Kelas :
Tanggal :
Islam memang mulai masuk di pesisir Aceh Utara atau tepatnya di wilayah
Kerajaan Samudera Pasai sejak abad ke 7 Masehi. Akan tetapi, pengaruhnya
baru mulai dirasakan cukup besar setelah tahun 1285 setelah Samudera
Pasai menjadi sebuah pusat perdagangan di wilayah Semenanjung Asia
Tenggara.
Saat itu, Samudera Pasai bahkan telah menjadi sebuah kerajaan bercorak
Islam yang cukup besar. Selain Samudera Pasai, Pelabuhan Malaka juga
telah memperoleh pengaruh Islam setelah mulai dikunjungi oleh para
Pedagang Muslim.
2. Menyebar Ke Jawa, Sumatera, dan Kalimantan Barat
Demak menjadi pusat penyebaran agama Islam pada masa itu. Banyak
orang dari Maluku (Ternate dan Tidore), Sulawesi (Makassar dan Gowa),
dan Kalimantan Selatan (Banjar) yang tertarik dengan ajaran Islam, mulai
menimba ilmu di pesantren-pesantren Demak. Pasca menyelesaikan
pendidikannya, orang-orang tersebut lantas kembali ke daerahnya masing-
masing untuk mengajarkan pemahaman Islam melalui dakwah-dakwah yang
masif.
5. Syiar Islam di Abad ke 16
1. Teori Gujarat
Teori ini beranggapan bahwa agama dan kebudayaan Islam dibawa oleh
para pedagang dari daerah Gujarat, India yang berlayar melewati selat
Malaka. Teori ini menjelaskan bahwa kedatangan Islam ke Nusantara
sekitar abad ke 13, melalui kontak para pedagang dan kerajaan Samudera
Pasai yang menguasai selat Malaka pada saat itu.
Teori ini juga diperkuat dengan penemuan makam Sultan Samudera Pasai,
Malik As-Saleh pada tahun 1297 yang bercorak Gujarat. Teori ini
dikemukakan oleh S. Hurgronje dan J. Pijnapel.
2. Teori Persia
3. Teori China
Teori ini berpendapat, bahwa migrasi masyarakat muslim China dari Kanton
ke Nusantara, khususnya Palembang pada abad ke 9 menjadi awal mula
masuknya budaya Islam ke Nusantara. Hal ini dikuatkan dengan adanya
bukti bahwa Raden Patah (Raja Demak) adalah keturunan China, penulisan
gelar raja-raja Demak dengan istilah China, dan catatan yang menyebutkan
bahwa pedagang China lah yang pertama menduduki pelabuhan-pelabuhan
di Nusantara.
4. Teori Mekkah
Dalam teori ini dijelaskan bahwa Islam di Nusantara dibawa langsung oleh
para musafir dari Arab yang memiliki semangat untuk menyebarkan Islam
ke seluruh dunia pada abad ke 7. Hal ini diperkuat dengan adanya sebuah
perkampungan Arab di Barus, Sumatera Utara yang dikenal dengan nama
Bandar Khalifah.
Selain itu, di Samudera Pasai mahzab yang terkenal adalah mahzab Syafi’i.
Mahzab ini juga terkenal di Arab dan Mesir pada saat itu. Kemudian yang
terakhir adalah digunakannya gelar Al-Malik pada raja-raja Samudera Pasai
seperti budaya Islam di Mesir. Teori inilah yang paling benyak mendapat
dukungan para tokoh seperti, Van Leur, Anthony H. Johns, T.W Arnold,
dan Buya Hamka.
Jalur pernikahan ditempuh oleh para ulama sekitar pada abad ke 11 sampai
ke 13 M. Para Saudagar muslim dari Gujurat, Arab Benggala dan yang
lainnya menikah dengan orang Indonesia. Umumnya saudagar yang
menikah adalah orang-orang kaya dan terpandang, sehingga para pejabat
serta putri-putri raja diperistri dengan syarat harus masuk Islam terlebih
dulu.
