Anda di halaman 1dari 6

1.

Uji Antioksidan dengan Metode DPPH

Metode yang paling sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan adalah metode uji

dengan menggunakan radikal bebas DPPH (2,2 dipenyl-1-picrylhidrazyl). Metode

DPPH merupakan metode yang mudah, cepat, dan sensitif untuk pengujian aktivitas antioksidan

senyawa tertentu atau ekstrak tanaman (Koleva et al., 2002). DPPH merupakan radikal bebas yang

dapat bereaksi dengan senyawa antioksidan yang dapat mendonorkan atom hidrogen. Hal ini

dikarenakan adanya elektron yang tidak berpasangan, DPPH memberikan serapan kuat pada  517

nm. Ketika elektronnya menjadi berpasangan oleh keberadaan penangkap

radikal bebas, maka absorbansinya menurun secara stokiometri sesuai jumlah elektron yang diambil.

Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning

pucat (Dehpour et al., 2009).

Gambar 1 Mekanisme Reaksi DPPH dengan Antioksidan (Liang & Kitts, 2014).

Pengujian antioksidan metode DPPH dilakukan pengukuran terhadap blanko (larutan DPPH

yang tidak mengandung sampel) serta kontrol positif kuersetin. Hasil pengukuran menggunakan

spektrofotometer UV-Vis kemudian direpresentasikan sebagai persentase radikal DPPH inhibisi

(Maesaroh dkk., 2018). Aktivitas penangkap radikal DPPH (%) dihitung dengan rumus berikut:
A blanko−A sampel
%Inhibisi = x 100%
A blanko

Data aktivitas antioksidan penangkap radikal DPPH hasil isolat dan kuersetin dianalisis dan

masing-masing dihitung nilai IC50 melalui analisis probit. IC50 adalah konsentrasi yang

mampu menghambat 50% DPPH (Wahdaningsih dkk., 2011).

2. Uji Antioksidan dengan Metode FRAP

Metode ini berdasarkan pada reaksi reduksi dalam suasana asam terhadap senyawa kompleks

Fe3+(Kalium heksasianoferat) yang berwarna kuning menjadi senyawa kompleks Fe2+ yang

berwarna hijau kebiruan akibat donor elektron dari senyawa antioksidan. Metode uji aktivitas

antioksidan dengan metode FRAP ini dapat dimonitor dengan pengukuran serapan senyawa

komplek Fe2+ yang terbentuk dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

maksimal 700 nm (Panda 2012). Uji antioksidan dengan metode FRAP sangat singkat

prosesnya, sehingga hasilnya dapat diperoleh dengan cepat. Seperti halnya pada metode uji

DPPH, rentang konsentrasi standar disesuaikan dengan reaktivitas daya reduksi masing-

masing standar terhadap Fe3+ yang relatif berbeda satu sama lain, dan juga berdasarkan pada

batas nilai serapan minimum dan maksimum sampel yang masih dapat dibaca dengan

spektrofotometer UV/tampak secara akurat dan presisi. Benzie & Strain (1996)

mengemukakan bahwa metode FRAP adalah metode yang digunakan untuk menguji

antioksidan dalam tumbuh-tumbuhan. Kelebihan metode FRAP ini yaitu metodenya murah,

reagennya mudah disiapkan dan cukup sederhana dan cepat. Metode ini dapat menentukan

kandungan antioksidan total dari suatu bahan berdasarkan kemampuan senyawa antioksidan

untuk mereduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+ sehingga kekuatan antioksidan suatu senyawa

dianalogikan dengan kemampuan mereduksi dari senyawa tersebut (Halvorsen, et al.,2002).

3. Uji Antioksidan dengan Metode SOD/SRSA


Secara fisiologis tubuh menghasilkan senyawa radikal bebas melalui proses fosforilasi

oksidatif. Proses fosforilasi dalam mitokondria menyebabkan satu molekul O 2 tereduksi oleh empat

elektron bersama-sama dengan ion H+ membentuk dua molekul H2O. Jika jumlah elektron yang

mereduksi O2 kurang dari empat, proses fosforilasi berlangsung tidak sempurna sehingga akan

terbentuk senyawa radikal bebas (Mc. Cord & Fridovich, 2006; Murray dkk., 2009). Superoksida

dismutase (SOD) merupakan salah satu antioksidan enzimatik dan metaloenzim dalam tubuh karena

aktivitasnya tergantung pada kofaktor logam Cu, Fe, Zn dan Mn. SOD mengkatalis reaksi reduksi

radikal anion superoksida (O2*) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen (O2). Aktivitas SOD

tertinggi ditemukan di hati, kelenjar adrenalin, ginjal, darah, limfa, pankreas, otak, paru-paru,

lambung, usus, ovarium dan timus (Murray dkk., 2009).

