Anda di halaman 1dari 12

BAB l

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia sering disebut sebagai Nusantara yang terdiri dari ribuan pulau dan disebut

sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Dari Sabang sampai Merauke Indonesia terdiri dari

berbagai macam suku, bahasa, ras, agama dan budaya. Meski Indonesia terdiri dari berbagai

macam etnis suku dan budaya tetapi Indonesia memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Keberagaman inilah yang menjadikan Indonesia kaya akan adat istiadat. Melalui etnis budaya

dan suku tersebut maka terbentuklah suatu masyarakat adat yang menduduki suatu wilayah yang

tersebar di Indonesia. Secara faktual setiap daerah di Indonesia terdapat kesatuan-kesatuan

masyarakat adat dengan berbagai karakteristik dan jenis yang sangat beragam. Masyarakat adat

di Indonesia telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Ada beragam istilah yang digunakan yang

menunjukkan sesuatu yang sama atau yang hampir sama seperti masyarakat adat, masyarakat

hukum adat, kesatuan masyarakat hukum adat, masyarakat tradisional, komunitas adat terpencil,

masyarakat adat yang terpencil, sampai pada istilah desa atau nama lainnya.1

Undang-undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan pasal 1 butir 6 mendefinisikan

masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang secara turun-temurun bermukim di

wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada

asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam yang memiliki

pranata pemerintahan adat dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya. Kemudian, definisi

tersebut hampir sama pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 butir 31 mendefinisikan masyarakat hukum adat adalah
1
sekelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu

karena adanya ikatan pada asal -usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan

hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.2

Eksistensi masyarakat adat adalah suatu kenyataan sejarah yang tidak dapat dihindari

atau disangkal oleh pemerintah. Masyarakat adat merupakan suatu segmen riil di dalam

masyarakat Indonesia. Secara formal, pengakuan, penerimaan, atau pembenaran adanya

masyarakat adat di dalam struktur ketatanegaraan baru diatur di dalam pasal 18 Undang-Undang

Dasar 1945. Dalam konteks kewarganegaraan, Sistem pendidikan di dunia, terutama di Indonesia

sekarang ini menghadapi tugas yang rumit dalam mempersiapkan warga negara, terutama

masyarakat adat yang terus berkembang menjadi komunitas global di mana barang, jasa, modal,

ide, teknologi, dan orang mengalir bebas melintasi batas-batas nasional. Kekuatan utama

globalisasi, yang meliputi saling ketergantungan ekonomi, semakin pentingnya organisasi politik

dan ekonomi internasional, dan peningkatan imigrasi dan migrasi yang cepat, adalah kenyataan

yang telah menyebabkan banyak komunitas akademik di bidang kajian kewarganegaraan

menyerukan interpretasi kewarganegaraan yang lebih global.

Globalisasi pada umumnya orang memahaminya adalah adanya proses pada kehidupan

umat manusia menuju masyarakat yang meliputi seluruh bola dunia. Proses ini dimungkinkan

dan dipermudah oleh adanya kemajuan dalam teknologi khususnya teknologi komunikasi dan

transportasi.3

Tantangan global terhadap kewarganegaraan ini memunculkan ide dan gagasan teori

kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan di seluruh dunia untuk mendidik warga

negaranya bertarung dalam tatanan global namun tetap dengan ciri khas lokal. Walaupun
2

3
demikian, ketika tantangan yang dihadapi hampir sama, namun dalam kenyataannya, pemaknaan

mengenai kajian kewarganegaraan tiap negara berbeda. Perbedaan ini dapat dilihat dalam

perspektif sosial, politik dan hukum. Misalnya, konsep kewarganegaraan di negara liberal akan

berbeda dengan konsep kewarganegaraan di negara-negara komunis.

Di era globalisasi ini rentan sekali masuknya nilai-nilai, norma, bahkan ideologi baru

yang secara mudah masuk ke dalam masyarakat ataupun komunitas-komunitas adat, masuknya

hal tersebut melalui media massa seperti acara televisi, internet yang sekarang ini sudah ada di

seluruh pelosok negeri tanpa kecuali. Maka di era globalisasi ini banyak berpengaruh pada

perubahan baik dari segi sosial, pemikiran, identitas maupun keyakinan.

Pengaruh dari globalisasi ini seringkali menimbulkan konflik antar masyarakat yang

memegang teguh prinsip, norma, dan adat. Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat

tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka,

dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma sosial merupakan salah

satu pengaruh dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia

secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-

batas budaya setiap bangsa. Dampak pengaruh yang buruk adalah dengan hilangnya keberadaan

kebudayaan asli karena tergerus oleh globalisasi.

