TEORI AKUNTANSI
ASET
Kelompok 6:
Indra Madani 1610536029
Siti Rima Mentari 1610536039
Ariq Nurawza 1610536052
Firanita Octavia 1610536057
Nadra Luthfia 1610536058
1.3. Tujuan
1. Agar mengetahui pengertian dan manfaat ekonomik dari aset.
2. Agar mengetahui pengukuran yang digunakan dalam aset.
3. Agar mengetahui penilaian yang dilakukan terhadap aset.
4. Agar mengetahui pengakuan yang digunakan untuk aset.
5. Agar mengetahui penyajian yang dilakukan dalam melaporkan aset.
1
BAB II
PEMBAHASAN
“An assets is resource controlled by the enterprise as a result of past events and from
which future economic benefits are expected to flow to the enterprise.”
“Assets are service potential or future economic benefits controlled by the reporting
entity as a result of past transaction or other past events.”
Definisi FASB dan AASB cukup dibanding definisi yang lain luas karena aset dinilai
mempunyai sifat sebagai manfaat ekonomik (economic benefits) dan bukan sebagai
sumber ekonomik (I) karena manfaat ekonomik tidak membatasi bentuk atau jenis
sumber ekonomik yang dapat dimasukkan sebagai aset. Definisi tersebut tidak
membedakan antara aset real (real assets) dan aset finansial (financial assets) dan antara
sumber ekonomik (resources) dan nonsumber ekonomik (nonresources). APB No. 4
mendefinisi sumber ekonomik sebagai berikut :
Economic resources are the scarce means (limited in supply relative to desired uses)
available for carrying on economic activities.
APB juga membedakan aset menjadi sumber ekonomik dan nonsumber ekonomik. APB
No. 4 merinci aset yang digolongkan sebagai sumber ekonomik sebagai berikut:
2
1. Sumber produktif (productive resources):
a. Sumber produktif kesatuan usaha yang meliputi bahan baku, gedung, pabrik,
perlengkapan, sumber alam, paten, dan semacamnya, jasa dan sumber lain
yang digunakan dalam produksi barang dan jasa.
b. Hak kontraktual atas sumber produktif meliputi semua hak untuk
menggunakan sumber ekonomik pihak lain dan hak untuk mendapatkan
barang atau jasa dari pihak lain.
2. Produk (products) yang merupakan keluaran kesatuan usaha terdiri atas :
a. Barang jadi yang menunggu penjualan
b. Barang dalam proses
3. Uang (money)
4. Klaim untuk menerima uang (claims to receive money)
5. Hak pemilikan atau investasi pada perusahaan lain (ownership interest in other
enterprises)
Sumber ekonomik yang didefinisi APB di atas dapat diklasifikasi menjadi objek fisis
(physical objects) dan hak (rights)
APB menggolongkan bentuk atau jenis aset selain yang disebut di atas sebagai
nonsumber ekonomik meskipun tetap masuk dalam pengertian aset. Nonsumber
ekonomik meliputi beban atau pengurang pendapatan tangguhan (deferred charges)
seperti : goodwill, rugi selisih kurs, kos organisasi, dan beberapa pos yang timbul akibat
penyesuaian (sering disebut pos-pos transitoris).
Berbeda dengan FASB, IASC memaknai manfaat ekonomik masa datang (future
economic benefits) bukan sebagai potensi jasa yang sekarang dikuasai badan usaha tetapi
sebagai manfaat yang diharapkan mengalir ke badan usaha. Jaadi, manfaat ekonomik
yang dimaksud oleh IASC bukan manfaat yang dikandung oleh sumber ekonomik yang
dikuasai tetapi manfaat yang didatangkan atau mengalir ke badan usaha.Karena bukan
manfaat yang dikandung, pengertian manfaat ekonomik masa datang oleh IASC dapat
diinterpretasi sebagai aliran masuk manfaat akibat pemrolehan sumber ekonomik baru
lantaran pertukaran dengan sumber ekonomik yang sebelumnya dikuasai atau lantaran
aliran masuk pendapatan.
Definisi FASB dan AASB lebih luas dibanding definisi lain dalam hal entitas yang
dicakupi. Dengan menyatakan a particular entity dan reporting entity bukannya
enterprise sebagai pengendali aset, FASB dan AASB tidak membatasi pengertian aset
hanya berlaku untuk organisasi bisnis tetapi juga untuk organisasi bisnis tetapi juga untuk
3
organisasi nonbisnis.Kata enterprise yang digunakan oleh IASC dan APB memberi kesan
bahwa aset didefinisi dalam konteks organisasi bisnis.
Dengan berbagai perbedaan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga
karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek atau pos dapat disebut aset
yaitu : (a) manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti, (b) dikuasai atau
dikendalikan oleh entitas, dan (c) timbul akibat transaksi masa lalu. Kriteria (a)
merupakan kriteria utama dan lebih memuat aspek semantik sedangkan kriteria (b) dan
(c) lebih memuat aspek pengakuan daripada semantik.
2.1.1.Manfaat Ekonomik
Untuk dapat disebut aset, suatu objek harus mengandung manfaat ekonomik di masa
datang yang cukup pasti. Ini mengisyaratkan bahwa manfaat tersebut terukur dan dapat
dikaitkan dengan kemampuan untuk mendatangkan pendapatan atau aliran kas di masa
datang. Sejalan dengan APB, FASB menyatakan bahwa aset adalah sumber ekonomik
karena potensi jasa atau utilitas yang melekat di dalamnya yaitu suatu daya atau kapitas
langka yang dapat di manfaatkan kesatuan usaha dalam upayanya untuk mendatangkan
pendapatan melalui kegiatan ekonomik yaitu konsumsi, produksi, dan pertukaran.
Uang atau kas mempunyai manfaat karena apa yang dapat dia beli atau karena daya
tukarnya. Dengan kata lain, potensi jasa kas dapat ditukarkan dengan potensi jasa apapun
yang diperlukan kesatuan usaha untuk melaksanakan kegiatan ekonomiknya.
Kemampuan ini di sebut dengan daya beli atas sumber ekonomik. Daya beli uang
menjadi pengukur manfaat ekonomik masa datang.
