KORTIKOSTEROID
2
BAB I
PENDAHULUAN
Kortikosteroid adalah derivat hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal.
Hormon ini memiliki peranan penting seperti mengontrol respon inflamasi. Hormon
steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
Glukokortikoid memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat dan fungsi imun,
sedangkan mineralokortikoid memiliki efek kuat terhadap keseimbangan cairan dan
elektrolit.
Kortikosteroid ditemukan pada tahun 1950, pertama kali digunakan untuk terapi
irritable bowel disease (IBD). Pasien IBD merasakan efek pengobatan gejala penyakit
mereka sejak hari pertama menggunakan kortikosteroid (Crohn & Colitis Foundation of
America, 2015).
Kortikosteroid banyak digunakan dalam pengobatan karena efek yang kuat dan
reaksi antiinflamasi yang cepat. Kortikosteroid banyak digunakan untuk tatalaksana
penyakit inflamasi seperti reumathoid arthritis (RA) dan systemic lupus erythematosus
(SLE) (Arthritis Australia, 2008). Kortikosteroid juga diresepkan dalam berbagai
pengobatan seperti replacement therapy pada penderita insufisiensi adrenal, supresor
sekresi androgen pada congenital adrenal hyperplasia (CAH), dan terapi kelainan-kelainan
non endokrin seperti penyakit ginjal, infeksi, reaksi transplantasi, alergi, dan lain-lain
(Azis, 2006). Kortikosteroid juga banyak diresepkan untuk penyakit kulit, baik itu
penggunaan topikal maupun sistemik (Johan, 2015).
Penggunaan yang luas dan manfaat yang banyak, membuat kortikosteroid menjadi
obat yang digemari. Selain memiliki manfaat yang banyak, kortikoseteroid memiliki
banyak efek samping, yaitu sekitar sembilan puluh lima efek samping pengobatan.
Kortikosteroid sering disebut life saving drug karena dalam penggunaanya sebagai
antiinflamasi, kortikosteroid berfungsi sebagai terapi paliatif, yaitu menghambat gejala
saja sedangkan penyebab penyakit masih tetap ada. Hal ini akhirnya menyebabkan
kortikosteroid banyak digunakan tidak sesuai indikasi, dosis, dan lama pemberian
(Suherman & Ascobat, 2005; Azis, 2006; Guidry et al., 2009).
3
Penggunaan yang terus menerus menyebabkan efek samping yang serius dan
bersifat merugikan. Efek samping yang ditimbulkan oleh kortikosteroid akan menjadi
semakin buruk apabila digunakan tidak sesuai dengan aturan pakainya, baik itu dosis
maupun lama pemakaian (Gilman, 2012). Guidry et al. (2009) menyebutkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara durasi pemakaian kortikostroid dengan mean
severity score efek samping kortikosteroid.
Salah satu efek samping dari kortikosteroid adalah menurunkan jumlah limfosit dan
monosit di perifer dalam 4 jam. Hal ini terjadi karena adanya redistribusi temporer limfosit
dari intravaskuler ke dalam limpa, kelenjar limfe, duktus torasikus dan sumsum tulang
(Aziz, 2006). Pemberian glukokortikoid menyebabkan penurunan jumlah limfosit,
eosinofil, monosit, dan basofil dalam sirkulasi, tetapi glukokortikoid juga menyebabkan
peningkatan leukosit polimorfonuklear (netrofil) dalam sirkulasi. Penggunaan
kortikosteroid dalam jumlah banyak dan waktu yang lama juga dapat menurunkan proses
pembentukan fibroblas serta menurunkan jumlah gerakan dan fungsi leukosit (Aziz, 2006;
David & Dolores, 2007; Hidayanti et al., 2014).
Menurut Crohn & Colitis Foundation of America (2015), selain memiliki efek
antiinflamasi yang cepat, kortikosteroid juga memiliki efek imunosupresif. Efek ini
menyebabkan penurunan aktivitas sistem imun tubuh yang pada akhirnya dapat
menyebabkan seseorang lebih mudah terinfeksi penyakit. Kortikosteroid memengaruhi sel
darah putih (leukosit) dengan cara menurunkan migrasi sel inflamasi (PMN, monosit, dan
limfosit) sehingga penggunaan kortikosteroid dalam waktu yang lama dapat meningkatkan
kejadian infeksi. Penelitian lain juga mengungkapkan penggunaan kortikosteroid akan
meningkatkan infeksi nosokomial, polimikrobial, dan jamur selama dirawat di rumah sakit
sehingga kortikosteroid meningkatkan risiko kematian ataupun kecacatan pada pasien
acute critical illness (David & Dolores, 2007; Prasetyo et al., 2014).
4
4. Apa saja indikasi dan efek samping dari ACTH ?
5. Apa yang dimaksud dengan adrenokortikosteroid ?
6. Bagaimana analog sintetik dari adrenokortikosteroid ?
7. Apa saja contoh obat dan efek samping dari glukokortikoid dan mineralokortikoid ?
1.3 TUJUAN
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KORTIKOSTEROID
1. ACTH tidak efektif bila diberikan peroral karena akan dirusak oleh enzim
proteolitik dalam saluran cerna. Pemberian iv, ACTH cepat menghilang dari
sirkulasi, pada manusia masa paruhnya kira-kira 15 menit.
2. Besarnya efek ACTH pada korteks adrenal tergantung dari cara pemberiannya.
6
3. Pemberian infus ACTH 20 unit terus menerus selama waktu yang bervariasi dari
30 detik sampai 48 jam, menyebabkan sekresi adrenokortikosteroid yang linier
sesuai dengan watu infus.
4. Bila ACTH diberikan secara iv cepat, Sebagian besar hormone ini tidak akan
bekerja pada korteks adrenal.
ACTH banyak digunakan untuk mebedakan antara insulfisiensi adrenal primer dan
sekunder. Pada insufisiensi primer, pemberian ACTH tidak akan menyebabkan peninggian
kadar kortisol dalam darah, karena pada keadaan ini kelenjar adrenalyang mengalami
gangguan sebaliknya pada insufisiensi sekunder dimana gangguan terletak di kelenjar
hipofisis, pemberian ACTH akan menyebabkan peninggian kadar kortisol darah.
Kemudian Pembeian ACTH juga dapat merangsang sekresi mineralkortikoid sehingga
dapat menyebabkan retensi air dan elektrolit.
7
2.6 Adrenokortikosteroid dan Analog Sintetik
Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol yang kemudian dengan bantuan
beberapa enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom karbon dan
androgen lemah dengan 19 atom karbon. Sebagian besar kolestrol yang digunakan untuk
steroidogenesis ini berasal dari luar (eksogen), baik pada keadaan basal maupun setelah
pemberian ACTH.
8
terjadinya striae (garis-garis). Anak-anak dihambat pertumbuhannya, sedangkan
penyembuhan borok (lambung) dipersukar. Pada seseorang yang diberi kortikosteroid
dosis tinggi untuk waktu lama dapat menimbulkan gejala, seperti diabetes mellitus,
resistensi terhadap insulin meninggi, toleransi terhadap glukosa menurun, dan mungkin
terjadi glukosuria. Glukokortikoid meningkatkan kadar glukosa darah sehingga
merangsang pelepasan insulin dan menghambat masuknya glukosa kedalam sel otot.
Glukokortikoid juga merangsang lipase yang sensitif dan menyebabkan lipolysis.
Peningkatan kadar insulin merangsang lipogenesis dan sedikit menghambat lipolysis
sehingga hasil akhirnya adalah peningkatan deposit lemak, peningkatan pelepasan asam
lemak dan gliserol ke dalam darah.
Pengubahan pembagian lemak. Yang terkenal adalah penumpukan lemak di atas
tulang selangka dan muka yang menjadi bundar (“moon face”) juga di perut dan di
belakang tengkuk (“buffalo hump”). Gejala ini mirip dengan sindroma cushing yang
disebabkan oleh hiperfungsi hipofisis atau adrenal atau juga karena penggunaan
kortikosteroid yang terlalu lama.
Antiflogistik dan antialergi, dengan menghambat segala macam proses radang
terutama dari mukosa, terlepas dari sebabnya misalnya akibat infeksi, lukaluka atau reaksi
alergi. Interaksi antigen-antibody tidak dihambat, tidakpun terlepasnya histamine,
serotonin, prostaglandin dan sebagainya. Tetapi efek buruk mediator-mediator itu seperti
radang dan gatal tidaklah terjadi (Tjay dan Rahardja, 1978).
Contoh obatnya adalah : prednison atau prednisolone, metilprednisolon, triamsinolon
asetinoda, metilprednisolon (jangka panjang), metilprednisolon (jangka pendek), hormon
adrenokortikosteroid (ACTH).
Efek mineralokortikoid terdiri dari retensi air dan natrium, sedangkan kalium
ditingkatkan ekskresinya. Mineralokortikoid bekerja pada tubukus distal dan tubulus
pengumpul untuk meningkatka reabdsorbsi Na+ dari cairan tubukus, serta meningkatkan
ekskresi K+ dan H+ dalam urin. Secara konseptual, aldosterone bermanfaat sebagai
penstimulasi pertukaran Na+ dan K+ atau H+ di ginjal, walaupun mekanisme molecular
kation monovalent bukanlah pertukaran kation sederhana 1:1 di dalam tubulus ginjal,
9
walaupun mekanisme karbohidrat bukanlah pertukaran kation sederhana 1:1 di dalam
tubulus ginjal (Goodman & Gilman, 2014)
Contoh obat nya adalah : flidrokortison yang diberikan bersama dengan hidrokortison pada
insufisiensi adrenal karena aktivitas retensi garam hidrokortison tidak cukup.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
12