Masyarakat adat di Indonesia sebenarnya merupakan salah satu golongan masyarakat

yang paling rentan. Kerentanan dimaksud adalah ketidaktahanan masyarakat adat

mempertahankan kedaulatan, otonomi dan identitasnya. Kerentanan tersebut disebabkan oleh

tekanan-tekanan eksternal dan kelemahan internal.


B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Pengaruh Globalisasi Terhadap Hukum Adat?

2. Bagaimana Peranan 4Hukum Adat Dalam Pembangunan Hukum Nasional Di Era Globalisasi?

C. PEMBAHASAN

1. Pengaruh Globalisasi Terhadap Hukum Adat

Globalisasi merupakan proses mendunianya suatu hal sehingga batas antara negara

menjadi hilang. Globalisasi didukung oelh berbagai faktor, seperti perkembangan teknologi,

transportasi, ilmu pengetahuan, telekomunikasi, dan sebagainya yang kemudian berpengaruh

pada perubahan berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat.

Proses globalisasi itu pada perjalanan berikutnya ditandai dengan pesatnya perkembangan

kapitalisme, yakni kian terbuka dan mengglobalnya peran pasar, investasi, dan proses produksi

dari perusahaan-perusahaan transnasiona, yang kemudian dikuatkan oleh ideologi dan tata dunia

perdagangan baru di bawah suatu aturan yang ditetapkan oleh organisasi perdagangan bebas

secara global. Paham globalisasi dengan paham kapitalisme itu, kemudian menemukan sebuah

“teori” yang terpenting dari perjalanan kapitalisme, yaitu “modernisasi” dan “pembangunan”.

Teori modernisasi dan pembangunan pada dasarnya merupakan sebuah gagasan tentang

perubahan sosial.5

Modernisasi sebagai gerakan sosial ini bersifat revolusioner (perubahan cepat dari tradisi

ke modern). Selain itu, modernisasi juga berwatak kompleks (melalui banyak cara dan disiplin

ilmu), sistematik menjadi gerakan global yang akan mempengaruhi semua manusia, melalui

proses yang bertahap untuk menuju suatu homogenisasi (convergensi) dan bersifat progresif.
4
Riezka Eka Mayasari, Tantangan Hukum Adat Dalam Era Globalisasi Sebagi Living Law Dalam Sistem Hukum
Nasional, Jurnal Ilmiah: Jurisprudence Approach, Vol 2 No. 1 2017, 96-97.
5
Mansoer Fakih, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi (Yogyakarta: INSIST Press bekerja sama dengan
Pustaka Pelajar, 2001), 29.
Maka konsep modernisasi meliputi bidang-bidang yang majemuk, ada yang disebut modernisasi

politik, modernisasi ekonomi, modernisasi teknologi, modernisasi pendidikan, termasuk hukum,

dan sebagainya. Namun bidang-bidang yang majemuk itu sebenarnya dalam rangka menuju

homogenisasi. Singkatnya, modernisasi adalah menyangkut (orientasi) kehidupan yang lebih

baik, dimana ilmu pengetahuan modern memainkan peranan penting. Dengan demikian

globalisasi ini bukanlah semata-mata suatu fenomena ekonomi, tetapi merupakan gejala yang

dibentuk ole pengaruh bersama faktor-faktor politik, sosial, kultural dan ekonomi.6

Membicarakan globalisasi sesungguhnya yang terjadi adalah ketika manusia telah

menguasa dan mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang telekomunikai dan

transportasi. Menghadapi yang demikian, maka yang menjadi pertanyaan adaah bagaimana

pengaruh gobalisasi dalam pembangunan hukum nasional, dan hal-hal apa saja yang harus

diperhatikan untuk emnghadapi globalisasi tanpa meninggalkan identitas sebagai bangsa.

Sunaryati Hartono7 mengatakan bahwa formal bgai pembangunan sistem hukum nasional

harus didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, sehingga setiap bidang hukum nasional, yang

terdiri dari sejumlah peraturan perundang-undangan, yurisprudeni, maupun hukum kebiasaan,

wajib bersumber pada Pancasila dan UUD 1945. Apabila pluralisme hukum tidak ingin

dipertahankan lagi, maka unsur-unsur hukum adat dan hukum agama ditransformaikan atau

menjadi bagian dari bidang-bidang hukum dlaam sistem hukum nasional, yang akan berkembang

dalam masing-masing.

