Anda di halaman 1dari 87

Skenario 1

Siti, usia 16 tahun dengan tinggi badan 154 cm dan BB 41 kg mengeluhkan mudah kelelahan
dengan aktivitas rutin yang biasa ia lakukan dan sering berdebar debar dalam 4-6 bulan terakhir.
Keluhan di atas banyak membatasi kemampuannya untuk beraktivitas sebagaimana rekan
sebayanya. Dalam 2 bulan terakhir, Siti juga mengeuhkan pernah batuk batuk yang disertai
bercak darah. Ibunya menyampaikan bahwa sejak kecil Siti seringkali dibawa berobat karena
mudah terserang infeksi saluran pernapasan. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan murmur,
pelebaran batas jantung. Dari hasil foto thorax didapatkan pembesaran jantung. Selama ini
ibunya membiayai pengobatan Siti dari jaminan sosial ayahnya yang seorang buruh pabrik.

Klarifikasi Istilah
1. Palpitasi : sensasi tidak menyenangkan, berdebar-debar, akibat denyut jantung yang
tidak teratur (aritmia).
2. Murmur : -suara periodik, kontinu, akibat adanya energy turbulensi di dalam
jantung atau pembuluh darah dan bisa dikarenakan stenosis(penyempitan) atau
regurgitasi katup atrioventrikularis dan semilunaris.
3. Kardiomegali : gejala penyakit jantung karena peningkatan aktivitas jantung sehingga
jantung pun membesar.
4. Jaminan social: fasilitas yang diberikan pemerintah dan perusahaan untuk melindungi
anggotanya, tetapi tidak semua penyakit ter-cover.
1. ANATOMI
1.1. Jantung
1.2. Embriologi Pembuluh Darah dan Sirkulasi Jantung Pada Bayi)
2. HISTOLOGI
2.1. Histologi Jantung
2.2. Histologi Pembuluh Darah
3. FISIOLOGI
3.1. Siklus Jantung
3.2. Impuls
3.3. Bunyi Jantung
3.4. Kelenjar Limfe
4. PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL
4.1. Non Sianotik
4.1.1. ASD
4.1.2. VSD
4.1.3. PDA
4.2. Sianotik
Tetralogi Fallot
4.3. Kelainan Katup
4.5.1. Stenosis Mitral
4.5.2. Stenosis Aorta
4.4. Regurgitasi
4.6.1. Regurgitasi Aorta
4.6.2. Regurgitasi Mitral
4.5. Hipertensi Pulmonal
5. ASPEK SOSIAL BUDAYA
6. BPJS
7. Patient Safety
1.ANATOMI

1.1. Jantung

a. Anatomi Jantung Luar


Ada:
- Sulcus Coronarius yang mengelilingi jantung pada sulcus ini berjalan arteri
coronaria dextra dan arteri sirkumfleksa setelah dipercabangkan dari aorta
- Bagian luar kedua ventrikel dipisahkan oleh sulcus interventrikuler anterior di
sebelah depan yang ditempati oleh arteri descenden anterior kiri dan sulcus
interventrikuler posterior di sebelah belakang yang dilewati oleh arteri descendens
posterior
b. Pericardium ( Jaringan ikat tebal yang membungkus jantung)
1. Perikardium Fibrosum: lapisan terluar, kuat dan tebal yang berfungsi melindungi
jantung di struktur sekelilingnya
2. Perikardium Serosum: berfungsi merembeskan pelincir yang mengurangkan
geseran pergerakan jantung semasa berdetak
Terdiri dari 2 lapisan:
- Pericardium Visceral biasanya dikenal dengan epicardium pangkal aorta dan arteri
pulmonal, terdiri atas mesothelium, dan menutupi cord an pembuluh darah
- Perikardium Parietal terdiri atas mesothelium, menempel pada lapisan dalam
pericardium fibrosum
Ada ruangan diantara dua pericardium tersebut yangberisi cairan pelumas
berfungsi sebagai pelumas pergeseran jantung pada saat kontraksi dan dilatasi sehingga
jantung tidak lecet ataupun lesi dan pada orang normalcairan di rongga tersebut kira-
kira 10-20Ml.Refleksi lamina parietalis menjadi lamina visceralis membentuk SINUS
yaitu:
Ada 2 macam sinus:
1. Sinus tranversus
dorsal dr truncus pulmunalis & Aorta Ascenden
2. Sinus Obliquus
- bentuk L terbalik
- dorsal cor & refleksi lamina parietalis mengeliligi V.Cava Inferior, V
pulmonalis superior et inferior dextra dan sinistra
c. Anatomi Jantung Dalam
 Jantung terletak pada mediastinum medius.
 Terbagi oleh septum longitudinalis yang obliqua.
 Jantung dan pangkal pembuluh darah besar menempati kantung perikardium yang
di sebelah ventral berhubungan dengan sternum, cartilago costalis, dan ujung
medial costa III sampai costa V di sebelah kiri.
 Jantung terletak miring dengan dua pertiga bagiannya di sebelah kiri dan sepertiga
bagian di sebelah kanan tubuh.
 Masa jantung pada pria sekitar 300gr dan pada wanita 250 gr
 Jantung mempunyai dasar (basis), ujung (apex), tiga permukaan (facies),empat
ruangan dan empat tepi.
d. Ruang Jantung
1. Atrium (dipisahkan oleh septum interatrial)
- Atrium dextra terletak pada bagian superior kanan jantung, menerima darah dari
seluruh jaringan kecuali paru. Vena cava superior dan Inferior membawa darah dari
seluruh tubuh kembali ke jantung. Pada atrium dextra terdapat katup trikuspid yang
mempunyai 3 buah katup.
Pada atrium dextra : Terdapat muara Vena Cava Superior et Inferior, Vena Cordis
Minimi, dan Sinus Coronarius.
- Atrium sinistra terletak di bagian superior kiri jantung, berukuran lebih kecil dari
atrium dextra, tetapi dindingnya lebih tebal. Menampung empat vena pulmonalis
yang mengembalikan darah teroksigenasi dari paru-paru. Pada atrium sinistra
terdapat katup bikuspid / mitralis yang mempunyai 2 buah katup.
Pada atrium sinistra : Terdapat muara Vena Pulmonalis, Vena Cordis Minimi, dan
ostium atrioventrikular.
Baik pada atrium dextra dan sinistra sama-sama mempunyai struktur, yaitu:
a. Sinus Venarum → Halus, dari segi embriologis merupakan pelebaran sinus
venosus.
b. Auricula → Struktur berdinding kasar karena dibentuk oleh Musculus Pectinati,
tempat yang sangat berpotensial untuk terbentuk trombus yang menyebabkan
emboli.
c. Septum Interatrial → Memisahkan kedua atrium.
 Di dekat muara vena cava superior pada masa janin terdapat lubang yang dinamakan
foramen ovalis, kalo sudah lahir lubang itu menutup, namanya menjadi fossa ovalis.
Mempunyai lipatan tetap di bagian anterior  limbus fossa ovale
Kalau foramen tersebut tidak menutup, maka terjadi kelainan yang dinamakan
ASD.
2. Ventrikel (dipisahkan oleh septum interventricular)
- Ventrikel dextra terletak dibagian inferior kanan pada apeks jantung. Darah
meningalkan ventrikel dextra melalui truncus pulmonalis dan mengalir melewati
jarak yang pendek ke paru-paru. Terdapat katup semilunaris pulmonalis, yang
berhubungan dengan truncus pulmonalis.
Dibagi 2 bagian oleh krista supraventrikularis :
1. Ventrikel Proper → Berdinding kasar karena mempunyai trabekula carnae yang
punya 3 bentuk, yaitu ridges, bridges/moderator band, dan muskulus papilaris.
2. Infundibulum → Berdinding halus dan berhubungan dengan pangkal truncus
pulmonalis.
- Ventrikel sinistra terletak dibagian inferior kiri pada apeks jantung. Tebal dinding 3
kali tebal dinding ventrikel kanan. Darah meninggalkan ventrikel kiri melalui aorta
dan mengalir ke seluruh bagian tubuh kecuali paru-paru. Sama seperti ventrikel
dextra mempunyai Ventrikel Proper, tapi tidak punya infundibulum, melainkan
vestibulum aorta yang berdinding halus dan terdapat sinus aorticus
e. Vaskularisasi Jantung
 A.Coronaria dextra
- Berjln dlm sulcus coronarius
- Dibawah auricula dextra dan mengelilingi cor Ke posterior
- Cabang:
1. Ramus coni arteriosus
2. Ramus nodi sinusatrialis utk atrium dextra et SA node
3. Ramus marginalis dextra di tepi inf.menuju apex
4. Ramus interventricularis posterior pd sul interventricularis post.
5. Ramus transversus anastomose r.circum a.coronaria sinistra
6. Ramus nodi atrioventricularis utk AV node
 A. Coronaria Sinistra
- Berjalan diantara a.pulmonalis dgn auricula sinistra
Vascularisasi Jantung
- Cabangnya:
1. Ramus interventricularis anterior pd septum interventricularis
2. Ramus cicumflexus cabang dr ramus marginalis sinistra
3. Ramus nodi sinuatrialis
4. Ramus nodi atrioventricularis
 Aliran Vena
- Vena berjln bersama arterinya
- Bermuara ke dlm sinus coronarius kemudian ke atrium dextra
- Bermuara ke sinus coronarius:
- v.cordis magna pada sulcus interventricularis anterior
- v.cordis media pada sulcus interventricularis posterior
- V.cordis parva pada sulcus coronaries
- V.cordis posterior ventriculus sinistra
- V.cordis obliqua Marsall
- Vena yang bermuara langsung:
- vv. Cordis anterior
- vv. Cordis minimi thebesii

Tampak anterior Tampak Posterior

f. Inervasi Jantung
 Simpatis  menginervasi atrium, ventrikel, dan pembuluh darah koroner.
Persarafan simpatis berasal dari medula spinalis torakal atas T3-T6. Sebelum mencapai
jantung akan melalui pleksus kardialis dan berakhir pada ganglion servikalis superior,
medial, atau inferior. Rangsangan simpatis dihantarkan oleh norepinefrin. Pada orang
normal kerja saraf simpatis mempengaruhi kerja otot ventrikel.
Efek Simpatis :
-Meningkatkan denyut jantung
-Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung  meningkatkan volume darah yang
dipompa  meningkatkan tekanan ejeksi
-Meningkatkan curah jantung sebesar 2 sampai 3 kali lipat
-Meningkatkan aktivitas jantung sebagai pompa
 Parasimpatis  memberikan persarafan pada nodus SA,AV, dan serabut otot atrium,
dapat pula menyebar pada ventrikel kiri.
Parasimpatis berasal dari pusat nervus vagus di medula oblongata, serabut-serabutnya
akan bergabung dengan serabut simpatis di dalam pleksus kardialis. Rangsangan
parasimpatis dihantarkan oleh asetilkolin. Kerjanya mengontrol irama jantung dan laju
denyut jantung.
g. System Limfatik
Pembuluh limfe pada otot jantung terdiri atas 3 kelompok pleksus, yaitu subendokardial,
miokardial, dan subepikardial. Penampungan cairan limfe dari kelompok pleksus yang paling
besar adalah pleksus subperikardial dimana pembuluh – pembuluh limfe akan membentuk
satu trunkus yang berjalan sejajar dengan arteri koroner kemudian meninggalkan jantung di
depan arteri pulmonal dan berakhir pada kelenjar limfe antara vena cava superior dan arteri
inominata

1.2. Embriologi Pembuluh Darah dan Sirkulasi Jantung Pada Bayi)


Sistem pembuluh darah mudigah manusia tampak pada pertengahan minggu
ketiga, pada saat mudigah tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan akan zat makanan hanya
melalui difusi saja. Pada tingkat ini, sel-sel lapisan mesoderm splanknik pada mudigah
presomit lanjut diinduksi oleh endoderm di bawahnya untuk membentuk angioblas. Sel-
sel ini berproliferasi dan membentuk kelompok-kelompok sel endotel tersendiri yang
disebut angiokista. Pada mulanya sel-sel tersebut berada di sisi lateral mudigah tapi
kemudian secara cepat menyebar ke daerah kepala. Dengan berlalunya waktu, kelompok-
kelompok ini menyatu dan membentuk pembuluh darah kecil yang berbentuk tapal kuda.
Bagian sentral pleksus ini dikenal sebagai daerah kardiogenik dan rongga selom
intraembrional yang terletak diatas daerah ini nantinya akan berkembang menjadi rongga
perikardium.Selain pleksus yang membentuk tapal kuda ini , kelompok-kelompok sel
angiogenik lain muncul bilateral, sejajar dan dekat garis tengah cakram mudigah.
Kelompok-kelompok ini juga memperoleh lumen dan membentuk sepasang pembuluh
memanjang, aorta dorsale. Pada tingkat lebih lanjut, pembuluh-pembuluh darah ini
berhubungan, melalui lengkung-lengkung aorta, dengan pleksus membentuk tapal kuda
tadi dan akan membentuk tabung jantung.
a) Pembentukan dan kedudukan Tabung Jantung
Pada hari ke-18 sampai hari ke-22, akibat pertumbuhan otak dan mudigah yang
melipat dengan arah sefalik, lempeng prekordal (yang akan menjadi membrana
bukofaringealis) tertarik ke depan, dan jantung serta rongga perikardium (hari ke-20)
pertama kali terletak di daerah leher dan akhirnya di dada.

b) Pembentukan Rongga Jantung


Pada hari ke-23 bagian sefalik tabung jantung membengkok ke arah ventral dan kaudal
dan ke kanan, sementara bagian atrium (kaudal) bergeser ke arah dorsokranial dan ke
kiri. Pembengkokan ini, yang mungkin disebabkan oleh perubahan-perubahan bentuk
sel, membentuk rongga jantung dan selesai pada hari ke-28.

Perkembangan Rongga Jantung


c) Perkembangan Sinus Venosus
Pada pertengahan minggu keempat, sinus venosus menerima darah vena dari kornu
sinus kiri dan kanan. Setiap kornu menerima darah vena dari kornu sinus kiri dan
kanan. Setiap kornu menerima darah dari tiga vena penting: a) vena vitellina (vena
omfalomesenterika), b) vena umbilikalis dan c) vena kardinalis komunis.

Pada minggu kelima, terjadi penutupan vena umbilikalis kanan dan vena vitellina
kiri kornu sinus kiri menjadi tidak penting lagi

Pada minggu kesepuluh, vena kardinalis komunis sinistra menutup vena oblikus dari
atrium sinistra dan sinus koronarius

d) Pembentukan Sekat-sekat Jantung


Pembentukan sekat dalam jantung, sebagian disebabkan oleh perkembangan dari
jaringan bantalan endokardium dalam kanalis atrioventrikularis (bantalan
atrioventrikularis) dan dalam regio konotrunkal (pembengkakan konotrunkal). Karena
lokasi utama dari jaringan bantalan, banyak malformasi jantung yang berhubungan
dengan morfogenesis bantalan yang abnormal.

1. Pembentukan Sekat di Atrium


a) Septum Primum
Suatu krista berbentuk bulan sabit yang turun dari atas atrium, mulai membagi
atrium menjadi dua, tetapi meninggalkan sebuah lubang ostium primum untuk
menghubungkan kedua bagian atrium tersebut . Lalu lubang tersebut
terobliterasi karena bersatunya septum dengan bantalan endokardium.

Pembentukan Septum Atrium

b) Septum Sekundum
Ostium ini terbentuk dari sel-sel mati dan membentuk sebuah lubang di
septum primum. Akhirnya, terbentuklah septum sekundum, tetapi lubang antar
kedua atrium, foramen ovale, tetap ada. Baru pada saat lahir, ketika tekanan di
atrium kiri meningkat, kedua sekat tersebut tertekan sehingga saling melekat
dan hubungan di antara keduanya tertutup.
Pembentukan Septum Intervenrikuler

Ridge bulbus kanan


Ridge bulbus kiri
Bantalan AV
2. Pembentukan sekat dalam Kanalis Atrioventrikularis
Empat bantalan endokardium mengelilingi kanalis atrioventrikularis. Menyatunya
bantalan atas dan bawah yang saling berhadapan, menutup lubang dari kanalis
atrioventrikularis kiri dan kanan. Jaringan bantalan tersebut kemudian menjadi
fibrosa dan membentuk katup mitral (bikuspid) disebelah kiri dan katup trikuspid
disebelah kanan.

