Anda di halaman 1dari 45

PRESENTASI KASUS

 SECTIO CAESAREA DENGAN REGIONAL ANESTESI

PEMBIMBING :
dr. Dublianus, Sp.An
dr. Tati Maryati, Sp.An

Disusun Oleh :
Elizabet Veren Setiawan 03015065
 Nalendra Diwala Narayana 03015129

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESIOLOGI RUMAH


SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
APRIL 2019

i
KATA PENGANTAR 

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih-Nya
sehingga presentasi kasus dengan judul “Sectio Caesarea dengan Regional Anestesi” dapat
diselesaikan. Presentasi kasus ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik bagian Anestesiologi di RSUD Cilegon.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat para konsulen
 bagian Anestesiologi RSUD Cilegon, dr. Dublianus, Sp.An dan dr. Tati Maryati, Sp.An
atas bimbingan yang boleh diberikan serta memberi saran dan masukkan sehingga
 presentasi kasus ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari akan banyak kekurangan dalam menyusun presentasi kasus
ini dan oleh karena itu kami sangat terbuka menerima berbagai saran, kritik dan
masukkan untuk kami boleh belajar di dalam kekurangan penyusunan presentasi kasus
ini.
Demikian presentasi kasus yang kami susun, kiranya boleh bermanfaat bagi
 pengetahuan dan pembelajaran oleh pihak dan pembaca pada umumnya.

Cilegon, April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR. ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
BAB II STATUS ANESTESI................................................................................................. 2
I. IDENTITAS............................................................................................................... 2
II. ANAMNESIS............................................................................................................. 2
III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 9 April 2019, pukul 10:30 WIB)................5
IV. STATUS FISIK. .................................................................................................... 7
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG.......................................................................... 7
VI. KESAN ANESTESI............................................................................................... 7
VII. PENATALAKSANAAN......................................................................................... 8
VIII. KESIMPULAN........................................................................................................... 8

BAB III LAPORAN ANESTESI............................................................................................ 9


A. Pre-operatif. ..................................................................................................................... 9
B. Premedikasi Anestesi....................................................................................................... 9
C. Tindakan Anestesi..................................................................................................... 9
D. Pemantauan Selama Tindakan Anestesi.............................................................. 10
BAB IV ANALISA KASUS.................................................................................................. 14
BAB V TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................... 16
I. Definisi............................................................................................................................. 16
II. Klasifikasi Anestesi Regional................................................................................ 16
III. Kelebihan dan Kekurangan Anestesi Regional................................................... 16
IV. Blokade Sentral....................................................................................................... 16
1. Anestesi Spinal..................................................................................................................... 16
2. Anestesi Epidural......................................................................................................... 21
BAB VI KESIMPULAN....................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 32

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran atau ilmu pengetahuan yang meliputi
 pemberian tindakan anestesi, perawatan dan terapi intensif pada pasien tertentu di ruang

 perawatan intensif (intensive care unit, ICU), terapi dan perawatan nyeri pada pasien
dengan nyeri pascaoperasi atau pasien nyeri kanker, dan terapi inhalasi seperti pemberian
gas oksigen untuk bantuan pernafasan. Anestesi adalah hilangnya seluruh modalitas dari
sensasi yang meliputi sensasi sakit/nyeri, rabaan, suhu, posisi/proprioseptif, sedangkan
analgesia yaitu hilangnya sensasi sakit/nyeri tetapi modalitas yang lain masih tetap ada.
 Nyeri adalah suatu sensasi dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan yang nyata atau dapat pula tidak. Anestesi umum atau  general 
anesthesia mempunyai tujuan agar dapat: menghilangkan nyeri, membuat tidak sadar, dan
menyebabkan amnesia yang bersifat reversible. Jika pada anestesi umum pasien tidak 
(1)
sadar, pada anestesi regional pasien masih sadar, tetapi tidak merasakan nyeri.
Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang paling sering
digunakan terutama untuk prosedur bedah pada daerah abdomen bawah serta ekstremitas
 bagian bawah. Oleh sebab itu, teknik ini tidak memenuhi trias anestesi karena hanya
menghilangkan persepsi nyeri saja. Jika diberi tambahan obat hipnotik atau sedative,
disebut sebagai balans abestesia sehingga masuk dalam trias anesthesia. Banyak 
keuntungan yang diperoleh dari teknik anestesia regional terutama anestesia spinal, antara
lain adalah prosedur pelaksanaan yang lebih singkat, mula kerja cepat, kualitas blokade
sensorik dan motorik yang lebih baik, mampu mencegah respons stres lebih sempurna,
(2)
serta dapat menurunkan perdarahan intraoperatif. Blokade nyeri pada anestesi spinal akan
terjadi sesuai ketinggian blockade penyuntikan anestesi local pada ruang subaraknoid
segmen tertentu. Blockade yang dilakukan pada segmen vertebra Lumbal 3-4
menghasilkan anestesi di daerah pusar ke bawah dan biasa dilakukan pada operasi  sectio
caesarea, hernia dan apendisitis.
Anestesi dengan spinal atau Sub Arachnoid Blok (SAB) telah banyak digunakan
untuk pasien yang menjalani operasi  sectio caesarea. SAB memberi banyak manfaat dan
kemudahan termasuk berkurangnya angka morbiditas dan mortalitas pada maternal
dibandingkan dengan anestesi umum. Pada anestesi spinal ibu tetap sadar dan bisa melihat
(3)
lahirnya si buah hati.  

1
BAB II
STATUS ANESTESI
I. IDENTITAS

 Nama : Ny. Y

Jenis Kelamin : Perempuan


Umur : 3 4 ta hun

Alamat : Link Sukajadi RT/RW 02/02 Kelurahan Mekarsari, Pulo


  Merak 

Agama : Is lam

Bangsa/ Suku : Sunda

Status Pernikahan : Menikah

Pendidikan Terakhir : SMP


Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Ruang Perawatan : Mawar 

Tanggal Masuk RS : 9 April 2019

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis :

 
Pada tanggal 9 April 2019, pukul 09:45 WIB, di ruang Mawar RSUD
Cilegon.
  Pasien merupakan pasien kebidanan dengan diagnosis G4P3A0 Hamil 37
minggu dengan KPD 16 jam dan fetal compromised. 

