Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

JILBAB YANG TERMODERNISASI

ARY PANCA PUTRA

LATIHAN KADER II
(INTERMEDIATE TRAINING)
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim,puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala
penguasa semesta alam karena berkat curahan dan limpahan rahmat-Nya penulis
diberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah, tak lupa pula shalawat serta
salam penulis haturkan kepada junjungan kita baginda Rasulullah SAW beserta
seluruh keluarganya semoga kita mendapatkan syafaatnya di Yaumil Akhir nanti.
Makalah yang berjudul “JILBAB YANG IKUT TERMODERNISASI” ini
berisi tentang definisi jilbab,fungsi jilbab,sejarah jilbab dan definisi modernisasi.
Makalah ini digunakan untuk mengetahui definisi,,fungsi dan sejarah jilbab agar kita
mengerti.
Dalam proses penyusunan makalah ini, tentunya saya mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak yang telah membantu dan tidak mungkin saya sebutkan
satu-persatu di sini. Karena berkat bantuan dari berbagai pihak itu pula saya dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini di samping ada kelebihan juga tentunya terdapat kekurangan.
Kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini, semoga sedikit tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

1
DAFTAR ISI

2
BAB I PENDAHULUAN

3
A. LATAR BELAKANG

3
B. RUMUSAN MASALAH

6
C. TUJUAN PENULISAN

BAB II LANDASAN TEORI

7
BAB III PEMBAHASAN

9
BAB IV PENUTUP

23
A. KESIMPULAN

23
B. SARAN

23
DAFTAR PUSTAKA

24
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seiring perkembangan zaman dimana segala sesuatu sangat berkaitan erat


dengan pola modernisasi maka tak perlu heran jika semua serba menyimpang.
Hal tersebut tak luput dari hasil kerja keras politik dunia yang menjadikan segala
aspek menjadi titik sasar pengerusakan nilai-nilai dalam berkehidupan
masyarakat.
Perkembangan globalisasi yang kian pesat tak mampu dihentikan oleh
siapapun termasuk kita sendiri, maka perlunya kesadaran dini sebagai upaya
pencegahan doktrinasi yang dilakukan sebagai bentuk kerja keras politik dunia
melemahkan seluruh sisi dalam tatanan masyarakat.
Masyarakat masa kini banyak yang tidak sadar kalau telah terjerumus
kedalam sisi modernisasi yang kurang baik, padahal efek modernisasi yang
kurang baik itu sangat terasa dan dapat benar-benar dirasakan secara perlahan
maupun secara langsung namun kita hanya pasrah tanpa memikirkan solusi.
Sifat masa bodo memang telah mendarah daging dalam masyarakat kita,
sehingga tak sedikit pula hal-hal yang merusak bangsa secara tertutup maupun
terang-terangan tidak terlalu dipermasalahkan bahkan dihiraukan dan dibiarkan
terus-terusan merusak, dan yang parahnya lagi justru malah bangsa kita sendiri
yang ikut serta dalam dalang perusakan.
Secara sadar maupun tidak sadar modernisasi telah menyeret kita jauh masuk
ke dalam jurang kesengsaraan yang membuat kita terlihat modern atau maju dari
sisi luarnya saja faktanya justru sisi dalam kita semakin terbelakang, padahal
bangsa kita telah melewati masa-masa sulit yaitu masa penjajahan namun
faktanya kita belum terlepas penuh dari penjajahan.
Belum terlepas penuh dari penjajahan yang dimaksud disini adalah secara
politik dan budaya kita masih terjajah, salah satunya ialah modernisasi yang
hanya menguntungkan segelintir orang yang memiliki kepentingan pribadi
dengan melakukan politik hewan dan pelencengan budaya.
Modernisasi termasuk jenis jajahan tak kasat mata yang dimana tidak disadari
masyarakat dan akan terus berjalan seiring perkembangan zaman, karena sifat
masyarakat kita yang cenderung lemah dan lengah dalam memilah dan
menganalisa kelebihan dan kekurangan yang terkandung dalam modernisasi.
Kelemahan dan kelengahan yang kita miliki inilah yang menjadi titik sasar
tertinggi dan sangat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan
tertentu, dengan kelemahan dan kelengahan itu kita memberi celah kepada
pihak-pihak atau segelintir orang untuk membombardir kita secara halus.
Faktanya selain kita hanya bisa pasrah dan mengikuti perkembangan zaman,
kita masih mempunyai ruang dan kesempatan untuk membalikan keadaan dan
semua itu tergantung dari keinginan kita sendiriapakah kita akan bangkit dari
keterbelakangan dan berfikir maju atau justru sebaliknya.
Penulis makalah ini memiliki pengalaman semasa kehidupannya di Jakarta,
tepatnya di Jakarta Pusat kota dimana sang penulis makalah ini dilahirkan hingga
tamat Sekolah Menengah Atas dan memutuskan untuk pindah dan melanjutkan
pendidikan di salah satu perguruan tinggi negeri di Papua atau tepatnya di
Jayapura.
Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang dimana menjadi kota dengan
penduduk terpadat di Indonesia pula, dengan jumlah penduduk terpadat tentunya
Jakarta menjadi salah satu tempat yang memiliki banyak perbedaan di segala
aspek dan menjadi keberanekaragaman.
Pengalaman penulis selama tinggal di Jakarta telah banyak melihat
perubahan-perubahan yang terjadi seiring perkembangan zaman dan maraknya
perlombaan atau ajang saling mengungguli satu sama lain, karena setiap orang
memiliki tujuannya masing-masing dan berbeda cara menempuhnya.
Modernisasi adalah salah satu contoh perubahan yang terjadi, hampir semua
aspek telah termodernisasi dan dirasakan oleh penulis dari modernisasi yang
positif hingga modernisasi yang negatif, modernisasi baik yang positif maupun
negatif ini memiliki efek jangka panjang bagi orang-orang yang merasakannya.
Seperti yang kita lihat bahwa banyak penyimpangan yang yang disebabkan
oleh modernisasi dan berakibat buruk bagi masyarakat yang ikut terkena
dampaknya, jika kita benar-benar menganalisa apa yang terjadi akibat dari
modernisasi pasti kita dapat melihat dengan jelas baik dan buruknya.
Selama ini banyak yang mengira bahwa modernisasi adalah gaya hidup yang
mengikuti perkembangan zaman pada saat ini, dan ada pula yang mengira bahwa
modernisasi adalah sebuah bentuk perubahan yang kurang maju atau kurang
berkembang ke arah yang lebih baik.
Seiring perkembangan zaman yang semakin modern dan modernisasi yang
tidak bisa di cekal dan tidak bisa dihindarkan sehingga jilbab juga ikut terseret ke
dalam modernisasi, modernisasi yang bermediakan jilbab ini sejatinya telah
merusak citra perempuan yang dimana banyak di salah artikan.
Seperti halnya yang terjadi di kota Jakarta yaitu kota tempat dimana penulis
makalah ini dilahirkan dan banyak mendapat pengalaman semasa tinggalnya, dan
di kota ini pula yang dimana penulis banyak melihat kejadian-kejadian yang
kemudian cukup terbilang melenceng.
Dari kota ini pula banyak terjadi fenomena sosial yang salah satunya ini
berkaitan dengan jilbab-jilbab yang kemudian banyak terdapat varian warna dan
bermacam-macam model yang cukup untuk membuat mata menjadi sakit bila
terus menatapnya. Kota ini juga telah banyak merubah orang yang awalnya baik
menjadi kurang baik.
Jakarta adalah salah satu kota yang memaksa masyarakatnya untuk hidup
mengikuti zaman, karena apabila masih ada masyarakat yang kemudian
ketinggalan zaman maka masyarakat tersebut dapat dibilang masyarakat kuno.
Modernisasi meluas dengan cepat dikota ini dan akan terus berkembang tanpa
henti-hentinya.
Dari keadaan fenomena sosial yang terjadi di kota Jakarta inilah yang
menjadi pijakan penulis untuk menguak dan kemudian mengangkat persoalan
modernisasi yang memaksa dan mengikut sertakan jilbab untuk masuk
kedalamnya yang akhirnya menyebabkan pergeseran makna terhadap jilbab dan
pergeseran sikap pemakainya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sepak terjang jilbab seiring perkembangan zaman?
2. Mengapa sampai jilbab ikut termodernisasi?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui perkembangan jilbab seiring perkembangan zaman
2. Untuk mengetahui faktor penyebab modernisasi pada jilbab
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN JILBAB
2.1.1 Pengertian kata JILBAB secara etimologi atau bahasa adalah MEMBAWA
ATAU MENGHIMPUN. Kata Jilbab ini sendiri mengakar pada kata dalam
bahasa arab yakni JALABA yang artinya memang secara harfiah adalah
menghimpun atau membawa.
2.1.2 Dalam kosakata bahasa Indonesia menurut KBBI daring, jilbab adalah kerudung lebar
yang dipakai perempuan muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai ke dada.
2.1.3 Lisanul Arab : "Jilbab berarti selendang, atau pakaian lebar yang dipakai wanita
untuk menutupi kepada, dada dan bagian belakang tubuhnya."
2.1.4 Al Mu'jamal-Wasit : "Jilbab berarti pakaian yang dalam (gamis) atau selendang
(khimar), atau pakaian untuk melapisi segenap pakaian wanita bagian luar untuk
menutupi semua tubuh seperti halnya mantel."
2.1.5 Mukhtar Shihah : "Jilbab berasal dari kata Jalbu, artinya menarik atau menghimpun,
sedangkan jilbab berarti pakaian lebar seperti mantel."
2.1.6 Al Qurthuby: "Jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh."
2.1.7 Ali, memberikan pengertian jilbab sebagai sejenis baju kurung yang lebar yang dapat
menutup kepala, wajah dan dada, malah menutup seluruh tubuh.
2.1.8 Glasse, memberikan pengerian jilbab adalah Jenis pakaian wanita dengan batasan
tertentu yang menggambarkan kesopanan berpakaian bagi orang wanita adalah
jilbab.
2.1.9 Al-Barik mengatakan, bahwa jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh
sejak dari kepala sampai ke kaki atau menutup sebagian besar tubuh dan dipakai di
bagian luar sekali seperti halnya baju hujan.
2.2 PENGERTIAN MODERNISASI
2.2.1 Modernisasi dalam ilmu sosial merujuk pada sebuah bentuk transformasi dari
keadaan yang kurang maju atau kurang berkembang ke arah yang lebih baik dengan
harapan akan tercapai kehidupan masyarakat yang lebih maju, berkembang, dan
makmur.
2.2.2 Pengertian modernisasi adalah suatu proses perubahan atau transformasi dari
keadaan tradisional menuju ke masyarakat yang lebih maju atau modern.
2.2.3 Menurut Widjojo Nitisastro (ekonom), pengertian modernisasi adalah transformasi
total dari kehidupan tradisional atau pra modern dalam hal organisasi sosial dan
teknologi ke arah yang modern.
2.2.4 Menurut Soerjono soekanto, pengertian modernisasi adalah suatu bentuk
perubahan sosial secara terarah dan didasarkan pada suatu perencanaan yang
disebut dengan social planning.
2.2.5 Menurut Wilbert E Moore, pengertian modernisasi adalah bentuk transformasi
kehidupan masyarakat secara total dari tradisional menuju penggunaan teknologi
dengan tujuan menstabilkan ekonomi Negara.
2.2.6 Modernisasi yaitu sering diungkapkan sebagai perkembangan ilmu teknologi atau
pengetahuan yang terus berkembang. Pengaruh perubahan teknologi juga semakin
dapat dirasakan oleh para penduduk baik di dalam perkotaan maupun
perkampungan sekalipun.
2.2.7 Modernisasi ini artinya ialah proses perubahan keadaan dari cara-cara tradisional ke
cara-cara yang lebih baru yang dengan harapan dapat meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat.
2.2.8 Modernisasi adalah bentuk perubahan sosial terarah dan terencana.
2.2.9 pengertian modernisasi sendiri adalah proses pergeseran sikap dan mental
sebagai warga masyarakat untuk kita hidup sesuai dengan tuntutan hidup
masa kini hidup yang mengikuti perkembangan zaman pada saat sekarang ini.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Bagaimana sepak terjang jilbab seiring perkembangan zaman?

