Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

Karakteristik Tunanetra
Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Konseling Kebutuhan
Khusus

Disusun Oleh:
Kelompok 4/ BKI 5 D

1. Fitria Febriani 191520156


2. Shiva Fdillatun Nisa 191520159
3. Fadlah Qoyimah 191520130

Dosen Pengampu:
Dr. Yahfinil firda, M Psi

FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya lah, Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada
waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok
“Konseling Multibudaya” dengan judul “Perkembangan perilaku Emosi dan Budaya”. Pada
makalah ini kami banyak mengambil dari berbagai sumber dan referensi. Dengan membuat
tugas ini kami mengharapkan paham tentang Perkembangan Perilaku Kognisi dan Budaya.

Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran,
penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya, untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran, guna penulisan makalah yang selanjutnya lebih baik lagi. Kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini sehingga dapat diselesaikan dengan tepat pada waktunya.

Harapan kami, semoga makalah yang dibuat secara sederhana ini dapat memberi
manfaat tersendiri untuk pembuat dan pembacanya.

Cilegon, 9 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 2
A. ................................................................................................................................. 2
B. ................................................................................................................................. 5
C. ................................................................................................................................. 4
D. ................................................................................................................................. 6
BAB III PENUTUP............................................................................................................. 9
A. Kesimpulan.............................................................................................................. 9
B. Kritik dan Saran....................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
1. Pengertian dan karakteristik tunanetra?
2. Penyebab dan cara penganangan penyandang tunanetra?
3. Peran lingkungan terhadap tunanetra?
4. Studi kasus kepribadian tunanetra?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Karakteristik Tunanetra


B. Penyebab dan cara penanganan
C. Peran lingkungan
masyarakat memiliki pandangan yang positif dan negatif terhadap penyandang
tunanetra. Pandangan negatif menyatakan bahwa penyandang tunanetra memiliki sikap tidak
berdaya, memiliki ketergantungan, memiliki kemampuan yang rendah dalam orientasi waktu,
tidak pernah merasakan kebahagiaan, resisten terhadap perubahan, cendrung kaku dan
menarik diri dan lain sebagainya. Sedangkan pandangan positif menyatakan bahwa
penyandang tunanetra memiliki kepekaan terhadap suara, perabaan, daya ingat dan lain
sebagainya. Disisi lain, penyandang tunanetra pun memiliki pandangan terhadap orang pada
umumnya (Somantri, 2006). Pandangannya adalah bahwa orang normal tidak tahu banyak
tentang “orang buta” dan kemudian akan terheran-heran ketika penyandang tunanetra
menunjukkan kemampuannya dalam beberpa hal. Selain itu, penyandang tunanetra juga
merasa bahwa orang normal cenderung kasihan kepada dirinya. Pandangan penyandang
tunanetra sendiri terhadap kebutaannya (Bauman dalam Somantri, 2006) adalah keberhasilan
dalam Universitas Sumatera Utara penyesuaian sosial dan ekonomi mereka berkaitan erat
dengan sikap-sikap diri dan keluarganya terhadap penerimaan secara emosional yang realistik
terhadap kebutaannya serta pemilikan kemampuan intelektual dan stabilitas psikologis dan
lain sebagainya. Somantri (2006) mengatakan bahwa banyak ditemukan sikap-sikap dan
bentuk-bentuk gangguan kepribadian pada anak tunanetra ini disebabkan oleh pengaruh-
pengaruh sosial dari lingkungannya, terutama keluarga. Hal ini disebabkan karena keluarga