A. Keluhan Utama
Pasien datang ke Rumah Sakit pada tanggal 9 April 2019 dengan keluhan
mules sejak semalam pada pukul 21:00 (tanggal 8 April 2019).

2
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Maternal RSUD Cilegon dengan keluhan mules sejak 
semalam pada pukul 21:00 (tanggal 8 April 2019) sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengeluhkan keluar air berwarna jernih pada pukul 16.00
(tanggal 8 April 2019), tidak terdapat demam, mual, muntah, dan sakit kepala.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit gynekologi, hipertensi, diabetes
mellitus, asma, TBC, alergi obat dan makanan.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Terdapat riwayat penyakit diabetes mellitus pada ayah pasien.

E. Riwayat Kebiasaan dan Pengobatan

Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, dan tidak meminum jamu
atau obat-obatan.

F. Riwayat Tindakan Operatif 


Pasien mengatakan tidak pernah melakukan operasi sebelumnya.

G. Riwayat Pemakaian Alat Kontrasepsi


Pasien mempunyai riwayat menggunakan kontrasepsi jenis kondom selama 3
 bulan.

H. Riwayat Menstruasi

Pasien menarche pada umur 12 tahun. Menstruasi pasien tidak teratur dan lama
menstruasi selama 7 hari.

I. Riwayat Hamil Sekarang


Selama kehamilan, pasien melakukan antenatal care di posyandu dan
mendapat imunisasi TT sebanyak satu kali. Pasien mengeluhkan pada saat
hamil sering mengalami keputihan. Pasien tidak pernah mengkonsumsi jamu

atau obat-obatan lain selama kehamilan.

3
J. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu

Tanggal Umur H amil Jenis Penolong Anak Keadaan A nak  


Partus Partus
AbortusPrematur Ater NakesNon JK BBLHidup Meningg
m al
P L Normal Cacat

02/07/05 √ Spontan √ √ 3300 √


07/04/09 √ Spontan √ √ 2800 √
09/11/15 √ Spontan √ √ 3100 √

III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 9 April 2019, pukul 10:30 WIB)

A. Status Tanda Vital :

  Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
  Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36 ,5°C
Pernapasan : 22 x/menit
• TB/BB : 1 50 c m/ 7 3 k g

B. Status
Generalis
Kepala :
•  Normocephali, rambut berwarna hitam, dan tidak mudah dicabut.
Mata :

• Ptosis -/-, eksopthalmus -/-, pupil bulat isokor, refleks cahaya

langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+, konjungtiva anemis


-/-, sklera ikterik -/-
Hidung :

• Bentuk normal, septum deviasi (-), rgani (-), nafas cuping hidung (-)
Telinga :

•  Normotia, nyeri tekan -/-, nyeri tarik rganic -/-, rganic timpani intak +/+
Mulut :

• Bibir merah, simetris, sianosis (-), trismus (-), sariawan (-), halitosis (-)
Lidah :

•  Normoglossia, warna merah muda, lidah kotor (-), deviasi (-)


Gigi Geligi :

• Baik, tidak ada pemakaian gigi palsu, karies gigi (-)


Uvula :

• Letak di tengah, hiperemis (-)

5
6

Tonsil :

• T1/T1, hiperemis (-), kripti melebar (-), detritus (-)


Tenggorokan :

• arkus faring simetris, dinding faring posterior hiperemis (-), post nasal
drip (-), penebalan jaringan limfoid (-)
Leher :

• Bentuk simetris, hiperemis (-), penonjolan vena jugularis (-), massa (-)
KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar, trakea letak 
normal

Thoraks

Paru & Jantung:

  Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris pada saat statis dan dinamis,
deformitas dinding dada (-), jaringan parut (-), bekas luka operasi (-), pulsasi
abnormal (-), gerak napas simetris, precordial bulging (-)
  Palpasi : pergerakan toraks simetris saat statis dan dinamis, massa (-), nyeri
tekan (-), vocal fremitus simetris, ictus cordis tidak terlihat, pulsasi
abnormal (-)
 
Perkusi : Sonor di semua lapang paru, batas jantung normal
  Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-, S1 normal, S2
normal, regular, murmur (-). Gallop (-)

Abdomen

  Inspeksi : Tidak terdapat luka bekas operasi


Auskultasi : Bising usus (+), Denyut Jantung Janin (153 x/menit)
  Palpasi : Tinggi fundus uteri 36 cm, punggung kanan, presentasi kepala

Ekstremitas

  Atas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-)

  Bawah : Akral hangat, CRT <2 detik, sianosis (-), deformitas (-), krepitasi (-)

IV. STATUS FISIK 


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit, gangguan organik, atau gangguan
kejiwaan. Namun pasien mengalami KPD 16 jam serta  fetal distress, sehingga
dapat dikategorikan status fisik pasien ASA I (E).
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tanggal 09 April 2019

Pemeriksaan Hasil Nilai N


Hematologi Rutin ormal
Hemoglobin 12 g/dL 12.0 – 16.0
Hematokrit 35.1% 37.0 – 43.0

MErCitrVo/ 993344..7.6611 1fL0^
48.20.0 –
sVitER  6/ μL 59.20.0
MCH/HER 32.3 pg 27.0 – 31.0
MCHC/KHER 34.2 g/dL 32.0 – 36.0
Jumlah Leukosit 11.91 10^3/ μL 5.00 – 10.00
Jumlah Trombosit 235 10^3/ μL 150 – 450
ABO Rh Typing
Golongan Darah O
Rhesus Positif
Hemostasis
Massa Pendarahan Massa
2.00 menit
Pembekuan
11.00 menit 1.00 – 6.00
Kimia Klinik  5.00 – 15.00

wo mg/dL
SGelurokiomsam Suen76 alkotgui <200
Non R eaktif Non R eaktif Non R eaktif   Non R eaktif  
HbsAg Anti HIV

VI. KESAN ANESTESI


Pasien perempuan 34 tahun dengan diagnosis G4P3A0 Hamil 37 minggu, KPD 16
 jam dan fetal compromised  dengan klasifikasi ASA I E.

VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kepada pasien meliputi :
a. Intravena fluid drip NaCl 100 cc + Cefazolin 25 mg/kg.
 b. Intravena fluid drip RL 500 cc 20 tpm.
c. Informed consent mengenai tindakan Sectio Caesarea.
d. Konsultasi ke bagian Anestesi.
e. Informed consent pembiusan : dilakukan operasi Sectio Caesarea dengan
regional anestesi dengan klasifikasi ASA I E.

VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka :
• Diagnosis Pre Operatif : G4P3A0 Hamil 37 minggu, KPD 16 jam dan  fetal 
compromised.

• Status Operatif : ASA I E.


• Jenis Operasi : Sectio Caesarea
• Jenis Anestesi : Regional Anestesi (Sub Arachnoid Block)
9

BAB III
LAPORAN ANESTESI
A. Pre-operatif 

1. Informed Consent (+).


2. Puasa (+) kurang lebih 6-8 jam.
3. Tidak terdapat gigi berlubang, gigi goyang, dan pemakaian gigi palsu.
4. Tidak terdapat riwayat alergi, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
dan penyakit paru.
5. IV line terpasang dengan infus RL 500 cc dan mengalir lancar.
6. Keadaan umum tampak sakit sedang.
7. Kesadaran pasien compos mentis.
8. Tanda Vital :
• Tekanan Darah : 120/80 mmHg
• Pernafasan : 22 x/menit
•  Nadi : 82 x/menit
• Suhu : 36,5°C
9. Persiapan Alat :
• Meja Spinal yang berisi : Povidone iodine, kassa steril, spuit 5 cc,

Spinocan no.27, dan handscoen.


an 10. Persiap
• Ondansentron 4 mg/mL
• Regivell 5 mg/mL
• Oxytocin 10 IU/mL 2 ampul
• Methylergometrine Maleate 0,2 mg/Ml
• Tramadol 100 mg/mL
• Pronalges Supp 100 mg

B. Premedikasi Anestesi
Sebelum dilakukan tindakan anestesi diberikan Ondansentron 4 mg secara bolus
intravena.

C. Tindakan Anestesi
1. Pasien diminta untuk duduk secara rileks dengan posisi kepala menunduk.

10

2. Tentukan lokasi penyuntikan di L3-L4 di atas titik perpotongan antara garis


lurus yang menghubungkan kedua krista iliaka tertinggi yang akan memotong
 prosesus spinosus vertebra lumbal 4.
3. Melakukan tindakan asepsis dan antisepsis dengan menggunakan kassa steril
yang sudah dibasahi dengan povidone iodine.
4. Melakukan penyuntikan di titik L3-L4 paramediana yang sudah ditentukan
sebelumnya menggunakan jarum spinal (spinocan) no.27, kemudian jarum
spinal dilepaskan sehingga hanya tersisa kanulnya. Pastikan bahwa kanul spinal
 berada di ruang subaraknoid yang ditandai dengan keluarnya LCS berwarna
 jernih. Suntikkan obat anestesi berupa fentanyl 5 mg dengan terlebih dahulu
melakukan aspirasi untuk memastikan kanul spinal masih berada di ruang
subaraknoid, setelah fentanyl disuntikkan sebagian, kembali lakukan tindakan
aspirasi untuk memastikan kanul tidak bergeser, kemudian suntikan fentanyl
seluruhnya.
5. Tutup daerah bekas suntikan dengan kassa steril dan micropore.
6. Pasien diposisikan berbaring kembali di meja operasi.
7. Lakukan test blokade motorik dengan cara minta pasien mengangkat kedua
kakinya secara lurus ke atas, kemudian tanyakan kepada pasien apakah kaki
 pasien sudah terasa berat, kesemutan, dan tidak bisa diangkat. Pasien yang
tidak mampu mengangkat kaki secara lurus ke atas menandakan keberhasilan
motorik dan operasi dapat segera dimulai.

D. Pemantauan Selama Tindakan Anestesi

Melakukan pemantauan keadaan pasien berupa fungsi kardiovaskular, fungsi


respirasi, dan cairan terhadap tindakan anestesi.
• Fungsi Kardiovaskular : pemantauan terhadap tekanan darah dan frekuensi
nadi setiap 5 menit.
• Fungsi Respirasi : inspeksi pernapasan spontan kepada pasien dan saturasi
oksigen.
• Cairan : monitoring input cairan infus.

11

Lampiran Monitoring Tindakan Operasi :

Jam Tindakan Tensi Nadi Saturasi


11.25 a. Pasien masuk ke ruang operasi dan 124/63 116
dipindahkan ke meja operasi
 b. Pemasangan monitoring tekanan darah
c. Infus RL terpasang pada tangan kanan
d. Injeksi Ondansentron 4 mg IV
11.30 Dilakukan spinal anestesi : 120/83 102 99
a. Spinocan no. 27
 b. Regivell 5 mg sebanyak 1 ampul
Kemudian pasien dibaringkan dan
dipasang oximetry untuk monitoring nadi
dan saturasi O2.
11.35 a. Operasi dimulai 115/74 91 99
 b. Kondisi terkontrol
11.40 Kondisi t erkontrol 89/50 105 98
11.45 Kondisi t erkontrol 129/76 85 99
11.50 Kondisi t erkontrol 112/77 75 99
11.55 Kondisi t erkontrol 115/71 112 99
12.00 Kondisi t erkontrol 110/67 70 99
12.05 Kondisi t erkontrol 116/65 89 99

12.15 Kondisi t erkontrol 11242/6020


050 91918081
99
12.20 a. Operasi selesai 125/70 86 99
 b. Pelepasan alat monitoring
c. Pemberian Pronalges supp 100 mg
melalui anal
d. Pasien dipindahkan ke ruang recovery
room
12.25 Dilakukan pemasangan alat monitoring 128/82 110 99
 pada recovery room

