Anda di halaman 1dari 11

Perusahaan Tambang Datangkan Tenaga Kerja Asing Saat Pandemi, Warga

Bengkulu Resah

Bengkulu (ANTARA) - Perangkat Desa Pondok Bakil, Kabupaten Bengkulu


Utara melaporkan manajemen perusahaan batu bara PT Injatama ke Polda
Bengkulu karena dianggap telah membuat keresahan di tengah masyarakat dengan
mendatangkan tenaga kerja asing (TKA) saat pandemi COVID-19. Kepala Desa
Pondok Bakil Yusmanilu mengatakan, warga khawatir keberadaan TKA akan
memicu penyebaran virus corona jenis baru di desa mereka. Apalagi kedatangan
para TKA itu tidak dilaporkan ke perangkat desa.

"Ada lima orang TKA asal Tiongkok yang dipekerjakan oleh sub kontraktor di
lokasi PIT 5. Tiga orang dari lima TKA itu baru tiba dalam bulan ini. Sementara kami
desa Pondok Bakil wajib memberikan laporan kepada pihak Gugus Tugas terkait
soal keberadaan orang asing di wilayah desa kami," kata Yumanilu, Kamis. Ia
menambahkan, masyarakat semakin khawatir ketika salah satu pekerja di
perusahaan tersebut yang merupakan warga Desa Pondok Bakil dinyatakan reaktif
COVID-19 berdasarkan hasil tes. Sebelumnya, warga desa yang menjadi sopir di
perusahaan itu sempat mengantarkan tiga orang TKA yang baru tiba ke pasar.

Menurutnya, warga melalui perangkat desa telah berupaya menjalin


komunikasi dengan manajemen perusahaan untuk menyampaikan sejumlah keluhan
masyarakat. Namun upaya yang dilakukan gagal karena dihalang-halangi pihak
keamanan yang berjaga di luar kantor. Laporan warga desa yang ditujukan ke
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bengkulu itu juga terkait
penyerapan tenaga kerja lokal yang dinilai belum maksimal. "Kami mohon kepada
kepolisian agar melakukan penertiban kepada kontraktor PT Injatama yang
menggunakan tenaga kerja asing, sehingga terwujudnya kesejahteraan
masyarakat,". Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Bengkulu
Kombes Pol Sudarno menyebut kepolisian akan melakukan pengumpulan informasi
lebih lanjut terkait laporan tersebut. "Nanti kalau laporan sudah sampai tentu akan
ditindak lanjuti, dan dilakukan pengumpulan informasi terlebih dahulu dan kami juga
mengucapkan terima kasih dengan adanya masukan atau aduan dari Kades
sehingga di kemudian hari tidak muncul masalah yang lebih besar,"
REVIEW PERMASALAHAN

Keputusan bisnis strategis yang dibuat oleh organisasi modern, semakin melibatkan
rencana perluasan global, baik dari segi fisik maupun operasional. Terlepas dari
alasan yang mungkin dimiliki suatu organisasi untuk memperluas operasi secara
global, manajemen sumber daya manusia (SDM) sangat penting untuk keberhasilan
organisasi. Tak sedikit pula, suatu organisasi mempekerjakan tenaga kerja asing
dalam usaha global. Seperti pada kasus terkait Global HRM di atas, perusahaan
batu bara PT Injatama dianggap telah membuat keresahan di tengah masyarakat
dengan mendatangkan tenaga kerja asing (TKA) saat pandemi COVID-19.

Padahal di masa pandemi COVID-19 ini tenaga kerja lokal yang ada Bengkulu
maupun di seluruh indonesia banyak sekali tenaga kerja yang membutuhkan
pekerjaan, bahkan tidak sedikit pula tenaga kerja lokal yg mengalami PHK hal ini
dikarenakan banyak pabrik dan perusahaan yang gulung tikar (bangkrut) yang
disebabkan oleh tingginya biaya operasional produksi perusahaan dan rendahnya
tingkat penjualan.

