Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ASKEP

SISTEM REPRODUKSI

“KRIPTORKISMUS”

Oleh :

NOR WERA WANI


NIM. 14101011

Dosen Pembimbing :
Ns. Sri Burhani Putri, S.Kep, M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES PIALA SAKTI PARIAMAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah sistem reproduksi ini tepat pada waktunya. Makalah ini
membahas tentang “Kriptor Kismus”. Meskipun banyak hambatan dalam proses
pengerjaannya, tetapi kami dapat menyelesaikannya dengan baik.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah.
Keberhasilan kami dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih banyak kepada semua
pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian

Pariaman, April 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................
C. Tujuan Makalah..................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi...............................................................................
B. Epidemiologi.......................................................................
C. Etiologi................................................................................
D. Faktor Resiko......................................................................
E. Patogenesis..........................................................................
F. Klasifikasi...........................................................................
G. Diagnosa.............................................................................
H. Komplikasi...........................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................
B. Saran ..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kriptorkismus adalah suatu keadaan di mana setelah usia satu tahun satu
atau kedua testis tidak berada di dalam kantong skrotum, tetapi berada di salah
satu tempat sepanjang jalur desensus yang normal.
Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi
dan orchis yang dalam bahasa latin disebut testis8. Nama lain dari kriptorkismus
adalah undescended testis, tetapi mesti dijelaskan lagi apakah yang dimaksud
sebagai kriptorkismus murni, testis ektopik, ataupun pseudo kriptorkismus. Testis
yang berlokasi di luar jalur desensus yang normal disebut sebagai testis ektopik,
sedangkan testis yang terletak tidak di dalam skrotum tetapi dapat didorong
masuk ke dalam skrotum dan menaik lagi bila dilepaskan dinamakan
pseudokriptorkismus atau testis retraktil.
Testis yang terletak tidak di dalam skrotum akan mengganggu
spermatogenesis, meningkatkan kemungkinan terjadinya torsi dan keganasan.
Alasan utama kenapa testis harus diturunkan adalah agar testis ini dan testis
kontra lateral yang normal tidak mengalami kerusakan pada tubulus seminiferus
sehingga infertilitas dapat dicegah.
Insidens undescended testis pada bayi baru lahir adalah pada usia satu
bulan dan pada usia 3 bulan serta pada anak usia satu tahun. Pada bayi cukup
bulan, di antaranya menderita kriptorkismus dan pada bayi kurang bulan
insidensnya lebih tinggi. Pada bayi berat lahir rendah insidennya juga tinggi.
Kriptorkismus unilateral insidensnya lebih banyak daripada yang bilateral
dan lokasinya sebagian besar di kiri (52,1% kiri dan 47,9% kanan).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi, Etiologi dan Patogenesis kriptorkismus ?
2. Bagaimana Diagnosis dan Komplikasi dari kriptorkismus ?
3. Bagaimana Dasar Pertimbangan Terapi Hormonal serta Evaluasi
Pengobatan dari kriptorkismus ?
4. Apa saja Efek Samping dan Terapi Bedah kriptorkismus ?
C. Tujuan Makalah
5. Agar mahasiswa mengerti Definisi, Etiologi dan Patogenesis
kriptorkismus.
6. Agar mahasiswa mengetahui Diagnosis dan Komplikasi dari
kriptorkismus.
7. Agar mahasiswa mengetahui tetang Dasar Pertimbangan Terapi
Hormonal serta Evaluasi Pengobatan dari kriptorkismus.
8. Agar mahasiswa tahu Efek Samping dan Terapi Bedah dari
kriptorkismus ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Kriptorkismus adalah suatu keadaan di mana setelah usia satu sampai dua
tahun, satu atau kedua testis tidak berada di dalam kantong skrotum, tetapi berada
di tempat sepanjang jalur desensus testis yang normal.
Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi
dan orchis yang dalam bahasa latin disebut testis. Nama lain dari kriptorkismus
adalah undescended testis(UDT), testis ektopik ataupun pseudo kriptorkismus.
Testis yang berlokasi di luar jalur desensus yang normal disebut sebagai testis
ektopik, sedangkan testis yang terletak tidak di dalam skrotum tetapi dapat
didorong masuk ke dalam skrotum dan menaik lagi bila dilepaskan dinamakan
pseudokriptorkismus atau testis retraktil.

