PEMBIMBING :
dr. Dublianus, Sp.An
dr. Tati Maryati, Sp.An
Disusun Oleh :
Elizabet Veren Setiawan 03015065
Nalendra Diwala Narayana 03015129
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih-Nya
sehingga presentasi kasus dengan judul “Sectio Caesarea dengan Regional Anestesi” dapat
diselesaikan. Presentasi kasus ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik bagian Anestesiologi di RSUD Cilegon.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat para konsulen
bagian Anestesiologi RSUD Cilegon, dr. Dublianus, Sp.An dan dr. Tati Maryati, Sp.An
atas bimbingan yang boleh diberikan serta memberi saran dan masukkan sehingga
presentasi kasus ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari akan banyak kekurangan dalam menyusun presentasi kasus
ini dan oleh karena itu kami sangat terbuka menerima berbagai saran, kritik dan
masukkan untuk kami boleh belajar di dalam kekurangan penyusunan presentasi kasus
ini.
Demikian presentasi kasus yang kami susun, kiranya boleh bermanfaat bagi
pengetahuan dan pembelajaran oleh pihak dan pembaca pada umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR. ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
BAB II STATUS ANESTESI................................................................................................. 2
I. IDENTITAS............................................................................................................... 2
II. ANAMNESIS............................................................................................................. 2
III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 9 April 2019, pukul 10:30 WIB)................5
IV. STATUS FISIK. .................................................................................................... 7
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG.......................................................................... 7
VI. KESAN ANESTESI............................................................................................... 7
VII. PENATALAKSANAAN......................................................................................... 8
VIII. KESIMPULAN........................................................................................................... 8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran atau ilmu pengetahuan yang meliputi
pemberian tindakan anestesi, perawatan dan terapi intensif pada pasien tertentu di ruang
perawatan intensif (intensive care unit, ICU), terapi dan perawatan nyeri pada pasien
dengan nyeri pascaoperasi atau pasien nyeri kanker, dan terapi inhalasi seperti pemberian
gas oksigen untuk bantuan pernafasan. Anestesi adalah hilangnya seluruh modalitas dari
sensasi yang meliputi sensasi sakit/nyeri, rabaan, suhu, posisi/proprioseptif, sedangkan
analgesia yaitu hilangnya sensasi sakit/nyeri tetapi modalitas yang lain masih tetap ada.
Nyeri adalah suatu sensasi dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan yang nyata atau dapat pula tidak. Anestesi umum atau general
anesthesia mempunyai tujuan agar dapat: menghilangkan nyeri, membuat tidak sadar, dan
menyebabkan amnesia yang bersifat reversible. Jika pada anestesi umum pasien tidak
(1)
sadar, pada anestesi regional pasien masih sadar, tetapi tidak merasakan nyeri.
Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang paling sering
digunakan terutama untuk prosedur bedah pada daerah abdomen bawah serta ekstremitas
bagian bawah. Oleh sebab itu, teknik ini tidak memenuhi trias anestesi karena hanya
menghilangkan persepsi nyeri saja. Jika diberi tambahan obat hipnotik atau sedative,
disebut sebagai balans abestesia sehingga masuk dalam trias anesthesia. Banyak
keuntungan yang diperoleh dari teknik anestesia regional terutama anestesia spinal, antara
lain adalah prosedur pelaksanaan yang lebih singkat, mula kerja cepat, kualitas blokade
sensorik dan motorik yang lebih baik, mampu mencegah respons stres lebih sempurna,
(2)
serta dapat menurunkan perdarahan intraoperatif. Blokade nyeri pada anestesi spinal akan
terjadi sesuai ketinggian blockade penyuntikan anestesi local pada ruang subaraknoid
segmen tertentu. Blockade yang dilakukan pada segmen vertebra Lumbal 3-4
menghasilkan anestesi di daerah pusar ke bawah dan biasa dilakukan pada operasi sectio
caesarea, hernia dan apendisitis.