Laporan Anestesi

1. Diagnosis Pra Bedah : G4P3A0 Hamil 37 minggu dengan KPD 16 jam dan  fetal 
compromised 
2. Diagnosis Pasca Bedah : G4P3A0 Hamil 37 minggu dengan KPD 16 jam dan fetal 
compromised 

12

3. Penatalaksanaan Preoperasi :
• Intravena fluid drip NaCl 100 cc + Cefazolin 25 mg/kg.
• Intravena fluid drip RL 500 cc 20 tpm.
4. Penatalaksanaan Anestesi :
 Jenis Pembedahan : Sectio Caesarea

 Jenis Anestesi : Regional Anestesi


 Teknik Anestesi : Sub Arachnoid Block L3-L4, LCS (+), spinocan
no.27
 Mulai Anestesi : Pukul 11.30 WIB


Mulai Operasi : Pukul 11.35 WIB
 Premedikasi : Ondansentron 4 mg IV
 Medikasi : Regivell 5 mg/mL, Oxytocin 10 IU/mL 2
ampul,
Methylergometrine Maleate 0,2 mg/mL, Tramadol
100 mg/mL, Pronalges Supp 100 mg
 Respirasi : Pernapasan spontan
• Cairan Durantee Operasi : RL 500 mL
• Pemantauan TD dan HR : terlampir 
• Selesai Operasi : Pukul 12.20 WIB
5. Post Operatif :
• Pasien masuk ke dalam ruang pemulihan (recovery room) kemudian dibawa
kembali ke ruang rawat inap
• Observasi tanda-tanda vital dalam batas normal:
a. Keadaan umum : tampak sakit ringan
 b. Kesadaran : compos mentis
c. TD : 128/82
d. Nadi : 110 x/menit
e. Saturasi Oksigen : 99%
f. Penilaian pemulihan kesadaran : dengan menggunakan Score
Bromage

Kriteria Nilai Bromage

• Gerakan penuh dari tungkai : 0


13

• Tidak mampu ekstensi tungkai : 1


• Tidak mampu fleksi lutut : 2
• Tidak mampu fleksi pergelangan kaki : 3

Jika Score Bromage 2 dapat pindah ke ruangan.


14

BAB IV
ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat


disimpulkan bahwa pasien termasuk dalam ASA I yaitu pasien tidak memiliki riwayat
 penyakit sistemik ataupun gangguan organik lainnya. Persiapan yang dilakukan sebelum
operasi yaitu memastikan pasiendalam keadaan umum baik, infus sudah dipasang, dan
 pasien dalam keadaan puasa selama 6-8 jam sebelum operasi.

Jenis anestesi yang akan dilakukan yaitu Regional Anestesi dengan Teknik Spinal 

 Anesthesia Subar Achnoid Block Sit Position  pada


L3-L4. Pasien adalah wanita hamil.
Pasien direncanakan akan dilakukan tindakan Sectio Caesarea. Sebelum dilakukan
operasi, pasien dipersiapkan terlebih dahulu yaitu memastikan infus mengalir lancar, hal
ini dimaksudkan karena pada saat operasi sebagian besar obat-obatan diberikan melalui
 jalur intravena, kemudian pemasangan alat-alat tanda vital seperti alat tensi dan alat
saturasi yang bertujuan untuk melihat tekanan darah pasien apakah mengalami hipertensi
atau hipotensi karena beberapa efek obat-obatan anestesi yang dapat mempengaruhi
 perubahan tekanan darah dan alat saturasi untuk memantau suplai oksigen darah pasien,
kemudian memastikan pasien dalam keadaan tenang dan operatif.

ntron 4 mg secara bolus Intravena. Hal ini bertujuan untuk mengurangi rasa mual karena obat-
obatan anestesi dapat merangsang muntah pada pasien. Ondansentron adalah sebuah

serotonin 5-HT3 receptor antagonist yang bekerja dengan menghambat secara selektif 
serotonin5-hydroxytriptamineberikatanpadareseptornyayangadadiCTZ
(chemoreseptor trigger zone) pada saluran cerna. Serotonin merupakan zat yang dilepaskan
 jika terdapat toksin pada saluran cerna, serotonin berikatan dengan reseptornya dan akan
merangsang saraf vagus menyampaikan rangsangan ke CTZ dan pusat muntah kemudian
terjadi mual dan muntah. Ondansentron relative lebih aman karena tidak menimbulkan
reaksi ekstapiramidal dan mempercepat pengosongan lambung.
Kemudian dilakukan anestesi pada pasien dengan menggunakan obat Bupivacain

20 mg. Bupivacaine adalah anestesi lokal golongan amida yang memiliki masa kerja
 panjang. Obat ini bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor spesifik yang terdapat
 pada kanal natrium sehingga menghambat infuks natrium ke dalam sel saraf sehingga

15

mencegah timbulnya depolarisasi. Dosis Bupivacain intratekal yang dibuktikan sukses


 penggunaannya pada Sectio Caesarea berkisar dari 14 – 15 mg. Pada umumnya pasien hamil me

tidak hamil. Hal ini disebabkan karena lebih sedikitnya volume cairan serebrospinal pada
kehamilan, pergerakan anestesi lokal hiperbarik kearah sefalad pada posisi terlentang ibu
hamil, dan serabut saraf lebih sensitive terhadap anestesi lokal pada kehamilan.
Bupivacaine 95% berikatan dengan protein plasma dan memiliki rasio  fetal maternal  yang
rendah (0,2 – 0,4) sehingga Bupivacain yang dapat melewati sawar plasenta minimal.

