Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Metode yang paling sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan adalah metode uji
senyawa tertentu atau ekstrak tanaman (Koleva et al., 2002). DPPH merupakan radikal bebas yang
dapat bereaksi dengan senyawa antioksidan yang dapat mendonorkan atom hidrogen. Hal ini
dikarenakan adanya elektron yang tidak berpasangan, DPPH memberikan serapan kuat pada 517
Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning
Gambar 1 Mekanisme Reaksi DPPH dengan Antioksidan (Liang & Kitts, 2014).
Pengujian antioksidan metode DPPH dilakukan pengukuran terhadap blanko (larutan DPPH
yang tidak mengandung sampel) serta kontrol positif kuersetin. Hasil pengukuran menggunakan
(Maesaroh dkk., 2018). Aktivitas penangkap radikal DPPH (%) dihitung dengan rumus berikut:
A blanko−A sampel
%Inhibisi = x 100%
A blanko
Data aktivitas antioksidan penangkap radikal DPPH hasil isolat dan kuersetin dianalisis dan
masing-masing dihitung nilai IC50 melalui analisis probit. IC50 adalah konsentrasi yang
Metode ini berdasarkan pada reaksi reduksi dalam suasana asam terhadap senyawa kompleks
Fe3+(Kalium heksasianoferat) yang berwarna kuning menjadi senyawa kompleks Fe2+ yang
berwarna hijau kebiruan akibat donor elektron dari senyawa antioksidan. Metode uji aktivitas
antioksidan dengan metode FRAP ini dapat dimonitor dengan pengukuran serapan senyawa
komplek Fe2+ yang terbentuk dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimal 700 nm (Panda 2012). Uji antioksidan dengan metode FRAP sangat singkat
prosesnya, sehingga hasilnya dapat diperoleh dengan cepat. Seperti halnya pada metode uji
DPPH, rentang konsentrasi standar disesuaikan dengan reaktivitas daya reduksi masing-
masing standar terhadap Fe3+ yang relatif berbeda satu sama lain, dan juga berdasarkan pada
batas nilai serapan minimum dan maksimum sampel yang masih dapat dibaca dengan
spektrofotometer UV/tampak secara akurat dan presisi. Benzie & Strain (1996)
mengemukakan bahwa metode FRAP adalah metode yang digunakan untuk menguji
antioksidan dalam tumbuh-tumbuhan. Kelebihan metode FRAP ini yaitu metodenya murah,
reagennya mudah disiapkan dan cukup sederhana dan cepat. Metode ini dapat menentukan
kandungan antioksidan total dari suatu bahan berdasarkan kemampuan senyawa antioksidan
untuk mereduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+ sehingga kekuatan antioksidan suatu senyawa
oksidatif. Proses fosforilasi dalam mitokondria menyebabkan satu molekul O 2 tereduksi oleh empat
elektron bersama-sama dengan ion H+ membentuk dua molekul H2O. Jika jumlah elektron yang
mereduksi O2 kurang dari empat, proses fosforilasi berlangsung tidak sempurna sehingga akan
terbentuk senyawa radikal bebas (Mc. Cord & Fridovich, 2006; Murray dkk., 2009). Superoksida
dismutase (SOD) merupakan salah satu antioksidan enzimatik dan metaloenzim dalam tubuh karena
aktivitasnya tergantung pada kofaktor logam Cu, Fe, Zn dan Mn. SOD mengkatalis reaksi reduksi
radikal anion superoksida (O2*) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen (O2). Aktivitas SOD
tertinggi ditemukan di hati, kelenjar adrenalin, ginjal, darah, limfa, pankreas, otak, paru-paru,
isolat pada reduksi NBT menjadi formazan kromogen biru oleh oksigen pada 560 nm. Produksi
superoksida dikonfirmasi oleh superoksida dismutase (SOD), yang menghambat reaksi reduksi NBT
dengan cara yang bergantung pada konsentrasi (Valentao et al., 2001). SRSA dinyatakan sebagai
persen (%) pendinginan superoksida, yang dihitung sebagai (1 - B / A) x 100, di mana A adalah
aktivitas enzim tanpa bahan uji, dan B adalah aktivitas enzim dengan bahan uji. SRSA senyawa isolat
ditentukan dengan mengukur nilai IC50 oleh sistem X/XO. IC50 didefinisikan sebagai jumlah sampel
yang dibutuhkan untuk mencapai pengurangan NBT sebesar 50% penurunan. Untuk menghitung nilai
ini, metode grafis digunakan dari kurva dosis-respons (Chun et al., 2003). Flavonoid dapat
menghambat terjadinya kerusakan DNA akibat reaksi HO* dengan basa-basa nitrogen dari DNA dan
merangsang terbentuknya antioksidan enzimatik seperti SOD. Adapun Mekanisme reaksinya dapat
komputasi. Tujuan dari metode ini sebagai validasi awal suatu senyawa bertindak sebagai
obat terhadap target molekul dari suatu penyakit (Terstappen & Reggiani, 2001). Metode in
silico sekarang menjadi tren yang paling relevan untuk menjadikan suatu senyawa sebagai
kandidat obat terhadap penyait yang diteliti. Menurut Terstappen & Reggiani, 2001, target
molekul pada motode in silico sudah ditemukan sebanyak 483 target molekul yang terdiri
dari 45% reseptor, 28% enzim, 5% saluran ion dan 2% reseptor inti, target molekul ini
ilmu bioinformatika telah menjelaskan molekul yang berperan dalam suatu penyakit. Dengan
telah ditemukannya molekul target, metode in silico akan lebih mudah dilakukan dan lebih
terarah untuk penentuan aktivitas sampel terhadap suatu penyakit dan menjadikannya sebagai
kandidat obat (Covert et al., 2001). Pada metode in silico Sampel yang akan diujikan diproses
menggunakan software yang dijalankan pada komputer. Beberapa jenis pemodelan dapat
dilakukan dengan metode in silico salah satunya pemodelan kerja senyawa antioksidan dalam
tubuh (Ekins et al., 2007). Software yang dapat digunakan untuk memodelkan kerja
antioksidan dalam tubuh diantaranya adalaha pyrx autodoc vina yang digunakan untuk
melakukan docking molekul antara ligand (sampel antioksidan) dengan reseptor (protein
target) dan biovia discovery studio untuk analisis hasil docking. Pemodelan dilakukan dengan
mengunduh struktur 3D dari sampel antioksidan pada web pubchem.org yang dilanjutkan
dengan mengunduh reseptor atau protein target dengan format PDB pada web
www.rscb.org.kemudian di running dengan software prx untuk dilakukan docking dan hasil
docking, dianalisis hasil docking dengan biovia discovery studio. Data yang didapat dari hasil
analisis beragam diantaranya daerah pengikatan ligan oleh reseptor, jenis ikatan yang
terbentuk dan panjang ikatan. Data yang didapatkan dapat digunakan sebagai rujukan sampel