Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERSPEKTIF PROF. QURAISH SHIHAB

Di susun untuk memenuhi tugas


Dosen Pembimbing : Mujibur Rohman, M.S.I
Mata Kuliah : Pendidikan Moderasi Islam
Disusun Oleh :
KELOMPOK 5

1. Anugrah Jamaludin ( 214110402008)


2. Siti Nur Mas’udah ( 214110402090)
3. Fiki Muyassaroh ( 214110402105)
4. Istianatun Nur Alifiah ( 214110402262)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K. H. SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKERTO
2021
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya.
Sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “perspektif prof.
Quraish Shihab” dengan baik.
Penyusun berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Penyusun juga sangat berharap , agar makalah ini bisa di
praktikan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari teman-teman dan Bapak
Mujibur Rohman M.S.I selaku dosen mata kuliah Pendidikan Moderasi Islam demi
kesempurnaan makalah ini.

Puwokerto, 31 Oktober 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..............................................................................1
KATA PENGANTAR...............................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................3
BAB l PENDAHULUAN.............................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Identifikasi Masalah......................................................................................4
C. Perumusan Masalah......................................................................................4
D. Maksud dan Tujuan..........................................................................4
BAB II ISI..................................................................................................5
A. Pengertian Wasathiyyah menurut Quraish Shihab....................................5
B. Kata Wasath dalam Al-Qur’an...................................................................6
C. Istilah-Istilah Selain wasathiyyah………………………………………..6
D. Hakikat Wsathiyyah……………………………………………………...7
E. Ciri-ciri Wasathiyyah…………………………………………………….7
F. Gambaran tentang Wasathiyyah dalam Beberapa Aspek..........................8
G. Penerapan Wsathiyyah……………………………………………………8

BAB III PENUTUP...................................................................................10


A. Kesimpulan.................................................................................................10
B. Saran............................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................11

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persoalan wasathiyyah (moderasi) bukan sekadar urusan atau kepentingan
orang per orang, melainkan juga urusan dan kepentingan setiap kelompok dan umat,
kepentingan negara, dan masyarakat. Sebagaimana dikesankan oleh Namanya wasath
yakni “pertengahan”, pilihan yang mengantar pada dugaan bahwa wasathiyyah tidak
menganjurkan manusia berusaha mencapai puncak sesuatu yang baik dan positif,
seperti ibadah, ilmu, kekayaan, dan sebagainya. Moderasi bukan juga kelemah-
lembutan. Memang, salah satu indikatornya adalah lemah lembut dan sopan santun,
namun bukan berarti tidak lagi diperkenankan menghadapi segala persoalan dengan
tegas. Di sinilah sikap aktif wasathiyyah sebagaimana peran kata padanannya yakni
“adil" dalam arti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Dari sini ayat-ayat
yang menganjurkan bersikap tegas kepada orang-orang munafik dan kafir, tidak serta
merta sikap tegas itu dipahami sebagai sikap kasar yang harus diterapkan kepada
semua munafik dan kafir kapan pun, di mana pun, dan bagaimana pun keadaan
mereka.

B. Identifikasi Masalah
Masalah yang akan diidentifikasi dalam makalah ini adalah :
1. Pengertian Wasathiyyah menurut Quraish Shihab
2. Kata Wasath dalam Al-Qur’an
3. Istilah-Istilah Selain Wasathiyyah
4. Hakikat Wsathiyyah
5. Ciri-ciri Wasathiyyah
6. Gambaran tentang Wasathiyyah dalam Beberapa Aspek
7. Penerapan Wasathiyyah
C. Rumusan Masalah
Berikut rumusan masalah yang akan dikaji dalam makalah ini, diantaranya :
1. Apa pengertian Wasathiyyah menurut Quraish Shihab
2. Apa saja Kata Wasath dalam Al-Qur’an
3. Apa saja Istilah-Istilah Selain Wasathiyyah
4. Bagaimana Hakikat Wasathiyyah
5. Apa saja ciri-ciri Wasathiyyah
6. Bagaimana Gambaran tentang Wasathiyyah dalam Beberapa Aspek
7. Bagaimana Penerapan Wasathiyyah
D. Maksud dan Tujuan
Dibuatnya makalah ini bertujuan agar pembaca dapat menambah wawasannya
mengenai wasathiyyah atau moderasi dari perspektif Prof. Quraish Shihab.

4
BAB II

ISI

A. Pengertian Wasathiyyah menurut Quraish Shihab


Apakah wasathiyyah? Apakah moderasi? Tidak jarang orang mengartikannya
sebagai sesuatu yang mengantar pelakunya melakukan aktivitas yang tidak
menyimpang dari ketetapan yang digariskan atau aturan yang telah
disepakati/ditetap kan sebelumnya. Kata ini biasa diperhadapkan dengan
ekstremisme dan radikalisme.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 2008, moderasi diartikan sebagai
pengurangan kekerasan dan penghindaran ekstremisme. Di cetakan pertama
(1988) dihidangkan penjelasan tentang arti kata/sikap moderat: (1) selalu
menghindar dari perilaku atau pengungkapan yang ekstrem; (2) berkecenderungan
ke arah dimensi atau jalan tengah. Sedangkan kata "moderator" adalah (1) orang
yang bertindak sebagai penengah (hakim, wasit, dsb); (2) pemimpin sidang (rapat
atau diskusi) yang menjadi pengarah pada aca ra pembicaraan atau perdiskusian
masalah. Makna-makna di atas sejalan walau tidak seluas makna wasathiyyah
yang digunakan oleh pakar-pakar bahasa Arab, lebih-lebih yang menjadikan Al-
Quran sebagai rujukan.

Dalam kamus-kamus bahasa Arab, kata wasathiyyah terambil dari kata wasatha
yang mempunyai sekian banyak arti. Dalam al-Mu'jam al-Wasith yang disusun
oleh Lembaga Bahasa Arab Mesir antara lain dikemukakan.

‫ بين الجيد والردئ وما يكتنفه‬: ‫ ويقال شني وسط‬.‫ ما بين طرفيه وهو منه والمعتدل من كل شئ‬:‫وسط الشيئ‬
‫أطرافه ولو من غير تساو والعدل والخير (يوصف به المفرد وغيره) وفي التنزيل العزيز (وكذلك جعلناكم‬
‫أمة وسطا) عدوال أو خيارا وهو من وسط قومه‬

‫من خيارهم و مجال الشئ وبيئته‬

Wasath sesuatu adalah apa yang terdapat di antara kedua ujungnya dan ia adalah
bagian darinya... juga berarti perte ngahan dari segala sesuatu. Jika dikatakan:
syai'un wasath maka itu berarti sesuatu itu antara baik dan buruk. Kata ini juga
berarti 'apa yang dikandung oleh kedua sisinya wa laupun tidak sama'. Kata
wasath juga berarti adil dan baik. (Ini disifati tunggal atau bukan tunggal). Dalam
Al-Quran, "dan demikian kami jadikan kamu ummatan wasathan," dalam arti
penyandang keadilan atau orang-orang baik. Kalau Anda berkata, 'Dia dari wasath
kaumnya', maka itu berarti dia termasuk yang terbaik dari kaumnya. Kata ini juga
bermakna lingkaran sesuatu atau lingkungannya.

5
B. Kata Wasath dalam Al-Qur’an
Kata wasath dalam berbagai bentuknya ditemukan lima kali dalam Al-Quran,
kesemuanya mengandung makna "berada di antara dua ujung".
1. QS. Al-Baqarah (2): 143:

‫وكذلك جعلناكم أمة وسطا‬

Demikianlah Kami jadikan kamu umatan wasathan.


2. QS. Al-Baqarah (2): 238:

‫حافظوا على الصلوات والصالة الوسطى‬

Peliharalah shalat-shalat (semuanya) dan shalat pertengahan, yakni shalat


Ashar, atas dasar ia adalah shalat pertengahan dengan menjadikan shalat
pertama dalam sehari adalah Subuh.
3. QS. Al-Maidah (5): 89:

‫فكفارته إطعام عشرة مساكين من أوسط ما تطعمون أهليكم‬


Maka kafarat sumpah-sumpah kamu (yang kamu sengaja ucapkan sebagai
sumpah lalu kamu batalkan adalah), mem beri makan sepuluh orang miskin,
yaitu dari pertengahan yang kamu berikan kepada keluarga kamu.
4. QS. Al-Qalam (68): 28:

‫ حون‬.‫قال أوسطهم ألم أقل لكم لوال تُش‬

Berkata ausathuhum. Bukankah aku telah berkata sebaiknya kalian bertasbih


(mengucapkan Subhanallah).
5. QS, Al-Adiyat (100): 4-5:

‫فأثرن به نقعا فوسطن به جمعا‬

Maka ia (yang berlari kencang itu) menerbangkan debu, dan menyerbu ke


tengah-tengah kelompok.