Globalisasi mempengaruhi pola perilaku dan kebiasaan-kebiasaan dari bangsa Indonesia.

Apabila kini Indonesia sudah timbul semacam sopan santun untuk bertanya lebih dahulu seperti

contoh apakah kita boleh merokok, maka hal itu dilandasi oleh suatu kesadaran bahwa asap

6
M. Arief Amrullah, Ketentuan dan Mekanisme Pertanggungjawaban Pidana Korporasi (Yogyakarta: Workshop
Pertanggungjawaban Perusahaan, 6-8 Mei 2008), 1.
7
Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional (Bandung: 1991), 64.
rokok itu mencemari lingkungan dan karena itu membahayakan seluruh lingkungan sekitarnya.

Di sinilah kita melihat pengaruh globalisasi terhadap kebiasaan-kebiasaan, yang tumbuh menjadi

kesadaran untuk berkembang menjadi nilai, yang kemudian diimplementasikan ke dalam

perilaku, dan melalui sopan santun, dan kebiasaan, akhirnya akan menjadi norma hukum. Di

masa mendatang dapat diperkirakan, masih banyak norma hukum yang didasarkan pada

penelitian ilmiah yang kemudian diakui secara inetrnasional, sebagai suatu kaidah hukum

internasional atau memilik nilai universal, akan juga diterima dan diresepsi ke dalam hukum

nasional kita.

Peruahan nilai dan kesadaran sebagai akibat globalisasi di bidang teknologi dan informasi,

secara langsung maupun tidak langsung juga akan mempengaruhi isi dan corak dari sistem

hukum nasional kita. Dengan demikian maka hukum adat yang bersumber dari kesadaran dan

budaya bangsa, yakni hukum yang merupakan pernyataan langsung dari kesadaran dan perasaan

hukum bangsa Indonesia atas dasar tata budaya nasional. Dengan globalisasi, hukum adat yang

demikian itu tidak akan bergeser sebagai salah satu sumber yang penting dalam pembangunan

hukum nasional. Hanya saja hukum adat perlu disesuaikan dengan keadaan yang jauh berbeda

dengan sebelumnya, namun asas-asasnya tetap akan mewarnai setiap pembentukan hukum

nasional.8

2. Peranan Hukum Adat Dalam Pembangunan Hukum Nasional Di Era Globalisasi

Pembangunan hukum sebagai suatu perubahan yang merupakan yang suatu perkembangan

yang lebih bersifat kualitatif. Perkembangan tersebut meliputi baik sistem nilainya, pranata-

pranatanya maupun norma-norma yang dianutnya. Pembangunan hukum sebagai suatu

8
Sri Sudaryatmi, Peranan Hukum Adat Dalam Pembangunan Hukum Nasional di Era Globalisasi, Jurnal Masalah-
Maslah Hukum, Jilid 41 No. 4 Oktober 2012, 566-577.
perkembangan yang bersifat kualitatif tidak bisa terlepas dari perkembangan masyarakatnya

dimana hukum itu berada.

Pembangunan hukum di Indonesia merupakan bagian dari pembangunan nasional yang di

dalam GBHN Tap MPR RI No. IV/MPR/1999 adalah suatu usaha untuk emningkatkan kualitas

manusia dan masyarakat Indonesia secara berkelanjutan. Di dalam GBHN 1999 dijelaskan pula

bahwa pembangunan nasional termasuk juga pembangunan hukum yang harus memperhatikan

tantangan perkembangan global.

Memperhatikan perkembangan global mempunyai arti sangat luas sekali, karena

perkembangan global dapatlah diartikan sebagai perkembangan yang ada di seluruh dunia.

Berawal dari istilah global ini selanjutnya melahirkan pengertian globalisasi sebagai suatu

proses, baik dilapangan ekonomi, informasi dan komunikasi serta budaya.

Globalisasi secara umum berdampak menghilangkan batas-batas wilayah suatu negara,

sehingga diperlukan perlindungan atau proteksi dari tiap-tiap negara atas kepentingan negaranya.