Untuk itu disaat perusahaan batu bara PT Injatama mempekerjakan tenaga kerja
asing (TKA) menuai banyak kontroversi diantaranya yaitu yang pertama PT
Injatama mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA) disaat pandemi hal ini menuai
kontroversi bagi masyarakat Bengkulu karena adanya ketakutan masyarakat
Bengkulu ini atas tenaga kerja asing (TKA) Tiongkok terjangkit virus COVID-19 yang
mana ditakutkan virus ini dapat menyebar ke masyarakat Bengkulu yang tinggal
tidak jauh dari lokasi perusahaan batu bara PT Injatama. Yang kedua, terkait dengan
PT Injatama mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA) disaat pandemi hal ini
menuai pro kontra bagi masyarakat Bengkulu karena dengan adanya tenaga kerja
asing (TKA) Tiongkok yang dipekerjakan oleh perusahaan batu bara PT Injatama
dapat menyebabkan tenaga kerja lokal yang berada di sekitar lokasi perusahaan
batu bara PT Injatama tersebut banyak yang akan di PHK hal ini dikarenakan telah
digantikan oleh tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok dan menutup kesempatan
bagi tenaga kerja lokal untuk bekerja di perusahaan batu bara PT Injatama apalagi
keadaan pandemi dari COVID-19 ini sangat susah sekali bagi para pekerja untuk
mendapatkan pekerjaan. Dengan adanya alasan inilah yang dapat dikatakan bahwa
tenaga kerja lokal sangat khawatir jika posisinya tergeser oleh tenaga kerja asing.
Dalam menanggapi keluh kesah yang dirasakan oleh masyarakat Bengkulu tersebut,
Saat ini Indonesia telah menjadi salah satu pemegang perekonomian terbesar dan
pangsa pasar dengan potensi terbesar di dunia.

Untuk itu Indonesia telah bertransformasi menjadi destinasi yang menawarkan


semakin banyak opsi pilihan yang menarik bagi penduduk lokal untuk bekerja di kota
lain dan bagi orang asing untuk bekerja di negara lain. Sebagai perusahaan yang
melakukan ekspansi dan membutuhkan banyak talenta dan tenaga kerja,
perusahaan memiliki dua opsi jika menyangkut kegiatan operasional di Indonesia
diantaranya yaitu : Mempekerjakan orang asing dengan keahlian khusus dan
Merekrut penduduk lokal untuk memenuhi permintaan. Menanggapi hal ini
Pemerintah menilai keberadaan tenaga kerja asing (TKA) di indonesia masih
dibutuhkan dalam rangka untuk meningkatkan tingkat investasi. Meski begitu,
tenaga kerja lokal tidak perlu khawatir tentang posisi yang akan digeser oleh tenaga
kerja asing (TKA) hal tersebut dikarenakan kebutuhan TKA telah diatur secara rinci
dalam Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga
Kerja Asing, di mana perusahaan tetap memperhatikan dan mengutamakan tenaga
kerja dalam negeri.

Pemerintah menilai terdapat tiga isu tenaga kerja di Indonesia, yaitu terkait dengan
kualitas, kuantitas, dan persebaran. Kalau tentang kualitas, pemerintah menilai
tenaga kerja dalam negeri ada, akan tetapi hanya sebatas role model. Role model
yang dimaksud adalah bibit-bibit tenaga kerja yang telah membuktikan perihal
kemampuannya dengan unggul di bidang tertentu dalam skala nasional, bahkan
internasional. Contoh role model yang dimaksud adalah pemenang olimpiade fisika,
matematika, robotik, dan kalangan berprestasi lainnya. Orang seperti itu dianggap
sangat mampu untuk dapat bersaing dengan tenaga kerja asing (TKA). Namun,
jumlahnya masih sedikit dan belum bisa memenuhi kebutuhan tenaga kerja ketika
investor ingin berinvestasi di Indonesia. "Misalnya investasi datang di daerah, contoh
Kabupaten Bengkulu, butuh 500 teknisi las bersertifikat internasional, kira-kira dapat
tidak tenaga kerja yang sesuai kualifikasi yang ditentukan ? Mungkin dapat, tapi dari
500 mungkin hanya sedikit yang benar - benar mempunyai keahlian dalam bidang
yang ditentukan sesuai kualifikasi tenaga kerja tersebut. Untuk itu perusahaan
terkadang memerlukan tenaga kerja asing (TKA) sesuai kualifikasi tersebut untuk
menunjang kemajuan dari suatu perusahaan atau organisasi tersebut.