C. Istilah-Istilah Selain Wasathiyyah


Ada sekian istilah selain al-wasathiyyah yang digunakan ulama untuk maksud
yang serupa dengan istilah populer itu, yakni as-sadâd, al-qashd, dan al-
istiqâmah.
Kata as-sadâd berasal dari kata sadada yang terdiri dari huruf sin dan dal.
Menurut pakar bahasa Ibnu Faris, rangkaian dua huruf tersebut menunjuk pada
makna meruntuhkan sesuatu kemudian memperbaikinya. Ia juga berarti istiqâmah
(konsistensi). Kata ini juga digunakan untuk menunjukkan ketepatan sasaran.
Dengan demikian, kata tersebut tidak sekadar berarti benar, tetapi ia juga harus
tepat sasaran.
Nabi Muhammad SAW menyebut istilah al-qashd dan mengulanginya yang
menekankan pentingnya hal tersebut. Kata qashd mengandung makna moderasi,

6
juga konsistensi, dan ini mengandung makna tekad dan arah, baik tekad itu
menyangkut sesuatu yang baik maupun buruk. Kata al-qashd juga berarti
"penjelasan tentang jalan yang mengantar menuju kebenaran" atau penjelasan
tentang jalan yang lurus.
Kata istiqâmah berasal dari kata qâma yang berarti mantap, terlaksana,
berkonsentrasi, serta konsisten dan juga berdiri karena manusia akan mampu
melakukan sekian banyak hal yang tidak dapat dilaksanakannya dalam keadaan
selain berdiri, misalnya duduk atau berbaring. Dengan demikian, kata istaqim
adalah perintah untuk menegakkan sesuatu sehingga ia menjadi sempurna, dan
seluruh yang diharapkan darinya terwujud dalam bentuk sesempurna mungkin.

D. Hakikat Wasathiyyah
Membahas hakikat wasathiyyah perlu digarisbawahi bahwa Islam itu sendiri
adalah moderasi yakni semua ajarannya bercirikan moderasi karena itu
penganutnya juga harus bersikap moderat. Ia mesti moderat dalam pandangan dan
keyakinannya, moderat dalam pemikiran dan perasaannya, moderat dalam
keterikatan keterikatannya. Demikian kurang lebih cendekiawan Mesir kenamaan
Sayyid Quthub (1906-1966 M) ketika menafsirkan kandungan makna QS. Al-
Baqarah (2): 143.
Perlu dicatat bahwa wasathiyyah bukan satu mazhab dalam Islam, bukan juga
aliran baru, melainkan salah satu ciri utama ajaran Islam dan karena itu tidak
wajar ia dinisbahkan kepada satu kelompok umat Islam dengan mengabaikan
kelompok yang lain, sebagaimana tidak wajar pula satu kelompok mengklaimnya
sebagai miliknya sendiri karena wasathiyyah identik dengan Islam. Karena itu
pula, bisa saja dalam rincian penerapannya, satu kelompok pada satu situasi atau
waktu berbeda dengan kelompok yang lain, tetapi perbedaan itu tetap dapat
diterima selama masih dapat ditampung oleh kandungan makna wasathiyyah.
Bukankah seperti yang dikemukakan sebelum ini bahwa salah satu makna
wasathiyyah adalah ash-shirâth al-musta qîm (jalan lebar yang lurus). Ia adalah
jalan lebar sehingga dapat menampung aneka jalan selama itu mustaqim (lurus),
tidak menyimpang dari wasathiyyah hingga jalan itu cenderung ke salah satu dari
kedua ujung yang menyimpang dari pertengahan. Itulah agaknya mengapa
permohonan yang diajukan oleh kaum muslimin setiap menghadap Allah dalam
shalatnya adalah ihdinash-shirâthal-mustaqim.

E. Ciri-Ciri Wasathiyyah
Secara singkat kita dapat merangkum ajaran Islam pada tiga hal pokok, yaitu :
1. Akidah/iman/kepercayaan
2. Syariah/pengamalan ketetapan hukum yang mencakup ibadah ritual dan
nonritual
3. Budi pekerti
Pembagian ini sebagaimana Prof. Quraish Shihab kemukakan dalam buku
“Islam Yang Saya Anut” pada hakikatnya merupakan pembagian teoretis dalam
konteks keilmuan dan kebutuhan teknis pengajaran, bukan dalam konteks
pengamalan ajaran Islam. Pembagian teknis keilmuan ini kalau tidak disadari
tujuannya dapat menimbulkan kesalahpahaman yang mengantar pada