FASB mengajukan dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menilai apakah pada saat
tertentu suatu pos atau objek masih dapat disebut aset yaitu :
(a) Apakah suatu pos yang dikuasai oleh suatu kesatuan usaha pada mulanya mengandung
manfaat ekonomik masa datang.
(b) Apakah semua atau sebagian manfaat ekonomik tersebut masih tetap ada pada saat
penilaian.
4
suatu unit usaha melalui pembelian, pemberian, penemuan, perjanjian, produksi,
penjualan, dan pertukaran.
Perlu diperhatikan bahwa pemilikan bukan merupakan kriteria utama untuk
mengakui suatu aset. Pemilikan umumnya dibuktikan dengan dokumen-dokumen yang
sah menurut hukum terhadap suatu barang. Hal ini disebabkan akuntansi tidak
memusatkan pada substansi ekonomi suatu transaksi yang mempengaruhi posisi
keuangan atau hasil usaha suatu perusahaan (economic substance over legal form).
Akuntansi lebih memusatkan pada substansi ekonomi suatu transaksi yang
mempengaruhi posisi keuangan/ hasil usaha suatu perusahaan.
Most mengemukakan bahwa penguasaan atau kendali terhadap suatu objek dapat
diperoleh dengan cara :
1. Pembelian (by purchase)
2. Pemberian (by gift)
3. Penemuan (by discovery)
4. Perjanjian (by agreement)
5. Produksi/transformasi (by production/transformation)
6. Penjualan (by sale)
7. Lain-lain seperti pertukaran (by barter), peminjaman (by loan), penjaminan (by
bailment), pengkonsignaan (by consignment), dan berbagai transaksi komersial (by
commercial transactions) yang diakui hukum atau kebiasaan bisnis.
Kriteria ini sebenarnya menyempurkan kriteria penguasaan dan sekaligus sebagai tes
pertama pengakuan objek sebagai suatu aset tetapi tidak cukup untuk mengakui secara
resmi dalam sistem pembukuan. Untuk mengakui sebagai aset, selain definisi, kriteria
yang lain seperti keterukuran, keberpautan, dan keterandalan juga harus dipenuhi.
5
Transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi tetapi bukan
kriteria untuk pengakuan.Jadi, adanya pengorbanan manfaat ekonomik masa datang tidak
cukup untuk mengakui suatu objek ke dalam aset kesatuan usaha untuk dilaporkan via
statemen keuangan.
Suatu unit usaha dapat mengakui suatu aset apabila telah menjadi transaksi atau
peristiwa lain yang menyebabkan suatu entitas memiliki hak atau pengendalian terhadap
manfaat dari aset tersebut. Misalnya suatu mesin dapat diklasifikasikan sebagai aset
apabila mesin tersebut benar-benar telah dibeli dari transaksi yang benar-benar sah.
Apabila mesin tersebut baru akan diperoleh sesuai dengan anggaran yang ditetapkan
(masih dianggarkan), maka mesin tersebut tidak dapat dipandang sebagai aset, karena
belum ada transaksi yang dilakukan. Meskipun definisi FASB tersebut dapat diterima
secara umum, banyak kritikan yang ditujukan ke FASB. Hal ini disebabkan dalam
definisinya, FASB mengabaikan faktor exchangeability, yang artinya suatu pos dapat
dipisahkan dari entitas dan memiliki nilai jual yang terpisah. Mac Neal (1939)
mengatakan bahwa suatu barang yang kehilangan faktor exchangeability berarti
kehilangan nilai ekonomi karena pembelian atau penjualannya tidak memungkinkan
untuk dilakukan sehingga tidak ada nilai pasar yang melekat pada barang tersebut.
2.1.4.Karakteristik Pendukung
1. Melibatkan kos
6
2. Berwujud
Bila suatu sumber ekonomik secara fisis dapat diamati, itu memang lebih kuat
disebut sebagai aset. Akan tetapi, keterwujudan bukan kriteria untuk mendefinisikan aset.
Objek-objek seperti hak paten, goodwill, hak cipta, dan merek dagang dapat dimasukkan
sebagai aset.
Most mengajukan tiga tes (kriteria) untuk memasukkan suatu pos ke dalam aset tak
berwujud yaitu:
(1) Apakah pos tersebut diperoleh dari suatu transaksi dengan pihak independen? Hal ini
dimaksudkan agar tidak terjadi penilaian lebih atas aset tak berwujud.
(2) Dapatkah manfaat ekonomik masa datang diharapkan diidentifikasi? Dapat
diidentifikasi artinya dapat dikaitkan dengan kemampuan perusahaan mendatangkan
laba di masa datang. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa objek tak
berwujud memenuhi kriteria utama aset.
(3) Dapatkah kos pos tersebut dipisahkan dengan kos aset lain yang diperoleh? Misalnya
suatu kesatuan usaha membeli sebuah mesin yang secara khusus dirancang oleh
perusahaan lain melalui riset dan pengembangan.
3. Tertukaran
Beberapa penulis mengajukan gagasan bahwa untuk memenuhi syarat sebagai aset,
suatu sumber ekonomik harus dapat ditukarkan dengan sumber ekonomik lainnya. Syarat
ini diajukan dengan alasan bahwa manfaat sumber ekonomik akan menjadi cukup pasti
dan terukur kalau suatu sumber ekonomik mempunyai nilai tukar. Syarat argumen ini
disanggah karena manfaat ekonomik tidak hanya terletak pada nilai tukar tetapi juga dari
daya guna suatu objek untuk produksi.
4. Terpisahkan
Syarat ini diajukan berkaitan dengan ketertukaran. Untuk dapat ditukarkan suatu
sumber ekonomik harus dapat dipisahkan dengan sumber ekonomik yang lainnya. Syarat
ini diajukan dengan alasan bahwa posisi keuangan harus ditentukan dengan pengukuran
nilai berbagai aset dan kewajiban secara individual. Kalau syarat ini dimasukkan sebagai
kriteria aset, goodwill tidak akan memenuhi syarat untuk disebut dan diakui sebagai aset.
