Anda di halaman 1dari 47

BIRRUL WALIDAIN, MUDIK dan CORONA

‫م َق ِّد َم ٌة‬
Muqaddimah

ِّ ِّ ‫احلم ُد‬
ٌ‫ج‬ٌُ ‫ٌويـُ َف ِّر‬،
َ َ‫ٌالس ْوء‬
ُّ ‫ف‬ ُ ‫ٌويَ ْكش‬، َ ُ‫اٌَن َداه‬ َ ‫فٌإِّ َذ‬ َ ‫ثٌال َـم ْل ُه ْو‬ُ ‫ٌويُغِّْي‬،
َ ُ‫اٌدعاه‬ َ ‫ضطََّرٌإِّ َذ‬ْ ُ‫بٌالـمـ‬ ُِّ ‫ٌهلل‬
ُ ‫ٌُيْي‬ َْ
ٌ،‫ص ٌِّم ْنٌ َم ْك ُرْوهٌٌإِّ ٌالٌَّبِّْرمحَتِّ ِّه‬ ِِّّ ِّ ِّ
ُ َّ‫ٌوالٌَيـَ َق ُعٌأ ٌَْمرٌإَّال ٌِِّب ْذنه ٌَوالٌَيـُتَ َخل‬، ِّ ِّ ِّ ِّ ُ ‫ٌَتيَاٌال ُقلُو‬ ِّ ‫ال ُكرَب‬
َ ‫بٌإَّالٌبذ ْك ِّره‬ ْ َْ َ‫ٌال‬،‫ت‬ َُ
ٌ .‫اعتِّ ِّه‬ِّ َ‫الٌسعادةٌإِّالٌَبِّ ٌط‬ ِِّّ ِّ ِّ ِّ ِِّّ ِّ ِّ ِّ َ ‫ظ‬
َ َ َ ُ َ‫ٌوالٌَتـُن‬، َ ‫ٌم ُأم ْولٌإالٌَّبتَـْيس ْْيه‬ َ ‫ٌش ْيءٌإَّالٌبكالَءَته‬
َ ‫ٌوالٌَيُ ْد َرُك‬، ُ ‫ٌُي َف‬
ُْ َ‫َوال‬
Segala puji bagi Allah yang senantiasa memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila
ia berdoa kepada-Nya, dan Yang senantiasa menolong orang yang mengalami tekanan kesedihan
yang mendalam apabila dia menyeru-Nya, Dzat yang menyingkap kejelekan, Dzat yang senantiasa
memberikan jalan keluar dari berbagai macam penderitaan, hati tidak akan bisa hidup kecuali
dengan berdzikir kepada-Nya, tidak akan terjadi suatu perkara kecuali dengan izin-Nya, dan tidak
bisa membebaskan diri dari apa yang dibenci kecuali dengan rahmat kasih sayang-Nya. Tak bisa
sesuatu pun dijaga kecuali dengan penjagaan-Nya, dan tidak bisa angan-angan itu dicapai kecuali
dengan kemudahan dari-Nya. Dan tidak bisa kebahagiaan di raih kecuali dengan ketaatan kepada-
Nya.

ٌِّ ‫ْي ٌَو‬ ِّ ِّ ‫ب‬


ٌ‫وم‬ َ ‫اآلخ ِّريْ َن‬
ُ ُّ‫ٌوقَـي‬، َ ْ ‫ٌوإِّلَهٌُاأل ََّول‬،
َ ‫ْي‬َ ْ ‫ٌالعالَم‬
َ ُّ ‫ٌر‬، َ ُ‫كٌلَه‬ٌَ ْ‫ٌش ِّري‬
َ َ‫ٌو ْح َدهٌُال‬، ِّ
َ ُ‫َوأَ ْش َه ُدٌأَ ْنٌالٌَإلَهٌَِّإالٌَهللا‬
ِّ ‫الصر‬
ٌ‫اط‬ ِّ ‫ْي‬ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ُ ‫ٌالـمْبـعُو‬،ُ‫اٌعْب ُدهٌُور ُسولٌُه‬ َّ ‫ٌوأَ ْش َه ُدٌأ‬. ِّ ِّ َّ
َ ‫ٌو‬، َ ْ ‫ثٌَبلكتَابٌال ُـمب‬ ْ َ ْ َ َ َ ‫ٌُمَ َّم ًد‬ ُ ‫َن‬ َ ‫ْي‬َ ْ ‫الس َم َاوات ٌَواأل ََرض‬
ٌ .‫ْي‬ ِّ ْ ‫ٌوعلَىٌآلِِّّهٌوصحبِّ ِّهٌأ‬،‫ٌصلَّىٌهللاٌوسلَّمٌعلَي ِّه‬،‫ال َق ِّوِّْْي‬
َ ْ ‫َْجَع‬ ََْ ََ َْ َ َ َُ َ
ٌ :‫أ ََّماٌبـَ ْع ُد‬
Aku bersaksi bahwa tidak ada illah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, dan
tidak ada sekutu baginya, Rabb seru sekalian alam, Dzat Yang Maha Pertama dan Akhir, Yang
menegakkan semua lapisan langit dan bumi. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬adalah
hamba-Nya dan rasul-Nya yang diutus dengan al-Qur'an dan jalan yang lurus, semoga Sholawat
dan Salam senantiasa Allah limpahkan kepadanya, kepada keluarga dan shahabat-shahabatnya.

SYAIR KERINDUAN PADA BAPAK IBUKU


Luapan Rindu tak bertepi menghardikku

Merajut ceria wajah keriput orang tuaku


Menghalau gundah yang menindihku

Tangis terurai menggetarkan sedihku

Telah lama aku berjalan bak petualang

Tinggalkan dua sosok yang tak lagi muda

Kuingin menabuh bahagia mendatang

Semoga doaku tuk keduanya tak tertunda

Tangis rinduku menggores beraduk

Mengingat keras keringatnya berpeluh

Kala kusakit keduanya sabar memeluk

Siang malam pastikanku tak mengeluh

Pelukannya hangatkan cinta tak terkira

Tenangkan hatiku mengenang dekapannya

Senyumnya tersembul kala capek mendera

Dikorbankan untuk bahagiaku semuanya

Sembilan bulan lebih rasa sakit terkenang

Saat pertama kakiku memijakkan bumi

Air mata gembira ceriamu berlinang

Aku karunia Allah bagimu yang bersemi

Tak lekang tarikan nafasmu mendesah

Sabar mengajariku arungi bahtera hidup

Engkau berdua tersenyum tutupi gelisah

Berjibaku di malam matamu tak tertutup

Engkau berdua rela berkorban untukku

Tuk pastikanku sehat tak kurang apa

Menyibak onak duri tuk bahagiakanku


Hardik batinku “bayarku untuknya apa” ?

Duhai ibuku tercinta bapakku tersayang

Andai tanganku bisa selalu mendekapmu

Memijat rasa letih capekmu terbayang

Maafkanku tak kuasa mengobati rindumu

Duhai ibuku tercinta bapakku tersayang

Kucoba carikan obat rindu dari hartaku

hartaku tak bisa obati rindumu meradang

Maafkan lalaiku selalu bagimu doaku

Duhai ibuku tercinta bapakku tersayang

Kuingin ilmu dan amal sholihku merajutmu

Agar bagimu manfaatnya selalu terkenang

Semoga kelak jadi pemberat amalanmu

Semoga bermanfaat,

Zaki Abu Kayyisa

DAFTAR ISI:

A. DEFINISI BIRRUL WALIDAIN


B. BUDAYA MUDIK DI INDONESIA
C. TENTANG CORONA DALAM PANDANGAN SYAR’I
D. SOLUSI TERBAIK TENTANG BIRRUL WALIDAIN DI ZAMAN WABAH COVID-19
E. DOA-DOA KEBAIKAN UNTUK ORANG TUA DARI AL-QUR’AN:

A. DEFINISI BIRRUL WALIDAIN


Para pembaca yang semoga senantiasa dilimpahkan keberkahan, di awal buku penulis akan
memaparkan definisi dari Birrul walidain, hal tersebut ibaratnya adalah orang yang akan menanam
suatu tanaman maka harus disepakati dulu lahan yang mana yang harus digarap. Silahkan disimak
penjelasan tentang definisi birrul walidain berikut ini:

Birrul walidain diambil dari kata:

ٌ‫الوالِّ َد ِّان‬ ٌُِّّ


َ ٌ‫البٌ ٌَو‬
Al-Birru dan Kedua Orang tua.

Seorang ulama ahli Bahasa arab bernama Ahmad bin Muhammad bin Ali Al-Fayumi rahimahullah
(wafat th. 770 H) menjelaskan:

Secara Bahasa, Al-Birru adalah kebaikan dan keutamaan. Dikatakan : Seseorang berbakti, (diambil
dari fi'il - kata kerja:)

‫ بًِّّرا‬-ٌُّ‫ٌيََب‬- ٌ‫بَـَّر‬
Barra – yabbaru – birran

Telah melakukan kebaikan (berbakti) – sedang berbakti – perbuatan bakti/kebaikan,

sama dengan rumus dari fi'il kata kerja Bahasa arab

‫َعلِّ َمٌ–ٌيَـ ْعلَ ُمٌ–ٌ ِّع ْل ًما‬


'Alima – ya'lamu – 'ilman

Telah mengetahui –sedang mengetahui – pengetahuan.

dan orang yang berbakti/melakukan kebaikan disebut sebagai :

ٌ‫ٌوََب ٌّر‬،
ٌَ ‫بَـٌّر‬
Barrun, juga Baarrun yang bermakna Shoodiq (yang jujur) atau Taqiyyun (yang bertakwa) dan
kebalikannya adalah al-Faajir (yang melakukan kejelekan/kemaksiyatan).

Bentuk jamak nya dari (bentuk pertama) ٌ‫ٌبَـٌّر‬-barrun : orang yang melakukan kebaikan adalah
ٌ‫أَبْ َرار‬- abraarun dan jamak dari ‫ ََب ٌٌّر‬- baarrun adalah ٌ‫بَ َرَرة‬- bararatun (maka bentuk yang kedua
ِ َ - Kaafir - orang kafir jamaknya ٌ‫ وَك َفرة‬- kafarat.
ini) seperti pola dari kata ٌ‫كافر‬
َ َ
1

Zainuddin ar-Razi rahimahullah (wafat tahun 666 H) mengatakan bahwa:

1
Lihat Al-Misybaahul Muniir Fi Ghoorib as-Syarhil Kabiir oleh Ahmad bin Muhammad al-Fayumi 1/43 cet.
Daarul Ma'arif Kairo dan Al-Bahrul Mukhith ats-Tsajjaaj Syarah Shohih Muslim bin al-Hajjaaj – 40/209
oleh Syaikh Ali bin Adam al-Etihiobi – cet. Darul Ibnul Jauzy th. 1428 H
‫ق‬ ِ ‫ِْب‬
ٌِ ‫ٌض ُّدٌالْعُ ُق ٌْو‬ ُّ ِ‫ال‬
al-Birru (Berbakti) itu lawannya adalah Al-‘Uquuq (Kedurhakaan)2

Beda Al-Birru dengan Al-Khoir (kebaikan)


ِّ ‫البٌمض َّم ٌنٌِِّبع ٌِّلٌع‬
ِّ ُ‫اجلٌٌقَ ٌْدٌق‬
ٌ‫ص ٌَدٌ َو ْج ٌهٌُالنَّـ ْف ٌِّع‬ َ ْ َ َ ُ ٌَِّّ ٌ‫َن‬ ٌَّ ‫أ‬:(‫)الفَ ْرقُُبَ ْي َُنُال ِب ُِرُ َوال َخ ْي ُِر‬
ٌ‫الص َف ٌِّة‬ِّ ٌ‫اق‬ ٌِّ ‫استِّ ْح َق‬
ْ ٌ‫جٌ َع ٌِّن‬ ٌَّ ‫ٌ َح‬،‫ٌفَأ ََّماٌاخلٌَْْيٌُفَ ُمطْلَق‬،‫بِِّّه‬
ٌْ ‫ّتٌلَ ٌْوٌ َوقَ ٌَعٌ َع ٌْنٌ َس ْهوٌٌ ٌَلٌْ ََيُْر‬
ٌُ ‫ٌ َونَِّقْي‬،‫ٌالشَُّّر‬:ٌ ‫ضٌاخلَِّْْي‬
ِّ ِّ ٌ‫ض‬
ٌُ ‫ٌالعُ ُق ْو‬:ٌ ‫الب‬
‫ق‬ ٌُ ‫ٌ َونَِّقْي‬.‫بِِّّه‬
Al-Birru itu mencakup proses perbuatan kebaikan yang lebih spesifik dan yang dituju karena
adanya kemanfaatan padanya, sedangkan al-Khoir adalah kebaikan yang sifatnya lebih umum
bahkan apabila terjadinya tanpa sengaja maka itu masih dalam cakupan makna kebaikan.
Lawan dari al-Khoir adalah asy-Syarru (kejelekan) dan lawan dari al-Birru adalah al-‘Uquuq
(kedurhakaan).3

Mengenai al-birr yang didefinisikan sebagai kebaikan ini, sesuai dengan firman Allah Azza wa Jalla:

‫ر‬ ۡ َ ۡ َ َّ َ َ َ ۡ َ َّ ۡ َّ َٰ َ َ ۡ َۡ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ ُ َ ُ ُ ْ ُّ َ ُ َ َّ ۡ َ ۡ َّ
‫كن ٱل رِب من ءامن برٱَّللر وٱلوم ٱٓأۡلخ ررر‬ ‫ب ول ر‬ ‫ۡش رق وٱلمغ رر ر‬
‫﴿۞ليس ٱل رِب أن تولوا وجوهكم ق ربل ٱلم ر‬
َّ ‫ري َو ۡٱب َن‬ َ ‫سك‬ َٰ َ َ ۡ َ َٰ َ َٰ َ َ ۡ َ َٰ َ ۡ ُ ۡ َ ّ ُ َٰ َ َ َ َ ۡ َ َ َ َ ّ َّ َ َٰ َ ۡ َ َ َٰٓ َ َ ۡ َ
‫يل‬
‫ر ر‬ ‫ب‬ ‫ٱلس‬ ‫م‬ ‫ٱل‬‫و‬ ‫م‬ ‫ت‬ ‫ٱل‬ ‫و‬ ‫َب‬ ‫ر‬ ‫ق‬ ‫ٱل‬ ‫ي‬ ‫ب وٱنلب ر ري وءاَت ٱلمال لَع حبرهرۦ ر‬
‫و‬‫ذ‬ ‫وٱلملئركةر وٱلكرت ر‬
َ َٰ َّ َ ْ ُ َ َٰ َ َ ۡ ۡ َ َ ُ ُ ۡ َ َ َٰ َ َّ َ َ َ َ َٰ َ َّ َ َ َ َ َّ َ ‫ٱلسآئل‬
َ ‫ري‬ َّ َ
‫ِبين رِف‬ ‫اب وأقام ٱلصلوة وءاَت ٱلزكوة وٱلموفون برعه ردهرم إرذا عهد ْۖوا وٱلص رر‬ ‫ٱلرق ر‬
‫ر ر‬‫ِف‬‫و‬ ‫و ر‬
َ ُ ۡ ُ َ َٰٓ َ ُ ْ ُ َ َٰٓ َ ْ ُ ۡ َ ۡ َ َ ‫ۡ َ ۡ َ ٓ ر َ َّ َّ ٓ ر‬
َ ‫ك َّٱَّل‬
﴾١٧٧ ‫رين َص َدق ْۖوا َوأ ْولئرك ه ُم ٱل ُم َّتقون‬ ‫س أولئ ر‬ِۗ ‫ٱۡلأساء وٱلَّضاء وحري ٱۡلأ ر‬
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-
minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-
orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan
mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 177)

َ ُ ُ َ ُ ُ ۡ ْ ُ ۡ َ َ ُّ ۡ َ ۡ َ َ ّ َ ۡ َ َّ ُ َ َ َ ۡ ُ َّ َ ۡ َ َ َ ُ َ ۡ َ
‫اس وٱۡل رجِّۗ وليس ٱل رِب برأن تأتوا ٱۡليوت مرن ظهوررها‬ َٰ
‫﴿۞يسألونك ع رن ٱۡلهرلةرِۖ قل رِه موقريت ل رلن ر‬
َ ۡ ُ ُ َّ َ َ َّ ْ ُ َّ َ َ َٰ َ ۡ َ ۡ َ ُ ُ ۡ ْ ُ ۡ َ َٰ َ َّ َ َّ ۡ َّ َٰ َ َ
﴾١٨٩ ‫ٱَّلل ل َعلك ۡم تفل ُرحون‬ ‫كن ٱل رِب م رن ٱتقِۗ وأتوا ٱۡليوت مرن أبوبرها ۚ وٱتقوا‬
‫ول ر‬
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda
waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari

2
Kamus Mukhtar as-Shihah oleh Zainuddin Ar-Raazi halaman 32, cet Maktabah al-Ashriyah th. 1420 H.
3
Lihat Al-Furuuq al-Lughowiyyah oleh Abu Hilal al-Asykary rahimahullah , hal 170, cet. Daarul Ilmi wat
Tsaqofiyah, th. 1418 H.
belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke
rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. (QS.
Al-Baqarah: 189)

َّ َ ۡ َ ْ ْ ُ ُ َ َ َ ُّ ُ َّ ْ ُ ُ َٰ َّ َ َّ ۡ ْ ُ َ َ َ
‫ون وما تنفرقوا مرن َشءٖ فإرن‬
ۚ ‫﴿لن تنالوا ٱل رِب حّت تنفرقوا مرما ُترب‬
َ َّ
ٞ ‫ٱَّلل بهرۦ َعل ر‬
ٌ ﴾٩٢ ‫يم‬ ‫ر‬
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka

ۡ َ ۡ ۡ ْ ۡ َ َ َ َ َ َ ۡ ُ ۡ َ َ َ َ ْ ٓ ُ َ َ َ َّ َ ُّ َ َٰٓ َ
sesungguhnya Allah Maha mengetahui.” (QS. Ali Imran : 92)

َ ۡ ُ
‫ٱۡلث رم وٱلعدو َٰ رن‬ ‫﴿يـأيها ٱَّلرين ءامنوا إرذا تنَٰجيتم فَل تتنَٰجوا ب ر ر‬
ٓ ‫ٱَّلل َّٱَّل‬
ۡ‫ري إ ر َلهر‬ َ َّ ْ ‫ى َو َّٱت ُقوا‬
َْٰۖ ‫ٱتل ۡق َو‬ ّ ۡ ‫ج ۡوا ْ بٱل‬
َّ ‫ِب َو‬ َ َٰ‫ٱلر ُسول َوتَ َن‬
َّ ‫ت‬
‫ر‬ َ ‫َو َم ۡع رص‬
‫ي‬
‫ر رر‬ ‫ر‬
َ ُ َ ُۡ
﴾٩ ‫ُتۡشون‬
“Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu
membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan berbuat durhaka kepada Rasul. Dan
bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-
Nya kamu akan dikembalikan.” (QS. Al-Mujadalah: 9)

Lafazh al-Birr dijelaskan dalam hadits berikut:

ٌ‫ٌعلَْي ِّه‬ َّ َِّّ ‫ول‬ ِّ ِّ ‫اسٌب ِّن‬


َ ‫ىٌاَّلل‬
َّ ‫ل‬ ‫ٌص‬
َ ‫ٌاَّلل‬ َ ‫س‬ ‫ٌر‬‫ت‬
َُ ُ َ ‫ل‬
َْ‫أ‬ ‫ٌس‬ ‫ال‬
َ َ‫ق‬ ٌ ِّ
‫ي‬ ‫ار‬ ‫ص‬
َ ‫ن‬
ْ ‫ٌاأل‬
َ ْ ‫ن‬َ ‫ا‬ َ ْ ْ ِّ ‫َع ِّنٌالنـ ََّّو‬
‫ع‬ ‫ٌِس‬
ٌ‫ٌص ْد ِّرَك‬ ِّْ ‫ٌاخلُلُ ِّقٌو‬ ِّ َ ‫اْل ِّْْثٌفَـ َق‬ِّْ ‫ٌع ِّنٌالِّْ ِّبٌو‬
َ ‫اك ٌِِّف‬ َ ‫اٌح‬
َ ‫ٌم‬ َ ُ‫اْل ْْث‬ َ ْ ‫ٌح ْس ُن‬ ُ ‫الٌالْ ُّب‬ َ َ ‫َو َسٌلَّ َم‬
ٌ.‫َّاس‬ ‫ن‬ ‫ٌال‬ ِّ ‫وَك ِّرهتٌأَ ْنٌيطَّلِّعٌعلَي‬
‫ه‬
ُ َْ َ َ َ ْ َ
Dari An-Nawwas bin Sam’an al-Anshoriy, ia berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam tentang kebaikan dan dosa, Beliau bersabda: “Kebaikan adalah akhlak
yang baik sedangkan dosa adalah apa yang terdetik di jiwamu dan kamu benci/takut diketahui
oleh orang lain” (HR. Muslim no. 2553, Ahmad no. 17632, At-Tirmidzi no. 2389, Ad-Darimi no.
2831, Imam Al-Bukhari dalam kitabnya “Al-Adab Al-Mufrad” ; no. 295, 302, Al-Hakim no. 2172.
Hadits ini dishohihkan oleh Ibnu Hibban; Shahih Ibni Hibban, hal. 397. )

Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam menginformasikan kepada kita bahwa kebaikan adalah
merupakan bagian dari akhlak yang baik yang dapat diketahui melalui hati nurani kita
sebagaimana dijelaskan dalam riwayat yang lain dimana Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam
menyarankan kepada kita agar kita minta ‘fatwa’ kepada hati nurani kita ketika terjadi perkara
yang samar-samar karena sesungguhnya kebaikan itu adalah kebalikan dari dosa tersebut yaitu
apa yang membuat jiwa/hati nurani tenang dan tentram kepadanya. Artinya apabila jiwa/hati
nurani kita tidak menolaknya begitu pertama kali ingin kita lakukan dan tidak ragu-ragu atau
merasa takut untuk diketahui oleh orang lain alias tidak sembunyi-sembunyi melakukannya maka
itu merupakan tanda bahwa hal tersebut adalah baik. Begitu pula sebaliknya, apabila begitu
pertama kali ingin kita lakukan terasa was-was dan kita dalam melakukannya takut diketahui oleh
orang lain atau timbul keraguan untuk melakukannya (seperti dalam riwayat yang lain) maka itu
pertanda bahwa apa yang kita akan lakukan itu adalah dosa.