Tipisnya garis batas wilayah negara dalam era globalisasi dimulai dengan diketemukannya alat-

alat transportasi, komunikasi dan informatika modern. Proses globalisasi dalam tahun ke tahun

bergerak cepat menuju suatu integras semua sistem-sistem lokal yang menjadi sistem global

yakni dunia.9

Globalisasi disamping menipiskan garis batas wilayah negara juga berdampak pula pada

sistem hukum suatu negara, yaitu mengharuskan sistem hukum untuk melakukan harmonisasi

terhadap standart-standart baku internasional. Standart baku di bidang hukum tidak hanya

berkaitan dengan kemampuan negara untuk menyempurnakan struktur, substansi dan kultur

9
Soemitro P, Globalisasi adalah Mitos: Sebuah Kesangsian terhadap Konsep Globalisasi Ekonomi Dunia dan
Kemungkinan Aturan Mainnya (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001), vii.
hukum, tetapi juga meningkatkan kualitas kepemimpinan dan pemegang peran (stakeholders)

sebagai prasyarat untuk masuk dalam kompetisi global.10

Sehubungan dengan pembangunan hukum, meskipun pembangunan nasional di dalam

GBHN 1999 memperhatikan tantangan perkembangan global namun untuk pembangunan hukum

haruslah tetap berlandaskan arah kebijakan yang telah ditentukan. Adapun arah kebijakan

pembangunan hukum dalam GBHN 1999 salah satunya adalah untuk menata sistem hukum

nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan tetap mengakui dan menghormati hukum agama

serta hukum adat

Tujuan pokok dalam pembentukan hukum adalah untuk menciptakan tatanan masyarakat

yang tertib dan seimbang.11 Tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan

manusia sebagai subyek hukum akan terlindungi. Hukum sendiri dapat terbentuk dari dua jalur,

yaitu hukum yang terbentuk dari ata yang disebut sebagai hukum yang datangnya dari penguasa.

Sedangkan hukum yang terbentuk dari masyarakat itu sendiri, hukum disini tumbuh dan hidup

dari masyarakat itu sendiri, seperti contoh hukum adat.

Hukum adat yang dikenal di Indonesia sebagai suatu model hukum, baru mendapat

perhatian dari kalangan ilmu pengetahuan hukum modern pada permulaan abad XX. Seorang

ahli hukum Islam berkebangsaan Belanda yaitu Sbouck Hurgronje yang pertama menggunakan

istilah hukum adat dalam bukunya De Arjeher’s, selanjutnya istilah itu oleh van vollenhoven

diapai sebagai istilah teknik yuridis. Istilah hukum adat sendiri sebenarnya merupakan

terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu Adatrecht. Sedangkan kata adat apabila diteliti berasal dari

Bahasa Arab yang dapat diartikan sebagai kebiasaan. Namun tidak semua kebiasaan dapat

10
Muladi, Globalisasi Profesional Fringe Violator Dalam Kerangka Profesi Notaris (2000), 1.
11
Sudikno Martokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar) (Yogyakarta, Liberty Yogyakarta, 2002), 71.
menjadi hukum yang selanjutnya disebut sebagau hukum adat.12 Proses kebiasaan menjadi

hukum adat dimulai dengan perilaku manusia selaku individu yang secara terus-menerus

dilakukannya. Kebiasaan yang semula hanya merupakan kebiasaan manusia selaku individu

selanjutnya diikuti oleh individu lain (masyarakat). Kebiasaan yang suda dijalankan oleh

masyarakat inilah selanjutnya disebut dengan adat.

Hukum adat adalah hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat pendukungnya,

artinya di tengah-tengah masyarakat pendukung hukum adat tersebut. Oleh karena itu sebagai

hukum yang hidup ia menjelmakan perasaan hukum nyata dari rakyatnya, hukum adat akan terus

meneru tumbuh dan berkembang seperti hidup dari rakyatnya itu.13

Hukum adat dipersandingkan dengan hukum nasional akan melahirkan adanya istilah

hukum positif dan hukum yang hidup. Hukum positif disini dapat diartikan sebagai hukum yang

diberlakukan oleh penguasa, artinya bahwa berlakunya hukum tersebut berasal dari atas

(penguasa) dan diberlakukan kepada rakyatnya. Sedangkan hukum yang hidup adalah hukum

yang benar-benar hidup ditengah-tengah masyarakat, hukum tersebut benar-benar diraskaan ada

dan dibutuhkan oleh masyarakat meskipun tidak berasal dari penguasa melainkan masyarakat itu

sendiri pembentuknya. Dipersandingkan hukum positif dengan hukum yang hidup, maka ada

kemungkinan bahwa sebagai suatu hukum positif tetapi ia tidak bisa hidup di tengah-tengah

masyarakatnya. Hal ini bisa terjadi karena hukum positif tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan

masyarakatnya, sehingga menjadikan hukum positif tersebut menjadi hukum yang mati tidak

mempunyai daya berlaku.

Hukum adat mendapat perhatian khusus dalam rangka pembanguanan hukum yaitu menata

sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu. Pernyataan tersebut jelas mengisyaratkan
12
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia (Bandung: Bandar Maju, 1992), 14.
13
Soepomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat (Jakarta: Pradnya Paramita, 2003), 3.
bahwa pengendal roda pemerintahan harus memahami apabila hukum adat adalah suatu konsep

hukum yang sesuai dengan kebutuhan dan jiwa anggota masyarakatnya. Hal tersebut sesuai

dnegan misi penyelenggara negara yang tertuang dalam GBHN 1999, yaitu mewujudkan

kehidupan soial budaya yang berkepribadian, dinamis, kreatif, dan berdaya tahan terhadap

pengaruh globalisasi.14

Hukum adat dalam pembangunan hukum tidak hanya ada pada GBHN 1999 saja, tetapi

jauh sebelumnya sudah ada keharusan memperhatikan hukum adat sebagai hukum yang benar-

benar hidup di masyarakat yaitu dalam Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 Lampiran A

Paragraf 402. Ketetapan MPRS tersebut dapat dikatakan sebagai garis besar politik dibidang

hukum adat, di dalam Ketetapan MPRS tersebut ditetapkan bahwa hukum adat sebagai Asa-asas

Pembinaan Hukum Nasional. Secara tegas hal tersebut ditentukan dalam Ketetapan MPRS,

yaitu:

a. Asas-asas pembinaan hukum nasional supaya sesuai dengan haluan negara dan berlandaskan

pada hukum adat yang tidak menghambat perkembangan masyarakat adil dan makmur.

b. Di dalam usaha ke arah homogenitas dalam bidang hukum supaya diperhatikan kenyataan-

kenyataan yang hidup di Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka terlihat bahwa Tap MPRS No. II/MRS/1960

memberi kedudukan dan peranan hukum adat yang jelas dan tegas dalam pembinaan hukum

nasional. Kedudukan dan peranan tersebut diberikan kepada hukum adat dengan suatu

pembatasan, yaitu tidak menghambat perkembangan masyarakat adil dan makmur.

14
Sugangga, Peranan Hukum Adat Dalam Pembangunan Hukum Indonesia (Semarang: Badan Penerbit Unversitas
Diponegoro, 1999), 55.
Demikian pula dalam kaitannya dengan era globalisasi, hukum adat tidak akan mengalami

kesulitan menghadapi era globalisasi apabila memang masyarakatnya menghendaki. Namun

permasalahn utama adalah kurangnya kepastian hukum yang dapat diberikan oleh hukum adat,

sehingga hukum adat disini hanya berfungsi sebagai pengisi kekosongan saja. Globalisasi juga

akan menimbulkan suatu permasalahan terutama kepada masyarakat tradisional, sehingga

mampukan hukum adat bagi masyarakat tradisional menerima globalisasi tersebut.

Terbentuknya masyarakat global tetu saja akan terbentuk pula hukum adat global, yaitu hukum

adat yang lahir dari masyarakat global tersebut. Keadaan ini menunjukkan pula bahwa hukum

adat tidak hanya ada pada masyarakat tradisional saja, tetapi pada masyarakat modern bahkan

masyarakat global dapat pula terbentuk hukum adat.15

D. PENUTUP

Berdasarkan dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa hukum adat yang diperlukan

dalam era globalisasi adalah hukum adat yang menunjukkan sifat yang dinamis sehingga mudah

dapat berkembang menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman karena mempunyai nilai-

nilai yang universal maupun lembaga-lembaga hukum yang dalam bentuk pernyataan modern.

Karena penyesuaian ini maka dapat menimbulkan kesadaran masyarakat sehingga akan

berkembang menjadi nilai dan norma sopan santun yang lebih baik sampai di masa yang akan

mendatang.

Kedudukan hukum adat dalam pembanguanan hukum adalah memberikan masukan

konstribusi berupa asas-asas hukum yang benar-benar sesuai dengan jiwa kepribadian

masyarakatnya. Disamping itu hukum adat baik hukum adat bagi masyarakat tradisional maupun

15
Djoko Sukisno, Kedudukan Hukum Adat Dalam Pembangunan Hukum Menghadapi Era Globalisasi, Jurnal
Mimbar Hukum, 108.
masyarakat modern akan berfungsi sebagai pengiri kekosongan hukum, yaitu apabila belum ada

hukum yang terbentuk dalam peraturan perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai