Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis

1. Pengertian

Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium dengan ciri tersendiri,

bulat, keras, berwarna putih hingga merah muda pucat, sebagian besar

terdiri atas otot polos dengan beberapa jaringan ikat. Kira-kira 95%

berasal dari korpus uteri dan 5% dari serviks. Hanya kadang-kadang

saja berasal dari tuba fallopi atau ligamentum rotundum. Mioma uteri

adalah tumor pelvis yang paling sering terjadi pada kira-kira 25%

wanita kulit putih dan 50% kulit hitam pada umur 50 tahun ( Benson &

Pernoll, 2012 : 548).

Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari miometrium

dan merupakan tumor jinak tersering pada wanita di atas usia 30 tahun.

Angka kejadiannya diperkirakan 3 dari 10 wanita berusia > 30 tahun

menderita mioma uteri ( Endjun, 2014 : 271).

Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-

sel jaringan otot polos jaringan fibroid dan kolagen (Nurarif & Hardi,

2013 : 445).

Mioma uteri adalah tumor jinak yang struktur utamanya

adalah otot polos rahim. Mioma uteri terjadi pada 20%-25% perempuan

di usia reproduktif, tetapi oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti

(Anwar, 2011 :274).


Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot

uterus dan jaringan ikat yang menopangnya (Unicef, 2013).

Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot

uterus yang disebut juga dengan mioma uteri atau uterin fibroid. Mioma

uteri umumnya terjadi pada usia lebih dari 35 tahun (Marmi, 2010).

Mioma uteri yaitu tumor jinak pada rahim, selain bisa ganas,

lebih sering muncul tumor jinak pada rahim atau mioma uteri. Jenis

tumornya tidak hanya satu. Bisa tumbuh dibagian dinding luar rahim,

pada otot rahimnya, atau bisa juga dibagian dinding dalam rahim

sendiri. Ini jenis tumor yang lebih banyak ditemukan. Rata-rata pada

wanita di atas usia 30 tahun (Irianto, 2015).

2. Etiologi

Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium,

menurut teori onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi

2 faktor yaitu insiator dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi

pertumbuhan mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti. Dari

penelitian menggunakan glucose-6-phospatase dihydrogenase diketahui

bahwa mioma berasal dari jaringan yang uniselular. Transformasi

neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik

dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid

seks dan growth factor lokal.


3. Klasifikasi mioma uteri

Mioma uteri menurut letaknya dibagi menjadi 3 yaitu

1) Mioma submukosum : dibawah endometrium dan menonjol ke

cavum uteri

2) Mioma intramural : berada di dinding uterus di antara serabut

miometrium

3) Mioma subserosum : tumbuh keluar dinding uterus sehingga

menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa (Nurafif &

Hardi, 2013 :445 ).


Menurut (Anwar, 2011) Mioma diklasifikasikan

berdasarkan lokasinya

1) Mioma submukosa : menempati lapisan dibawah

endometrium dan menonjol ke dalam kavum uteri.

2) Mioma intramural : mioma yang berkembang diantara

miometrium.

3) Mioma subrerosa : mioma yang tumbuh dibawah

lapisan serosaa uterus dan dapat bertumbuh ke arah luar

dan juga bertangkai.

4. Degenerasi

Mioma kadang-kadang mengalami proses degenerasi

sehingga tampak menyerupai kantung gestasi (anekhoik), atau

dapat pula mengalami proses kalsifikasi sehingga tampak lebih

hiperekhoik dibanding miometrium normal. Mioma yang cepat

membesar dan memiliki vaskularisasi yang baik, tampak

hipoekhoik homogen. Mioma uteri submukosum sering

menimbulkan menometroragia, dismenorea, atau keguguran

berulang. Mioma serviks jarang terjadi, diperiksakan terjadi pada

8% dari semua jenis mioma uteri, serviks tampak membesar dan

kehilangan akhogenitas normalnya (Endjun, 2008).


Bila terjadi perubahan pasokan darah selama

pertumbuhanya, maka mioma dapat mengalami perubahan

sekunder atau degeneratif sebagai berikut.

a. Degenerasi jinak

1) Atrofi : ditandai dengan pengecilan tumor yang

umumnya terjadi setelah persalinan atau menopause.

2) Hialin : terjadi pada mioma yang telah matang atau

tua di mana bagian yang semula aktif tumbuh kemudian

terhenti akibat kehilangan pasokan nutrisi da berubah

warnanya menjadi kekuningan, melunak atau melebur

menjadi cairan gelatin sebagai tanda terjadinya degenerasi

hialin.