Ternyata melalui jalur pernikahan ini mempunyai pengaruh yang begitu
besar dalam persebaran Islam di tanah air tercinta.
1.Bidang Agama
2.Bidang Politk
4. Bidang Pendidikan
5. Bidang Kebudayaan
a. Letak…
Samudera Pasai terletak di pesisir utara Sumatera, lebih tepatnya di
Kota Lhokseumawe, Aceh.
b. Raja yang pernah memerintah….
1. Sultan Malikul Saleh (1267-1297 M)
2. Sultan Muhammad Malikul Zahir (1297-1326 M)
3. Sultan Mahmud Malik Az-Zahir (1326 ± 1345
4. Sultan Malik Az-Zahir (?- 1346)
5. Sultan Ahmad Malik Az-Zahir yang memerintah (ca. 1346-1383)
6. Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir yang memerintah (1383-
1405)
7. Sultanah Nahrasiyah, yang memerintah (1405-1412)
8. Sultan Sallah Ad-Din yang memerintah (ca.1402-?)
9. Sultan yang kesembilan yaitu Abu Zaid Malik Az-Zahir (?-1455)
10.Sultan Mahmud Malik Az-Zahir, memerintah (ca.1455-ca.
1477)
11.Sultan Zain Al-‘Abidin, memerintah (ca.1477-ca.1500)
12.Sultan Abdullah Malik Az-Zahir, yang memerintah (ca.1501-
1513)
13.Sultan Zain Al’Abidin, yang memerintah tahun 1513-1524
c. Sumber sejarah
Dari catatan Ibnu Battutah, dapat dipastikan bahwa Kerajaan
Samudera Pasai berdiri lebih awal dibandingkan dinasti Usmani di
Turki, kira-kira pada tahun 1297. Perkiraan tersebut dikuatkan
dengan catatan Marcopolo, seorang saudagar dari Venesia, Italia,
yang singgah di Samudera Pasai pada 1292. Marcopolo
menerangkan bahwa telah melihat keberadaan kerajaan Islam yang
berkembang pada waktu itu, yakni Samudera Pasai dengan ibukota
Pasai. Selain dua catatan tersebut, sejarah Kerajaan Samudera Pasai
juga dapat dilacak dari Hikayat Raja Pasai. Kerajaan Samudera
Pasai merupakan gabungan dari dua kerajaan, yakni Samudera dan
Pasai. Penggabungan tersebut dilakukan oleh Marah Silu, raja
pertama dengan gelar Sultan Malik Al-Saleh yang memimpin dari
tahun 1285-1297. Setelah Marah Silu wafat, digantikan oleh
putranya bernama Sultan Muhammad yang bergelar Malik Al Tahir
(1297-1326).
d. Perekonomian
Dengan letaknya yang strategis, maka Samudra Pasai berkembang
sebagai kerajaan Maritim, dan bandar transito. Dengan demikian
Samudra Pasai menggantikan peranan Sriwijaya di Selat Malaka.
Kerajaan Samudra Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas
pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan lain-lain.
Samudra Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan
Malik al-Tahir II. Hal ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu
Batulah.
Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting adalah lada,
kapurbarus dan emas. Dan untuk kepentingan perdagangan sudah
dikenal uang sebagai alat tukar yaitu uang emas yang dinamakan
Deureuham (dirham).
e. Keagamaan
Samudera Pasai adalah dua kerajaan kembar yakni Samudera
dan Pasai, kedua-duanya merupakan kerajaan yang berdekatan.
Saat Nazimuddin al-Kamil (laksamana asal Mesir) menetap di
Pasai, kedua kerajaan tersebut dipersatukan dan pemerintahan
diatur menggunakan nilai-nilai Islam. Kerajaan Samudera Pasai
adalah kerajaan pesisir sehingga pengaruhnya hanya berada di
bagian Timur Sumatera.
f. Kemunduran
beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Samudera
Pasai. Menjadi sasaran Kerajaan Majapahit yang berambisi
menyatukan nusantara. Munculnya pusat politik dan perdagangan
baru di Malaka yang letaknya lebih strategis. Lahirnya Kerajaan
Aceh Darussalam, yang kemudian mengambil alih penyebaran
agama Islam.
a. Letak
Kutaraja Bandar Aceh Darussalam (Banda Aceh)
b. Didirikan oleh
Sultan Ali Mughayat Shah atau Raja Ibrahim
3. Kerajaan Demak
a. Pendiri….