Aktivitas antiradikal/antioksidan ditentukan secara spektrofotometri dengan memantau efek

isolat pada reduksi NBT menjadi formazan kromogen biru oleh oksigen pada  560 nm. Produksi

superoksida dikonfirmasi oleh superoksida dismutase (SOD), yang menghambat reaksi reduksi NBT

dengan cara yang bergantung pada konsentrasi (Valentao et al., 2001). SRSA dinyatakan sebagai

persen (%) pendinginan superoksida, yang dihitung sebagai (1 - B / A) x 100, di mana A adalah

aktivitas enzim tanpa bahan uji, dan B adalah aktivitas enzim dengan bahan uji. SRSA senyawa isolat

ditentukan dengan mengukur nilai IC50 oleh sistem X/XO. IC50 didefinisikan sebagai jumlah sampel

yang dibutuhkan untuk mencapai pengurangan NBT sebesar 50% penurunan. Untuk menghitung nilai

ini, metode grafis digunakan dari kurva dosis-respons (Chun et al., 2003). Flavonoid dapat

menghambat terjadinya kerusakan DNA akibat reaksi HO* dengan basa-basa nitrogen dari DNA dan

merangsang terbentuknya antioksidan enzimatik seperti SOD. Adapun Mekanisme reaksinya dapat

dilihat pada gambar di bawah ini


Gambar 2 Mekanisme Flavonoid dalam Menangkap Radikal (Zainuri & Wanandi, 2012).

4. Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode In Silico

In silico merupakan metode pengujian yang menggunakan pemodelan molekul secara

komputasi. Tujuan dari metode ini sebagai validasi awal suatu senyawa bertindak sebagai

obat terhadap target molekul dari suatu penyakit (Terstappen & Reggiani, 2001). Metode in

silico sekarang menjadi tren yang paling relevan untuk menjadikan suatu senyawa sebagai

kandidat obat terhadap penyait yang diteliti. Menurut Terstappen & Reggiani, 2001, target

molekul pada motode in silico sudah ditemukan sebanyak 483 target molekul yang terdiri

dari 45% reseptor, 28% enzim, 5% saluran ion dan 2% reseptor inti, target molekul ini

didasarkan pada perkembangan bioinformatika yang semakin maju. Dalam perkembangannya

ilmu bioinformatika telah menjelaskan molekul yang berperan dalam suatu penyakit. Dengan

telah ditemukannya molekul target, metode in silico akan lebih mudah dilakukan dan lebih

terarah untuk penentuan aktivitas sampel terhadap suatu penyakit dan menjadikannya sebagai

kandidat obat (Covert et al., 2001). Pada metode in silico Sampel yang akan diujikan diproses

menggunakan software yang dijalankan pada komputer. Beberapa jenis pemodelan dapat

dilakukan dengan metode in silico salah satunya pemodelan kerja senyawa antioksidan dalam

tubuh (Ekins et al., 2007). Software yang dapat digunakan untuk memodelkan kerja

antioksidan dalam tubuh diantaranya adalaha pyrx autodoc vina yang digunakan untuk
melakukan docking molekul antara ligand (sampel antioksidan) dengan reseptor (protein

target) dan biovia discovery studio untuk analisis hasil docking. Pemodelan dilakukan dengan

mengunduh struktur 3D dari sampel antioksidan pada web pubchem.org yang dilanjutkan

dengan mengunduh reseptor atau protein target dengan format PDB pada web

www.rscb.org.kemudian di running dengan software prx untuk dilakukan docking dan hasil

docking, dianalisis hasil docking dengan biovia discovery studio. Data yang didapat dari hasil

analisis beragam diantaranya daerah pengikatan ligan oleh reseptor, jenis ikatan yang

terbentuk dan panjang ikatan. Data yang didapatkan dapat digunakan sebagai rujukan sampel

antioksidan yang dianalisis sebgaia kandidat obat (Laksmiani et al., 2016)

Anda mungkin juga menyukai