B. Epidemiologi
Besar insidensi undesensus testikulorum berbeda pada tiap-tiap umur. Bayi
baru lahir (3 – 6%), satu bulan (1,8%), 3 bulan (1,5%), Satu tahun (0,5 – 0,8%).
Bayi lahir cukup bulan 3% diantaranya kriptorkismus, sedangkan yang lahir
kurang bulan sekitar 33% .
Pada berat badan bayi lahir (BBL) dibawah 2000 gram insidensi UDT
7,7% BBL 2000-2500 (2,5%), dan BBL diatas 2500 (1,41%) Insidensi
kriptorkismus unilateral lebih tinggi dibanding kriptorkismus bilateral. Sedang
insidensi sisi kiri lebih besar (kiri 52,1% vs kanan 47,9%).
Dari suatu penelitian didapatkan prevalensi di dunia dari 4,3% - 4,9% pada
saat lahir, 1% - 1,5% pada umur 3 bulan, dan 0,8% - 2,5% pada umur 9 bulan.
Sedangkan di AS, prevalensi kriptorkismus sekitar 3,7% saat lahir dan 1,1% dari
umur 1 tahun sampai dewasa, di Inggris insidensinya meningkat lebih dari 50%
pada kurun waktu 1965 – 1985. di FKUI – RSUPCM kurun waktu 1987 – 1993
terdapat 82 anak kriptorkismus, sedang di FKUSU – RSUP. Adam Malik Medan
kurun waktu 1994 – 1999 terdapat 15 kasus.
C. Etiologi
Penyebab pasti kriptorkismus belum jelas. Dari hasil penelitian para ahli,
menyatakan bahwa ada beberapa penyebab dari kriptorkismus di antarnya:
1. Abnormalitas gubernakulum testis
Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum yang besar
akan mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada
skrotum akan menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah
berada di kantong skrotum gubernakulum akan diresorbsi (Backhouse, 1966) Bila
struktur ini tidak terbentuk atau terbentuk abnormal akan menyebabkan
maldesensus testis.
2. Defek intrinsik testis
Maldesensus dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan ini membuat
testis tidak sensitif terhadap hormon gonadotropin. Teori ini merupakan
penjelasan terbaik pada kasus kriptorkismus unilateral. Juga untuk menerangkan
mengapa pada pasien dengan kriptorkismus bilateral menjadi steril ketika
diberikan terapi definitSif pada umur yang optimum. Banyak kasus kriptorkismus
yang secara histologis normal saat lahir, tetapi testisnya menjadi atrofi / disgenesis
pada akhir usia 1 tahun dan jumlah sel germinalnya sangat berkurang pada akhir
usia 2 tahun.
3. Defisiensi stimulasi hormonal / endokrin
Hormon gonadotropin maternal yang inadequat menyebabkan desensus
inkomplet. Hal ini memperjelas kasus kriptorkismus bilateral pada bayi prematur
ketika perkembangan gonadotropin maternal tetap dalam kadar rendah sampai 2
minggu terakhir kehamilan. Tetapi teori ini sulit diterapkan pada kriptorkismus
unilateral. Tingginya kriptorkismus pada prematur diduga terjadi karena tidak
adequatnya HCG menstimulasi pelepasan testosteron masa fetus akibat dari
imaturnya sel Leydig dan imaturnya aksis hipothalamus-hipofisis-testis.
Dilaporkan suatu percobaan menunjukkan desensus testis tidak terjadi pada
mamalia yang hipofisenya telah diangkat .
Rasfer et al (1986) memperlihatkan penurunan testis dimediasi oleh
androgen yang diatur lebih tinggi oleh gonadotropin pituitary. Proses ini memicu
kadar dihidrotestotsteron yang cukup tinggi, dengan hasil testis mempunyai akses
yang bebas ke skrotum. Toppari & Kaleva menyebut defek dari aksis hipotalamus-
pituitary-gonadal akan mempengaruhi turunnya testis. Hormon utama yang
mengatur testis adalah LH dan FSH yang doproduksi oleh sel basofilik di pituitary
anterior yang diatur oleh LHRH. FSH akan mempengaruhi mempengaruhi sel
sertoli, epitel tubulus seminiferus. Kadar FSH naik pada kelainan testis.
Kriptorkismus yang disertai defisiensi gonadotropin dan adrenal
hipoplasia kongenital mungkin berhubungan dengan sifat herediter. Corbus dan
O’Connor, Perreh dan O’Rourke melaporkan beberapa generasi kriptorkismus
dalam satu keluarga. Juga ada penelitian yang menunjukkan tidak aktifnya
hormon Insulin Like Factor 3 ( Insl3) sangat mempengaruhi desensus testis . Insl3
diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi gubernakulum. Faktor lain yang
diduga berperan ialah berkurangnya stimulating substances yang diproduksi oleh
nervus genitofemoralis