Seiring perkembangan zaman sepak terjang jilbab telah mengalami banyak


perubahan yang dimana setiap zamannya memiliki alasan masing-masing mengenai
nilai kegunaan jilbab, dan banyak terjadi pula perubahan arah gerak jilbab dari sisi
model hingga bermacam-macam dan cara pemakaiannya.
Aspek-aspek yang terkandung dalam jilbab tentunya tak terlepas dari politik
dunia yang dimana selalu ikut campur dalam setiap pergerakan dan selalu melakukan
banyak perubahan yang entah kemana arahnya, terkadang baik namun bisa juga
sebaliknya tetapi yang pasti selalu ikut campur.
Politik dunia yang selama ini dipegang kendali oleh sang dalang dibalik layar
ini selalu berhasil dalam hal mewujudkan kepentingan pribadi, maka kita tak perlu
heran jika kita telah berhasil dihegemoni karena memang mereka yang selama ini
mengatur setiap perubahan yang terjadi di masyarakat yang mereka sebut sebagai
permainan.
Dan tentunya pasti modernisasi adalah salah satu jenis pengalihan yang
dilakukan, pengertian modernisasi sendiri adalah proses pergeseran sikap dan mental
sebagai warga masyarakat untuk kita hidup sesuai dengan tuntutan hidup masa kini
hidup yang mengikuti perkembangan zaman pada saat sekarang ini.
Modernisasi sendiri telah banyak yang menyalah artikan sehingga masyarakat
hanya melihat dari sisi yang baiknya saja tanpa melihat sisi keburukannya, karena
mengalihkan perhatian adalah salah satu cara kerja musuh yang harus kita waspadai
agar kita tidak melalaikan setiap gerak langkah yang kita buat.
Modernisasi ini sendiri juga merupakan salah satu sarana kerja musuh yang
merusak masyarakat dengan cara proses mengalihkan dan melencengkan suatu nilai
guna pada suatu hal tertentu, modernisasi ini juga melencengkan kegunaan pada suatu
barang tertentu.

Awalnya manusia membuat mesin sebagai suatu sarana yang akan berfungsi
untuk membantu atau mempermudah kinerja manusia, namun faktanya sekarang
justru mesin yang diciptakan manusia malah menggantikan dan mengambil alih
fungsi pekerjaan manusia.
Dari sini kita bisa melihat bahwa memang kelengahan kita juga menjadi pemicu
munculnya kesengsaraan pada masyarakat kita sendiri, dan kita bisa melihat dengan
jelas dampak buruknya modernisasi yang tak dapat terhindarkan dan akan terus
berkembang mengikuti zaman.

Modernisasi yang merupakan salah satu sarana kerja musuh ini juga telah
menyeret jilbab ikut masuk kedalamnya, modernisasi ini menggunakan jilbab sebagai
media yang kini telah banyak melenceng dari tujuan jilbab yang sesungguhnya.
Padahal jilbab memiliki nilai kegunaan tersendiri.
Jilbab secara etimologi atau bahasa adalah membawa atau menghimpun. Kata
jilbab ini sendiri mengakar pada kata dalam bahasa arab yakni jalaba yang artinya
memang secara harfiah adalah membawa atau menghimpun, dan kata jilbab ini
sendiri telah diserap kedalam bahasa Indonesia.
Dalam pendefinisian jilbab ini sendiri telah terjadi banyak perbedaan pendapat
diantaranya menurut KBBI, dalam kosakata bahasa Indonesia, jilbab adalah kerudung
lebar yang dipakai perempuan muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai ke
dada. Secara umum mereka yang menutupi bagian itu disebut sebagai orang yang
berjilbab.
Sedangkan pendefinisian jilbab menurut Imam Qurthubi dalam tafsirnya
mengatakan jilbab berarti kain yang lebih besar ukurannya dari khimar atau
kerudung, sedangkan yang benar menurutnya jilbab adalah kain yang menutup semua
badan.
Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa jilbab adalah pakaian yang
digunakan untuk menutup aurat. Di zaman sekarang ini semakin marak saja kita llihat
perempuan-perempuan muslimah untuk memperlihatkan penampilan yang cantik,
anggun, gaul dan mempesona. Dia memakai jilbab berdasarkan trend mode, semakin
gaul jilbab yang dipakainya itu maka semakin pede saja ia untuk tampil di muka
umum.
Belum lagi jika kita melihat dan coba menyelidiki sikap serta tingkah lakunya
perempuan-perempuan yang berjilbab itu, ada yang tidak bisa mengendalikan emosi
dan hasratnya. Ada yang berjilbab atas motif “saya sudah taubat maka saya
berjilbab”. Ada yang memakainya karena menyadari bahwa umurnya semakin tua
sehingga semakin ingin memasrahkan diri pada yang maha kuasa.
Ada juga yang beralasan menggunakan jilbab hanya untuk menghindar dari
sinar matahari yang dapat menyebabkan kelembaban pada kulit sehingga ia
mengenakan jilbab hanya pada waktu siang hari dan tidak mengenakan jilbab pada
waktu malam hari.
Masih banyak alasan-alasan wanita muslimah ingin memakai jilbab, pertanyaan
yang sama juga pantas diajukan kepada mereka yang tergila-gila dengan gaya atau
mode berpakaian dan berjilbab, untuk apakah mengikuti mode berjilbab sehingga
semakin baru mode jilbab tersebut.
Bukankah gaya hidup yang seperti ini jelas-jelas telah meniru gaya orang barat
dalam bentuk yang lain. Disinilah tampaknya kita dihadapkan dengan fakta yang
semakin jauh perempuan-perempuan muslimah untuk memakai jilbab, jilbab berubah
menjadi perkara yang rumit dan sulit.
Jika disepakati bahwa hakikat jilbab sesungguhnya tidak hanya untuk menutupi
saja, melainkan juga untuk menjaga kesucian dan kehormatan seorang perempuan
dimata para laki-laki. Oleh karena itu perempuan itu haruslah menjaga kehormatan,
kesucian dan keamanan dirinya dengan cara memakai jilbab.
Sepak terjang jilbab juga memiliki sejarah dan perkembangan dari masa ke
masa seperti dikutip Ust Nasaruddin Umar dalam tulisannya, “jilbab sudah dikenal
sebelum adanya agama-agama samawi” jilbab sudah menjadi wacana dalam Code
Bilalama (3.000 SM), kemudian berlanjut di dalam Code Hammurabi (2.000 SM) dan
Code Asyiria (1.500 SM).
Ketentuan penggunaan jilbab bahkan sudah dikenal di beberapa kota tua seperti
Mesopotamia, Babilonia dan Asyiria. Dengan demikian sejarah mencatat bahwa
jilbab sendiri merupakan bagian dari busana yang dianjurkan atau dikenalkan menjadi
identitas dari agama-agama besar di dunia.
Dapat disimpulkan bahwa jilbab muncul dari lingkungan keagamaan dan
menjadi tradisi kehormatan lingkungan terhormat atau yang biasa disebut dengan
kerajaan, biara, ordo, tempat ibadah dan sebagainya. Bila membandingkan dengan
sejarah rok mini, jelas jilbab lahir dari semangat dan kehormatan yang berbeda.
Jilbab awalnya adalah sebuah benda yang kemunculannya akibat dari dorongan
syaraiat, artinya munculnya ide budaya materi jilbab adalah berasal dari hukum Allah
yang jelas ,sudah diberi definisi dan ketentuan apa yang dimaksud, dan dalam kadar
seperti apa sesuatu bisa disebut sebagai sebuah jilbab Al-Qur’an surat Al-Ahzab (33)
: 59. Sehingga manusia tinggal memahami kemudian mewujudkannya, dalam konteks
ini penulis menafsirkan awalnya jilbab masih sebatas sebagai fungsi teknis, artinya
baru sebatas sebagai sebuah benda yang memiliki fungsi untuk menutupi bagian
tubuh yang dilarang untuk dilihat oleh orang lain, untuk menghindari maksiat bagi
yang melihat.
Kemudian fungsi jilbab tidak hanya sebatas sebagai fungsi teknis saja. Karena
dalil tidak sebatas itu dalam memerintah, akan tetapi jilbab juga sebagai sebuah
identitas bagi si pemakainya. Akibatnya masyarakat arab yang memakai jilbab sesuai
syariat memiliki identitas sosial baru, yaitu sebagai seorang wanita muslim yang
dihormati agar lelaki segan dan tidak mengganggu, demikianlah catatan sejarah
berkata.
Sehingga jika jilbab dikaitkan sebagai sebuah identitas sosial kaitannya dengan
keagamaan, maka pembacaan jilbab berkembang lagi, tidak hanya sebatas teknofak,
dan sosiofak tetapi fungsi ideofak otomatis juga melekat karena jilbab adalah bagian
dari syariat agama islam, yang tak lain islam sebagai sebuah ideologi bagi sebagian
manusia di muka bumi.
Sebagai mode, jilbab lahir dari konsep tentang kecantikan dan keindahan