3. Pembentukan Sekat di Ventrikel


Septum interventrikularis terbentuk dari pars muskularis yang tebal dan pars
membranacea yang tipis yang dibentuk dari:

a) bantalan atrioventrikularis endokardium inferior


b) tonjolan konus kanan
c) tonjolan konus kiri
4. Pembentukan Sekat dalam Bulbus
Bulbus terbagi menjadi:

a) trunkus (aorta dan trunkus pulmonalis)


b) konus (saluran keluar aorta dan trunkus pulmonalis)
c) bagian ventrikel kanan yang bertrabekula.
Daerah trunkus dibagi oleh septum aortikopulmonalis yang berbentuk spiral
menjadi dua arteri utama. Rigi-rigi konus membagi saluran keluar dari pembuluh
aorta dan pulmonalis serta menutup foramen interventrikularis.

1. PEMBULUH DARAH
a) Sistem Pembuluh Nadi
Walaupun masing-masing dari lima lengkung faring memiliki arterinya sendiri-sendiri,
banyak perubahan akan terjadi. Tiga unsur penting dari sistem aslinya adalah:

1) lengkung aorta (lengkung aorta keempat kiri)


2) arteri pulmonalis (lengkung aorta keenam) yang selama masa janin dihubungkan
dengan aorta melalui duktus arteriosus
3) arteri subklavia kanan yang terbentuk dari lengkung aorta keempat kanan, bagian
distal aorta dorsalis kanan, dan arteri intersegmentalis ketujuh.
b) Arteri Vitellina
Arteri ini mula-mula memasok kantung kuning telur tetapi kemudian membentuk
arteri seliaka, mesenterika superior, dan mesenterika inferior yang masing-masing
memasok darah ke daerah usus depan, tengah dan belakang.

c) Arteri Umbilikalis
Arteri ini berpasangan dan muncul dari arteri iliaka komunis. Setelah lahir, bagian
distal arteri-arteri ini mengalami obliterasi membentuk ligamenta umbilikalea medial,
sementara bagian proksimalnya menetap sebagai arteri iliaka interna dan arteri
vesikularis.

d) Sistem Pembuluh Balik


Tiga sistem pembuluh balik dapat dikenali:

1) sistem vitelina berkembang menjadi sistem porta


2) sistem kardinal membentuk vena kava
3) sistem umbilikal menghilang setelah lahir
e) Pembentukan system konduksi jantung
Kelainan pembentukan organ (malformasi) paling banyak terjadi pada trimester
pertama (12 minggu pertama) kehamilan, yang merupakan masa-masa pembentukan
organ dimana embrio sangat rentan terhadap efek obat-obatan atau virus. Karena itu
seorang wanita hamil sebaiknya tidak menjalani immunisasi atau mengkonsumsi obat-
obatan pada trimester pertama kecuali sangat penting untuk melindungi kesehatannya.
Pemberian obat-obatan yang diketahui dapat menyebabkan malformasi harus
dihindari.

Embriologi Pembuluh Darah


a. Lengkung Aorta
Ketika lengkung faring terbentuk pada minggu keempat dan kelima, setiap lengkung
mempunyai saraf cranial dan arterinya sendiri-sendiri. Arteri-arteri ini disebut sebagai lengkung-
lengkung aorta dan berasal dari sakus aortikus, bagian paling distal dari trunkus arteriosus.
Lengkung aorta  terbenam di dalam mesenkim lengkung faring dan berakhir pada aorta dorsalis
kiri dan kanan. Lengkung faring dan pembuluh darah terbentuk berurutan dari cranial sampai
caudal, sehingga tidak semua lenkung dan pembukuh darah tersebut terdapay pada waktu yagn
bersamaan. Sakus aortikus ikut membentuk satu cabang untuk setiap kali terbentuk lenkung baru,
sehingga totalnya terdapat lima pasang arteri(lengkung kelima tidak pernah terbentuk/ terbentuk
tidak sempurna lalu mengalami regresi) yang kelimanya diberi angka I, II, III,IV, dan VI.

Pemisahan trunkus arteriosus oleh septum aortikopulmonalis membagi saluran keluar


jantung menjadi aorta ventral dan arteri pulmonalis pada minggu kelima. Sakus aortikus
kemudian membentuk kornu kanan dan kiri, yang selanjutnya masing-masing membentuk arteri
brakiosefalika dan segmen proksimal lengkung aorta.
            Pada hari ke-27, lengkung aorta pertama sudah menghilang, tetapi sebagian kecil tetap
menetap sebagai arteri maksillaris. Demikian pula, lengkung aorta kedua  akan segera
menghilang juga. Bagian yang tersisa daru lengkung ini adalah arteri hioidea dan arteri
stapedia. Lenkung ketiga besar, lengkung keempat dan keenam sedang dalam proses terbentuk.
Meskipun lengkun keenam belum terbentuk, arteri pulmonalis primitive sudah Nampak
sebagai sebuah cabang besar.
            Pada mudiagh usia 29 hari, lengkung aorta pertama dan kedua sudah menghilang.
Lengkung ketiga, keempat, dan keenam menjadi pembuluh darah besar. Sakus trukoaortikus
telah terbagi sehingga lengkung keenam kinin berlanjut dengan trunkus pulmonalis.
           Selanjutnya terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut:
1. Lengkung aorta ketiga membentuk arteri karotis komunis dan bagian pertama
dariarteri karotis interna. Bagian lain karotis interna dibentuk oleh bagian cranial aorta
dorsalis. Arteri karotis eksterna merupakan sebuah cabang kecil dari lengkung aorta
ketiga.
2. Lengkung aorta keempat baik di sisi kiri maupun kanan tetap ada. Pada sisi kiri,
lengkung keempat membentuk bagian dari lengkung aorta, di antara arteri karotis komunis
kiri dan arteri subklavia kiri. Di sisi kanan, lengkung keempat membentuk segmen paling
proksimal arteri subklavia kanan, yang bagian distalnya dibentuk oleh sebagian dari aorta
dorsalis kanan dan arteri intersegmentalis ketujuh.
3. Lengkung aorta kelima tidak pernah terbentuk atau terbentuk tidak sempurna dan
kemudian mengalami regresi.
4. Lengkung aorta keenam, yang juga disebut lengkung pulmonal, mempercabangkan
sebuah cabang yang penting yang tumbuh kea rah tunas paru yang sedang berkembang.
pada sisi kanan, bagian proksimalnya menjadi segmen proksimal arteri pulmonalis kanan.
Bagian distal lengkung ini terputus hubungannya dengan aorta dorsalis dan menghilang.
Pada sisi kiri, bagian distalnya tetap ada selama kehidupan dalam kandungan
sebagai duktus arteriosus.
e) Perubahan pada Saat Lahir
Selama masa kehidupan pranatal, sirkulasi plasenta mencukupi kebutuhan janin akan
oksigen,tetapi setelah lahir paru-paru mengambil alih pertukaran gas. Pada peredaran
darah terjadilah perubahan-perubahan sebagaio berikut pada saat lahir dan pada bulan-
bulan pertama pascalahir:

1) Duktus arteriosus menutup


2) Fossa ovale menutup
3) Vena umbilikalis dan duktus arteriosus menutup, tersisa sebagai ligamentum teres
hepatis dan ligamentum venosum
4) aa. Umbilikales menutup serta membentuk ligamenta umbilikales medial
2. SISTEM LIMFE
Sistem limfe berkembang lebih belakangan daripada sistem kardiovaskuler, dan berasal
dari lima buah kantong:

1) dua jugularis
2) dua iliaka
3) satu retroperitoneal dan sisterna kiri
Banyak saluran terbentuk untuk menghubungkan kntong-kantong tersebut dan
menyediakan drainase dari struktur-struktur lainnya. Akhirnya, duktus torasikus terbentuk
dari anastomosis duktus torasikus kanan dan kiri, bagian distal duktus torasikus kanan
dan bagian kranial duktus torasikus kiri. Duktus limfatikus kanan berkembang dari bagian
kranial duktus torasikus kanan.

A. ALIRAN DARAH PADA FETUS


 Darah masuk ke dalam sirkulasi fetus melalui vena umbilikalis
 kemudian melalui duktus venosus dan masuk ke dalam vena cava inferior
 Darah masuk ke dalam atrium kanan melalui foramen ovale ke bagian kiri jantung
 Darah pada bagian kanan jantung melalui arteri pulmonalis masuk ke dalam duktus
arteriosus dan masuk ke aorta dan menuju sistem sirkulasi tanpa melalui sirkulasi
pulmonal
Terdapat 4 shunt dalam sirkulasi fetus

1.Duktus venosus

2.Duktus arteriosus

3.Foramen ovale

4.Plasenta
Terjadi aliran bypass dari arteri pulmonalis langsung ke aorta akibat belum berfungsinya paru-
paru fetus

SETELAH KELAHIRAN

 Paru-paru berkembang dengan udara dan tahanan vaskuler paru menurun. Aliran darah
pulmonal meningkat.
 Terjadi peningkatan kadar O2 dan penurunan kadar prostaglandin akibat pelepasan
plasenta sehingga terjadi konstriksi dari duktus arteriosus
 Foramen ovale dan duktus venosus biasanya menutup pada hari-hari pertama kehidupan
8. HISTOLOGI
2.1. Histologi Jantung

 Jantung adalah organ berotot yang berkontraksi secara ritmik, yang memompa darah
melalui system sirkulasi.
 Jantung juga berfungsi menghasilkan sebuah hormon yang disebut faktor natriuretik
atrium.
Dinding jantung memiliki tiga lapisan, antara lain lapisan endocardium,
myocardium dan epicardium. Lapisan endocardium tersusun atas lapisan epitel pipih
selapis dan lapisan subendocardial. Lapisan subendocardial memiliki saraf, vena dan
jaringan ikat longgar yang mengandung serabut kolagen dan elastis. Saraf yang dimaksud
di sini adalah serabut Purkinje (pada ventrikel) yang berfungsi sebagai konduksi. Ciri
serabut Purkinje adalah (1) ukurannya lebih besar dari serabut otot jantung, (2) berjalan
terpisah dengan lapisan subendocardial, dan (3) bercampur dengan serabut contractile
dalam myocardium.
Lapisan myocardium tersusun atas berlapis-lapis otot jantung. Setiap lapisannya
memiliki arah yang berbeda-beda. Lapisan epicardium tersusun atas epitel selapis pipih
dan lapisan subendocardial. Lapisan Subendocardial memiliki jaringan ikat longgar,
vena, nervous dan jaringan adiposit.
Katup jantung memiliki jaringan ikat padat dengan serabut kolagen dan elastis.
Jaringan ikat tersebut dilapisi oleh lapisan endothelial. Dasar katup tertanam pada
annulus fibrosus yang kuat dan merupakan bagian dari fibrous skeleton.

2.

 Dindingnya terdiri atas 3 tunika :


1. Endokardium
2. Miokardium
3. Epikardium
 Bagian tengah jantung fibrosa disebut skeleton fibrosa, dan berfungsi sebagai dasar katup
selain sebagai tempat asal dan insersi sel otot jantung.
a. Endokardium
 Bersifat homolog dengan intima pembuluh darah.
 Terdiri atas selapis sel endotel gepeng, yang berada di atas selapis tipis subendotel.
 Lapisan subendotel terdiri jaringan ikat longgar yang mengandung serat kolagen dan serat
elastik, sel otot polos.
 Yang menghubungkan miokardium pada lapisan subendotel adalah selapis jaringan ikat
yang disebut Lapisan Subendokardium yang mengandung vena, saraf, dan cabang-cabang
dari sistem penghantar implus jantung (sel-sel purkinje)

b. Miokardium
 Tunika yang paling tebal dari jantung dan terdiri atas sel-sel otot jantung. Yang tersusun
dalam lapisan yang mengelilingi bilik-bilik jantung dalam bentuk pilinan yang rumit.
 Sejumlah besar lapisan ini berinsersi ke dalam skeleton fibrosa jantung.
 Bagian luar jantung dilapisi oleh epitel selapis gepeng (mesotel)
c. Epikardium
 Bagian luar jantung dilapisi oleh epitel selapis gepeng (mesotel) yang ditopang oleh
selapis tipis jaringan ikat yang membentuk Epikardium.
 Lapisan subepikardium mengandung vena, saraf, dan ganglia saraf.
 Jaringan adiposa yang umumnya mengelilingi jantung, memenuhi lapisan ini.
 Epikardium dapat disetarakan dengan lapisan visceral perikardium, yaitu membran
serosa tempat jantung berada.
 Diantara lapisan viseral (epikardium) dan lapisan parietal, terdapat sejumlah kecil cairan
yang memudahkan pergerakan jantung.
2.2. Histologi Pembuluh Darah

1. Bagian atrium
2. Kuspis katup atrioventrikularis (mitral)  dibentuk oleh membran ganda endokardium
dan inti jaringan ikat padat, menyambung dengan annulus fibrosus
3. Ventrikel
4. Di antara atrium dan ventrikel : ada annulus fibrosus (jaringan ikat fibrosa)
5. Di permukaan ventral setiap kuspis:
- Insersi tali jaringan ikat (chorda tendineae)  dari kuspis katup dan melekat ada otot
papilaris yang menonjol dari dinding ventrikel
6. Di permukaan dalam ventrikel :
- Mengandung miokardium yang menonjol : trabeculae cernae  membentuk otot
papilaris untuk menahan dan menstabilkan kuspis di katup AV saat kontraksi
ventrikel
1. Pembuluh Darah
 Jenis arteri ada 3 : arteri elastic, muskluar, dan arteriol
Arteri keluar dari jantung membentuk percabangan progresif  diameter berangsur kecil tiap
percabangan
1. Arteri elastic : terdiri atas serat jaringan ikat elastic, terdapat pada pembuluh darah besar
di dalam tubuh (trunkus pulmonalis, aorta)
2. Arteri muscular : lebih banyak serat otot polos, terdapat pada cabang arteri elastic (arteri
berukuran sedang)
3. Arteriol : dinding terdiri atas 1-5 lapisan serat otot polos, merupakan penalur ke
pembuluh darah kecil (kapiler)

Pola Struktural Arteri

 Dindingnya mempunyai 3 lapisan konsentrik (tunika)


1. Lapisan terdalam (tunika intima) :
- Epitel selapis gepeng (endotel)
- Jaringan ikat subendotel
2. Lapisan tengah (tunika media)
- Serat otot polos (di antara sel nya ada serat elastic dan reticular) penghasil matriks
ekstraseluler
3. Lapisan terluar (tunika adventisia)
- Serat jaringan ikat kolagen tipe I dan elastic
 Pada sebagian dinding arteri muscular ada 2 pita serat elastic bergelombang dan tipis :
- Lamina elastika interna (antara tunika intima dan media)  tidak terlihat pada arteri
kecil
- Lamina elastika eksterna (di pinggir tunika media) dijumpai di arteri muskularis
besar

Arteri elastis besar memiliki tiga lapisan, antara lain adalah tunica intima, media dan
eksterna/adventitia. Tunica intima memiliki jaringan ikat dan endotel, tunica media tersusun atas
otot polos yang tebal, tunica eksterna tersusun atas jaringan ikat kendor.Arteri muscularis
tersusun atas lima lapisan, antara lain tunica intima, tunica elastis interna, tunica media, tunica
elastis eksterna dan tunica eksterna/adventisia. Tunica media dari arteri muscularis memiliki >5
lapis otot polos.Arteriola tersusun atas tiga lapisan, antara lain tunica intima, tunica media dan
tunica eksterna. Tunica media tersusun atas 1 lapis otot polos, sedangkan tunica eksterna
memiliki jaringan ikat kendor.
Kapiler memiliki lumen yang sangat sempit, oleh karena itu hanya 1-2 sel eritrosit saja
yang dapat melewati lumen kapiler. Lumen kapiler dilapisi oleh membran basalis dan lapisan
endotel.Venula tersusun atas tiga lapis, yaitu tunica intima, media dan eksterna. Tunica media
pada venula ini sangat tipis, bahkan jika dilihat sepintas seperti tidak memiliki tunica media.
Vena sedang tersusun atas tiga lapis, yaitu tunica intima, media dan eksterna. Di tunica eksterna
dari vena sedang terdapat bentukan vasa vasorum. Vena besar tersusun atas tiga lapisan antara
lain tunica intima, tunica media dan tunica aksterna. Tunica intima tersusun atas jaringan ikat,
sedangkan tunica eksterna tersusun atas jaringan ikat, vasa vasorum dan otot polos longitudinal.
Pola Struktural Vena

 Kapiler-kapiler menyatu  membentuk pembuluh darah lebih besar (venula)