Chrambers dan MacNeal mengajukan syarat ini karena tidak setuju goodwill dimasukkan
dalam kategori aset dengan alasan bahwa pengukuran goodwill sangat subjektif dan
7
hipotesis. Alasan lain jga tujuan penyajian neraca adalah melaporkan nilai bersih aset dan
bukan nilai perusahaan secara keseluruhan.
5. Berkekuatan hukum
Hak atas aset tidak harus didukung secara yuridis formal. Klaim seperti piutang tidak
harus didukung oleh dokumen yang mempunyai daya paksa secara hukum untuk
memenuhi definisi aset. Pada umumnya, kemampuan suatu entitas untuk menguasai
manfaat ekonomik timbul akibat hak-hak hukum. Meskipun demikian, hak paksa yang
melekat pada hak-hak hukum bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya
aset kalau suatu entitas dapat memperoleh dan menguasai manfaat dengan cara lain.
2.2. Pengukuran
Pengukuran bukan merupakan kriteria untuk mendefinisikan aset tetapi merupakan
kriteria pengakuan aset. Salah satu kriteria pengukuran aset adalah ketertukaran manfaat
ekonomik masa datang. Yang dimaksud pengukuran di sini adalah penentuan jumlah
rupiah yang harus diletakkan pada suatu objek aset pada saat terjadinya yang akan
dijadikan data dasar untuk mengikuti aliran fisis objek tersebut. Dengan konsep kotinuitas
usaha, sumber ekonomik akan mengalami 3 (tiga) tahap perlakuan sejalan dengan
kegiatan usaha yaitu tahap pemerolehan, pengolahan, dan penjualan/penyerahan.
Secara akuntansi, aliran fisis suatu sumber ekonomik harus direpresentasi dalam
jumlah rupiah sehingga hubungan antarobjek bermakna sebagai informasi. Kos menjadi
data dasar untuk mengikuti aliran fisis kegiatan ekonomik suatu badan usaha. Sebagai
aliran informasi, kos juga mengalami tiga tahap perlakuan akuntansi mengikuti aliran
fisis, yaitu:
1. Pengukuran, pengakuan, dan klasifikasi pertama kali pada saat terjadinya. Untuk
selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pengukuran.
2. Pencatatan berikutnya dalam rangka mengikuti aliran fisi aset berupa alokasi,
distribusi, dan penggabungan untuk kepentingan internal. Untuk selanjutnya seluruh
kegiatan dalam tahap ini disebut penelusuran.
3. Pembebanan ke pendapatan periode berjalan atau periode yang akan datang. Kos
yang belum menjadi beban pendapatan akan melekat pada objek menjadi aset badan
usaha. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pembebanan.
8
Perlu ditegaskan kembali bahwa kos adalah pengukur sedangkan aset atau biaya
adalah elemen yang diukur. Sebagai pengukur elemen, kos melekat pada aset atau biaya
sehingga kos, aset, dan biaya, ketiganya sering dirancukan. Kerancuan dapat timbul
karena secara teknis pembukuan suatu kos dapat dibebankan atau didebetkan ke aset atau
biaya pada saat terjadinya.
Bila suatu pengeluaran langsung dicatat sebagai biaya, secara konseptual dianggap
bahwa kos objek bersangkutan dicatat sebagai aset dan kemudian pada saat yang sama
kos tersebut langsung dipindah ke biaya. Dengan kata lain, secara konseptual kos semua
sumber ekonomik yang diperoleh dianggap telah diperlakukan sebagai aset walaupun
hanya sesaat.
Karena kos merepresentasi manfaat ekonomik, bila kos diperlakukan sebagai aset,
kos itu disebut dengan kos belum habis artinya kos yang belum habis atau
takterhabiskan dimanfaatkan dalam menghasilkan pendapatan. Bila manfaat ekonomik
telah digunakan dalam mendatangkan pendapatan, bagian dari kos aset yang
merepresentasi manfaat yang telah dihabiskan disebut dengan kos terhabiskan dan
menjadi pengukur biaya.
9
2.2.1.Kos Sebagai Pengukur dan Bahan Oleh Akuntansi
Konsep dasar penghargaan sepakatan menegaskan bahwa pengukur asset pada saat
pemerolehan yang paling objektif adalah jumlah rupiah yang terlibat dalam transaksi
pertukaran antara dua pihak independen yang sama-sama berkehendak (arm’s length
barganing). Dalam arti luas kos mempunyai makna sebagai agregat harga (price agregat)
dalam perolehan suatu asset
Penghargaan sepakatan (kos) dalam transaksi antarpihak independen menjadi dasar
pengukuran karena jumlah rupiah tersebut dianggap cukup terandalkan untuk mendekati/
mengaproksimasi nilai sebenarnya (true value) atau nilai wajar (fair value) suatu objek
pada saat transaksi. Kos yang didasarkan atas penghargaan sepakatan lebih terandalkan
karena penyebarannya lebih terpusat atau variansi (variance) lebih kecil atau sempit
daripada kos yang didasarkan atas penilaian secara subjektif atau selain penghargaan
sepakatan. Dengan kata lain, kos atas dasar sepakatan lebih akurat (accurate) daripada
atas dasar yang lain.
10
Kondisi (b) menjamin bahwa penghargaan sepakatan benar-benar merefleksi nilai
wajar atau nilai sebenarnya yaitu nilai yang paling objektif. Bila pihak yang bertransaksi
tidak mempunyai pengetahuan dan informasi sama (terjadi asimetri informasi)
penghargaan sepakatan mungkin tidak lagi merefleksi nilai wajar.
Kondisi (c) dimaksudkan untuk meyakinkan keobjektifan kos atas dasar
penghargaan sepakatan karena harga yang disepakati dalam tawar-menawar anatara pihak
yang bebas biasanya menunjukkan nilai wajar yang berlaku pada saat transaksi. Hal ini
benar khususnya untuk barang atau jasa yang bersifat standar dan relative mudah
diperoleh
Jadi bila kondisi-kondisi di atas tidak dipenuhi, penghargaan sepakatan yang terjadi
tidak dapat diterima begitu saja sebagai pengukur kos yang objektif. Walaupun
demikian, berdasarkan konsep dasar relativitas bukti (veriviable objective evidence) dapat
dianggap bahwa penghargaan yang akhirnya dicapai merupakan bukti yang terbaik
diperoleh (best obtainable) sebagai dasar penentuan kos.
Dalam praktiknya, pemerolehan aset merupakan proses yang tidak terjadi begitu
saja selesai dalam satu kegiatan tetapi terdiri atas serangkaian kegiatannya misalnya,
menempatkan order, menerima barang, meneliti kecocokan, mengangkut barang,
mencoba barang, menyimpan atau menempatkan barang, dan akhirnya menggunakan
barang tersebut. Kos yang melekat pada suatu objek ditentukan oleh batas kegiatan
pemerolehan dan jenis penghargaan.
Secara konseptual pembentukankos suatu aset (baik berwujud atau tidak) adalah
semua pengeluaran (pengorbanan sumber ekonomik) yang terjadi atau diperlukan akibat
kegiatan pemerolehan suatu aset sampai dia ditempatkan pada kondisi siap dipakai atau
berfungsi sesuai dengan pemerolehannya.
11
terjadi dalam mekanisme pasar bebas antara pihak independen, kos tunai (cash cost)
adalah pengukur aset yang paling valid dan objektif.
Kalau sumber ekonomik nonkas merupakan penghargaan yang digunakan dalam
transaksi, pengukur yang ideal untuk menentukan kos asset yang diperoleh adalah jumlah
rupiah uang tunai yang akan diperoleh seandainya sumber ekonomik tersebut dijual dulu
secara tunai kepada umum. Jumlah rupiah melekat ini disebut jumlah setara tunai
(money or cash equivalent) atau kos tunai terkandung atau implicit (implied cash cost)
dari penghargaan yang diserahkan oleh pemeroleh asset.
Kos Dalam Barter. Barter atau pertukaran asset adalah pemerolehan asset adalah
pemerolehan asset (biasanya asset berwujud atau nonmoneter) dengan penghargaan
berupa asset berwujud atau nonmoneter lainnya. Bila hal ini terjadi, pengukuran asset
yang diperoleh bergantung pada apakah asset yang dipertukarkan sejenis (similar) atau
taksejenis (dissimilar). Asset sejenis artinya asset yang fungsinya sama dan tidak harus
asset yang identik.
Bila suatu usaha menukarkan aset sejenis, secara konseptual dianggap bahwa
perusahaan tersebut melakukan pemeliharaan atau pemertahanan capital (daya produksi)
dan bukan melakukan penjualan sehingga penerimaan asset dan penyerahan asset
dianggap sebagai transaksi pemeliharaan bukan transaksi penjualan. Dengan demikian,
fungsi asset dalam memberi kontribusi untuk pembentukan pendapatan belum berhenti
atau habis. Jadi, proses pembentukan pendapatan oleh fungsi asset tersebut belum selesai
oleh karena itu kalau terjadi untung (gain) tidak selayaknyalah untung tersebut diakui
karena cara konseptual untung tidak dapat timbul dari transaksi pemeliharaan atau
pembelian; untung hanya timbul dari transaksi penjualan.
Bila kesatuan usaha menukarkan asset tidak sejenis, secara konseptual dianggap
transaksi tersebut melibatkan dua transaksi yaitu penjualan dan pembelian. Dalam hal ini
dianggap bahwa kesatuan usaha menjual asset yang diserahkan secar tunai kemudian
seketika itu pula menggunakan seluruh kas yang diterima untuk membeli asset yang
diterima (baru).
Dalam barter, dapat pula terlibat kas sebagai tombok (boot) baik dari pihak
kesatuan usaha atau dari lawan barter. Bila dalam barter asset sejenis tombok diberikan
oleh lawan barter, maka barter tersebut tidak murni sejenis tetapi campuran. Artinya,
asset yang diserahkan sebagian ditukar dengan asset sejenis dan sebagian dengan kas.
Oleh karena itu, bagian untung yang timbul dari penjualan tunai dapat diakui sebagai
12
untung yang masuk dalam statement laba-rugi. Utung yang dapat diakui adalah
proporsional antara tombok dan harga pasar asset yang diterima kesatuan usaha.
Atas dasar penalaran atau teori diatas berikut ini disarikan prinsip-prinsip
penentuan kos asset yang diterima dalam barter atau pertukaran.
1. Pertukaran taksejenis, tanpa pembayaran tombok : asset yang diterima dicatat
sebesar nilai wajar/pasar asset yang diserahkan atau nilai wajar asset yang
diterima, mana yang lebih mudah atau jelas ditentukan. Untung atau rugi yang
timbul diakui pada saat pertukaran.
2. Pertukaran taksejenis, dengan pembayaran tombok: asset yang diterima dicatat
sebesar nilai wajar/pasar asset yang diserahkan ditambah tombok atau nilai wajar
asset yang diterima, dalam hal ini nilai pasar asset yang diserahkan menunjukan
kas yang akan diterima seandainya asset tersebut dijual. Untung atau rugi yang
timbul diakui pada saat pertukaran.
3. Pertukaran sejenis, tanpa pembayran tombok: asset yang diterima dicatat sebesar
nilai buku atau nilai pasar asset yang diserahkan, mana yang lebih rendah. Ini
berarti bahwa kalau terjadi untung maka untung tidak diakui dan sebaliknya kalau
terjadi rugi, rugi tersebut diakui pada saat transaksi.
4. Pertukaran sejenis, dengan pembayaran tombok: asset yang diterima dicatat
sebasar nilai buku asset yang diserahkan ditambah tombok atau nilai pasar asset
yang diserahkan ditambah tombok, mana yang lebih rendah. Ini juga berarti
bahwa kalau terjadi untung maka untung tidak diakui dan sebaliknya kalau terjadi
rugi, rugi tersebut diakui pada saat transaksi.
5. Pertukaran sejenis, dengan pembayaran tombok:
Bila terjadi rugi: asset yang diterima dicatat sebesar harga pasar asset yang
diserahkan dikurangi kas yang diterima. Ini Berarti rugi yang terjadi diakui
semua pada saat terjadinya transaksi.
Bila terjadi untung: asset yang diterima dicatat sebesar nilai buku asset yang
diserahkan dikurangi porsi nilai buku asset yang diserahkan yang dianggap dijual
(ditukar dengan kas). Atau, nilai pasar/wajar asset yang diterima dikurangi
untung tangguhan (deferred gain).
Pertukaran sejenis dengan penerimaan tombok sebanarnya merupakan transaksi
campuran yaitu asset yang diserahkan sebagian ditukar dengan asset sejenis dan
sebagaian yang lain ditukar dengan asset taksejenis (kas). Oleh karena itu, bila terjadi
untung, hanya untung yang berasal dari pertukaran taksejenis (kas) yang dapat diakui dan
13
sisa untung diperlakukan sebagai untung tangguhan yang melekat pada (mengurangi kos)
asset yang diterima.
Untung total = nilai pasar aset diserahkan – nilai buku aset diserahkan
Untung diakui = tombok (kas diterima) x untung total
Tombok + nilai pasar aset diterima
Untung tangguhan = nilai pasar aset diterima x untung total
Tombok + nilai pasar aset diterima
Porsi nilai buku sejenis= nilai pasar aset diterima x nilai buku aset diserahkan
Tombok + nilai pasar aset diterima
Porsi nilai buku taksejenis= tombok (kas diterima) x nilai buku aset diserahkan
Tombok+nilai pasar aset diterima
14
tanahnya yang diperoleh perusahaan melalui sumbangan atau hibah adalah contoh
pemerolehan aset tanpa kos. Oleh karena itu pengakuan kos yang wajar diperlukan untuk
menentukan secara tepat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang biasanya
ditunjukkan oleh tingkat kembalian investasi.
Temuan
Kadangkala terjadi bahwa suatu sumber alam atau sarana ditemukan atau
dikembangkan dan mempunyai nilai ekonomik yang jauh melebihi pengeluaran yang
sebenarnya untuk memperolehnya. Misalnya, tambang minyak yang sangat berharga
ditemukan dengan pekerjaan eksplorasi dengan kos nominal (cukup rendah dibandingkan
dengan hasilnya). Demikian juga suatu peralatan atau teknik pemrosesan yang
mempunyai harga pasar yang cukup tinggi mungkin dikembangkan dan didaftarkan hak
patennya tanpa suatu pengeluaran yang sebanding dengan nilai pasar temuan tersebut.
Dalam kondisi yang khusus seperti ini, diperlukanlah suatu pengukur kos baru atas dasar
jumlah tunai implisit. Jumlah ini adalah jumlah rupiah uang tunai (kas) yang pasti
diperlukan untuk memperoleh sumber alam atau teknik pemrosesan tersebut seandainya
keduanya sudah dalam keadaan siap pakai atau dalam status siap dipasarkan.
Kos Dalam Pembelian Kredit
Dengan sistem kredit, nilai waktu uang menjadi faktor yang sangat penting dalam
mengukur kos yang sebenarnya (true cost). kos yang sebenarnya dalam transaksi kredit
bukanlah berapa nilai kontrak yang harus dilunasi dalam beberapa kali angsuran tetapi
berapa kos yang sebenarnya pada transaksi. Dalam transaksi kontrak pembelian dengan
harga kontrak tertentu, harga kontrak yang disepakati mungkin melebihi harga pembelian
tunai. Pada umumnya, perusahaan tidak berusaha untuk menentukan harga tunai efektif
baik dengan cara menanyakan langsung ke toko penjual barang ataupun dengan cara
mendiskun nilai kontrak dengan tarip bunga yang berlaku. Kalau ini terjadi maka
akibatnya dalah bahwa kos tercatat terlalu tinggi. Walaupun demikian, kalau jangka
waktu kontrak pendek maka jumlah kelebihan kos adalah kecil dan tidak cukup berarti
sehingga nilai kontrak dapat dianggap sebagai jumlah rupiah tunai sebagai dasar untuk
mencatat kos.
Potongan Tunai dan Keringanan
Kos akan tercatat terlalu tinggi kalau potongan tunai (cash disount) dan
keringanan-keringanan lain tidak dikurangkan terhadap harga kesepakatan. Secara teknis,
pembukuan memang dimuungkinkan untuk sementara mendebit harga faktur bruto ke
dalam akun aset yang bersangkutan dan nantinya harus dilakukan penyesuaian untuk
15
mengurangi jumlah yang tercatat tersebut menjadi jumlah setara tunai.potongan yang
dimanfaatkan oleh pembeli sering dianggap sebagai laba. Hal ini tidak sejalan dengan
konsep yang mendasarinya yaitu bahwa laba tidak diperoleh melaui proses pembelian
atau pemerolehan potensi jasa. Pembelian semata-mata merupakan langkah pertama
dalam upaya (effort) untuk menghasilkan pendapatan laba.Dalam perusahaan yang
dikelola dengan baik, melewatkan potongan merupakan suatu kesalahan yang
mengakibatkan rugi.Rugi bukan sumber ekonomik dan kerananya tidak selayaknya kalau
dicatat sebagai aset.Sebenarnya perusahaan sudah tau pasti berapa harga yang
sesungguhnya harus dibayar dalam suatu transaksi.
2.3. Penilaian
16
membantu investor dan kreditor dalam menilai jumlah, saat, dan ketidakpastian aliran kas
bersih ke badan usaha.Singkatnya, tujuan penilaian aset harus berpaut dengan tujuan
pelaporan keuangan.
Dasar di atas lebih diarahkan untuk mencapai keterandalan penilaian atas dasar nilai
pertukaran. Pos-pos tertentu lebih objektif penilaiannya jika didasrkan atas nilai masukan
sedangkan pos-pos lainnya lebih terandalkan kalau didasarkan atas nilai keluaran.
17
2.3.3. Nilai Masukan
Nilai masukan di dasarkan atas jumlah rupiah kas atau penghasilan lainnya (non
kas) yang harus dikeluarkan atau dikorbankan untuk memperoleh aset atau objek jasa
tertentu yang masuk dalam unit usaha (perusahaan). Ada beberapa dasar penilaian yang
masuk ke dalam kategori nilai masukan, yaitu:
2.3.2.1. Kos Historis
Kos historis merupakan jumlah rupiah atau harga pertukaran yang telah tercatat
dalam sistem pembukuan pada saat terjadinya transaksi. Prinsip kos historis menghendaki
digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal dan biaya.
Yang dimaksud dengan harga perolehan adalah harga pertukaran yang disetujui oleh
kedua belah pihak yang tersangkut dalam tranksaksi.Harga perolehan ini harus terjadi
pada seluruh traksaksi diantara kedua belah pihak yang bebas.Harga pertukaran ini dapat
terjadi pada seluruh tranksaksi dengan pihak ektern, baik yang menyangkut aktiva, utang,
modal dan transaksi lainnya.
1. Kos Bijaksana, yaitu semua pengeluaran yang dikeluarkan secara hati-hati dan
bijaksana untuk memperoleh fasilitas fisik (aktiva tetap berwujud). Jadi, jika ada
rugi/inefisiensi pada proses perolehan fasilitas fisik itu bukan merupakan kos.
2. Kos Standar, yaitu kos produksi per unit yang seharusnya terjadi untuk waktu
tertentu dengan asumsi bahwa produksi dilakukan dalam kondisi normal.
3. Kos Asli, yaitu kos fasilitas fisik (aktiva tetap berwujud) yang terjadi pertama kali
dan diakui oleh perusahaan yang pertama kali menggunakan fasilitas fisik itu juga.
2.3.2.2. Kos Pengganti
Kos pengganti merupakan jumlah rupiah / harga pertukaran yang diperlukan
sekarang oleh unit usaha untuk memperoleh aset yang sama sejenis. Atau biaya
penggantian aktiva milik perusahaan dengan aktiva lain yang sejenis atau sama
fungsinya.
1. Nilai Penaksiran, yaitu nilai taksiran kos sekarang yang ditentukan dengan prosedur
dan analisis secara sistematik oleh pihak independen yang kompeten dibidangnya.
2. Nilai Wajar, yaitu jumlah rupiah yang dapat diterima untuk suatu objek,
menggambarkan harga dimana aset dapat dibeli atau dijual dalam transaksi kini antar
pihak secara sukarela, tanpa paksaan.
3. Nilai terealisasi bersih dikurangi harga normal, yaitu nilai yang diharapkan
merepresentasi kos pengganti bila data untuk menentukan kos pengganti tidak
tersedia.
18
2.3.3.3. Kos Harapan
Kos harapan suatu aset adalah nilai pengorbanan ekonomik di masa mendatang,
seandainya jasa aset tersebut diperoleh secara bagian demi bagian (tidak sekaligus), atau
nilai sekarang untuk pembayaran kas dimasa mendatang.
19
2. Pemilihan tarif yang cukup representatif untuk merefleksi risiko tiap aset sangat
problematik.
3. Aliran kas ke perusahaan dihasilkan oleh seluruh aset sebagai satu kesatuan dalam
menghasilkan produk yang akhirnya dijual untuk mendatangkan kas.
4. Memperkuat alasan 3 di atas, beberapa aset memang tidak terpisahkan (severable)
sehingga nilai sekarang seluruh aset (the value of the firm) tidak akan sama dengan
penjumlahan semua kas masa datang diskonan tiap pos aset.
20
2.3.6. Penilaian Menurut FASB
Tujuan penilaian pos aset tertentu, tiap dasar penilaian mempunyai keunggulan
dan kelemahan masing-masing. Tanpa memperhatikan sifat masukan dan keluaran, FASB
menyarankan untuk tetap menggunakan makna penilaian yang sekarang dipraktikkan.
FASB mengidentifikasi 5(lima) makna atau atribut yang dapat direpresentasi berkaitan
dengan aset, dasar penilaian menurut FASB (SFAC No. 5, prg. 67) dapat diringkas
sebagai berikut:
21
(sufficient) yang merupakan penguji (test) yang cukup rinci untuk mengakui aset tersebut,
yaitu:
1. Deteksi adanya aset (detection of existence test). Untuk mengajui aset, harus ada
transaksi yang menandai timbulnya asset
2. Sumber ekonomik dan kewajiban (economic resources and obligation test).
Untuk mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber ekonomik yang
langka, dibutuhkan dan berharga.
3. Berkaitan dengan entitas (entity association test). Untuk mengakui aset,
kesatuan usaha harus mengendalikan atau menguasai objek aset.
4. Mengandung nilai (non-zero magnitude test). Untuk mengakui aset, suatu objek
harus mempunyai manfaat yang terukur secara moneter.
5. Berkaitan dengan waktu pelaporan (temporal association test). Untuk mengakui
aset, semua penguji di atas harus dipenuhi pada tanggal pelaporan (tanggal
neraca).
6. Verifikasi (verification test). Untuk mengakui aset, harus ada bukti pendukung
untuk meyakinkan bahwa kelima penguji diatas dipenuhi.
Yang dikemukakan Belkoui di atas sebenarnya adalah apa yang disebut dengan
kaidah pengakuan (recognition rules) yang merupakan petunjuk teknis atau prosedur
untuk menerapkan empat kriteria pengakuan (recogniton criteria) FASB yaitu definisi,
keterukuran, keberpautan, dan keterandalan. Kaidah tersebut diperlukan karena kriteria
pengakuan sifatnya konseptual atau umum. Penerapan kaidah pengakuan di atas
sebenarnya berkaitan dengan masalah apakah suatu kos dikapitalisasi atau di biayakan.
Bila kaidah pengakuan diatas tidak dipenuhi, kos harus diperlakuakn menjadi beban
pendapatan sebagai biaya atau rugi.
22
2. Bunga selama masa konstruksi asset tetap
3. Riset dari pengembangan
4. Eksploitasi minyak dan gas bumi
5. Eksplorasi minyak valuta asing
6. Sumber daya manusia
7. Kos organisasi
23
2.4.3.1. Argument pendukung
Beberapa argumen diajukan untuk mendukung kapitalisasi kos bunga. Argumen-
argumen tersebut sebagai berikut:
a. Dengan kesiapan pemakaian atau penggunaan sebagai batas kegiatan pengukuran kos
asset, kos bunga jelas merupakan unsur kos asset
b. Bila kesatuan usaha tidak membangun sendiri fasilitas fisis bersangkutan,
penghargaan sepakatan sebagai kos pemerolehan pada umumnya termasuk pula
bunga yang harus dibayar kontrakator selama pembangunanya.
c. Pembebanan kos bunga langsung pendapatan selama masa konstruksi akan
mendistorsi laba terutama kalau konstruksi didanai dari pinjaman khusus untuk
keperluan tersebut. Dengan kata lain pembebanan langsung menyimpang dari konsep
penandingan yang tepat.
d. Kos bunga selama masa pembangunan bukan merupakan kos pendanaan karena kalau
pembangunan didanai dari penerbitan ekuitas baru, kos pendanaan secara konseptual
tetap terjadi dan di geser ke pemegang saham dalam bentuk dividen yang
pembayaranya mungkin di tunda sampai pembangunan selesai
2.4.2.2. Argument Penolakan
Beberapa argumen menolak dikapitalisasinya bunga. Penolakan tersebut didasarkan
atas argumen-argumen berikut:
a. Bunga lebih merupakan kos pendanaan daripada unsur kos asset karena perusahaan
sebenarnya dapat menghindari bunga tersebut dengan memilih alternative pendanaan
dalam ekuitas. Hal ini dibantah dengan argument pendukung nomor 4.
b. Dengan konsep nilai setara tunai atau nilai sekarang aliran kas diskunan dalam
mengukur kos suatu asset, kos pemerolehan suatu fasilitas fisis seharusnya tidak
dipengaruhi oleh kebijakan pemilihan cara pendanan pembangunanya
c. Dengan konsep kesatuan usaha bunga lebih bermakna sebagai pembagian
labadaripada sebagai upaya untuk memperoleh pendapatan.
d. Karena merupakan kos pendanaan yang terpisah dengan kos pemerolehan asset,
alokasi kos bunga ke semua asset non moneter hanya akan kecil pengaruhnya terhadap
laba periodic karena jumlah yang di kapitalisasi dalam suatu perioda akan
dikompensasi dengan amortisasi bunga
24
Dalam keadaan tertentu kapitalisasi bunga tidak perlu dilakukan. Standar akuntansi
menentukan aset yang memenuhi syarat (cukup disebut aset memenuhi) untuk dilekati
kos bunga (qualifying assets) yang dalam PSAK No.26 disebut aset tertentu. FASB
(SFAS No.34, prg.9) menetapkan bahwa kapitalisasi bunga hendaknya dilakukan hanya
aset yang memenuhi syarat:
a. Aset yang dibangun atau diproduksi untuk digunakan sendiri oleh perusahaan
(termasuk aset yang dibangun atau diproduksi oleh pihak lain atas pesanan perusahaan
dan untuk pesanan/kontrak tersebut perusahaan melakukan pembayaran uang muka
atau pembayaran bertahap atas dasar kemajuan pekerjaan pembangunan aset
bersangkutan)
b. Aset dibangun atau diproduksi dengan tujuan untuk dijual sebagai suatu unit atau
projek yang berdiri sendiri terpisah dari orijek atau kegiatan operasi lainnya (misalnya
kapal, kawasan industri, estat real, jembatan, atau semacamnya)
c. Investasi jangka panajang (ekuitas, pinjaman, dan penanaman kas) yang diperlakukan
dengan metoda ekuitas sementara terinvestasi (investee) sedang melaksanakan
kegiatan pembangunan fasilitas fisis asalkan kegiatan tersebut menggunakan dana
investasi itu untuk memperoleh fasilitas fisis tersebut.
Manfaat informasioanal tambahan yang diperoleh dari kapitalisasi tersebut tidak
sepadan dengan tambahan kos akuntansi dan administrasinya. Karakteristik lain suatu
aset yang tidak dapat menjadi objek kapitalisasi adalah:
a. Aset yang sudah digunakan atau yang sudah siap digunakan sesuai dengan tujuan
penggunaan dalam operasi menghasilkan pendapatan.
b. Aset yang belum digunakan dalam kegiatan menghasilkan pendapatan perusahaan dan
juga tidak mengalami penyelesaian/perbaikan atau kegiatan lain yang diperlukan
untuk menjadikan aset tersebut siap digunakan dalam operasi. Jadi, kalau kegiatan
konstruksi berhenti, bunga selama berhentinya kegiatan tidak dapat dikapitalisasi.
c. Aset yang tidak dimasukkan dalam neraca konsolidasian perusahaan induk dan
perusahaan-perusahaan anaknya.
d. Investasi yang diperlukan dengan metoda ekuitas setelah kegiatan operasi utama yang
direncanakan oleh terinvestasi dimulai.
e. Investasi dalam perusahaan regulasian (regulated investees) yang mengkapitalisasi
baik kos utang maupun ekuitas (cost of debt and equity capital).
f. Aset yang diperoleh dengan dana hadiah atau hibah yang dibatasi penggunaanya oleh
penghadiah atau penghibah semata-mata untuk pemerolehan aset tersebut.
25
2.4.2.4. Besarnya Kapitalisasi Bunga
Besarnya bunga yang dikapitalisasi secara teoritis adalah tambahan bunga yang
diperkirakan terjadi selama satu periode akibat adanya konstruksi. Bunga tersebut adalah
bunga yang dapat dihindari seandainya konstruksi tidak dilaksanakan. Besar tarif
kapitalisasi ditentukan sebagai berikut :
1. Apabila dana rata-rata yang tertanam dalam konstruksi tidak melebihi dana pinjaman,
maka tarif yang digunakan adalah tingkat bunga pinjaman untuk konstruksi tersebut.
2. Apabila dana rata-rata tertanam dalam konstruksi melebihi besarnya dana pinjaman
untuk konstruksi tersebut, maka tarif kapitalisasi untuk kelebihan dana yang tertanam
tersebut adalah rata-rata tertimbang dari tingkat bunga sumber dana lainnya.