berstandar tinggi,bahkan ilahiah. Juga karena inilah kita bisa mengerti dan
memaklumi adanya tuntutan agar pemakai jilbab juga harus punya ilmu agama yang
baik.
Dalam hukum islam setidaknya yang mewajibkan penggunaan jilbab sampai
urusan jilbab dapat dipandang sebagai syarat berbusana seorang wanita, yang tidak
secara otomatis menyulap pemakaiannya menjadi wanita berakhlak indah, itu masih
perlu banyak pembuktian yang lain.
Misalnya seperti ada dua wanita yang tertangkap akibat perbuatan mencuri
sesuatu,yang satu terlihat mengenakan jilbab sedangkan yang satunya lagi terlihat
tidak mengenakan jilbab, maka bobot dosanya berbeda. Pencuri wanita yang
mengenakan jilbab melanggar satu larangan yaitu mencuri, sedangkan wanita pencuri
yang tidak mengenakan jilbab melanggar dua larangan yaitu mencuri dan tidak
berbusana dengan baik.
Abad ke 7 adalah abad dimana awal perintah berjilbab, dalam konteks abad ke
7 di semenanjung Arabia, kondisi sosial masyarakat jauh dari pengaruh peradaban
dua imperium besar yaitu Romawi dan Persia. Hal ini sebagai dampak dari
geomorfologi Arab yang terpencil dan terkukung dari pegunungan dan padang pasir,
hal ini berdampak pada pengaruh budaya yang cukup kecil terjadi, sehingga apa yang
dikembangkan oleh masyarakat masih sesuai dengan doktrin yang ada di lingkungan
masyarakat Arab.
Jilbab sebagai sebuah hasil pemahaman atas dalil agama juga belum mengalami
perubahan akibat pengaruh dua pusat kebudayaan dan masih sesuai dengan makna
dan ketentuannya yang dimaksud disini adalah jilbab berarti kain penutup kepala
sehingga kain menjulur hingga ke dada.
Hal ini dapat ditarik sebuah pengertian bahwa masyarakat pendukung
kebudayan jilbab pada awalnya masih memegang teguh ketentuan-ketentuan dalil
tentang jilbab dan belum terfikirkan untuk merubah makna jilbab. Pasca islam pada
abad ke 9-12 mengalami perkembangan dan persebaran mengalami akulturasi dengan
kebudayaan lainnya, misalnya di sebagian Negara timur tengah berkembang model
jilbab dengan cadar,niqop dan masker.
Kemudian berkembang pula di Nusantara atau Melayu abad ke 19 jilbab
selendang yang tidak menutupi penuh kepala, dan hanya di selampirkan. Di kawasan
timur juga berkembang jilbab dengan motif hiasan tertentu sesuai dengan konteks
lingkungannya, tidak sebatas polos tanpa motif dan lain sebagainya.
Hal ini menggambarkan bahwa ada sebuah perkembangan dalam berupaya
untuk menafsiakan jilbab. Faktornya tentu banyak, hal ini terkait dengan kondisi
sosial budaya, lingkungan dan pemahaman atas dalil agama. Singkatnya dalam
konteks kondisi sosial budaya misalnya pendapat yang masih menjadi perdebatan
para ahli, khususnya di Jawa pada abad 19, masih sedikit masyarakat yang memakai
jilbab sesuai ketentuan dalil,hanya sebatas selendang yang diselampirkan di kepala.
Hal ini sebagian berpendapat bahwa, hal ini sebagai dampak pola penyebaran
agama islam dilakukan oleh Wali Songo, yang sangat toleran dengan budaya local,
sehingga pada waktu itu Wali Songo baru menyampaikan masalah teologis belum
sampai pada masalah fiqih jilbab, karena menyadari bahwa hal ini akan merubah
budaya berpakaian masyarakat jawa yang sangat mencolok.
Contoh lain dalam konteks kondisi lingkungan alam misalnya pada masyarakat
di Melayu, yang memakai jilbab dengan bahan dan motif yang lebih variatif, hal ini
menggambarkan kondisi bahan baku jilbab, yang sesuai dengan kondisi sumber daya
alam masyarakat pendukungnya.
Dan contoh yang terakhir adalah perubahan jilbab karena pemahaman dalil
agama yang menyebabkan berubahnya jilbab. Misalnya saja cadar yang masih
menjadi perdebatan para ulama dalam hal keharusannya memakai. Dari semua proses
dari awal pemahaman manusia atas dalil agama yang menyebutkan keharusan
berjilbab.
Hingga abad selanjutnya dalam proses perubahan jilbab dapat dimaknai bahwa
manusia pendukung budaya materi jilbab memiliki pola fikir pada dimensi jilbab
sebagai sebuah benda materi sacral, karena ini adalah perintah Allah, sehingga tidak
ada inovasi yang berarti, jika ada hal lain disebabkan karena faktor-faktor yang
sebenarnya bukan melenceng dari anggapan kesakralan itu sendiri, ini hanya terkait
dengan faktor teknis saja, belum beranjak pada masalah pergeseran ideologi.
Satu hal yang pasti, sejak abad ke 19, pemakaian jilbab telah diperjuangkan di
masyarakat. Hal itu terlihat dari sejarah gerakan Paderi di Minangkabau. Gerakan
revolusioner ini, turut memperjuangkan pemakaian jilbab di masyarakat, kala itu
mayoritas masyarakat Minangkabau tidak begitu menghiraukan syariat
islam,sehingga banyak sekali terjadi kemaksiatan.
Menyaksikan itu, para ulama paderi tidak tinggal diam. Mereka memutuskan
untuk menerapkan syariat islam di Minangkabau, termasuk aturan pemakaian jilbab.
Bukan hanya jilbab, aturan ini bahkan mewajibkan wanita untuk memakai cadar.
Akibat dakwah islam yang begitu intens di Minangkabau telah meresap sehingga
syariat islam meresap ke dalam tradisi dan adat masyarakat Minang. Hal ini dapat
kita lihat dari bentuk pakaian adat Minangkabau yang cenderung tertutup
Di Aceh seperti juga di Minangkabau, di mana dakwah islam begitu kuat,
pengaruh islam juga meresap hingga ke aturan berpakaian dalam adat masyarakat
Aceh. Seperti aturan masyarakat Aceh yang berbunyi “orang harus berpakaian
sedemikian rupa sehingga seluruh badan sampai kaki harus ditutupi”
2. Mengapa sampai jilbab ikut termodernisasi?