1
adalah lingkungan pertama yang merasakan dampaknya terhadap keberadaan anak tunanetra.
Bagaimana reaksi keluarga atau orangtua terhadap keberadaan anak tunanetra akan sangat
berpengaruh terhadap keseluruhan perkembangan pribadi-pribadi anak di kemudian hari.
Orang tua, keluarga, maupun lingkungan sekitar memiliki peranan penting dalam
memahami maupun memberi dukungan bagi penyandang tuna netra agar memiliki rasa
kepercayaan dalam diri. Penyandang tuna netra mendapat tekanan dari orang di sekitarnya,
teman maupun masyarakat seperti ejekan mengenai kondisi fisik. Hellen Kehler (dalam
Tarsidi, 2012) mengemukakan bahwa hambatan utama yang dialami oleh individu terhadap
ketunanetraan adalah sikap masyarakat terhadap ketunanetraan bukan dari diri individu
tersebut. Penyandang tunanetra cenderung dikucilkan oleh masyarakat, hal tersebut
sebenarnya kurang baik karena menyebabkan penyandang tuna netra semakin tidak mandiri.
Tarsidi (2012) menjelaskan seorang individu dapat dikatakan memiliki keberhasilan dalam
penyesuaian diri secara psikologis terhadap keadaan ketunanetraan apabila memiliki
keyakinan atau kepercayaan diri baik secara emosional, serta dapat mandiri dan
berswasembada, memiliki keinginan untuk belajar menguasai keterampilan yang khusus,
secara intelektual dan emosional dapat menghadapi sikap negatif masyarakat terhadap kondisi
diri.
Tekanan dari masyarakat menimbulkan faktor psikis penyandang tuna netra. Faktor
tersebut membuat penyandang tuna netra menjadi kurang berproduktif. Penyadang tuna netra
yang mendapat suatu hambatan dalam dirinya membuat individu tersebut menjadi mudah
putus asa, mudah menyendiri, mudah curiga, serta mudah tersinggung oleh sikap maupun
perkataan orang lain, membuat penyandang tuna netra memiliki rasa percaya diri yang Faktor
yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang tuna netra yakni internal dan lingkungan
sosial, hal ini konsep diri dan dukungan sosial. Kondisi keluarga sebagai lingkungan yang
pertama dan penting berperan kepada setiap orang sehingga keluarga dapat mempengaruhi
pembentukan rasa kepercayaan diri seseorang tuna netra (Widati & Saksono, 2008). Lakey &
Cohen (2000) menunjukkan hasil bahwa orangorang yang mendapat dukungan sosial yang
tinggi mengalami hal- hal positif dalam kehidupannya, memiliki harga diri yang tinggi dan
mempunyai pandangan yang lebih optimis terhadap kehidupannya daripada orang- orang
yang rendah dukungan sosialnya.
D. Studi kasus kepribadian tunanetra
Kepribadian itu ditampilkan melalui perilaku, baik perilaku fisik, perilaku verbal,
maupun gabungan keduanya. Dari perspektif komunikasi, perilaku fisik itu disebut bahasa
tubuh, sedangkan perilaku verbal disebut bahasa lisan.
Kondisi di atas mengartikan bahwa bagi individu tunanetra, pera dalam pengembangan
kepribadian sebagaimana dikemukakan dalam teori social learning tidak dapat dilakukan
secara normal - terutama di dalam lingkungan kebudayaan Indonesia Individu tunanetra perlu

2
bantuan khusus agar mendapatkan persepsi tentang aspek-aspek terpenting dari perilaku
seseorang yang patut diperhatikan dan dikenalinya, dan kemudian perlu ada metode khusus
untuk memungkinkannya meniru perilaku tersebut. Artinya, perolehan perilaku fisik oleh
individu tunanetra itu harus lebih banyak dilakukan dalam melakukan pengajaran.
Pengembangan kepribadian menurut prinsip social learning berlangsung dalam interaksi
sosial, di mana individu-individu saling mencontoh dan saling memberikan reward atau
punishment terhadap perilaku masing-masing. Sejauh mana individu mengadopsi perilaku
individu lain menjadi bagian dari kepribadiannya tergantung pada judgment individu yang
bersangkutan, yang dipengaruhi oleh faktor kognitifnya. Bagi individu tunanetra, perilaku
fisik dapat diajarkan secara verbal yang dikombinasikan dengan bimbingan secara fisik
(taktual) untuk melakukan berbagai perilaku dan ambil bagian dalam prosedur modeling
secara bertahap. Perilaku yang merefleksikan kepribadian itu dipelajari secara bertahap dalam
proses kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pengajaran perilaku kepada anak tunanetra
sebaiknya dimulai sedini mungkin oleh orang tuanya dan orang-orang dewasa yang paling
dilibatkan dalam kehidupannya. Agar pengajaran itu lebih terarah dan lebih efektif,
bimbingan khusus kepada orang tua perlu dilakukan mengenai bagaimana mereka dapat
berfungsi sebagai model bagi anaknya yang tunanetra. Pengajaran perilaku sosial secara
langsung sebaiknya juga menjadi bagian dari kurikulum pendidikan luar biasa - mungkin
sebaiknya diintegrasikan ke dalam mata pelajaran orientasi dan mobilitas.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

3
DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Sujihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT. Refika Aditama.

Helen Keller Indonesia. http://hkiyogya.blogspot.com/

Nelson-jones, Richard. (1995). Counselling and Personality: Theory and Practice. Australia: Allen
and Unwin Pty Ltd.

Mason, H. & Mccall S. (Eds.). (1999). Visual Impairment - Access to Education for Children and
Young People. London: David Fulton Publishers, Ltd.

Anda mungkin juga menyukai