Simaklah hadits berikut:

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ٌَ ‫ٌ َوالْ َك ِّذ‬،‫قٌطُ َمأْنِّْيـنَة‬


ٌ‫بٌ ِّريْـبَة‬ ِّ ٌ‫إِّ ٌَّن‬
ٌَ ‫الص ْد‬
Kejujuran itu ketentraman dan dosa itu keragu-raguan .(HR. Ahmad no. 1727, At-Tirmidzi no.
2518, Al-Hakim no. 7046, Shohih, lihat Irwaul Ghaliil 1/44, Shohih Lihat Shohihul Jami’ no. 3378)

Dan kejujuran itu juga membawa kepada kebaikan sebagaimana hadits berikut:

Dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi Shallallahu’alaihi wasallam, beliau bersabda:

َّ ‫ٌوإِّ َّن‬،
ٌ‫ٌالر ٌُج َل‬ ْ ‫ٌالص ْد َق ٌيَـ ْه ِّد ْي ٌإِّ ََل ٌالِّْ ِّب ٌ ٌوإِّ َّن ٌالِّْ َّب ٌيَـ ْه ِّد ْي ٌإِّ ََل‬
ٌَ ‫ٌاْلَن َِّّة‬ ِّ ‫إِّ َّن‬
ٌ‫َل‬ ِّ‫ب ٌيـ ْه ِّدي ٌإ‬ ِّ ‫ٌوإِّ َّن ٌال َك‬
‫ذ‬ ٌ ،‫ا‬
ً ‫ق‬ ‫ي‬
ْ
ِّ ‫ٌص‬
‫د‬ ِّ ‫ٌعْن َد‬
ِّ ‫ٌهللا‬ ِّ ‫لَيص ُد ُق ٌح َّّت ٌي ْكتَب‬
َْ
َ ْ َ َ َ َ ُ َ
ٌ‫ٌح َّّت‬ ‫ب‬ ‫ذ‬ِّ ‫الرجل ٌلَي ْك‬ َّ ٌ ٌ
‫ن‬َّ ِّ
‫إ‬‫ٌو‬
ٌ ، ِّ
‫َّار‬‫ن‬ ‫ٌال‬ ‫َل‬
َ ِّ
‫إ‬ ٌ ‫ي‬ ‫د‬ِّ ‫ٌوإِّ َّن ٌالْ ُفجور ٌيـه‬ ٌَ ،‫الْ ُف ُج ْوِّر‬
َ َ َ َُ َ ْ ْ َ َْ ُ
ِّ ‫ٌعْن َد‬
ً‫ٌهللاٌ َك َّذا ٌَب‬ ِّ ‫ي ْكتَب‬
َ ُ
“Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu
membawa ke Surga. Sesungguhnya seseorang akan selalu berbuat jujur sehingga ditulis di sisi
Allah sebagai seorang yang jujur. Sesungguhnya kedustaan itu membawa kepada kejahatan dan
kejahatan itu membawa ke Neraka. Dan sesungguhnya seseorang akan selalu berbuat dusta
sehingga akan ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”4

Hadits tersebut mempunyai banyak pelajaran5 kepada kita antara lain:

1. Anjuran untuk berbuat jujur, sebab ia menjadi sarana menuju segala kebaikan.
2. Larangan untuk berbuat dusta dan jangan menganggap enteng terhadapnya, sebab ia
menjadi sarana menuju segala kejahatan.
3. Amal shalih (termasuk kejujuran) tempat kembalinya adalah surga, sedangkan perbuatan
buruk (termasuk dusta) tempatnya di neraka.

4
HR. Al-Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2607 dari Shahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu.
5
Lihat Kitab Bahjatun Nadhirin Syarah Riyadhus Shalihin 1/121-122, cet. Daar Ibnil Jauzy th. 1425 H.
4. Akhlaq yang mulia diperoleh dengan membiasakan diri untuk menerapkannya. Sebab, jiwa
itu sangat terpengaruh oleh sebab-sebab yang dapat mengantarkannya kepada kebaikan
dan akan merubah tabiat jeleknya, demikian juga sebaliknya.

ٌِّ ْ‫ الوالِّ َدي‬al-Walidain (kedua orang tua) dari kata:


Ketika disandarkan kepada ‫ن‬
َ
ٌ‫الوالِّ َد ِّان‬
َ ٌٌ
Al-Waalidani yaitu kedua orang tua – bapak dan ibu.

Dan lafazh diatas mencakup juga kakek dan nenek. Hal itu sebagaimana perkataan Imam asy-Syafii
rahimahullah (wafat tahun 204 H) ketika membicarakan tentang wali bagi mempelai perempuan:

ٌ،‫َبٌا ْْلَ ِد‬


ِ ‫َبٌأ‬ ُ ‫اتٌفَا ْْلَ ُّد‬
ُ ‫ٌُثٌَّأ‬، َ ‫ٌفَِإ ْن‬،‫ب‬
َ ‫ٌم‬ ِ َ‫ٌاِل‬ ٍ ِ َ ‫ٌالشافِ ِع ُّي‬
َ ‫ٌَلٌ ِوََليَةٌَِلَ َحد‬:
ْ ‫ٌم َع‬ َّ ‫ال‬ َ َ‫َوق‬
‫ٌآَب ٌء‬ ‫م‬ ‫ه‬
ُ َّ
‫ل‬ ‫ك‬
ُ ٌ ‫م‬ُ َّ َ‫ِِل‬
‫َّن‬
َ ْ ْ
Tidak ada kewenangan bagi seorangpun sebagaimana kewenangannya pihak bapak jika bapak
meninggal maka yang berhak adalah kakek kemudian bapak-bapaknya kakek karena semuanya itu
termasuk pihak bapak.6

ِ ِ ِ ِ ٌ:‫ٌهللا‬ ‫ه‬‫مح‬ِّ‫الٌاِّبنٌاألَثِّ ِّْيٌر‬


ٌ .‫سا ُن‬َ ‫ح‬ْ ‫ٌاْل‬:
ْ ‫ر‬ ‫س‬
ْ ‫ك‬
َ ْ
‫ل‬ ‫ٌَب‬‫ِْب‬
ُّ ‫ل‬ ‫ا‬‫و‬ ٌ
َ ُ ُ َ َ ُ ْ َ َ‫ق‬
ٌ‫ٌاِلَ ْه ِل‬ ْ ‫ني ٌِم َن‬
َ ِ‫اٌو َح ِقٌاِلقْرب‬
ِ ‫ٌوهو ٌِِف‬،ٌ»‫يث ٌِِفٌ«بِ ِرٌالوالِ ٌَدي ِن‬
َ ‫ٌحق ِه َم‬ َ َُ َ ْ َ ُ ‫َوِم ْنهٌُا ْْلَ ِد‬
ٌ‫ٌج ِّامعٌلِّْل َخْي ِّـر‬ ِّ‫ٌا‬:‫ٌوالبِّـر‬.‫ييعٌْل ِق ِه ٌم‬
ِ ‫ض‬ ِ ِ
َ ْ‫م‬ ‫س‬ ُّ َ ْ َ ْ َّ‫ٌاْل َساءَةٌُإلَْي ِه ْمٌوالت‬ ِْ ‫ٌو ُه َو‬،‫وق‬
َ ‫ض ُّدٌالعُ ُق‬
ٌ .ُ‫اعة‬ َ َّ‫َصلُهٌُالط‬ْ ‫ٌَوأ‬
Ibnul Atsir rahimahullah (wafat tahun 606 H) berkata: Al-Birru dengan dikasrahkan huruf ba’nya
maknanya adalah al-Ikhsan (kebaikan) dan terdapat hadits yang mencakup birrul walidain yang
berkaitan dengan hak orang tua, kerabat keluarga, lawannya adalah al-Uquuq (kedurhakaan) yaitu
gangguan kepada kedua orang tuanya dan menyempitkan hak dari orang tua maupun
kerabatnya7. Dan al-Birr itu adalah kata yang mencakup semua kebaikan yang landasannya adalah
ٌ
ketaatan. 8

Imam al-Qurthuby rahimahullah (wafat th. 671 H) menjelaskan tentang makna Birrul Walidain:

6
Lihat Tafsir al-Qurthubi 2/195 cet. Daarul Bayaan al-Arabiy th. 1429 H
7
Lihat An-Nihayah fi Ghoriibil Hadits wal Atsar hal. 72, cet Daar Ibnil Jauzy th. 1421 H.
8
Mu’jam Lughoh al-Fuqaha oleh Muhammad Rawwaas al-Qal’aji hal. 105, cet Daar An-Nafaais th. 1408
H.
ِِ ِ ِ ِ ِ ‫ٌالقي‬ ِ ِ
ٌ‫ٌوالتَّ َذلُّ ُل‬،ٌ‫ا‬
َ ‫ٌ ِوال ِرفْ ُقٌِب َم‬،ٌ‫ٌوالْت َز ُامٌطاَ َعت ِه َما‬،ٌ‫ا‬
َ ‫امٌِبُ ُق ْوق ِه َم‬
ُ َ ‫ٌه َو‬:ٌُ ‫َوبُِّرٌال َوال َديْ ِن‬
ِ ِ ِِ ‫اٌِف‬ ِ ‫اعاةٌُاِلَ َد‬
ٌ‫ارٌ ََلَُما‬ َ ‫ٌعلَْي ِه َم‬
ُ ‫ٌواَل ْستغْ َف‬،ٌ‫ا‬ َ ‫الَت ُّح ُم‬َ ‫ٌو‬،ٌ‫ا‬
َ ‫ٌحيَاِت َم‬ َ ِ ‫ٌم َع ُه َم‬َ‫ب‬ َ ‫ٌوُم َر‬،ٌ‫ا‬
َ ‫ََلَُم‬
ِ ‫الٌماٌأَم َكنه‬ ِِ ‫ب ع َد‬
.‫ٌواِلَ ْج ِرٌ ََلَُما‬
َ ِ
‫ْي‬ْ َْ
‫ٌاْل‬ ‫ن‬
َ َُ ْ َ ُ ‫ص‬
‫ٌم‬ َ ْ‫ٌ َوإِي‬،ٌ‫ٌم ْوِت َما‬
َ َْ
Melaksanakan hak-haknya terhadap orang tuanya dan memegang teguh ketaatan kepada kedua
orang tuanya, berlemah lembut kepada keduanya, merendahkan diri kepada keduanya, menjaga
adab sopan santum kepada keduanya semasa hidupnya, berkasih sayang kepada keduanya,
memanjatkan ampunan setelah wafat keduanya, mengirimkan berbagai kebaikan dan pahala yang
memungkinkan bagi keduanya.9

Imam An-Nawawi rahimahullah (wafat th. 676 H) menjelaskan tentang makna Birrul walidain:

ِ ‫يلٌمعهم‬ ِ ِ ‫ٌاْلحسا ُنٌإِلَي ِهم‬ ِ ِ


ٌ‫س ُّر ُُهَا‬
ُ َ‫ٌماٌي‬
َ ‫اٌوف ْع ُل‬ َ َ ْ َ ْ ِْ ‫ب ُّرٌال َْوال َديْ ِنٌفَ ُه َو‬
َ َ ُ َ َ ِ ‫اٌوف ْع ُلٌا ْْلَم‬
ِ ِ‫يحٌإِ َّن ٌِم ْنٌأَبَ ِرٌال‬
ٌ‫ِْبٌأَ ْن‬ ِ ‫ٌالص ِح‬ ِ ِ ٌ‫ٌاْلحسا ُنٌإِ ََل‬
َ ‫صديق ِه َماٌ َك َم‬
َّ ‫اٌجاءَ ٌِِف‬ َ
ِِ
َ ْ ِْ ‫َويَ ْد ُخ ُلٌفيه‬
ٌِ ‫ِْبٌالْعُ ُق‬
‫وق‬ ِ ‫ٌالرجلٌأ َْهلٌوِدٌأَبِ ِيهٌو‬
ِ ِ‫ض ُّدٌال‬ ِ
َ ُ َ ُ ُ َّ ‫يَص َل‬
Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) adalah melakukan kebaikan kepada kedua orang
tua, melakukan perbuatan yang baik kepada keduanya, perbuatan yang menyenangkan keduanya,
begitupula memberikan kesenangan didalam amalan kebaikannya kepada teman kedua orang
tuanya sebagaimana dalam hadits yang shohih bahwa termasuk perbuatan birrul walidain adalah
seseorang menyambung tali silahturahmi kepada teman-teman bapaknya dan lawannya dari al-
Birr itu adalah al-'Uquuq (kedurhakaan).10

Dapat ditegaskan kembali pengertian tentang birrul walidain adalah berbuat baiknya seorang anak
kepada orang tuanya. Hal ini dapat diimplementasikan dengan perilaku sopan dan santun kepada
keduanya, baik dalam ucapan maupun tingkah laku, mentaati perintahnya selagi tidak menyuruh
untuk berbuat maksiat, mencukupi segala kebutuhan yang mereka perlukan menurut batas
kemampuan yang ada, dan mendoakan kebaikan kepadanya. Dan kewajiban birrul walidain
tersebut berlaku sepanjang hidup seorang anak baik orang tuanya masih hidup maupun sudah
meninggal.

LAWAN DARI BIRR adalah ‘UQUQ:

Imam An-Nawawi rahimahullah (wafat 676 H) menjelaskan makna Al-Uquuq:

‫ْع‬
ٌُ ‫ٌو ُه َوٌالْ َقط‬‫ق‬ِ ‫ْع‬‫ل‬ ‫ٌا‬ ‫ن‬ ِ ‫ع ُقو ُقٌالْوالِ َدي ِنٌفَ هوٌمأْ ُخوذ‬
‫ٌم‬
َ َ ْ َ َُ ْ َ ُ

9
Lihat Al-Mufhim Limaa Asykala min Kitab Talkhis Kitab Muslim oleh Imam al-Qurthuby 2/279, cet Daar
Ibn Katsir th. 1417 H.
10
Lihat Syarah Shohih Muslim oleh Imam an-Nawawi 2/76 atau 1/261 cet. Daarul Ma'rifah th. 1426 H.
Uquuqul Walidain adalah diambil dari kata “Al-‘Aqqu” dan maknanya adalah
pemutusan/pemotongan. (lihat Syarah Shohih Muslim 2/87)

Imam an-Nawawi rahimahullah menukilkan penjelasan dalam kitabnya Al-Minhaj Syarh Shohih
Muslim11:

ٌ‫وٌُمَ َّم ِد‬


ُ ُ‫امٌأَب‬ ِْ ‫ٌالش ْي ُخ‬
َّ ‫ال‬ ِ ِ ِ
ُ ‫ٌاْل َم‬ َ َ‫ٌوقَ ْدٌق‬
َ ُ‫ضبَطَه‬
َ ٌ‫ٌم ْن‬
َ ‫َحقي َقةٌُالْعُ ُقوقٌال ُْم َح َّرمٌ َش ْر ًعاٌفَ َق َّل‬
ٌ‫انٌبٌِِهٌ ِم َن‬
ِ‫ص‬ ٌَّ َ‫اٌَيْت‬
َ ‫يم‬ ِ ‫وقٌالْوالِ َدي ِن‬
َ ‫ٌوف‬
َ ْ َ
ِ ‫ف ٌِِفٌعُ ُق‬ َّ ُ‫ٌرِِحَه‬
ْ ِ‫ٌاَّللٌُ ََلٌْأَق‬ َّ ‫ٌع ْب ِد‬
َ ‫ٌالس ََلِم‬ َ ‫بْ ُن‬
ٌ‫انٌبِ ِه‬
ِ ‫اٌِفٌ ُك ِلٌماٌَيْمر‬
َُ َ َ ِ ‫ته َم‬
ُ ‫اع‬
َ َ‫بٌط‬ َِ ‫ضابِ ٍطٌأَ ْعتَ ِمدهٌُفَِإنَّهُ ٌََل‬
‫ٌَي‬ َ ٌ‫ٌعلَى‬ َ ‫وق‬ ِ ‫ا ْْل ُق‬
ُ
ُ
ٌ‫ٌح ُرَمٌعلىٌالولدٌاْلهادٌبغْيٌاذَّنماٌملاٌيشق‬ ِ ‫اقٌالْعلَم‬ ِ ِ ِ ُ‫ٌع ْنه‬ ِ ‫وي ْن َهي‬
َ ‫ٌوقَ ْد‬ َ َ ُ ‫ٌَبت َف‬
‫اء‬ َ ‫ان‬ َ ََ
َ ِ‫اٌعلَىٌذَل‬ ِ ‫ضائِِه‬ ِ ‫ض ٍو‬ ِ ‫علَي ِهم‬
ٌ‫ك‬ َ ‫ٌول ِش َّد ِةٌتَ َف ُّج ِع ِه َم‬
َ َ ‫ع‬
ْ َ
‫أ‬ ٌ ‫ن‬
ْ ‫ٌم‬ ٌ
ْ ‫ع‬
ُ ٌ ‫ع‬ِ ٌ
‫ط‬
ْ َ‫ق‬ ٌ‫َو‬
ْ ‫أ‬ ٌ ِ ِ‫اٌمنٌتَ وقُّ ِعٌقَ ْتل‬
‫ه‬ َ ْ َ َْ
َ ‫ض ٍو ٌِم ْنٌأَ ْع‬
‫ضائٌِِه‬ ْ ُ‫ٌعلَىٌنَ ْف ِس ِهٌأ َْوٌع‬َ ‫انٌفِ ِيه‬ِ َ‫ٌَيَاف‬َ ‫ٌس َف ٍر‬
َ ‫كٌ ُك ُّل‬ َ ِ‫َوقَ ْدٌأُ ْْلِ َقٌبِ َذل‬
Adapun definisi “durhaka” yang diharamkan oleh syari’at maka hanya sedikit yang
mendefinisikannya. Berkata Syaikh Imam Abu Muhammad bin Abdissalam rahimahullah
(Izzuddin bin Abdissalam bin Abdil Aziiz, Syaikhul Islam, berjuluk Sulthonul Ulama) (wafat 660 H) :

“Aku tidak menemukan definisi yang bisa aku jadikan pegangan tentang durhaka kepada kedua
orangtua dan hak-hak yang khusus berkaitan dengan kedua orangtua, namun tidak wajib untuk
taat kepada kedua orangtua pada semua yang diperintahkan dan dilarang oleh mereka berdua
berdasarkan kesepakatan para ulama, dan telah diharamkan atas anak untuk berjihad tanpa idzin
kedua orangtua karena hal itu terasa berat bagi mereka karena khawatir sang anak bisa terbunuh
atau terputus salah satu anggota tubuhnya dimana hal tersebut dapat sangat memukul atau
menyebabkan kesedihan yang sangat bagi mereka berdua. Dan disamakan hukumnya dengan hal
ini (jihad) semua safar yang mereka berdua mengawatirkan keselamatan jiwa sang anak atau
khawatir hilangnya salah satu dari anggota tubuh sang anak” (selesai nukilan dari Imam an-
Nawawi rahimahullah)

Masuk dalam definisi diatas adalah bagi seorang anak yang memaksakan diri untuk tetap mudik ke
rumah orang tuanya sedangkan perjalanan menuju ke rumah orang tuanya itu sangat berat karena
jauh ataupun bahaya dari wabah corona yang bisa menyerang siapa saja. Dalam perjalanan mudik
tersebut sangat berbahaya dalam penyebaran virus corona, apalagi via bandara, kereta api atau
bis, karena alat transportasi umum itu rentan terhadap penyebaran virus tersebut. Maka jika
seorang itu ingin izin mudik kepada orang tuanya sedangkan orang tuanya tidak ridho bahkan
melarang maka janganlah memaksakan diri karena ini bisa menjatuhkan seseorang kedalam
kedurhakaan kepada kedua orang tuanya.

11
Lihat Al-Minhaj Syarh Shohih Muslim 2/87
Bahkan menjadikan kedua orang tuanya menangis karena kecerobohan dirinya sebagai seorang
anak bisa menjatuhkan seseorang kedalam kedurhakaan kepada orang tuanya, sebagaimana
Abdullah bin ’Umar radhiyallahu ’anhuma (wafat 73 H) pernah berkata,

‫ٌوالْ َكبَائِر‬ ِ ِ ِ
َ ‫بُ َكاءٌُال َْوال َديْ ِنٌم َنٌالْعُ ُقوق‬
”Membuat orang tua menangis termasuk bentuk durhaka pada orang tua dan Dosa Besar.” (Atsar
ini dikeluarkan Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod no. 31(

BIRRUL WALIDAN DALAM AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH


Ada banyak dalil dari al-Qur’an dan As-Sunnah yang berkaitan dengan Birrul Walidain, dan penulis
meringkasnya hanya dengan menyebutkan satu ayat dan satu hadits saja. Untuk lebih komplitnya
semoga Allah memudahkan untuk dicetaknya buku Mengetuk Pintu Birrul Walidan – Konsep dan
Penerapan Birrul Walidain pada Zaman Sekarang.

َ ۡ
Allah Azza wa Jalla berfirman:

ۡ َ َ ۡ َ َ َّ َّ َ ُ ُ ۡ َ َ َ ََٰٓ ۡ ٓ َ َ َ َ ۡ َ
‫﴿ِإَوذ أخذنا مريثَٰق ب رِن إرسءريل َل تعبدون إرَل ٱَّلل وب رٱلو َٰ رِلي رن‬
ٗ‫اس ُح ۡسنا‬ َّ ْ ُ َُ َٰ َ َ ۡ َ َٰ َ َٰ َ َ ۡ َ َٰ َ ۡ ُ ۡ َ ٗ َ ۡ
‫ري وقولوا ل رلن ر‬
‫إرحسانا وذري ٱلقرَب وٱلتم وٱلمسك ر‬
ُ‫رنك ۡم َوأَنتم‬ ُ ّ ٗ َ َّ ۡ ُ ۡ َّ َ َ َّ ُ َ َٰ َ َّ ْ ُ َ َ َ َٰ َ َّ ْ ُ َ َ
‫وأقريموا ٱلصلوة وءاتوا ٱلزكوة ثم تولتم إرَل قلريَل م‬
َ ُ
٨٣ ‫ُّم ۡع ررضون‬
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, "Janganlah kamu menyembah selain
Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-
orang miskin, serta bertutur katalah yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah
zakat." Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari janji), kecuali sebagian kecil di antara kamu,
dan kamu (masih menjadi) pembangkang. (QS. Al-Baqarah: 83)

TAFSIRNYA:
Imam Syamsuddin al-Qurthubi rahimahullah (wafat 671 H) menjelaskan tafsir ayat 12

ٌ.ٌ‫س ًاًن‬ ‫ح‬ ِ


‫إ‬ ٌ ِ
‫ن‬ ‫ي‬ ‫د‬
َ ِ‫ٌَبلْوال‬
ِ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ًن‬
َ‫ر‬ ‫َم‬‫أ‬‫ٌو‬ ‫َي‬‫أ‬ ٌ ‫اًن‬
ً ‫س‬ ‫ح‬ِ‫إ‬ ٌ ِ
‫ن‬ ‫ي‬ ‫د‬
َ ِ‫ٌوَِبلْوال‬:ٌ‫ٌقَ ولُهٌتَع َاَل‬
َ ْ ْ َ ْ ُ َْ َ ْ َ ْ ْ َ َ َ ُْ
ٌِ ‫يد‬ ِ ‫ٌَبلتَّو ِح‬ ِ ِ ْ ‫ٌه ِذ ِه‬
ٌَ‫ٌ;ٌِلَ َّنٌالنَّ ْشأَة‬ ْ ِ ‫ٌحقٌَّال َْوال َديْ ِن‬
َ ‫ٌاْليَة‬ َ ‫ٌو َج َّل ٌِِف‬
َ ‫ٌع َّز‬ َّ ‫َوقَ َر َن‬
َ ُ‫ٌاَّلل‬

12
Lihat Tafsir al-Qurthuby 1/353-354, cet. Daarul Bayaan al 'Aroby, th. 1429 H.
ِ ‫ٌ ِمن‬-ٌُ‫ٌالَتبِية‬
ٌ‫ٌج َه ِةٌال َْوالِ َديْ ِن‬ ِ ‫َّشءٌَالث‬ َِّ ‫ٌع ْن ِد‬ِ ‫وَل ٌِمن‬
ْ َ َّْ ‫ٌ َو ُه َو‬-ٌَ‫َّاِن‬ ْ ‫ٌوالن‬،ٌ
َ ‫ٌاَّلل‬ ْ َ ُ‫ْاِل‬
ٌ‫ك‬ َ ْ‫ٌولَِوالِ َدي‬َ ْ ِ
‫ٌِل‬ ‫ر‬ ‫ك‬
ُ ‫ش‬
ْ ‫ٌا‬ ِ ‫ٌأ‬:ٌ‫ال‬
‫َن‬ َ ‫ق‬
َ ‫ٌف‬
َ ِ‫ش ْك ِر‬
‫ه‬ ُ ِ‫ٌالش ْكرٌ ََلُماٌب‬
َ َ ُّ ‫اَل‬
َ ‫ع‬
َ َ‫ٌت‬ ‫ن‬
َ ‫ر‬َ ‫اٌق‬
َ ‫ذ‬
َ َ
ِ‫ٌو‬،
‫َل‬ َ
ِ ‫اٌَبلْمعر‬ ِ ِ‫اْلحسا ُنٌإِ ََلٌالْو ٌال‬
ٌ،ٌ‫ض ُعٌ ََلَُما‬ ُ ‫َّوا‬ ‫الت‬
َ َ ‫ٌو‬،ٌ ‫وف‬ ْ ‫م‬
ُ َ َ َ َُ ْ َ ُ‫ِت‬
ُ ‫ر‬ ‫ش‬
َ ‫ا‬‫ع‬‫ٌم‬:ٌ ‫ن‬ِ ‫ي‬ ‫د‬
َ َ ْ ِْ ‫ٌو‬. َ
ٌ.‫ٌو ِد ُِهَا‬ُ ‫ل‬ِ ‫َه‬
ْ ‫أ‬ ٌ‫ة‬
ُ ‫ل‬
َ ِ ‫ٌو‬،ٌ‫الد َعاءٌ َِبلْمغْ ِفرِةٌب ْع َد ٌََمَاِتِِما‬
‫ص‬ َ َ َ َ َ ُ ُّ ‫ٌو‬،ٌ‫ا‬ ِ‫الٌأَم ِر‬
َ َ ْ ُ َ‫َو ْامتث‬
‫ُه‬ ِ
Dan Firman-Nya Ta'ala, "Dan kepada kedua orang tuamu hendaklah engkau berbuat baik"
maksudnya yaitu, Dan Kami (Allah) perintahkan mereka para anak untuk berbuat baik kepada
orang tuanya. Allah Azza wa Jalla menyandingkan penyebutan hak orang tua dengan at-Tauhid
(Mengesakan Allah dengan menyakini bahwa Allah satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi
dengan benar), karena proses penciptaan seorang manusia yang pertama kali itu adalah dari sisi
Allah dan proses perkembangannya – yaitu proses pembimbingan dari peran orang tua. Oleh
karena itu Allah menyandingkan bentuk syukur kepada kedua orang tua merupakan manisfestasi
dari syukur kepada-Nya. Maka Allah berfirman, "Hendaklah engkau bersyukur kepadaku dan
kepada kedua orang tuamu." Dan Maksud dari berbuat baik kepada kedua orang tua adalah:
"Bergaul dengan keduanya dengan ma'ruf, merendahkan diri kepada keduanya, menaati berbagai
perintahnya, mendoakan ampunan bagi kedua orang tuanya setelah keduanya meninggal, dan
menyambung silahturahmi terhadap keluarga orang tua (paman, bibi dan lainnya)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah (wafat 774 H) menjelaskan ayat diatas13:

ِ ِ ْ ‫يذكرٌتَبار َكٌوتَ ع َاَلٌب ِِنٌإِسرائِيل ٌِِبَاٌأَمرهمٌبِ ِه ٌِمن‬


َ ‫ٌاِلَ َوام ِر‬
َ ‫ٌوأَ َخ َذٌميثَاقَ َه ْم‬،
ٌ‫ٌعلَى‬ َ ْ ُ ََ َ َ ْ َ َ َ َ َ ُ
ِ ِ َ ِ‫اٌعنٌ َذل‬ َ ِ‫َذل‬
ٌُ‫ٌو ُه ْمٌيَ ْع ِرفُونَه‬،‫ا‬
َ ‫اٌو َع ْم ًد‬
َ ‫ص ًد‬ ْ َ‫ضواٌق‬ ُ ‫ٌوأَ ْع َر‬،
َ ‫كٌ ُكله‬ ْ َ ‫ٌوأ َََّّنُ ْمٌتَ َولَّ ْو‬،
َ ‫ك‬
ٌ.‫ٌوََلٌيُ ْش ِرُكواٌبِ ِهٌ َش ْي ئًا‬
َ ُ‫ٌفَأ ََم َرُه ْمٌأَ ْنٌيَ ْعبُ ُدوه‬،ُ‫َويٌَْذ ُك ُرونَه‬
Allah mengingatkan Bani Israil mengenai beberapa perkara yang telah diperintahkan kepada
mereka. Dia mengambil janji dari mereka untuk mengerjakan perintah tersebut. Namun mereka
berpaling dan mengingkari semua itu secara sengaja, sedang mereka mengetahu dan
mengingatnya. Kemudian Allah memerintahkan mereka agar beribadah kepada-Nya dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.

ِ ‫ٌ{وماٌأَرسلْن‬:‫الٌتَ ع َاَل‬
ٌ‫اٌم ْن‬ َ َ ْ ََ َ َ َ‫كٌ َخلَ ٌَق ُه ْمٌ َك َماٌق‬ َ ِ‫ٌولِ َذل‬،
َ
ِ ‫ٌَجيعٌ َخل ِْق‬
‫ه‬ ِ ِ
َ َ ‫َوِبَ َذاٌأ ََم َر‬
ٌ:‫}ٌ[اِلَنْبِيَ ِاء‬
ْ ‫ون‬ ِ ‫وحيٌإِلَْي ِهٌأَنَّهُ ٌََلٌإِلَهٌَإَِلٌأ ًََنٌفَا ْعب ُد‬
ُ
ِ ُ‫ولٌإَِلٌن‬ ٍ ‫ك ٌِم ْنٌر ُس‬
َ َ ِ‫قَ بل‬
ْ
]ٌ 25
13
Lihat Tafsir Ibnu Katsir Tahqiq Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin 1/473-476, cet. Darul Ibnul Jauzi th. 1431
H
Dia juga memerintahkan hal itu kepada seluruh makhluk-Nya. Dan untuk itu pula (beribadah)
mereka diciptakan. Sebagaimana firman-Nya:

"Dan tidaklah Kami mengutus para Rasul sebelummu melainkan Kami wahyukan kepadanya.
Bahwasannya tidak ada ilah (yang haq) melainkan Aku, maka beribadahlah kepada-Ku." (QS Al-
Anbiyaa': 25)

َ َِّ ‫ٌوهوٌحق‬،‫وقٌوأَ ْعظَمها‬ ِ


ٌُ‫ٌو ْح َده‬
َ ‫د‬
َ ‫ب‬
َ ‫ع‬
ْ ُ‫ٌي‬ ‫ن‬
ْ ‫أ‬ ٌ،‫اَل‬َ ‫ع‬
َ ‫ٌت‬
َ ‫ٌُّاَّلل‬ َ َ ُ َ َ ُ َ ٌ ‫اٌه َوٌأَ ْعلَىٌا ْْلُُق‬ ُ ‫َو َه َذ‬
ٌ‫ٌح ُّق‬ ‫ك‬ ِ‫ٌوآ َك ُدهمٌوأَوََلهمٌبِ َذل‬،‫ٌُثٌَّب ع َدهٌُحقٌُّالْم ْخلُوقِني‬، َ ‫ََلٌ َش ِر‬
َ َ ُْ ْ َ ُْ َ َ َ َ ْ َ ُ ُ‫يكٌلَه‬
ٌ‫ال‬َ َ‫ٌ َك َماٌق‬،‫ٌو َح ِقٌال َْوالِ َديْ ٌِن‬ ِ ِ ‫ٌاَّللٌتَ ع َاَلٌب ْني‬
َ َ َ َ َُّ ‫ٌوَلََذاٌيَ ْق ِر ُن‬،
َ ‫ٌحقه‬
ِ ‫الْوالِ َدي ِن‬
َ ْ َ
]14ٌ:‫صْيُ}ٌ[لُ ْق َما َن‬ ِ ‫ِلٌالْم‬ َ ْ‫ٌولَِوالِ َدي‬
َ ََّ ِ‫كٌإ‬
ِ
َ ‫ٌ{أَنٌا ْش ُك ْر ٌِِل‬:‫تَ َع َاَل‬
Itulah hak Allah yang paling tinggi dan agung, yaitu hak untuk senantiasa diibadahi dan tidak
disekutukan dengan sesuatu apapun, lalu setelah itu hak antar sesama makhluk. Hak antar
makhluk yang paling ditekankan dan utama adalah hak kedua orang tua. Oleh karena itu, Allah
memadukan antara hak-Nya kemudian setelah itu hak kedua orang tua, sebagaimana firman-Nya:
"Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku kalian kembali." (QS.
Luqman: 14)

ٌ‫َيٌال َْع َم ِل‬ َِّ ‫ول‬


ُّ ‫ٌأ‬،‫ٌاَّلل‬ َ ‫ٌر ُس‬ ٍ ‫ٌع ِنٌاب ِنٌمسع‬، ِ ْ ‫يح‬ ِ َّ ‫وِِف‬
َ ‫ٌَي‬:
َ ‫ْت‬ ُ ‫ٌقُل‬،‫ود‬ ُ ْ َ ْ َ ‫ني‬ َ ‫ٌالصح‬ َ
ٌ."‫ٌ"بُِّرٌال َْوالِ َديْ ِن‬:‫ال‬َ َ‫َي؟ٌق‬ٌّ ‫ٌُثٌَّأ‬:
ُ ‫ْت‬ُ ‫ٌقُل‬."‫ىٌوقْتِ َها‬
َ َ‫ٌعل‬ َ ُ‫ٌ"الص ََلة‬:
َّ ‫ال‬
َ َ‫ض ُل؟ٌق‬ َ ْ‫أَف‬
َِّ ‫يل‬ ِ ِ‫ٌسب‬ ُ ‫ٌ"ا ْْلِ َه‬:‫ال‬
"‫ٌاَّلل‬ َ ‫اد ٌِِف‬ َ َ‫ي؟ٌق‬ ٌّ َ‫ٌُثٌٌَّأ‬:
ُ ‫ْت‬ُ ‫قُل‬
Dalam kitab Shohihain (Al-Bukhori dan Muslim) diriwayatkan hadits dari Ibnu Mas'ud, dia berkata:
"Aku pernah bertanya, 'Ya Rasulullah (Shollallahu'alaihi wasallam), perbuatan apakah yang paling
utama?" "Sholat tepat pada waktunya" jawab Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam. "Lalu apa
lagi" tanyaku lebih lanjut. Beliau menjawab, "Berbakti keapda ibu bapak" selanjutnnya kutanyakan
: "Lalu apa lagi? Beliau menjawab "Berjihad di Jalan Allah." (HR. Al-Bukhori no. 527, 5970, 7534
dan Muslim no. 85)

KEUTAMAAN DAN BUAH MANIS DARI BIRRUL WALIDAIN


Pembaca yang semoga Allah senantiasa melimpahkan keberkahan kepada anda, setelah penulis
memaparkan panjang lebar tentang pembahasan yang berkaitan dengan definisi Birrul Walidain,
Uquuqul Walidain lalu dalil-dalil dari Al-Quran dan as-Sunnah berserta fawaidnya maka kita akan
memberikan ringkasan dari Keutamaan dan Buah Manis dari Birrul Walidain. Bab ini diambil
idenya dari Ibnul Jauzy rahimahullah (wafat 597 H) dalam kitabnya Al-Birr was Shilah pada bab ke-
10:

‫ٌالوالِّ ٌَديْ ٌِّن‬ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ‫اشر‬


َ ‫ٌِفٌذ ْكرٌثَـ َوابٌبر‬
ِّ ‫الباب‬
ُ ‫ٌالع‬
َ ُ َ
Bab ke-10, Tentang Penyebutan Pahala dari Birrul Walidain.14
Mari kita simak ulasan ringkasan tentang keutamaan Birrul Walidain berikut ini:

PERTAMA: BIRRUL WALIDAN ADALAH TERMASUK AMALAN YANG PALING


UTAMA
Bahwa berbakti kepada kedua orang tua adalah amal yang paling utama. Dengan dasar
diantaranya yaitu hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah disebutkan oleh penulis pada
hadits yang pertama15:

ٌ‫الص َالٌةٌُ َعلَىٌ َوقْتِّ َها‬ َّ ٌ‫ال‬ ٌَِّّ ٌ‫َل‬


ٌَ َ‫اَّللٌق‬ ٌَ ِّ‫بٌإ‬
ٌُّ ‫َح‬ ٌُّ ‫اَّللٌُ َعلَْي ٌِّهٌ َو َسلَّ ٌَمٌأ‬
َ ‫َيٌالْ َع َم ٌِّلٌأ‬ ٌَّ ٌ‫صلَّى‬ َ ٌ‫َّب‬ٌَّ ِّ‫تٌالن‬ ٌُ ْ‫َسأَل‬
ٌ‫نٌ ِِّبِّ ٌَّنٌ َولَ ٌْو‬
ٌ َِّ‫الٌ َح َّدث‬ ٌَِّّ ٌ‫يل‬
ٌَ َ‫اَّللٌق‬ ٌِّ ِّ‫ِفٌ َسب‬ ٌُ ‫اْلِّ َه‬
ٌ ٌِّ‫اد‬ ْ ٌ‫ال‬
ٌَ َ‫َيٌق‬ ٌَ َ‫الٌ ٌُْثٌَّبٌُِّّرٌالْ َوالِّ َديْ ٌِّنٌق‬
ٌٌّ ‫الٌ ٌُْثٌَّأ‬ ٌَ َ‫َيٌٌق‬ ٌٌّ ‫الٌ ٌُْثٌَّأ‬
ٌَ َ‫ق‬
ٌ‫ن‬ٌ ِّ‫استَـَزْدتٌُهٌُلََز َاد‬
ْ
'Abdullah (bin Mas'ud radhiallahu'anhu) - ia berkata, "Aku pernah bertanya kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, "Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?" Beliau menjawab:
"Shalat pada waktunya." 'Abdullah bertanya lagi, "Kemudian apa kagi?" Beliau menjawab:
"Kemudian berbakti kepada kedua orangtua." 'Abdullah bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?" Beliau
menjawab: "Jihad fi sabilillah." 'Abdullah berkata, "Beliau sampaikan semua itu, sekiranya aku
minta tambah, niscaya beliau akan menambahkannya untukku."16
Dengan demikian jika ingin kebajikan maka harus didahulukan amal-amal yang paling utama di
antaranya adalah birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua).

KEDUA: BIRRUL WALIDAN ADALAH TERMASUK AMALAN YANG PALING


MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH.
Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma berkata:

ٌ‫ٌعَّز ٌَو َج َّل ٌِّم ْنٌبِّ ِّرٌالْ َوالِّ َد ِّة‬ َِّّ ‫إِِّّن ٌَالٌأَعلَمٌعم ًالٌأَقْـربٌإِّ ََل‬
َ ‫ٌاَّلل‬ َ َ ََ ُ ْ
“Sesungguhnya aku tidak mengetahui suatu amalan yang lebih mendekatkan diri kepada Allah dari
amalan berbakti kepada seorang ibu”17

KETIGA: BIRRUL WALIDAN ADALAH TERMASUK SEBAB ALLAH MEMBERIKAN


PERTOLONGAN KEPADA HAMBA-NYA.

14
Lihat Kitabul Birr was Shilah oleh Ibnul Jauzy hal 77, cet. Muassassah al-Kutub ats-Tsaqafiyah th. 1416
H.
15
Lihat pembahasan tafsir ayat pertama dan hadits pertama dalam buku ini.
16
HR. Al Bukhari no.527, 2782, 5970, 7534; Muslim no 85, at-Tirmidzi no 173, 1898, an Nasaai no. 610,
611, Al-Hakim no. 2090, Ibnu Hibban dalam Shohihnya 4/340-341, at-Thobroni dalam Al-Mu’jamul
Kabiir no. 9805, Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman no. 2544.
17
Atsar diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrod no. 4, dan dikeluarkan pula oleh Al-Laalikai
dalam Syarah Ushul Al-I'tiqad no. 1957, Al-Baihaqy dalam asy-Syu'abul Iman no. 7535 dan dishohihkan
oleh Syaikh Al-Albani dalam Shohih Al Adabul Mufrod no. 4 dan Silsilah Ahadits ash-Shohihah no. 2799.
Bahwa berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami yaitu
dengan cara bertawasul dengan amal shahih tersebut.

ِّ ِّ ِّ ِّ َ ‫ٌاللَّه َّمٌإِِّّنٌ َكا َن ٌِِّلٌٌأَبٌـو ِّان‬:‫فَـ َق َالٌأَح ُدهم‬


ٌ‫ت‬ ُ ‫()ٌفَ ُكْن‬،‫ٌ() َوِِّلٌصْبـيَةٌصغَار‬،‫ٌشْي َخانٌ َكبِّ َْيان‬ ََ ُ ُْ َ
ٌ‫َس ِّقي‬ ُ ‫يٌفَـيَ ْشَرََب ِّن‬
ْ ‫ٌْثٌَّأ‬، َّ ‫ٌفَ ِّآِتٌبِِّّهٌأَبَـ َو‬،‫ٌَبحلِّالَ ِّب‬ ِّ ‫َحلُبٌفَأ َِّجيء‬
ُ ُ ْ ‫أ‬َ‫ف‬ ٌُ‫يء‬ ِّ ‫ٌْثٌَّأ‬،‫ى‬
‫َج‬ ُ ‫َخ ُر ُجٌفَأ َْر َع‬ ْ‫أ‬
ِّ ‫ٌقالٌ((فَـ ُقمت‬،‫ان‬ ِّ ‫اٌَنئِّم‬ ُ ‫تٌٌفٌَِّإ َذ‬ ِّ ِّ ِّ
ٌ‫ٌعْن َد‬ ُ ْ َ َ َ‫اٌُه‬ ُ ‫ٌفَجْئ‬،ً‫تٌلَْيـلَة‬ ْ َ‫ٌف‬،‫يٌو ْامَرأَِِّت‬
ُ ‫احتَـبَ ْس‬ َ ‫الصْبـيَةَ ٌَوأ َْهل‬
ِّ ‫الصبـيةٌُيـتَضا َغو َن‬
ِّ ‫ٌعْن َد‬
ٌ،‫ٌر ْجلَ َّي‬ ِّ ‫ٌو‬،‫))ٌفَ َك ِّرهتٌأَ ْنٌأُوقِّظَهما‬،‫وس ِّهماٌأَ ْكرهٌأَ ْنٌأُوقِّظَهما‬ ِّ
َ
ْ َ َ َ َُ ْ ُ ْ َُ ُ َ َ ُ‫ُرء‬
ِّ
َ ‫كٌ ٌَدأِِّْب ٌَوَدأْ َِبُ َم‬
ٌ‫ٌح َّّتٌطَلَ َع‬،‫ا‬ َ ‫ٌاستِّي َقاظَ ُه َما))ٌفَـلَ ْمٌيَـَزْلٌ َذل‬ ِّ َّ ‫((فَـلَبِّثْتٌوال َق َدحٌعلَىٌي َد‬
ْ ‫ٌأَنْـتَظُر‬،‫ي‬ َ َ ُ َ ُ
ِّ ‫ٌفَافْـرجٌعنَّاٌفُـرجةًٌنَـر‬،‫ك‬
ٌ‫ىٌمْنـ َها‬ ‫ه‬ِّ ‫كٌابْتِّغَاءٌو ْج‬ ِّ‫ٌاللَّه َّمٌإِّ ْنٌ ُكْنتٌتَـعلَمٌأَِّنٌفَـع ْلتٌ َذل‬،‫ال َفجر‬
َ ْ َ َ ْ ُ َ ََ َ ُ َ ُْ َ ُ ُْ
.ٌ ))،َ‫اٌالس َماء‬
َّ ‫ٌفَـَرأ َُو‬،ُ‫ٌاَّلل‬ َّ ‫ٌ((فَـ َفَر َج‬،‫ٌعْنـ ُه ْم‬
َ ‫ِّج‬
َ ‫ٌفَـ ُفر‬:‫ٌقَ َال‬،َ‫الس َماء‬
َّ
“Ya Allah aku memiliki dua orangtuaku yang telah tua (dan aku memiliki anak-anak kecil), (pada
sauatu waktu) aku keluar untuk menggembala lalu aku kembali, lalu aku memerah susu lalu aku
datang membawa susu kepada mereka berdua lalu mereka berdua minum kemudian aku memberi
minum anak-anakku, keluargaku, dan istriku. Pada suatu malam aku tertahan (terlambat) dan
ternyata mereka berdua telah tertidur (maka akupun berdiri di dekat kepala mereka berdua aku
tidak ingin membangunkan mereka berdua dan aku tidak ingin memberi minum anak-anakku),
maka aku tidak ingin membangunkan mereka berdua padahal anak-anaku berteriak-teriak di
kedua kakiku (dan aku tetap diam di tempat dan gelas berada di tanganku, aku menunggu mereka
berdua bagnun dari tidur mereka) dan demikian keadaannya hingga terbit fajar. Ya Allah jika
Engkau mengetahui bahwasanya aku melakukan hal itu karena mengharap wajah-Mu maka
bukalah bagi kami celah hingga kami bisa melihat langit”18

Ini menunjukkan bahwa perbuatan berbakti kepada kedua orang tua yang pernah kita lakukan,
dapat digunakan untuk bertawassul kepada Allah ketika kita mengalami kesulitan, InSya Allah
kesulitan tersebut akan hilang. Berbagai kesulitan yang dialami seseorang saat ini diantaranya
karena perbuatan durhaka kepada kedua orang tuanya.
Kalau kita mengetahui, bagaimana beratnya orang tua kita telah bersusah payah untuk kita, maka
perbuatan ‘Sang Anak’ yang ikhlas melakukan ‘bergadang’ untuk memerah susu tersebut belum
sebanding dengan jasa orang tuanya ketika mengurusnya sewaktu kecil.
‘Sang Anak’ melakukan pekerjaan tersebut tiap hari dengan tidak ada perasaan bosan dan lelah
atau yang lainnya. Bahkan ketika kedua orang tuanya sudah tidur, dia rela menunggu keduanya
bangun di pagi hari meskipun anaknya menangis. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan kedua orang
tua harus didahulukan daripada kebutuhan anak kita sendiri dalam rangka berbakti kepada kedua
orang tua. Bahkan dalam riwayat yang lain disebutkan berbakti kepada orang tua harus
didahulukan dari pada berbuat baik kepada istri sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin
Umar Radhiyallahu ‘anhuma ketika diperintahkan oleh bapaknya (Umar bin Khaththab
radhiallahu'anhu) untuk menceraikan istrinya, ia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ceraikan istrimu”19

18
HR. Al-Bukhari no. 2215 dan Muslim no. 2743.
19
HR. Abu Dawud no. 5138, At-Tirmidzi no. 1189, Ibnu Majah no. 2088, Ahmad no. 5011, 5144, 6470,
Shohih, lihat Silsilah Ahaadits as-Shohihah no. 919.
KEEMPAT: ORANG TUA ADALAH PENGHANTAR UNTUK MASUK SURGA
Buah manis dari berbakti kepada kedua orang tua yaitu akan dimasukkan ke Surga oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Di dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa anak
yang durhaka tidak akan masuk surga. Maka kebalikan dari hadits tersebut yaitu anak yang
berbuat baik kepada kedua orang tua akan dimasukkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ke jannah
(surga).

ٌ‫ٌْثَّ ٌَر ِّغ َم‬،


ُ ‫ف‬ ِّ ُ ‫ٌ«ر ِّغمٌأَنْف‬:‫ٌقَ َال‬،‫ٌعلَي ِّهٌوسلَّم‬
ُ ْ‫ٌْثَّ ٌَرغ َمٌأَن‬، ُ َ َ َ َ َ ْ ٌَ ُ‫ٌصٌلىٌهللا‬
َّ َ ‫َّب‬
ٌِّ ِّ‫ٌع ِّنٌالن‬، ُ ‫َع ْنٌأَِِّب‬
َ ‫ٌهَريْـَرَة‬
ٌ‫َح َد ُُهَاٌأ َْوٌكِّلَْي ِّه َماٌفَـلَ ٌْم‬ ِّ ِّ ِّ ِّ َ ‫ٌمن؟ٌَيٌرس‬:‫ٌقِّيل‬،»‫أَنْف‬
َ ‫ٌأ‬،‫ٌ«م ْنٌأ َْد َرَكٌأَبَـ َويْهٌعْن َدٌالْك َِّب‬:
َ ‫ولٌهللاٌقَ َال‬ َُ َ َْ َ ُ
))ٌ‫َّار‬
َ ‫ٌاْلَنَّةَ» ((ٌفَ َد َخ َلٌالن‬ْ ‫يَ ْد ُخ ِّل‬
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu’alaihi wasallam, beliau bersabda: “Sungguh merugi,
sungguh merugi, dan sungguh merugi, orang yang mendapatkan kedua orang tuanya, baik salah
satu atau keduanya pada saat lanjut usia, tetapi dia tidak masuk surga. (( Maka dia masuk neraka
))20
Rasulullah Shallallahu'alahi wasallam bersabda:
ِّ ‫ت‬
»‫ٌر ْجلَْيـ َها‬ َ ‫ٌَت‬ ْ ‫ٌفَِّإ َّن‬،‫ٌ«فَالَْزْم َها‬:‫قَ َال‬
َْ َ‫ٌاْلَنَّة‬
Hendaklah engkau tetap berbakti kepada ibumu karena sesungguhya surga itu berada di kedua
telapak kakinya.”21
Begitu juga hadits yang mulia berikut ini:

ُ ‫ٌ«الْ َوالِّ ُدٌأ َْو َس‬:‫ول‬


ُ ‫ٌعلَْي ِّه ٌَو َسٌلَّ َمٌيَـ ُق‬ َِّّ ‫ول‬ َِّ ‫ٌقَ َال‬،‫عنٌأَِِّبٌالدَّرد ِّاء‬
ٌ‫ط‬ َ ُ‫ٌصلَّىٌهللا‬ َ ‫ٌاَّلل‬ َ ‫ت ٌٌَر ُس‬
ُ ‫ٌِس ْع‬: َْ َْ
ِّ ِّ ِّ ْ ‫اب‬ ِّ ‫أَبْـو‬
»ٌ ُ‫ضيِّ ْعه‬ َ ‫ٌوإِّ ْنٌشْئ‬،
َ َ‫تٌف‬ َ ُ‫اح َفظْه‬
ْ َ‫تٌف‬ َ ‫ٌاْلَنَّةٌفَِّإ ْنٌشْئ‬ َ
Dari Abu Darda’ berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
‘Orang tua itu adalah pintu Surga yang paling baik. Jika engkau mau, engkau akan menjaganya
atau sia-siakan saja pintu itu.22

KELIMA: RIDHO ALLAH TERGANTUNG DARI RIDHO ORANG TUA


Hadits yang mulia berikut:

ٌ،‫ىٌالوالِّ ِّد‬
َ ‫ض‬
َ ِّ ‫ىٌالر ِّب ٌِِّف‬
‫ٌر‬ َّ ‫ض‬
َ ِّ ‫ٌعلَْي ِّهٌو َسلَّمٌقَ َال‬
‫ٌر‬: َ َ َ ٌُ
‫ىٌاَّلل‬
َّ َّ
‫ل‬ ‫ٌص‬
َ ‫َّب‬
ِّ ِّ ‫ن‬ ‫ٌال‬ ‫ن‬ِّ ‫ٌع‬،‫و‬
َ ‫ر‬ ‫م‬
ْ ‫ٌع‬
َ ‫ن‬ِّ ‫ٌب‬
ْ
ِّ ‫عنٌعب ِّد‬
‫ٌهللا‬ َْ ْ َ
‫ٌس َخ ِّطٌالْ َوالِّ ٌِّد‬ ِّ َّ ‫ط‬
َ ‫ٌالرب ٌِِّف‬ ُ ‫َو َس َخ‬

20
HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod no. 21 dan Muslim no. 2551 (9), yang di dalam
kurung adalah lafazh yang terdapat di al-Adabul Mufrod no. 21.
21
HR. Ahmad no. 15538, An-Nasaai no. 3104, Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman no. 7449, Dishohihkan
oleh Syaikh Ali bin Adam bin Musa al-Ethiobi hafizhahullah dalam kitabnya Syarah Sunan An-Nasaai
26/125-126 no. 3105, cet Daar Ibnil Jauzy th. 1432 H. Lihat juga Shohih At-Targhib wat Tarhiib no. 2485
dan Irwaul Gholiil 5/21.
22
HR. Ahmad no. 27 , At-Tirmidzi no. 1900, Ibnu Majah no. 2089, 3663, Ibnu Hibban no. 425, Al-Hakim
no. 2799, 7252, Ibnu Abi Syaibah no. 25400, Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman no. 7463, Abu Dawud at-
Thoyalisi no. 1074, Shohih lihat Silsilah Ahaadits ash-Shohihah no. 914.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu,dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ridha Allah tergantung kepada keridhaan orang
tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.”23

KEENAM: BERBAKTI KEPADA ORANGTUA MERUPAKAN PENEBUS DOSA-DOSA


BESAR
Taubat itu hukumnya wajib bagi seluruh kaum muslimin, sebagaimana dalil-dalil berikut ini:
Firman Allah :

ٌ‫ْج ًيعاٌأَيٌُّهٌَالْ ُم ْؤِّمنُو ٌَنٌلَ َعلَّ ُك ٌْمٌتُـ ْفلِّ ُحو َن‬ ٌَِّّ ٌ‫َل‬
َِّ ٌ‫اَّلل‬ ٌَ ِّ‫َوتُوبُواٌإ‬
Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. [QS. An
Nuur : 31].

‫وحا‬
ً ‫ص‬ ٌَِّّ ٌ‫َل‬
ُ َّ‫اَّللٌتَـ ْوبٌَةًٌن‬ ٌَ ‫ٌََيٌأَيـُّ َهاٌالَّ ِّذ‬
ٌَ ِّ‫ينٌ َآمنُواٌتُوبُواٌإ‬
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya.
[QS. At Tahriim : 8].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ٌَ ِّْ‫اخلَطَّائ‬
ٌ‫ْيٌالتـ ََّّوبـُ ْو َن‬ ْ ٌُ‫آد ٌَمٌ َخطَاءٌٌ َو َخ ٌْْي‬ ٌْ َِّ‫ُك ٌُّلٌب‬
َ ٌ‫ن‬
Setiap anak adam (manusia) berbuat kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah
yang bertaubat.24

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

ٌ ‫ِفٌالْيَـ ْوٌِّمٌ ِّمائٌَةٌَ َمَّر‬


ٌ.‫ة‬ ٌِّ ٌ‫َل‬
ٌْ ٌِّ‫هللا‬ ٌَ ِّ‫بٌإ‬ ٌْ ِّ‫فَِّإ‬
ٌُ ‫نٌأَتُـ ْو‬
Maka Sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah sehari seratus kali.25

Dalil bahwa birrul walidain dapat meleburkan dosa besar adalah sebagai berikut:
َِّّ ‫ول‬
ٌ‫ٌإِِّّن‬،‫ٌاَّلل‬ ِّ ‫ٌاَّللٌصلَّىٌهللا‬ ِّ َ ‫ٌأَتَىٌرس‬:‫ٌقَ َال‬،‫ع ِّنٌاب ِّنٌعمر‬
َ ‫ٌفَـ َق َال‬،‫ٌعلَْيه ٌَو َسلَّ َم ٌَر ُجل‬
َ ‫ٌَي ٌَر ُس‬: َ ُ َ َّ ‫ول‬ َُ ََ ُ ْ َ
َِّّ ‫ول‬
ٌ‫ك‬َ َ‫ٌ«ٌأَل‬:‫ٌعلَْي ِّه ٌَو َسلَّ َم‬
َ ُ‫ٌصلَّىٌهللا‬
َ ‫ٌاَّلل‬ ٌ ِّ ‫ٌفَـ َه ْل‬،‫تٌذَنْـبًاٌ َكبِّ ًْيا‬
ُ ‫ٌِلٌتَـ ْوبَة؟ٌفَـ َق َالٌلَهُ ٌَر ُس‬ ُ ‫أَ ْذنَـْب‬
ٌ‫ٌعلَْي ِّه‬
َ ُ‫ٌصلَّىٌهللا‬
َ ‫ٌاَّلل‬
َِّّ ‫ول‬ ُ ‫ٌفَـ َق َال ٌَر ُس‬،‫ٌنَـ َع ْم‬:‫ٌقَ َال‬،ٌ»‫ٌخالَة؟‬ َ ‫ك‬ َ َ‫ٌ«فَـل‬:‫ٌقَ َال‬،‫ٌال‬: َ ‫َوالِّ َد ِّان؟»ٌقَ َال‬
»‫ٌ«فَِّبََّهاٌإِّذًا‬:‫َو َسلَّ َم‬
Dari Ibnu Umar (radhiallahu'anhuma) ia berkata, "Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam seraya bertanya, "Wahai Rasulullah, aku telah melakukan dosa besar,
adakah pintu taubat bagiku?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam balik bertanya kepadanya:

23
Hadits ini hasan. HR. al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad, no. 2 dari Abdullah bin Umar
radhiallahu’anhuma, at-Tirmidzi, no. 1899; al-Bazzar dalam Musnad-nya, no. 2394; Ibnu Hibban (no.
2026–al-Mawarid dan no. 430-at-Ta’liqatul Hisan); al-Hakim no. 7249; Al-Baihaqy dalam Syu’abul
Imaan no. 7447, al-Baghowi dalam Syarhus Sunnah (no. 3423 dan 3424), At-Thobroni dalam Al-
Mu’jamul Kabiir no. 14367 dari Abdullah bin Amru, Lihat Shahih al-Adabil Mufrad (no. 2) dan Silsilah al-
Ahadits ash-Shahihah (no. 516).
24
HR. At Tirmidzi, no.2499 , Ibnu Majah no. 4251, Ahmad no. 13049 dan Ad-Darimy no. 2769, dihasankan
Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, no. 4391.
25
HR. Muslim no. 2702, Ahmad no. 17847, 17848, Abu Dawud no. 1515.
"Apakah kamu masih memiliki kedua orang tua?" Laki-laki itu menjawab, "Tidak." Beliau
bertanya lagi: "Apakah kamu masih memiliki bibi?" laki-laki itu menjawab, "Ya." Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam lantas mengatakan: "Kalau begitu berbaktilah kepadanya."26

KETUJUH:DENGAN BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA AKAN DILUASKAN


RIZKI DAN DIPANJANGKAN UMUR.

ٌ‫بٌأَ ْنٌُُيَدٌَّلَهُ ٌِِّف‬ ِّ ‫ٌاَّللٌصلَّىٌهللا‬ ِّ ُ ‫ٌقَ َالٌرس‬:‫سٌب ٌِّنٌمالِّكٌقَ َال‬


َّ ‫َح‬ َ ‫ٌعلَْيه ٌَو َسلَّ َم‬
َ ‫ٌ«م ْنٌأ‬: َ ُ َ َّ ‫ول‬ َُ َ ْ ٌِّ َ‫َع ْنٌأَن‬
»ُ‫ص ْل ٌَرِّمحَه‬
ِّ ‫ٌولْي‬،‫ٌفَـ ْلي َّبٌوالِّ َدي ِّه‬،‫ٌرْزقِّ ِّه‬
َ َ ْ َ ََ ِّ ‫ٌِف‬
ٌ ِّ ُ‫ٌوأَ ْنٌيـَُز َادٌلَه‬، ِّ
َ ‫عُ ْم ِّره‬
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, "Siapa yang suka untuk dipanjangkan umur dan ditambahkan rezeki, maka berbaktilah
pada orang tua dan sambunglah tali silaturahmi (dengan kerabat)."27
Dalam ayat-ayat Al-Qur’an atau hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dianjurkan untuk
menyambung tali silaturahmi. Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan silaturahmi kepada
kedua orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak diantara saudara-saudara kita yang sering
ziarah kepada teman-temannya tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang bahkan tidak pernah.
Padahal ketika masih kecil dia selalu bersama ibu dan bapaknya. Tapi setelah dewasa, seakan-akan
dia tidak pernah berkumpul bahkan tidak kenal dengan kedua orang tuanya. Sesulit apapun harus
tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua. Karena dengan dekat kepada
keduanya inSya Allah akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umur.

KEDELAPAN: DOSA DURHAKA DISEGERAKAN ADZABNYA.

ٌ‫َج َد ُرٌأَ ْنٌيـُ َع ِّج َل‬


ْ ‫ٌ«ماٌم ْنٌ َذنْبٌأ‬:
ِّ ِّ ‫ٌاَّللٌصلَّىٌهللا‬
َ ‫ٌعلَْيه ٌَو َسلَّ َم‬َ ُ َ َّ ‫ول‬
ِّ ُ ‫ٌقَ َالٌرس‬:‫ٌقَ َال‬،‫عنٌأَِِّبٌب ْكرَة‬
َُ َ َ َْ
»‫ٌالرِّح ٌِّم‬
َّ ‫ٌوقَ ِّط َيع ِّة‬، ‫ي‬
ِّ ‫غ‬ ‫ـ‬ ‫ب‬ْ‫ل‬ ‫ٌا‬ ‫ن‬ ِّ ‫ٌاآل ِّخرِّة‬
‫ٌم‬، ْ ‫ٌِف‬ِّ ‫ه‬ ‫ل‬
َ ٌ‫ر‬ ِّ ‫ٌمعٌماٌيد‬،‫ٌالدنْـيا‬
‫َّخ‬ ُّ ِّ
‫ٌِف‬ ‫ة‬ ‫وب‬ ‫ق‬ ‫ع‬ ‫ل‬
ْ ‫ٌا‬‫ه‬ ِّ ‫اَّللٌلِّص‬
ِّ ِّ‫احب‬
َ ْ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ ُ ُ َ َُّ
Dari Abi Bakrah radhiallahu’anhu, dia berkata, 'Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk Allah segerakan adzabnya kepada pelakunya di dunia ini
di samping azab yang telah disediakan-Nya di akhirat daripada berlaku dholim dan memutuskan
silahturahim.”28
Begitu pula :
ِّ ْ َ‫اريَـت‬
ِّ ‫ٌج‬ ِّ ‫ٌاَّللٌصلَّىٌهللا‬ ِّ ُ ‫ٌقَ َالٌرس‬:‫ٌاَّللٌعْنهٌقَ َال‬ ِّ ‫عنٌأَنَس‬
ٌ‫ْي‬ َ ‫ٌع َال‬ َ ‫ٌ«م ْن‬:َ ‫ٌعلَْيه ٌَو َسلَّ َم‬
َ ُ َ َّ ‫ول‬ َُ ُ َ َُّ ‫ٌرض َي‬، َ َْ
ٌ‫ٌ َوََب ََب ٌِّن‬-ٌ‫وسطَى‬ ِّ َّ ‫ٌِبِّصبـعي ِّه‬
ْ ْ‫ٌالسبَّابَة ٌَوال‬ َْ َ ْ ٌِّ ‫َش َار‬ ِّ ْ َ‫ٌاْلَنَّةٌَأ َََنٌوُهوٌ َك َهات‬
َ ‫ٌ َوأ‬-ٌ‫ْي‬ َ َ ْ ‫ت‬ ُ ‫اٌد َخ ْل‬ َ ‫َح َّّتٌتُ ْد ِّرَك‬
"ٌُ‫ٌَيَ ِّر َجاه‬ُ ْ‫ٌاْل ْسنَ ِّاد ٌَوَل‬
ِّْ ‫ٌص ِّحيح‬ ‫يث‬ ‫د‬ِّ ‫وق»ٌه َذاٌح‬ ُّ ‫اٌِف‬ ِّ ‫ج َال ٌِّنٌعُ ُقوبَـتُـ ُه َم‬
ُ َ َ َ ُ ‫ٌالدنْـيَاٌالْبَـ ْغ ُي ٌَوالْعُ ُق‬ ٌَّ ‫ُم َع‬

26
HR. Ahmad no. 4624, At-Tirmidzi no. 1904, Ibnu Hibban no. 435. Shohih, lihat Shohih Mawaaridz
Dzom'an no. 1697, at-Ta'liiq ar-Raghiib 3/218 oleh Syaikh al-Albani rahimahullah.
27
HR. Ahmad no. 13401, 13811, Al-Baihaqy dalam Syu'abul Iman no. 7471, Syaikh Al Albani dalam Shohih
At Targib wa At Tarhib no. 2488 mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi.
28
HR. Al-Bukhari dalam Al-Adaabul Mufrod dengan Ta’liqaat Syaikh Al-Albani no. 29, Abu Dawud no. 4902,
At-Tirmidzi no. 2511, Ibnu Majah no. 4211, Al-Hakim no. 3359 dan 7289, dan Ibnu Hibban dalam Shohih
Ibni Hibban no. 455, Al-Baihaqy dalam Syu'abul Iman no. 6243, Shohih, lihat Silsilah Ahaadits as-Shohihah
no. 918.
Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam pernah
bersabda: "Barangsiapa yang menanggung (mendidik dan membimbing) dua anak perempuan
sampai dewasa (menikah), aku akan masuk surga sedangkan aku dan dia dekat sekali – sambal
memberikan isyarat dengan dua jari telunjuknya dan jari tengahnya (dikempitkan) – dan dua
pintu yang di segerakan hukumannya di dunia, yaitu orang yang berbuat dholim dan durhaka
kepada kedua orang tua."29

Dosa-dosa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala segerakan adzabnya di dunia diantaranya adalah
berbuat zhalim dan durhaka kepada kedua orang tua. Dengan demikian jika seorang anak berbuat
baik kepada kedua orang tuanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menghindarkannya dari
berbagai malapetaka, dengan izin Allah.