Modernisasi muncul dari gagasan bahwa komunikasi massa sosial bisa


digunakan untuk menyebarkan pesan dan member model ekonomi dan politik.
Perubahan yang terjadi di masyarakat dari masyarakat tradisional ke masyarakat
modern tersebut membawa dampak positif maupun dampak negatif dari modernisasi
tersebut jadi kita harus siap dan bisa menerima perubahan tersebut karena tanpa
dikehendakipun masyarakat pasti akan mengalami perubahan untuk kemajuan taraf
hidup kita.
Disadari atau tidak disadari proses perubahan didalam masyarakat itu pasti
terjadi seiring dengan perkembangan teknologi saat ini meskipun terkadang
perubahan di dalamnya tidak selamanya mencolok atau sangat berpengaruh terhadap
kehidupan yang lebih luas.
Modernisasi atau perubahan ini dapat dilihat dari kehidupan kita sehari-hari
dengan adanya perkembangan era teknologi pada saat ini kita seolah tidak bisa lepas
dari yang namanya media sosial yang sudah menjadi kebutuhan kita untuk
mendapatkan informasi yang lebih cepat, media sosial juga berperan penting dalam
menjaga interaksi sosial dalam masyarakat. Padahal sebelum ditemukannya media
sosial masyarakat melakukan interaksi dengan masyarakat lainnya dengan cara tatap
muka langsung atau dengan bersilaturrahmi.
Perubahan yang terjadi pada masyarakat ini merupakan gejala yang
normal-normal saja,yang pengaruhnya menjalar dengan sangat cepat ke dalam
masyarakat antara lain berkat ada media sosial atau komunikasi modern dan
kemajuan dibidang teknologi saat ini memungkinkan masyarakatnya untuk bisa
menyesuaikan dirinya dengan keadaannya yang sekarang, selain itu media massa
dianggap sebagai kekuatan yang netral dalam proses pembangunan dikarenakan
media adalah suatu produk sosial, politik, eknomi dan budaya.
Modernisasi yang tak dapat terhindarkan lagi kini telah menyeret jilbab masuk
kedalamnya, dan faktor yang mempengaruhinya ialah faktor kepentingan pasar yang
dimana banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang berkepentingan untuk mencari
keuntungan.
Pasar adalah kekuatan yang selalu mendorong sebuah perubahan kebudayaan.
Kepentingan pasar tidak akan toleran terhadap nilai-nilai dan batas norma tertentu.
Karena dalam kacamata kepentingan pasar, keuntungan adalah segalanya. Jikalau
keuntungan itu harus diupayakan dengan menerobos batas-batas kemanusiaan,
bukanlah menjadi persoalan.
Perspektif ini akan terus berlaku terutama bagi dunia modern yang menitik
beratkan pada financial sebagai tolak ukur suatu keberhasilan kehidupan. Sehingga
banyak orang yang berusaha mengupayakannya hingga titik darah penghabisan.
Sejumlah produsen pasca menjamurnya pemakai jilbab, sangat menyadari sebuah
peluang keuntungan dari adanya trend ini.
Hal ini tentunya memacu munculnya kreativitas untuk menghasilkan sebuah
produk yang mampu menarik konsumen lebih banyak. Inovasi-inovasi ini mulai dari
jilbab yang praktis dipakai, indah dengan berbagai aksesorisnya, dan berbahan kain
tertentu yang semuanya memanjakan bagi pemakainya, menjadi trend selanjutnya.
Menurut salah satu produsen jilbab di Indonesia yang dikutip dari republika
co.id menuturkan bahwa pengaruh televisi dan media massa lain menyebabkan
beragamnya pilihan gaya busana keseharian. Setiap muslimah lebih berani
mengeksplorasi gaya dengan tampilan berbeda dengan busana muslim sesuai karakter
personal.
Menurut ia aplikasi jilbab juga tak ketinggalan. Prinsipnya, kaidah berbusana
muslim tetap dijalankan, namun perempuan masih bisa bereksplorasi dengan
jilbabnya, kata dia selama ini, busana muslim tidak lagi identik dengan kesan
feminim.