3) Kistik : setengah mengalami hialinisasi, hal

tersebut berlanjut dengan cairnya gelatin sehingga mioma

konsistensinya menjadi kistik. Adanya kompresi atau tekanan

fisik pada bagian tersebut dapat menyebabkan keluarnya

cairan kista ke kavum uteri, kavum peritonium, atau

retroperitoneum.

4) Klasifikasi : disebut juga degenerasi kalkareus yang

umumnya mengenai mioma subrerosa yang sangat rentan

terhadap defisit sirkulasi yang dapat menyebabkan

pengendapan kalsium karbonat dan fosfat di dalam tumor.


5) Septik : dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis

dibagian tengah tumor yang berlanjut dengan infeksi yang

ditandai dengan nyeri, kaku dinding perut, dan demam akut.

6) Kaneus : degenerasi merah yang diakibatkan oleh

trombosis yang yang diikuti dengan terjadinya bendungan

vena dan perdarahan sehingga menyebabkan perubahan

warna mioma.

7) Miksomatosa : degenerasi lemak yang terjadi setelah

proses degenerasi hialin dan kistik. Degenerasi ini sangat

jarang dan umumnya asimtomati.

b. Degenerasi ganas

1) Transformasi ke arah keganasan : bisa menjadi miosarkoma

terjadi pada 0,1% - 0,5% penderita mioma uteri

( prawirohardjo, 2011).

5. Tanda dan Gejala mioma uteri

Menurut (Benson & Pernoll, 2008) tanda gejala mioma uteri yaitu :

1) perdarahan uterus abnormal

Perdarahan uterus abnormal dijumpai pada kira-kira 30% pasien

dengan mioma uteri.Menoragi merupakan pola perdarahan uterus

abnormal yang paling umum dan meskipun pola apa saja

mungkin terjadi, paling sering berupa perdarahan bercak pre

menstruasi dan sedikit perdarahan terus menerus setelah

menstruasi.
2) efek penekanan.

3) nyeri dan infertilitas.

Menurut (Anwar, 2011) tanda dan gejala mioma uteri yaitu :

1) Perdarahan abnormal uterus

Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal

ini terjadi pada 30% penderita. Bila terjadi secara kronis maka

dapat terjadi anemia defisiensi zat besi dan bila berlangsung lama

dan dalam jumlah yang besar maka sulit untuk dikoreksi dengan

suplementasi zat besi.

2) Nyeri

Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali

apabila kemudian terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak

terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi pembuluh darah,

infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai upaya

untuk mengeluarkan mioma subrerosa dari kavum uteri.

3) Efek tekanan

Walaupun mioma dihubungkan dengan adanya desakan tekan,

tetapi tidaklah mudah untuk menghubungkan adanya penekanan

organ dengan mioma. Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan

terjadi penekanan ureter, kandung kemih dan rektum

(prawiroharjo 2011).
Menurut (Nurafif & Hardi, 2013) tanda dan gejala mioma uteri

yaitu :

1) Perdarahan abnormal : Hipermenore, menoragia, metroragia.

Disebabkan oleh :

a) Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium.

b) Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasanya.

c) Atrofi enddometrium yang lebih luas dari biasanya.

d) Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya

sarang mioma diantara serabut miometrium sehingga tidak

dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan

baik.

2) Nyeri

Dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrosis

setempat dan peradangan. Pada mioma submukosum yang

dilahirkan dapat menyempitkan canalis servikalis sehingga

menimbulkan dismenore.

3) Gejala penekanan

Penekanan pada vesika urinaria menyebabkan poliuri, pada

uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan

hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum menyebabkan

obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan limfe

menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.


4) Disfungsi reproduksi

Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab

infertilitas masih belum jelas, 27- 40% wanita dengan mioma

uteri mengalami infertilitas.

Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, bisa menyebabkan :

a. Infertilitas

b. Bertambahnya resiko abortus

c. Hambatan pada persalinan

d. Inersia atau atonia uteri

e. Kesulitan pelepasan plasenta dan

f. Gangguan proses involusi masa nifas (Unicef, 2013).

6. Diagnosis

Menurut (Unicef, 2013) Diagnosis dari mioma uteri

a. Adanya masa yang terlihat menonjol atau teraba seperti

bagian janin.

b. Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan USG

Menurut (Benson & Pernoll, 2008) Diagnosis banding

mioma uteri yaitu Pembesaran atau ketidak peraturan uterus yang

di sebebkan oleh mioma dapat di sebab kan oleh kehamilan,

adenomiosis atau neoplasma uteri yang salah didiagnosis. Keadaan

lain yang perlu di pertimbangkan adalah subinfolusi, kelainan

kongenital, perlekapan adneksa, omentum atau usus besar,

hipertrofi jinak dan sarkoma atau karsinoma.


7. Komplikasi

Menurut (Marmi, 2010) Komplikasi mioma uteri terbagi menjadi 3

yaitu :

1) Pertumbuhan leimiosarkoma

2) Torsi (putaran tangkai)

3) Nekrosis dan infeksi

8. Terapi

Terapi harus memperhatikan usia, paritas, kehamilan,

konservasi fungsi reproduksi, keadaan umum, dan gejala yang

ditimbulkan. Bila kondisi pasien sangat buruk, lakukan upaya

perbaikan yang diperlukan termasuk nutrisi, suplementasi zat

esensial, ataupun transfusi. Pada keadaan gawat darurat akibat

infeksi atau gejala abdominal akut, siapkan tindakan bedah gawat

darurat untuk menyelamatkan penderita. Pilihan prosedur bedah

terkait dengan mioma uteri adalh miomektomi atau histerektomi

( Anwar, 2011).

9. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut (Nurafif & Hardhi, 2013) pemerikasaan diagnostik

mioma uteri meliputi :

a. Tes laboratorium

Hitung darah lengkap dan apusan darah : leukositosis dapat

disebabkan oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi.


Menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit menunjukan

adanya kehilangan darah yang kronik.

b. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin

Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus

yang simetrik menyerupai kehamilan atau terdpat bersama-

sama dengan kehamilan.

c. Ultrasonografi

Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat

membantu.

d. Pielogram intravena

Dapat membantu dalm evaluasi diagnostik.

1) Pap smear serviks

Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks

sebelum histerektomi.

2) Histerosal pingogram

Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian

hari untuk mengevaluasi distorsi rongga uterus dan

kelangsungan tuba falopi (Nurarif & Kusuma, 2013).

Menurut (Marmi, 2010) deteksi mioma uteri dapat dilakukan

dengan cara :

1) Pemeriksaan darah lengkap

Hb : turun, Albumin : turun, Lekosit : turun atau

meningkat, Eritrosit : turun.


2) USG : terlihat massa pada daerah uterus.

3) Vaginal toucher : didapatkan perdrahan pervaginam, teraba

massa, konsistensi dan ukurannya.

4) Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel

neoplasma tersebut.

5) Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang

dapat menghambat tindakan operasi

6) ECG : mendeteksi, kelainan yang mungkin terjadi yang dapat

mempengaruhi tindakan operasi.

Menurut (Setyorini, 2014) pemeriksaan fisik mioma uteri meliputi :

1) Pemeriksan abdomen : teraba massa didaerah pubis atau

abdomen bagian bawah dengan konsistensi kenyal, bulat,

berbatas tegas, sering berbenjol atau bertangkai, mudah

digerakan, tidak nyeri.

2) Pemeriksaan bimanual : didapatkan tumor tersebut menyatu

atau berhubungan dengan uterus, ikut bergerak pada

pergerakan serviks.

10. Planning

a. Olahraga secara teratur dan konsumsi makanan yang banyak

mengandung nutrisi terutama dari tumbuh- tumbuhan sehingga

dapat membuat daya tahan tubuh meningkat.

b. Jagalah kebersihan diri khususnya bagian kewanitaan sekurang-

kurangnya sekali sehari.


c. Berhenti merokok dan berhenti minum minuman yang

berakohol.

d. Mempertahankan berat badan yang ideal dan kenali gejala tumor

(Nurarif & Hardi, 2013).

11. Penanganan

Menurut (Benson & Pernoll, 2008) Penanganan mioma

tergantung pada sejumlah variabel termasuk jumlah, ukuran,

lokasi, gejala, degomerasi, keinginan reproduksi (umur, paritas,

harapan untuk melahirkan), kesehatan umum, dekatnya dengan

menopause dan kemungkinan keganasan. Untuk mioma kecil tanpa

gejala, penatalaksanaan konservatif (yaitu pemantauan cermat

tetapi tanpa terapi) berupa pemeriksaan (dan pencitraan

ultrasonografi bila ada) setiap 4-6 bulan. Sebenarnya sebagian

besar kasus dapat ditangani deangan cara ini sehingga tidak perlu

operasi.

Menurut (Marmi, 2010) Indikasi mioma uteri yang dapat

diangkat adalah mioma submukosum bertangkai. Pada mioma uteri

yang masih kecil khususnya pada penderita yang mendekati masa

menopause tidak dilakukan pemeriksaan pelvic secara rutin tiap

tiga bulan atau enam bulan. Adapun cara penanganan pada mioma

uteri yang perlu diangkat adalah dengan pengobatan operatif

diantaranya yaitu histerektomi dan umumnya dilakukan

histerektomi total abdominal. Tindakan histerektomi total tersebut


dikenal dengan nama Total Abdominal Histerektomy and Bilateral

Salpingho Ophorectomy (TAH-BSO). TAH-BSO adalah suatu

tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus, serviks, kedua

tuba fallopi dan ovarium dengan melakukan insisi pada dinding,

perut pada malignan neoplasmatic desease, leymioma dan chronic

endrometriosis.

Menurut (Yatim, 2008) obat-obatan yang biasa diberikan

kepada penderita mioma uteri yang mengalami perdarahan melalui

vagina yang tidak normal antara lain :

1. Obat anti inflamasi yang nonsteroid (Nonsteroid

Antiinflamation = NSAID)

2. Vitamin

3. Dikerok (kuretase)

4. Obat-obat hormonal (misalnya pil KB)

5. Operasi penyayatan jaringan myom ataupun mengangkat rahim

keseluruhan (Histerektomi)

6. Bila uterus hanya sedikit membesar apalagi tidak ada keluhan,

tidak memerlukan pengobatan khusus.


12. Patofiologi Uterus

Uterus
Uterus

Abnormal Normal

1.Terdapat benjolan Tidak ada benjolan


2. Perdarahan uteru
abnormal s
3. Efek tekanan
4. Penekanan ureter
kandungkemihdan rektum. ,
5.Nyeri dan infertilitas

Pemeriksaan Diagnostik

Tes laboratorium
Ultrasonografi
Pap smear
Histerosal pingogram

Submukosum

Intramural

Subrerosum

Mioma Uteri

Bagan 2. 1 patofisiologi uterus

Sumber : (Prawirohardjo, 2011), (Benson & Pernoll, 2008), (Nurafif & Hardhi, 2013)
Pathway Mioma Uteri

Mioma Uteri

Mioma Mioma Intramural Mioma Subrerosum


Submukosum

Berada di dinding Tumbuh keluar dinding uterus


Dibawah endometrium dan
uterus diantara serabut sehingga menonjol pada permukaan
menonjol ke cavum uteri.
miometrium. uterus, diliputi oleh serosa.

Tanda dan Gejala

Perdarahan abnormal (hipermenorea, menoragia, metroragia)


Nyeri pada uterus
Efek penekanan ureter, kandung kemih dan rektum

Penatalaksanaan

1. Miomektomi
2. histerektomi

Bagan 2.2 Pathway mioma uteri

Sumber : (Nurafif& Hardhi, 2013), (Anwar, dkk, 2011), (Benson & Pernoll, 2008)
B. Kewenagan Bidan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


Hk.01.07/Menkes/320/2020 Tentang Standar Profesi Bidan, untuk memberikan
pelayanan kebidanan yang bermutu dan berkesinambungan, bidan harus memahami
falsafah, kode etik, dan regulasi yang terkait dengan praktik kebidanan.
Berdasarkan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang
Kebidanan bahwa dalam menyelenggarakan praktik kebidanan, Bidan memberikan
pelayanan meliputi pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, pelayanan
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, serta pelaksanaan tugas
berdasarkan pelimpahan wewenang, dan/atau pelaksanaan tugas dalam keadaan
keterbatasan tertentu, dan dalam Pasal 47 mengatakan Bidan dapat berperan
sebagai pemberi pelayanan kebidanan, pengelola pelayanan kebidanan, penyuluh
dan konselor, pendidik, pembimbing, dan fasilitator klinik, penggerak peran serta
masyarakat dan pemberdayaan perempuan dan/atau peneliti dalam
penyelenggaraan praktik kebidanan.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007
tentang Standar Asuhan Kebidanan, Bidan memberikan asuhan kebidanan yang
bersifat holistik, humanistik berdasarkan evidence based dengan pendekatan
manajemen asuhan kebidanan, dan memperhatikan aspek fisik, psikologi,
emosional, sosial budaya, spiritual, ekonomi, dan lingkungan yang dapat
mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan, meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai kewenangannya dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, Bagian Kedua tentang Kewenangan Pasal
18 disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan Praktik Kebidanan, Bidan memiliki
kewenangan untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan
anak dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pasal 19 ayat 1 disebutkan bahwa Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 huruf a diberikan pada masa sebelum hamil, masa hamil, masa
persalinan, masa nifas, masa menyusui, dan masa antara dua kehamilan.
Pasal 21 Permenkes RI No. 28 tahun 2017 menjelaskan wewenang bidan
dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana, meliputi:

a. Penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga


berencana.

b. Pelayanan kotrasepsi oral, kondom, dan suntikan.

Selain wewenang yang telah dijelaskan pada Pasal 18, bidan juga memiliki
kewenangan memberikan pelayanan berdasarkan penugasan dari pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai