Anda di halaman 1dari 11

HIPOSPADIA

KONSEP DASAR PENYAKIT HIPOSPADIA


A. PENGERTIAN
Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan
“spadon“ yang berarti keratan yang panjang. Hipospadia adalah suatu keadaan dimana
lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan
kelainan kelamin bawaan sejak lahir.
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi baru
lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis,
yaitu pada glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah batang
penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau di bawah
skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang
kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.

B. ETIOLOGI
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui
penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap
paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon androgennya
sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon
androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap
saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan
dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. GenetikaTerjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen
tersebut tidak terjadi.
3. LingkunganBiasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan
zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

C. PATOFISIOLOGI dan Pathways


Hypospadia terjadi karena tidak lengkapnya
perkembangan uretra dalam utero. Terjadi
karena adanya hambatan penutupan uretra
penis pada kehamilan minggu ke 10 sampai
minggu ke 14. Gangguan ini terjadi apabila
uretra jatuh menyatu ke midline dan meatus
terbuka pada permukaan ventral dari penis.
Propusium bagian ventral kecil dan tampak
seperti kap atau menutup.

 Hipospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembngan uretra dalam utero.


 Hipospadia dimana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan skrotum.
 Hipospadia adalah lubang uretra bermuara pada lubang frenum, sedang lubang
frenumnya tidak terbentuk, tempat normalnya meatus urinarius ditandai pada glans
penis sebagai celah buntu.

D. GEJALA HIPOSPADIA
1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis
2. Penis melengkung ke bawah.
3. Penis tampak seperti berkerudung karena kelainan pada kulit depan penis.
4. Jika berkemih, anak harus duduk.

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah
penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung
penis.
3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang
hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.

F. KLASIFIKASI
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal.
Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara
klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan
suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi
atau meatotomi.

Hipospadia Glandular Hipospadia Subcoronal


2. Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-
escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan
skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak
adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat
melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada
kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara
bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada
maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa
kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
Hipospadia Pene-escrotal
3. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.
Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu,
kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar
dan umumnya testis tidak turun.

Hipospadia Perineal
Gambar. 1,2,3,4 menunjukkan kemungkinan letak lubang kencing
pada pasien hipospadia

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan inspeksi. Kadang-kadang
hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak teridentifikasi
sebelum kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan setelah bayi lahir.3
Pada orang dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan untuk
mengarahkan pancaran urine. Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung ke
ventral yang dapat mengganggu hubungan seksual. Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal
menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi duduk, dan hipospadia jenis ini dapat
menyebabkan infertilitas. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu
urethtroscopy dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara
normal. Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas
kongenital pada ginjal dan ureter.
Diagnosis bias juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia
terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa
kelainan bawaan lainnya.Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit
depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya
telah selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah.
Pada saat ini, perbaikan hipospadia dianjurkan dilakukan sebelum anak berumur 18
bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak
dan pada saat dewasa nanti, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan
seksual.

H. TINDAKAN PEMBEDAHAN
Tujuan pembedahan :
1. Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial, serta
2. Perbaikan untuk kosmetik pada penis.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik
Horton dan Devine.

1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:


