Anda di halaman 1dari 7

PERKEMBANGAN PASAR ASIA DIBANDINGKAN PASAR EROPA

(REKAYASA MANAJEMEN EKONOMI ELEKTRO)

Kelompok :
1. Aprilia Eka Sutantri (118130032)
2. Abdullah Sidiq (118130058)
3. Dede Ariyanto (118130017)
4. Dwi Wahyu Prastyo (118130047)
5. Den Aji Rahmat Awali (118130133)
6. Nurfaisal Asrafi (118130136)

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


JURUSAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2022
A. PASAR UNI EROPA

Secara umum Perdagangan bebas dapat diartikan suatukebijakan pemerintah yg tidak


mendiskriminasikan terhadap ekspor serta impor. Sebagian besar negara menganut perdagangan
bebas termasuk anggota anggota WTO. Tetapi sebagian dari negara negara WTO masih
memberlakukan kebijakan proteksionis yang mendukung para pembuat lokal untuk melindungi
tenaga kerjanya. Beberapa manfaat yang bisa diambil dari perdagangan bebas yaitu adanya
kerjasama yang baik antara negara negara penganut kerjasama perdagangan bebas, selain itu jua
dapat memperoleh barang barang yang tidak bisa diproduksi oleh negara yg tidak mempunyai
keunggulan pada memproduksi suatu barang serta jasa.
Pasar Uni Eropa sedang mengalami kelesuan yang luar biasa dengan adanya krisis yang cukup
berkepanjangan (IMF 2014). Uni Eropa juga merupakan negara yang sering menciptakan
kebijakan non tarif yang cenderung memberikan hambatan perdagangan (UNCTAD 2012).
Kenyataan ini membutuhkan suatu kontemplasi tersendiri dalam kebijakan pengembangan
ekspor Indonesia di Uni Eropa. Kebijakan kombinasi harga (price), produk (product), promotion,
dan tempat (place) yang tepat diharapkan akan mendorong kinerja ekspor Indonesia di suatu
negara. Indonesia mengikuti suatu pameran besar dunia yang dilaksanakan di Uni Eropa sebagai
sarana promosi yang meningkatkan penetrasi pasar Uni Eropa yang dilaksanakan di Milan atau
dikenal dengan Milano Expo. Indonesia juga beberapa kali mulai disorot oleh Uni Eropa untuk
tidak lagi mendapatkan fasilitas preferensi Generalised Scheme of Preference (GSP). Beberapa
negara pesaing Indonesia telah berusaha mendapatkan preferensi yang terikat dalam Free Trade
Agreement seperti Thailand (Europa 2015). Pelepasan GSP akan berdampak sangat besar bagi
Indonesia terutama terhadap daya saing produk Indonesia di Uni Eropa Uni Eropa berperan
penting dalam peningkatan partisipasi negara berkembang dalam Global Value Chain atau GVC
(WIOD 2015). Pengembangan jejaring produksi global dan pengembangan teknologi akan
berdampak positif terhadap daya saing Indonesia. Keterikatan Indonesia dan Uni Eropa dalam
segi produksi dan pasar sangat erat. Kajian ini berusaha melihat secara detil potensi, kinerja,
serta strategi pengembangan ekspor di Pasar Uni Eropa terutama dalam hal diplomasi
perdagangan internasional.
1. PERKEMBANGAN PERDAGANGAN UNI EROPA
Makro ekonomi Uni Eropa
Pemulihan Uni Eropa dari krisis dimulai pada kuartal kedua tahun 2013. Meskipun tingkat
pertumbuhan dunia yang rendah pada tahun 2014, sebagian besar anggota Uni Eropa dapat
keluar dari resesi kecuali Kroasia, Siprus, Finlandia, dan Italia (TPRM European Union 2014).
Di antara negara-negara anggota EU, pertumbuhan Irlandia adalah yang terkuat. Tingkat
pertumbuhan Irlandia year-onyear pada kuartal dua tahun 2014 adalah sebesar 7,3%. Namun
pertumbuhan ekonomi Uni Eropa berjalan dengan arah yang berbeda antara lain pertumbuhan di
Inggris telah relatif kuat dan dipercepat sejak kuartal dua 2014. Sebaliknya Jerman yang
mengalami penguatan ekonomi pada kuartal dua 2014 kembali melambat secara signifikan.
Sementara itu Perancis telah mengalami stagnasi dalam kurun waktu yang cukup lama. Spanyol
merupakan negara yang berhasil keluar dari resesi pada tahun 2014. Sebaliknya Italia mengalami
penyusutan Produk Domestik Bruto (PDB) terus menerus. Negara anggota di Uni Eropa tengah
dan timur terus tumbuh selama periode review, Misalnya Polandia menjadi satusatunya negara
yang menunjukkan pertumbuhan positif selama krisis dan sesudahnya.

Gambar 1. Grafik Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Uni Eropa


Pertumbuhan dan perkembangan investasi masih lemah di Uni Eropa (TPRM EU 2014).
Dalam kuartal ketiga 2014, pembentukan modal tetap bruto terus mengalami penurunan yang
signifikan di kawasan euro. Perlambatan pertumbuhan investasi dalam peralatan dan konstruksi
merupakan kontributor utama untuk perlambatan investasi di Uni Eropa. Menanggapi kelemahan
investasi, Uni Eropa meluncurkan Investment Plan atau Rencana Investasi yang diharapkan
dapat memobilisasi setidaknya € 315 milyar selama tiga tahun ke depan. Rencana Investasi ini
bertujuan untuk menggerakkan dan mendukung ekonomi riil dan UMKM. Rencana Investasi ini
dimaksudkan untuk mendukung "investasi strategis" di bidang infrastruktur, termasuk broadband
dan jaringan energi, infrastruktur untuk transportasi, energi terbarukan, dan penelitian serta
inovasi.
Perdagangan internasional tetap menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di Uni Eropa untuk
periode 2010 hingga 2013. Ekspor agregat seluruh negara anggota Uni Eropa menunjukkan
bahwa ekspor secara riil telah sepenuhnya pulih dari krisis keuangan global dan terus tumbuh
sejak 2010. Ekspor ke negara selain anggota (ekstra-UE) meningkat 25,5 persen sejak 2010.
Namun impor dari ekstra-UE mengalami penurunan yang mengindikasikan permintaan domestik
melemah dan adanya penurunan investasi.

2. Kelebihan dan Kelemahan Pasar UNI-EROPA


a. Kelebihan Pasar UNI-EROPA
Manfaat terbesar yang didapat anggota dengan dibentuknya pasar Uni Eropa adalah
menghilangkan hambatan keluar masuk barang dari negara anggota sehingga
meningkatkan perekonomian diantara anggotanya.
b. Kelemahan Pasar UNI-EROPA
Sedangkan kelemahan Pasar Uni Eropa ada pada ketidak seimbangan fiskal; daya saing,
kemajuan sosial dan ekonomi yang tidak merata antar negara anggota; sistem keuangan
yang rentan; serta hambatan dalam pergerakan sumber daya.

B. PASAR ASIA

2. Kelebihan dan Kelemahan Pasar Asia.


a. Kelebihan dari Pasar Asia
Prospek ekonomi di daerah Asia Pasifik tetap kuat, dan tempat ini terus menjadi
kawasan yang paling bergerak maju pada ekonomi dunia. Prospek jangka pendek sudah
membaik semenjak edisi terakhir Regional Economic Outlook Update: Asia and Pacific pada
bulan Oktober 2017 menggunakan risiko-risiko yg seimbang buat saat ini. namun, dalam jangka
menengah, risiko penurunan mendominasi, termasuk yang ada berasal kondisi keuangan global
yang mengetat, pergeseran ke arah kebijakan proteksionis, dan peningkatan ketegangan
geopolitik. Mengingat aneka macam ketidakpastian tersebut, kebijakan ekonomi makro perlu
konservatif serta ditujukan buat menciptakan bantalan serta meningkatkan ketahanan. Para
penghasil kebijakan juga perlu terus mendorong reformasi struktural buat mengatasi tantangan
jangka menengah dan jangka panjang, seperti penuaan populasi dan penurunan produktivitas,
dan buat memastikan bahwa Asia bisa meraup manfaat penuh asal peningkatan digitalisasi
dalam ekonomi dunia.
Pertumbuhan pada Asia diperkirakan 5,6 persen di tahun 2018 dan 2019, sementara
inflasi diperkirakan akan menurun. bertenaga serta luasnya pertumbuhan serta perdagangan
global, yang didorong oleh stimulus fiskal AS, dibutuhkan bisa mendukung ekspor dan investasi
di Asia, sementara syarat keuangan yang akomodatif dibutuhkan buat mendukung permintaan
domestik. Pertumbuhan Tiongkok diproyeksikan akan turun menjadi 6,6 persen menjadi
cerminan asal langkah-langkah pengetatan keuangan, perumahan, dan fiskal pemerintah.
Pertumbuhan di Jepang telah berada di atas potensi selama delapan triwulan berturut-turut dan
diperkirakan akan tetap bertenaga tahun ini pada 1,2 %. di India, pertumbuhan diperkirakan akan
pulang semakin tinggi menjadi 7,4 persen, selesainya gangguan sementara terkait inisiatif
penukaran mata uang dan penerapan pajak tidak langsung buat barang serta jasa (GST).

b. Kekurangan pasar Asia


Prospek pertumbuhan jangka panjang buat Asia Pasifik dipengaruhi oleh demografi,
pertumbuhan produktivitas yang melambat, dan kebangkitan ekonomi digital. keliru satu
tantangan krusial merupakan populasi yang menua karena banyak negara pada kawasan ini yang
menghadapi risiko “menjadi tua sebelum sebagai kaya.” akibat merugikan berasal penuaan ini
terhadap pertumbuhan serta posisi fiskal bisa sebagai substansial. Tantangan kedua artinya
melambatnya pertumbuhan produktivitas. Terakhir, perekonomian global semakin menjadi
terdigitalisasi. Walaupun sebagian kemajuan ini dapat benar-benar transformatif, mereka pula
membawa aneka macam tantangan, termasuk yang terkait masa depan pekerjaan. Asia sedang
mengalami revolusi digital, meskipun menggunakan keragaman yang signifikan pada semua
tempat.
Inflasi di kawasan Asia-Pasifik bisa meningkat pada waktu faktor-faktor global, termasuk
inflasi AS serta harga komoditas, menjadi kurag menguntungkan, serta para penghasil kebijakan
perlu bersiap buat bertindak. Selain itu, inflasi yg lebih tinggi dapat bertahan akibat
meningkatnya proses inflasi karena realisasi inflasi pada masa lalu (backward-looking inflation).
dengan kurva Phillips yg semakin datar, biaya penurunan output buat menurunkan inflasi bisa
menjadi lebih besar . dengan demikian, para Produsen kebijakan usahakan siaga dalam
merespons sinyal-frekuwensi dini tekanan inflasi, meskipun tanggapan terhadap kejutan harga
komoditas sebaiknya diakomodasi terlebih dahulu namun bukan akibat putaran ke 2. perbaikan
kerangka kebijakan moneter dan komunikasi bank sentral bisa menaikkan kiprah ekspektasi
dalam mendorong inflasi sebagai akibatnya membuat inflasi tidak terlalu kaku. Kebijakan nilai
tukar yang lebih fleksibel bisa mengurangi pengaruh inflasi dampak produk impor, dan
kebijakan-kebijakan buat memitigasi risiko terhadap sistem keuangan secara keseluruhan
(macroprudential policies) bisa membantu menanggulangi risiko stabilitas keuangan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Castro, T. D. (2012). Trade Cooperation Indicators: Development of BRIC Bilateral Trade
Flows. International Review of Business Research Papers, 8(1), 211-223

[2]Berting, Jan. 2007. Europe: A Heritage, A Challenge, A Promise dalam Colin Hay dan Anand
Menon (Eds), European Politics. Oxford: Oxford University Press.

[3] Amjadi, A., Schuler, P., Kuwahara, H., & Quadros, S. (2011). WITS User's Manual. Geneva:
UNCTAD.

[4]The World Fact Book. (2013). Dipetik 12 01, 2014, dari Central

Anda mungkin juga menyukai