Sekarang ini, mulai bermunculan jilbab bergaya sporty. Adapula, jilbab bergaya
hoodie, yakni jilbab dengan penutup kepala namun menutupi bagian dada dengan
detail mengkerut sehingga tidak perlu lagi mengenakan kalung atau rantai. Kemudian
dalam beberapa episode pemberitaan dalam republika disebutkan bahwa beberapa
komunitas jilbab telah menjamur, motif mereka sebenarnya adalah keprihatinan akan
kondisi pasar jilbab yang dikuasai oleh pasar asing seperti Cina dan timur tengah.
Atas keprihatinannya tersebut mereka berusaha menciptakan produk mandiri
untuk memenuhi pasar dalam negeri. Meskipun gaya masih banyak mengadopsi gaya
luar. Adapun contoh komunitas yang sekaligus menjadi nama situs internet adalah
Jilbab Cantik.

Sekarang telah ada berpuluh-puluh gaya jilbab, contohnya yaitu chrysant, rose,
orchid, jasmine, sakura, tulip, daisy, dan violet. Selain bisnis, mereka mempunyai
alasan untuk mensosialisasikan jilbab kepada masyarakat yang belum memakainya.
Dengan cara mengembangkan model diharapkan masyarakat semakin mencintai
jilbab.
Dalih untuk menciptakan gaya untuk menambah kesan jilbab mampu
menampung aspirasi bagi setiap individu si pemakainya menjadi salah satu alasan
yang berkembang saat ini. Sebenarnya jika kita berfikir positif tentu hal ini sah-sah
saja. Jika benar dan konsisten apa yang dikatakan oleh produsen tadi bahwa tanpa
melanggar koridor hukum, atau kaidah jilbab, jangan sampai gaya mengorbankan
esensi jilbab.
Sebenarnya jika kita lihat dari satu sisi memang benar bahwa modernisasi jilbab
ini tidaklah buruk dampak kemunculannya. Alasannya hal ini akan meningkatkan
minat para muslimah untuk memakai jilbab. Selain itu dengan adanya banyak pilihan
model jilbab, muslimah yang belum memakainya akan lebih tertarik.
Hal yang disayangkan adalah penekanan akan modernisasi jilbab hanya
berhenti pada wilayah fashion atau gaya saja. Sehingga nilai-nilai atau esensi akan
jilbab itu sendiri tidak diketahui oleh pemakainya. Memang penulis akui bahwa hal
ini bukan tugasnya para produsen, terlebih bagi produsen yang hanya mengejar
keuntungan.
Akan tetapi setidaknya jika memang ada sejumlah produsen yang peduli akan
hal ini, tentu saja seharusnya produsen akan berimbang dalam memproduksi jilbab
yaitu antara kreatifitas dan sesuai dengan koridor berjilbab yang benar. Tentu saja hal
ini juga berlaku bagi para pemakainya, jika para pemakai menganggap bahwa jilbab
adalah bagian dari perintah agama yang tentu saja sacral dan tidak boleh dimodifikasi
yang mengarah pada pelanggaran akan dalil. Maka seharusnya para pemakai harus
sadar bahwa jilbab yang tidak sesuai seharusnya jangan dibeli atau dipakai.
Jadi yang dimaksud modernisasi jilbab dalam hal ini adalah sebuah jilbab yang
penulis anggap hilang dari sisi nilai-nilai ideologis sebagai dasar kemunculannya, dan
bergeser yang lebih menonjol pada sisi gaya hidup atau sebuah mode. Sehingga jilbab
disini mengalami pergeseran makna, dari sacral menjadi profane.
Jilbab masa kini juga telah menjadi simbol-simbol lapisan sosial,tentu saja
maksud penulis bukan sebatas symbol lapisan sosial dalam kontek antar agama,
seperti pada permulaan munculnya jilbab itu sendiri, akan tetapi sebagai sebuah
simbol lapisan sosial dalam kontek klasifikasi tingkatan ekonomi.
Selanjutnya penulis menemukan sebuah fenomena yang cukup menarik bahwa
fenomena modernisasi jilbab telah menarik segelintir orang untuk mengapresiasi
melalui sebuah perkumpulan yang dipersatukan atas dasar budaya materi ini.
Ternyata hobi, kegemaran dan bisnis memakai jilbab ini menginspirasikan
sekelompok wanita untuk mendirikan sejumlah situs untuk mempromosikan dan
kemudian mempunyai basis massa dan tujuan tertentu.
Sebuah fenomena yang biasa dalam konteks zaman sekarang. Misalnya kita
berangkat dari sebuah contoh, agar mudah menggambarkan hal ini. Model pada
materi celana jeans misalnya, tahun 70-an umum telah berkembang model celana
jeans cutbraiy, baru pada tahun 90-an model ini sempat menghilang, dan kembali
muncul pada tahun 2007. Kemudian model ini tahun 2010 menghilang karena model
jelana jeans pensil. Gaya celana pensil ini secara otomatis akan melunturkan bahkan
menghilangkan gaya cutbraiy.
Sehingga jika ada remaja yang masih menggunakan celana jeans cutbraiy saat
ini dalam perspektif klasifikasi fashion dia akan masuk pada golongan mode kuno.
Hal ini terjadi secara otomatis, sehingga celana pensil dalam waktu sekejap menjamur
dan dipakai segala lapisan masyarakat yang selalu tidak ingin ketinggalan mode.
Nampaknya begitu juga dengan jilbab ini. Jilbab ini mulai menjamur, apalagi
dengan dukungan media massa dan elektronik, jilbab ini siap-siap akan menjadi pusat
perhatian baru, sehingga masyarakat akan banyak memburu model ini. Dalam
perkembangan waktu seperti yang berlaku pada celana jeans,bahwa jika masih ada
yang menggunakan jilbab formal maka secara otomatis dia akan masuk dalam
klasifikasi gaya era masa lalu, tentu hal ini melalui kacamata masyarakat pengagum
mode.
Kemunculan mode ini memang tidak datang sesederhana seperti apa yang kita
bayangkan. Kemunculan ini tentu melalui beberapa fase dan kepentingan. Ada
beberapa tahapan yang penulis jabarkan disini tentu dalam konteks Indonesia.
Pertama bahwa munculnya jilbab yang marak di Indonesia baru muncul pasca
tumbangnya rezim orde baru. Pada waktu itu ditandai dengan munculnya jilbabisasi
dikalangan masyarakat kampus. Orde baru adalah dimana jilbab menjadi sebuah hal
yang masih awam untuk dipakai. Hal ini memang sangat terkait dengan situasi politik
dan budaya pada masa itu.
Kedua yaita era tahun 90-an, pemerintah cukup mulai memperhatikan
kehidupan beragama. Hal ini sebagai sebuah dampak dari kehidupan pribadi Soeharto
yang sudah mulai berusia lanjut. Religiusitas Soeharto meningkat ditandai dengan
berangkatnya haji dan umroh yang selalu dipertontonkan melalui media, hal ini
dampaknya cukup bagus, kelonggaran beragama mulai ditunjukan dengan beberapa
surat keputusan presiden yang dikeluarkan.
Ketiga yaitu pasca reformasi ada sekelempok masyarakat yang menginginkan
kehidupan islami di setiap lini aktivitas, dan juga dibarengi dengan kebebasan
berekspresi, hal ini semakin mempermudah segala aktivitas hidup sesuai dengan
ideologi masing-masing.
Keempat yaitu fase yang terakhir inilah yang menyuburkan simbol-simbol
agama dipakai dalam kehidupan, termasuk jilbab. Sebuah catatan yang penulis
tekankan adalah pada awalnya masyarakat belum berfikiran akan memodifikasi gaya
jilbab mereka. Hal ini tentu saja dapat dipahami bahwasanya, masyarakat baru belajar
memakai simbol baru yang sebenarnya sudah lama dikenal, dampaknya adalah
normative, dan sesuai dengan ketentuan yang selaras dengan dalil.
Fase selanjutnya memang jilbab menjadi trend masyarakat muslimah Indonesia.
Hal ini mendorong pula dimunculkannya aturan-aturan yang melegalkan jilbab,
terutama di instansi-instansi islam yang sebagai lembaga pendukung kebudayaan ini.
Dampaknya massive jilbab menjadi hal yang biasa atau lumrah pada perkembangan
selanjutnya.
Kelumrahan inilah yang sebenarnya akar dari sebuah upaya desakralisasi jilbab
itu sendiri, ditambah penekanan pada esensi kewajiban berjilbab bagi seorang
muslimah mulai ditinggalkan, dan hanya sebatas peraturan berjilbab yang
diberlakukan, terutama untuk sekolah islam. Tentu saja hal ini tidak mewadahi jikalau
muncul sebuah apologistik, terhadap esensi berjilbab.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Sepak terjang jilbab seiring perkembangan zaman telah banyak mengalami
perubahan yaitu dari segi pergeseran makna maupun kegunaan yang telah
disalah pahami oleh masyarakat, karena sejatinya jilbab itu bukan untuk
terlihat cantik melainkan untuk menutupi kecantikan itu.
2. Faktor penyebab terjadinya modernisasi pada jilbab ini ialah pengaruh pasar,
dimana produsen melihat peluang untuk mencari keuntungan dengan semakin
banyaknya pemakai jilbab, kemudian produsen memiliki terobosan untuk
membuat jilbab dengan bermacam-macam model yang kemudian tujuannya
itu untuk menarik minat perempuan.
B. SARAN
Saran penulis ialah diharapkan untuk setiap perempuan muslimah mampu agar
memahami makna jilbab yang sejatinya agar tidak mudah terpengaruh
modernisasi yang dimana adalah hasil dari perang proxy yaitu perang
asimetris yang titik sasarnya adalah kebudayaan.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Jilbab_di_Indonesia
https://hijaberzcools.blogspot.com/2014/03/mula-hijab-jilbab-sudah-dikenal-sejak.ht
ml?m=1
https://islami.co/perdebatan-jilbab-dalam-pandangan-islam/
https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/nurhabidin/5bbef17b12ae
94142c6049f3/modernisasi-dan-perubahan
Muthahhari Murtadha, Teologi dan Falsafah Hijab, RausyanFikr institude,
Yogyakarta, 2011

Anda mungkin juga menyukai