Pemerintah memandang dari tiga isu tenaga kerja, Indonesia masih kurang dalam
segi kuantitas dan persebaran. Dalam hal ini pemerintah harus terus meningkatkan
kompetensi tenaga kerja dalam negeri melalui berbagai program, namun untuk saat
ini tenaga kerja asing (TKA) tetap dibutuhkan untuk memperlancar laju investasi
yang jadi prioritas pemerintah. yang mana pemerintah juga harus tetap memastikan
dari setiap kegiatan investasi yang berjalan di Indonesia, tetap lebih banyak jumlah
tenaga kerja dalam negeri ketimbang tenaga kerja asing (TKA).

Sebenarnya terdapat kelebihan dan kelemahan apabila suatu perusahaan


mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia, Adapun kelebihan nya
antara lain yaitu : yang pertama masuknya ilmu dan teknologi baru di sebuah bidang
pekerjaan, dengan adanya tenaga kerja asing, maka dapat mendapatkan ilmu baru
di sebuah bidang pekerjaan. Ilmu baru ini bisa dapatkan dari tenaga kerja asing
yang mungkin biasa dilakukan di negara asalnya. Dengan adanya ilmu baru ini maka
menambah inovasi di Indonesia. Tidak hanya ilmu baru saja, namun juga teknologi
baru. Tenaga kerja asing membawa teknologi yang digunakan dari negara asalnya
untuk diterapkan di Indonesia. Hal ini akan sangat menguntungkan apabila tenaga
kerja asing berasal dari negara maju di bidangnya.

Yang kedua yaitu Dapat mengembangan suatu bidang menjadi lebih cepat.
Pengembangan suatu bidang pekerjaan sangat didukung oleh sumber daya
manusia yang berkualitas dan ahli. Penggunaan tenaga kerja asing yang sudah
berpengalaman di suatu bidang akan dapat menjadi sarana pengembangan yang
baik di suatu bidang pekerjaan. Dan pengalaman yang baik ini bisa ditularkan untuk
orang- orang lokal Indonesia.

Yang ketiga yaitu dapat mendorong kemajuan dalam bidang teknologi, teknologi
akan mudah dilakukan apabila ada tenaga yang ahli di bidangnya. Teknologi dari
negara maju akan mudah dilakukan apabila didukung oleh seseorang yang
berpengalaman, apalagi dari negara asal teknologi tersebut. yang keempat yaitu
adanya peningkatan dalam bidang investasi di Indonesia. Dengan adanya tenaga
kerja asing yang datang di Indonesia maka diperkirakan akan adanya peningkatan
investasi di Indonesia. Hal ini juga didapatkan dari hasil perekrutan tenaga kerja
asing tersebut. yang kelima yaitu dapat memicu produktivitas tenaga kerja lokal
adanya persaingan tenaga kerja asing dan lokal pastinya akan memicu semangat
tenaga kerja lokal untuk terus memacu dirinya agar dapat tetap mempertahankan
posisinya dalam perusahaan tersebut agar tidak tergeser oleh tenaga kerja asing
(TKA).

Selain dampak positif ada juga dampak negatif dari adanya tenaga kerja asing (TKA)
yang mana terkadang menuai banyak kontroversi di kalangan masyarakat.
diantaranya yaitu yang pertama semakin mempersempitnya kesempatan kerja bagi
tenaga kerja lokal. Hal ini dikarenakan masuknya tenaga kerja asing yang paling
terasa adalah semakin menyempitnya lapangan pekerjaan di dalam negeri. Hal ini
karena jumlah tenaga kerja akan bertambah banyak. Jika tidak diimbangi dengan
peningkatan usaha di dalam negeri maka lapangan pekerjaan akan terasa semakin
sempit.

Yang kedua yaitu menjadi sebuah ancaman bagi tenaga kerja lokal yang tidak
memiliki keterampilan lebih hal ini karena kedatangan tenaga kerja asing ke
Indonesia menjadi ancaman tersendiri bagi tenaga kerja lokal, terlebih yang tidak
mempunyai keterampilan sama sekali. Jika tidak diasah, maka tenaga kerja lokal
tidak akan bisa bersaing dengan tenaga kerja asing.

Yang ketiga yaitu menimbulkan peluang pengangguran. Hadirnya tenaga kerja asing
apabila tidak diimbangi dengan penambahan lapangan pekerjaan maka hanya akan
menimbulkan banyak pengangguran. Sebagai satu solusi maka penambahan
lapangan pekerjaan harus pula dilakukan.

Analisis Solusi :

Apabila hendak memperbandingkan kesiapan pekerja Indonesia untuk berkopetensi


dengan pekerja asing yang mencari kerja di Indonesia, maka beberapa hal yang
harus diperhatikan adalah:

1. Tingkat Pendidikan
Secara umum pekerja yang berasal dari negara lain, terutama yang berasal
dari negara yang lebih maju sosial ekonominya dari pada Indonesia, memiliki
tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari pada rata-rata pekerja Indonesia.
Sementara pekerja asing yang bekerja di Indonesia, rata-rata memiliki tingkat
pendidikan yang lebih tinggi dari pada pekerja Indonesia. Rendahnya tingkat
pendidikan pekerja Indonesia ini sering kali membuat mereka dianggap tidak
memenuhi kualifikasi untuk menduduki suatu posisi tertentu, terlebih bila
kompetitor mereka adalah pekerja asing. Akibatnya, pekerja lokal tersebut
dalam berkompetisi menjadi tersisihkan oleh tenaga kerja asing (TKA)
tersebut.

2. Tingkat Keterampilan

Secara umum keterampilan tenaga kerja Indonesia juga lebih rendah dari
pada keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja asing (TKA). Sebagian
besar pencari kerja di Indonesia adalah orang-orang yang memiliki tingkat
keterampilan rendah; sehingga mereka juga hanya dapat ditempatkan di
formasi kerja yang membutuhkan keterampilan rendah tersebut. Dengan
modal dasar yang berbeda ini, maka persaingan antara pekerja lokal
Indonesia dan pekerja asing menjadi tidak berimbang.

3. Pembatasan Kesempatan Kerja


Pada umumnya tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Indonesia adalah
orang-orang yang telah secara khusus dipekerjakan oleh sebuah perusahaan
yang telah mengenal mereka. Sebagian besar dari perusahaan
yang menggunakan tenaga kerja asing (TKA) adalah Multinational
Corporation. Biasanya mereka telah memiliki jaringan (network)
tentang pekerja yang cocok untuk dipekerjakan di lingkungan mereka.
Sebagian besar dari mereka juga menggunakan sistem rekruitasi yang
bersifat tertutup sehingga tidak banyak tenaga kerja lokal (Indonesia)
yang memiliki kesempatan untuk ikut serta berkompetisi dalam proses
rekruitasi. Mekanisme penempatan pekerja ini juga dapat memunculkan
unfair competition bagi para pencari kerja. Lebih jauh, praktek inipun bisa
menimbulkan hambatan terhadap akses pasar bagi pekerja lokal maupun
pekerja asing lainnya (yang tidak direkrut oleh perusahaan tersebut). Dalam
situasi yang seperti ini Indonesia maupun (jika ada) negara lainnya yang
mengalami kerugian dari sistem rekruitasi yang seperti itu, dapat menggugat
negara tempat perusahaan itu berasal. Gugatan kepada negara itu meminta
agar negara tersebut menegur atau menindak pelaku usaha yang berasal
dari wilayahnya, yang melakukan rekruitasi dengan cara yang menghambat
akses pasar para pemasok jasa dari negara-negara anggota World Trade
Organization (WTO).
4. Image bahwa Expatriate lebih berkualitas dari pada Pekerja Lokal
Di Indonesia saat ini juga terdapat kecenderungan yang merugikan bagi
tenaga kerja Indonesia (TKI), yaitu terbentuknya image bahwa expatriafe
memiliki kualitas yang lebih baik dari pada pekerja lokal. Apabila kita
melakukan penilaian secara general, seperti yang kita lakukan di atas,
memang dapat disimpulkan bahwa kualitas pendidikan dan keterampilan dari
expatriate adalah lebih baik dari pada tenaga kerja Indonesia (TKI). Namun,
apabila kita meninjau kasus demi kasus, bukan tidak mungkin ada seorang
atau beberapa orang tenaga kerja Indonesia (TKI) yang memiliki kualitas
yang tidak lebih buruk atau bahkan lebih baik dari pada expatriate yang
berkompetisi dengannya. Namun, dengan adanya pandangan awal yang
memberikan penghargaan lebih baik kepada expatriate, calon pemberi kerja
tentulah tidak dapat lagi objektif dalam memberikan penilaian kepada tenaga
kerja Indonesia (TKI) dan expatriate. Dalam situasi seperti ini, posisi tenaga
kerja Indonesia (TKI) yang dirugikan. Di negara mereka sendiri, ternyata
banyak kasus Tenaga kerja Indonesia (TKI) tidak terpilih untuk bekerja untuk
bekerja bukan karena mereka tidak berkualitas, melainkan karena adanya
judgement yang sejak awal menganggap bahwa mereka kalah atau lebih
buruk dari pada expatriate. Dengan demikian, situasi ini juga merugikan bagi
tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk memasuki akses pasar kerja di Indonesia
sendiri.
5. Perbedaan Penghargaan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan
Expatriate
Sudah bukan rahasia lagi bahwa sebagian besar perusahaan yang
mempekerjakan expatriate di Indonesia mempraktekkan discriminative
treatment dalam sistem pengupahan bagi tenaga kerja Indonesia (TKI)
dengan tenaga kerja asing (TKA) yang dipekerjakannya. Pada umumnya,
tenaga kerja indonesia (TKI) mendapatkan upah yang lebih rendah dari pada
tenaga kerja asing (TKA), walaupun mereka ditempatkan pada pekerjaan
yang sama dan jabatan yang sama. Praktek diskriminasi tersebut sebenarnya
dilarang oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan praktek ini juga
dilarang oleh prinsip nondiscrimination dalam General Agreement on Trade
of Services (GATS). Dengan demikian, cepat atau lambat praktek ini harus
segera dihapuskan.
Walau demikian, murahnya upah tenaga kerja Indonesia (TKI) ini ternyata
meningkatkan daya tarik bagi pemberi kerja untuk mempekerjakan tenaga
kerja Indonesia (TKI) (tentu saja yang memenuhi kualifikasi pekerja yang
dibutuhkan). Sebagai bangsa yang bermartabat, tentulah kita patut merasa
sedih dan malu apabila kemampuan berkompetensi dari tenaga kerja
Indonesia (TKI) dapat terjadi bukan karena pengakuan terhadap kualitas
mereka, melainkan semata-mata karena upah mereka yang murah.

6. Kelangkaan Pekerja dengan Kualitas yang Sesuai dengan Kebutuhan


Formasi
Pada beberapa sektor pekerjaan yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi
atau yang membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keahlian yang sangat
khusus, ternyata tidak mudah bagi pemberi kerja untuk Indonesia (TKI) yang
memenuhi kualifikasi tersebut. Hal ini merupakan salah satu faktor yang
mendorong penggunaan tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia.
Dari kajian di atas jelaslah terlihat bahwa pada dasarnya tenaga kerja
Indonesia (TKI) masih belum siap untuk berkompetensi dalam perdagangan
bebas. Tanpa adanya upaya-upaya yang nyata dari pemerintah Indonesia
dan berbagai pihak terkait dalam meningkatkan tingkat kompetensi tenaga
kerja Indonesia (TKI), maka pada saat kran perdagangan jasa sepenuhnya
dibuka di Indonesia, terlibaslah tenaga kerja Indonesia (TKI) dalam berebut
kesempatan kerja dengan tenaga kerja asing (TKA). Dengan demikian,
dampak dari ketidaksiapan tenaga kerja Indonesia (TKI)
dalam memasuki perdagangan jasa yang bebas ini akan berdampak luas,
misalnya dengan meningkatnya pengangguran di Indonesia, makin
melemahnya daya beli masyarakat, dan bahkan bisa menimbulkan krisis
sosial, ekonomi dan politik yang lebih buruk.