Raden Patah, putra Prabu Brawijaya, raja terakhir Kerajaan Majapahit.
b. Perekonomian
Sistem ekonomi kerajaan tersebut bercorak agraris maritim sehingga
masyarakat banyak yang menjadi petani dan nelayan. Demak memiliki
daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan makanan, terutama
beras. Selain itu, Demak juga menjadi kerajaan maritim karena
letaknya di jalur perdagangan antara malaka dan maluku.
c. Keagamaan
Lahirnya Kerajaan Demak didorong oleh latar belakang untuk
mengembangkan dakwah Islam. Sehingga Demak selalu
memperjuangkan daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan
asing. Berkat dukungan Wali Songo, Demak berhasil menjadi kerajaan
Islam pertama di Jawa yang memiliki pengaruh yang cukup luas.
Untuk mendukung dakwah pengembangan agama Islam, dibangun
Masjid Agung Demak sebagai pusatnya.
d. Mencapai kejayaan pada jaman
Masa kejayaan Kerajaan Demak berlangsung saat dipimpin Sultan
Trenggana (1521 - 1546).
e. Kemunduran
Wafatnya Sultan Trenggana membuat tampuk kepemimpinan
Kerajaan Demak diperebutkan. Pangeran Surowiyoto atau Pangeran
Sekar berupaya untuk menduduki kekuasaan mengalahkan Sunan
Prawata, putra Sultan Trenggana. Sunan Prawata lalu membunuh
Surowiyoto dan menduduki kekuasaan.
4. Kerajaaan Banten
c. Kemunduran …
Kegigihan Sultan Ageng Tirtayasa dalam melawan VOC mendorong
Belanda melakukan politik adu domba. Politik adu domba ditujukan
kepada Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya, Sultan Haji, yang kala
itu sedang terlibat konflik. Siasat VOC pun berhasil, hingga Sultan Haji
mau bekerjasama dengan Belanda demi meruntuhkan kekuasaan
ayahnya. Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjara
sehingga harus menyerahkan kekuasaannya kepada putranya.
Penangkapan Sultan Ageng Tirtayasa menjadi tanda berkibarnya
kekuasaan VOC di Banten. Meski Sultan Abu Nashar Abdul Qahar atau
Sultan Haji diangkat menjadi raja, tetapi pengangkatan tersebut disertai
beberapa persyaratan yang tertuang dalam Perjanjian Banten. Sejak saat
itu, Kesultanan Banten tidak lagi memiliki kedaulatan dan penderitaan
rakyat semakin berat. Dengan kondisi demikian, sangat wajar apabila
masa pemerintahan Sultan Haji dan sultan-sultan setelahnya terus
diwarnai banyak kerusuhan, pemberontakan, dan kekacauan di segala
bidang. Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC berlangsung hingga
awal abad ke-19. Untuk mengatasi hal itu, pada 1809 Gubernur Jenderal
Daendels menghapus Kesultanan Banten.
5. Kesultanan Makasar
a. Letak..
di daerah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
6. Kasultanan Mataram
a. Pendiri …
Pendiri Kerajaan Mataram Islam adalah Danang Sutawijaya atau
Panembahan Senopati.