a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang
berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan
lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi
menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit penis.
b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah lunak.
Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu
dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup
dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan
dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan
harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar dengan
penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang
letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian
punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.
Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka
sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi
hipospadia.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi dari hypospadia yaitu :
- Komplikasi awal yang terjadi adalah perdarahan, infeksi, jahitan yang terlepas, nekrosis
flap, dan edema.
- Stenosis sementara karena edema atau hipertropi scar pada tempat anastomosis.
- Kebocoran traktus urinaria karena penyembuhan yang lama.
- Fistula uretrocutaneus
- Striktur uretra
- Adanya rambut dalam uretra
- Infertility
- Resiko hernia inguinalis
- Gangguan psikososial
- Komplikasi lanju
J. PENATALAKSANAAN
Untuk saat ini penanganan hipospadia adalah dengan cara operasi. Operasi ini
bertujuan untuk merekonstruksi penis agar lurus dengan orifisium uretra pada tempat
yang normal atau diusahakan untuk senormal mungkin. Operasi sebaiknya dilaksanakan
pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan
bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu “spesial”, dan berbeda
dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain biasanya miksi (buang air
seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan jongkok aga urin
tidak “mbleber” ke mana-mana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu
dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil
kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada
penderita hipospadia.
Tahapan operasi rekonstruksi antara lain :
1. Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin. Hal ini
dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatu chorda yang
merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok. Langkah
selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium penis
untuk menutup sulcus uretra.
2. Uretroplasty
Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada glans
penis. Uretroplasty yaitu membuat fassa naficularis baru pada glans penis yang
nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya
melalui tahap pertama.
Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah
penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan
untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi
canalis uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde
yang dimasukkan pada vesica urinaria (kandung kemih) melalui lubang lain yang
dibuat olleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai
kandung kemih.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Fisik
a. Pemeriksaan genetalia
b. Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada
ginjal.
c. Kaji fungsi perkemihan
d. Adanya lekukan pada ujung penis
e. Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
f. Terbukanya uretra pada ventral
g. Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, dysuria,
drinage.
2. Mental
a. Sikap pasien sewaktu diperiksa
b. Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
c. Tingkat kecemasan
d. Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan diagnosa, prosedur
pembedahan dan perawatan setelah operasi.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter.
3. Nyeri berhubungan dengan pembedahan
4. Kecemasan orang tua berhubungan dengan prosedur pembedahan
5. Risiko injuri berhubungan dengan pemasangan kateter atau pengangkatan kateter.
C. IMPLEMENTASI
1. Diagnosa 1 dan 4
Tujuan : memberikan pengajaran dan penjelasan pada orang tua sebelum
operasi tentang prosedur pembedahan, perawatan setelah operasi, pengukuran
tanda-tanda vital, dan pemasangan kateter.
a. Kaji tingkat pemahaman orang tua.
b. Gunakan gambar-gambar atau boneka untuk menjelaskan prosedur,
pemasangan kateter menetap, mempertahankan kateter, dan perawatan kateter,
pengosongan kantong urin, keamanan kateter, monitor urine, warna dan
kejernihan, dan perdarahan.
c. Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan, efek samping dan dosis serta
waktu pemberian.
d. Ajarkan untuk ekspresi perasaan dan perhatian tentang kelainan pada penis.
e. Ajarkan orang tua untuk berpartisipasi dalam perawatan sebelum dan sesudah
operasi (pre dan post).

2. Diagnosa 2
Tujuan : mencegah infeksi
a. Pemberian air minum yang adekuat
b. Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran)
c. Kaji gaya gravitasi urine atau berat jenis urine
d. Monitor tanda-tanda vital
e. Kaji urine, drainage, purulen, bau, warna
f. Gunakan teknik aseptik untuk perawatan kateter
g. Pemberian antibiotik sesuai program.

3. Diagnosa 3
Tujuan : meningkatkan rasa nyaman
a. Pemberian analgetik sesuai program
b. Perhtikan setiap saat yaitu posisi kateter tetap atau tidak
c. Monitor adanya “kink-kink” (tekukan pada kateter) atau kemacetan
d. Pengaturan posisi tidur anak sesuai kebutuhannya
4. Diagnosa 5
Tujuan : mencegah injuri
a. Pastikan kateter pada anak terbalut dengan benar dan tidak lepas
b. Gunakan “restrain” atau pengaman yang tepat pada saat anak tidur atau
gelisah.
c. Hindari alat-alat tenun atau yang lainnya yang dapat mengkontaminasi kateter
dan penis.

b. Perencanaan pemulangan
1. Ajarkan tentang perawatan kateter dan pencegahan infeksi dengan disimulasikan.
2. Jelaskan tanda dan gejala infeksi saluran kemih dan lapor segera ke dokter atau
perawat.
3. Jelaskan pemberian obat antibiotik dan tekankan untuk kontrol ulang (follow up).

Anda mungkin juga menyukai