7
pemilahannya dalam pengamalan, padahal dalam pengamalannya ketiganya,
akidah, syariah, dan akhlak-harus menyatu. Pengamalan tidak boleh terlepas dari
iman; amal tidak sah tanpa iman; iman pun menuntut pengamalan. Demikian juga
dengan akhlak, karena akhlak bukan hanya hubungan dengan sesama manusia
melainkan juga dengan seluruh wujud. Dalam memercayai wujud Tuhan, ada
akhlak terhadap-Nya. Dalam shalat, puasa, dan lain-lain pun ada juga akhlak yang
harus menyertainya. Ketika berhadapan dengan binatang, tumbuh-tumbuhan, dan
makhluk tak bernyawa di alam raya ini ada juga akhlaknya yang semua itu
bercirikan moderasi.
F. Gambaran tentang Wasathiyyah dalam Beberapa Aspek
1. Aspek Akidah Ketuhanan
Aspek terpenting dalam ajaran Islam adalah aspek akidah. Tanpa akidah yang
benar, keislaman tidak mewujud. Akidah Islamiyah mewujud dalam diri manusia
sesuai de ngan fitrahnya. Dalam fitrah manusia tertampung berbagai emosi seperti
rasa takut, harap, cemas, cinta, kesetiaan, pengagungan, penyucian, dan bermacam
lainnya. Tanpa mendefinisikannya, kita dapat berkata bahwa dalam diri manusia
ada dorongan untuk melakukan hubungan antara jiwa manusia dan suatu kekuatan
yang diyakini sebagai Mahaagung. Manusia merasa bahwa kekuat itu adalah
andalannya. Masa depannya berkaitan erat dengan keku atan itu dan
kemaslahatannya tercapai melalui hubungan baik dengan-Nya.
2. Aspek Hubungan Kuasa Allah dengan Aktivitas/Nasib Manusia
Dalam bahasan teolog muslim, secara umum ditemukan tiga pemikiran tentang
hubungan kuasa Allah dengan aktivitas manusia. Yang pertama, paham fatalisme
yang menyatakan bahwa Tuhan telah menentukan segala sesuatu menyangkut
manusia dan aktivitasnya. Paham kedua adalah paham free will yang tokoh-
tokohnya meyakini bahwa manusia bebas menentukan aktivitasnya yang atas
dasarnya dia wajar dituntut dan bertanggung jawab. Pendapat ketiga adalah
pertengahan antara kedua pendapat di atas (wasathiyyah), yaitu mengakui
kemahakuasaan Allah dan keberlakuan kehendak-kehendak-Nya dan itulah yang
dinamai takdir.
3. Aspek Syariat (Moderasi dalam Beribadah)
Syariat adalah ketentuan Ilahi yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya dalam
konteks kegiatan manusia. Kegiatan di maksud dapat berbentuk ibadah murni
maupun non-ibadah murni. Pada prinsipnya, dalam konteks apa pun, Allah tidak
menjadikan sedikit kesulitan pun bagi manusia.
4. Aspek Hukum
Wasathiyyah yang diajarkan Islam di bidang hukum di temukan antara lain
dengan adanya apa yang dinamai Maqâshid Asy-Syari'ah, yakni tujuan tuntunan-
tuntunan agama yang mestinya selalu diperhatikan dalam konteks memahami
agama Islam serta menetapkan hukum hukumnya. Agama disyariatkan Allah
untuk memelihara (1) agama itu sendiri, (2) jiwa, (3) akal, (4) harta benda, dan (5)
kehormatan manusia.

G. Penerapan Wasathiyyah
Dalam menerapkan moderasi, kita perlu pengetahuan mengenai :

8
1. Fiqh Al-Maqâshid yang menuntut penelitian tentang 'illah (latar belakang atau
sebab) dari satu ketetapan hukum. Bukan sekadar pengetahuan tentang bunyi
teksnya.
2. Fiqh Al-Awlawiyar (S) yakni kemampuan memilih apa yang terpenting dari yang
penting dan yang penting dari yang tidak penting.
3. Fiqh Al-Muwazanat (4) yakni kemampuan membandingkan kadar
kebaikan/kemaslahatan untuk dipilih mana yang lebih baik.
4. Fiqh Al-Ma'alat (U) yang tujuannya meninjau dampak dari pilihan, apakah
mencapai target yang diharapkan atau justru sebaliknya menjadi kontra produktif
dan lain-lain yang berkaitan dengan dampak kebijakan.
Untuk menerapkan wasathiyyah dalam kehidupan pribadi dan masyarakat
diperlukan upaya serius yang dikukuhkan oleh :
1. Pengetahuan/pemahaman yang benar
2. Emosi yang seimbang dan terkendali
3. Kewaspadaan dan kehati-hatian bersinambung

9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Wasathiyah adalah suatu sikap yang menuntut pelakunya paling tidak untuk
melakukan dua hal, yaitu pengetahuan dan menahan emosi. “menahan emosi bukan
saja menetapkan siapa yang benar san salah.Tapi juga agar tidak melampaui batas
supaya tidak bertindak ekstrem.” Ucap Quraish Shihab. Moderasi atau Wasathiyyah
bukanlah sikap yang bersifat netral yang pasif, bukan juga pertengahan matematis
sebagaimana yang dipahami sementara orang dari hasil pemikiran filsur Yunani.

B. SARAN
Dengan kita mempelajari perspektif prof.Quraih Shihab kita jadi lebih paham
tentang moderasi atau Wasathiyyah. Dengan makalh ini semoga menjadi pemacu
penyusun dan menjadi tambahan referensi bagi pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA
Shihab Quraish; wawasan islam tentang moderasi beragama. Tangerang
(2019),PT.Lentera Hati.

11
12

Anda mungkin juga menyukai