BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Seni, merupakan gejala yang hadir dihadapan kita. Seni akan tetap dibahas
selama pemikiran manusia masih berlangsung. Seni merupakan sisi lain
kehidupan yang tidak tertangkap melalui kehidupan sehari-hari maupun ilmu
pengetahuan. Diantara berbagai teori seni yang ada, teori simbol Susanne Langer
hadir dengan latar belakang untuk menengahi teori-teori yang saling bertentangan
dan bersifat berat sebelah. Teori Simbol mencoba menghadirkan seni sebagai
sebagai simbol.yang merupakan sesuatu yang obyektif ada pada karya seni.Seni
adalah kreasi bentuk-bentuk simbolik dari perasaan manusia. Sebagai bentuk
simbolik, ia bersifat presentasional, yaitu hadir langsung secara utuh dan tunggal,
dan dipahami secara langsung, tanpa melalui penjelasan secara nalar. Sebagai
simbol seni menunjuk pada kemampuan mengabstraksi pada manusia. Seni
sebagai simbol presentasional memiliki ciri virtualitas dan ilusi. Baik virtualitas
maupun ilusi mengacu pada kegiatan persepsi, tetapi tidak hanya melalui indera
melainkan juga melalui imajinasi. Keberadaan teori simbol Susanne Langer dapat
ditopang oleh teori Psikologi Gestalt. Sama dengan prinsip-prinsip Gestalt, simbol
presentasional dipahami dengan melihatnya sebagai suatu totalitas, dalam
mempersepsi kita langsung mendapat arti, sedang struktur simbol merupakan
cerminan struktur perasaan manusia, yang disebut dengan isomorphi. Penulisan
skripsi ini berdasarkan penelitian kepustakaan terhadap buku-buku estetika,
terutama terhadap buku-buku Susanne Langer, yang berjudul Philosophy in a
New Key dan Feeling and Form.
Seni terbagi menjadi dua yaitu seni murni dan seni terapan. Karya seni
murni berfungsi untuk bentuk ekspresi, sedangkan karya seni terapan berfungsi
sebagai barang fungsional yang digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Penciptaan karya ini termasuk karya seni murni yang diwujudkan dalam bentuk
seni lukis.
3
Menurut Herbert Read dalam Fenny Rochbeind (2014: 7) bahwa seni lukis
adalah penggunaan garis, warna, ruang, dan bentuk (shape) pada suatu permukaan
yang bertujuan menciptakan image-image. Image-image tersebut merupakan
pengekspresian dari ide-ide, emosi-emosi pengalaman yang dibentuk sedemikian
rupa, sehingga mencapai harmoni. Menurut Widodo, T (1992: 14) seni lukis,
dimana di dalam proses menghasilkan karyanya ditekankan pada kebebasan
berekspresi, sehingga perwujudan karya, yang berupa lukisan, semata-mata
diakibatkan karena adanya ekspresi.
Menurut Widodo, T (1991 : 8), seni lukis terdiri dari dua faktor/ aspek
pokok yaitu : (1) faktor/ aspek idioplastik yaitu ide atau pendapat, pengalaman,
emosi, fantasi, yang bersifat rokhaniah yang mendasari penciptaan seni lukis, (2)
faktor/ aspek fisikoplastik yaitu menyangkut masalah teknis, termasuk
pengorganisasian elemen-elemen visual seperti garis, warna, tekstur, ruang, dan
bentuk (shape) dengan prinsip-prinsipnya. Kedua aspek tersebut saling terkait
dalam menciptakan karya seni lukis.
Terdapat 7 tahapan yang dilakukan oleh pencipta dalam berkarya seni lukis
yaitu (1) melalui pengamatan, (2) mengingat, (3) merasakan, (4) berfikir, (5)
menemukan ide/gagasan berkarya yang akan dijadikan tema, (6) berkreativitas
4
yaitu mewujudkan ide tersebut menjadi konsep yang lebih detail, (7) berekspresi
yaitu menuangkan segala konsep dan ide gagasan yang sudah disusun untuk
menjadi sebuah karya lukis.
Ide/ gagasan pencipta untuk berkarya lukis, tentang tokoh pahlawan wanita
R.A Kartini adalah rancangan yang tersusun di pikiran. Artinya sama
dengan keinginan untuk tercapainya suatu penyampaian melalui lukisan karya
penciptaan. Tokoh R.A Kartini sebagai sumber inspirasi penciptaan karya seni
lukis adalah tokoh wanita pertama yang mengemukakan tentang emansipasi
wanita disemasa hidupnya. R.A Kartini lahir di Jepara pada tanggal 21 April
1879. Beliau merupakan keturunan ningrat atau bangsawan, ayahnya bernama
R.M. Ario Sosroningrat putra dari Pangeran Ario Tjondronegoro IV, seorang
bangsawan yang menjabat sebagai Bupati Jepara. Ayahnya sosok orang yang
terpandang sebab posisinya kala itu sebagai Bupati Jepara. R.A Kartini dilahirkan
dari seorang ibu bernama M.A Ngasirah, beliau ini merupakan anakseorang kiai
atau guru agama di Telukawur, Kota Jepara. Menurut sejarah Kartini keturunan
dari Sri Sultan Hamengkubuwono VI, bahkan ada yang mengatakan garis
keturunan ayahnya berasal dari kerajaan Majapahit. Pemikiran-pemikiran R.A
Kartini aktif dalam meresponsdensi atau surat menyurat dengan temannya di
Belanda yang bernama JH. Abendanon. Kartini yang fasih berbahasa Belanda
mulai tertarik terhadap pola pikir perempuan di Eropa yang ia baca dari surat
kabar dan majalah dari majalah serta buku-buku terbitan bangsa Eropa kala itu.
R.A Kartini mulai berpikir untuk memajukan perempuan pribumiyang masih
tertinggal jauh atau memiliki status social yangcukup rendah pada masanya.
Ketertarikan R.A Kartini dalam membaca buku-buku berbahasa Belanda membuat
beliau memiliki pengetahuan yang cukup luas soal ilmu pengetahuan dan
kebudayaan. Setelah melihat perbandingan wanita eropa dan pribumi yang begitu
jauh akhirnya R.A Kartini tergerak untuk memberikan perhatian khusus pada
masalah emansipasi wanita yang akan dimulai dengan membaca dan menulis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perwujudan karya lukis terkait tema, konsep, dan latar belakang
pemilihan objek Tokoh Pahlawan Wanita R.A Kartini Sebagai Sumber
Inspirasi Representasional seni lukis modern Indonesia ?
2. Bagaimana proses penciptaan karya seni lukis terkait alat, bahan, teknik, dan
gaya pribadi ?
C. Tujuan Penciptaan
1. Menjelaskan perwujudan karya lukis terkait tema, konsep, dan latar belakang
pemilihan objek dengan tema Tokoh Pahlawan Wanita R.A Kartini Sebagai
Sumber Inspirasi Representasional.
2. Menerapkan alat, bahan, teknik, serta gaya pribadi
6
D. Manfaat Penciptaan
1. Bagi Pencipta
2. Bagi Mahasiswa
3. Bagi Masyarakat
Melalui karya lukis ini ada penyampaian pesan bahwa R.A Kartini
adalah tokoh pahlawan emansipasi wanita, R.A Kartini adalah sosok wanita
Indonesia di jaman penjajahan colonial Belanda yang bernai menyuarakan
semua pemikirannya melalui tulisan-tulisan tentang kegelisahan seorang
Kartini karena hampir semuan perempuan Indonesia waktu itu tidak ada yang
bisa membaca dan menulis, sehingga R.A Kartini bertekad menghapus buta
huruf bagi masyarakat terutama bagi perempuan dengan cara mendirikan
sekolah.
5. Bagi Pendidikan