B. BUDAYA MUDIK DI INDONESIA


a. DEFINISI MUDIK:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti mudik/mu·dik/ v 1 (berlayar, pergi) ke udik (hulu
sungai, pedalaman): dari Palembang -- sampai ke Sakayu; 2 cak pulang ke kampung halaman:
seminggu menjelang Lebaran sudah banyak orang yang --;-- menyongsong arus, hilir menyongsong
pasang, pb tentang usaha yang mendapat rintangan dari kiri dan kanan namun diteruskan juga;
belum tentu hilir -- nya, pb belum tentu keputusan atau kesudahan suatu hal atau perkara; kokoh,
baik dalam soal yang kecil-kecil maupun dalam soal yang besar-besar; ke -- tentu hulunya, ke hilir
tentu muaranya, pb suatu maksud atau niat hendaklah tentu wujud atau tujuannya;

memudik/me·mu·dik/ v berlayar mudik pada: tiga buah perahu nelayan berlayar - sungai;

memudikkan/me·mu·dik·kan/ v menjalankan (perahu dan sebagainya) ke arah hulu: para nelayan


itu - perahunya ke daerah pedalaman;

pemudik/pe·mu·dik/ n orang yang pulang ke kampung halaman (udik): sekitar 80% - ke Yogyakarta
adalah orang Wonosobo;

Menurut Wikipedia mudik adalah kegiatan perantau/pekerja migran untuk kembali ke kampung
halamannya. Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya
besar keagamaan misalnya menjelang Lebaran. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul
dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan, selain tentunya juga sowan dengan orang tua.
Transportasi yang digunakan antara lain: pesawat terbang, kereta api, kapal laut, bus, dan
kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor, bahkan truk dapat digunakan untuk mudik.
Tradisi mudik muncul pada beberapa negara berkembang dengan mayoritas penduduk Muslim,
seperti Indonesia dan Bangladesh. 30

29
HR. Al-Hakim no. 7350, Diriwayatkan pula secara terpisah di Al-Adabul Mufrod no. 894 dan 895 Shohih,
lihat Silsilah Ahaadits as-Shohihah no. 1120.
30
https://id.wikipedia.org/wiki/Mudik
b. PERMINTAAN UNTUK PULANG
KAMPUNG
Berkenaan dengan kondisi ini, bagi mahasiswa, santri yang bosan di kos atau di ma’had atau
diminta orang tua untuk pulang kampung, kami sarankan agar mengadakan negosiasi dengan
orang tua, minta ridha mereka untuk tetap stay (tinggal) di daerah masing-masing (kos atau
ma’had) sampai kondisi betul-betul aman. Sehingga tidak mengadakan perjalanan yang
dikhawatirkan dalam perjalanan tersebut dapat tertular virus Corona, malah menyebarkan ini di
kampungnya dan keluarga di rumah. Maka mintalah ridha orang tua untuk tetap bertahan di
tempat dia mengekost. Jika orang tua tidak ridha, ngotot mengharuskan anaknya pulang, khawatir
anaknya di daerah kos atau ma’had yang jauh (misalnya di jogja, solo dan lainnya), jika telah
diusahakan untuk bernegosiasi namun ternyata tidak berhasil dan tetap diharuskan pulang. Maka
penulis menyarankan untuk tidak menggunakan alat transportasi umum, seperti dengan
mengendarai kendaraan pribadi atau setidaknya rental kendaraan jika jaraknya cukup jauh. Akan
tetapi jika jaraknya dekat, seperti jogja- Magelang, jogja-Purworejo, jogja-Kebumen maka naik
motor sudah cukup.

Hal ini diperlukan juga adanya pengetahuan yang memadai tentang virus Covid-19, memastikan
apakah dia sebagai seorang anak itu sehat dan bisa menjenguk orang tuanya atau tidak. Bahkan
harus memastikan dulu bahwa orang tua di rumah juga diberikan kesehatan dan dijauhkan dari
virus Corona.

Begitu pula bagi para pekerja TKI yang nun jauh disana (seperti di UAE, Saudi, Oman, Qatar dan
lainnya), Ketika telah direncanakan cuti tahunannya bertepatan dengan bulan Ramadhan atau
syawal maka hendaknya bernegosiasi lagi kepada pihak orang tua bahwa saat ini adalah keadaan
sulit yang harus dihadapi bersama dan tidak memungkinkan untuk pulang Ketika wabah korona
masih merebak. Bahkan maskapai penerbangan di beberapa negara distop penerbangannya untuk
menghindari penularan wabah corona.

c. MAAF-MAAFAN – (BAGIAN DARI RITUAL


MUDIK DAN LEBARAN)
Meminta maaf itu disyariatkan dalam Islam NAMUN MENGKHUSUSKAN HANYA PADA BULAN
SYA'BAN ATAU RAMADHAN ATAUPUN SYAWAL MAKA ITU TIDAK ADA DALILNYA, berikut
penjelasannya:

ٌ ِّ‫ٌ َع ٌْنٌأ‬،‫ي‬
ٌ‫َِب‬ ُّ ‫ٌ َح َّدثـَنَاٌ َسعِّيدٌٌامل ْق ُِّب‬،‫َِبٌ ِّذئْب‬ ٌ ِّ‫ٌ َح َّدثـَنَاٌابْ ٌُنٌأ‬،‫َِبٌإِّ ََيس‬ ٌ ِّ‫آد ٌُمٌبْ ٌُنٌأ‬ َ ٌ‫ َح َّدثـَنَا‬2449 - ٌ
َ
ِّ ‫تٌلٌَهٌمظْلَم ٌةٌِّأل‬
ٌ‫َخ ٌِّيه‬ ِّ ٌ ٌ‫اَّللٌصلَّى‬ ِّ ٌُ ‫الٌرس‬ ٌَّ ٌ‫ُهَريْـَرٌةٌَ َر ِّض ٌَي‬
َ َ ُ ٌْ َ‫ٌ« َم ْنٌٌ َكان‬:‫هللاٌُ َعلَْي ٌهٌ َو َسلَّ ٌَم‬ َ ٌَّ ٌ‫ول‬ ُ َ ٌَ َ‫ٌق‬:‫ال‬ ٌَ َ‫ٌق‬،ُ‫اَّللٌُ َعْنه‬
ٌٌ‫ٌإِّ ٌْنٌٌ َكا ٌَنٌلٌَهٌُ َع َمل‬،‫ٌقَـْب ٌَلٌأَ ٌْنٌ ٌالٌَيَ ُكو ٌَنٌ ِّدينَارٌٌ َو ٌالٌَ ِّد ْرَهم‬،‫ٌفَـ ْليَـتَ َحلَّْل ٌهٌُ ِّمْن ٌهٌُاليَـ ْوَم‬،‫ِّم ٌْنٌ ٌِّعٌْر ِّض ٌِّهٌأ ٌَْوٌ َش ْيء‬
ٌ»‫احبٌِِّّهٌفَ ُح ِّم ٌَلٌ َعلَْيٌِّه‬
ِّ ‫اتٌص‬ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ
َ ٌ َ‫ٌ َوإِّ ٌْنٌ ٌَلٌْتَ ُك ٌْنٌلٌَهٌُ َح َسنَاتٌٌأُخ ٌَذٌم ٌْنٌ َسيِّئ‬،‫صالحٌٌأُخ ٌَذٌمْن ٌهٌُبَِّق ْد ٌِّرٌ َمظْلَ َمته‬ َ
Imam al-Bukhari rahimahullah berkata, Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abi Iyas
(tsiqah ‘abid, wafat th. 221 H) telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dza'bi (Al-Amiry,
tsizah Faqih faazhil – terpercaya lagi banyak ilmunya serta punya keutamaan, wafat th. 159 H)
telah menceritakan kepada kami Sa'id Al Maqburiy (Sa’id bin Kaisan, tsiqah namun hafalannya
berubah 4 tahun sebelum wafatnya th. 120 H) dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu (wafat th.
57 H) berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang pernah
melakukan kedzhaliman (baik dengan perkataan ataupun perbuatan) terhadap kehormatan
saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (berupa pemaafan)
pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat lagi dinar dan
dirham. (Jika dia enggan untuk melakukannya maka (nanti pada hari kiamat)) bila dia memiliki
amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholiman yang pernah dilakukannya (kepada
yang didholiminya). Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang
dizholiminya itu akan diambil lalu dibebankan kepadanya". (HR. Al-Bukhari no. 2449)

Kata “‫( ”اليوم‬hari ini) menunjukkan bahwa meminta maaf itu dapat dilakukan kapan saja, dan
yang paling baik adalah meminta maaf dengan SEGERA karena kita tidak tahu kapan ajal
menjemput.

Dari hadits ini jelaslah bahwa Islam mengajarkan untuk meminta maaf, jika kita berbuat
kesalahan kepada orang lain.

Adapun meminta maaf tanpa sebab dan dilakukan kepada semua orang yang ditemui maka itu
tidak pernah diajarkan oleh Islam.

Jika ada yang berkata, “Manusia ‘kan tempat salah dan dosa. Mungkin saja kita berbuat salah
kepada semua orang tanpa disadari.”

Yang dikatakan itu memang benar, namun apakah serta-merta kita meminta maaf kepada
semua orang yang kita temui? Mengapa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan para
sahabat tidak pernah berbuat demikian? Padahal, mereka adalah orang-orang yang paling
khawatir akan dosa. Selain itu, kesalahan yang tidak disengaja atau tidak disadari itu tidak
dihitung sebagai dosa di sisi Allah Ta’ala.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam,

ٌ ‫اٌعلَْي ٌِّه‬
َ ‫اٌاستُ ْك ِّرُهو‬ َ ‫ا‬‫ي‬
َ ‫س‬ِّ‫ٌوالن‬،َ‫ٌاخلطَأ‬
َ ْ َ َْ ‫ٌع ْنٌأ َُّم ِِّت‬
ْ ‫ٌوَم‬،‫ن‬ َ ‫ٌَتَ َاوَز‬ َّ ‫إِّ َّن‬
َ َ‫ٌاَّلل‬
“Sesungguhnya, Allah telah memaafkan umatku yang berbuat salah karena tidak sengaja,
karena lupa, atau karena dipaksa.” (HR Ibnu Majah, no. 2045; Ibnu Hibban no. 7219, At-
Thabrani dalam al-Mu’jamus Shoghir no. 765, Al-Hakim no. 2801, haditsnya shohih dengan
banyak jalan sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah di Shohihul Jami’
Shoghiir no. 1731 dan Irwaul Ghaliil no. 82)

Dengan demikian, orang yang “meminta maaf tanpa sebab” kepada semua orang bisa
terjerumus pada sikap ghuluw (berlebihan) dalam beragama. Begitu pula, mengkhususkan
suatu waktu untuk meminta maaf dan dikerjakan secara rutin bahkan dianggap sebagai ritual
wajib setiap tahunnya maka itu tidak dibenarkan dalam Islam dan bukan ajaran Islam.

Hal lain yang menjadi sisi negatif tradisi semacam ini adalah menunda permintaan maaf
terhadap kesalahan yang dilakukan kepada orang lain hingga bulan Ramadan/syawal tiba.
Beberapa orang, ketika melakukan kesalahan kepada orang lain, tidak langsung minta maaf
dan sengaja ditunda sampai momen Ramadan tiba, meskipun harus menunggu selama 11
bulan.

Meski demikian, bagi orang yang memiliki kesalahan bertepatan dengan Sya’ban atau
Ramadan maupun syawal, tidak ada larangan memanfaatkan waktu menjelang Ramadan
untuk meminta maaf pada bulan ini, kepada orang yang pernah dizaliminya tersebut. Asalkan,
ini tidak dijadikan kebiasaan, sehingga menjadi ritual rutin yang dilakukan setiap tahun dan
dilakukan tanpa sebab.

d. KEBANYAKAN ORANG NEKAT MUDIK,


KENAPA SAYA TIDAK MUDIK?
Disini kita membahas tentang hukum yang berkaitan dengan kebanyakan orang yaitu mudik.

Dibahas pada tulisan ini tentang cara beragama yang benar dan apakah boleh mengikuti sebagian
besar kaum muslimin sekarang ini. Silakan membaca
َ ۡ َ َّ ُ ۡ َّ َّ َ َّ َّ َ ‫ۡرض يُض ُّل‬
َ ‫وك َعن‬ َۡ ََ‫ك‬
َ ‫َث‬ ۡ َ ۡ ُ
١١٦ ‫يل ٱَّللۚر إرن يَتب ر ُعون إرَل ٱلظ َّن ِإَون ه ۡم إرَل َي ُر ُصون‬
‫ر ر‬ ‫ب‬ ‫س‬ ‫ر‬ ‫ر‬ ‫ٱۡل‬ ‫ِف‬
‫ر‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫﴿ِإَون ت رطع أ‬
َ َ‫ك ُه َو أَ ۡعلَ ُم َمن ي‬
َ ‫ض ُّل َعن َسبيلرهرۦ َو ُه َو أ ۡعلَ ُم بٱل ۡ ُم ۡه َتد‬
﴾١١٧ ‫رين‬ ‫ر‬
َ َّ َ َّ
‫إرن رب‬
‫ر‬ ْۖ ‫ر‬
)116( “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka,
dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja. (117) Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih
mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang
orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al-An’am: 116-117)

TAFSIR AYAT:

Imam Abu Ja’far ath-Thobari rahimahullah (wafat 310 H) berkata:

ٌ‫ٌه ُؤَال ِّء‬ ِّ َ ‫ٌُم َّمدٌصلَّىٌهللاٌعلَي ِّهٌوسلَّم‬


َ ‫ٌالٌتُط ْع‬: َ َ َ ْ َ ُ َ َُ ‫ه‬ِّ ِّ‫ٌذ ْكرهٌلِّنَبِّي‬
ُ ُ
ِّ ‫ولٌتَـع َاَل‬
َ ُ ‫يَـ ُق‬
ِّ ِّ ِّ ِّ ُ ‫ٌاألَنْ َدادٌَي‬ ِّ ِّ ‫الْع ِّادلِّْي‬
ٌ‫ٌماٌ َذ ََبُوا‬ َ ‫اٌد َع ْو َكٌإلَْيهٌم ْنٌأَ ْك ِّل‬َ ‫ٌُمَ َّم ُدٌف َيم‬ َ َ ْ ‫ٌَب ََّّلل‬ َ َ
ٌ،‫الض َال ِّل‬ َّ ‫ٌوأ ََهلُّواٌبِِّّهٌلِّغَ ِّْْي ٌَرِِّبِّ ْم ٌٌَوأَ ْش َك ِّاِلِّ ْم ٌِّم ْنٌأ َْه ِّل‬،
َّ ‫ٌالزيْ ِّغ ٌَو‬ َ ْ ‫م‬ ِّ ِّ‫ِّآل ِِّلَت‬
‫ه‬
َِّّ ‫ين‬
ٌ‫ٌاَّلل ٌَوَُمَ َّج ِّة‬ ِّ ‫وكٌعن‬ ِّ ِّ ‫ٌاألَر‬ ِّ ِّ َ َّ‫فَِّإن‬
ِّ ‫ٌد‬ ْ َ َ ُّ‫ضٌيُضل‬ ْ ْ ‫ٌم ْن ٌِِّف‬ َ ‫كٌإ ْنٌتُط ْعٌأَ ْكثَـَر‬
ٌ‫ك‬ ٌَ ِّ‫ٌع ْنٌ َذل‬َ ‫ُّوك‬ َ ‫صد‬ ِّ َّ ‫احل ِّقٌو‬
ُ َ‫الص َوابٌفَـي‬ َ َْ
“Allah azza wa jalla menjelaskan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:

Wahai Muhammad, janganlah kamu taat kepada orang yang berpaling dari agama Allah, karena
mereka mengajak kamu mengikuti sesembahan mereka. Jangan kamu taati mereka ketika
mengajak kamu agar makan sesembelihan yang disajikan untuk tuhan-tuhan mereka, dan yang
disembelih dengan menyebut nama tuhan mereka, dan jangan kamu taati perbuatan mereka yang
tersesat. Jika kamu taat kepada umumnya manusia di permukaan bumi ini, pasti mereka akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah yang benar dan menghalangi kamu dari yang benar juga,
karena pada saat itu mereka kufur dan tersesat. .” [Tafsir ath-Thobari, 12/64]

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th 774 H) berkata,

ِّ ِّ ‫ٌاألَر‬ ِّ ‫ٌعن‬ َ ‫َُيِّْبٌُتَـ َع‬


ٌ،‫ٌالض َال ُل‬ ٌَّ ُ‫ٌآد َمٌأَنَّه‬ َ ‫ضٌم ْنٌبَِّن‬ ْ ْ ‫ٌحالٌأَ ْكثَ ِّرٌأ َْه ِّل‬ َ ْ َ ‫اَل‬
ٌ:‫ات‬ ِّ َّ‫}ٌ[الصاف‬ ‫ْي‬ ِّ َّ ‫ٌ{ولََق ْدٌضلٌقَـبـلَهمٌأَ ْكثـر‬:‫اَل‬
َّ َ ‫ٌاألول‬ ُ َ ْ ُ ْ َّ َ َ َ ‫َك َماٌقَ َالٌتَـ َع‬
ِّ ِّ ِّ ‫َّاسٌولَوٌحرص‬
ٌ}‫ْي‬ َ ‫تٌِبُْؤمن‬ َ ْ َ َ ْ َ ِّ ‫ٌ{وَماٌأَ ْكثَـُرٌالن‬: َ ‫اَل‬ َ ‫ٌوقَ َالٌتَـ َع‬،ٌ]
َ 71
ٌ،‫اٌعلَىٌيَِّقْي ٌِّم ْنٌأ َْم ِّرِّه ْم‬ ِِّّ ‫ٌوهم ٌِِّف‬،ٌ]103ٌ:‫[يوسف‬
َ ‫ٌض َالِل ْمٌلَْي ُسو‬ َ َُْ َ ُ ُ
ٌ‫ٌ{إِّ ْنٌيَـتَّبِّعُو َنٌإِّالٌالظَّ َّن ٌَوإِّ ْن‬،‫ٌَب ِّطل‬ ِّ
َ ‫اٌه ْم ٌِِّفٌظُنُونٌ َكاذبَة ٌَو ُح ْسبَان‬ ُ َ‫ٌَوإََِّّّن‬
ِّ ‫ٌاحلزر‬ ْ ‫صو َن}ٌفَِّإ َّن‬ َ ِّ‫ُه ْمٌإ‬
ٌ‫ٌوُه َو‬،َ ‫َّخ ِّل‬ ْ ‫صٌالن‬ ُ ‫ٌخ ْر‬ َ ُ‫ٌومْنه‬، َ ُ َْْ ‫ٌه َو‬ ُ‫ص‬ َ ‫ٌاخلَْر‬ ُ ‫الٌَيُْر‬
ٌ‫ٌ{ه َو‬ ‫ٌو‬، ‫ه‬‫ت‬ ‫ـ‬ ‫ئ‬‫ي‬ ‫ش‬ َِّّ ‫اٌمنٌالتَّم ِّرٌوَك َذلِّكٌ ُكلُّهٌقَ َدر‬
ِّ ‫ٌاَّللٌوم‬
ٌ ِّ ‫حزرٌماٌعلَيـه‬
ُ َ ُ ََ ُ ُ ُ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َ ُْ َ
ٌ}‫ين‬ ‫د‬ِّ ‫ٌَبلْمهت‬ ِّ ‫كٌ{وُهوٌأ َْعلَم‬ ِّ‫ض ُّلٌعنٌسبِّيلِّ ِّه}ٌفَـيـي ِّسرهٌلِّ َذل‬ ِّ ‫أ َْعلَمٌمنٌي‬
َ ُ ُ َ ََ ْ َ ُُ َُ َ ْ َ َ َْ ُ
ٌ .ٌُ‫اٌخٌلِّ ٌَقٌٌلٌَه‬
ٌُ ‫سٌٌّرٌٌلِّ ٌَم‬
ٌَ َ‫ٌمٌي‬
ٌُ ٌّ‫ٌوُكل‬،ٌ
َ ‫ك‬ َ
ِّ‫فَـيـي ِّسرهمٌلِّ َذل‬
ْ ُ ُ َُ

Allah memberitahukan tentang keadaan mayoritas penghuni bumi ini dari kalangan anak cucu
Adam, bahwa mereka berada dalam kesesatan. Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya:
َ ۡ ُ َ ۡ َ ۡ ُ َ ۡ َ َّ َ ۡ َ َ َ
َ ‫ٱۡل َّول‬
﴾٧١ ‫ري‬ ‫﴿ولقد ضل قبلهم أكَث‬

“Dan sesungguhnya telah sesat sebelum mereka (Quraisy) sebagian besar dari orang-orang yang
terdahulu.” (QS. Ash-Shaaffaat: 71). Begitu pula firman Allah Ta’ala:

َ ‫اس َول َ ۡو َح َر ۡص‬


َ ‫ت ب ُم ۡؤ رمن‬ َُ‫ك‬
َّ‫َث ٱنل‬ ۡ َََٓ
﴾١٠٣ ‫ري‬ ‫ر‬ ‫ر‬ ‫﴿وما أ‬

“ Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya. (QS.
Yusuf: 103)

Keberadaan mereka dalam kesesatan tersebut bukanlah atas dasar keyakinan, melainkan
persangkaan dusta dan bathil.
َ ۡ َ َّ ُ ۡ َّ َّ َ َّ
١١٦ ‫إرن يَتب ر ُعون إرَل ٱلظ َّن ِإَون ه ۡم إرَل َي ُر ُصون‬
(“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan’belaka, dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta [terhadap Allah]”).

Al-kharshu ٌ‫ص‬
ُ ‫َخ ْر‬
sinonim dengan al-hazru ٌ‫ ا ْْلَْزُر‬yang berarti dugaan/ perkiraan.
Dikatakan “kharashan nakhla” yaitu menaksir buah kurma yang ada di pohon. Dan semua keadaan
di atas itu adalah berdasarkan takdir dan kehendak Allah Azza wa Jalla.
ُّ َ َ ُ َ ۡ َ َ ُ َ َّ َ َّ
‫ضل َعن َسبريلرهرۦ‬‫إرن ربك هو أعلم من ي ر‬
(“Sesungguhnya Rabbmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-
Nya.”) Maka Dia memudahkan orang itu ke arah kesesatan itu.
َ
َ ‫َو ُه َو أ ۡعلَ ُم بٱل ۡ ُم ۡه َتد‬
١١٧ ‫رين‬ ‫ر‬
(“Dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk.”) Maka Dia pun
memudahkan mereka kepada petunjuk itu, dan setiap orang dimudahkan sesuai dengan yang
telah ditakdirkan untuknya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/322 cet. Daar At-Thayyibah th. 1420 H)

FAWAID YANG BISA DIAMBIL DARI AYAT INI ADALAH:

1. Mengikuti kebanyakan manusia akan menyebabkan kesesatan maka janganlah mengikuti


pendapat seorang pun kecuali pendapat ahli ilmu yang mumpuni (sesuai al-Quran dan as-
Sunnah menurut pemahaman salafus shalih)
َ َ َ َ َّ َ َ ّ ٓ َ َّ َ َ َ
﴾٨٩ ‫رين َل َي ۡعل ُمون‬
‫﴿… وَل تتبرعا رن سبريل ٱَّل‬

“…Dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui".
(QS. Yunus: 89) (lihat Aisar Tafasir 2/109-110 cet. Maktabah al-Uluum wal Hikam th. 1424
H)

2. Kebanyakan manusia tidak mengikuti ajaran yang murni datangnya dari Allah. Ajaran
mereka anut adalah ajaran-ajaran yang menyimpang, amalan-amalan mereka bercampur
dengan hal-hal baru yang mereka ada-adakan sendiri tanpa adanya petunjuk dari Allah
ta’ala dan Rasulnya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syaikh As-Sa’di rahimahullah mengatakan,

ٌ‫ٌٌفٌَأَ ٌْد ٌََي ٌُنِّ ٌْم‬.‫ٌو ٌعٌُلٌُْوٌِّم ٌِّه ٌْم‬، ٌِّ ‫اٌِفٌٌأٌَْد ٌََي ٌِّنِّ ٌْمٌٌَوٌأَ ٌْع ٌَم‬
ٌَ ‫اِلِّ ٌْم‬ ٌ ِّ ‫انٌََرٌفُو‬ٌْ ٌ‫ٌفٌَِّإ ٌَّنٌٌأَ ٌْكثٌَـٌَرٌُه ٌْمٌٌقَ ٌِّد‬
ٌَ ٌ‫اٌَت ٌِّقٌْيق‬
ٌَ‫ٌو ٌال‬، ٌَْ ‫سٌٌفِّْيٌـ ٌَه‬ ٌَ ‫ٌو ٌعٌُلٌُْوٌُم ٌُه ٌْمٌٌلٌَْي‬، ٌِّ َ‫ٌوٌأَ ٌْع ٌَما ٌُِلٌُْمٌٌت‬،
ٌَ ‫بعٌألَ ٌْهٌَوٌائِّ ٌِّه ٌْم‬ ٌَ ٌ‫اس ٌَدة‬ ٌِّ َ‫ٌف‬
ٌ .ٌ ‫سٌَو ٌِّاءٌال ٌطٌَِّّرٌيْ ٌِّق‬
ٌَ ِّ‫الٌٌل‬
ٌ ‫ص‬ ٌَ ْ‫ٌإٌِّي‬
“Sesungguhnya sebagian besar dari mereka telah menyimpang di dalam agama-agama,
amalan-amalan dan ilmu-ilmu mereka; Agama-agama mereka telah rusak; Amalan-amalan
mereka mengikut hawa-hawa mereka; dan ilmu-ilmu mereka tidak didasarkan atas
penelitian untuk mencari kebenaran dan tidak bisa mendapatkan jalan yang lurus.” (Lihat
Tafsir as-Sa’di halaman 270, cet Muassassah ar-Risalah th 1421 H)

Kita tidak bisa menjadikan apa yang dipegang oleh kebanyakan manusia sebagai suatu
kebenaran jika mereka berada di dalam kesesatan. Berkembangnya gaya hidup
menyimpang, menyebarnya kemaksiatan dan merajalelanya kesesatan jangan sampai
membuat kita terlena dan terpengaruh dengannya. Sebagian kaum muslimin merasa tidak
enak jika menyelisihi kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat di dunia ini. Dan ini salah.
Sebagai seorang muslim kita harus berpegang kepada kebenaran yang diturunkan oleh
Allah Azza wa Jalla sebagaimana diturunkan kepada Nabi Shallallahu’alaihi wasallam dan
diejawantahkan oleh para shahabatnya radhiallahu’anhum.

3. Kebenaran tidak selalu indentik dengan suara terbanyak ataupun mayoritas.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan,

ِّ ِّ ‫اَل‬ ٌَ ٌ‫ٌفٌَِّإ ٌَّنٌال ٌَكثٌْـٌَرٌَةٌٌقَ ٌْدٌٌتَ ٌُك ٌْو ٌُن‬


َ ‫ٌ{وإ ْنٌتُط ْعٌأَ ْكثَـَر‬:
ٌ‫ٌم ْن‬ َ ٌَ ‫هللاٌُتٌَـ ٌَع‬ ٌ ٌ‫ال‬ ٌَ َ‫ٌٌق‬،‫الًٌَال‬ ٌ‫ض‬
َِّّ ٌ‫وكٌعنٌسبِّ ِّيل‬ ِّ ِّ ‫ِِّفٌاألَر‬
ٌ‫ضا‬ ًٌ ْ‫ٌوٌأٌَي‬،ٌ]
ٌَ 116ٌ:‫اَّلل}ٌ[األنعام‬ َ ْ َ َ ُّ‫ضٌيُضل‬ ْ
ٌَ َ‫سا ٌُنٌٌبِّ ٌَكثٌْـٌَرٌتٌِِّّهٌ ٌَو ٌظَ ٌَّنٌٌأٌَنٌَّهٌٌُلَ ٌْنٌيٌـُ ٌْغٌل‬
ٌ‫ب‬ ٌِّ ٌ‫ال ٌَكثٌْـٌَرٌةٌُ ٌِّم ٌْنٌ ٌِّج ٌَهةٌٌأُ ٌْخٌَرىٌٌإِّ ٌَذاٌا ٌْغ ٌََّت‬
ٌَ ْ‫اْلٌن‬
ٌَ ِّ‫ٌٌفَاٌلْ ٌَكثٌْـٌَرٌةٌٌُإِّ ٌْنٌٌنَ ٌظٌَْرٌََنٌٌإ‬،ٌ ‫خ ٌْذٌَال ٌِّن‬
ٌ‫َل‬ ٌِّ ‫بٌٌلٌِّْل‬ ٌ َ‫اٌسٌب‬
ٌَ ‫ض‬ ًٌ ْ‫صٌْورٌ;ٌفٌَـ ٌَه ٌَذاٌٌأٌَي‬ ٌُ ‫ٌأٌَْوٌٌأٌَنٌَّهٌُ ٌَمٌْن‬
ٌ‫اسٌ ٌَعٌلَى‬ ٌَ ٌَّ‫ٌٌإِّ ٌَّنٌالن‬:‫الٌَتٌَـ ٌُق ٌْل‬ ٌ َ‫ٌٌف‬،‫اللٌٌٌَالٌتٌَـ ٌْغ ٌَتٌُّ ٌِِّبِّ ٌْم‬ ٌَّ ‫ض‬ٌُ ٌ‫ض‬ ٌِّ ‫ٌأَ ٌَّنٌٌأَ ٌْكثٌَـٌَرٌٌأَ ٌْه ٌِّلٌا ٌألٌَْر‬
ٌ ‫فٌٌأَنٌْـ ٌَفٌِّرٌُدٌ ٌَعْنٌـ ٌُه ٌْم؟‬ٌَ ‫ٌ ٌَكٌْي‬،‫ٌَه ٌَذا‬
“Sesungguhnya jumlah yang banyak bisa menjadi suatu kesesatan. Allah Ta’ala
berfirman, “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” Dan di lain sisi dengan jumlah
yang banyak seorang manusia bisa tertipu dengannya dan dia menyangka bahwa dia
tidak akan dikalahkan dan pasti ditolong. Ini juga termasuk sebab dari kesesatan. Dan
jumlah yang banyak jika kita lihat kepada sebagian besar penduduk bumi, maka
kebanyakan mereka sesat dan janganlah kamu tertipu dengan mereka. Janganlah kamu
katakan, ‘Sesungguhnya manusia telah berpegang pada ini, bagaimana mungkin saya
menyelisihi mereka?’.” (Lihat Al-Qoulul Mufid ‘Ala Kitabit Tauhid hal 73 cet. Daar Ibnil
Jauzy th. 1437 H)

C. TENTANG CORONA DALAM PANDANGAN SYAR’I


Nash Dalil dari Al-Qur’an dan as-Sunnah yang berkaitan dengan Wabah Corona
َ ُ ۡ َّ َ ۡ ُ ۡ َ ْ ُُۡ ََ
﴾١٩٥ ‫﴿… وَل تلقوا برأيدريكم إرَل ٱتلهلكةر‬
"Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian kepada kebinasaan." (Al-Baqarah: 95)

ٌ .‫يما‬ ِّ ِّ َّ ٌ‫َوٌَالٌتَـ ٌْقتُـلُوٌاٌأَنْـ ُف َس ُك ٌْمٌإِّ ٌَّن‬


ً ‫اَّللٌٌَ َكا ٌَنٌب ُك ٌْمٌ َرح‬
"Dan janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah menyayangi kalian."
(An-Nisa': 29)

Dua ayat ini menunjukkan wajibnya menjauhi sebab-sebab yang bisa menyeret kepada
kematian.

Dan hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam menunjukkan wajibnya menjaga diri
ketika tersebarnya wabah penyakit, diantaranya:

ِّ ‫ضٌعلَ ٌىٌالْم‬ ِّ
ٌ .‫ص ٌِّح‬ ُ َ ٌُ ‫ٌَالٌيُورٌُدٌالْ ُم ْمٌِّر‬
"Orang yang sakit jangan dikumpulkan dengan orang yang sehat." (HR Al-Bukhari no 5774
dan Muslim no 2221)

.‫َس ٌِّد‬
‫أل‬‫ا‬ ٌ ٌ
‫ن‬ ِّ ٌ‫وفٌَِّّرٌ ِّم ٌنٌالـمج ُذوِّمٌٌ َكماٌتَِّفٌُّر‬
‫م‬
َ َ َ ْ َْ َ
"Larilah menghindari orang yang sakit kusta seperti engkau lari menghindari singa." (HR.
Al-Bukhari no. 5707)

ٌ‫ٌ َوإ َذاٌوقَ ٌَعٌ ِِّب َْرضٌٌ َوأَنْـتُ ٌْم‬،‫وها‬ ٌ َ‫إ َذاٌ ِِّس ْعتُ ٌْمٌالطَّاعُو ٌَنٌ ِِّب َْرضٌٌف‬
َ ُ‫الٌَتَ ْد ُخل‬
ٌ َ‫ٌف‬،‫فِّ َيها‬
.‫الٌَ ََتُْر ُجواٌ ِّمْنـ َها‬
"Jika kalian mendengar ada tha'un (wabah) di sebuah negeri maka kalian jangan masuk ke
sana, dan jika terjadi di sebuah negeri sementara kalian ada di dalamnya maka kalian jangan
keluar darinya!" (HR Al-Bukhari 3473 dan Muslim no 2218)

Dan tidaklah diragukan bahwa ini (bertambahnya korban wabah) adalah disebabkan karena
bercampurnya antara orang-orang yang sakit dengan orang-orang yang sehat hingga
menyebabkan tersebarnya ( penularan) wabah diantara mereka.

Al Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah (wafat 852 H) menceritakan : "Dan peristiwa ini juga
telah terjadi di zaman kami, yaitu kejadian pertama at-tha'un (wabah yang dahsyat sangat
mematikan) di Mesir pada tanggal 27 rabiul akhir pada tahun 833 H. Pada saat itu jumlah yang
meninggal kurang dari 40 orang, kemudian mereka keluar ke padang pasir pada tanggal 4 jumadil
al-ula, setelah diserukan kepada mereka untuk berpuasa selama 3 hari sebagaimana dalam shalat
istisqa'. Kemudian mereka berkumpul, berdo'a selama satu jam lalu mereka pulang. Maka tidaklah
berlalu sebulan melainkan jumlah korban yang meninggal bertambah menjadi 1000 orang setiap
hari bahkan kemudian bertambah lebih banyak lagi.
Dan tidaklah diragukan lagi bahwa ini (bertambahnya korban tha'un) adalah disebabkan karena
bercampurnya antara orang-orang yang sakit dengan orang-orang yang sehat akhirnya makin
tersebarlah tha'un diantara mereka".

Kemudian beliau (Ibnu hajar rahimahullah) mengatakan : "Seandainya perbuatan mereka ini
(berdo'a dengan cara jama'i) disyariatkan niscaya tidak akan terlewatkan oleh kaum salaf,
demikian pula para ulama negri dan orang-orang yang mengikuti mereka di masa yang telah
lampau. (selesai nukilan Al-Hafizh dari kitab Hukmu at-Tada'i li fi'li at-Tho'aat fi an-Nawazil wa as-
Sadaid wa al-Mulimmad (17-21). Karya Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman hafizhahullah)

Nukilan diatas menunjukkan bahwa berkumpul kumpul itu sangat berbahaya dikala wabah
melanda, bukan masalah takut atau tidak takut mati, namun disini sekiranya sudah ada peraturan
pemerintah maka kita harus taati dan lakukan untuk kebaikan bersama. Begitupula mentaati

َ ُ َّ ْ ُ َ َ َ َّ ْ ُ َ ْ ٓ ُ َ َ َ َّ َ ُّ َ ٓ َ
aturan pemerintah itu adalah buah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya ‫ ﷺ‬sebagaimana ayat:

ۡ‫ول َوأُ ْوِل ۡٱۡلَمر‬ ‫﴿ي َٰـأيها ٱَّلرين ءامنوا أ رطيعوا ٱَّلل وأ رطيعوا ٱلرس‬
‫ر‬ ‫ر‬
ُ ‫ٱلر ُسول إن ُك‬
ۡ‫نتم‬ َّ َ ُ ُّ ُ َ ۡ َ
َّ ‫ٱَّللر َو‬ ۡ ُ ‫رنك ۡم فَإن تَ َنَٰ َز ۡع‬
ُ
‫ر ر‬ ‫َل‬‫ر‬ ‫إ‬ ‫وه‬‫د‬‫ر‬‫ف‬ ‫ء‬
ٖ ‫َش‬ ‫ِف‬
‫ر‬ ‫م‬ ‫ت‬ ‫ْۖ ر‬ ‫م‬
‫ َ َ ۡ َ ُ َ ۡ ا‬ٞ ۡ َ َ َٰ َ ۡ َ ۡ َ َّ َ ُ ۡ ُ
﴾٥٩ ‫خ ررِۚ ذل رك خۡي وأحسن تأوريَل‬ ‫تؤمرنون برٱَّللر وٱلو رم ٱٓأۡل ر‬
“ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisaa: 59)

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengutip keterangan Ibnu at-Tiin rahimahullah,

ٌ‫ٌعلَىٌأ َُّم ِّة‬ ِّ ‫اٌميتَاتٌفِّيه‬ ِّ ‫ْيٌه ِّذ ِّهٌ ُكلُّه‬


ِّ ِّ‫الٌاٌب ٌنٌالت‬
َ ُ‫ٌاَّلل‬
َّ ‫ض َل‬ َّ ‫اٌشدَّةٌتَـ َف‬ َ َ َ ُ ْ َ َ‫ق‬
ِّ ُ‫ٌِبَ ْنٌجعلَهاٌَتَْ ِّحيصاٌلِّ ُذن‬
ٌ‫وِبِّ ْم ٌَوِّزََي َدةً ٌِِّف‬ ِّ ‫ىٌاَّلل‬
ً َ َ َ ِّ ‫ٌعلَْيه ٌَو َسلَّ َم‬ َ َُّ َّ‫ٌصل‬ َ ‫ُُمَ َّمد‬
ٌ ‫ُّه َد ٌِّاء‬
ٌَ ‫بٌالش‬ ِّ‫ورِّهمٌيـبـلِّغُهم ٌِِّباٌمرات‬
َ َ َ َ ْ ُ َُ ْ ‫ُج‬
ِّ ُ ‫أ‬
Ibnu at-Tiin rahimahullah (wafat 611 H) mengatakan, semua kejadian kematian di atas, deritanya
sangat berat. Sehingga Allah memberikan keistimewaan bagi umat Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam, dengan menjadikan semua penderitaan itu sebagai penghapus dosanya, dan tambahan
pahala untuknya, yang menghantarkan mereka sampai pada derajat orang yang mati syahid. (lihat
Fathul Bari 6/44).