 Darah mengalir ke dalam venula postcapillaris  ke vena yang semakin besar
 Vena : vena kecil, sedang, besar
 Vena : dinding tipis, diameter lebih besar, banyak variasi structural
 Vena ukuran keil, sedang (terutama di ekstremitas) mempunyai katup (valva) :
- Katup untuk membantu aliran darah vena, mencegah aliran balik (karena darah
jalannya lambat dan tekanan darah vena rendah)
- Katup membuka lumen  saat darah menuju jantung
- \Katup menutup lumen  saat darah mulai mengalir balik untuk mencegah aliran
balik darah
- Katup tidak ada pada : vena di SSP, vena kava superior et inferior, vena visera
 Dinding ada 3 tunika (lebih tipis dari arteri)

Vasa Vasorum

 Dinding arteri dan vena besar terlalu tebal untuk menerima nutrient melalui difusi langsung
dari lumennya  dinding dipasok oleh pembuluh darah sendiri (kecil)  vasa vasorum
 Pertukaran nutrient dan metabolit dengan sel-sel di tunika adventisia dan media
Jenis Kapiler

 Kapiler : pembuluh darah terkecil = ukuran eritrosit


 Ada 3 jenis kapiler :
1. Vasa capillare continuum :
- Jenis paling banyak
- Sel-sel endotel disatukan  membentuk lapisan endotel solid
- Ditemukan pada otot, jaringan ikat, jaringan saraf, kulit, organ nafas, kelenjar
eksokrin
2. Vasa capillare fenestratum
- Ada lubang besar/fenestra/pori di sitoplasma sel endotel : untuk pertukaran cepat
molekul antar darah dan jaringan
- Ditemukan di kelenjar dan jaringan endokrin, usus halus, glomeruli ginjal
3. Vasa capillare sinusoideu
- Pembuluh darah yang berjalan berkelok-kelok tidak teratur
- Diameter lebih besar  untuk perlambat aliran darah
- Jarang ada taut sel endotel, ada celah lebar antar sel endotel
- Membran basalis di bawah endotel tidak ada/kurang sempurna  pertukaran
langsung molekul antar darah dan sel
Ditemukan di hati, limpa, sumsum tulang
a. Arteri

Intima Media Adventitia


Arteriol Selapis endotel 1 lapis otot polos
pre-kapiler
Arteriol Selapis endotel 2-5 lapis otot polos Jar. Ikat kendor
Kecil: tun.elasktika
interna (-)
Besar:
tun.elastika interna
(+)
Arteri kecil Selapis endotel 6-40 lapis otot polos Jar.ikat kendor
Tun.elastika interna
(+)
Arteri sedang= Selapis endotel Otot polos sangat Tun.elastica eksterna
arteri tipe muskuler Jar.ikat tebal (+)
Tun.elastika interna Jar.ikat kendor
(+) Vasa vasorum
Arteri besar= Selapis endotel Otot polos 40-60 Jar.ikat kendor
arteri tipe elastis= Jar.ikat lapis berselang- Vasa vasorum
aorta seling dengan
fenestrated elastic
membrane

b. Vena

Intima Media Adventitia


Venule= Selapis endotel Sangat tipis, kadang Jar.ikat kendor
vena kecil tidak nampak, 1-3
lapis otot polos
Vena sedang Selapis endotel Jelas, jauh lebih tipis Jar.ikat kendor
Jar.ikat dari media arteri Vasa vasorum
sejenis
Vena besar= Selapis endotel Sangat tipis, kadang Jar.ikat
vena cava Jar.ikat tidak nampak Vasa vasorum
Kadang ada sabut Penuh berkas-berkas
otot polos membujur otot polos
longitudinal

9. FISIOLOGI
Sifat-sifat Jantung

 Batmotropik (Exitability)
Sel otot jantung termasuk sel peka rangsang.

 Dromotropik (conductivity)
Lintasan penghantar/konduksi potensial aksi meliputi SA node, serabut penghubung, AV
node, His bundle, dan serabut Purkinje. Potensial otot pada otott jantung timbul untuk
pertama kalinya di SA node yang terletak di atrium kanan. Oleh karena itu kontraksi
pertama kali berlangsung di atrium kanan. Peran SA node menyebabkan pada keadaan
normal disebut pace maker. Junctional fiber berfungsi untuk memperlambat tibanya
potensial aksi di AV node. Struktur lintasa penghantaran pada otot jantung menyebabkan
kontraksi pada otot jantung berjalan dari basis ke apeks.

 Kronotropik (rhytmicity)
Karena SA node berperan sebagai pace maker maka ritme jantung juga akan diawali dari SA
node. Kemampuan jantung untuk mengatur ritmenya ini menyebabkan siklus jantung
berlangsung dengan sempurna. Siklus jantung terdiri dari periode sistol dan diastol.

 Inotropik (contractility)
Secara umum proses kontraksi pada otot jantung sama dengan otot lainnya. Perbedaan
struktur yang dominan terdapat pada retikulum endoplasma yang sedikit sedangkan
tubulus T nya berukuran lebih besar dibandingkan
3.1. Siklus Jantung
Siklus jantung dimulai dengan pencetusan potensial aksi di nodus SA yang
kemudian akan dijalarkan menuju katup AV. Setelah melalui katup AV, potensial aksi ini
mengalami perlambatan sekitar 0,1 detik saat menuju ke ventrikel. Hal ini lah yang
menyebabkan atrium akan berkontraksi terlebih dahulu dibandingkan dengan ventrikel.
Peran atrium sebagai pompa pendahulu dimulai dengan fase diastolik atrium.
Pada fase ini, ventrikel jantung sedang mengalami fase sistolik dan tekanannya tinggi,
sehingga katup AV menutup. Saat katup AV menutup, atrium terisi darah dari vena-vena
besar sehingga terus meningkatkan tekanannya.
Ketika ventrikel sudah selesai dengan fase sistoliknya, dia akan menurunkan
tekanannya sampai mencapai batas diastolnya. Akibat perbedaan tekanan antara atrium
dan ventrikel ini lah yang dapat membuka katup AV dengan sendirinya, sehingga pada
1/3 pertama pengosongan atrium akan terjadi begitu saja, tanpa kontraksi atrium.
Sebanyak 80 % darah dialirkannya. Pada 1/3 kedua, darah dari vena besar langsung
menuju ventrikel melalui atrium. Dan pada 1/3 terakhir, barulah atrium mengalami
kontraksi sehingga 20 % darah sisanya akan mengalir menuju ke ventrikel.
Setelah semua darah sudah dialirkan dari atrium menuju ventrikel, maka ventrikel
akan memulai untuk berkontraksi. Mulanya, ventrikel akan meningkatkan tekanannya,
sehingga katup AV akan menutup. Lalu ventrikel akan melakukan kontaksi tanpa
pengosongan terlebih dahulu (Periode Kontraksi Isovolemik). Saat ini ventrikel sedang
mengumpulkan kekuatan untuk mendorong katup semilunar. Ketika tekanan ventrikel
kiri >80 mmHg, dan ventrikel kanan >8mmHg, ventrikel akan berkontraksi, sehingga
katup semilunar akan membuka dan darah mengalir dari ventrikel menuju ke arteri besar.
Pada 1/3 pertama pengosongan ventrikel, disebut sebagai Periode Ejeksi Cepat,
karena ventrikel mampu memopa 70 % darah menuju arteri besar. Pada 2/3 selanjutnya,
disebut sebagai Periode Ejeksi Lambat, karena ventrikel memompa 30% sisanya.
Pada akhir fase sistolik, ventrikel akan menurunkan tekanannya dengan cepat,
sedangkan tekanan di arteri besar semakin meningkat. Dengan semakin meningkatkan
tekanan pada arteri besar ini lah, maka sejumlah kecil darah akan kembali ke ventrikel
untuk menutup katup semilunar. Ketika katup semilunar menutup, ventrikel akan mulai
berelaksasi. Mulanya, ventrikel akan berelaksasi tanpa menurunkan volumenya, pada
tahap selanjutnya ventrikel akan menurunkan tekanan interventrikularnya sehingga akan
siap untuk siklus berikutnya.
3.2. Impuls
1) Potensial Aksi
 Gambaran Umum
- Pada otot jantung, potensial aksi ditimbulkan oleh pembukaan dua macam
kanal, yaitu: (1) kanal cepat natrium dan (2) kanal kalsium-natrium .
- Kanal kedua berbeda dengan kanal pertama karena lebih lambat membuka dan
yang lebih penting, kanal ini tetap terbuka selama seperbeberapapuluh detik.
- Selama waktu itu, sebagian besar ion kalsium dan ion natrium mengalir melalui
kanal-kanal tersebut lalu masuk ke bagian dalam serabut otot jantung, hal ini
akan mempertahankan periode depolarisasi dalam waktu yang lebih panjang
sehingga menyebabkan pendataran potensial aksi.
- Lalu ion kalsium yang masuk tadi akan membangkitkan proses kontraksi otot,
ion kalsium tersebut berasal dari reticulum sarkoplasmik intrasel.
- Segera sesudah timbulnya potensial aksi, permeabilitas membrane otot jantung
terhadap ion kalium menurun kira-kira 5 kali lipat, hal ini mungkin akibat dari
jumlah kalsium yang masuk terlalu banyak.
- Akibat dari penurunan permeabilitas membrane terhadap kalium akan sangat
menurunkan pengeluaran ion kalium yang bermuatan positif selama terjadi
pendataran potensial aksi, sehingga hal itu mencegah agar voltase potensial
aksi tidak cepat kembali ke ke tingkat istirahat.
- Bila kanal lambat kalsium-natrium tertutup pada akhir 0,2-0,3 detik dan
pemasukan ion kalsium-natrium berhenti maka permeabilitas membrane
terhadap ion kalium akan sangat meningkat dengan cepat, kemudian ion kalium
juga akan menghilang dengan cepat dari serabut, sehingga secepatnya akan
mengembalikan potensial membrane ke keadaan istirahat, dengan begitu
berakhirlah potensial aksi.

 Periode Refrakter Otot Jantung


- Otot jantung bersifat refrakter bila dirangsang kembali selama periode
potensial aksi berlangsung.
- Periode tersebut terjadi hanya sebentar-sebentar.
- Impuls jantung yang normal tidak dapat mengeksitasi kembali suatu daerah
otot jantung yang memang sudah tereksitasi.
- Periode refrakter ventrikel normal kurang lebih selama 0,25-0,30 detik, kira-
kira sesuai dengan lamanya proses pendataran pada potensial aksi yang
memanjang.
- Ada potensial refrakter relative yang terjadi kira-kira selama 0,05 detik, yaitu
ketika otot tersebut lebih sulit untuik tereksitasi bila dibandingkan dalam
keadaan normal, namun walaupun demikian masih dapat tereksitasi oleh sinyal
eksitatorik yang sangat kuat.
- Periode refrakter pada atrium jauh lebih singkat disbanding ventrikel, kira-kira
0,15 detik.

 Mekanisme Potensial Aksi menyebabkan Miofibril Otot Berkontraksi


- Bila potensial aksi menjalar sepanjang membrane jantung, maka potensial aksi
akan menyebar ke bagian dalam serabut otot jantung sepanjang membrane
tubulus transverses (T).
- Potensial aksi tubulus T akan bekerja pada membrane tubulus sarkoplasmik
longitudinal yang menyebabkan pelepasan ion-ion kalsium yang berasal dari
reticulum sarkoplasmik ke dalam sarkoplasma otot.
- Lalu ion kalslium itu akan berdifusi ke dalam myofibril dan mengkatalis reaksi
kimiawi sehingga mempermudah pergeseran (sliding) filament akyin-miosin
satu sama lain dan terjadilah kontraksi otot jantung.
- Selain ion kalsium dari reticulum sarkoplasmik juga akan dilepaskan ion
kalsium tambahan yang berasal dari tubulus T yang nantinya juga akan
berdifusi ke dalam sarkoplasma otot.
- Tanpa adanya ion kalsium tambahan dari tubulus T kekuatan kontraksi otot
jantung akan sangat menurun, karena reticulum sarkoplasmik otot jantung itu
tidak berkembang dengan baik.
- Sebaliknya diameter tubulus T itu lebih besar dan di dalamnya terdapat
sejumlah besar mukopolisakarida yang bermuatan elektronegative sehingga
dapat mengikat cadangan ion kalsium dalam jumlah banyak, sehingga jumlah
ion kalsium selalu tersedia agar dapat berdifusi ke dalam serabut otot ketika
potensial aksi berjalan pada tubulus T.
- Pada akhir pendataran potensial aksi jantung, pemasukan ion kalsium ke dalam
serabut otot berhenti tiba-tiba, dan ion kalsium yang berada di dalam akan
keluar dengan cepat kembali menuju reticulum sarkoplasmik dan tubulus T.
- Akibatnya kontraksi berhenti sampai datang lagi potensial aksi yang baru.
2) Sistem Konduksi
Jantung dilengkapi oleh system khusu yang berfungsi untuk:
(1) Mencetuskan impuls-impuls ritmis listrik sehingga menimbulkan kontraksi ritmi otot
jantung.
(2) Menghantarkan impuls-impuls tersebut ke seluruh jantung.
Apabila system tersebut berjalan dengan normal maka atrium akan berkontraksi kira-kira
1/6 detik lebih cepat dari kontraksi ventrikel, sehingga memungkinkan pengisian
ventrikel sebelum ventrikel memompa darah ke sirkulasi paru dan perifer.
Bagian-bagian system konduksi:
1. Nodus sinoatrial (S-A Node)
Merupakan tempat tercetusnya impuls ritmis normal.
2. Jalur internodus
Menghantarkan impuls dari S-A Node ke A-V Node (atrioventrikular node).
3. Nodus atrioventrikular (A-V Node)
Tempat impuls dari atrium mengalami perlambatan sebelum masuk ke ventrikel.
4. Berkas A-V
Menghantarkan impuls dari atrium ke ventrikel.
5. Cabang-cabang berkas serabut purkinje kiri-kanan
Menghantarkan impuls-impuls jantung ke seluruh bagian ventrikel.

Sumber: Guyton Edisi 11


1. Sistem Inervasi Jantung

Sistem inervasi jantung berpusat pada medula oblongata. Saraf simpatis dan saraf
parasimpatis berkoordinasi menstabilkan jantung, dengan cara :
Sumber : guyton dan hall

3.3. Bunyi Jantung


 BUNYI JANTUNG NORMAL
Bunyi jantung normal adalah bunyi yang ditimbulkan oleh getaran pada katup jantung
yang menegang segera setelah penutupan katup dan getaran dinding jantung, serta vasa-
vasa utama yang berdekatan dengan katup tersebut. Bunyi jantung normal ada 4, yaitu:

1. BUNYI I
a. Definisi
Bunyi I atau yang biasa disebut oleh bunyi “lub” adalah bunyi yang timbul ketika
katup atrioventrikular (AV) jantung tertutup pada saat akhir diastol atau
permulaan sistol.
b. Fisiologi
 Kontraksi ventrikel  terjadi aliran balik darah secara tiba-tiba yang
mengenai katup AV (mitral atau trikuspid)  katup menahan aliran balik
darah dan mencembung ke atrium  karena peregangan ini, corda
tendinea secara otomatis menarik kembali katup ke posisi semula.
 Elastisitas katup dan corda tendinea mendorong kembali darah ke arah
ventrikel  dinding ventrikel dan katup mengalami getaran  terjadi
turbulensi getaran dalam darah.
 Getaran ini akan merambat melalui jaringan sekitarnya ke dinding dada 
terdengar bunyi I.
 Durasi bunyi 0, 14 s dan tinggi nada yang lebih rendah dari bunyi II.

2. BUNYI II
a. Definisi
Bunyi II atau yang biasa disebut oleh bunyi “dub” adalah bunyi yang timbul
ketika katup semilunaris jantung tertutup pada saat akhir sistol atau permulaan
diastol.
b. Fisiologi
 Setelah penutupan katup semilunaris, terjadi aliran balik darah secara tiba-
tiba yang mengenai katup sermilunaris  katup menahan aliran balik
darah dan mencembung ke ventrikel.
 Elastisitas katup melentingkan kembali darah ke arteri  terjadi getaran
katup dan pantulan membolak-balikan darah pada katup dinding arteri dan
katup semilunar, serta pada dinding ventrikel dan katup tersebut dalam
waktu yang singkat.
 Getaran di dinding arteri dan ventrikel ini akan merambat melalui jaringan
sekitarnya ke dinding dada  terdengar bunyi II.
 Durasi bunyi lebih pendek dari bunyi I, yaitu 0, 11 s dan tinggi nada yang
lebih tinggi dari bunyi I. Hal ini terjadi karena ketegangan katup
semilunaris lebih besar dari AV, koefisien elastisitas ketegangan dinding
arteri besar menyebabkan ruang-ruang jantung ikut bergetar, dan karena
katup AV lebih longgar dan kurang elastis.

