat menyebabkan retensi air dan elektrolit.

2.5. Efek Samping ACTH

ACTH dapat menyebabkan timbulnya gejala akibat peningkatan sekresi hormone


korteks adrenal. Selain itu hormone ini dapat pula menyebabkan reaksi hipersensitivitas,
mulai dari yang ringan sampai syok dan kematian. Peningkatan sekresi
mineralokortikosteroid dan androgen menyebabkan lebih sering terjadi alkalosis
hipokalemik (akibat retensi Na) dan akne bikla dibandingkan dengan kortisol sintetik.

7
2.6 Adrenokortikosteroid dan Analog Sintetik

Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol yang kemudian dengan bantuan
beberapa enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom karbon dan
androgen lemah dengan 19 atom karbon. Sebagian besar kolestrol yang digunakan untuk
steroidogenesis ini berasal dari luar (eksogen), baik pada keadaan basal maupun setelah
pemberian ACTH.

2.7 Efek Glukokortikoid

Efek anti-inflamasi. Penggunaan klinik kortikosteroid sebagai anti-inflamasi


merupakan terapi paliatif, yaitu hanya gejalanya yang dihambat, sedangkan penyebab
penyakit tetap ada. Misalnya, akibat trauma, infeksi dan alergi ditandai dengan gejala
peradangan berupa kemerahan (rubor), rasa sakit (dolor), panas (kalor), bengkak (tumor),
dan gangguan fungsi (functio laesa). Berkhasiat merintangi terbentuknya cairan
peradangan dan udema setempat. Misalnya, selama radiasi sinar X di daerah kepala dan
tulang punggung. Hal inilah yang menyebabkan obat ini banyak digunakan untuk berbagai
penyakit, bahkan sering disebut live saving drug. Namun, hal ini juga yang menyebabkan
terjadinya masking effect karena gejala peradangan disembunyikan sehingga tampak dari
luar seolah-olah penyakit sudah sembuh. Keadaan ini berbahaya pada kondisi penyakit
yang parah, misalnya penggunaan prednisone pada pasien asma yang sebetulnya juga
menderita tuberculosis. Efek permisif prednisone menyebabkan bronkhodilatasi sehingga
pasien asma lega bernafas namun menyembunyikan gejala inflamasi yang disebabkan oleh
penyakit tuberculosis.
Daya imunosupresif yakni menekan reaksi-reaksi tangkis tubuh seperti yang terjadi
pada tranpalntasi organ. Produk antibodies dihambat, jumlah limfosit dan jaringan limfa
berkurang, yang berakibat turunnya daya tangkis. Tubuh menjadi peka bagi infeksi oleh
bakteri, virus, fungi dan parasite. Peningkatan gluconeogenesis dan efek katabol.
Pembentukan hidrat-arang dari protein dinaikkan dengan kehilangan nitrogen,
penggunaannya di jaringan perifer dikurangi dan penyimpanannya sebagai glikogen
ditingkatkan. Efek katabol merintangi pembentukan protein dari asam amino, sedangkan
pengubahannya ke glukosa dipercepat. Sebagai akibat dapat terjadi osteoporosis (tulang
menjadi rapuh karena massa dan kepadatannya berkurang), atrofia otot dan kulit dengan

8
terjadinya striae (garis-garis). Anak-anak dihambat pertumbuhannya, sedangkan
penyembuhan borok (lambung) dipersukar. Pada seseorang yang diberi kortikosteroid
dosis tinggi untuk waktu lama dapat menimbulkan gejala, seperti diabetes mellitus,
resistensi terhadap insulin meninggi, toleransi terhadap glukosa menurun, dan mungkin
terjadi glukosuria. Glukokortikoid meningkatkan kadar glukosa darah sehingga
merangsang pelepasan insulin dan menghambat masuknya glukosa kedalam sel otot.
Glukokortikoid juga merangsang lipase yang sensitif dan menyebabkan lipolysis.
Peningkatan kadar insulin merangsang lipogenesis dan sedikit menghambat lipolysis
sehingga hasil akhirnya adalah peningkatan deposit lemak, peningkatan pelepasan asam
lemak dan gliserol ke dalam darah.
Pengubahan pembagian lemak. Yang terkenal adalah penumpukan lemak di atas
tulang selangka dan muka yang menjadi bundar (“moon face”) juga di perut dan di
belakang tengkuk (“buffalo hump”). Gejala ini mirip dengan sindroma cushing yang
disebabkan oleh hiperfungsi hipofisis atau adrenal atau juga karena penggunaan
kortikosteroid yang terlalu lama.
Antiflogistik dan antialergi, dengan menghambat segala macam proses radang
terutama dari mukosa, terlepas dari sebabnya misalnya akibat infeksi, lukaluka atau reaksi
alergi. Interaksi antigen-antibody tidak dihambat, tidakpun terlepasnya histamine,
serotonin, prostaglandin dan sebagainya. Tetapi efek buruk mediator-mediator itu seperti
radang dan gatal tidaklah terjadi (Tjay dan Rahardja, 1978).
Contoh obatnya adalah : prednison atau prednisolone, metilprednisolon, triamsinolon
asetinoda, metilprednisolon (jangka panjang), metilprednisolon (jangka pendek), hormon
adrenokortikosteroid (ACTH).

2.8 Efek Mineralokortikoid

Efek mineralokortikoid terdiri dari retensi air dan natrium, sedangkan kalium
ditingkatkan ekskresinya. Mineralokortikoid bekerja pada tubukus distal dan tubulus
pengumpul untuk meningkatka reabdsorbsi Na+ dari cairan tubukus, serta meningkatkan
ekskresi K+ dan H+ dalam urin. Secara konseptual, aldosterone bermanfaat sebagai
penstimulasi pertukaran Na+ dan K+ atau H+ di ginjal, walaupun mekanisme molecular
kation monovalent bukanlah pertukaran kation sederhana 1:1 di dalam tubulus ginjal,

9
walaupun mekanisme karbohidrat bukanlah pertukaran kation sederhana 1:1 di dalam
tubulus ginjal (Goodman & Gilman, 2014)

Contoh obat nya adalah : flidrokortison yang diberikan bersama dengan hidrokortison pada
insufisiensi adrenal karena aktivitas retensi garam hidrokortison tidak cukup.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Kortikosteroid merupakan hormon yang dihasilkan korteks adrenal zona fasikulata,


atas pengaruh dari ACTH yang disekresikan oleh kelenjar hifofise anterior dengan
mekanisme feed back. Hormon adrenokortikotropik atau kortikotropin (ACTH)
adalah hormon stimulator hormon dari golongan kortikosteroid, dengan panjang
39 AA dan waktu paruh sekitar 10 menit. Peran utama ACTH adalah menstimulasi sintesis
dan sekresi glukokortikoid dan androgen pada korteks adrenal melalui pencerap ganda
protein-G yang bergantung pada mekanisme cAMP.
Hormon kortikosteroid terdiri dari 2 sub-jenis yaitu hormon jenis glukokortikoid
dan hormon jenis mineralokortikoid. Kedua hormon tersebut memiliki contoh obat dan
efek tersendiri, yaitu untuk hormon glukokortikoid contoh obatnya adalah : prednison atau
prednisolone, metilprednisolon, triamsinolon asetinoda, metilprednisolon (jangka
panjang), metilprednisolon (jangka pendek), hormon adrenokortikosteroid (ACTH) dan
efeknya adalah efek Anti-Inflamasi, daya imunosupresif, pengubahan pembagian lemak,
antiflogistik dan antialergi. Sedangkan untuk hormon mineralokortikoid contoh obatnya
adalah flidrokortison dan efeknya adalah retensi air dan natrium, sedangkan kalium
ditingkatkan ekskresinya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Arthritis Autralia (2008). Patient Information on Corticosteroids. http://www.aont.org.au/wp-


content/uploads/2011/11/Corticosteroids.pdf. diakses pada tanggal 16 maret 2022.
Azis A.L (2006). Penggunaan Kortikosteroid di Klinik. Surabaya: Lab. Divisi Gawat Darurat FK
UNAIR. Indonesia
Chrohn’s & Colitis Foundations (2015). Corticosteroids.
http://www.ccfa.org/corticosteroids-2015.pdf. Diakses tanggal 16 maret 2022.
David GG, Dolores S (2007). Greenspan`s Basic and Clinical Endocrinology. Ed 8. McGraw-
Hill Companies.
Gilman AG (2012). Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi. Edisi 10. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Goodman & Gilman, (2014), Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Editor Joel. G.Hardman &
Lee E. Limbird, Konsultan Editor Alfred Goodman Gilman, Diterjemahkan oleh Tim
Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Johan R (2015). Penggunaan Kortikosteroid Topikal yang Tepat. Jurnal Continuing Professional
Development 42 (4): 308-12.
Katzung, GB (2012). Farmakologi dasar dan klinik; penerjemah dan editor: Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Ed 10. Jakarta: Salemba Medika
Stephen Nussey; Saffron Whitehead (2001). Endocrinology: An Integrated Approach. St.
George's Hospital Medical School, London, UK. BIOS Scientific Publishers Ltd.
hlm. Pituitary control of adrenocortical steroids - ACTH. ISBN 1-85996-252-1.
Diakses tanggal 16 maret 2022.
Suherman, SK, Ascobat P (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru
Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 1978, Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya, Edisi Keempat, Depkes RI, Jakarta, 246-258.

12

Anda mungkin juga menyukai