Anda di halaman 1dari 26

Nama dosen : Dr. Muh. Ikhtiar, SKM., M.

Kes
Mata kuliah : Berpikir SIstem

MAKALAH BERPIKIR SISTEM


NEURALGIA TRIGEMINAL

OLEH

Dewi Sartika (0019.10.14.2020)

PROGRAM PASCASARJANA
MEGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
Nya sehingga makalah Neuralgia Trigeminal ini dapat tersusun hingga
selesai.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Berpikir
Sistem. Diharapkan makalah ini dapat diterima oleh dosen mata kuliah,
dapat bermanfaat bagi penulis dan menambah pengetahuan bagi para
pembaca. Tak lupa pula saya ucapan terimakasih kepada Dr. Muh. Ikhtiar,
SKM., M.Kes selaku dosen mata kuliah yang telah memberikan tugas ini.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis,
penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 17 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
Daftar Isi .......................................................................................................i

Kata Pengantar ............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA NEURALGIA TRIGEMINAL.........................3

A. Definisi ..........................................................................................3
B. Epidemiologi .................................................................................3
C. Etiologi...........................................................................................4
D. Patofisiologi ..................................................................................6
E. Klasifikasi ......................................................................................8
F. Diagnosis ......................................................................................9
G. Pengobatan.................................................................................11
H. Prognosis.....................................................................................15

BAB III PARADIGMA PENULIS.................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyeri kepala merupakan keluhan utama yang sering dijumpai


dalam praktek sehari-hari dan salah satunya dapat disebabkan oleh
karena gangguan pada cabang saraf kelima yaitu saraf Trigeminal.
Kerusakan saraf adalah saat terjadinya perubahan pada tubuh sel
saraf yang terluka dibagian proksimal atau atas dan distalnya atau
bawah yang dikarenakan akson terluka.1
Neuralgia Trigeminal merupakan suatu sindroma nyeri wajah
yang terjadi secara berulang dan kronik pada satu sisi wajah
mengikuti dsitribusi cabang saraf trigeminus dan erupakan sindroma
wajah yang sering ditemukan di pelayanan kesehatan.

Trigeminal Neuralgia (TN) adalah salah satu kondisi umum


penyebab terjadinya nyeri pada wajah. Nyeri wajah region orofasial
yang dirasakan yaitu nyeri unilateral, berat, menusuk dan berulang
akibat distribusi dari satu atau lebih cabang saraf kranial ke lima.

Nyeri yang disebabkan oleh Trigeminal Neuralgia dapat


membebankan pasien. Selama serangan yang parah, pasien yang
terkena Trigeminal Neuralgia tidak dapat bicara maupun makan,
bahkan saat diantara serangan. Hal ini menimbulkan gangguan serius
dalam kegiatan sehari-hari dan mengurangi kualitas hidup. 10

Trigeminal Neuralgia sering terjadi dengan estimasi insidensi


pertahunnya adalah 4.5:100.000, paling sering terjadi pada orang
paruh baya atau lanjut usia dan 60% terjadi pada wanita. Prevalensi
kasus neuralgia trigeminal mencapai 4,3 per 100.000 kasus di seluruh
dunia.

1
Trigeminal Neuralgia paling sering terjadi pada pasien yang
berusia 50 tahun keatas dengan insidensi 8:100.000 dengan
perbandingan wanita banding pria adalah 1.6:1.

Banyak sekali pilihan terapi untuk Neuralgia Trigeminal, baik


berupa terapi farmakologik maupun terapi non farmakologik. Sekitar
25% pasien Neuralgia Trigeminal yang dapat mengontrol nyerinya
dengan mengonsumsi obat dari waktu ke waktu. 11

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Neuralgia trigeminal merupakan gangguan dari nervus


trigeminal yang menyebabkan nyeri pada wajah, juga di kenal sebagai
ticdouloureux atau Fothergill syndrome. 1
Dalam Konsensus Nasional II kelompok studi nyeri kepala
Perdossi, neuralgia trigeminal dideskripsikan sebagai suatu serangan
nyeri wajah dengan gejala khas berupa nyeri unilateral, tiba – tiba,
seperti tersengat aliran listrik berlangsung singkat, jelas terbatas pada
satu atau lebih distribusi cabang nervus trigeminus. Nyeri umumnya
dicetuskan oleh stimulus ringan dan timbul spontan. Terdapat “trigger
area” diplika nasolabialis dan atau dagu. Pada umumnya terjadi remisi
dalam jangka waktu yang bervariasi.2

