B. ETIOLOGI
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui
penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap
paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon androgennya
sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon
androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap
saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan
dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. GenetikaTerjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen
tersebut tidak terjadi.
3. LingkunganBiasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan
zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
D. GEJALA HIPOSPADIA
1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis
2. Penis melengkung ke bawah.
3. Penis tampak seperti berkerudung karena kelainan pada kulit depan penis.
4. Jika berkemih, anak harus duduk.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah
penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung
penis.
3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang
hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
F. KLASIFIKASI
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal.
Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara
klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan
suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi
atau meatotomi.
Hipospadia Perineal
Gambar. 1,2,3,4 menunjukkan kemungkinan letak lubang kencing
pada pasien hipospadia
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan inspeksi. Kadang-kadang
hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak teridentifikasi
sebelum kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan setelah bayi lahir.3
Pada orang dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan untuk
mengarahkan pancaran urine. Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung ke
ventral yang dapat mengganggu hubungan seksual. Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal
menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi duduk, dan hipospadia jenis ini dapat
menyebabkan infertilitas. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu
urethtroscopy dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara
normal. Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas
kongenital pada ginjal dan ureter.
Diagnosis bias juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia
terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa
kelainan bawaan lainnya.Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit
depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya
telah selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah.
Pada saat ini, perbaikan hipospadia dianjurkan dilakukan sebelum anak berumur 18
bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak
dan pada saat dewasa nanti, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan
seksual.
H. TINDAKAN PEMBEDAHAN
Tujuan pembedahan :
1. Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial, serta
2. Perbaikan untuk kosmetik pada penis.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik
Horton dan Devine.
A. PENGKAJIAN
1. Fisik
a. Pemeriksaan genetalia
b. Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada
ginjal.
c. Kaji fungsi perkemihan
d. Adanya lekukan pada ujung penis
e. Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
f. Terbukanya uretra pada ventral
g. Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, dysuria,
drinage.
2. Mental
a. Sikap pasien sewaktu diperiksa
b. Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
c. Tingkat kecemasan
d. Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan diagnosa, prosedur
pembedahan dan perawatan setelah operasi.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter.
3. Nyeri berhubungan dengan pembedahan
4. Kecemasan orang tua berhubungan dengan prosedur pembedahan
5. Risiko injuri berhubungan dengan pemasangan kateter atau pengangkatan kateter.
C. IMPLEMENTASI
1. Diagnosa 1 dan 4
Tujuan : memberikan pengajaran dan penjelasan pada orang tua sebelum
operasi tentang prosedur pembedahan, perawatan setelah operasi, pengukuran
tanda-tanda vital, dan pemasangan kateter.
a. Kaji tingkat pemahaman orang tua.
b. Gunakan gambar-gambar atau boneka untuk menjelaskan prosedur,
pemasangan kateter menetap, mempertahankan kateter, dan perawatan kateter,
pengosongan kantong urin, keamanan kateter, monitor urine, warna dan
kejernihan, dan perdarahan.
c. Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan, efek samping dan dosis serta
waktu pemberian.
d. Ajarkan untuk ekspresi perasaan dan perhatian tentang kelainan pada penis.
e. Ajarkan orang tua untuk berpartisipasi dalam perawatan sebelum dan sesudah
operasi (pre dan post).
2. Diagnosa 2
Tujuan : mencegah infeksi
a. Pemberian air minum yang adekuat
b. Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran)
c. Kaji gaya gravitasi urine atau berat jenis urine
d. Monitor tanda-tanda vital
e. Kaji urine, drainage, purulen, bau, warna
f. Gunakan teknik aseptik untuk perawatan kateter
g. Pemberian antibiotik sesuai program.
3. Diagnosa 3
Tujuan : meningkatkan rasa nyaman
a. Pemberian analgetik sesuai program
b. Perhtikan setiap saat yaitu posisi kateter tetap atau tidak
c. Monitor adanya “kink-kink” (tekukan pada kateter) atau kemacetan
d. Pengaturan posisi tidur anak sesuai kebutuhannya
4. Diagnosa 5
Tujuan : mencegah injuri
a. Pastikan kateter pada anak terbalut dengan benar dan tidak lepas
b. Gunakan “restrain” atau pengaman yang tepat pada saat anak tidur atau
gelisah.
c. Hindari alat-alat tenun atau yang lainnya yang dapat mengkontaminasi kateter
dan penis.
b. Perencanaan pemulangan
1. Ajarkan tentang perawatan kateter dan pencegahan infeksi dengan disimulasikan.
2. Jelaskan tanda dan gejala infeksi saluran kemih dan lapor segera ke dokter atau
perawat.
3. Jelaskan pemberian obat antibiotik dan tekankan untuk kontrol ulang (follow up).