Anestesi dengan spinal atau Sub Arachnoid Blok (SAB) telah banyak digunakan
untuk pasien yang menjalani operasi sectio caesarea. SAB memberi banyak manfaat dan
kemudahan termasuk berkurangnya angka morbiditas dan mortalitas pada maternal
dibandingkan dengan anestesi umum. Pada anestesi spinal ibu tetap sadar dan bisa melihat
(3)
lahirnya si buah hati.
1
BAB II
STATUS ANESTESI
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Y
Agama : Is lam
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis :
Pada tanggal 9 April 2019, pukul 09:45 WIB, di ruang Mawar RSUD
Cilegon.
Pasien merupakan pasien kebidanan dengan diagnosis G4P3A0 Hamil 37
minggu dengan KPD 16 jam dan fetal compromised.
A. Keluhan Utama
Pasien datang ke Rumah Sakit pada tanggal 9 April 2019 dengan keluhan
mules sejak semalam pada pukul 21:00 (tanggal 8 April 2019).
2
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Maternal RSUD Cilegon dengan keluhan mules sejak
semalam pada pukul 21:00 (tanggal 8 April 2019) sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengeluhkan keluar air berwarna jernih pada pukul 16.00
(tanggal 8 April 2019), tidak terdapat demam, mual, muntah, dan sakit kepala.
Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, dan tidak meminum jamu
atau obat-obatan.
H. Riwayat Menstruasi
Pasien menarche pada umur 12 tahun. Menstruasi pasien tidak teratur dan lama
menstruasi selama 7 hari.
3
J. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36 ,5°C
Pernapasan : 22 x/menit
• TB/BB : 1 50 c m/ 7 3 k g
B. Status
Generalis
Kepala :
• Normocephali, rambut berwarna hitam, dan tidak mudah dicabut.
Mata :
• Bentuk normal, septum deviasi (-), rgani (-), nafas cuping hidung (-)
Telinga :
• Normotia, nyeri tekan -/-, nyeri tarik rganic -/-, rganic timpani intak +/+
Mulut :
• Bibir merah, simetris, sianosis (-), trismus (-), sariawan (-), halitosis (-)
Lidah :
5
6
Tonsil :
• arkus faring simetris, dinding faring posterior hiperemis (-), post nasal
drip (-), penebalan jaringan limfoid (-)
Leher :
• Bentuk simetris, hiperemis (-), penonjolan vena jugularis (-), massa (-)
KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar, trakea letak
normal
Thoraks
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris pada saat statis dan dinamis,
deformitas dinding dada (-), jaringan parut (-), bekas luka operasi (-), pulsasi
abnormal (-), gerak napas simetris, precordial bulging (-)
Palpasi : pergerakan toraks simetris saat statis dan dinamis, massa (-), nyeri
tekan (-), vocal fremitus simetris, ictus cordis tidak terlihat, pulsasi
abnormal (-)
Perkusi : Sonor di semua lapang paru, batas jantung normal
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-, S1 normal, S2
normal, regular, murmur (-). Gallop (-)
Abdomen
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-)
Bawah : Akral hangat, CRT <2 detik, sianosis (-), deformitas (-), krepitasi (-)
MErCitrVo/ 993344..7.6611 1fL0^
48.20.0 –
sVitER 6/ μL 59.20.0
MCH/HER 32.3 pg 27.0 – 31.0
MCHC/KHER 34.2 g/dL 32.0 – 36.0
Jumlah Leukosit 11.91 10^3/ μL 5.00 – 10.00
Jumlah Trombosit 235 10^3/ μL 150 – 450
ABO Rh Typing
Golongan Darah O
Rhesus Positif
Hemostasis
Massa Pendarahan Massa
2.00 menit
Pembekuan
11.00 menit 1.00 – 6.00
Kimia Klinik 5.00 – 15.00
wo mg/dL
SGelurokiomsam Suen76 alkotgui <200
Non R eaktif Non R eaktif Non R eaktif Non R eaktif
HbsAg Anti HIV
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kepada pasien meliputi :
a. Intravena fluid drip NaCl 100 cc + Cefazolin 25 mg/kg.
b. Intravena fluid drip RL 500 cc 20 tpm.
c. Informed consent mengenai tindakan Sectio Caesarea.
d. Konsultasi ke bagian Anestesi.
e. Informed consent pembiusan : dilakukan operasi Sectio Caesarea dengan
regional anestesi dengan klasifikasi ASA I E.
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka :
• Diagnosis Pre Operatif : G4P3A0 Hamil 37 minggu, KPD 16 jam dan fetal
compromised.
BAB III
LAPORAN ANESTESI
A. Pre-operatif
B. Premedikasi Anestesi
Sebelum dilakukan tindakan anestesi diberikan Ondansentron 4 mg secara bolus
intravena.
C. Tindakan Anestesi
1. Pasien diminta untuk duduk secara rileks dengan posisi kepala menunduk.
10
11
Laporan Anestesi
1. Diagnosis Pra Bedah : G4P3A0 Hamil 37 minggu dengan KPD 16 jam dan fetal
compromised
2. Diagnosis Pasca Bedah : G4P3A0 Hamil 37 minggu dengan KPD 16 jam dan fetal
compromised
12
3. Penatalaksanaan Preoperasi :
• Intravena fluid drip NaCl 100 cc + Cefazolin 25 mg/kg.
• Intravena fluid drip RL 500 cc 20 tpm.
4. Penatalaksanaan Anestesi :
Jenis Pembedahan : Sectio Caesarea
Mulai Operasi : Pukul 11.35 WIB
Premedikasi : Ondansentron 4 mg IV
Medikasi : Regivell 5 mg/mL, Oxytocin 10 IU/mL 2
ampul,
Methylergometrine Maleate 0,2 mg/mL, Tramadol
100 mg/mL, Pronalges Supp 100 mg
Respirasi : Pernapasan spontan
• Cairan Durantee Operasi : RL 500 mL
• Pemantauan TD dan HR : terlampir
• Selesai Operasi : Pukul 12.20 WIB
5. Post Operatif :
• Pasien masuk ke dalam ruang pemulihan (recovery room) kemudian dibawa
kembali ke ruang rawat inap
• Observasi tanda-tanda vital dalam batas normal:
a. Keadaan umum : tampak sakit ringan
b. Kesadaran : compos mentis
c. TD : 128/82
d. Nadi : 110 x/menit
e. Saturasi Oksigen : 99%
f. Penilaian pemulihan kesadaran : dengan menggunakan Score
Bromage
BAB IV
ANALISA KASUS
Jenis anestesi yang akan dilakukan yaitu Regional Anestesi dengan Teknik Spinal
ntron 4 mg secara bolus Intravena. Hal ini bertujuan untuk mengurangi rasa mual karena obat-
obatan anestesi dapat merangsang muntah pada pasien. Ondansentron adalah sebuah
serotonin 5-HT3 receptor antagonist yang bekerja dengan menghambat secara selektif
serotonin5-hydroxytriptamineberikatanpadareseptornyayangadadiCTZ
(chemoreseptor trigger zone) pada saluran cerna. Serotonin merupakan zat yang dilepaskan
jika terdapat toksin pada saluran cerna, serotonin berikatan dengan reseptornya dan akan
merangsang saraf vagus menyampaikan rangsangan ke CTZ dan pusat muntah kemudian
terjadi mual dan muntah. Ondansentron relative lebih aman karena tidak menimbulkan
reaksi ekstapiramidal dan mempercepat pengosongan lambung.
Kemudian dilakukan anestesi pada pasien dengan menggunakan obat Bupivacain
20 mg. Bupivacaine adalah anestesi lokal golongan amida yang memiliki masa kerja
panjang. Obat ini bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor spesifik yang terdapat
pada kanal natrium sehingga menghambat infuks natrium ke dalam sel saraf sehingga
15
tidak hamil. Hal ini disebabkan karena lebih sedikitnya volume cairan serebrospinal pada
kehamilan, pergerakan anestesi lokal hiperbarik kearah sefalad pada posisi terlentang ibu
hamil, dan serabut saraf lebih sensitive terhadap anestesi lokal pada kehamilan.
Bupivacaine 95% berikatan dengan protein plasma dan memiliki rasio fetal maternal yang
rendah (0,2 – 0,4) sehingga Bupivacain yang dapat melewati sawar plasenta minimal.
bolus dan Oxytocin 20 IU secara drip untuk merangsang kontraksi uterus. Setelah itu
diberikan Tramadol yang merupakan opioid, adalah obat analgetik golongan NSAID
diberikan secara drip melalui infus untuk mengurangi rasa nyeri pasca operasi. Kondisi
pasien stabil dan pemantauan dilanjutkan di Recovery Room sampai pasien dibawa
kembali ke ruangannya.
16
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Anestesi regional merupakan suatu metode yang bersifat sebagai analgesik dengan
menghambat impuls saraf sensorik sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh
diblokir untuk sementara dan pasien dapat tetap dalam keadaan sadar.(1)
• Biaya yang dikeluarkan relatif lebih murah karena menggunakan alat yang
minimal dan teknik anestesi yang dilakukan lebih sederhana
• Efek regurgitasi/aspirasi yang minimal pada pasien yang tidak puasa.
• Komplikasi jalan nafas dan respirasi minimal
• Perawatan pasca operasi lebih sederhana
Kontraindikasi Absolut :
• Pasien menolak
• Infeksi pada tempat suntikan
• Hipovolemia berat, syok
• Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
18
Kontraindikasi Relatif :
• Infeksi sistemik
• Infeksi sekitar tempat suntikan
• Kelainan neurologis
• Kelainan psikis
• Bedah lama
• Penyakit jantung
• Hipovolemia ringan
• Nyeri punggung kronis
19
20
Teknik anestesi spinal dibagi menjadi dua yaitu median spinal anestesi dan
paramedian spinal anestesi. Berikut perbedaan antara median dan paramedian
spinal anestesi adalah :
Median Paramedian
Tepat di prosesus spinosus Ligamenyangdilewati
1,5-2 cm lateral prosesus spinosus
:Ligamen yang dilewati : flavum
Supraspinosum, intraspinosum,flavum
Posisi jarum : tegak lurus dengan spinalPosisi jarum : 10-25° dengan spinal
21
a. Hipotensi berat
b. Bradikardi
c. Hipoventilasi
d. Trauma pembuluh darah
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
22
Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling
populer adalah teknik “loss of resistance” dan “hanging drop”.
23
24
a) Kontraindikasi Relatif
- Neuropati perifer
- “ Mini-dose” heparin
- Aspirin atau pengobatan anti platelet lainnya
- Penyakit demielisasi system saraf pusat
- Stenosis aorta
- Pasien tidak kooperatif
b) Kontraindikasi Absolut
- Sepsis
- Bakteremia
- Infeksi kulit pada lokasi injeksi
- Hipovolemia berat
- Koagulopati
- Dalam pengobatan dengan antikoagulan
- Peningkatan tekanan intra kranial
- Pasien menolak
Cara penyuntikan
Setelah diyakini posisi jarum atau kateter benar, suntikkan obat anestesi local secara
bertahap setiap 3-5 menit sebanyak 3-5 ml sampai tercapai dosis total. Suntikan terlalu
cepat menyababkan tekanan Salam ruang epidural mendadak Tinggi, sehingga
menimbulkan peninggian tekanan intracranial, nyeri kepala, Dan gangguan sirkulasi
pembuluh darah epidural.
Dosis Ondansentron :
26
Farmakokinetik Ondansentron :
Efek Samping Ondansentron :
27
Indikasi Bupivacaine :
Dosis Bupivacaine :
Kaudal 37,5-150,0 mg
Infiltrasi/ Blok Saraf Perifer : <150 mg
Blok Plexus Brachialis : 75-250 mg
Epidural : Bolus 50-150 mg & Infus : 6-12 ml/jam
Spinal ; Bolus/infus : 7-15 mg
Spinal Ambulatory (seperti untuk analgesia persalinan : Bolus 1,0-2,5 mg
Farmakokinetik Bupivacaine :
Onset Kerja : Infiltrasi, 2-10 menit; epidural, 4-17 menit; spinal, <1 menit
Durasi Kerja : Infiltrasi/epidural/spinal : 200-400 menit
Efek Samping Bupivacaine :
4. Oxytocin
Oxytocin adalah hormone nonpeptida alamiah yang merangsang kontraksi
otot polos uterus. Obat ini meningkatkan daya dan frekuensi kontraksi ritmik
yang telah ada dan meningkatkan tonus otot uterus. Dosis tinggi dapat menyebabkan
vasodilatasi nyata tetapi bersifat transien, hipotensi, dan flushing disertai takikardia
dan peningkatan curah jantung.
Indikasi Oxytocin :
Inisasi atau perbaikan kontraksi uterus, kontrol perdarahan postpartum.
Dosis Oxytocin : Antepartum : Infus, 1-20 mU/menit; postpartum : Infus, 20-40
mU/menit
Farmakokinetik Oxytocin :
dengan zat anestesi lokal lainnya yang sering digunakan. Penambahan epinefrin
meningkatkan kualitas analgesia. Hipotensi disebabkan oleh hilangnya tonus
simpatis seperti pada anestesi spinal atau epidural. Dibandingkan dengan amida
lain (seperti lidokain atau mepivakain), injeksi bupivacaine intravaskuler
menyebabkan lebih banyak terjadinya kardiotoksisitas. Hal ini disebabkan karena
pemulihan yang lebih lambat pada blokade kanal natrium jantung yang diinduksi
29
oleh bupivacaine dan depresi yang lebih besar pada kontraktilitas miokardium dan
konduksi jantung.
Indikasi Bupivacaine :
Dosis Bupivacaine :
Kaudal 37,5-150,0 mg
Infiltrasi/ Blok Saraf Perifer : <150 mg
Blok Plexus Brachialis : 75-250 mg
Epidural : Bolus 50-150 mg & Infus : 6-12 ml/jam
Onset Kerja : Infiltrasi, 2-10 menit; epidural, 4-17 menit; spinal, <1 menit
Durasi Kerja : Infiltrasi/epidural/spinal : 200-400 menit
Efek Samping Bupivacaine :
30
Farmakokinetik Methergine :
BAB VI
KESIMPULAN
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Pramono A. Buku Kuliah : Anestesi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ;
2014
2. Amri FI, Wahyudi. Perbandingan Efek Antara Dexamedetomidin Dosis 0.25
mcg/kgBB dan 0.5 mcg/kgBB Intravena Terhadap Durasi Blok Anestesi Spinal
Pada Bedah Ekstremitas Bawah. Jurnal Kesehatan Tadulako 2017 April, 3(2): 1-75
3. Suhanda RM, Bhirowo YP, Widyastuti Y. Perbandingan Antara Durasi Blok
Sensorik dan Motorik pada Seksio Sesarea dengan Spinal Anestesi Kombinasi
Bupivakain 0,5% Hiperbarik 5 mg dan Fentanil 25 mg dengan Bupivakain 0,5%
Hiperbarik 7,5 mg dan Fentanil 15 mg. Jurnal Komplikasi Anestesi 2015 Agustus,
2(3): 20-26
4. Latif SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi 2nd Ed. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2002
5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Regional Anestesia & Pain Management. In
clinical Anesthesiology. 5th ed. New York: Lange Medical Book, Mc Graw Hill,
2013. 289-323
6. Visser L. Epidural Anestesia. Update 2018. Cited 2019 April. Available from :
http:/www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u13/u1311_01.htm
7. Alman KG, Wilson LH. Regional Anaesthesia in Oxford Handbook of anesthesia
fourth edition. Oxford: New York; 2016. 1055-1100
33