Inti dari menghadapi wabah Corona ini adalah hendaknya seorang muslim menghadapinya dengan
bekal Aqidah yang benar yaitu
1. Bahwa Corona adalah ciptaan Allah yang diberikan kepada manusia agar mengembalikan
manusia kepada inti diciptakan manusia yaitu untuk beribadah hanya kepada Allah
semata.
2. Tidak ada yang mampu menghentikan laju penyebaran virus kecuali Allah
Allah Ta’ala berfirman:

َ ُ َّ ٓ ُ َ َ َ َ َ ّ ُ ُ َّ َ ۡ َ ۡ َ
‫َّض فَل َك رشف َلۥ إرَل هوْۖ ِإَون‬
ٖ ‫﴿ِإَون يمسسك ٱَّلل ب ر‬
ٞ َ ۡ َ ّ ُ َٰ َ َ َ ُ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ
﴾١٧ ‫ك َش ٖء ق ردير‬
‫ۡي فهو لَع ر‬ ٖ ‫يمسسك رِب‬
“ Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang
menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan
kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu." (QS. Al-'An'aam: 17)

Bila kita sudah mengetahui dan meyakini hal itu, maka disaat darurat penyebaran
virus seperti ini seharusnya kita lebih menyibukkan diri dengan sebab-sebab yang
lebih mengundang pertolongan Allah.
3. Penguat hati bagi kaum muslimin dikala wabah corona melanda adalah firman Allah

َ َ َ َ َٰ َ ۡ َ َ ُ َ َ ُ َّ َ َ َ َ َّ ٓ َ َ ُ َّ ُ
Ta’ala:

‫﴿قل لن ي رصيبنا إرَل ما كتب ٱَّلل نلا هو مولىنا ۚ ولَع‬


َ ُ ۡ ُ ۡ َّ َ َ َ ۡ َ َّ
﴾٥١ ‫َّك ٱلمؤمرنون‬
‫ٱَّللر فليتو ر‬
“Katakanlah: ‘Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan
Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang
beriman harus bertawakal” (QS At-Taubah : 51)

4. Islam memerintahkan agar umatnya melokalisir berbagai penyakit keras dan menular
serta tidak menyebarluaskannya. (lihat Fawaid hadits dari Kitab Bahjatun Nadzirin
Syarah Riyadhus Sholihin 1/81-82, cet. Daar Ibn al-Jauzy th. 1430 H, Ahaadits at-Thibb
an-Nabawy Fil Kitab was Sunnah Dirasah wa Takhrij hal. 418 – Dr. Ahmad bin
Muhammad bin Yahya Zabilah cet. Daarul Qasim 1433 H )
5. Hendaknya sebagai seorang mukmin untuk menjaga dirinya dari virus, salah satunya
dengan berdiam diri di rumah. Hal ini sebagaimana perkataan Syaikh Sulaiman ar-Ruhaily
hafizhahullah (ulama Madinah – pengajar di Masjid an-Nabawi) berkata,

ٌ‫بٌٌفٌَْْيٌُْو ِّس‬ٌِّ ٌُّ‫ِفٌبٌَـٌْيٌتٌِِّّهٌ ٌِّم ٌْنٌٌأَ ٌْج ٌِّلٌ ٌََتَن‬


ٌ ٌِّ‫ث‬ ٌَ ‫بٌ ٌَعٌلَىٌالـ ٌُم ٌْؤٌِّم ٌِّنٌٌأَ ٌْنٌٌَُيْ ٌُك‬ ٌُ ‫ٌَُِّي‬
ٌ‫سٌ ٌِّم ٌْن‬ ٌ ِّ ٌ‫ب‬
ٌِّ ‫محَ ٌايٌَةٌُالنَّـٌ ٌْف‬ ٌُ ‫ٌألٌَْمرٌٌٌَالٌبُ ٌَّدٌ ٌِّمٌْن ٌهٌٌُِّألٌَنٌَّهٌُ ٌََِّت‬
ٌِّ ‫جٌٌإٌَِّّال‬
ٌُ ‫ال ٌُكٌْوٌُرٌْو ٌََنٌٌَو ٌالٌَ ٌََيٌُْر‬
ٌٌ‫ر(ماٌ ٌِّم ٌْنٌ ٌَعٌْبد‬ ٌَ ‫ش‬ ٌِّ ‫ِفٌ ٌَه ٌَذاٌ ٌَوٌلِّيٌُـٌْب‬
ٌ ٌِّ‫اع ٌةٌٌُُوٌَالٌِّةٌا ٌألٌُُمٌْوٌِّر‬
ٌَ َ‫بٌ ٌط‬ ٌُ ‫الَ ٌِّكٌٌَوٌََِّت‬ ٌ َ‫ابٌ ٌاِل‬ ٌِّ َ‫ٌأَ ٌْسٌب‬
ٌ‫صاٌبًٌِّرا‬
ٌَ ٌ‫ج‬ ٌُ ‫ثٌ ٌالٌَ ٌََيٌُْر‬ ٌُ ‫ٌفٌَـٌيَ ٌْم ٌُك‬-ٌ ‫الطٌاَّ ٌعٌُْو ٌَن‬-ٌ‫ِفٌبٌَـٌلَدٌٌفٌَـٌيَ ٌُك ٌْو ٌُنٌٌفٌِّْي ٌِّه‬ ٌ ٌِّ‫ٌيَ ٌُك ٌْو ٌُن‬
ٌ‫هللاٌٌُلٌَهٌٌُإِّالٌٌَّ ٌَكا ٌَنٌٌلٌَهٌُ ٌِّمٌثْ ٌُلٌٌأَ ٌْج ٌِّر‬
ٌ ٌ‫ب‬ ٌِّ َ‫ٌُُْمٌت‬
ٌِّ ُ‫سٌبًاٌيٌَـ ٌْعٌلَ ٌُمٌٌأٌَنٌَّهٌُ ٌالٌٌَي‬
ٌَ َ‫صْيٌـٌبٌُهٌٌُإِّ ٌالٌَّ ٌَماٌ ٌَكٌت‬
ٌ ٌ)ٌ ٌٌ‫ٌَش ٌِّهٌْيد‬
Setiap mukmin wajib tetap berdiam dirumah untuk menghindari virus corona dan tidak
keluar kecuali karena perkara yang sangat penting. Hal ini karena menjaga diri dari
sebab kematian, begitu juga wajibnya taat kepada pemerintah dalam hal ini. Maka
bergembiralah sebagaimana hadits – "Tidaklah seorang hamba yang berada dalam
suatu negeri yang didalamnya terjadi at-Tha'un kemudian dia tetap berada (dalam
rumahnya) tidak keluar sebagai bentuk kesabarannya, dan berharap pahala kepada
Allah serta Ia mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang telah Allah
takdirkan baginya, kemudian dia mati karena at-Tha’un tersebut maka dituliskan
baginya pahala seperti pahala orang mati syahid). (sumber:
https://twitter.com/solyman24/status/1241422072783548421)

6. Begitupula berkaitan dengan kewajiban mendatangi sholat lima waktu ataupun


mendatangi sholat jum'at dimana itu telah menjadi kewajiban asasi bagi setiap laki-laki
untuk mendatangi masjid, namun dalam kondisi terjadinya wabah pandemi virus corona
ini maka hendaknya menahan diri untuk tidak mendatangi sholat di masjid karena ingin
menyelamatkan diri bukan karena malas ataupun enggan. Sebagaimana fatwa Syaikh
Sulaiman ar-Ruhaily hafizhahulallah:

ٌُ‫اع ٌة‬ ٌَ ‫اْلَ ٌَم‬ ٌ ٌ‫تٌفِّْيـ َها‬


ٌ ‫اْلُ ٌْم ٌَع ٌةٌٌَُو‬ ٌْ ‫ِتٌ ٌُمٌنِّ َع‬ ٌ َِّّ‫ِفٌالبِّالَ ٌِّدٌال‬ ٌ ٌِّ‫ت‬ ِّ ٌُ‫ٌالٌَتَـْنـبغِّيٌإِّ ََثرٌة‬
ٌِّ َ ‫الف‬ َ َ
ٌ‫ٌ ٌَويٌَـٌْلٌتٌَِّزٌُم‬-ٌ ٌ‫سا ٌُن‬ ٌ ْ‫ٌلٌَِّرٌأ‬-ٌ‫ضٌال ٌُكٌْوٌُرٌْو ٌََنٌٌفِّْيٌـ ٌَها‬
ٌِّ ٌُ‫يٌيٌَـٌَر ٌاه‬
ٌَ ْ‫اْلٌن‬ ٌَ ِّ‫ٌل‬
ٌِّ ‫ضٌُرٌْوٌَرٌِّةٌٌُو ٌُج ٌْوٌِّدٌ ٌَمٌَر‬
ٌ‫اص ٌِّدٌِّهٌ ٌَوٌَم ْنٌٌ ٌَكا ٌَنٌ ٌُُمَ ٌافِّ ٌظًا‬ٌِّ ‫عٌ ٌَوٌَم ٌَق‬ َّ ِّ‫الد ٌْوٌلٌَِّةٌٌفٌَِّإ ٌَّنَاٌ ٌُمٌَوٌافِّ ٌَقةٌٌٌل‬
ٌِّ‫لشٌْر‬ ٌَّ ٌ‫ات‬ ٌِّ ‫ٌبِّتٌَـٌْوٌِّجْيٌـ ٌَه‬
ٌُ‫هللا‬
ٌ ٌ‫ب‬ ٌَ َ‫العٌْب ٌُدٌٌأٌَْوٌ ٌَسافٌَـَرٌٌ ٌَكٌت‬ ٌَ ٌ‫ض‬ ٌَ ‫ش ٌْرٌ(ٌإِّ ٌَذاٌ ٌَمٌِّر‬ ٌِّ ‫اعٌِّةٌفٌَـٌْليٌُـٌْب‬ ٌْ ‫اْلُ ٌْم ٌَع ٌِّةٌٌَو‬
ٌَ ‫اْلَ ٌَم‬ ٌ ٌ‫لى‬ ٌَ ‫ٌَع‬
ٌ )ٌ . ‫حاٌ ٌُم ٌِّقٌْي ًٌمٌا‬ ًٌ ‫حٌْي‬ ٌِّ ‫ص‬ ٌَ ٌ‫اَلٌ ٌِّمٌثْ ٌَلٌ ٌَماٌٌ ٌَكا ٌَنٌيٌَـ ٌْع ٌَم ٌُل‬ ٌَ ‫تٌَـ ٌَع‬
"Tidak sepatutnya menyebar fitnah, hoax dan lainnya di negara dimana pemerintah
dan ulamanya sudah melarang atau menghimbau untuk tidak mengadakan shalat
jumat dan shalat fardu berjamaah karena adanya kejadian luar biasa penyebaran virus
corona karena tidak sesuai dengan pendapat pribadi (tidak cocok dengan hatinya)."

Mengikuti instruksi dan himbauan pemerintah adalah sikap dan tindakan yang sesuai
dengan syariat dan tujuan utama Islam.
Bergembiralah orang-orang yang selalu menjaga shalat fardhu berjamaah dan shalat
jumat di masjid (lalu tidak lagi mengerjakannya di masjid karena menghindari
penularan virus) karena tetap meraih pahala penuh shalat fardhu berjamaah dan shalat
jumat di masjid meski meninggalkannya karena Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,
"Jika seorang hamba senantiasa beramal shalih lalu meninggalkannya karena udzur
sakit atau safar, maka Allah akan tetap memberi pahala amal yang ditinggalkannya
secara sempurna." (HR. Al-Bukhari no. 2996) (sumber :
https://twitter.com/solyman24/status/1238821509298298886)

7. Melakukan social distancing bahkan physical distancing, sebagaimana yang dituturkan


oleh Syaikh Sulaiman ar-Ruhaily Syaikh Sulaiman ar-Ruhaily hafizhahullah berkata,

ٌِّ ‫س‬
ٌ‫ان‬ ٌَ ‫اْل ٌْح‬ ٌِّ ٌ‫انٌ ٌَوٌِّم ٌَن‬ ٌ‫س‬ ٌَ ‫ح ٌةٌٌُِّزٌََي ٌَدٌةٌٌُإِّ ٌْح‬
ٌَ َ‫صاٌف‬ ٌَ ‫ٌٌَوالٌـ ٌُم‬،‫ان‬ ٌِّ ‫س‬ ٌَ ِّ‫الٌَُمٌ ٌَشٌْر ًعاٌ ٌَِّب ٌلل‬
ٌ ‫الس‬ ٌَّ
ٌ‫ب‬ ٌِّ ‫اس ٌِّدٌ ٌُم ٌَق ٌَّدمٌٌ ٌَعٌلَ ٌىٌ ٌَجٌْل‬ ٌِّ ‫ح ٌِّةٌٌفٌَِّإ ٌَّنٌ ٌَدٌْرٌءٌَالٌـم ـٌََف‬ ٌَ َ‫صاٌف‬ ٌَ ُ‫اليٌَـ ٌْوٌَمٌتٌَـٌْرٌُكٌاملٌـ‬
ٌ‫الٌَِّم‬ ٌ ‫لس‬ ٌَّ ‫اءٌ ٌَِّب‬ ٌِّ ‫اال ٌْكٌتِّ ٌَف‬
ٌِّ ٌ‫ْيٌ ٌَعٌلَى‬ ٌَ ْ ‫سٌلِّ ٌِّم‬
ٌْ ‫ْجٌْي ٌَعٌالـ ٌُم‬ٌَِّ ٌٌُّ‫ص ٌالِّ ٌِّحٌٌفٌَأَ ٌَحث‬ ٌَ ‫الـ ٌَم‬
ٌ‫تٌ ٌَوتٌَـ ٌْقٌلٌِّْي ٌِّل‬ٌِّ ‫جٌ ٌِّم ٌَنٌالبٌُـيٌُـ ٌْو‬ ٌ ٌ‫ح ٌِّةٌ ٌَوتٌَـ ٌْقٌلٌِّْي ٌِّل‬
ٌِّ ‫اخلٌُُرٌْو‬ ٌَ َ‫صاٌف‬ٌَ ‫انٌ ٌَوتٌَـٌْرٌِّكٌالـ ٌُم‬ ٌِّ ‫س‬ ٌَ ِّ‫ٌَِّب ٌلل‬
ٌ‫الش ٌِّدٌيْ ٌِّدٌ ٌَعٌلَىٌالٌنَّ ٌظَاٌفٌَِّةٌٌَوالتَّـٌَوٌُّك ٌِّل‬ ٌَّ ٌ‫ص‬ ٌِّ ‫احلٌْر‬ ٌِّ ‫الٌَِّّزٌَم ٌِّةٌٌَو‬
ٌ ‫اتٌ ٌَغ ٌِّْْيٌال‬ ٌِّ ‫اع‬ ٌِّ
ٌَ ‫اال ٌْجٌتِّ ٌَم‬
ٌِّ ٌ‫ٌَعٌلَى‬
‫اَّللٌ ٌِّم ٌْنٌقٌَـٌْبلٌ ٌَوٌِّم ٌْنٌبٌَـ ٌْعد‬
"Mengucapkan salam dengan lisan disyariatkan dalam Islam dan lebih baik lagi jika
dilakukan sambil berjabat tangan. Saat ini justru termasuk kebaikan kepada orang lain
adalah dengan tidak berjabat tangan dengan siapapun. Sebab ada kaidah dalam Islam
berkata, "menghindari mudharat lebih diutamakan daripada mendatangkan mashlahat.
Oleh karena itu saya menghimbau kepada seluruh kaum muslimin agar:

a. Mengucapkan salam hanya dengan lisan tanpa jabat tangan.


b. Tidak keluar rumah kecuali untuk hal yang bersifat penting.
c. Hindari pertemuan-pertemuan dan kontak fisik yang tidak begitu penting.
d. Menjaga betul kebersihan (dengan selalu mencuci tangan).
e. Dan pada akhirnya senantiasa bertawakkal kepada Allah.

(sumber: https://twitter.com/solyman24/status/1238923365496356864)

8. Kesimpulannya, setiap muslim wajib untuk menyerahkan semua urusannya kepada Allah,
berharap keutamaan-Nya, mendambakan pencapaiannya, bergantung hanya kepada-Nya,
karena semua urusan itu absolute ada di tangan-Nya, begitupun pengaturan dan
penundukannya.
ِّ ‫اال ْحتِّس‬ ِّ ِّ َّ ‫ٌَب‬ ِّ ِّ‫صائ‬ ِّ ِّ ٌَِّ ‫ٌُيتَ ِّه َد ٌِِّفٌتَـلَ ِّقيٌم‬
َ َ‫ٌفَِّإ َّنٌهللا‬،‫اب‬
ٌ‫ٌعَّزَو َج َّل‬ َ ‫لص ْب ٌَو‬
ِّ ‫ب‬ َ َ‫اٌُي ُّلٌبِّهٌم َنٌالـمـ‬ َ َْ ‫َوأَ ْن‬
ْ ‫ٌإََِّّّنَاٌيـُ َو ََّّفٌالصابِّ ِّرْو َنٌأ‬:‫الٌﷻ‬
ٌ‫َجَرُه ْم‬ َ ‫َج ِّرٌاْلَِّزيْ ِّلٌفَـ َق‬ ِّ ‫ٌَبلثـَّو‬
ْ ‫اب ٌَواأل‬ ِّ ‫احتَس‬
َ ‫ب‬ َ َ ْ ‫ٌص ََب ٌَو‬
َ ‫ٌم ْن‬ َ ‫َو َع َد‬
ٌ )10ٌ‫ٌح َسابٌ(الزمر‬ ِّ ‫بِّغَ ِّْي‬
ْ
Dan hendaknya dia berusaha bersungguh-sungguh dalam menerima musibah yang
menimpa dirinya dengan sabar dan mengharap pahala kepada Allah, karena Allah
Azza wa Jalla menjanjikan bagi orang sabar dan mencari pahala dengan ganjaran
dan pahala yang begitu besar, maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Sesungguhnya
hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa
batas." (QS. Az-Zumar : 10)

KIAT AGAR DAPAT MELAKUKAN BIRRUL WALIDAIN


Salah satu kiat dalam menyadarkan seseorang untuk senantiasa berbakti kepada orang tua adalah
mengingatkannya kepada kondisi saat dia dalam umur “bayi” mari kita simak telaah berikut ini:

MENYADARI BAHWA KITA DAHULU ADALAH SEORANG BAYI31


Dibalik Wajah Tenang seorang Bayi,

Saudaraku, pernahkah engkau melihat begitu tenangnya wajah seorang bayi ?

Terbersit di benakku untuk menulis kisah yang berkaitan dengan tenangnya wajah bayi.

Wajah tenang seorang bayi adalah wajah yang mengagumkan...

kehadirannya ditunggu-tunggu, dan setelah dia dilahirkan di dunia ini, tidak ada terbersit di
wajahnya untuk

membayangkan berbagai kesedihan, kegundah gulanaan bahkan juga kenikmatan yang akan
dihamparkan padanya.

bahkan tidak terbersit pula di wajahnya kemarahan, dendam, keputusasaan, letupan emosi yang
akan dialaminya kelak.

Ketenangan wajah bayi itu terlihat utuh dalam semua anggota tubuhnya, tidak ada yang kurang
satupun, cobalah engkau lihat gambaran detail berikut ini:

Kulit yang lembut

Manakala tanganmu menyentuh kulitnya yang lembut...tentunya bagi kita selayaknya terbersit
pertanyaan, "Bagaimana Allah memberikan kekuatan kepada kulit yang lembut ini untuk menahan
berbagai macam tekanan darah, daging dan tulang sehingga tidak akan ada manusia yang bocor

31
Telaah ini muncul satu bulan setelah lahirnya rezki ketiga kepada penulis yaitu lahirnya Rufaida
alhamdulillah dua bulan sempat dirawat intensif di rumah sakit karena lahir dalam keadaan premature.
Dimana setiap harinya menengok sosok bayi yang sangat lembut, lemah dan begitu mungilnya.
kulitnya, keluar darinya darah dan isi organ-organnya...? Subhanallah, Maha Suci Allah yang telah
memberikan kesempurnaan kepada manusia.

Dengan dibungkus kulit tersebut orang akan melakukan penghambaan kepada Khaliq-nya baik
dalam keadaan panas dan dingin, berdiri berdzikir di tengah terik matahari...dengan kulit tersebut
nampak jelas sempurnanya ciptaan Allah yang sangat mengagumkan.

Mata yang mungil

Manakala mata bayi yang mungil itu berkedip dan mencoba untuk dibuka lebar melihat dunia...

terbersit pula pertanyaan, "Bagaimana Allah memberikan kesempurnaan mata, dapat melihat
dengan jelas tanpa ada alat bantu sedikitpun dan tidak pula takut untuk kemasukan kotoran,
debu, dan yang lainnya" Subhanallah, Maha Suci Allah yang telah memberikan kesempurnaan
mata.

Dengan mata yang mungil itulah kelak ia dapat melihat berbagai macam keindahan ciptaan Allah
yang lainnya, dengan mata itulah dia akan menangis bersimpuh memohon ampun kepada
Rabbnya, dengan mata itulah ia akan memuji Rabbnya dengan membaca Kalam-Nya yaitu al-
Quran.

Bibir yang mungil

Ketika engkau memperhatikan bibir mungilnya...terbersit pula pertanyaan, "Bagaimana Allah


memberikan bibir yang disertai lidah dan gusi dalam bentuk yang sempurna, tidak ada yang
kurang, tidak ada pula ketidak sempurnaan dalam perpaduan warna antara bibir, lidah dan gusi."
Ada sebagian orang yang mengalami perubahan setelah dewasa baik dari jerawat, pengaruh
panas, dan yang lainnya. Namun itu semua tidak mengubah kesempurnaan ciptaan Allah yang
sangat mengagumkan.

Dengan bibir mungil itu kelak dia akan belajar mengucapkan lafazh Allahu Akbar, Subhanallah,
membaca Firman-Nya yang agung, dan menguntai rajutan kata-kata untuk dipersembahkan
kepada Sang Penciptanya.

Rambut yang kokoh

Ketika engkau meraba rambutnya...terbersit pula pertanyaan, "Bagaimana Allah memberikan


susunan rambut yang sempurna, tertanam dan tertancap kokoh pada akarnya...tidak ada satu
rambutpun yang ketika diraba menjadi rontok ataupun jatuh." Subhanallah, meskipun sebagian
orang setelah mereka dewasa mengalami kerontokan rambut, namun itupun tidak mengurangi
"Kesempurnaan" ciptaan Allah.

Dengan rambut yang kokoh itu pula manusia diuji dengan perintah untuk memotongnya ketika
bertahalul haji dan umroh.

Tangan yang lembut

Ketika engkau meraba tangannya yang lembut dimana ujung jari tangannya menancap kokoh
kuku-kuku tangan yang sinkronisasinya dengan besarnya tangan begitu sempurna...semakin
bertambah besar tangan maka kuku pun menyesuaikan menjadi lebar pula." Subhanallah,
meskipun sebagian orang setelah mereka dewasa terkadang mengalami kuku rusak dan tangannya
patah karena kecelakaan, namun sifat kesempurnaan asal itu tetap ada pada ciptaan Allah
tersebut, benar-benar sangat mengagumkan.
Dengan tangan yang lembut itu kelak manusia akan melakukan penghambaan kepada Khaliq-nya
baik dalam bertakbir untuk sholat, bertasyahud, bersedekap, menengadahkan tangannya
bermunajat kepada Rabb-nya...dengan tangan yang lembut itu nampak jelas indahnya ciptaan
Rabb Azza wa Jalla yang sangat mengagumkan.