3. BUNYI III
a. Definisi
Bunyi III adalah bunyi lemah
tapi bergemuruh yang terdengar
pada awal sepertiga tengah fase
diastolik.
b. Fisiologi
Proses terjadinya bunyi III masih
belum jelas, tapi diduga bahwa
disebabkan oleh osilasi darah
antara dinding ventrikel akibat
masuknya darah dari atrium
menyebabkan kedua dinding
tersebut bergetar. Hal ini terjadi
karena saat awal diastol,
ventrikel belum terisi penuh
seingga ada tegangan elastik yang cukup untuk menimbulkan lentingan.

4. BUNYI IV
a. Definisi
Bunyi IV adalah bunyi yang terdengar pada awal sepertiga akhir fase diatolik
yang disebut juga dengan bunyi
atrium karena asal bunyi ini
berasal dari atrium paling besar.
b. Fisiologi
Atrium yang berkontraksi dan
meluncurkan darah ke ventrikel
dan menimbulkan bunyi mirip
dengan bunyi III. Proses terjadinya
juga mirip dengan bunyi III
jantung.

Fase Siklus Jantung

 Siklus jantung menjelaskan urutan kontraksi dan pengosongan ventrikel (sistolik) serta
pengisian dan relaksasi ventrikel (diastolik).
 Pada awal diastolic, darah mengalir cepat dari atrium melewati katup mitral dan masuk ke
dalam ventrikel. Hingga tekanan atrium dan ventrikel mulai seimbang, aliran akan melambat
dan berhenti (Fase diastasis).
 Lalu terjadi kontraksi atrium yang berperan dalam bertambahnya 20-30% pengisian
ventrikel.
 Ventrikel akan berkontraksi dan tekanannya akan meningkat melebihi tekanan di atrium. Hal
ini dengan segera akan mengakibatkan katup atrioventrikular menutup (menimbulkan bunyi
S1). Saat ini volume ventrikel masih konstan karena tekanan ventrikel masih diwabah ekanan
aorta sehingga katup semilunar aorta belum membuka. (Kontraksi isovolumik)
 Dengan bertambahnya kontraksi ventrikel, tekanan ventrikel kiri akan meningkat terus
melebihi tekanan di aorta. Hal ini mendorong katup semilunar aorta untuk membuka dan
darah akan tercurah keluar ventrikel.
 Ventrikel kemudian mengalam relaksasi yang menyebabkan tekanan dalam ventrikel menurun
di bawah tekanan aorta sehingga katup semilunar aorta akan menutup (meninbulkan bunyi
S2). Peristiwa ini akan mengawali diastolic ventrikel.
 Dengan menutupnya katup aorta maupun mitral maka volume darah dalam ventrikel kiri tetap
konstan. Karena ventrikel berelaksasi maka tekanan di dalamnya akan semakin menurun
meskipun volum dalam ventrikel masih konstan.
 Sementara tekanan ventrikel menurun, timbul tekanan dari atrium akibat aliran balik vena
melawan katup mitral yang tertutup. Perbedaan ini menyebabkan pembukaan katup mitral dan
darah dari atrium akan tercurah mengisi ventriikel, dan siklus jantung akan dimulai lagi. (Fase
pengisian cepat)
Prinsip Aliran Darah

 Aliran darah melalui pembuluh darah bergantung pada 2 variabel yang saling berlawanan
yaitu : (1) Perbedaan tekanan antara kedua ujung pembuluh darah, (2) Resistensi terhadap
aliran darah.
 Hubungan kedua variable diatas dengan aliran darah dapat dijelaskan dengan hukum Ohm
yaitu : Q = P / R. (Q : aliran darah, P : perbedaan tekanan, dan R : resistensi)
 Dari hukum tersebut dapat dilihat bahwa aliran darah akan meningkat dengan peningkatan
perbedaan tekanan, sedangkan akan menurun dengan peningkatan resistensi.
 Perbedaan tekanan dipengaruhi oleh : (1) Tekanan arteri rata-rata, (2) Tekanan atrium
kanan , dan (3) Tekanan vena sentral. Sementara itu resistensi (obstruksi aliran darah)
berkaitan erat dan berbanding terbalik dengan ukuran lumen. Hal lain yang mempegaruhi
resistensi antara lain adalah panjang pembuluh darah dan viskositas darah.
 Kecepatan aliran darah bergantung pada luas penampang pembuluh darah yang
dinyatakan dalam rumus V = Q/A. Dengan demikian mengalirnya darah ke system arteri
perifer akan menurunkan kecepatan karena terjadi percabangan yang progresif dan relative
meningkat pada luas penampang percabangan tersebut. Begitu juga pada tingkat kapiler,
luas penampang akan mengalami penurunan yang besar sehingga juga akan menurunkan
kecepatan dan memungkinkan untuk terjadinya pertukaran makanan serta metabolit pada
kapiler.
Curah Jantung
 Definisi  Merupakan volume darah yang dipompa oleh tiap ventrikel permenit (rata-rata 5
L/menit). Curah jantung disini bervariasi memenuhi kebutuhan O 2 dan nutrisi bagi jaringan
perifer.
 Faktor penentu curah jantung terdiru dari 2 variabel yaituFrekuensi jantung dan volume
sekuncup. Hubungan ketiganya dapat dilihat dalam rumus CJ = FJ x VS. Dimana volume
sekuncup adalah volume darah yang dipompa oleh setiap ventrikel per detik.
 Meskipun terjadi perubahan pada salah satu variable diatas curah jantung masih dapat
dipertahankan konstan melalui penyesuaian kompensatorik. Misalnya apabila curah jantung
menurun, jantung mengkompensasi dengan menurunkan denyut jantung sehingga periode
relaksasi dan pengisian ventrikel oleh atrium menjadi lebih lama dengan begitu volume
ventrikel akan meningkat dan darah yang dipompa perdenyut akan meningkat juga.
 Pengaturan frekuansi denyut jantung berada di bawah pengaruh Sistem Saraf Otonom.
Saraf simpatis dan parasimpatis akan mempersarafi nodus SA dan nodus AV lalu
mempengaruhi kecepatan dan frekuensi hantaran impuls. Saraf simpatis akan meningkatkan
denyut jantung, sementara itu saraf parasimpatis akan mengembalikannya menjadi normal.
(Dalam keadaan normal saraf parasimpatis akan bekerja dominan
 Pengaturan volume sekuncup dipengaruhi oleh 3 variabel yaitu:
a. Beban awal (Preload)
Merupakan derajat peregangan serabut miokardium segera sebelum kontraksi.

b. Beban akhir (after load


Adalah tegangan serabut miokardium yang harus terbentuk untuk kontraksi dan
pemompaan darah.

c. Kontraktilitas
Adalah perubahan kekuatan kontraksi yang terbentuk, yang terjadi tanpa perubahan
panjang serabut miokardium.

3.4. Kelenjar Limfe


Sistem Limfe berguna untuk menyerap kelebihan cairan yang tidak terabsorbsi
kembali ke dalam plasma dan mengembalikan lagi ke dalam aliran darah. Pembuluh
limfe halus dan buntu atau disebut pembuluh limfe awal merambah hampir di semua
jaringan.
Pembuluh limfe dari bagian bawah tubuh, abdomen, lengan kiri, thorax bagian kiri,
dan bagian kiri dari kepala akan memasuki duktus thorakikus yang akan bermuara di
vena jugularis interna dan vena subclavia sinistra. Pembuluh limfe dari kepala dan leher
bagian kanan, lengan kanan, dan thorax bagian kanan akan memasuki duktus limfe kanan
yang lebih kecil dari duktus thorakikus serta bermuara di vena jugularis interna dan vena
subclavia dekstra.
Pembuluh limfe memiliki sel endotel yang tersusun tumpang tindih seperti genteng
yang menyusun dindingnya. Saat ada tekanan dari luar, tepi dalam sel endotel akan
terdorong masuk sehingga timbul celah yang disebut lubang katup. Lubang katup ini
yang memungkinkan cairan interstitial masuk. Lubang katup ini lebih besar dari pori
kapiler sehingga bahan yang tidak bisa masuk ke kapiler bisamasuk ke pembuluh limfe,
misalnya bakteri. Saat cairan interstitial sudah di dalam pembuluh limfe, maka timbul
tekanan dari dalam sehingga lubang katup tertutup.
Pembuluh limfe tidak memiliki unit pemompa khusus seperti jantung. Oleh karena
itu, mekanisme pengaliran cairan limfe dalam pembuluh limfe adalah sebagai berikut:
1. kontraksi otot polos di sekitar pembuluh limfe akibat sebelumnya ikut teregang
ketika pembuluh limfe berisi cairan limfe (mengikuti hukum Frank-
Sterling),
2. kontraksi otot rangka di sekitar pembuluh limfe(prinsip sama dengan otot
polos).
Fungsi sistem limfe adalah:
a. Mengembalikan kelebihan cairan yang terfiltrasi
Pembuluh kapiler selalu melakukan filtrasi. Dari hasil filtrasi ini,
tertinggal sedikit cairan di interstitial. Walau jumlah cairan ini sedikit, bila
terus menumpuk dapat menyebabkan edema. Oleh karena itu, pembuluh
limfe bertugas untuk mengangkut cairan yang tertinggal ini dan
mengembalikan ke sirkulasi darah.
b. Pertahanan terhadap penyakit
Pembuluh limfe akan melewati kelenjar-kelenjar limfe (limfanode) yang
mengandung sel-sel fagositik. Apabila dalam cairan limfe terdapat benda asing,
misal bakteri, akan difagosit oleh sel-sel fagositik ini.
c. Transpor lemak yang tidak dapat diserap
Dalam saluran pencernaan, molekul lemak terlalu besar sehingga tidak
dapat diabsorbsi kapiler. Pembuluh limfe yang bertugas mengangkut
molekul lemak tersebut.
d. Pengambilan protein yang tersaring
Pada kapiler yang melakukan filtrasi, protein sering ikut tersaring.
Protein yang tersaring keluar ini sulit untuk masuk kembali ke sirkulasi
darah sehingg pembuluh limfe yang bertugas mengangkutnya.

10. PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL


4.1. Non Sianotik
4.1.1. ASD
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium kanan dengan atrium
kiri yang tidak ditutup oleh katup ( Markum. 1991). ASD adalah defek pada sekat yang
memisahkan atrium kiri dan kanan. (Sudigdo Sastroasmoro, Kardiologi Anak. 1994).

Klasifikasi

Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi dalam tiga tipe :

1.      Ostium secundum : merupakan tipe ASD yang tersering. Kerusakan yang terjadi terletak
pada bagian tengah septum atrial dan fossa ovalis. Sekitar 8 dari 10 bayi lahir dengan ASD
ostium secundum. Sekitar setengahnya ASD menutup dengan sendirinya. Keadaan ini jarang
terjadi pada kelainan yang besar. Tipe kerusakan ini perlu dibedakan dengan patent foramen
ovale. Foramen ovale normalnya akan menutup segera setelah kelahiran, namun pada beberapa
orang hal ini tidak terjadi hal ini disebut paten foramen ovale. ASD merupakan defisiensi septum
atrial yang sejati.
2.      Ostium primum : kerusakan terjadi pada bagian bawah septum atrial. Biasanya disertai
dengan berbagai kelainan seperti katup atrioventrikuler dan septum ventrikel bagian atas.
Kerusakan primum jarang terjadi dan tidak menutup dengan sendirinya.

3.      Sinus venosus : Kerusakan terjadi pada bagian atas septum atrial, didekat vena besar (vena
cava superior) membawa darah miskin oksigen ke atrium kanan. Sering disertai dengan kelainan
aliran balik vena pulmonal, dimana vena pulmonal dapat berhubungan dengan vena cava
superior maupun atrium kanan. Defek sekat primum dikenal dengan ASD I, Defek sinus
Venosus dan defek sekat sekundum dikenal dengan ASD II.

Etiologi

Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-faktor tersebut diantaranya:

1.      Faktor Prenatal

a.       Ibu menderita infeksi Rubella

b.      Ibu alkoholisme

c.       Umur ibu lebih dari 40 tahun.

d.      Ibu menderita IDDM

e.        Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu

2.      Faktor genetic

a.       Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB

b.      Ayah atau ibu menderita PJB

c.       Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down

d.      Lahir dengan kelainan bawaan lain

ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan normal, pada peredaran
darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu
melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap
terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt), Penyebab dari tidak
menutupnya lubang pada septum atrium ini tidak diketahui

Manifestasi Klinis

Defek spetum atrium sering tidak terdeteksi sampai dewasa karena biasanya asimtomatik,
dan tidak memberikan gambaran diagnosis fisik yang khas. Lebih sering ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan rutin foto toraks atau EKG.
Sesak napas dan rasa capek merupakan keluhan awal,kemudian diikuti dengan infeksi
yang berulang. Pasien dapat sesak pada saat aktivitas dan berdebar-debar akibat takiaritmia
atrium.

Anamnesis
Sebagian besar bayi dan anak asimtomatik. Bila pirau cukup besar, maka pasien
mengalami sesak nafas (terutama saat beraktivitas), infeksi paru berulang, dan berat badan
kurang.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
 Pulsasi ventrikel kanan pada daerah parasternal kanan.
 Wilde fixed splitting bunyi jantung kedua walaupun tidak selalu ada.
 Bising sistolik tipe ejeksi pada daerah pulmonal pada garis sterna kiri
atas,bising middiastolik pada daerah tricuspid,dapat menyebar ke apeks.
 Bunyi jantung kedua mengeras di daerah pulmonal dikarenakan kenaikan
tekanan pulmonal. Bising-bising yang terjadi pada defek septum atrium
merupakan bising fungsional akibat adanya beban volume yang besar pada
jantung kanan.
 Sianosis jarang ditemukan.
 Anak tampak kurus tergantung derajat ASD
Pemeriksaan Penunjang
-EKG: Elektrokardiografi: deviasi sumbu QRS ke kanan (+90 sampai +180
derajat), dan hipertrofi ventrikel kanan.
-Foto toraks: kardiomegali dengan pembesaran atrium kanan dan ventrikel kanan.
Arteri pulmonal tampak menonjol diserai tanda peningkatan corakan vaskular
paru.
-Ekokardiografi (transtorakal) dapat menentukan lokasi, jenis, dan besarnya
defek. Dimensi atrium kanan ventrikel kanan dan dilatasi arteri pulmonalis. Pada
pemeriksaan Doppler dapat dilihat pola aliran pirau. Jika pada ekokardiografi
transtorakal tidak jelas maka dapat dilakukan ekokardiografi trans esofageal
dengan memasukkan transduser ke esofagus.
Tata Laksana
a. Medikamentosa: pada DSA yang disertai gagal jantung, diberikan digitalis
atau inotropik yang sesuai dan diuretik. Profilaksis terhadap endokarditis
bakterial tidak terindikasi untuk DSA, kecuali pada 6 bulan pertama
setelah koreksi dengan pemasangan alat protesis.
b. Penutupan tanpa pembedaan: hanya dapat dilakukan pada DSA tipe
sekundum dengan ukuran tertentu. Alat dimasukkan melalui vena femorl
dan diteruskan ke DSA. Terdapat banyak jenis alat penutup (occluder)
namun saat ini yang paling banyak digunakan adalah AS0 (Amplatzer
Device Occluder). Keuntungan penggunaan alat ini adalah tidak perlunya
operasi yang menggunakan cardiopulmonary bypass dengan segala
konsekuensinya, rasa nyeri minimal dibanding operasi, serta tidak adanya
luka bekas operasi.
c. Penutupan dengan pembedahan: dilakukan apabila bentuk anatomis DSA
tidak memungkinkan untuk dilakukan pemasangan alat. Pada DSA dengan
aliran pirau kecil, penutupan defek dengan atau tanpa pembedahan dapat
ditunda sampai usia 5-8 tahun bila tidak terjadi penutupan secara spontan.
Pada bayi dengan aliran pirau besar, pembedahan/intervensi dilakukan
segera bila gagal jantung kongestif tidak memberi respon memadai dengan
terapi medikamentosa.
4.1.2. VSD
Merupakan CHD yang paling sering dijumpai(25%). Dinding Pemisah antara kedua
ventrikel tidak tertutup sempurna.Kelainan ini umumnya congenital, tetapi dapat pula terjadi
karena truma.

PATOFISIOLOGI
 Darah dari ventrikel kiri à ventrikel kanan melalui defek o.k perbedaan tekanan à
terdengar bising
 Dari ventrikel kanan à A.pulmonalis à naiknya tek.kapiler paru
 Bila tahanan A.pulmonalis tinggi à tek.ventrikel kanan juga tinggi à tek.ventrikel
kanan = kiri à Eisenmenger Sindroma
Klasifikasi
Ventrikel septum defect termasuk penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik. Untuk
tujuan penatalaksanaan medis dan bedah, dibuat klasifikasi berdasarkan kelainan hemodinamika
dan klasifikasi anatomic.
 Berdasarkan kelainan hemodinamika :
 Defek kecil dengan tahanan paru normal.
 Defek sedang dengan tahanan paru normal.
 Defek besar dengan hipertensi pulmonal hiperkinetik.
 Defek besar dengan penyakit obstruksi vaskuler paru.
 Berdasarkan letak anatomis
 Defek perimembranous atau juga dikenal dengan defek pars membranacea
merupakan tipe yang paling sering sekitar 80% kasus VSD . Berdasarkan
perluasan defeknya dibagi menjadi perluasan kea outlet, perluasan ke inlet
dan perluasan ke trabekuler.
 Defek musculer dimana defek dibatasi oleh daerah otot,sekitar 5-20 %.
Yang dapat dibagi lagi menjadi : sentral atau midmusculer , apical,
marginal dan “ swiss cheese “ septum, suatu multiple muscular defect
 Defek subarterial dimana sebagian dari batas defek dibentuk oleh terusan
jaringan ikat katup aorta dan pulmonal. Kejadian sekitar 6%, defek ini
dahulu disebut defek suprakristal, karena letaknya diatas krista
supraventrilaris.

GAMBARAN KLINIS
• Asimtomatik pd VSD kecil
• Takipneu, ISPA berulang
• Kemampuan minum berkurang/ lekas lelah
• Pertumbuhan bayi terlambat
• Terdengar bising pansistolik di ICS III-IV, parasternal kiri (terdengar pd umur 2-6
minggu)
• Rontgen dada: Kardiomegali (VSD sedang & besar); corakan paru bertambah, segmen
pulmonal menonjol (VSD besar)
• EKG: Hipertrofi ventrikel kiri (VSD sedang)
Hipertrofi Biventrikel (VSD besar)

Bergantung pada besarnya pirau kiri ke kanan. Makin besar pirau makin kurang darah
yang melalui katup aorta dan makin banyak volume darah jaringan intra torakal. Berkurangnya
darah pada system siskulasi menyebabkan pertumbuhan badan terlambat; volume darah
intratorakal yang selalu bertambah menyebabkan infeksi saluran nafas yang berulang.
Pada VSD kecil anak dapat tumbuh sempurna tanpa keluhan, sedangkan pada VSD besar
dapat terjadi gagal jantung yang dini yang memerlukan pengobatan medis intensif
a. VSD Kecil
Diameter defek kecil yaitu 1-5 mm; sedang : 5-10 mm. Besarnya defek bukan satu-
satunya faktor yang menentukan besarnya aliran darah. Pertumbuhan badan normal
walaupun terdapat kecenderungan timbulnya infeksi saluran napas. Toleransi latihan
normal, hanya pada latihan yang lama dan intensif lebih cepat lelah dibandingkan dengan
teman sebayanya.
Palpasi : Impuls ventrikel kiri jelas pada apeks kordis. Biasanya teraba getaran bising
pada sela iga III dan IV kiri.
Auskultasi : Bumyi jantung baiasanya normal.
Defek sedang : Bumyi jantung II dapat agak keras, “split” sempit pada iga II kiri dekat
sternum. Bunyi jantung I biasanya sulit dipisahkan dari bising holosistolik yang
kemudian segera terdengar, bising bersifat kasar, digolongkan dalam bising kebocoran.
Pungtum maksimum pada sela iga III, IV, dan V kiri langsung dekat sternum kearah
apeks kordis. Juga sering kepunggung. Intensitas bising derajat II s/d VI

Tindakan bedah
Tidak perlu operasi, sikap menunggu lebih baik, karena sudah diketahui bahwa 15%
penderita mengalami penutupan secara spontan. Defek pirau kiri ke kanan lebih besar
dari pada 25% QP(Quotient Pressure) memerlukan koreksi bedah, terutama untuk
menghindarkan terjadinya hipertensi pulmonal di kemudian hari
Pengobatan medis
Jika terdapat infeksi saluran nafas, harus cepat diberi antibiotika. Tidak demikian halnya
dengan anak normal. Justru pada VSD kecil kemungkinan mendapat endokarditis
bakterialis sangat besar, maka tindakan bedah harus dilakukan dengan lindungan
antibiotika yang adekuat.
Prognosis quo ad vitam: tidak membahayakan. Dapat diharapkan hidup normal.

b. VSD Besar dan Sangat Besar


Diameter defek lebih besar daripada setengah ostium aorta. Tekanan di ventrikel kanan
jelas meninggi di luar kebiasaan. Curah sekuncup melalui ostium pulmonal paling sekit
2X curah sekuncup yang melalui ostium aorta.
Secara klinis sudah menunjukkan gejala nafas pendek, lekas lelah pada umur sangat
muda, sehingga muncul masalah makan. Pertambahan berat badan minimal akibat
seringnya infeksi saluran napas.
Serangan dispneu paroksismal sering timbul.
Inspeksi. Pertumbuhan badan jelas terhambat, pucat dan banyak keringat bercucuran.
Ujung-ujung jari hiperemik. Diameter dada bertambah, sering terlihat voussure cardiaque
ke kiri. Gejala-gejala yang menonjol ialah napas pendek dan retraksi pada jugulum, sela
interkostal dan region epigastrium. Pada anak kurus terlihat impuls jantung yang
hiperdinamik.
Palpasi. Impuls jantung hiperdinamik kuat, terutama yang timbul dari ventrikel kiri.
Karena defek besar, maka tekanan arteria pulmonalis tinggi, akibatnya penutupan katup
pulmonal jelas teraba pada sela iga III kiri dekat sternum. Teraba getaran bising pada
dinding dada. Pada defek sangat besar, sering tidak teraba getaran bising karena tekanan
di ventrikel kiri sama dengan tekanan di ventrikel kanan. Anak dengan VSD besar
disertai gagal jantung mempunyai tanda terabanya tepi hati tumpul di bawah lenkung iga
kanan.

Tindakan Bedah
Tanpa operasi harapan hidup buruk. Penutupan defek dilakukan dengan bantuan mesin
jantung-paru.
PROGNOSIS
Sebagian anak walaupun diberi pengobatan medis intensif tetap meninggal juga.
Sebagian lagi lambat laun akan berkembang menjadi sindrom Eisenmenger yang pada umur
muda juga akan meninggal.
Bila tindakan bedah bedah dilakukan pada waktu yang tepat, penderita dapat mengecap
kehidupan yang normal.
Vaksinasi terhadap influenza dan morbili merupakan suatu keharusan dan pencegahan
terhadap infeksi saluran napas, endokarditis lenta tidak dapat diabaikan.
Komplikasi
Beberapa koplikasi yang dapat terjadi :
 Gagal jantung berulang: akan menunjukkan gejala dan tanda pembengkakan
jantung (jantung menjadi besar), sesak nafas karena edema paru (paru penuh
cairan), bisa fatal berakhir kematian.
 Radang paru-paru (pneumonia/bronkopneumonia) berulang: gejala dan tanda
berupa batuk-batuk dengan sesak nafas disertai panas tinggi.
 Gagal tumbuh: ank terhambat pertumbuhannya sehingga jauh lebih kecil
dibanding anak normal. Pada KMS akan nampak berat badannya tidak naik
bahkan turun.
 Gizi buruk: anak kurus, lemah, kulitnya kendor terutama di daerah pantat, iganya
nampak jelas seing disebut iga gambang, anak jadi cengeng dan menjadi mudah
sakit.
 Endokarditis infektif, yaitu infeksi yang terjadi pada lapisan dalam jantung.
 Hipertensi pulmonal: tekanan di dalam pembuluh nadi paru meningkat karena
kelebihan volume aliran darah ke paru-paru.
Anak yang semula tidak biru akan menjadi biru di daerah mulut dan ujung-ujung jarinya akibat
hipertensi paru yang hebat, disebut sebagai Eisenmengerisasi. Bila ini sudah terjadi biasanya
operasi koreksi sudah tidak bisa untuk dilakukan lagi.

4.1.3. PDA
Definisi
Duktus arteriosus persisten (DAF) adalah duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir.
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang
menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut
menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum
arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Kelainan ini merupakan 7% dari seluruh PJB. Duktus
arteriosus persisten sering dijumpai pada bayi prematur, insidensnya bertambah dengan
berkurangnya masa gestasi.
 
Hemodinamik
Sebagian besar kasus duktus arteriosus persisten menghubungkan aorta dengan pangkal a.
pulmonalis kiri. Pada bayi baru lahir, duktus arteriosus yang semula mengalirkan darah dari a.
pulmonalis ke aorta akan berfungsi sebaliknya karena resistensi vaskular paru menurun dengan
tajam dan secara normal mulai menutup. Maka, dalam beberapa jam secara fungsional tidak
terdapat arus darah dari aorta ke a. pulmonalis. Bila duktus tetap terbuka, terjadi keseimbangan
antara aorta dan a. pulmonalis. Dengan semakin berkurangnya resistensi vaskular paru maka
pirau dari aorta ke arah a. pulmonalis (kiri ke kanan) makin meningkat.
Patofisiologi
Patofisiologi yang terjadi adalah :
 Pirau dari kiri ke kanan, berakibat peningkatan aliran darah ke arteri pulmonalis
 Dilatasi atrium kiri → peningkatan tekanan atrium kiri
 Peningkatan volume (volume overload) ventrikel kiri
Derajat beratnya pirau kiri – kenan ditentukan oleh besarnya defek. Kecuali pada yang non
restriktif, pirau ditentukan oleh perbedaan relatif tahanan antara sirkulasi sistemik dan sirkulasi
paru.
Peningkatan tekanan di atium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan dapat memicu
terjadinya pirau kiri ke kanan tambahan dari foramen ovale yang teregang/ terbuka (stretched
foramen ovale). (Bila volume di atrium kiri bertambah → tekanan bertambah → septum inter
atrium akan terdorong ke arah atrium kanan → foramen ovale teregang → terbuka, disebut
stretched foramen ovale ).
Pada saat janin/fetus, plasenta adalah sumber prostaglandin utama. Setelah lahir, plasenta
tidak ada. Paru-paru merupakan tempat metabolisme prostaglandin. Dengan hilangnya plasenta,
ditambah dengan semakin matangnya fungsi paru, maka kadar prostaglandin neonatus akan
segera menurun. Maka duktus akan mulai menutup secara fungsional (konstriksi) dimulai dari
sisi pulmonal. Penutupan duktus ini dipengaruhi oleh kadar PaO2 ateri, prostaglandin,
thromboksan.

Pada neonatus preterm, penutupan duktus terjadi lambat, karena metabolisme/degradasi


prostaglandin tidak sempurna disebabkan oleh fungsi paru yang belum matang, dan sensitivitas
terhadap duktus meningkat. Respons duktus terhadap oksigen juga tidak baik. Sementara itu,
dengan bertambahnnya umur, tahanan vaskular paru akan menurun, maka pirau kiri ke kanan
akan bertambah, sehingga muncullah gejala.

Pada usia 2 minggu, duktus akan menutup secara anatomi dengan terjadinya perubahan
degeneratif dan timbulnya jaringan fibrotik, berubah menjadi ligamentum arteriosum
Etiologi

Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi
ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
penyakit jantung bawaan :

 Faktor prenatal
 Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
 Ibu alkoholisme.
 Umur ibu lebih dari 40 tahun.
 Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
 Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
 Faktor Genetik
 Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
 Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
 Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
 Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
 
Manifestasi Klinis
a) DAP Kecil. Biasanya asimtomatik, dengan tekanan darah dan tekanan nadi dalam batas
normal. Jantung tidak membesar. Kadang teraba getaran bising di sela iga II kiri sternum.
Terdapat bising kontinu (continous murmur, machinery murmur) yang khas untuk duktus
arteriosus persisten di daerah subklavia kiri.
b) DAP Sedang. Gejala biasanya timbul pada usia 2-5 bulan tetapi tidak berat. Pasien
rnengalami kesulitan makan, sering menderita infeksi saluran napas, namun biasanya
berat badan masih dalam batas normal. Frekuensi napas sedikit lebih cepat dibanding
dengan anak normal. Dijumpai pulsus seler dan tekanan nadi tebih dari 40 mmHg.
Terdapat getaran bising di daerah sela iga I-II para sternal kiri dan bising kontinu di sela
iga II-III garis parasternal kiri yang menjalar ke daerah sekitarnya. Juga sering ditemukan
bising middiastolik dini.
c) DAP Besar. Gejala tampak berat sejak minggu-minggu pertama kehidupan. Pasien sulit
makan dan minum hingga berat badannya tidak bertambah dengan memuaskan, tampak
dispnu atau takipnu dan banyak berkeringat bila minum. Pada pemeriksaan tidak teraba
getaran bising sistolik dan pada auskultasi terdengar bising kontinu atau hanya bising
sistolik. Bising middiastolik terdengar di apeks karena aliran darah berlebihan melalui
katup mitral (stenosis mitral relatif). Bunyi jantung II tunggal dan keras. Gagal jantung
mungkin terjadi dan biasanya didahului infeksi saluran napas bagian bawah.
d) DAP Besar dengan Hipertensi Pulmonal. Pasien duktus arteriosus besar apabila tidak
diobati akan berkembang menjadi hipertensi pulmonal akibat penyakit vaskular paru,
yakni suatu komplikasi yang ditakuti. Komplikasi ini dapat terjadi pada usia kurang dari
1 tahun, namun jauh labih sering terjadi pada tahun ke-2 atau ke-3. Komplikasi ini
berkembang secara progresif, sehingga akhirnya ireversibel, dan pada tahap tersebut
operasi koreksi tidak dapat dilakukan.
 
Pemeriksaan Penunjang
a) DAP Kecil. Gambaran radiologis dan EKG biasanya dalam batas normal. Pemeriksaan
ekokardiografi tidak menunjukkan adanya pembesaran ruang jantung atau a. pulmonalis.
b) DAP Sedang. Pada foto toraks jantung membesar (terutama ventrikel kiri), vaskularisasi
paru yang meningkat, dan pembuluh darah hilus membesar. EKG
menunjukkan hipertrofiventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi atrium kiri.
c) DAP Besar .Pada foto toraks dijumpai pembesaran ventrikel kanan dan kiri, di samping
pembesaran arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya. Pada EKG tampak hipertropi
biventrikular dengan dominasi aktivitas ventrikel kiri dan dilatasi atrium kiri.
4.2. Sianotik
Tetralogi Fallot
a. Definisi
Tetralogi Fallot adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Kelainan yang terjadi
adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang  dari bagian
infundibulum septum intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel) dengan syarat
defek tersebut paling sedikit sama besar dengan lubang aorta. Sebagai
konsekuensinya, didapatkan adanya empat kelainan anatomi sebagai berikut :
(Sadler, 2000)
 Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga
ventrikel.
 Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar
dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan
menimbulkan penyempitan.
 Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri
mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta  keluar dari bilik
kanan.
 Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena
peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal
b. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaa tidak diketahui
secara pasti. Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor–faktor
tersebut antara lain :
 Faktor Endogen
 Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom  .
 Anak yang lahir sebelumnya menderita  penyakit jantung bawaan.
 Adanya  penyakit tertentu dalam keluarga seperti  diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung  atau kelainan bawaan
 Faktor Eksogen
 Riwayat  kehamilan  ibu  : sebelumnya  ikut program KB oral atau suntik,
minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine,
aminopterin, amethopterin, jamu)
 Ibu menderita penyakit infeksi :  rubella
 Pajanan terhadap sinar -X
c. Patofisiologi
Mulai akhir minggu ketiga sampai minggu keempat kehidupan intrauterine,
trunkus arteriosus terbagi menjadi aorta dan arteri pulmonalis. Pembagian
berlangsung sedemikian, sehingga terjadi perputaran seperti spiral, dan akhirnya
aorta akan berasal dari posterolateral sedangkan pangkal arteri pulmonalis terletak
antero-medial. Septum yang membagi trunkus menjadi aorta dan arteri pulmonalis
kelak akan bersama sama dengan endokardial cushion serta bagian membrane
septum ventrikel, menutup foramen interventrikel. Pembagian ventrikel tunggal
menjadi ventrikel kanan dan kiri terjadi antara minggu ke 4 dan minggu ke 8.
Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat berakibat letak aorta yang abnormal
(over riding), timbulnya infundibulum yang berlebihan pada jalan keluar ventrikel
kanan, serta terdapatnya defek septum ventrikel karena septum dari trunkus yang
gagal berpartisipasi dalam penutupan foramen interventrikel. Dengan demikian
dalam bentuknya yang klasik, akan terdapat 4 kelainan, yaitu defek septum ventrikel
yang besar, stenosis infundibular, dekstroposisi pangkal aorta dan hipertrofi ventrikel
kanan.
Kelainan anatomi ini bervariasi luas, sehingga menyebabkan luasnya variasi
patofisiologi penyakit. Secara anatomis tetralogi fallot terdiri dari septum ventrikel
subaortik yang besar dan stenosis pulmonal infundibular. Terdapatnya dekstroposisi
aorta dan hipertrofi ventrikel kanan adalah akibat dari kedua kelainan terdahulu.
Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung pada derajat stenosis
pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal hanya infundibular, pada 10-25%
kasus kombinasi infundibular dan valvular, dan 10% kasus hanya stenosis valvular.
Selebihnya ialah stenosis pulmonal perifer.
Dekstroposisi pangkal aorta (overriding aorta) bukan merupakan condition sine
qua non untuk penyakit ini. Hubungan letak aorta dan arteri pulmonalis masih di
tempat yang normal, over riding aorta terjadi karena pangkal aorta berpindah kearah
anterior mengarah ke septum. Derajat over riding ini lebih mudah ditentukan secara
angiografis daripada waktu pembedahan atau autopsy. Klasifikasi over riding
menurut Kjellberg : (Staf IKA, 2007)
 Tidak terdapat over riding aorta bila sumbu aorta desenden mengarah ke belakang
ventrikel kiri
 Pada over riding 25% sumbu aorta ascenden kea rah ventrikel sehingga lebih
kurang 25% orifisium aorta menghadap ke ventrikel kanan
 Pada over riding 50% sumbu aorta mengarah ke septum sehingga 50% orifisium
aorta menghadap ventrikel kanan
 Pada over riding 75% sumbu aorta asdenden mengarah ke depan ventrikel kanan,
septum sering berbentuk konveks ke arah ventrikel kiri, aorta sangat melebar,
sedangkan ventrikel kanan berongga sempit
Derajat over riding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan derajat
stenosis menentukan besarnya pirau kanan ke kiri. Juga sangat menentukan sikap
pada waktu pembedahan. Arkus aorta yang berada di sebelah kanan disertai knob
aorta dan aorta descenden di kanan terdapat pada 25% kasus. Pada keadaan ini arteria
subklavia kiri yang berpangkal di hemithorax kanan biasanya menyilang di depan
esophagus, kadang disertai arkus ganda. Pada tetralogi fallot dapat terjadi kelainan
arteri koronaria. Arteri koronaria yang letaknya tidak normal ini bila terpotong waktu
operasi dapat berakibat fatal. Sirkulasi kolateral di paru pada tetralogi fallot yang
terbentuk tergantung pada kurangnya aliran darah ke paru. Pembuluh kolateral
berasal dari cabang cabang arteria bronkialis. Pada keadaan tertentu jumlah kolateral
sedemikian hebat sehingga menyulitkan tindakan bedah. Pembuluh kolateral tersebut
harus diikat sebelum dilakukan pintasan kardiopulmonal.
Pengembalian vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan berlangsung
normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis pulmonalis,
maka darah akan dipintaskan melewati cacat septum ventrikel tersebut ke dalam
aorta. Akibatnya terjadi ketidak jenuhan darah arteri dan sianosis menetap. Aliran
darah paru paru, jika dibatasi hebat oleh obstruksi aliran keluar ventrikel kanan,
dapat memperoleh pertambahan dari sirkulasi kolateral bronkus dan kadang dari
duktus arteriosus menetap.
d. Gambaran Klinis
Bayi dengan tetralogi fallot lambat berkembang dan dapat timbul dispnea,
kelelahan (fatigue), dan episode hipoksik (fallot’s spell) yang ditandai dengan
sianosis yang memburuk dengan cepat, cepat lelah, dan hilang kesadaran.
e. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan  adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht)  akibat saturasi
oksigen yang rendah.
 Radiologis
Sinar  X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada
pembesaran jantung. Gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat
sehingga seperti sepatu.
 Elektrokardiografi
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi
ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal.
 Ekokardiografi
Memperlihatkan  dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel
kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru
f. Penanganan
Tindakan bedah merupakan suatu keharusan bagi semua penderita tetralogi
fallot. Pada bayi dengan sianosis yang jelas, sering pertama-tama dilakukan operasi
pintasan atau langsung dilakukan pelebaran stenosis trans-ventrikel. Koleksi total
dengan menutup VSD seluruhnya dan melebarkan stenosis pulmonal pada waktu ini
sudah mungkin dilakukan. Umur optimal untuk koreksi total pada saat ini adalah 7-
10 tahun. Walaupun kemajuan telah banyak dicapai, namun sampai sekarang operasi
semacam ini lalu disertai resiko besar

4.3. Kelainan Katup


4.3.1. Stenosis Mitral
Definisi
Secara etiologi, stenosis mitral dibagi atas reumatik (> 90%) dan nonreumatik. Di negara
berkembang manifestasi stenosis mitral sebagian terjadi pada usia di bawah 20 tahun, yang
disebut Juvenile Mitral Stenosis.
Etiologi
 90% akibat demam reuma yg berlanjut kerusakan katup menjadi penyakit jantung rematik
( 50% ada riwayat DR)
 non-reuma :
- kongenital,
- formasi trombus,
- miksoma atrial,
- vegetasi,
- degenerasi berupa kalsifikasi katup atau anulus

 
Patofisiologi

Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup mitral pada waktu
fase penyembuhan demam reumatik.Terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa pengapuran
mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil dari normal.
Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan berkurangnya daya alir katup
mitral. Hal ini akan meningkatkan tekanan di ruang atrium kiri sehingga timbul perbedaan
tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri waktu diastolik. Jika peningkatan tekanan ini tidak
berhasil mengalirkan jumlah darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, akan terjadi
bendungan pada atrium kiri dan selanjutnya akan menyebabkan bendungan vena dan kapiler
paru. Bendungan ini akan menyebabkan terjadinya sembab interstisial kemudian mungkin terjadi
sembab alveolar. Pecahnya vena bronkialis akan menyebabkan hemoptisis.
Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat, kemudian terjadi
pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katup trikuspid atau pulmonal. Akhimya vena-
vena sistemik akan mengalami bendungan pula. Bendungan hati yang berlangsung lama akan
menyebabkan gangguan fungsi hati. 
Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah takikardia. Tetapi
kompensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung karena pada tingkat tertentu akan
mengurangi masa pengisian diastolik. Regangan pada otot-otot atrium dapat menyebabkan
gangguan elektris sehingga terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu pengisian ventrikel
dari atrium dan memudahkan pembentukan trombus di atrium kiri.

Manifestasi Klinis
Sebagian besar pasien menyangkal riwayat demam rematik sebelumnya.Keluhan
berkaitan dengan tingkat aktivitas fisik dan tidak hanya ditentukan oleh luasnya lubang mitral,
misalnya wanita hamil.Keluhan dapat berupa takikardi, dispnea, takipnea, atau ortopnea, dan
denyut jantung tidak teratur.Tak jarang terjadi gagal jantung, batuk darah, atau tromboemboli
serebral maupun perifer.
Jika kontraktilitas ventrikel kanan masih baik sehingga tekanan arteri pulmonalis belum
tinggi sekali, keluhan lebih mengarah pada akibat bendungan atrium kiri, vena pulmonalis,dan
interstisial paru. Jika ventrikel kanan sudah tak mampu mengatasi tekanan tinggi pada arteri
pulmonalis, keluhan beralih ke arah bendungan vena sistemik, terutama jika sudah terjadi
insufisiensi trikuspid dengan atau tanpa fibrilasi atrium.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bising mid diastolik yang bersifat kasar, bising
menggerendang (rumble), aksentuasi presistolik dan mengerasnya bunyi jantung satu.Jika
terdengar bunyi tambahan opening snap berarti katup terbuka masih relatif lemas (pliable)
sehingga waktu terbuka mendadak saat diastolik menimbulkan bunyi menyentak (seperti tali
putus). Jarak bunyi jantung kedua dengan snap memberikan gambaran beratnya stenosis. Makin
pendek jarak ini berarti makin berat derajat penyempitan.
  Komponen pulmonal bunyi jantung kedua dapat disertai bising sistolik karena adanya
hipertensi pulmonal.Jika sudah terjadi insufisiensi pulmonal, dapat terdengar bising diastolik
katup pulmonal. Penyakit penyerta bisa terjadi pada katup-katup lain, misalnya stenosis trikuspid
atau insufisiensi trikuspid. Bila perlu, untuk konfirmasi hasil auskultasi dapat dilakukan
pemeriksaan fonokardiografi yang dapat merekam bising tambahan yang sesuai. Pada fase
lanjutan, ketika sudah terjadi bendungan interstisial dan alveolar paru, akan terdengar ronki
basah atau mengi pada fase ekspirasi.
Jika hal ini berlanjut terus dan menyebabkan gagal jantung kanan, keluhan dan tanda-
tanda edema paru akan berkurang atau menghilang dan sebaliknya tanda-tanda bendungan
sistemik akan menonjol (peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites, dan edema
tungkai). Pada fase ini biasanya tanda-tanda gagal hati akan mencolok, seperti ikterus,
menurunnya protein plasma, hiperpigmentasi kulit (fasies mitral), dan sebagainya.
Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus ringan, EKG mungkin hanya akan memperlihatkan gambaran P mitral berupa
takik (notching) gelombang P dengan gambaran QRS yang masih normal. Pada tahap lebih
lanjut, akan terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke kanan dan kemudian akan terlihat
gambaran rs atau RS pada hantaran prekordial kanan. Bila terjadi perputaran jantung karena
dilatasi/hipertrofi ventrikel kanan, gambaran EKG prekordial kanan dapat menyerupai
gambaran kompleks intrakaviter kanan atau infark dinding anterior (qR atau qr di V1). Pada
keadaan ini, biasanya sudah terjadi regurgitasi trikuspid yang berat karena hipertensi pulmonal
yang lanjut.EKG normal jika terjadi keseimbangan listrik karena stenosis katup aorta yang
menyertainya.Pada stenosis mitral reumatik, sering dijumpai adanya fibrilasi/flutter atrium.
Gambaran foto toraks dapat berupa pembesaran atrium kiri, pelebaran arteri pulmonal,
aorta yang relatif kecil (pada pasien dewasa dan fase lanjut), dan pembesaran ventrikel
kanan.Kadang-kadang terlihat perkapuran di daerah katup mitral atau perikardium.Pada paru-
paru, terlihat tanda-tanda bendungan vena.
 
Pemeriksaan ekokardiografi M-mode dan 2D-Doppler sangat penting dalam penegakkan
diagnosis.Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas, ditujukan untuk penentuan adanya
reaktivasi reuma.
Penatalaksanaan
Prinsip dasar penataksanaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang
menyempit.Tetapi indikasi intervensi ini hanya untuk pasien kelas fungsional III (NYHA) ke
atas.Intervensi dapat bersifat bedah dan nonbedah.Pengobatan farmakologis hanya diberikan
apabila ada tanda-tanda gagal jantung, aritmia, ataupun reaktivasi reuma.Profilaksis reuma
harus diberikan sampai umur 25 tahun, walaupun sudah dilakukan intervensi.Bila sesudah umur
25 tahun masih terdapat tanda-tanda reaktivasi, maka profilaksis dilanjutkan 5 tahun
lagi.Pencegahan terhadap endokarditis infektif diberikan pada setiap tindakan operasi
misalnya pencabutan gigi, luka dan sebagainya.

4.3.2. Stenosis Aorta


Definisi
Stenosis dapat disebabkan kelainan kongenital seperti aorta bikuspid dengan lubang kecil
dan katup aorta unikuspid, yang biasanya menimbulkan gejala dini.Pada orang tua, penyakit
jantung reuma dan perkapuran merupakan penyebab tersering.

Etiologi
Stenosis Katup Aorta bisa timbul akibat bermacam-macam keadaan. Kelainan kongenital,
seperti katup aorta bikuspid dengan lubang yang kecil serta katup aorta unikuspid, biasanya
menimbulkan gejala-gajala dini. Kadang-kadang kelainan inibaru terlihat pada usia dewasa. Pada
orang lebih tua penyakit jantung rematik serta perkapuran merupakan penyebab tersering.
 
Patofisiologi
Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2.Stenosis aorta menyebabkan tahanan dan
perbedaan tekanan selarna sistolik antara ventrikel kiri dan aorta.Peningkatan tekanan ventrikel
kiri menghasilkan beban tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang dicoba diatasi dengan
meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi ventrikel).Pelebaran ruang ventrikel
kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard menurun.Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
meningkat.Kontraksi atrium menambah volume darah diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan
mengakibatkan pembesaran atrium kiri. Akhirnya beban ventrikel kiri yang terus-menerus akan
menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan menurunkan kontraktilitas miokard. Iskemia miokard
timbul akibat kurangnya aliran darah koroner ke miokard yang hipertrofi.

Patofisiologi
Stenosis aorta menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta pada waktu sistolik
ventrikel. Dengan meningkatnya resistensi terhadap ejeksi ventrikel, maka beban tekanan
ventrikel kiri meningkat. Sebagai akibatnya ventrikel kiri menjadi hipertrofi agar dapat
menghasilkan tekanan yang lebih tinggi untuk mempertahankan perfusi perifer; hal ini
menyebabkan timbulnya selisih tekanan yang mencolok antara ventrikel kiri dan aorta. Hipertrofi
mengurangi daya regang dinding ventrikel, dan dinding relatif menjadi kaku. Jadi meskipun
curah jantung dan volume ventrikel dapat dipertahankan dalam batas-batas normal, tekanan akhir
diastolik ventrikel akan sedikit meningkat.

Ventrikel kiri mempunyai cadangan daya pompa yng cukup besar. Misalnya, ventrikel
kiri yang dalam keadaan normal menghasilkan tekanan sistolik sebesar 120 mmhg, dapat
meningkatkan tekanan itu menjadi 300 mmhg selama kontraksi ventrikel. Untuk
mengkompensasi dan mempertahankan curah jantung, ventrikel kiri tidak hanya memperbesar
tekanan tetapi juga memperpanjang waktu ejeksi. Oleh karena itu, meskipun terjadi penyempitan
progresif pada orifisium aorta yang menyebabkan peningkatan kerja ventrikel, efisiensi mekanis
jantung masih dapat dipertahankan dalam waktu lama. Namun, akhirnya kemampuan ventrikel
kiri untuk menyesuaikan diri terlampaui. Timbul gejala-gejala progresif yang mendahului titik
kritis dalam perjalanan stenosis aorta. Titik kritis pada stenosis aorta adalah bila lumen katup
aorta mengecil dari ukuran 3-4 cm2 menjadi kurang dari 0,8 cm2. biasanya tidak terdapat
perbedaan tekanan pada kedua sisi ktup sampai ukuran lumen berkurang menjadi 50%.

 
Manifestasi Klinis

Gejala timbul setelah penyakit berjalan lanjut.angina pektoris merupakan gejala


tersering. Aterosklerosis koroner sering timbul pada pasien dewasa dengan stenosis aorta.
Iskemia miokard timbul pada pasien dewasa dengan stenosis koroner dan kebutuhan oksigen
ventrikel kiri lebih besar pada peningkatan massa otot ventrikel kiri pasien dewasa dengan
stenosis koroner dan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar pada peningkatan massa otot
ventrikel kiri. Pasokan oksigen menurun sampai tingkat subendokardial ventrikel kiri sebagai
akibat peningkatan tekanan dinding sistolik di daerah tersebut. Pasien yang mengalami gagal
jantung akan memperlihatkan gejala dispnea yang menonjol dan daya tahan hidup hanya
mungkin kira-kira 2 tahun.
Pemeriksaan fisik pada aorta stenosis yang berat menunjukkan penyempitan tekanan nadi
dan perlambatan lonjakan denyut arteri. Amplitudo yang berkurang dengan puncak nadi yang
terlambat ini disebut pulvus tardus et tardus. Impuls apeks tidak berpindah ke lateral, lamanya
impuls dapat memanjang.Getaran sistolik dapat dirasakan pada ruang interkostal ke-2 dekat
sternum dan dekat leher. Pada auskultasi murmur sistolik diamond shaped, bunyi A2 melemah
(intensitas penutupan katup aorta menurun), regurgitasi aorta melemah, danparadoxical splitting
bunyi kedua. Pada pasien muda, bunyi ejeksi sistolik terdengar paling jelas di apeks.Bising
sistolik terdengar lebih keras di apeks pada pasien-pasien lebih tua, biasanya menyebar ke
lateral. Sulit membedakan bising stenosis aorta dan bunyi bruit arteri karotis yang sering timbul
pada orang tua. Bising bisa tidak terdengar atau disalah artikan sebagai tidak penting pada pasien
dengan emfisema paru yang berat atau stenosis mitral.
 
Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks tahap awal normal, sedangkan pada tahap lebih lanjut jantung bisa
membesar.Terlihat pelebaran aorta pascastenosis, kalsifikasi katup aorta (paling jelas terlihat
pada posisi lateral), dan pembesaran ringan atrium kiri.
 
Pada EKG terdapat tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri, peningkatan voltase QRS, serta
vektor T terletak 180 dari QRS, dan gambaran kelainan atrium kiri.Dari ekokardiografi dapat
dibedakan stenosis aorta dari obstruksi aliran darah ventrikel kiri yang bukan akibat kelainan
katup.Pemeriksaan lanjut adalah dengan kateterisasi jantung dan pemeriksaan radionuklir.

Prognosis
Kematian tiba-tiba timbul pada 3-5% pasien tanpa gejala.Mekanisme timbulnya sinkop
juga merupakan penyebab kematian tiba-tiba dan biasanya berhubungan dengan aritmia.Rata-
rata angka kematian pada orang dewasa sekitar 9% pertahun.Bila keluhan mulai timbul, maka
insidens kematian meningkat sampai 15-20%.Jika disertai keluhan angina, hanya 5% yang
bertahan hidup dalam 10-20 tahun.Setelah sinkop, kemampuan bertahan hidup hanya 3-4 tahun,
sedangkan bila telah timbul gagal jantung kiri hanya dapat bertahan hidup sampai 2 tahun.

Penatalaksanaan
Profilaksis untuk mencegah endokarditis bakterialis.Gagal jantung diterapi dengan
digitalis dan diuretik.Pengobatan untuk menurunkan beban awal dan beban akhir harus dilakukan
secara hati-hati.Angina diterapi dengan nitrat. Pasien dengan gejala membutuhkan tindakan
operatif dan yang tanpa gejala membutuhkan penanganan dengan sangat hati-hati serta follow up
untuk menentukan kapan bedah harus dilakukan.

4.4. Regurgitasi
4.4.1 Regurgitasi Aorta
Adalah penyakit jantung dimana katup aorta melemah atau fungsinya terganggu, karena bentuk
yang rusak maupun karena peradangan. Keadaan ini menyebabkan darah dari aorta kembali ke
ventrikel kiri selama diastole atau relaksasi.

 Etiologi
1. Demam reumatik
Rheumatic fever (demam rhematik) adalah suatu kondisi yang berakibat dari
infeksi oleh kelompok streptococcal bacteria yang tidak dirawat . Kerusakan pada
kelopak-kelopak klep dari demam rhematik menyebabkan pergolakan yang meningkat
diseluruh klep dan lebih banyak kerusakan. Penyempitan dari demam rhematik terjadi
dari peleburan dari tepi-tepi   (commissures) dari kelopak-kelopak klep.
Dibawah keadaan-keadaan normal, klep aortic menutup untuk mencegah darah di
aorta dari mengalir balik ke ventricle kiri. Pada aortic regurgitation, klep yang sakit
mengizinkan kebocoran dari darah balik kedalam ventricle kiri ketika otot-otot ventricle
mengendur (relax) setelah memompa. Pasien-pasien ini juga mempunyai beberapa derajat
dari kerusakan rhematik pada klep mitral. Penyakit jantung rhematik adalah suatu
kejadian yang relatif tidak umum di Amerika, kecuali pada orang-orang yang telah
berimigrasi dari negara-negara kurang maju.
2. Kelainan bawaan (kongenital)
Kelainan bawaan yang dibawa bayi sejak lahir, misalnya kelainan katup yang
tidak bisa menutup secara sempurna saat dalam kandungan, menyebabkan aliran darah
dari ventrikel kiri tidak bisa mengalir secara sempurna.

3. Proses penuaan
Dengan penuaan, protein collagen dari kelopak-kelopak klep dihancurkan, dan
kalsium mengendap pada kelopak-kelopak. Pergolakan diseluruh klep-klep meningkatkan
penyebab luka parut, dan penebalan. Penyakit yang progresif yang menyebabkan
kalsifikasi aorta tidak ada sangkut pautnya dengan pilihan-pilihan gaya hidup yang sehat,
tidak seperti kalsium yang dapat mengendap pada arteri koroner untuk menyebabkan
serangan jantung.  
 Patofisiologi
Insufisiensi aorta disebabkan oleh lesi peradangan yang merusak bentuk bilah katup
aorta, sehingga masing-masing bilah tidak bisa menutup lumen aorta dengan rapat selama
diastole dan akibatnya menyebabkan aliran balik darah dari aorta ke ventrikel kiri .
Karena kebocoran katup aorta saat diastole, maka sebagian darah dalam aorta, yang
biasanya bertekanan tinggi, akan mengalir ventrikel kiri, sehingga ventrikel kiri harus
mengatasi keduanya, yaitu mengirim darah yang secara normal diterima dari atrium kiri
maupun darah yang kembali dari aorta. Ventrikel kiri kemudian melebar dan hipertrofi untuk
mengakomodasi peningkatan volume ini, demikian juga akibat tenaga mendorong yang lebih
dari normal untuk memompa darah, menyebabkan tekanan darah sistolik meningkat. Sistem
kardiovaskuler berusaha mengkompensasi melalui refleks dilatasi pembuluh darah dan arteri
perifer melemas, sehingga tahanan perifer menurun dan tekanan diastolik turun drastis .
Perubahan hemodinamik keadaan akut dapat dibedakan dengan keadaan kronik.
Kerusakan akut timbul pada pasien tanpa riwayat insufisiensi sebelumnya. Ventrikel kiri tidak
punya cukup waktu untuk beradaptasi terhadap insufisiensi aorta. Peningkatan secara tiba-tiba
dari tekanan diastolik akhir ventrikel kiri bisa timbul dengan sedikit dilatasi ventrikel .
 Manifestasi Klinis
Biasanya pasien dating dengan keluhan palpitasi, nafsu makan berkurang, serta sesak saat
beraktifitas. Pada pemeriksaan fisik ditemukan denyut arteri karotis yang cepat dan perbedaan
tekanan darah yang besar.

 Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram
EKG jarang normal pada regurgitasi aorta kronis dan sering menunjukkan perubahan
repolarisasi bermakna. Pada regurgitasi aorta akut EKG dapat normal. Terlihat gambaran
hipertropi ventrikel kiri, amplitude QRS meningkat, ST-T berbentuk tipe diastolic overload
artinya vector rata-rata menunjukkan ST yang besar dan dan gelombang T paralel dengan
vector rata-rata kompleks QRS. Gambar menunjukkan interval P-R memanjang.
2. Radiografi Thorax
Menunjukkan  terjadinya pembesaran jantung progresif. Yaitu adanya pembesaran
ventrikel kiri, atrium kiri, serta dilatasi aorta. Bentuk dan ukuran jantung tidak berubah
pada insufisiensi akut tapi terlihat edema paru.
3. Eko Transtorasik (TTE)
Memperlihatkan bagian proximal pangkal aorta pada pencitraan.
4. Aortography.
5. Peningkatan cardiac iso enzim (cpk & ckmb)
6. Kateterisasi jantung
Ventrikel kiri tampak opag selama penyuntikan bahan kontras kedalam pangkal aorta.
7. Eko Transesofageal (TEE)
Memvisualisasikan seluruh aorta.
 Tatalaksana
Penggantian katup aorta adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu yang tepat untuk
penggantian katup masih kontroversial. Pilihan untuk katup buatan ditentukan berdasarkan
umur, kebutuhan, kontraindikasi untuk koagulan, serta lamanya umur katup. Pembedahan
dianjurkan pada semua pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri tanpa memperhatikan ada atau
tidaknya gejala lain. Bila pasien mengalami gejala gagal jantung kongestif, harus diberikan
penatalaksanaan medis sampai dilakukannya pembedahan.
 Diagnosis Banding
 Ruptur Sinus Valsava
 Regurgitasi Pulmonal
 Komplikasi
 Gagal jantung kongestif
 Infeksi
 Tromboembolisme
 Hipertensi
 Prognosis
70% pasien kronik dapat bertahan hingga 5 tahun, sedangkan 50% mampu bertahan 10
tahun sejak diagnosis ditegakkan.

4.4.2 Regurgitasi Mitral


Adalah keadaan dimana terdapat refluks darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat
sistolik, akibat katup mitral tidak menutup secara sempurna. kelainan katup mitralis yang
disebabkan karena tidak dapat menutupnya katup dengan sempurna pada saat systole.
 Etiologi
Berdasarkan etiologinya insufisiensi atau regurgitasi mitral dapat dibagi atas reumatik
dan non reumatik(degenaratif, endokarditis, penyakit jantung koroner, penyakit jantung
bawaan, trauma dan sebagainya). Di negara berkembang seperti Indonesia, penyebab
terbanyak insufisiensi mitral adalah demam reumatik.
 Patofisiologi
Stenosis mitral diawali dengan demam reumatik. Adapun demam reumatik merupakan
kelanjutan dari infeksi faring yang disebabkan streptokok beta hemolitik grup A. Reaksi
autoimun terhadap infeksi streptokok secara hipotetif akan menyebabkan kerusakan jaringan
atau manifestasi demam reumatik, sebagai berikut:
(1) Streptokok grup A akan menyebabkan infeksi faring
(2) Antigen streptokok akan menyebabkan pembentukan antibody pada hospes yang
hiperimun
(3) antibody akan bereaksi dengan antigen streptokok, dan dengan jaringan hospes yang
secara antigenic sama seperti streptokokus (dengan kata lain antibody tidak dapat
membedakan antara antigen streptokok dengan antigen jaringan jantung)
(4) autoantibody tesebut bereaksi dengan jaringan hospes sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan. Adapun kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada
lapisan jantung khususnya mengenai endotel katup, yang mengakibatkan pembengkakan daun
katup danj erosi pinggir daun katup. Hal ini mengakibatkan tidak sempurnanya daun katup
mitral menutup pada saat systole sehingga mengakibatkan penurunan suplai darah ke aorta
dan aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri,hal ini mengakibatkan penurunan curah
sekuncup ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri,
peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding atrium sehingga
terjadi penurunan kemampuan atrium kiri untuk memompa darah hal ini mengakibatkan
kongesti vena pulmonalis dan darah kembali ke paru-paru mengakibatkan terjadi edema
intertisial paru, hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat
mengakibatkan gagal jantung kanan.
 Gejala klinis
Regurgitasi katup mitral yang ringan bisa tidak menunjukkan gejala. Kelainannya bisa
dikenali hanya jika dokter melakukan pemeriksaan dengan stetoskop, dimana terdengar
murmur yang khas, yang disebabkan pengaliran kembali darah ke dalam atrium kiri ketika
ventrikel kanan berkontraksi. Secara bertahap, ventrikel kiri akan membesar untuk
meningkatkan kekuatan denyut jantung, karena ventrikel kiri harus memompa darah lebih
banyak untuk mengimbangi kebocoran balik ke atrium kiri. Ventrikel yang membesar dapat
menyebabkan palpitasi ( jantung berdebar keras), terutama jika penderita berbaring miring ke
kiri. Atrium kiri juga cenderung membesar untuk menampung darah tambahan yang mengalir
kembali dari ventrikel kiri. Atrium yang sangat membesar sering berdenyut sangat cepat
dalam pola yang kacau dan tidak teratur (fibrilasi atrium), yang menyebabkan berkurangnya
efisiensi pemompaan jantung. Pada keadaan ini atrium betul-betul hanya bergetar dan tidak
memompa
Berkurangnya aliran darah yang melalui atrium, memungkinkan terbentuknya bekuan darah.
Jika suatu bekuan darah terlepas, ia akan terpompa keluar dari jantung dan dapat menyumbat
arteri yang lebih kecil sehingga terjadi stroke atau kerusakan lainnya. Regurgitasi yang berat
akan menyebabkan berkurangnya aliran darah sehingga terjadi gagal jantung, yang akan
menyebabkan batuk, sesak nafas pada saat melakukan aktivitas dan pembengkakan tungkai
 Pemeriksaan
 Anamnesis
 Pemeriksaan fisis:
Inspeksi : bentuk tubuh, pola pernapasan, emosi/perasaan
Palpasi : suhu dan kelembaban kulit, edema, denyut dan tekanan arteri
Perkusi : batas-batas organ jantung dengan sekitarnya.
Auskultasi :
1. Bising pansistolik yang bersifat meniup (blowing) di apeks, menjalar ke aksila dan
mengeras pada ekspirasi
2. Bunyi jantung I lemah karena katuo tidak menutup sempurna
3. Bunyi jantung III yang jelas karena pengisian yang cepat dari atrium ke ventrikel pada
saat distol.
 Pemeriksaan penunjang :
 Elektrokardiogram :
1. Menilai derajat insufisiensi, lamanya, ada/tidaknya penyakit penyerta
2. Gambaran P mitral dengan aksis dan kompleks QRS yang normal
3. Aksis yang bergeser ke kiri dan adanya hipertrofi ventrikel kiri
4. Ekstra sistol atrium
 Foto Toraks :
a. Ukuran jantung biasanya normal
b.Pada kasus yang berat dapat terlihat pembesaran jantung
c. Bendungan paru
d.Perkapuran pada anulus mitral
e. Fonokardiogram : menilai gerakan katup, ketebalan dan perkapuran serta menilai derajat
regurgitasi insufisiensi mitral
f. Laboratorium : mengetahui ada/tidaknya reuma aktif/reaktivasi.
 Terapi medikamentosa
1. Digoxin
Digoxin amat berguna terhadap penanganan fibrilasi atrium. Ia adalah kelompok obat
digitalis yang bersifat inotropik positif. Ia meningkatkan kekuatan denyut jantung dan
menjadikan denytan jantung kuat dan sekata.
2. Antikoagulan oral
Antikoagulan di berikan kepada pasien untuk mengelakkan terjadinya pembekuan darah
yang bisa menyebabkan emboli sistemik. Emboli bisa terjadi akibat regurgitasi dan
turbulensi aliran darah.
3. Antibiotik profilaksis
Administrasi antibiotic dilakukan untuk mengelakkan infeksi bacteria yang bisa
menyebabkan endokarditis.
 Terapi surgical
Dalam kasus insufisiensi mitralis kronik, terapi surgical adalah penting untuk
memastikan survival pasien. Untuk itu katu prostetik digunakan untuk menggantikan katup
yang rosak.
 Diagnosis Banding
 Miksoma Atrium kiri
 Konstriktif perikarditis
 Stenosis tricuspid

 Komplikasi
 Hipertensi arteri pulmonalis
 Hipertensi ventrikel kanan
 Gagal jantung kanan
 Prognosis
Prognosis untuk penderita insufisiensi mitral adalah tergantung pada pnyebab berlakunya
masalah ini. Dalam kasus yang disebabkan oleh panyakit arteri koronari, prognosisnya agak
jelek jika dibanding dengan yang disebabkan oleh perubahan myxomatous. Manakala yang
disebabkan oleh demam reumatik prognosisnya sederhana lantaran kebanyakan dari kasus ini
akan berulang.
4.7. Hipertensi Pulmonal

Definisi

Ventricle kanan memompa darah yang kembali dari tubuh kedalam arteri-arteri
pulmonary ke paru-paru untuk menerima oksigen. Tekanan pada arteri-arteri paru
(pulmonary arteries) adalah normalnya secara signifikan lebih rendah daripada tekanan-
tekanan pada sirkulasi sistemik. Jika tekanan pada sirkulasi pulmonary menjadi tingginya
abnormal, itu dirujuk sebagai pulmonary hypertension, pulmonary artery hypertension,
atau PAH.

Pulmonary hypertension umumnya berakibat dari penyempitan, atau pengerasan,


dari arteri-arteri pulmonary yang memasok darah ke paru-paru. Secara konsekwen, jantung
menjadi lebih sulit untuk memompa darah maju melalui paru-paru. Tekanan ini pada
jantung menjurus pada pembesaran dari jantung kanan dan akhirnya cairan dapat
menumpuk di hati dan jaringan-jaringan lain, seperti pada tungkai-tungkai (legs).

Penyebab Pulmonary Hypertension


Pulmonary hypertension dapat disebabkan oloeh penyakit-penyakit dari jantung dan paru-
paru, seperti:

 chronic obstructive pulmonary disease (COPD),


 emphysema,
 kegaglan dari ventricle jantung kiri,
 pulmonary embolism yang berulang (gumpalan-gumpalan darah yang berjalan
dari tungkai-tungkai atau vena-vena pelvis yang menghalangi arteri-arteri
pulmonary atau chronic thromboembolic pulmonary hypertension), atau
 penyakit-penyakit yang mendasarinya seperti scleroderma.

Kondisi-kondisi lain yang mungkin menyebabkan pulmonary hypertension termasuk:

 dermatomyositis,
 systemic lupus erythematosus,
 sarcoidosis,
 human immunodeficiency virus (HIV), dan
 penyakit hati yang telah lanjut (porto-pulmonary hypertension).

Pulmonary hypertension dapat juga disebabkan oleh tingkat-tingkat oksigen darah yang
kronis rendah seperti pada beberapa pasien-pasien dengan sleep apnea atau penyakit paru
kronis.

Sekali lagi, pulmonary hypertension yang disebabkan oleh penyakit-penyakit lain ini
dapat juga dirujuk sebagai pulmonary hypertension sekunder.

Ketika pulmonary hypertension terjadi tanpa penyakit jantung dan paru yang
mendasarinya atau penyakit-penyakit lain, ia disebut pulmonary hypertension primer.
Pulmonary hypertension primer lebih umum pada orang-orang yang lebih muda dan lebih
banyak pada wanita-wanita daripada pada laki-laki.

Baru-baru ini kondisi ini telah jarang dilaporkan dengan penggunaan obat-obat
anti-obesitas seperti dexfenfluramine (Redux) dan Fen/Phen. Obat-obat ini telah
dikeluarkan dari pasar. Beberapa obat-obat jalanan seperti, cocaine dan
methamphetamines dapat menyebabkan pulmonary hypertension yang parah.

Klasifikasi Status Fungsional WHO Pasien Hipertensi Pulmonal

Kelas I : Pasien dengan hipertensi pulmonal tanpa keterbatasan dalam melakukan


aktivitas sehari-hari

Kelas II : Pasien dengan hipertensi pulmonal, dengan sedikit keterbatasan dalam


melakukan aktivitas sehari-hari

Kelas III : Pasien dengan hipertensi pulmonal yang bila melakukan aktivitas ringan
akan merasakan sesak dan rasa lelah yang hilang bila istirahat

Kelas IV : Pasien dengan hipertensi pulmonal yang tidak mampu melakukan


aktifitas apapun (aktivitas ringan akan merasa sesak), dengan tanda dan gejala gagal
jantung kanan.

Pemeriksaan Penunjang

Tes-tes lain yang tesedia untuk mendiagnosa pulmonary hypertension termasuk


electrocardiogram (ECG), x-ray dada, dan echocardiogram. ECG mungkin menunjukan
beberapa kelainan-kelainan yang mungkin menyarankan gagal jantung kanan. X-ray dada
mungkin juga menunjukan pembesaran dari kamar-kamar dari jantung kanan. Dan
echocardiogram (ultrasound dari jantung) menunjukan gambar-gamba ultrasound dari
jantung dan dapat mendeteksi bukti dari gagal jantung kanan dan tekanan-tekanan pada
arteri pulmonary dapat diperkirakan. Tes-tes ini, pada setting klinik yang benar, adalah
sangat bermanfaat dalam mendiagnosa pulmonary hypertension.

Tes-tes lain mungkin bermanfaat dalam mengevaluasi kondisi-kondisi yang


menjurus pada pulmonary hypertension sekunder. Contohnya, ventilation-perfusion
scan (V/Q scan) dapat mendeteksi gumpalan-gumpalan darah pada arteri-arteri
pulmonary yang menyarankan chronic thromboembolic pulmonary hypertension. Tes
fungsi pulmonary dapat bermanfaat dalam mendiagnosa chronic obstructive pulmonary
disease (COPD).
Tatalaksana

Kebanyakan kasus HP sulit untuk diterapi dan sulit kembali seperti normal,
walaupun penyebabnya dapat dieliminasi. Satu-satunya jalan adalah melakukan
pencegahan dan eliminasi penyebab sedini mungkin. Sekali PVOD terjadi tidak dapat
diharapkan terjadi perbaikan. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan adalah
mengeliminasi penyebab, seperti tindakan pembedahan yang tepat waktu terhadap PJB
dengan pirau kiri ke kanan yang besar (DSV , DAP, DSA V), tonsilektomi dan
adenoektomi jika penyebab HP adalah sumbatan jalan napas bagian atas serta pengobatan
penyakit yang mendasari seperti asma.

Tindakan yang dapat dilakukan seperti menghindari

 latihan fisik yang terlalu berat dan bepergian ke daerah tinggi. Berpergian dengan
pesawat udara diperbolehkan. Suple-mentasi oksigen diberikan jika diperlukan, diuretika
untuk mengurangi udem paru.
 Gagal jantung kronis diterapi dengann pemberian digoksin dan diuretika. Digoksin dapat
me-ningkatkan kontraktilitas ventrikel kanan melawan pe-ningkatan afterloadserta
berguna untuk memperbaiki disfungsi ventrikel kiri, namun penggunaan digoksin untuk
gagal jantung kanan masih kontroversi.
 Digoksin memberikan hasil yang baik jika terjadi gagal jantung kiri yang menyertai HP .
Digoksin juga bermanfaat jika HP disertai atrial fibrilasi.

Pengobatan untuk menurunkan resistensi pulmonal secara aktif berupa perbaikan


oksigenasi dengan dukungan intubasi dan ventilasi. Hiperventilasi akan menginduksi al-
kalosis respiratorik dan menimbulkan vasodilatasi pulmoner .Oksigen aliran rendah (low
flow) dapat mengurangi tekanan dalam arteri pulmonalis pada penderita HP akibat penyakit
paru namun tidak banyak bermanfaat pada HP primer. Anak dengan gagal jantung kanan
berat sebaiknya diberikan oksigen secara kontinyu.

Pemberian oksigen pada sindrom Eisenmenger saat tidur dapat mengurangi


polisitemia. Obat inotropik seperti digoksin dan dopamin dapat membantu menurunkan
tekanan dalam arteri pulmonalis, namun buktitentang manfaat digitalis masih diragukan
mengingat sedikit bukti ilmiah yang mendukung penggunaannya serta bahaya peningkatan
efek toksik digitalis pada penderita hipoksemia. Penggunaan diuretika harus hati-hati
terhadap bahaya hipokalemia dan dapat mengurangi CO serta mengurangi efek obat lain
seperti vasodilator. Pemantauan serum elektrolit sangat penting pada penggunaan diuretika.

Penggunaan vasodilator didasari adanya vasokonstriksi pulmonal dalam berbagai


tingkatan. Tujuan utama peng-gunaan vasodilator adalah mengurangi resistensi arteri
pulmonalis dan meningkatkan CO tanpa menyebabkan hipotensi sistemik yang simtomatik.
Konsep ini didasari gambaran patologis berupa hipertrofi otot polos arteri pul-monalis serta
berdasarkan teori yang menyatakan vaso-konstriksi mengakibatkan obstruksi aliran darah.
Vasodila-tor juga mengurangi overloadpada ventrikel kanan sehingga dapat meningkatkan
CO ventrikel kanan.

Calcium-channel-blocker (nifedipine/diltiazem) sebaik-nya diberikan pada penderita


yang berespon dengan test vasodilator (NO/prostasiklin). Jika memungkinkan respon
terhadap vasodilator ditentukan dengan melakukan kate-terisasi. Penelitian RCT
membuktikan obat ini memperpanjang harapan hidup penderita. Penggunaan calcium-
channel-blockerharus berhati-hati karena menyebabkan penurunan CO.

Prognosis

Pada kasus serial dengan 35 pasien yang terdiagnosis HP tahun 1965 di Amerika
Serikat, tidak ada yang melewati usia 7 tahun dan 22 meninggal sebelum menginjak usia 1
tahun. T ahun-tahun berikutnya prognosis HPmasih buruk. Berdasarkan data Primary
Pulmonary Hypertension Na-tional Institutes of Health Registrytahun 1991, median sur-
vivalanak yang menderita HP kurang dari satu tahun.

5. ASPEK SOSIAL BUDAYA


Aspek sosial budaya yang mempengaruhi perilaku kesehatan dan status kesehatan adalah :
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pekerjaan
4. Sosial ekonomi
Dahulu masyarakat dengan sosial ekonomi rendah identik dengan penyakit infeksi. Hal
ini dipengaruhi oleh pola hidup sehari-hari, self concept, kebersihan lingkungan, dan sanitasi
yang buruk. Terapi yang diusahakan untuk mengatasinya pun tidak terlalu membutuhkan
pemikiran ekstra.

Dewan pakar IDI, Prof. Dr. Razak Thaha pada tahun 2011 mengatakan bahwa tahun ke
dapan ini tantangan kesehatan Indonesia tidak hanya penyakit infeksi pada masyarakat dengan
sosial ekonomi yang rendah. Penyakit non infektif seperti jantung dan stroke mulai menjamah
masyarakat dengan sosial ekonomi yang rendah. Hal ini jelas akan menambah beban masyarakat
dalam hal pembiayaan kesehatan. Oleh karena itu hal-hal yang bersifat prefentif perlu digalakkan
oleh paramedis seperti saran untuk kembali pada pola hidup sehat.

Hal-hal seperti penyakit kongenital yang tidak ada upaya pencegahan pun perlu
diperhatikan. Masyarakat dengan sosial ekonomi rendah umumnya cenderung pasrah pada
keadaan. Self concept mereka adalah bahwa setiap penyakit parah yang butuh biaya banyak akan
berakhir dengan prognosis yang buruk yaitu kematian. Oleh sebab itu seberapa besar usaha
mereka tetap saja tidak ada gunanya. Untuk mengatasi permasalahn ini perlu kerjasama lintas
sektor dari pihak-pihak terkait. Pada skenario ini jaminan kesehatan yang digunakan sangat
menolong. Pihak perusahaan yang mendaftarkan jaminan kesehatan pada pekerja tentu berperan
besar. Kemudian untuk masyarakat awam yang tak tersentuh birokrasi, hendaknya mendapat
perhatian khusus dari pemerintah melalui tatanan pemerintahan terdekat.

6. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN , Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial (BPJS) adalah:
 Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (Pasal 1
angka 6)
 Badan hukum nirlaba (Pasal 4 dan Penjelasan Umum)
 Pembentukan dengan Undang-undang (Pasal 5 ayat (1)
a. Transformasi BPJS
 PT ASKES (Persero)
 berubah menjadi BPJS Kesehatan dan mulai beroperasi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 60 ayat (1) UU
BPJS)
 PT (Persero) JAMSOSTEK
 berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 62
ayat (1) UU BPJS)
 BPJS Ketenagakerjaan paling lambat mulai beroperasi pada tanggal 1 Juli
2015, termasuk menerima peserta baru (Pasal 62 ayat (2) huruf d UU BPJS)
 PT (Persero) ASABRI
 menyelesaikan pengalihan program ASABRI dan program pembayaran
pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 (Pasal 65 ayat (1)
UU BPJS)
 PT TASPEN (Persero)
 menyelesaikan pengalihan program THT dan program pembayaran pensiun ke
BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 (Pasal 65 ayat (1) UU BPJS)
b. Peserta BPJS
Peserta BPJS Kesehatan ada 2 kelompok, yaitu :
 PBI jaminan kesehatan
 bukan PBI jaminan kesehatan
PBI (Penerima Bantuan Iuran) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin
dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari
pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin
yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui peraturan pemerintah.
Seseorang yang berhak menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan lainnya adalah
yang mengalami cacat total tetap dan tidak mampu. Cacat total tetap merupakan
kecacatan fisik dan/atau mental yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk
melakukan pekerjaan. Penetapan cacat total tetap dilakukan oleh dokter yang berwenang.
Peserta bukan PBI jaminan kesehatan terdiri atas:
 Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya
Pekerja penerima upah terdiri atas:
 Pegawai negeri sipil
 Anggota TNI
 Anggota POLRI
 Pejabat negara
 Pegawai pemerintah non pegawai negeri
 Pegawai swasta dan
 Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja penerima upah.
 Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya
Pekerja bukan penerima upah terdiri atas:
 Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri
 Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja bukan penerima upah.
 Bukan pekerja dan anggota keluarganya
Bukan pekerja adalah setiap orang yang tidak bekerja tapi mampu membayar
iuran Jaminan Kesehatan. Yang termasuk kelompok bukan pekerja terdiri atas:
 Investor;
 Pemberi kerja;
 Penerima pensiun;
 Veteran;
 Perintis kemerdekaan
 Bukan pekerja lain yang memenuhi kriteria bukan pekerja penerima upah
7. Patient Safety
a. Prinsip patient safety
Hal yang sangat penting dalam pemanfaatan teknologi kesehatan yaitu
memperhatikan aspek keselamatan pasien (patient safety). Untuk itu perlu dibenahi
dalam mencapai Patient Safety Goals, antara lain Identifikasi dengan cermat seluruh
pasien (Identify Patient Correctly); Tingkatkan komunikasi yang efektif kepada pasien
(Improve EffectiveCommunication); Tingkatkan keamanan pasien dengan sedini
mungkin mengenali tanda-tanda untuk keberhasilan atau kegagalan dalam pengobatan
(Improve the Safetyof High Alert Medications); Hindari salah tempat, salah pasien dan
salah tindakan pembedahan yang tidak sesuai dengan prosedur (Eliminate wrong site,
wrong patient, wrong procedure surgery); Kurangi risiko infeksi nosokomial (Reduce
the risk of health care associated infections), Kurangi kerugian pada pasien yang
diakibatkan olehkesalahan petugas medis dan perawatan (Reduce the risk of patient
harm resulting from false).
Tujuh prinsip menuju keselamatan pasien rumah sakit tersebut yang terdiri dari:
 Kesadaran (awareness) tentang nilai keselamatan pasien rumah sakit.
 Komitmen memberikan pelayanan kesehatan berorientasi patientsafety.
 Kemampuan mengidentifikasi faktor risiko penyebab insiden terkaitpatient safety
 Kepatuhan pelaporan insiden terkait patient safety.
 Kemampuan berkomunikasi yang efektif dengan pasien tentang faktor risiko
penyebab insiden terkait patient safety
 Kemampuan mengdentifikasi akar masalah penyebab insiden terkaitpatient safety
 Kemampuan memanfaatkan informasi tentang kejadian yang terjadiuntuk mencegah
kejadian berulang.
b. Kebijakan Pemerintah terhadap Patient Safety
Departemen Kesehatan RI telah menerbitkan Panduan Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) edisi kedua pada tahun 2008 yang terdiri dari dari 7
standar, yakni:
 Hak pasien
 Mendididik pasien dan keluarga
 Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
 Penggunaan metoda metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
 Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
 Mendidik staf tentang keselamatan pasien
 Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Untuk mendukung prinsip patient safety pada penderita penyakit jantung dan
pembuluh darah, kita harus mengetahui kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 854/M En
Kes/Sk/Lx/2009 tentangPedoman Pengendalian Penyakit JantungDan Pembuluh Darah
Kebijakan :
 Mengembangkan dan memperkuat pengendalian faktor risiko penyakit jantung
dan pembuluh darah berbasis masyarakat terintegrasi
 Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini faktor risiko penyakit
jantung dan pembuluh darah baik secara aktif maupun secara pasif
 Meningkatkan dan memperkuat manajemen, pemerataan, dan kualitas peralatan
deteksi dini faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah
 Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam pengendalian faktor
risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
 Mengembangkan dan memperkuat surveilans epidemiologi factor risiko dan
kasus penyakit jantung dan pembuluh darah terintegrasi dengan surveilans
epidemiologi nasional.
 Meningkatkan montoring pelakanaan kegiatan pengendalian factor risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah
 Mengembangkan dan memperkuat sistem informasi pengendalian faktor risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah
 Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja pengendalian penyakit jantung
dan pembuluh darah terintegrasi dengan jejaring kerja pengendalian penyakit
tidak menular
 Meningktakan advokasi dan sosialisasi pengendalian faktor risiko penyakit
jantung dan pembuluh darah
 Mengembangkan sistem pembiayaan pengendalian faktor risiko penyakit
jantung dan pembuluh darah.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta: EGC

Hasan, R, dkk(ed).2005. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FK UI

Junqueirra, L. C. 1998. Histologi Dasar Edisi 8. Jakarta: EGC

Pudjiadi, A. H. 2010. Pedoman Pelayanan Medis IDAI. Jakarta: IDAI

Rilantono, L. I, dkk(ed). 2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FK UI

Sadler, T. W. 2006. Embriologi Kedokteran Langman Edisi 7. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai