11 Bab Iv
11 Bab Iv
45
46
3 Kehamilan status
obstetri
a. 1 10 52,6%
b. 2 5 26,3%
c. 3 4 21,1%
4 Pendidikan
a. SD 2 10,5%
b. SMP 3 15,8%
c. SMA 12 63,2%
d. PT 2 10,5%
Total 19 100
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas sebagian besar responden berumur antara 21-
30 tahun (73,7%), responden yang tidak bekerja (52,6%) dan yang bekerja
(47,4%), kehamilan responden yang sekarang sebagian besar adalah kehamilan
pertama (52,6%), berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar responden
berpendidikan SMA (63,2%).
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Pasien Pre Operasi
Sectio Caesarea di Instalasi Bedah Sentral RSUD R Syamsudin
SH Kota Sukabumi Kelompok Intervensi
No Karakteristik Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Umur
d. <20 tahun 2 10,5%
e. 21-30 tahun 13 68,4%
f. >31 tahun 4 21,1%
2 Pekerjaan
c. Bekerja 8 42,1%
d. Tidak bekerja 11 57,9%
3 Kehamilan status
obstetri
d. 1 11 57,9%
e. 2 5 26,3%
f. 3 3 15,8%
4 Pendidikan
e. SD 3 15,8%
f. SMP 2 10,5%
g. SMA 11 57,9%
h. PT 3 15,8%
Total 19 100
47
Berdasarkan Tabel 4.2 diatas sebagian besar responden berumur antara 21-
30 tahun (68,4%), responden yang tidak bekerja (57,9%) dan yang bekerja
(42,1%), kehamilan responden yang sekarang sebagian besar adalah kehamilan
pertama (57,9%), berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar responden
berpendidikan SMA (57,9%).
Tabel 4.3 Distribusi Berdasarkan Skor Kecemasan Pasien Pre Operasi
Sectio Caesarea Pengukuran Pertama Pada Kelompok Kontrol
N Min - Max Mean SD
Pengukuran Pertama
19 28 - 69 46,8 11,4
Kelompok Kontrol
Berdasarkan tabel 4.3 diatas, menunjukkan bahwa hasil penelitian
kecemasan pasien pre operasi Sectio Caesarea pengukuran pertama pada
kelompok kontrol dari 19 responden diketahui rerata skor kecemasan pasien 46,8,
skor kecemasan terendah 28 dan skor kecemasan tertinggi 69 dengan standar
deviasi sebesar 11,4. Berdasarkan alat ukur kecemasan State Anxiety Inventory
maka kecemasan tersebut termasuk dalam kategori kecemasan sedang.
Tabel 4.4 Distribusi Berdasarkan Skor Kecemasan Pasien Pre Operasi
Sectio Caesarea Pengukuran Kedua Pada Kelompok Kontrol
Tabel 4.7 Perbedaan Skor Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea
Pengukuran Pertama dan Pengukuran Kedua Pada Kelompok
Kontrol
Pengukuran Pertama Pengukuran Kedua
Mean Mean P
N SD N SD
(Min-Max) (Min-Max)
Kelompok 46,8 45,4
19 11,4 19 11,5 p = 0,103
Kontrol (28-69) (28-69)
Tabel 4.9 Perbedaan Skor Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea
Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi
Mean
Kelompok N SD SE P
(Min-Max)
45,4
Kelompok Kontrol 19 11,4 2,6
(28-69)
p = 0,000
31,8
Kelompok Intervensi 19 6,9 1,5
(21-48)
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea Pengukuran Pertama
Pada Kelompok Kontrol
Berdasarkan hasil penelitian skor kecemasan pengukuran pertama pada
kelompok kontrol pasien pre operasi Sectio Caesarea di IBS RSUD R Syamsudin
SH sebagian besar mengalami kecemasan sedang. Kecemasan terhadap tindakan
operasi disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktornya adalah kurangnya
pengetahuan pasien Sectio Caesarea dan keluarganya tentang tindakan yang
dilakukan. Selain itu juga dapat disebabkan karena kurangnya sikap perawat
dalam mengaplikasikan pencegahan kecemasan pada klien dan keluarga yang
berhubungan dengan tindakan yang dilakukan (Hamid, 2008).
Menurut Long (2001), sebagian besar individu yang akan menjalani
tindakan pembedahan mengalami nyeri, takut gagal atau pada kondisi yang lebih
buruk. Hal ini dimanifestasikan dengan kehilangan perubahan fisik terutama
sering menarik nafas dalam, gelisah, gangguan tidur, meningkatnya frekuensi
51
nadi, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab,
menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, dan sering berkemih.
Hasil penelitian kecemasan pasien pre operasi Sectio Caesarea
pengukuran pertama pada kelompok kontrol dari 19 responden diketahui rerata
skor kecemasan pasien 46,8, skor kecemasan terendah 28 dan skor kecemasan
tertinggi 69 dengan standar deviasi sebesar 11,4. Berdasarkan alat ukur
kecemasan State Anxiety Inventory maka kecemasan tersebut termasuk dalam
kategori kecemasan sedang. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi
tingkat kecemasan, Beberapa faktor disebutkan Soewandi dalam Hartoyo (2010),
antara lain usia, pendidikan, potensi stressor, maturasi, keadaan fisik, social
budaya, jenis kelamin, dan pengalaman operasi.
Perdana Medya (2012) mengatakan dalam penelitiannya tentang pengaruh
bimbingan spiritual terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di ruang
rawat inap RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan, dari 20 orang responden pre
operasi terdapat 18 orang (90%) memiliki tingkat kecemasan sedang dan 2 orang
(10%) memiliki tingkat kecemasan berat. Pasien pre operatif mengalami perasaan
cemas dan ketegangan yang ditandai dengan rasa cemas, takut, tegang, lesu, tidak
dapat istirahat dengan tenang.
Stuart (2007) menjelaskan gejala kecemasan ini dialami oleh pasien pria
maupun wanita, karena merupakan pengalaman pertama mereka menghadapi
tindakan pembedahan. Bagi hampir semua pasien, pembedahan merupakan
sebuah tindakan medis yang sangat berat karena harus berhadapan dengan meja
dan pisau operasi. Pasien tidak mempunyai pengalaman terhadap hal-hal yang
akan dihadapi saat pembedahan, seperti anestesi, nyeri, perubahan bentuk dan
ketidakmampuan mobilisasi post operasi.
mengalami kecemasan yang tetap atau sama, hal ini ditunjukkan dengan hasil uji
Paired Sample T-Test didapatkan p = 0,103 sehingga didapatkan nilai 0,000 (p≤
α) dimana α = 0,05 maka Ho diterima. Maka dapat disimpulkan tidak terdapat
perbedaan penurunan tingkat kecemasan yang signifikan pada kelompok kontrol.
Hasil penelitian kecemasan pasien pre operasi Sectio Caesarea
pengukuran kedua pada kelompok kontrol dari 19 responden diketahui rerata skor
kecemasan pasien 45,4, skor kecemasan terendah 28 dan skor kecemasan tertinggi
69 dengan standar deviasi sebesar 11,5. Berdasarkan alat ukur kecemasan State
Anxiety Inventory maka kecemasan tersebut termasuk dalam kategori kecemasan
sedang. Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (2010), salah satu faktor yang
mempengaruhi kecemasan adalah pengalaman pasien menjalani proses
pengobatan. Pengalaman awal ini bisa dikaitkan dengan pengalaman proses
melahirkan (menjalani persalinan normal / Sectio Caesarea) sebagai bagian
penting dan bahkan sangat menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian
hari. Apabila pengalaman individu tentang tindakan medis kurang, maka
cenderung mempengaruhi peningkatan kecemasan saat menghadapi tindakan
proses pembedahan.
Menurut Oswari (2005), pada fase pre operasi dengan tindakan
pembedahan biasanya pasien akan menjadi agak gelisah dan takut, perasaan takut
dan gelisah seringkali tidak tampak jelas, tetapi kadang-kadang pula kecemasan
itu dapat terlihat dalam bentuk lain. Pasien yang takut dan gelisah sering bertanya
terus menerus dan berulang-ulang, walaupun pertanyaan telah dijawab, ia tidak
mau berbicara dan memperhatikan keadaan sekitarnya, tetapi berusaha
mengalihkan perhatiannya pada buku atau sebaliknya ia bergerak terus menerus
dan tidak bisa tidur. Untuk itu maka diperlukan tenaga paramedis (perawat) yang
ikut serta dalam mengatasi permasalahan tersebut.
4.2.3 Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea Sebelum Diberikan
Terapi Musik Klasik Pada Kelompok Intervensi
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pasien pre operasi Sectio
Caesarea sebagian besar mengalami kecemasan dengan tingkat kecemasan
sedang di Instalasi Bedah Sentral RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.
53
Berdasarkan alat ukur kecemasan menurut State Anxiety Inventory (SAI) maka
kecemasan sebelum diberikan terapi musik klasik termasuk kategori kecemasan
sedang.
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berbahaya. Keadaan emosi ini
tidak memiliki objek yang spesifik. Cemas dialami secara subjektif dan
dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart, 2007). Pasien pre operasi
mengalami perasaan cemas dan ketegangan yang ditandai dengan rasa cemas,
takut, tegang, lesu, tidak dapat istirahat dengan tenang. Bagi hampir semua pasien,
pembedahan merupakan sebuah tindakan medis yang sangat berat karena harus
berhadapan dengan meja dan pisau operasi. Pasien tidak mempunyai pengalaman
terhadap hal - hal yang akan dihadapi saat pembedahan, seperti anestesi, nyeri,
perubahan bentuk dan ketidakmampuan mobilisasi post operasi (Stuart, 2007)
Hasil penelitian kecemasan pasien pre operasi Sectio Caesarea sebelum
diberikan terapi musik klasik pada kelompok intervensi dari 19 responden
diketahui rerata skor kecemasan pasien 53,6, skor kecemasan terendah 30 dan
skor kecemasan tertinggi 72 dengan standar deviasi sebesar 12,2. Berdasarkan alat
ukur kecemasan State Anxiety Inventory maka kecemasan sebelum diberikan
terapi musik klasik termasuk dalam kategori kecemasan sedang. Hal ini
disebabkan pasien pre operasi menganggap bahwa tindakan operasi merupakan
tindakan yang menakutkan karena menggunakan peralatan, ruangan dan tindakan-
tindakan keperawatan khusus. Keadaan ini membutuhkan proses adaptasi dari
pasien baik secara fisiologis maupun secara psikologis.
Penelitian Sawitri (2008) di RS Islam Kustati Surakarta, menunjukkan
bahwa jumlah pasien yang tidak mengalami kecemasan sebanyak 22,4%, dan
sisanya mengalami kecemasan sebesar 77,6%. Penelitian Makmuri et.al (2007)
dalam Paryanto (2009) tentang tingkat kecemasan pre operasi terhadap 40 orang
responden terdapat 40,0% mengalami tingkat kecemasan sedang, 37,5% dalam
kategori ringan, sebanyak 17,5% mengalami kecemasan berat dan 5% responden
tidak merasa cemas. Dalam penelitian Edi Sukamto dkk (2014) menunjukan
54
bahwa rata-rata tingkat kecemasan pre operasi SC sebelum diberikan terapi musik
adalah 18,26 atau sudah termasuk dalam derajat kecemasan sedang.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Qulsum dkk (2012) yang
menyatakan bahwa kecemasan pasien pre operasi sebelum diberikan intervensi
musik klasik terbanyak adalah kecemasan sedang dan yang terendah adalah
kecemasan berat, sesuai dengan penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum
diberikan terapi musik Mozart sebagian besar pasien mengalami kecemasan
sedang.
Beberapa orang kadang tidak mampu mengontrol kecemasan yang
dihadapi, sehingga terjadi disharmoni dalam tubuh. Hal ini akan berakibat buruk,
karena apabila tidak segera diatasi akan meningkatkan tekanan darah dan
pernafasan yang dapat menyebabkan pendarahan baik pada saat pembedahan
ataupun pasca operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk
mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis sebelum dilakukan operasi
(Faradisi, 2012).
4.2.4 Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea Sesudah Diberikan
Terapi Musik Klasik Pada Kelompok Intervensi
Berdasarkan alat ukur kecemasan menurut State Anxiety Inventory (SAI)
maka kecemasan sesudah diberikan terapi musik klasik termasuk kategori
kecemasan ringan. Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan
secara interpersonal. Kecemasan berbeda dengan rasa takut, yang merupakan
penilaian intelektual terhadap bahaya. Kecemasan adalah respons emosional
terhadap penilaian tersebut (Stuart, 2006).
Menurut Videbeck (2007), bahwa kecemasan adalah perasaan takut yang
tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa
tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka
padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi,
adapun tingkat kecemasan ringan berhubungan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari. pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati
serta waspada. Seseorang dengan kecemasan ringan mampu mengatasi situasi
bermasalah (Stuart, 2007).
55
dari teknik distraksi. Dari hasil penelitian diketahui terdapat responden yang
mengalami penurunan kecemasan setelah diberikan terapi musik klasik Mozart.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Reilly (2000), bahwa penggunaan
terapi musik bisa dilakukan untuk mengurangi rasa khawatir pasien. Sebab, musik
akan membantu mengurangi timbulnya rasa sakit dan memperbaiki mood pasien.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Thomatis dan Campbell (1971), dengan
tujuan penelitiannya untuk mengetahui efektifitas Mozart effect untuk
meningkatkan stimulasi (rangsangan) lebih tenang menghadapi persalinan.
Penelitiannya melibatkan 11 ibu bersalin, didapat hasil bahwa ibu bersalin yang
telah didengarkan musik klasik selama 10 menit, mengalami stimulasi
(rangsangan) lebih tenang menghadapi persalinan.
Kecemasan responden mengalami penurunan disebabkan efek rileks yang
dihasilkan dari pemberian distraksi atau terapi musik. Responden diberikan terapi
musik yang berjenis musik klasik sehingga responden merasakan nyaman dan
meringankan kecemasan sebelum dilakukan tindakan operasi karena musik klasik
dapat mengkoordinasikan nafas, irama jantung dan irama gelombang otak. Hal ini
sesuai dengan Nilandari (2010) yang menyatakan bahwa musik klasik bermanfaat
mengkoordinasikan nafas, irama jantung dan irama gelombang otak,
mempengaruhi pikiran tak sadar, merangsang reseptivitas dan persepsi. Hermaya
(2001) menyatakan bahwa musik klasik meringankan kecemasan atau nyeri akibat
pembedahan dan prosedur medis lain dan Djohan (2009) menyatakan bahwa
musik klasik dapat memperbaiki emosi, fisik, fisiologis.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Pratiwi (2009) yang
menyatakan bahwa terapi musik klasik mempunyai pengaruh terhadap tingkat
kecemasan pre operasi, dimana sebelum diberikan terapi musik klasik sebagian
besar responden mengalami kecemasan ringan, namun setelah diberikan terapi
musik diketahui sebagian besar responden tidak mengalami kecemasan. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara pemberian terapi musik klasik
terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rentika (2012),
yang menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat
58
kecemasan pasien sebelum dan sesudah melakukan dzikir dengan p = 0,001 (p <
0,05). Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ichsan
(2014), yang menyimpulkan adanya penurunan kecemasan pada pasien Sectio
Caesarea yang dilakukan Pendekatan Spiritual yang dialami pasien Sectio
Caesarea mayoritas responden mengalami cemas ringan (76,5%). Hasil uji t-test
didapatkan nilai t 20,406 dengan signifikansi (p) 0,000. Persamaan dari ketiga
penelitian tersebut adalah terapi komplemneter yang diberikan oleh perawat dapat
berhasil menurunkan kecemasan pasien.