D. Faktor Resiko
Karena penyebab pasti kriptorkismus tidak jelas, maka kita hanya dapat
mendeteksi faktor resikonya. Antara lain :
1. BBLR (kurang 2500 mg)
2. Ibu yang terpapar estrogen selama trimester pertama
3. Kelahiran ganda (kembar 2, kembar 3)
4. Lahir prematur (umur kehamilan kurang 37 minggu)
5. Berat janin yang dibawah umur kehamilan.
6. Mempunyai ayah atau saudara dengan riwayat UDT

E. Patogenesis
1. Embriologi
Pada minggu ke-6 umur kehamilan primordial germ cells mengalami migrasi
dari yolk sac ke-genital ridge. Dengan adanya gen SRY (sex determining region
Y), maka akan berkembang menjadi testis pada minggu ke-7. Testis yg berisi
prekursor sel-sel Sertoli besar (yang kelak menjadi tubulus seminiferous dan sel-
sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang dihasilkan pituitary mulai aktif
berfungsi sejak minggu ke-8 kehamilan dengan mengeluarkan MIF (Müllerian
Inhibiting Factor), yang menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus mullerian.
MIF juga meningkatkan reseptor androgen pada membran sel Leydig. Sel- Pada
minggu ke-10-11 kehamilan, akibat stimulasi chorionic gonadotropin yang
dihasilkan plasenta dan LH dari pituitary sel-sel Leydig akan mensekresi
testosteron yang sangat esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi
epididimys, vas deferens, dan vesika seminalis.
Ketika mesonepros mengalami degenerasi, suatu ligamen yang disebut
gubernakulum akan turun pada masing-masing sisi abdomen dari pole bawah
gonal melintas oblik pada dinding abdomen (yang kelak menjadi kanalis
inguinalis) dan melekat pada labioscrotal swelling ( yang kelak menjadi skrotum
atau labia majora). Kemudian kantong peritoneum yang disebut processus
vaginalis berkembang pada masing-masing sisi ventral gubernakulum dan
mengalami herniasi melalui dinding abdomen bawah sepanjang jalur yang
dibentuk oleh gubernakulum. Masing-masing processua vaginalis membawa
perluasan dari lapisan pembentuk dinding abdomen, bersama-sama membentuk
funikulus spermatikus. Lubang yang ditembus oleh processus vaginalis pada
fascia transversalis menjadi anulus inguinalis internus, sedang lubang pada
aponeurosis m. obliquus abdominis externus membentuk anulus inguinalis
eksternus.
Sekitar minggu ke-28 intrauterine, testis turun dari dinding posterior abdomen
menuju anulus inguinalis internus. Perubahan ini terjadi akibat pembesaran
ukuran pelvis dan pemanjangan ukuran tubuh, karena gubernakulum tumbuh
tidak sesuai proporsinya, mengakibatkan testis berubah posisi, jadi penurunannya
adalah proporsi relatif terhadap pertumbuhan dinding abdomen. Peranan
gubernakulum pada awalnya adalah membentuk jalan untuk processus vaginalis
selama pembentukan kanalis inguinalis, kemudian gubernakulum juga sebagai
jangkar/ pengikat testis ke skrotum. Massa gubernakulum yang besar akan
mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada skrotum
akan menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah berada di
kantong skrotum gubernakulum akan diresorbbsi (Backhouse, 1966) Umumnya
dipercaya bahwa gubenakulum tidak menarik testis ke skrotum. Perjalanan testis
melalui kanalis inguinalis dibantu oleh peningkatan tekanan intra abdomen akibat
dari pertumbuhan viscera abdomen.
Mekanisme yang berperan dalam proses turunnya testis belum sepenuhnya
dimengerti, dibuktikan untuk turunnya testis ke skrotum memerlukan aksi
androgen yang memerlukan aksis hipotolamus-hipofise-testis yang normal.
Mekanisme aksi androgen untuk merangsang turunnya testis tidak diketahui,
tetapi diduga organ sasaran androgen kemungkinan gubernakulum, suatu pita
fibromuskuler yang membentang dari pole bawah testis ke bagian bawah dinding
skrotum yang pada minggu-minggu terakhir intrauterin akan berkontraksi dan
menarik testis ke skrotum. Posisi testis saat turun berada di posterior processus
vaginalis (retroperitoneal) sekitar 4 minggu kemudian (umur 32 minggu) testis
masuk skrotum. Ketika turun, testis membawa serta duktus deferens dan vasanya
sehingga ketika testis turun, mereka terbungkus oleh perluasan dinding abdomen.
Perluasan fascia transversalis membentuk fascia spermatica interna, m. obliqus
abdominal membentuk fascia kremaster dan musculus kremaster dan
apponeurosis m. obliqus abdomenus eksternal membentuk fascia spermatica
externus di dalam skrotum. Masuknya testis di skrotum di ikuti dengan kontraksi
kanalis inguinalis yang menyelubungi funikulus spermatikus. Selama periode
perinatal processus vaginalis mengalami obliterasi, mengisolasi suatu tunica
vaginalis yang membentuk suatu kantong yang menutupi testis.
Pada umumnya testis turun pada skrotum secara sempurna pada akhir tahun
pertama. Kegagalan testis turun tetapi masih pada jalur normalnya disebut
UDT(undescensus testiculorum). Testis dapat berada sepanjang jalur penurunan,
kadang setelah melewati kanalis inguinalis testis menyimpang dari jalur yang
seharusnya, dan menempati lokasi abnormal. Hal ini disebut testis ektopik. Testis
bisa terletak di interstitial (superfisial dari m. obliquus abdominis externus) di
paha sisi medial, dorsal penis atau kontralateralnya. Diduga disebabkan oleh
bagian gubernakulum yang melewati lokasi abnormal, dan testis kemudian
mengikutinya.
Pendapat lain menyatakan bahwa penurunan testis dimulai pada sekitar
minggu ke-10. Walaupun mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun
para ahli sepakat bahwa terdapat beberapa faktor yang berperan penting, yakni:
faktor endokrin, mekanik (anatomik), dan neural. Terjadi dalam 2 fase yang
dimulai sekitar minggu ke-10 kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi
seksual. Fase transabdominal dan fase inguinoscrotal. Keduanya terjadi dibawah
kontrol hormonal yang berbeda.
Dengan perkembangan yang cepat dari regio abdominopelvic maka testis akan
terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada bulan ke-3 kehamilan terbentuk
processus vaginalis yang secara bertahap berkembang ke-arah skrotum.
Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan.
Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai
dengan minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal
ke-dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya belum
diketahui secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran calcitonin
gene-related peptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus genitofemoral
untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis dari
gubernaculum. Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah tekanan
abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari cavum
abdomen, di samping itu tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya
ujung dari processus vaginalis melalui canalis inguinalis menuju skrotum. Proses
penurunan testis ini masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan.
2. Perubahan PA
Penelitian biopsi testis kriptorkismus menunjukkan bukti yang mengagetkan
dimana epitel germinativum dalam testis tetap dalam ukuran normal untuk dua
tahun pertama kehidupan. Sementara umur empat tahun terdapat penurunan
spermatogonia sekitar 75 % sehingga menjadi subfertil / infertile
Setelah umur enam tahun tampak perubahan nyata. Diameter tubulus
seminiferus mengecil, jumlah spermatogonia menurun, dan tampak nyata fibrosis
di antara tubulus testis. Pada kriptorkismus pascapubertas mungkin testis
berukuran normal, tetapi ada defisiensi yang nyata pada komponen spermatogenik
sehingga pasien menjadi infertil . Untungnya sel leydig tidak dipengaruhi oleh
suhu tubuh dan biasanya ditemukan dalam jumlah normal pada kriptorkismus.
Sehingga impotensi karena faktor endokrin jarang terjadi pada kriptorkismus
Penelitian dengan biopsi jaringan testis yang mengalami kriptorkismus
menunjukkan tidak terjadi abnormalitas kromosom. Maldescensus dan degenerasi
maligna tidak dapat disebabkan karena defek genetik pada testis yang mengalami
undescensus testis.

F. Klasifikasi
Kriptorkismus dapat diklasifikasi berdasarkan etiopatogenesis dan lokasi.
1. Klasifikasi berdasarkan etiopatogenesis:
a. Mekanik/anatomik (perlekatan-perlekatan, kelainan kanalis inguinalis,
dan lain-lain)
b. Endokrin/hormonal (kelainan aksis hipotalamus-hipofise-testis)
c. Disgenetik (kelainan interseks multiple)
d. Herediter/genetik
2. Klasifikasi berdasarkan lokasi:
a. Skrotal tinggi (supra skrotal) : 40%
b. Intra kanalikular (inguinal) : 20%
c. Intra abdominal (abdominal) : 10%
d. Terobstruksi : 30%

Major, 1974 membagi kriptorkismus (dalam pengertian umum) menjadi:


1. Retensio Testis (dystopy of testicle) à Diklasifikasikan sesuai tempatnya
a. Abdominal testicle (retensi abdominal)
b. Canalicular testicle ( retensio canalicularis superior et inferior ): testis
benar-benar tak teraba
c. Inguinal testicle ( retensio inguinalis) : testis teraba di depan anulus
inguinalis eksternus
d. Testis reflexus (superfisial inguinal ectopy): bentuk paling umum. Testis
sebenarnya tidak melenceng dari alur normal. Gubernakulum memandu
testis menuju bagian bawah skrotum. Testis hanya bertempat di anterior
aponeurosis muskulus obliquus abdominis eksternus dan sesungguhnya ini
bukan suatu testis ektopik
2. The True Ectopic Testis
Di sini testis melewati canalis inguinalis tetapi kemudian menempati
daerah perineum, suprapubic dorsal pangkal penis, bawah kulit pangkal femur sisi
medial.

3. The Floating Testicle


Pada anak-anak kontraksi muskulus kremaster dapat mengangkat testis
dari posisis normal menuju kanalis inguinalis. Refleks ini dipicu oleh rangsang
dingin atau sentuhan. Jangan keliru menganggap posisi ini dengan retensi testis.
Tipe ini dibagi menjadi :
a. The Slidding Testicle ( Uper retractile type). Testis dapat teraba dengan baik
dari mid skrotum ke atas sampai di depan aponeurosis muskulus obliquus
abdominis eksternus di atas anulus inguinalis eksternus.
b. The Pendulant testicle (Lower Retractile Type). Testis bergerak bolak-balik
antar bagian terbawah skrotum dan anulus inguinalis eksternus.

G. Diagnosa
1. Anamnesis
Diagnosis UDT dapat dibuat oleh orangtua anak atau dokter pemeriksa
pertama. Umumnya diawali orangtua membawa anak ke dokter dengan keluhan
skrotum anaknya kecil. Dan bila disertai dengan hernia inguinalis akan dijumpai
pembengkakan atau nyeri berulang pada skrotum.
Anamnesis ditanyakan :
a. Pernahkah testis diperiksa, diraba sebelumnya di skrotum.
b. Ada tidaknya kelainan kongenital yang lain, seperti hipospadia, interseks,
prunne belly syndroma, dan kelainan endokrin lain
c. Ada tidaknya riwayat UDT dalam keluarga. Tanda kardinal UDT ialah tidak
adanya satu atau dua testis dalam skrotum. Pasien dapat mengeluh nyeri testis
karena trauma, misal testis terletak di atas simpisis ossis pubis. Pada dewasa
keluhan UDT sering dihubungkan dengan infertilitas.
2. Gejala Klinis
Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak
menjumpai testis di kantong skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh karena
infertilitas yaitu belum mempunyai anak setelah kawin beberapa tahun. Kadang-
kadang merasa ada benjolan di perut bagian bawah yang disebabkan testis
maldesensus mengalami trauma, mengalami torsio, atau berubah menjadi tumor
testis.

3. Pemeriksaan fisik
a. Penentuan lokasi testis. Beberapa posisi anak saat diperiksa : supine,
squatting, sitting. Pemeriksaan testis harus dilakukan dengan tangan hangat. Pada
posisi duduk dengan tungkai dilipat atau keadaan relaks pada posisi tidur.
Kemudian testis diraba dari inguinal ke arah skrotum dengan cara milking. Bisa
juga dengan satu tangan di skrotum sedangkan tangan yang lain memeriksa mulai
dari daerah spina iliaka anterior superior menyusuri inguinal sampai kantong
skrotum. Hal ini mencegah testis retraksi karena pada anak refleks muskulus
kremaster cukup aktif yang menyebabkan testis bergerak ke atas / retraktil
sehingga menyulitkan penilaian.
Penentuan posisi anatomis testis sangat penting sebelum terapi karena
berhubungan dengan keberhasilan terapi. Testis retraksi tidak perlu terapi. Testis
yang retraktil sudah turun saat lahir, tetapi pada pemeriksaan tidak ditemukan di
dalam skrotum kecuali anak relaks.
b. Penentuan apakah testis palpabel
1) Testis teraba. Bila testis palpable beberapa kemungkinan antara lain :
· Testis retraktil
· UDT
· Testis ektopik
· Ascending Testis Syndroma. Ascending Testis Syndroma ialah testis dalam
skrotum /retraktil, tetapi menjadi lebih tinggi karena pendeknya funikulus
spermatikus. Biasanya baru diketahui pada usia 8 -10 tahun. Bila testis teraba
maka tentukan posisi, ukuran, dan konsistensi. Bandingkan dengan testis
kontralateralnya.

2) Bila impalpable (tidak teraba) testis. Kemungkinannya ialah :


· Intrakanalikuler
· intraabdominal,
· Atrofi testis
· Agenesis.
· Kadang di dalam skrotum terasa massa seperti testis atrofi. Jaringan ini
biasanya gubernakulum atau epididimis dan vas deferens yang bisa bersamaan
dengan testis intraabdominal. Impalpable testis biasanya disertai hernia
inguinal. Pada bilateral impalpable testis sering berkaitan dengan anomali lain
seperti inerseksual, prone belly syndrome.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. USG.
Dilakukan bila testis impalpable dan merupakan modalitas pertama dalam
menegakkan diagnosis dari kriptorkismus.
Beberapa alasan digunakan USG sebagai alat diagnose tambahan ialah:
1) Sekitar 72% kriptorkismus terletak intrakanalikuler sehingga aksesibilitas
USG cukup baik
2) Non invasif
3) Mudah didapat
4) Praktis/mudah dijadwalkan
5) Murah
Pada USG testis prepubertas mempunyai gambaran ekhogenitas derajat
ringan sampai sedang, dan testis dewasa ekhogenitas derajat sedang.
USG hanya efektif untuk mendeteksi testis di kanalis inguinalis ke
superfisial, dan tidak dapat mendeteksi testis di intraabdominal. Di luar negeri
keberhasilannya cukup tinggi (60-65%), sementara FKUI hanya 5,9%. Hal ini
dipengaruhi oleh pengalaman operator.
b. CT-Scan
Merupakan modalitas kedua setelah USG. CT Scan dapat mendeteksi testis
intraabdominal. Akurasi CT Scan sama baiknya dengan USG pada testis letak
inguinal, sedangkan testis letak intraabdominal CT Scan lebih unggul ( CT Scan
96% vs USG 91%). False positif / negatif biasanya akibat pembesaran limfonodi,
dapat dibedakan dengan testis karena adanya lemak di sekeliling limfonodi.
c. MRI
Dapat mendeteksi degenerasi maligna pada kriptorkismus. Kelemahannya
loop usus dan limfonodi dapat menyerupai kriptorkismus.
d. Angiografi
Akurat tetapi invasif sehingga tidak disukai. Venografi Gadolium dengan MRI
lebih akurat dibanding MRI tunggal.
e. Intravena urografi dikerjakan secara selektif pada kasus yang dicurigai
adanya kelainan saluran kemih bagian atas, karena 10% kasus didapati horse shoe
kidney, renal hipoplasia, ureteral duplikasi, hidro ureter, dan hidronefrosis.
f. Laparoskopi dilakukan pada usia 1 tahun sebagai diagnostik yang paling
akurat untuk mengetahui lokasi testis sebagai petunjuk untuk melakukan insisi
pembedahan, untuk melihat apakah testisnya normal, apakah vas spermatika
buntu, atau adanya vassa di dalam abdomen. Sebagai terapeutik untuk mereposisi
testis yang abnormal. Sebagian besar testis impalpable ditemukan pada operasi,
paling tidak di anulus inguinalis interna.

5. Diagnosis Banding
a. Retraktil testis. Ini terjadi karena hiperaktifnya refleks kremaster pada anak,
sehingga testis bergerak ke kanalis inguinalis. Biasanya, retraktil ini bilateral.
b. Anorchia bilateral. Pada keadaan ini, didapati peningkatan kadar
gonadotropin dengan testosteron yang rendah serta kurangnya respons terhadap
stimulasi HCG atau tidak ada sama sekali.
c. Virilisasi dari Hiperplasi adrenal kongenital. Pada penderita wanita dengan
penyakit yang berat, terlihat seperti fenotip laki-laki dengan kriptorkismus
bilateral. Karena itu, diperlukan pemeriksaan buccal smear.
d. Ektopik testis.

6. Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan kriptorkismus adalah :
1) Meningkatkan fertilitas
2) Mencegah torsio testis
3) Mengurangi resiko cidera khususnya bila testis terletak di tuberkulum pubik
4) Mengkoreksi kelainan lain yang menyertai, seperti hernia
5) Mencegah / deteksi awal dari keganasan testis
6) Membentuk body image

a. Terapi non bedah


Berupa terapi hormonal. Terapi ini dipilih untuk UDT bilateral palpabel
inguinal. Tidak diberikan pada UDT unilateral letak tinggi atau intraabdomen.
Efek terapi berupa peningkatan rugositas skrotum, ukuran testis, vas deferens,
memperbaiki suplay darah, dan diduga meningkatkan ukuran dan panjang vasa
funikulus spermatikus, serta menimbulkan efek kontraksi otot polos
gubernakulum untuk membantu turunnya testis. Dianjurkan sebelum anak usia 2
tahun, sebaiknya bulan 10 – 24.
1) HcG
Hormon ini akan merangsang sel Leydig menproduksi testosteron. Dosis :
Menurut Mosier (1984) : 1000 – 4000 IU, 3 kali seminggu selama 3 minggu.
Garagorri (1982) : 500 -1500 IU, intramuskuler, 9 kali selang sehari. Ahli lain
memberikan 3300 IU, 3 kali selang sehari untuk UDT unilateral dan 500 IU 20
kali dengan 3 kali seminggu. Injeksi HCH tidak boleh diberikan tiap hari untuk
mencegah desensitisasi sel Leydig terhadap HCG yang akan menyebabkan
steroidogenic refractoriness.
Hindari dosis tinggi karena menyebabkan efek refrakter testis terhadap
HCG, udem interstisial testis, gangguan tubulus dan efek toksis testis. Kadar
testosteron diperiksa pre dan post unjeksi, bila belum ada respon dapat diulang 6
bulan berikutnya. Kontraindikasi HCG ialah UDT dengan hernia, pasca operasi
hernia, orchydopexy, dan testis ektopik. Miller (16) memberikan HCG pada
pasien sekaligus untuk membedakan antara UDT dan testis retraktil. Hasilnya
20% UDT dapat diturunkan sampai posisi normal, dan 58% retraktil testis dapat
normal.

2) LHRH
Dosis 3 x 400 ug intranasal, selama 4 minggu. Akan menurunkan testis
secara komplet sebesar 30 – 64 %.
3) HCG kombinasi LHRH
Dosis : LHRH 3 x 400 ug, intranasal, empat minggu . Dilanjutkan HCG
intramuskuler lima kali pemberian selang sehari. Usia kurang dari dua tahun : 5 x
250 ug, 3 -5 tahun : 5 x 500 ug, di atas lima tahun : 5 x 1000 ug.
Respon terapi : penurunan testis 86,4%, dengan follow up dua tahun
kemudian keberhasilannya bertahan 70,6%.
Evaluasi terapi.
· Berdasar waktu : akhir injeksi, 1 bulan, 3 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12
bulan.
· Berdasar posisi : respon komplet bila testis berada di skrotum, sedang
respon inkomplet bila testis posisi inguinal rendah Efek samping bersifat
reversibel. Ujud kelainan berupa bertambah ukuran testis, pembesaran penis,
ereksi, meningkatnya rugositas skrotum, tumbuhnya rambut pubis
hiperpigmentasi dan gangguan emosi
Hasil penelitian kriptorkismus yang diberi terapi dengan HCG atau LHRH,
tergantung dari:
1. Posisi testis sebelum pengobatan. Terapi hormonal lebih berhasil pada
penderita dengan lokasi testis di inguinal dibandingkan dengan intra abdominal.
2. Umur penderita saat pengobatan. Hasil terapi lebih baik pada anak-anak
dengan usia lebih besar dibanding anak usia lebih rendah.
3. Bilateral/Unilateral kriptorkismus. Terapi lebih berhasil pada penderita
dengan kriptorkismus bilateral. Hal ini mungkin disebabkan oleh lebih banyaknya
ditemukan penyebab kelainan anatomi pada kriptorkismus unilateral.
4. Kegagalan terapi hormonal disebabkan 80% kasus karena adanya kelainan
anatomis.
Efek Samping
Sebelum pengobatan dimulai, kemungkinan terjadinya efek samping ini
dijelaskan kepada orangtua. Semua efek samping ini bersifat reversibel. Efek
samping pengobatan HCG antara lain:
1. Bertambahnya volume testis
2. Pembesaran penis
3. Ereksi
4. Meningkatnya rugocity skrotum
5. Kadang-kadang pertumbuhan rambut pubis
6. Pigmentasi
7. Gangguan emosi.
Sedangkan LHRH tidak memberikan efek samping yang berarti. Walaupun
banyak sekali “controled trial” pemakaian hormonal pada undescended testis
dengan hasil yang bervariasi, terapi hormonal tetap merupakan pilihan utama
pengobatan sebelum dilakukan tindakan operasi.
b. Terapi Bedah
Tujuan pembedahan adalah memobilisasi testis, adekuatnya suplai vasa
spermatika, fiksasi testis yang adequat ke skrotum, dan operasi kelainan yang
menyertainya seperti hernia.
1) Indikasi pembedahan :
· Terapi hormonal gagal
· Terjadi hernia yang potensial menimbulkan komplikasi
· Dicurigai torsio testis
· Lokasi intraabdominal atau di atas kanalis inguinalis.
H. Komplikasi
1. Hernia.
Sekitar 90% penderita kriptorkismus menderita hernia inguinalis ipsilateralyang
disebabkan oleh kegagalan penutupan prosesus vaginalis.
2. Torsi.
Terjadi karena abnormalnya jaringan yang menjangga testis yang kriptorkismus
dan tingginya mobilitas testis16 serta sering terjadi setelah pubertas.
3. Trauma.
Testis yang terletak di atas pubic tubercle mudah terjadi injuri oleh trauma.
4. Neoplasma.
Testis yang mengalami kriptorkismus pada dekade ke-3 atau ke-4, mempunyai
kemungkinan keganasan 20–30 kali lebih besar daripada testis yang normal.
Kejadian neoplasma lebih besar terhadap testis intra abdominal yang tidak
diterapi, atau yang dikoreksi secara bedah saat/setelah pubertas, bila dibandingkan
dengan yang intra kanalikular. Neoplasma umumnya jenis seminoma. Namun, ada
laporan bahwa biopsi testis saat orchiopexy akan meningkatkan risiko keganasan.
5. Infertilitas.
Kriptorkismus bilateral yang tidak diterapi akan mengalami infertilitas lebih dari
90% kasus, sedangkan yang unilateral 50% kasus. Testis yang berlokasi di intra
abdominal dan di dalam kanalis inguinalis, akan mengurangi spermatogenik,
merusak epitel germinal.
6. Psikologis.
Perasaan rendah diri terhadap fisik atau seksual akibat tidak adanya testis di
skrotum.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diagnosis kriptorkismus ditegakkan setelah usia 1 tahun, walaupun
sesudah usia 9 bulan hampir tidak didapatkan lagi penurunan testis secara
spontan. Dianjurkan diobati antara usia 10 bulan sampai 24 bulan.
Insiden undescended testis lebih tinggi pada bayi kurang bulan, tetapi ada
laporan pada usia 3 bulan desensus testis lebih banyak terjadi dibandingkan
dengan bayi cukup bulan. Insidens kriptorkismus pada anak usia 1 tahun sebesar
0,5–0,8%.
Walaupun penyebab kriptorkismus sebagian besar tidak diketahui, terapi
hormonal dianjurkan terutama terhadap kriptorkismus bilateral, lokasi testisnya di
inguinal, serta tidak dijumpai kelainan anatomi dan kontra indikasi terhadap HCG.
Terapi hormonal LHRH tidak dianjurkan karena potensinya di bawah
HCG, dan sediaan obat ini belum ada di Indonesia. Bervariasinya dosis dan lama
pemberian HCG, diperlukan penelitian untuk menilai mana yang lebih baik.

B. Saran
Jika ada kesalahan dan kekeliruan pada makalah ini maka kami meminta
kritik maupun saran yang membangun dari pembaca agar bisa lebih baik
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Mackellar A. Appropriate management of the undescended testis. Journal of


paediatrics, obstettrics and gynaecology 1985; 10(1):23-8.
Pediatric Data Base. Cryptorchidism. Available from :
http://www.icondata.com/health/pedbase/files/cryptorc.html.
Parker RM. Cryptorchidism. Peds Uro Logic. Available from:
http://www.pedsurologic.com/pamphlets/cryptorchidism/undescen
dedTestes.html.
The Division of Urology, Children’s Hospital, Boston. Undescended testes in
children. Digital Urology Journal. Available from :
http://www.duj.com/testis.html.
Griffith HW. Testes, undescended (cryptorchidism). The complete guide to
pediatric symptoms, illness & medicalitions [cited the Putnam Berkley
Group. Inc.; electronic rights by Medical Data Exchange]. Available
from:
http://www.thriveonline.com/health/library/pedillsymp/pedillsymp411.ht
ml.
Kids Health Org. The facts on undescended testicles. Available from:
http://kidshealth.org/parent/healthy/crypro.html.
Braunstein GD. Cryptorchidism. Dalam : Greenspan FS, Strewler GJ, penyunting.
Basic & Clinical endocrinology. Edisi ke-5. London: Prentice-Hall, 1997.
h.419-20.
Himawan S. Segi patologik kriptokismus. Disampaikan pada Simposium Sehari
Tatalaksana Optimal Kriptorkismis, Jakarta, 13 Agustus, 1994.
Batubara JRL. Terapi hormonal pada kriptorkismus. Disampaikan pada
Simposium Sehari Tatalaksana Optimal Kriptorkismus, Jakarta, 13
Agustus, 1994.
Santen RJ. Cryptorchidism. Dalam : Felig P, Baxter JD, Broadus AE, Frohman
LA, penyunting. Endocrinology and metabolism. Edisi ke-2. New York:
Mc Graw-Hill, 1987. h.883-6.

Anda mungkin juga menyukai