b. Puncak kejayaan pada masa
Pemerintahan Sultan Agung
c. Kemunduran …
Keruntuhan Mataram dimulai setelah Sultan Agung wafat dan takhta
kerajaan jatuh ke tangan Amangkurat I. Amangkurat I memiliki sifat yang
bertolak belakang dengan sang ayah, bahkan disebut sebagai raja yang
bengis. Setelah tragedi demi tragedi terjadi, rakyat mulai takut dan terbentuk
sikap antipati. Akibatnya, rakyat bersatu menyerang kerajaan di bawah
pimpinan Pangeran Trunojoyo dari Madura. Dalam serangan itu,
Amangkurat I wafat dan putra mahkota meminta dukungan VOC untuk
membubarkan pasukan Trunojoyo. Dengan bantuan VOC, putra mahkota
pun berhasil menyingkirkan Trunojoyo. Putra mahkota kemudian naik
takhta dengan gelar Amangkurat II dan memindahkan ibu kota Mataram ke
Kartasura. Pada masa pemerintahan raja-raja berikutnya, Kesultanan
Mataram terus mengalami pergolakan besar. Pergolakan di kerajaan
kemudian resmi diakhiri melalui Perjanjian Giyanti yang ditandatangani
pada 13 Februari 1755. Dalam kesepakatan tersebut, Kesultanan Mataram
dibagi menjadi dua kekuasaan, yaitu Nagari Kasultanan Ngayogyakarta dan
Nagari Kasunanan Surakarta. Kasultanan Ngayogyakarta diserahkan kepada
Hamengku Buwono I, sementara Kasunanan Surakarta dipimpin oleh
Pakubuwono III.
Kerajaan Tidore
Sejak awal didirikan pada 1081 hingga masa pemerintahan raja
keempat, agama dan letak pusat kekuasaan Kerajaan Tidore belum dapat
dipastikan. Barulah pada periode pemerintahan Kolano Balibunga,
sumber sejarah Kerajaan Tidore mulai sedikit menguak lokasinya. Pada
1495, diketahui bahwa kerajaan ini berpusat di Gam Tina dengan Sultan
Ciriliati atau Sultan Djamaluddin sebagai rajanya. Sultan Ciriliati, yang
masuk Islam berkat dakwah seorang ulama dari Arab, diketahui sebagai
raja atau kolano pertama yang memakai gelar sultan. Dengan masuknya
Islam ke Kerajaan Tidore, berbagai aspek kehidupan masyarakat baik di
bidang politik, ekonomi, sosial, dan budayanya pun ikut terpengaruh.
Sepeninggal Sultan Ciriliati, singgasana diwariskan ke Sultan Al
Mansur (1512-1526 M), yang kemudian memindahkan ibu kota kerajaan
ke Tidore Utara, lebih dekat dengan Kerajaan Ternate. Dalam
sejarahnya, Kerajaan Tidore memang mengalami beberapa kali
pemindahan pusat pemerintahan karena berbagai sebab. Letak ibu
kotanya yang terakhir adalah di Limau Timore, yang kemudian berganti
nama menjadi Soa-Sio hingga saat ini.
b. Kemunduran…
Kerajaan Ternate
Kerajaan Ternate mulai mengalami kemunduran setelah Sultan
Baabullah wafat pada 1583 M. Tidak lama kemudian, Spanyol berani
melakukan serangan dan berhasil merebut Benteng Gamulamu pada
1606 M. Kehidupan politik Kerajaan Ternate pun semakin kacau saat
VOC datang dan memenangkan persaingan melawan bangsa barat
lainnya. Sejak saat itu, VOC memegang hak atas monopoli perdagangan
dan mulai mendirikan benteng di Ternate. Menjelang akhir abad ke-17,
Kerajaan Ternate sepenuhnya berada di bawah kendali VOC. Hal inilah
yang disebut-sebut sebagai penyebab runtuhnya Kerajaan Ternate,
meskipun kerajaan ini tidak benar-benar hancur.
Kerajaan Tidore
Setelah Sultan Nuku wafat pada 1805, Belanda kembali mengincar
Tidore karena kekayaannya. Keadaan tersebut didukung dengan kondisi
di Kerajaan Tidore yang terus mengalami konflik internal. Pada
akhirnya, Kerajaan Tidore jatuh ke tangan Belanda dan kemudian
bergabung dengan NKRI ketika Indonesia merdeka.