B. Epidemiologi
Neuralgia Trigeminal banyak diderita pada usia diatas sekitar 40
tahun dengan rata – rata antara 50 sampai 58 tahun, walaupun kadang
– kadang ditemukan pada usia muda terutama jenis atipikal atau
sekunder, dan ada yang melaporkan kasus neuralgia trigeminal pada
anak laki – laki usia 9 tahun. Umunya N.V2 dan V3 dan < 5% N.V1.
Pada wanita sedikit lebih banyak dibandingkan dengan laki- laki
dengan perbandingan 1,6: 1. Faktor ras dan etnik tampaknya tidak
terpengaruh terhadap kejadian Neuralgia Trigeminal. Prevalensi lebih
kurang 155 per 100.000 penduduk dan insidensi 40 per
1.000.000.Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia belum
pernah dilaporkan. Bila insidensi dianggap sama dengan Negara lain
maka terdapat ± 8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi mengingat
harapan hidup orang Indonesia makin tinggi maka diperkirakan
prevalensi penderita Neuralgia Trigeminal akan meningkat.2,3

3
C. Etiologi
Saat ini, terdapat tiga teori etiologi neuralgia trigeminal yang
dikenal. Pertama berdasarkan hubungan dengan penyakit, kedua,
trauma langsung ke nervus dan teori ketiga menyatakan asal
polietiologi dari penyakit. Pada umumnya sebagian besar pasien
5
dengan neuralgia trigeminal tidak memiliki penyebab yang pasti.
Karena pasien dengan neuralgia trigeminal cenderung memiliki
penyakit vaskuler seperti atherosclerosis, arterial hypertonia, beberapa
peneliti mengajukan teori vaskular sebagai salah satu etiologi. Dari
hasil penelitian ditemukan gangguan morfologikal dan fungsional pada
pembuluh darah yang memasok bagian perifer dan bagian sentral dari
Nervus Trigeminal. Namun belum ada bukti yang mendukung
hubungan langsung antara gangguan pembuluh darah terhadap
Neuralgia trigeminal. Meskipun, secara nyata ditemukan gangguan
morfologikal namun neuralgia trigeminal tidak terdiagnosis. Itulah
mengapa peneliti mendukung konsep perubahan organik atau
fungsional dari pembuluh darah yang memasok nervus trigemius tidak
dapat menjadi penyebab utama dari neuralgia trigeminal, namun hal
tersebut dapat mempengaruhipathogenesis penyakit.5
Beberapa peneliti juga mengusulkan pentingnya multiple
sklerosis dalam etiologi neuralgia trigeminal, namun peneliti lain juga
meperdebatkan hal tersebut karena neuralgia trigeminal terjadi hanya
0.9% sampai 4.5% pada pasien dengan multiple sklerosis. 5
Pada studi elektrofisiologi mengindikasikan Diabetes mellitus
dapat mempengaruhi nervus trigeminal. Finestone melaporkan
diantara 40 pasien dengan neuralgia trigeminal, 19 pasien (48%)
mengidap DM, sehingga DM dapat menjadi factor penyebab neuralgia
trigeminal.5
Beberapa peneliti mengajukan penyebab dari neuralgia
trigeminal dapat dihubungkan dengan sindrom kompresi dan yang

4
paling populer adalah kompresi neurovaskular pada jalur masuk
nervus yang dapat terjadi akibat malformasi arteriovenous. Ada banyak
lesi kompresi lain yang dapat menyebabkan lesi kompresi seperti
vestibular schwannoma, meningioma, kista epidermoid, tuberculomas
dan tumor. Neuralgia trigeminal dapat terjadi akibat adanya aneurisma,
5
agregasi pembuluh darah danpenyumbatan akibat arachnoiditis.
Peneliti juga mengajukan hipotesis alergi sebagai salah satu
etiologi dari neuralgia trigeminal. Namun hanya bukti tidak langsung
yang mendukung alergi sebagai salah satu penyebab neuralgia
trigeminal. Hal ini sering disebabkan karena peningkatan tak terduga
dan irregular dari gejala klinis, remisi dan rekuren sensitif terhadap
faktor profokatif endogen dan eksogen dan akhirnya peningkatan
serum histamin. Peneliti memperhatikan dibawah pengaruh beragam
faktor perusak seperti dingin, tonsilitis, tonsilitis, rinitis kronik, sinusitis
maxilla dan infalmasi kronik yang terjadi pada regio maxillofaical dapat
memicu timbulnya respons imun lokal, sehingga terjadi peningkatan
sekresi IgE, mast cell yang mengalami degranulasi akan melepaskan
substansi biologi aktif seperti histamin, serotonin dan lainnya ke ruang
intercellular. Histamin yang terlepas dan berkumpul pada nervus
trigeminal selama terjadi reaksi alergi lokal memegang peranan
penting dalam patogenesis neuralgia trigeminal. 5
Hipotesa lain yang menjelaskan timbulnya neuralgia trigeminal
adalah demyelinisasi pada serabut – serabut nervus trigemius, karena
demielinasi mungkin terjadi Short circuit, sehingga impuls – impuls
perasaan apapun, baik proprioseptif maupun propatik terpaksa
menghantarkan listrik melalui serabut – serabut halus saja, yang sudah
dikenal sebagai penghantar impuls yang mewujudkan perasaan nyeri.
4,5