2.4.2.5. Periode Kapitalisasi
Kapitalisasi bunga dapat terus dilakukan setiap periode selama ketiga syarat berikut
dipenuhi :
1. Uang muka untuk konstruksi telah dibayar
2. Kegiatan konstruksi tetap berlangsung dan tidak terhenti cukup lama selama periode
bersangkutan
3. Cost bunga telah terhimpun atau terjadi bersamaan dengan berjalannya pembangunan
konstruksi.
2.4.2.6. Pengungkapan
Bila sebagian atau seluruh bunga dikapitalisasi tentu saja akan ada sebagian
informasi bunga hilang. Oleh karena itu, perlu ada pengungkapan tentang hal ini sehingga
statemen keuangan tidak menyesatkan. Standar akuntansi kapitalisasi bunga juga
menentukan informasi tambahan yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan. Agar
statemen keuangan tetap informatif hal-hal berikut ini harus diungkapkan sebagai
penjelasan statemen keuangan:
1. Bila tidak ada kos bunga yang dikapitalisasi, total bunga yang terjadi selama periode
dan dibebankan sebagai biaya periode tersebut.
2. Bila sebagian kos bunga dikapitalisasi, bunga total yang terjadi dan bagian yang
dikapitalisasi.
2.5. Penyajian
26
Pengungkapan dan penyajian pos-pos aset harus dipelajari dari standar yang
mengatur tiap pos. Secara umum, prinsip akuntansi berterima umum memberi pedoman
penyajian dan pengungkapan aset sebagai berikut:
a. Aset disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformatakun atau di bagian atas
dalam neraca berformat laporan.
c. Aset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang paling
lancar dicantumkan pada urutan pertama.
27
suatu sumber ekonomik yang akan memberi manfaat dimasa datang untuk ditandingkan
dengan pendapatan yang dihasilkan oleh maanfaat tersebut.
Ada berapa argumen pendukung dan penolak dikapitalisasinya bunga dan
akhirnyamenghasilkan berbagai kemungkinan perlakuan kos bunga selama masa
pembangunan.beberapa alternatif perlakuan adalah.
1. Bunga tidak dikapitalisasikan dan diperlukan sebagai biaya perioda.
2. Bunga dikapitalisasi dan dimasukan sebagai bagian dari kos fasilitas fisis yang
dibangun sendiri.jumlah yang dikapitalisasi dapat sebesar :
a. Jumlah rupiah sesungguhnya dibayar atau terjadi untuk dana yang khusus dipinjam
untuk pembangunan.
b. Jumlah rupiah semua bunga yang sesungguhnya dibayar atau terjadi untuk semua
dana pinjaman yang ada.ini dilakukan apabila tidak ada dana khusus yang
disediakan untuk pembangunan aset bersangkutan.
c. Bunga dikapitalisasi sebesar jumlah rupiah bunga implisit dana yang tertanam
dalam perusahaan tanpa memperhatikan sumbernya.
3. Bunga dikapitsalisasi tetapi tidak termasuk sebagai elemen kos fasilitas fisis yang
dibangun sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Aset merupakan elemen neraca pembentuk informasi semantik berupa posisi
keuangan dan merepresentasi potensi jasa fisis dan nonfisis yang memampukan badan
28
usaha untuk menyediakan barang dan jasa. Secara resmi aset didefinisi sebagai manfaat
ekonomik masa datang yang cukup pasti yang dikuasai oleh suatu entitas sebagai akibat
transaksi atau kejadian masa lalu.
Manfaat ekonomik aset ditunjukkan oleh potensi jasa atau utilitas yang melekat
padanya yaitu suatu daya atau kapasitas langka yang dapat dimanfaatkan kesatuan usaha
dalam upayanya untuk mendatangkan pendapatan melalui kegiatan ekonomik yaitu
konsumsi, produksi, dan pertukaran.
Penugasan harus didahului oleh transaksi atas kejadian ekonomik. Bahwa aset harus
timbul akibat transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi
tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Manfaat ekonomik dan penugasan atau hak atas
manfaat saja tidak cukup untuk memasukkan suatu objek ke dalam aset kesatuan usaha
untuk dilaporkan via statemen keuangan. Kriteria pengakuan yang lain harus dibedakan
dengan pengakuan aset. Kriteria manfaat masa datang yang cukup pasti dalam definis aset
menjadikan terjadinya pengeluaran yang menjadi kos mengalami masalah teknis yaitu
dicatat sebagai aset atau biaya.
Penentuan kos suatu objek pada saat pemerolehan merupakan hal yang sangat kritis
karena penentuan ini akan mempengaruhi pengukuran aset dan biaya selanjutnya
khususnya pada tahap pembebanan. Pengukuran aset pada saat pemerolehan yang paling
objektif adalah penghargaan sepakatan. Kos yang melekat pada suatu aset ditentukan oleh
batas kegiatan pemerolehan dan jenis penghargaan. Secara konseptual, pembentuk kos
suatu aset adalah semua pengeluaran yang terjadi atau yang diperlakukan akibat kegiatan
pemerolehan suatu aset sampai ditempatkan dalam kondisi siap dipakai atau berfungsi
sesuai dengan tujuan pemerolehannya.
Penilaian adalah penentuan jumlah rupiah yang harus diletakkan pada suatu pos aset
pada saat akan dilaporkan atau disajikan dalam statemen keuangan pada tanggal tertentu.
Tujuan penilaian aset adalah merepresentasi atribut pos-pos aset yang berpaut dengan
tujuan pelaporan keuangan dengan menggunakan basis penilaian yang sesuai. Penilaian
dapat didasarkan pada nilai masukkan atau keluaran bergantung pada tujuan
merepresentasikan aset. Oleh karena itu, tiap dasar penilaian mempunyai keunggulan dan
kelemahan serta kondisi keterterapannya.
Pengakuan dan penyajian aset biasanya ditentukan dalam standar akuntansi yang
mengatur tiap pos aset. Masalah akuntansi yang menyangkut pengakuan biasanya
berkaitan dengan masalah apakah suatu kos atau jumlah rupiah yang terlibat dalam
transaksi, kejadian, atau keadaan tertentu dapat diasetkan.
29
30
DAFTAR PUSTAKA
31