Setelah operasi selesai, pasien diberikan Methylergometrine Maleate 0,2 mg secara

 bolus dan Oxytocin 20 IU secara drip untuk merangsang kontraksi uterus. Setelah itu
diberikan Tramadol yang merupakan opioid, adalah obat analgetik golongan NSAID
diberikan secara drip melalui infus untuk mengurangi rasa nyeri pasca operasi. Kondisi
 pasien stabil dan pemantauan dilanjutkan di  Recovery Room  sampai pasien dibawa
kembali ke ruangannya.
16

BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi

Anestesi regional merupakan suatu metode yang bersifat sebagai analgesik dengan
menghambat impuls saraf sensorik sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh
diblokir untuk sementara dan pasien dapat tetap dalam keadaan sadar.(1) 

II. Klasifikasi Anestesi Regional


Anestesi regional dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Blokade Sentral (Blokade Neuroaksial) : blok spinal, blok epidural, dan blok 
kaudal.
Pada anestesi regional lebih banyak menggunakan blokade sentral, seperti pada
operasi sectio caesaria, hernia, dan operasi ortopedi daerah perut bawah.
2. Blokade Perifer (Blokade Saraf) : blok pleksus brakialis, blok aksila, dan
analgesik regional intravena.
III. Kelebihan dan Kekurangan Anestesi Regional
Kelebihan anestesi regional :

• Biaya yang dikeluarkan relatif lebih murah karena menggunakan alat yang
minimal dan teknik anestesi yang dilakukan lebih sederhana
• Efek regurgitasi/aspirasi yang minimal pada pasien yang tidak puasa.
• Komplikasi jalan nafas dan respirasi minimal
• Perawatan pasca operasi lebih sederhana

Kekurangan anestesi regional:

• Tidak semua pasien kooperatif dalam pelaksanaan anestesi regional


• Pasien menolak tindakan anestesi regional
• Tindakan anestesi regional sulit dilakukan pada anak-anak 
IV. Blokade Sentral
1. Anestesi Spinal
Anestesi spinal merupakan tindakan penyuntikan anestesi lokal ke dalam
ruang subaraknoid. Blokade nyeri pada anestesi spinal akan terjadi sesuai
ketinggian blokade penyuntikan anestetik lokal pada ruang subaraknoid segmen
tertentu. Untuk mencapai ruang subaraknoid, jarum suntik spinal akan
17

menembus kulit kemudian subkutan, ligamentum supraspinosum, ligamentum


intraspinosum, ligamentum flavum, ruang epidural, duramater, dan ruang
subaraknoid.(4)
Gambar 1. Anestesi Spinal

Indikasi Anestesi Spinal :


• Bedah Ekstremitas Bawah
• Bedah Panggul
• Tindakan sekitar rectum-perineum
• Bedah obstetri-ginekologi
• Bedah urologi
• Bedah abdomen bawah

Kontraindikasi Absolut :
• Pasien menolak 
• Infeksi pada tempat suntikan
• Hipovolemia berat, syok 
• Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan

18

• Tekanan intracranial meninggi


• Fasilitas regurgitasi minim

Kontraindikasi Relatif :

• Infeksi sistemik 
• Infeksi sekitar tempat suntikan
• Kelainan neurologis
• Kelainan psikis
• Bedah lama

• Penyakit jantung
• Hipovolemia ringan
•  Nyeri punggung kronis

Persiapan Anestesi Spinal :

Persiapan untuk anestesi spinal pada umumnya seperti persiapan pada


anestesi umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan
menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau
 pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba tonjolan prosesus spinosus vertebra.

Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini :


   Informed Consent 
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui tindakan anestesi
spinal.
  Pemeriksaan Fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan punggung dan
lainnya.
• Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, PT, dan PTT.

Peralatan Anestesi Spinal :

  Peralatan monitor : tekanan darah, nadi, pulse oximeter,  dan EKG.


  Peralatan resusitasi

19

  Jarum spinal : jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo


runcing, Quincke Babcock) atau jarum spinal dengan ujung pensil
(pencil point,Whitecare)

Gambar 2. Jarum Anestesi Spinal

Teknik Anestesi Spinal

a. Pasien diposisikan duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan


tusukan pada garis tengah. Tindakan anestesi dikerjakan di atas meja
operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan
 pada posisi pasien. Perubahan posisi pasien yang berlebihan dalam 30
menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
 b. Setelah dimonitor, posisikan pasien berbaring dalam posisi dekubitus
lateral. Beri bantalan kepala agar tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. Selain
itu tindakan anestesi spinal dapat dikerjakan pada posisi duduk.
c. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka
dengan tulang punggung adala L4 atau L4-L5. Tentukan tempat
tusukan misalnya pada L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2
atau di atasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
d. Sterilkan tempat tusukkan dengan betadin atau alcohol.
e. Beri anestesi lokal pada tempat tusukkan, misalnya dengan lidokai 1-
2% sebanyak 2-3 mL.
f. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G,
23 G, atau 25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk ukuran
27G atau 29 G, dianjurkan menggunakan introducer (penuntun jarum).
Tusukkan introducer sedalam kira-kira 2 cm sedikit kearah cefal,

20

kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum


tersebut. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut
dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dimasukkan
 pelan-pelan (0,5 mL/detik) yang diselingi aspirasi untuk meyakinkan
 posisi jarum tetap baik.
g. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid dengan anestesi hiperbarik. Jarak antara kulit- ligamentum
flavum dewasa kira-kira 6 cm.(5,6)
Gambar 3. Teknik Anestesi Spinal

Teknik anestesi spinal dibagi menjadi dua yaitu median spinal anestesi dan
 paramedian spinal anestesi. Berikut perbedaan antara median dan paramedian
spinal anestesi adalah :

Median Paramedian
Tepat di prosesus spinosus Ligamenyangdilewati
1,5-2 cm lateral prosesus spinosus
:Ligamen yang dilewati : flavum
Supraspinosum, intraspinosum,flavum
Posisi jarum : tegak lurus dengan spinalPosisi jarum : 10-25° dengan spinal

21

Komplikasi Tindakan Anestesi Spinal :

a. Hipotensi berat
 b. Bradikardi
c. Hipoventilasi
d. Trauma pembuluh darah
e. Trauma saraf 
f. Mual-muntah

Komplikasi Pasca Tindakan Anestesi Spinal :


a. Nyeri di tempat suntikan
 b. Nyeri punggung
c. Nyeri kepala karena kebocoran liquor 
d. Retensi urin
e. Meningitis
2. Anestesi Epidural

Anestesi Epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang


epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada diantara ligamentum flavum
dan duramater. Anestesi lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar 
saraf spinal yang terletak dibagian lateral. Onset kerja anestesi epidural lebih
lambat dibandingkan anestesi spinal. Selain itu kualitas blokade sensoris dan
motoriknya juga lebih lemah.(4)

Teknik Anestesi Epidural :

1. Posisi pasien pada saat tusukan sama seperti anestesi spinal.

2. Tusukan jarum epidural pada ketinggian L3-L4, karena jarak antara


ligamentum flavum – duramater pada ketinggian ini adalah yang
terlebar.
3. Jarum epidural yang digunakan ada 2 macam: jarum ujung tajam
(Crawford) untuk dosis tunggal; jarum ujung khusus (Tuohy) untuk 

22

 pemandu memasukkan kateter ke ruang epidural. Jarum ini biasanya


ditandai setiap cm.

Gambar 4. Jarum Crawford dan Jarum Touhy

Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling
 populer adalah teknik “loss of resistance” dan “hanging drop”.

• Teknik “Loss of Resistance”


Teknik ini lebih banyak dipilih oleh para klinisi. Jarum epidural dimasukkan
menembus jaringan subkutan dengan stilet masih terpasang sampai mencapai
ligamentum interspinosum yang ditandai dengan meningkatnya resistensi
 jaringan. Kemudian stilet atau introducer dilepaskan dan spuit gelas yang terisi 2
cc cairan disambungkan ke jarum epidural tadi. Bila ujung jarum masih berada
 pada ligamentum, suntikan secara lembut akan mengalami hambatan dan
suntikan tidak bisa dilakukan. Jarum kemudian ditusukan secara perlahan,
milimeter demi milimeter sambil terus atau secara kontinyu melakukan suntikan.
Apabila ujung jarum telah mesuk ke ruang epidural, secara tiba-tiba akan
terasa adanya loss of resistance dan injeksi akan mudah dilakukan.

• Teknik “Hanging Drop”


Teknik ini hanya menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat
ada tetes NaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan-
lahan secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian
disusul oleh tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin ujung jarum
 berada dalam ruang epidural, dilakukan uji dosis (test dose).(5)

23

Gambar 5. Teknik Anestesi Epidural


Uji Dosis (Test Dose)

Test dose dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan injeksi ke ruang


subaraknoid atau intravaskuler. Test dose klasik dengan menggunakan kombinasi obat
anestesi lokal dan epineprin, 3 ml lidokain 1,5 % dengan 0,005 mg/mL
epinefrin 1:200.000. Apabila 45 mg lidokain disuntikan kedalam ruang subaraknoid akan
timbul anestesi spinal secara cepat. 15 μg epineprin bila disuntikan intravaskuler akan
menimbulkan kenaikan nadi 20% atau lebih. Beberapa menyarankan untuk
menggunakan obat anestesi lokal yang lebih sedikit suntikan 45 mg lidokain
intratekal akan menimbulkan kesulitan penanganan pada tempat tertentu, misalnya di
ruang persalinan. Demikian juga, epineprin sebagai marker injeksi intravena tidaklah
ideal. False positif  dapat terjadi (kontraksi uterus sehingga menimbulkan nyeri yang
berakibat meningkatnya nadi) demikian juga false negatif (pada pasien yang mendapat β-
bloker). Fentanil telah dianjurkan untuk digunakan sebagai test dose intravena, yang
mempunyai efek analgesia yang besar tanpa epineprin. Yang lain menyarankan untuk
melakukan tes aspirasi sebelum injeksi dapat dilakukan untuk mencegah injeksi obat anestesi
lokal secara intravena.(5,6)

24

Indikasi anestesi epidural :

a) Pembedahan atau penanggulangan nyeri pasca bedah.


 b) Tatalaksana nyeri saat persalinan.
c) Penurunan tekanan darah saat pembedahan agar tidak banyak perdarahan.
d) Tambahan pada anestesi umum ringan karena penyakit tertentu pasien.

Kontraindikasi Anestesi Epidural

a) Kontraindikasi Relatif 
- Neuropati perifer 

- “ Mini-dose” heparin
- Aspirin atau pengobatan anti platelet lainnya
- Penyakit demielisasi system saraf pusat
- Stenosis aorta
- Pasien tidak kooperatif 
 b) Kontraindikasi Absolut
- Sepsis
- Bakteremia
- Infeksi kulit pada lokasi injeksi

- Hipovolemia berat
- Koagulopati
- Dalam pengobatan dengan antikoagulan
- Peningkatan tekanan intra kranial
- Pasien menolak 

Cara penyuntikan

Setelah diyakini posisi jarum atau kateter benar, suntikkan obat anestesi local secara
 bertahap setiap 3-5 menit sebanyak 3-5 ml sampai tercapai dosis total. Suntikan terlalu
cepat menyababkan tekanan Salam ruang epidural mendadak Tinggi, sehingga
menimbulkan peninggian tekanan intracranial, nyeri kepala, Dan gangguan sirkulasi
 pembuluh darah epidural.

Uni keberhasilan epidural

- Book simpatis: Diketahui dark perubahan suhu.


- Book sensorik: Dari uji rangsang nyeri.
25

- Book motoric: Dari skala Bromage.

Gambar 6. Skala Bromage

Skala Bromage Untuk Blok Motorik

Skala Blok Melipat L Melipat K


utut aki
Bromage 0 Blok ti dak ad a ++ ++
Bromage 1 Blok pa rsial + ++
Bromage 2 Blok hampir lengkap +
Bromage 3 Blok len gkap - -

OBAT-OBATAN ANESTESI REGIONAL


1. Ondansentron

Ondansentron adalah antagonis reseptor 5-HT3 serotonin selektif. Reseptor 


5-HT3 terdapat di perifer pada terminal nervus vagus dan di sentral pada zona
 pencetus kemoreseptor area postrema. Ondansentron dapat mengantagonis efek 
emetic serotonin pada salah satu atau kedua tempat reseptor. Ondansentron yang
diberikan sebelum induksi anestesi atau pada akhir pembedahan akan mengurangi
insidensi mual dan muntah sebanyak 33%. Peningkatan transien kadar 
transaminase hepatic dapat terjadi setelah terapi. Obat dapat melewati plasenta dan
dapat diekskresi dalam air susu ibu. Obat sebaiknya hati-hati digunakan pada
wanita hamil dan ibu menyusui.(1,4,5) 

Indikasi Ondansentron : Pencegahan dan pengobatan mual termasuk mual dan


muntah yang diinduksi kemoterapi dan pascaoperasi

Dosis Ondansentron :

26

• Mual : PO, 4-8 MG


• Mual Diinduksi Kemoterapi dan Radioterapi : PO, 8 mg

Farmakokinetik  Ondansentron :

• Onset Kerja : <30 menit


• Durasi Kerja : IV, 12-24 jam.

Efek Samping Ondansentron :

• Hipotensi, Bradikardia, Takikardia


• Bronkospasme, Sesak Napas
2. Bupivacaine
 Bupivacaine  ( Marcain) merupakan obat anestesi lokal kelompok amida
amino yang menstabilkan membrane neuron dengan menghambat flux ion yang
diperlukan untuk inisiasi dan konduksi impuls. Kemajuan anestesi berkaitan
dengan diameter, mielinasi, dan kecepatan konduksi serabut saraf yang terkena,
dengan urutan hilangnya fungsi saraf sebagai berikut : 1) autonomy, 2) nyeri, 3)
suhu, 4) sentuh, 5) propriosepsi, dan 6) tonus otot rangka.
Onset kerja obat ini cepat dan durasinya jauh lebih lama dibandingkan

dengan zat anestesi


meningkatkan lokalanalgesia.
kualitas lainnya yang sering digunakan.
Hipotensi disebabkan Penambahan epinefrin
oleh hilangnya tonus
simpatis seperti pada anestesi spinal atau epidural. Dibandingkan dengan amida
lain (seperti lidokain atau mepivakain), injeksi bupivacaine intravaskuler 
menyebabkan lebih banyak terjadinya kardiotoksisitas. Hal ini disebabkan karena
 pemulihan yang lebih lambat pada blokade kanal natrium jantung yang diinduksi
oleh bupivacaine dan depresi yang lebih besar pada kontraktilitas miokardium dan
konduksi jantung.(1)

27

Indikasi Bupivacaine :

  Anestesi lokal dan regional


Pembedahan di daerah abdomen selama 45-60 menit
  Pembedahan dibidang urologi dan ekstremitas bawah selama 2-3 jam
Kontraindikasi  Bupivacaine :

  Hipersensitif terhadap anestesi lokal jenis amida


  Blok paraservikal obstetric
  Anestesi regional IV
  Syok hipovolemik, septicemia, infeksi di tempat suntikan, atau koagulopati

Dosis Bupivacaine :

  Kaudal 37,5-150,0 mg
  Infiltrasi/ Blok Saraf Perifer : <150 mg
  Blok Plexus Brachialis : 75-250 mg
  Epidural : Bolus 50-150 mg & Infus : 6-12 ml/jam
  Spinal ; Bolus/infus : 7-15 mg 
Spinal Ambulatory (seperti untuk analgesia persalinan : Bolus 1,0-2,5 mg
Farmakokinetik Bupivacaine :

  Onset Kerja : Infiltrasi, 2-10 menit; epidural, 4-17 menit; spinal, <1 menit
  Durasi Kerja : Infiltrasi/epidural/spinal : 200-400 menit
Efek Samping  Bupivacaine :

  Hipotensi, Aritmia, Henti Jantung


  Gangguan Pernapasan, Henti Napas
3. Tramadol
Tramadol merupakan analgetik opioid, bekerja secara sentral yang
diindikasikan untuk mengobati nyeri sedang sampai berat, baik yang bersifat akut
maupun kronik. Tramadol dapat diberikan peroral, parenteral, intravena,
intramuscular, dalam beberapa penelitian menunjukkan efek samping yang
ditimbulkan oleh karena pemberian tramadol secara bolus intravena diantaranya
adalah mual, muntah, pusing, gatal, sesak nafas, mulut kering dan berkeringat,
selain itu tramadol menunjukkan penggunaannya lebih aman bila dibandingkan
dengan obat analgesik jenis morfin yang lain.(6,7)
Dosis Tramadol : 50-100 mg
28

4. Oxytocin
Oxytocin adalah hormone nonpeptida alamiah yang merangsang kontraksi
otot polos uterus. Obat ini meningkatkan daya dan frekuensi kontraksi ritmik
yang telah ada dan meningkatkan tonus otot uterus. Dosis tinggi dapat menyebabkan
vasodilatasi nyata tetapi bersifat transien, hipotensi, dan flushing disertai takikardia
dan peningkatan curah jantung.
Indikasi Oxytocin :
Inisasi atau perbaikan kontraksi uterus, kontrol perdarahan postpartum.
Dosis Oxytocin : Antepartum : Infus, 1-20 mU/menit; postpartum : Infus, 20-40
mU/menit
Farmakokinetik Oxytocin :

• Onset Kerja : IV, hampir segera


• Durasi ; IV, <20 menit
Efek Samping Oxytocin :

• Aritmia, hipotensi, hipertensi, takikardia


• Perdarahan subaraknoid
• Mual muntah
• Flushing
5. Methergine
Methergine adalah suatu alkaloid ergot semisintetik yang bekerja secara langsung
 pada otot polos uterus dan meningkatkan tonus, kecepatan, dan amplitude kontraksi
uterus ritmik.
diperlukan untuk inisiasi dan konduksi impuls. Kemajuan anestesi berkaitan
dengan diameter, mielinasi, dan kecepatan konduksi serabut saraf yang terkena,
dengan urutan hilangnya fungsi saraf sebagai berikut : 1) autonomy, 2) nyeri, 3)
suhu, 4) sentuh, 5) propriosepsi, dan 6) tonus otot rangka.
Onset kerja obat ini cepat dan durasinya jauh lebih lama dibandingkan

dengan zat anestesi lokal lainnya yang sering digunakan. Penambahan epinefrin
meningkatkan kualitas analgesia. Hipotensi disebabkan oleh hilangnya tonus
simpatis seperti pada anestesi spinal atau epidural. Dibandingkan dengan amida
lain (seperti lidokain atau mepivakain), injeksi bupivacaine intravaskuler 
menyebabkan lebih banyak terjadinya kardiotoksisitas. Hal ini disebabkan karena
 pemulihan yang lebih lambat pada blokade kanal natrium jantung yang diinduksi

29

oleh bupivacaine dan depresi yang lebih besar pada kontraktilitas miokardium dan
konduksi jantung.

Indikasi Bupivacaine :

  Anestesi lokal dan regional


Pembedahan di daerah abdomen selama 45-60 menit
  Pembedahan dibidang urologi dan ekstremitas bawah selama 2-3 jam
Kontraindikasi  Bupivacaine :

  Hipersensitif terhadap anestesi lokal jenis amida


 

Blok paraservikal obstetric


  Anestesi regional IV
  Syok hipovolemik, septicemia, infeksi di tempat suntikan, atau koagulopati

Dosis Bupivacaine :

  Kaudal 37,5-150,0 mg
  Infiltrasi/ Blok Saraf Perifer : <150 mg
  Blok Plexus Brachialis : 75-250 mg
  Epidural : Bolus 50-150 mg & Infus : 6-12 ml/jam
 

Spinal ; Bolus/infus : 7-15 mg 


Spinal Ambulatory (seperti untuk analgesia persalinan : Bolus 1,0-2,5 mg
Farmakokinetik Bupivacaine :

  Onset Kerja : Infiltrasi, 2-10 menit; epidural, 4-17 menit; spinal, <1 menit
  Durasi Kerja : Infiltrasi/epidural/spinal : 200-400 menit

Efek Samping  Bupivacaine :

  Hipotensi, Aritmia, Henti Jantung


  Gangguan Pernapasan, Henti Napas
6. Methergine
Methergine adalah suatu alkaloid ergot semisintetik yang bekerja secara langsung
 pada otot polos uterus dan meningkatkan tonus, kecepatan, dan amplitude kontraksi
uterus ritmik.
Indikasi Methergine : Pengobatan perdarahan dan atoni uteri postpartum

30

Farmakokinetik Methergine :

• Onset Kerja : IV, segera


• Durasi Kerja : IV, 45 menit
Efek Samping Methergine :

• Hipertensi, hipotensi, nyeri dada


• Dyspnea, peningkatan tekanan arteri pulmonalis
7. Pronalges Supp

• Per-rektal 1-2 suppositoria


• Suntikan IM 100-300
mg/hari IV dihabiskan dalam 20
menit
31

BAB VI
KESIMPULAN

Pasien merupakan pasien kebidanan dengan diagnosis G4P3A0 hamil 3 minggu


dengan KPD (ketuban pecah dini) 16 jam dan fetal compromised. Pasien datang ke
rumah sakit pada tanggal 9 April 2019 dengan keluhan mules sejak semalam pada pukul
21.00 WIB (8 April 2019). Pasien juga mengeluhkan keluar air berwarna jernih pada pukul
16.00 WIB (8 April 2019). Pasien tidak memiliki penyakit sistemik dan tidak memakai gigi
palsu serta tidak mempunyai gigi goyang. Dari pemeriksaan fisik maupun penunjang
tidak  terdapat kelainan pada pasien. Berdasarkan  American Society of Anesthesiologist 
digolongkan dalam ASA 1 (E).

Sebelum menjalani Sectio Caesarea pasien dipuasakan dahulu kurang lebih selama


6-8 jam dan diberikan pre medikasi berupa Ondansentron 4 mg IV dan dilakukan
regional anestesi dengan teknik Sub Arachnoid Block pada L3-L4 dengan menggunakan
spinal needle ukuran 27G. Kemudian disuntikkan Bupivacain 20 mg. Selama operasi
berlangsung diberikan cairan kurang lebih 3 botol RL 50 ml. Setelah operasi
selesai pasien diberikan
Methylergometrine Maleate 0,2 mg secara bolus dan Oxytocin 20 IU secara drip untuk 
merangsang kontraksi uterus. Setelah itu diberikan Tramadol secara drip melalui infus
untuk mengurangi rasa nyeri pasca operasi.

32

DAFTAR PUSTAKA
1. Pramono A. Buku Kuliah : Anestesi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ;
2014
2. Amri FI, Wahyudi. Perbandingan Efek Antara Dexamedetomidin Dosis 0.25
mcg/kgBB dan 0.5 mcg/kgBB Intravena Terhadap Durasi Blok Anestesi Spinal
Pada Bedah Ekstremitas Bawah. Jurnal Kesehatan Tadulako 2017 April, 3(2): 1-75
3. Suhanda RM, Bhirowo YP, Widyastuti Y. Perbandingan Antara Durasi Blok 
Sensorik dan Motorik pada Seksio Sesarea dengan Spinal Anestesi Kombinasi
Bupivakain 0,5% Hiperbarik 5 mg dan Fentanil 25 mg dengan Bupivakain 0,5%
Hiperbarik 7,5 mg dan Fentanil 15 mg. Jurnal Komplikasi Anestesi 2015 Agustus,
2(3): 20-26
4. Latif SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi  2nd Ed. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2002
5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Regional Anestesia & Pain Management. In
clinical Anesthesiology. 5th ed. New York: Lange Medical Book, Mc Graw Hill,
2013. 289-323
6. Visser L. Epidural Anestesia. Update 2018. Cited 2019 April. Available from :
http:/www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u13/u1311_01.htm
7. Alman KG, Wilson LH. Regional Anaesthesia in Oxford Handbook of anesthesia
fourth edition. Oxford: New York; 2016. 1055-1100

33

Anda mungkin juga menyukai