Sejauh ini Indonesia masih memerlukan investor asing, yang mana hal ini didorong
dengan adanya pengaruh globalisasi dimana Indonesia yang merupakan sebagai
negara anggota WTO harus membuka kesempatan masuknya tenaga kerja asing.
Untuk mengantisipasi hal tersebut diharapkan ada kelengkapan peraturan yang
mengatur persyaratan tenaga kerja asing, serta pengamanan penggunaan tenaga
kerja asing. Untuk itu terdapat beberapa solusi yang dapat digunakan agar tenaga
kerja lokal tidak merasa khawatir akan tergeser dengan tenaga kerja asing (TKA)
dalam suatu perusahaan. adapun solusinya antara lain yaitu :

1. Membuat suatu peraturan dengan tujuan untuk mengatur penggunaan tenaga


kerja asing secara selektif dengan tetap memprioritaskan tenaga kerja
indonesia. yang mana dalam mempekerjakan tenaga kerja asing, dapat
dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang sangat ketat, terutama
dengan mewajibkan bagi perusahaan atau organisasi yang mempergunakan
tenaga kerja asing bekerja di Indonesia dengan membuat rencana
penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara
Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
2. Pemerintah dapat mengajak perusahaan-perusahaan di Indonesia agar
menyalurkan dana program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk
membantu pengembangan sumber daya manusia (SDM) melalui
penyelenggaraan pelatihan kerja. Hal ini agar perusahaan dapat mendorong
dan berkontribusi dalam CSR untuk mengembangkan SDM. Karena, strategi
pembangunan saat ini telah bergeser dari potensi sumber daya alam menjadi
pengembangan SDM yang kompeten. Pemberian CSR itu, menurut Hanif,
merupakan salah satu bentuk dan wujud partisipasi dan kepedulian sosial
perusahaan dalam rangka pembangunan kesejahteraan bagi masyarakat
yang berada di sekitar lingkungan perusahaan. program CSR bukan hanya
sekedar kegiatan amal dari perusahaan kepada masyarakat. Program CSR
mengharuskan suatu perusahaan membuat strategi untuk keberlanjutan
bisnis, namun tetap memperhatikan dampak terhadap lingkungan hidup dan
masyarakat sekitar.

Selama ini program CSR kerap berbentuk bantuan fasilitas kesehatan,


lingkungan dan sarana transportasi. Akan tetapi akan lebih tepat apabila
perusahaan fokus memberikan pelatihan untuk mengembangkan sumber
daya manusia. “CSR pada dasarnya bukan semata amal baik perusahaan
kepada masyarakat, namun harus memberikan nilai yang lebih. Untuk
mendorong agar dapat membantu pelatihan kerja karena sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan skill, sehingga akses mendapatkan pekerjaan yang lebih
layak pun terbuka.

Dalam pengembangan SDM, program CSR harus mampu melibatkan warga


lokal atau sekitar perusahaan. Sehingga, manfaat CSR turut mengembangan
kompetensi SDM warga di sekitar perusahaan dan membantu warga lokal
agar bisa meningkatkan akses peningkatan keterampilan kerja melalui
peningkatan sarana dan prasarana yang didasarkan potensi lokal.

Lewat pelatihan kerja dan pelatihan vokasional, Hal itu, akan berdampak
terhadap pengurangan kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran. "Salah
satu penyebab kemiskinan adalah kompensasi terhadap tenaga kerja yang
tidak punya skill karena pendidikannya rendah. Untuk itu, dibutuhkan
pelatihan kerja dan program pemagangan.pemberian CSR juga dapat lebih
difokuskan untuk mendukung pengembangan wirausaha bagi masyarakat di
sekitar kawasan industri. Program CSR bagi wirausaha ini tentunya dapat
mendukung program-program terkait peningkatan kualitas dan kuantitas
kewirausahaan di Indonesia yang selama ini telah dilakukan pemerintah, Hal
ini untuk mengembangkan wirausaha untuk lebih produktif melihat potensi
lokal dan pengembangan produktivitas komunitas lokal. Sehingga, terwujud
kemandirian komunitas masyarakat dengan adanya CSR.

Dengan adanya hal ini, Kementerian Ketenagakerjaan juga harus terus


mendorong kegiatan peningkatan kompetensi dalam SDM Indonesia dengan
berbagai kebijakan seperti peningkatan akses dan mutu pelatihan kerja serta
pemagangan nasional. "Untuk mendorong peningkatan kompetensi, kita juga
dorong dengan skema pemagangan yang berbasis kompetensi.

Anda mungkin juga menyukai