Disease Related Luka


Tabellangsung pada
1 : Etiologi nervusTrigeminal.
Neuralgia trigeminal5 Polyetiologic origin
Bagian perifer Bagian Sentral N.V

5
N.V
Penyakit “Hipotesis “Hipotesis kompresi Semua faktor etiologi yang
vaskular, Allergi” akibat neurovascular” yang dapat mempengaruhi
multiple penyakit dapat terjadi akibat nervus trigeminal dan
sklerosis, inflamasi malformasi menyebabkan demyelinasi
Diabetes odontogenic, arteriovenous. vestibular dan dystrofi
schwannomas,
Mellitus, dan otolaryngological
meningiomas,
lainnya. patologi dingin,
epidermoid cysts,
dan lainnya.
tuberculomas, tumor,
“Hipotesis
aneurisma, agregasi
sindrom pembuluh darah,
kompresi” akibat danpenyumbatan akibat
penyempitan arachnoiditis.
kanal osseous,
trauma.

D. Patofisiologi
Patofisiologi kondisi ini masih belum dipahami dan ada dua
pendapat yang pertama mengatakan gangguan mekanisme perifer
sebagai penyebab Neuralgia trigeminal dan pendapat kedua
mengatakan gangguan mekanisme sentral. Peneliti mengungkapkan
neuralgia trigeminalis sebagai akibat kompresi radiks trigeminalis oleh
pembuluh darah, biasanya arteri superior serebelli, yang melingkar dan
mengelilingi bagian proksimal radiks yang tidak bermyelin segera
setelah keluar dari pons. Hipotesis ini di dukung oleh observasi bahwa
keadaan bebas nyeri dapat dicapai hingga 80% pada pasien dengan
tindakan pembedahan saraf yang dikenal dengan dekompresi
mikrovaskular.6

6
Gangguan saraf tepi sebagai penyebab NT didukung oleh data-data
klinis berupa:

1. Ditemukannya peregangan atau kompresi nervus V.


2. Ditemukannya malformasi vaskular pada beberapa penderita
NT.
3. Adanya tumor dengan pertumbuhan yang lambat.
4. Adanya proses inflamasi pada N.V.2

Mekanisme sentral sebagai penyebab NT didukung oleh data-data


klinis sebagai berikut:

1. Adanya periode laten yang dapat diukur antara waktu stimulus


terhadap trigger poin dan onset NT.
2. Serangan tak dapat dihentikan apabila sudah berlangsung.
3. Setiap serangan selalu diikuti oleh periode refrakter dan selama
periode ini pemicu apapun tidak dapat menimbulkan serangan.
4. Serangan seringkali dipicu oleh stimulus ringan yang pada
orang normal tidak menimbulkan gejala nyeri.
5. nyeri yang menyebar keluar daerah yang diberi stimulus. 2

E. Klasifikasi

7
Menurut klasifikasi IHS (International Headache Society)
membedakan neuralgia trigeminal klasik dan neuralgia trigeminal
simptomatik. Termasuk neuralgia trigeminalklasik adalah semua kasus
yang etiologinya belum diketahui ( idiopatik ) Sedangkan neuralgia
trigeminal simptomatik dapat akibatkan oleh tumor, multipel sklerosis
atau kelainan di basis kranii. Sebagai indikator neuralgia trigeminal
simptomatik adalah defisit sensorik N. Trigeminus, terlibatnya nervus
trigeminus bilateral atau kelainan refleks trigeminus. Tidak dijumpai
hubungan antara neuralgia trigeminal simptomatik dengan terlibatnya
nervus trigeminus cabang pertama, usia muda atau kegagalan terapi
farmakologik.2

Berikut perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.


1. Neuralgia Trigeminus Idiopatik.

a. Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa diwilayah sensorik cabang


maksilaris, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.
b. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya
menyusul antara beberapa detik sampai menit.
c. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.
d. Penderita berusia lebih dari 45 tahun, wanita lebih sering
mengidap dibanding laki-laki.2,4
2. Neuralgia Trigeminus simptomatik.

a. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang


optalmikus atau nervus infra orbitalis.
b. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang
timbul kembali.
c. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau
kelumpuhan saraf kranial, berupa gangguan autonom ( Horner
syndrom ).
d. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan
tidak terbatas pada golongan usia.2,4

8
F. Diagnosis
Kriteria diagnostik pada neuralgia trigeminal idiopatik, antara lain :
1. Bersifat paroxysmal, beberapa detik sampai 2 menit melibatkan 1
atau lebih cabang N. Trigeminus dan memenuhi kriteria 2 dan 3.
2. Nyeri paling sedikit 1 memenuhi kriteria berikut :
a. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam.
b. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus.
3. Jenis serangan Stereotyped pada masing – masing individu.
4. Tidak ada defisit neurologik.
5. Tidak berkaitan dengan gangguan lain. 3

Kriteria diagnostik pada neuralgia trigeminal simptomatik, antara lain :


1. Bersifat paroxysmal, beberapa detik sampai 2 menit melibatkan 1
atau lebih cabang N. Trigeminus dan memenuhi kriteria 2 dan 3.
2. Nyeri paling sedikit 1 memenuhi kriteria berikut :
a. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam.
b. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus.
3. Jenis serangan Stereotyped pada masing – masing individu.
4. Lesi penyebab adalah selain kompresi pembuluh darah, juga
kelainan struktural yang nyata terlihat pada pemeriksaan canggih
dan atau eksplorasi fossa posterior.3

Stimulasi atau perangsangan pada wajah, bibir, atau gusi


seperti berbicara, makan (mengunyah), bercukur, sikat gigi, sentuhan
atau bahkan aliran angin dapat menimbulkan neuralgia trigeminal
dengan sifatnyeri seperti teriris atau tersengat listrik. Trigger zone
dapat berukuran beberapa milimeter persegi, atau besar dan diffus.
Nyeri umumnya dimulai dari zona trigger namun bisa juga di tempat
lain. Sekitar 17% pasien mengalami nyeri tumpul selama beberapa
hari sebelum onset nyeri paroksismal dikenal sebagai pretrigemnal
neuralgia.1

9
Tidak ada tes spesifik terhadap neuralgia trigeminal. Studi
pencitraan seperti computed tomography(CT) scans atau magnetic
resonance imaging (MRI) dapat membantu menegakkan diagnosis
dengan mengeliminasi penyebab lain timbulnya nyeri. High-definition
MRI angiography dari nervus trigeminal dan batang otak dapat
menyemukan kompresi nervus trigeminal oleh arteri atau vena. 1

Praktisi juga dapat menegakkan diagnosis dengan pemberian


Carbamazepine untuk melihat apakah nyerinya menghilang. Jika
menghilang, maka hal tersebut menjadi bukti positif untuk menegakkan
diagnosis neuralgia trigeminal.1
Gambar 3
Trigger zone pada neuralgia trigeminal

G. Pengobatan
1. Farmakologi

2. Operasi

Tindakan operasi umumnya dilakukan pada pasien dengan


nyeri yang tidak menghilang dengan terapi farmakologi minimal

10
dengan 3 obat termasuk di dalammnya carbamazepine. Status
medis dan usia pasien harus menjadi bahan pertimbangan sebelum
dilakukan operasi. Efek samping dan kontra indikasi dapat menjadi
alasan pertimbangan tindakan operasi. Studi menunjukkan hasil
yang baik pada pasien yang diberikan tindakan operasi dan
menganjurkan operasi dilakukan cepat pada pasien dengan
neuralgia trigeminal. Saat ini tidak ada standar protokol untuk
menentukan waktu optimal untuk melakukan tindakan operasi.
8
Beberapa jenis tindakan operasi antara lain :
a. Ablative procedures
1) Radiofrequency ablation.
Radiofrequency ablation adalah prosedur yang dilakukan
dengan menggunakan stimulasi listrik (gelombang panas) untuk
merusak beberapa dari nervus trigeminal yang memproduksi nyeri.
Dilakuka pada suhu 60oc ala 60 detik dibawah pengaruh anastesis
dan analgesik intravena kerja cepat. Berdasarkan studi lanjutan
pada 1600 pasien, ditemukan 97,6% pasien bebas dari nyeri, rata-
rata pasien mengalam nyeri rekurren dalam 36-40 bulan.
Komplikasi yang dilaporkan terjadi antara lain gangguan refleks
kornea, kelemahan M. Masster, paralisis, disesthesiadan
anesthesia dolorosa.8

2) Balloon Compression.

11

Gambar 4
Radiofrequency ablation.
Percutaneous balloon compression adalah teknik
operasi dengan cara merusak nervus
menggunakan kompresi dari balon kateter yang
dimasukkan melalui jarum. Tindakan ini baik
digunakan pada pasien lansia.8

Gambar 5
Balloon Compression.

3) Glycerol Injection
Glycerol Inspection adalah prosedur operasi
dengan cara merusak nervus pada ganglion
Gasseri dengan menyuntikkan glycerol pada
sisterna trigeminal. Pada studi lanjutan jangka
panjang, persentasi keberhasilan operasi
mencapai 97.1% dan persentasi keberhasilan
jangka panjang mencapai 81.18%. tidak
dilaporkan efek samping yang serius selain
gangguan sensorik ringan dan disestesia.8

12
4) Radio surgery-Gamma knife surgery
Gamma knife surgery (GKS) telah digunakan
untuk pengobatan nyeri selama bertahun-tahun.
operasi gamma knife melibatkan iradiasi target
volume kecil dalam tengkorak dengan radiasi
dosis tinggi dalam satu sesi, dosis yang optimal
digunakan untuk neuralgia trigeminal adalah 70-80
gy, gangguan sensorik wajah ringan adalah efek
samping yang umum dilaporkan. rendahnya
tingkat komplikasi, tingkat keberhasilan tinggi dan
kepuasan pasien memungkinkan GKS untuk
semakin digunakan sebagai intervensi utama
untuk neuralgia trigeminal. Kelemahan terapi ini
adalah, onset nyeri yang lambat dan mahalnya
biaya terapi.8

Gambar 7
Radio surgery-Gamma knife surgery.

b. Prosedur terbuka.

13
1) Microvascular Decompression
Dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi
sampai nervus trigeminus difossa posterior
kemudian menempatkan sponge atau padding di
antara nervus dan pebuluh darah yang menekan
dengan tujuan memisahkan pembuluh darah yang
menekan nervus trigeminus.8

Gambar 8
Microvascular Decompression
2) Trigeminal root section.
Trigeminal robot Election adalah pemotongan
ireversible dari cabang nervus trigemius yang
8
memberikan koneksi pada batang otak.

H. Prognosis

Gambar 9
Trigeminal root
section

14
Neuralgia Trigeminal tidak mengancam nyawa, 1 : 3 pasien
akan mengalami gejala ringan dan beberapa hanya akan mengalami
satu episode serangan. Banyak pasien mengalami periode remisi
tanpa nyeri selama beberapa bulan hingga tahun. namun gangguan ini
cenderung untuk memburukseiring dengan berjalannya waktu. 1,9

BAB III

PARADIGMA PENULIS

Neuralgia Trigeminal merupakan sekelompok kecil penyakit yang


keberadaannya mungkin masih banyak belum atau bahkan tidak diketahui
sama sekali oleh sebagian orang, namun penyakit ini sangat menarik
untuk ditelaah, dipelajari karena angka kejadiannya yang terus saja
meningkat dan sulitnya diagnosis yang cepat dan tepat inilah yang
menjadikan penyakit tersebut masih menjadi kelompok penyakit yang
asing di kalangan masyarakat.

Neuralgia Trigeminal merupakan salah satu jenis penyakit yang paling


banyak didapat di praktek sehari-hari, hanya saja untuk diagnosis pasti
sering kali melalui jalan yang panjang hingga mendapat diagnosa pasti
terhadap Neuralgia Trigeminal tersebut sendiri. Keluhan-keluhan pasien
yang beragam dan tidak selalu serta merta sesuai dengan teori, serta

15
faktor kebingungannya pasien dalam hal pengobatan menjadi salah satu
faktor yang membuat diagnosa Neuralgia Trigeminal ini sulit untuk
dideteksi.

Neuralgia Trigeminal sampai saat ini masih diteliti lebih lanjut tentang
penyebab pasti yang mengakibatkan terjadinya proses nyeri, namun yang
paling diyakini sampai saat ini yakni terdapatnya gangguan morfokologikal
dan fungsional pada pembuluh darah yang memasok bagian ujung dan
bagian tengah saraf trigeminal. Beberapa faktor resiko pemberat seperti
terdapatnya penyakit penyerta seperti Diabetes Mellitus juga diyakini
memili peran penting dalam perubahan structural pada kondisi pembuluh
darah sehingga memperngaruhi fungsi dari saraf trigeminal itu sendiri, hal
tersebut pernah dilaporkan oleh peneliti bahwa terdapat 48% dari seluruh
jumlah pasien Neuralgia Trigeminal yang diteliti, bahwa memiliki kondisi
penyakit penyerta Diabetes Mellitus, sehingga para ilmuwan sekarang
meyakini bahwa Diabetes Mellitus bias saja menjadi faktor penyebab dari
Neuralgia Trigeminal.

Selain faktor-faktor dan telah dijabarkan diatas, banyak juga terdapat


penelitian-penelitan yang terkait dengan penyebab terjadinya Neuralgia
Trigeminal ini, yakni diantaranya terjadinya kompresi pada neurovascular,
terdapat lesi, hingga hipotesis tentang alergi telah banyak dilaporkan
penelitiannya.

Mekanisme pasti dari penyakit ini masih terus berkembang teorinya


hingga saat ini, namun teori yang diyakini hingga saat ini yaitu bahwa
Neuralgia Trigeminal ini terjadi karena gangguan pada mekanisme perifer
atau terjadi gangguan pada mekanisme sentral. Neuralgia Trigeminal ini
diklasifikasikan menjadi Neuralgia Trigeminal simptomatik dan Neuralgia
Trigeminal idiopatik. Kedua klasifikasi tersebut dibedakan dari onset dan
penyebabnya, Neuralgia Trigeminal idiopatik timbul serangannya hanya
berlangsung sekitar 30 menit yang berikutnya menyusul antara beberapa
detik sampai menit, sedangkan untuk Neuralgia Trigeminal simptomatik

16
untuk onset terjadinya terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang
timbul kembali.

Manifestasi klinis dari Neuralgia Trigeminal sendiri ini berupa nyeri


yang hebat di sepanjang penjalaran persarafan nervus atau saraf kranial
di daerah wajah terutama pada rahang, sehingga banyak dari pasien akan
datang berobat ke dokter gigi daripada ke dokter saraf. Hal ini disebabkan
karena tak banyak orang yang tahu tentang penyakit ini, padahal nyeri
yang ditimbulkan akibat Neuralgia Trigeminal sendiri ini sangat hebat
sehingga sebagian penderitanya dapat terdorong untuk bunuh diri. Hidup
dengan Neuralgia Trigeminal tidak mudah, sebab penyakit ini sangat
mempengaruhi kualitas hidup seseorang sehingga dapat mempengaruhi
kondisi psikologis penderita.

Manifestasi klinis paling umum yang dirasakan penderita penyakit


Neuralgia Trigeminal ini yakni suatu nyeri yang hebat yang dirasakan
memiliki dampak signifikan terhadap kehidupan sehari-hari penderita yang
diraskaan sangat mengganggu kegiatan dasar seperti mencuci muka,
menggosok gigi, mencukur dan kegiatan lainnya yang berhubungan
dengan wajah daerah persarafan dari saraf cranial Trigeminal.

Pemeriksaan penunjang hingga saat ini tidak terlalu banyak membantu


untuk penegakkan diagnosis pasti dari penyakit Neuralgia Trigeminal ini
sendiri, pada dasarnya diagnosis Neuralgia Trigeminal bisa tegak dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisis saja karena gejala manifestasi klinis
yang lumayan khas pada penyakit ini. Nyeri yang khas pada penyakit ini
menjadi salah satu tanda yang dapat membuat diagnose tegak dengan
baik.

Untuk epidemiologi Neuralgia Trigeminal ini seperti yang telah


tercantum pada BAB II bahwa penyakit ini banyak diderita pada usia
sekitar 40 tahun keatas dengan rata-rata antara umur 50-58 tahun, hal

17
tersebut diyakini karena mulainya terjadi perubahan struktur dari pembulu
darah di dekat saraf cranial trigeminal yang mulai mengendur dan
menekan saraf tersebut, namun tidak menutup kemungkinan bahwa
penyakit ini dapat menyerang pasien di usia jauh lebih muda, walaupun
hanya sedikit angka kejadiannya namun untuk kasus-kasus yang terjadi
pada usia muda lebih ke jenis yang atipikal atau sekunder yakni ada
penyebab lain yang mengakibatkan penekanan saraf, bukan dari
perubahan structural seperti halnya yang terjadi pada usia lanjut maupun
dengan faktor komorbid.

Di Indonesia sendiri, anggapan-anggapan masyarakat dalam


menyikapi suatu penyakit masih belum terlalu baik, terbukti dengan masih
tingginya dan lakunya pengobatan-pengobatan alternatif dibanding
pengobatan medis. Nyeri pada Neuralgia Trigeminal sendiri ini
dimanifestasikan sebagai nyeri yang sangat hebat seperti tersetrum
maupun ditusuk-tusuk sehingga masih banyak sebagian dari masyarakat
menganggap kalau nyeri yang timbul dan tidak hilang dengan pengobatan
biasa ini sebagai suatu penyakit yang non medis, namun presentasi
pengobatan lebih banyak tidak tertangani oleh ahlinya dalam hal iini
dokter saraf.

Neuralgia Trigeminal sendiri memiliki banyak jenis terapi pengobatan


tergantung pada kondisi dan tingkat keparahan penyakit yang dialami
pasien. Telah banyak penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para
peneliti tentang jenis-jenis zat-zat obat yang akan menjadi lini pertama
atau pilihan pertama ketika seseorang terdiagnosis dengan penyakit
Neuralgia Trigeminal ini, salah satu contohnya yakin obat karbamazepin.
Terapi-terapi farmakologis yang didapat oleh pasien ini hanya mengurangi
gejala dan mengajarkan kepada pasien agar hidup berdamai dengan nyeri
yang diderita, karena secara peneyebab sendiri Neuralgia Trigeminal ini
masih belum banyak teori yang menjelaskan penyebab pasti dari penyakit
tersebut, namun kebanyakan diduga sebagai adanya kompresi atau

18
penekanan akibat dari perubahan struktur pembuluh darah yang turun dan
menekan cabang utama saraf kranial di otak sehingga terjadi penajalaran
nyeri yang mengarah sesuatu cabang saraf kranial trigeminal.

Terobosan-terobosan terbaru dalam dunia kedokteran sendiri


sekarang telah berkembang dengan pesat, saat ini untuk penyakit
Neuralgia Trigeminal lebih dikenalkan dengan tindakan operatif yang
harapan hasil akhirnya yakni hilangnya sensasi nyeri. Tindakan operatif
yang dilakukan oleh spesialif bedah saraf ini hanya sebatas memisahkan
perlekatan antara pembuluh darah yang menekan saraf dengan sebuah
bantalan agar tidak menciptakan sensasi nyeri kembali.

Saat ini, para ahli Neurologi atau ahli penyakit saraf meyakini bahwa
terobosan operatif dalam menangani penyebab nyeri pada Neuralgia
Trigeminal ini dapat meringankan bahkan menghilangkan keluhan nyeri
pada penderita. Prosedur operatif tersebut bekerja sama dengan ahli
bedah saraf untuk mengatasi penyebab nyeri tersebut dimana hal ini yang
dimaksud yaitu saraf cranial Trigeminal. Tindakan operatif yang popular
dianjurkan saat ini yakni ballon compression dimana dibuat jarak antara
saraf cranial trigeminal dengan pembuluh darah diatasnya dengan
menggunakan kompresi balon khusus sehingga pembuluh darah yang
tadinya menekan saraf cranial tersebut akhirnya terpisah dan tidak
menimbulkan manifestasi klinis berupa penjalaran nyeri pada daerah
wajah kembali.

Diagnosa banding dari penyakit ini juga banyak jenis macamnya,


sehingga seperti yang sudah penulis tekankan berulang kali bahwa
sulitnya diagnosa awal pada penyakit ini yang membuat banyak faktor-
faktor penyebab yang lain muncul sehingga deretan masalah tersebut
harus diselesaikan satu demi satu. Salah satu contoh dari diangosa
banding penyakit Neuralgia Trigeminal ini yakni nyeri post herpetic atau
nyeri yang timbul sebagai akibat dari penyakit herpes yang diderita
sebelumnya, tentunya secara pemeriksaan fisik akan didapatkan bekas

19
lesi yang pada Neuralgia Trigeminal tidak ada, dan untuk nyeri post
herpetic proses penjalaran nyerinya mengikuti dermatom saraf sama
dengan halnya yang terjadi pada nyeri di Neuralgia Trigeminal.

Permasalahan utama pada penyakit Neuralgia Trigeminal ini


merupakan lambatnya diagnosis yang didapat oleh para ahli, sebagian
besar penderita menganggap nyeri yang timbul sebagai akibat dari
permaslaahn gigi dan mulut, ketika terdapat permasalahan pada daerah
gigi dan mulut maka hal tersebut akan bertumpang tindih pada diagnosis
utama sehingga penanganan yang di berikan hanya sebatas anti nyeri
atau bahkan tindakan oleh dokter gigi pada gigi yang bermasalah.
Selanjutnya pasien akan merasa nyeri yang tak kunjung reda walaupun
telah mengkonsumsi obat-obatan.

Onset terjadinya penyakit Neuralgia Trigeminal ini cukup lama dan


tidak bias di prediksi kapan akan hilang sepenuhnya, hal ini tersebutlah
yang membuat beban mental pada penderita apabila tidak di tangani
dengan tepat, terutama pada lansia-lansia yang menjadi kelompok
terbesar yang paling sering mengidap penyakit Neuralgia Trigeminal ini
sendiri.

Sedikit tambahan dari penulis bahwa selain terapi farmakologi atau


obat-obatan, atau tidakan operatif sebaiknya untuk pasien-pasien yang
menderita penaykit ini diberikan terapi fisioterapi sehingga prognosis bisa
lebih baik, dibutuhkan pendampingan dan dukungan mental terhadap
penderita penyakit ini agar anggapan-anggapan bahwa penyakit ini
merupakan penyakit yang tidak dapat sembuh dapat diapatahkan.

Di luar negeri, Neuralgia Trigeminal sendiri dikenal sebagai salah satu


factor yang menyebabkan banyaknya penderita melakukan bunuh diri
akibat tidak tahan atas manifestasi klinis berupa nyeri yang hebat
tersebut, untuk data prevalensi di Indonesia masih banyak belum terdapat
pencatatan yang pasti dikarenakan banyaknya keterlambatan diagnosis

20
dan salah dalam memilih pengobatan yang tepat sehingga para penderita
yang dating umumnya sudah mempunyai pengalaman ‘shopping dokter’
karena ketidaktahuan akan penyakit yang diderita.

Prognosis atau hasil akhir dari pengobatan terhadap penyakit


Neuralgia Trigeminal ini umumnya baik, beberapa kasus dilaporkan
banyak yang dengan terapi farmakologis atau obat-obatan saja sudah
membuat perubahan yang sangat jauh signifikan terhadap perubahan
rasa nyeri yang dialami oleh penderita penyakit tersebut.

Walaupun kebanyakan penyebab dari penyakit ini umumnya tidak


diketahui penyebabnya, namun bukan berarti penyakit ini menjadi sesuatu
hal yang tidak dapat dicegah. Jika ditelaah dari factor penyebab, untuk
factor-faktor yang dapat diubah seperti factor komorbiditas penyakit
Diabetes Mellitus dapat dicegah terjadinya sehingga angka kejadian atau
factor resiko untuk menderita Neuralgia Trigeminal ini bisa menurun. Beda
halnya dengan factor resiko penyakit yang berhubungan dengan
malformasi atau kelainan pada structural dari anatomi pembuluh darah
dan saraf cranial trigeminal itu sendiri yang tidak mungkin dapat dicegah.

Berdamai dengan nyeri merupakan hal yang selalu diulang-ulang


untuk disampaikan kepada penderita, karena ketika nyeri yang timbul
hilang dengan pengobatan farmakologi, bukan berarti nyeri tersebut hilang
selamanya, ketika ada sebuah trigger yang muncul akan menyebabkan
stress tersebut kembali dan membuat onset nyeri tersebut kembali
sehingga kembali ke fase awal seperti semula.

Fisioterapi dianggap memberi perubahan signifikan terhadap


perubahan mental penderita yang awalnya kehilang harapan akan
sembuh menjadi lebih semangat karena merasa intensitas nyeri yang jauh
berkurang dengan pengobatan obat-obatan disertai fisioterapi yang rutin.

Dalam perjalanan penyakit ini juga penderita kebanyakan hidup dalam


rasa khawatir yang berlebih akan timbulnya kembali episodic rasa nyeri

21
selanjutnya dan seberapa berat dan hebat dari rasa nyeri yang diderita
nantinya, hal inilah yang membuat beberapa penderita penyakit Neuralgia
Trigeminal ini mengalam penyakit mental seperti anxietas dan depresi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chamberlin SL, Narins B. The Gale Encyclopedia of neurological


Disorder. United State: Thomson Gale; 2005, hal : 875-876.
2. Sunaryo U. Neuralgia Trigeminal. Seminar Sehari PDGI Cabang
Probolinggo. Probolinggo;2010, hal: 1-6.
3. Sjahrir H. Konsensus Nasional II Diagnostik dan Penatalaksanaan
Nyeri Kepala. PERDOSSI;2005, hal : 56-57
4. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi dasar klinis. Jakarta: Dian Rakyat;
2010, hal : 149-158
5. Sabalys G, Juodzbalys G, Wang HL. Aetiology and Pathogenesis of
Trigeminal Neuralgia: a Comprehensive Review. Journal of oral and
maxillofacial research. 2012;3:2-4.
6. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis topik neurologi DUUS : anatomi,
fisiologi, tanda, gejala. Jakarta: EGC; 2010, hal : 146-147.

22
7. Sidharta P. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Dian Rakyat.
Jakarta:2014, hal:90-91.
8. Sreenivasan P, Raj SV, Ovallath S. Treatment Options in Trigeminal
Neuralgia an Update. Eur J Gen Med. 2014;11:210-213.
9. Rull G, Tidy C. Trigeminal Neuralgia. Patient. 2014;23:2-4.
10. Torpy, Janet M dkk. Neuralgia Trigeminal. The Journal of the American
Medical Association (JAMA) volume 309 no. 10. 2013, March 12.
11. Singh, Manish K dkk. Trigeminal Neuralgia. Medscape Reference.
2015
12. Obermann, Mark. Treatment Options in Trigeminal Neuralgia article in
Therapeutic Advances in Neurological Disease. Sage Publications.
2010

23

Anda mungkin juga menyukai