Telinga yang mungil

Ketika engkau memperhatikan telingannya yang mungil ...terbersit pula pertanyaan, "Bagaimana
Allah menciptakan alat pendengaran yang super canggih yang didalamnya terdapat berbagai
macam fungsi yang diperlukan manusia untuk mendengar, menjaga keseimbangan dan lain-
lainnya...bahkan setelah dipelajari ternyata telinga mempunyai lebih dari 40 titik akupuntur yang
satu sama lain berkaitan dengan anggota gerak tubuh manusia." Subhanallah, begitu
mengagumkan ciptaan Allah tersebut.

Diawali dengan telinga yang mungil kemudian semakin bertambah usia maka fungsinya pun
seperti grafik parabola awalnya turun kemudian tengahnya naik kemudian diakhir hayat terkadang
manusia mengalami gangguan dalam pendengarannya, namun itupun tidak mengurangi
kesempurnaan ciptaan Allah tersebut.

Kaki yang mungil

Saudaraku lihatlah pada kaki bayi yang mungil...terbersit pertanyaa, "Awal kaki yang mungil
ini ternyata lambat laun berkembang dan akhirnya bisa menjadi tempat bertumpunya badan,
untuk berjalan dan berlari, tidak ada yang kurang pada design kaki yang telah Allah
ciptakan...begitu mengagumkan."

Dengan kaki yang mungil itu kelak manusia akan melakukan penghambaan kepada Khaliq-nya
baik dalam thowaf, berdiri hening khusyuk dalam sholat, melakukan sa’i, melangkahkan kaki ke
masjid, berdiri tegak bermunajat kepada Rabb-nya...dengan kaki yang mungil itu nampak jelas
indahnya ciptaan Rabb Azza wa Jalla yang sangat mengagumkan.

Dan dalam keadaan bayi itu…

Sang Bapak dan Ibu mencurahkan segala energy dan pikirannya hanya untuk sosok bayi mungil
nan jelita buah cinta suci dan amanah mulia dari Sang Rabb Yang Maha Pemberi Rezki.

Ketika seorang memperhatikan perjuangan orang tua yang baru diberikan amanah berupa bayi,
maka selayaknya baginya untuk mengingat tentang perjuangan, letih lesunya orang tuanya dalam
membesarkannya, membimbingnya, menjaganya serta mendekapnya dengan belaian kasih sayang
penuh ketulusan.

Tidak mungkin dia lahir kemudian langsung jadi “orang sukses” maupun “orang terkenal” ataupun
“orang mandiri” tapi dia pasti melewati fase “kanak-kanak” yang saat dia berlatih berjalanpun
terkadang masih jatuh bangun dituntun oleh orang tuanya. Maha Suci Allah yang telah
menciptakan insting mulia dari kecintaan orang tua kepada anaknya.

Ada kalanya kelak seorang anak akan melihat orang tuanya yang telah lanjut usia berperilaku
seperti layaknya bayi atau kanak-kanak. Saat itu adalah saat yang sangat kritis bagi kehidupan
seorang anak karena bisa jadi dia menjadi anak yang durhaka karena menyia-nyiakan orang tuanya
ataupun dia menjadi anak yang berbakti karena sabar dan lemah lembut dalam melayani dan
membantu orang tuanya.

BAGIMU YANG MASIH SEKOLAH DAN BELAJAR DI RUMAH,


Anakku, Adikku, sesungguhnya dengan adanya Wabah ini adalah bentuk sayang dan cintanya
kepada para hamba-Nya, termasuk kepada kita semua. Bayangkan dalam setahun terkadang
hanya mendapati waktu kosong dan bisa bercengkerama dengan keluarga berapa lama? Bisa jadi
waktu diluar rumah yaitu di sekolah bahkan di tempat kerja sangat menguras waktu dan tenaga
sehingga itu menyebabkan intensitas berkumpul dan berkomunikasi dengan orang tua menjadi
sangat terbatas dan hanya monoton, seperti pertanyaan:

A. Nak, kamu sudah makan,


B. Nak, kamu sudah belajar,

Dua pertanyaan yang legendaris dari setiap orang tua kepada anaknya. Melalui ujian wabah
corona ini maka Allah memberikan banyak kesempatan kepada seorang orang tua untuk
berinteraksi lebih lama dan lebih optimal dengan anak-anaknya, begitupun sebaliknya bagi
seorang anak. Terkadang pulang sekolah badan sudah capek dan lesu karena sudah terforsir
energi di sekolah, maka untuk membantu orang tuapun sangat jarang.

Saat inilah Allah memberikan keleluasaan yang begitu terbuka untuk kita berbakti kepada kedua
orang tua kita.

Saudaraku, jangan pernah engkau habiskan waktumu yang berharga sekarang hanya untuk

a) Main game, dari bangun tidur ke tidur lagi hanya berkutat dengan game.
b) Tidur-tiduran malas-malasan, makan tidur dan makan tidur saja.
c) Nonton tontonan yang mengandung maksiyat, sinetron, DRAKOR dan apa saja
yang tidak menyebabkan bertambah taqwa.
d) Menghabiskan waktu dengan kongkow dengan teman-temannya di medsos
dari bangun tidur sampai tidur lagi.
e) Menjadi robot hidup yang tidak peduli dengan kondisi sekeliling, masa bodoh
dan cuek.

Sadarlah Saudaraku…semoga Allah senantiasa mencintaimu…engkau adalah seorang anak yang


diimpikan oleh kedua orang tuamu, yang diharapkan oleh orang tuamu untuk menjadi tabungan
berharga bagi mereka ketika tidak ada amal lagi yang diterima kecuali salah satunya doa anak yang
sholih. Engkau hidup di dunia real bukan dunia game ataupun dunia film, dimana Allah bisa kapan
saja mencabut semua kenikmatan tersebut karena sebab kemaksiyatan yang engkau perbuat
maupun kedurhakaan yang telah engkau lakukan kepada kedua orang tuamu. Semoga Aku dan
engkau tidak termasuk sebagai kategori anak-anak yang durhaka dan kita dimudahkan untuk
menjadi sebaik-baik tabungan bagi kedua orang tua kita kelak di Hari Pembalasan.

TIPS, KIAT-KIAT SOLUSI DALAM PENERAPAN BIRRUL


WALIDAIN DI SAAT WABAH COVID-19 MELANDA DUNIA:
Dari ulasan di atas dapatlah kita ketahui bahwa uquuqul walidain adalah
perbuatan tercela yang tidak layak dilakukan oleh pribadi yang mendapat
petunjuk, yang memiliki akal, ketaqwaan serta keshalihan. Perbuatan tercela
ini tidaklah terlahir kecuali dari pribadi yang buta akan agung dan luhurnya
kedudukan orangtua, akan gemilangnya derajat dan martabat sepasang ayah
ibu. Tidakkah kita membayangkan betapa besar pahala yang Allah janjikan
bagi orang yang memuliakan keduanya dan betapa keras ancaman siksa bagi
mereka yang mendurhakai keduanya?.
Oleh sebab itu, jawaban dari permasalahan ini tidak lain adalah kembali
kepada ajaran dien islam secara kaffah. Mempelajarinya dengan segenap
kesungguhan untuk kemudian direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
sebagai bentuk pengabdian Dan semata-mata karena berharap balasan di sisi
Allah dan takut ancaman siksa-Nya yang keras dan pedih. Dan hendaklah kita
mencontoh akhlaq salafush sahlih, generasi terbaik umat ini.
Saudaraku pembaca yang semoga Allah senantiasa melimpahkan kebarokahan
kepadamu, berikut ini adalah tips dan contoh realisasi birrul walidain disaat
terjadinya wabah corona, yaitu:
1. Menyediakan peralatan medis sebagai bentuk karantina dan
perlindungan dari wabah, baik masker, sabun, hand sanitizer, dan
lainnya.
2. Menyediakan bahan makanan pokok, misalnya beras, gula, tepung dan
lainnya, sehingga orang tua tidak perlu susah payah berjibaku di pasar.
3. Menyediakan fasilitas pulsa ataupun data agar memudahkan untuk
berkomunikasi disaat jarak dan waktu tidak mendukung.
4. Komunikasi tetap harus berlangsung meskipun jarak dan waktu tidak
mendukung.
5. Memudahkan kedua orang tua untuk bisa sibuk dengan ibadah, bisa
dengan membelikan parabola kemudian menyambung dengan televisi
yang menayangkan kajian-kajian Islam Ilmiyah, begitu pula rekaman-
rekaman ceramah via youtube atau medsos yang ada. Begitu pula
membelikan buku agama, seperti buku Doa dan Wirid, Tafsir al-Quran
dan lainnya.
6. Membantu orang tua untuk berjemur di pagi hari, bahkan mengajak
mereka berdua untuk bisa menaikkan immune tubuh.
7. Membesarkan hati kedua orang tua dengan cara menanamkan aqidah
yang kuat bahwa wabah corona adalah makhluk Allah Azza wa Jalla dan
semua taqdir Allah itu adalah baik disisi-Nya menjadi ada taqdir yang
jelek dan baik adalah menurut sisi pandang manusia. Dan satu-satunya
Dzat Yang bisa mengangkat wabah tersebut hanya Allah Ta’ala.
8. Memahamkan kepada orang tua dengan cara yang hikmah bahwa
semua penyakit yang Allah turunkan pasti ada obatnya dan tidak boleh
kita berobat dengan cara-cara yang diharamkan, seperti mendatangi
dukun, berobat dengan bahan bahan yang haram dan lainnya.
9. Menunaikan apa saja yang menjadi kebutuhan sehari-harinya seperti
mencuci piring, mencuci baju dan menyeterikanya. Begitu pula
berusaha memenuhi keinginan orang tua selama itu tidak
membahayakan dan memudhoroti baik secara syar’i maupun hukum
negara, misalnya orang tua ingin bertamasya ke gunung, maka kita
katakan “InSya Allah Ketika Allah telah mengangkat wabah ini, pertama
kali yang ingin saya lakukan adalah mengajak bapak ibu untuk
bertamasya, bahkan sekiranya ada rezeki dan kesempatan saya ingin
ajak bapak dan ibu untuk umroh.”
10. Dianjurkannya mengucapkan perkataan kepada kedua orang tua
dengan perkataan yang mulia, sebagaimana Firman Allah:

ٌ ‫َوقُ ْلٌ َِلَُماٌقَـ ْوًالٌ َك ِّرُيًا‬


Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al-Isra’ 23),
artinya lemah lembut dan baik, disampaikan dengan tenang dan pelan-
pelan, seperti perkataan, Semoga Allah membesarkan pahala bapak.”
“Terimalah kabar gembira wahai ibu(ku tersayang), wahai bapak(ku
tersayang)” atau ucapan-ucapan sejenisnya. Perkataan yang mulia ini
berlaku untuk bentuk redaksi kata-katanya, cara pengucapannya, dan
mengutarakannya. Tidak boleh mengucapkannya dengan nada kasar
dengan suara keras, bahkan kalau perlu mengandung doa dan
keramahan kepada mereka berdua. Mulailah mengganti kata-kata
sapaan kepada orang tua dengan bahasa yang lebih lembut, misalnya
“Sering menyapa orang tua dengan, Ibuku tersayang, bapakku tercinta
dan lainnya.” Tujuannya adalah agar Bahasa yang biasa kita gunakan
untuk menyapa teman itu tidak kita gunakan kepada orang tua kita,
karena mereka lebih berhak untuk mendapatkan penghormatan
daripada teman-teman kita.
Begitu pula termasuk kategori mengucapkan perkataan yang mulia
adalah dengan menjaga lisan dan tingkah laku kepada orang tua dengan
menghindari percecokan ataupun perdebatan.
11. Mendoakan dengan ikhlas dan terus menerus kepada orang tua, baik
disetiap sujud, Ketika hujan bahkan waktu-waktu yang mustajab
lainnya. Begitu pula mengajarkan doa berlindung dari wabah kepada
orang tua sekiranya orang tua belum menghafalkannya.
12. Banyak melakukan amal kebaikan termasuk memberikan makan dan
minum kepada orang yang membutuhkan, memberikan masker dan
APD kepada orang yang membutuhkan, karena apapun yang menjadi
amal kebaikan kita sebagai anak maka itupun mengalir kebaikannya
kepada orang tua kita baik yang masih hidup bahkan terutama bagi
yang sudah meninggal.
13. Begitu pula hendaknya tidak boleh pernah bosan melakukan perbuatan
kebaikan dan menjaga amalan as-sunnah. Karena orang yang
senantiasa melakukan kebaikan maka Allah akan melindungi hamba-
Nya.

ِّ ‫وفٌإِّ ََلٌالن‬
ٌ‫َّاس‬ ُ ‫ٌ«الْ َم ْع ُر‬:‫ٌعلَْي ِّه ٌَو َسلَّ َم‬
َ ُ‫ٌصلَّىٌهللا‬
َِّّ ‫ول‬
َ ‫ٌاَّلل‬ ُ ‫ال ٌَر ُس‬ َ َ‫ٌق‬،‫ٌمالِّك‬
َ َ‫ٌق‬:‫ال‬ َ ‫سٌبْ ِّن‬ ِّ َ‫َع ْنٌأَن‬
ٌ‫اٌه ْمٌأ َْه ُل‬ ُّ ‫وف ٌِِّف‬ ِّ ‫ٌوأَهلٌالْمعر‬،‫ات‬ ِّ ِّ ِّ ُّ ‫احبـهاٌمص ِّارع‬ ِّ ِّ
ُ َ‫ٌالدنْـي‬ ُ ْ َ ُ ْ َ ‫ٌوا ِْلَلَ َك‬، َ ‫ٌو ْاآلفَات‬، َ ‫ٌالسوء‬ َ َ َ َ َ ‫يٌص‬ َ ‫يَق‬
»‫ٌاآل ِّخَرِّة‬
ْ ‫وف ٌِِّف‬ ِّ ‫الْمعٌر‬
ُْ َ
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata bahwasanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Perbuatan baik kepada
orang lain itu melindungi diri pelakunya dari perbuatan-perbuatan
buruk, bencana dan musibah. Orang-orang yang berbuat baik di
dunia, mereka adalah ahli-ahli kebaikan di akhirat.” (HR. Al-Hakim
no. 429)
Ibnul Qayyim rahimahullah (wafat 751 H) berkata:
ِّ ِّْ ‫ٌاخلَِّْْيٌو‬ ِّ ِّ ‫اتٌالْمر‬ ِّ ‫ٌع َالج‬ ِّ ِّ
ٌُ‫َّضُّرع‬
َ ‫ٌوالت‬،
َ ُ‫ُّعاء‬
َ ‫اْل ْح َسا ُن ٌَوالذ ْك ُر ٌَوالد‬ َ ْ ‫ضٌف ْع ُل‬ ََ َ ‫َوم ْنٌأ َْعظَِّم‬
ٌْ ‫ٌالش َف ِّاءٌأ‬
ٌ‫َعظَ ُم‬ ِّ ‫ول‬ِّ ‫ٌوحص‬،‫ٌدفْ ِّعٌالْعِّلَ ِّل‬
ُ َُ
ِّ َ ‫ور‬
َ ‫ٌَتْثْي ٌِِّف‬ ْ ‫ٌوِِّلَ ِّذ ِّه‬،
ِّ ‫ٌاأل ُُم‬
َ ُ‫ٌوالتـ َّْوبَة‬،
َ ‫ٌاَّلل‬ ُ ‫َو ِّاالبْتِّ َه‬
َِّّ ‫الٌإِّ ََل‬
ِّ ِّ َ‫يد ِِّت‬ ِّ ِّ ‫بٌاستِّعد ِّادٌالنَّـ ْف‬
ٌ‫ك‬َ ‫اٌِفٌذَل‬ َ ‫اٌو َع ِّق‬
َ َ‫س ٌَوقَـبُوِل‬ َ ْ ْ ِّ ‫ٌولَ ِّك ْن ٌَِّبَ َس‬، ِّ ِّ ِّ ِّ ْ ‫ِّمن‬
َ ‫ٌاأل َْد ِّويَةٌالطَّبيعيَّة‬ َ
ٌ .‫َونـَ ْفعٌِِّّه‬
“Diantara obat-obat yang paling bermanfaat bagi orang yang sakit
adalah (memperbanyak) melakukan amal kebaikan, dzikir, do’a,
merendahkan diri kepada Allah dan berdo’a dengan sepenuh hati
serta taubat”. Dan perkara-perkara ini sangat berpengaruh dalam
menolak berbagai macam penyakit, mendapatkan kesembuhan yang
lebih besar dari sekedar obat-obat biasa, namun ini semua
tergantung dari persiapan jiwa dan penerimaannya serta keyakinan
terhadap kemanfaatan tersebut.”32
14. Tetaplah untuk menuntut ilmu syar’i karena dengan menuntut ilmu
syar’i kita dapat mengangkat kebodohan dari diri kita bahkan Allah akan
32
Lihat Zaadul Ma'ad Fi Hadyi Khoiril ‘Ibaad 4/132, cet. Muassassah ar-Risalah th. 1425 H.
meninggikan derajat kita sebagaimana ini akan berimbas positif kepada
kedua orang tua kita, karena merekalah yang akan menikmati pahala
dari apapun kebaikan yang kita lakukan.

ٌ‫ٌماٌأَ َك ْلتُ ْم ٌِّم ْن‬ ِّ ِّ ُ ‫ٌقَ َالٌرس‬:‫ٌقَالَت‬،َ‫عنٌعائِّشة‬


ِّ ‫ٌاَّللٌصلَّىٌهللا‬
َ‫ب‬ َ َ‫ٌ«إ َّنٌأَطْي‬:‫ٌعلَْيه ٌَو َسلَّ َم‬
َ ُ َ َّ ‫ول‬ َُ ْ َ َ َْ
»‫ٌوإِّ َّنٌأ َْوَال َد ُك ْم ٌِّم ْنٌ َك ْسبِّ ُك ْم‬، ِّ
َ ‫َك ْسب ُك ْم‬
Dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata, “Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam bersabda ((Sesungguhnya sebaik-baik apa
yang kalian makan adalah dari hasil usaha investasi kalian, dan
sesungguhnya anak-anak kalian dari usaha investasi kalian((
(HR. Ahmad no. 25296, Ibnu Majah no. 2290, at-Tirmidzi no. 1358,
Ad-Darimy no. 2579, Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf no.
2417533, Shohih Lihat Irwaul Ghalil no. 1626. )

NASEHAT EMAS AGAR TERHINDAR DARI PERBUATAN


'UQUUQ WALIDAIN DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG
TUA:
Sederhana sekali judul diatas, karena jawabanya pastinya adalah dengan mengerjakan hal-hal
yang termasuk berbakti kepada orang tua.
Syaikh Muhammad bin Jamil az-Zainu rahimahullah dalam kitabnya Majmu'ah Rasaa-il at-Taujihaat
al-Islamiyyah Li Islaahil Fardi wal Mujtama'34 1/39-41 menyebutkan 32 nasehat agar kita selamat
dunia dan akhirat yaitu yang berkaitan dengan Birrul Walidain yang akan diberikan keterangan
oleh penulis agar lebih mudah untuk difahami dan dipraktekkan:

ٌ‫ىٌالولَ ِّد‬
َ َ‫ل‬ ‫ٌع‬
َ ‫ن‬ِّ ‫ي‬
ْ ‫د‬
َ ِّ‫ح ُقو ُقٌالوال‬
َ ْ ُ
Hak-hak kedua orang tua yang harus dipenuhi oleh sang anak.

:ٌ ‫ص َاَيٌاْلتِيَ ِة‬ ِ ِ
َ ‫اٌواْلخ َرةٌفَا ْع َم ْلٌَبِ َلو‬ ُّ ‫اح ٌِِف‬
َ َ‫ٌالدنْ ي‬ َ ‫َّج‬ َ ‫إِ َذاٌأ ََر ْد‬
َ ‫تٌالن‬
Jika engkau ingin selamat di dunia maupun akhirat maka lakukanlah beberapa nasehat berikut ini:

33
Al-Mushonnaf Libni Abi Syaibah 12/437 Tahqiq Syaikh Nashir bin Abdil Aziiz Abu Habiib Asy-Syatsiri, cet.
Daar Kunuuz as-Syibiliya th. 1436 H.
34
Lihat kitab Majmu'ah Rasaa-il at-Taujihaat al-Islamiyyah Li Islaahil Fardi wal Mujtama' 1/39-41, cet. Daar
as-Shomi'i, th. 1417 H.
ٌ‫الٌتَـ ُق ٌْلٌ َِلَُماٌأُفٌٌ َوٌَالٌتَـْنـ َه ْرُُهَاٌ ٌَوقُ ٌْلٌ َِلَُماٌقَـ ْوًٌال‬ ٌَ ْ‫بٌ َوالِّ َدي‬
ٌَ َ‫ٌ{ف‬:‫كٌ ِِّب ََدب‬ ِّ ‫خ‬
ٌْ ‫اط‬ َ
.ٌ }‫َك ِّرُيًا‬
1. Berbicaralah kamu kepada kedua orang tuamu dengan adab, Allah berfirman: (Janganlah
mengucapkan “Ah” kepada mereka, jangan hardik mereka, berucaplah kepada mereka
dengan ucapan yang mulia.)

‫صيٌَِّّةٌاخلَالِّ ٌِّق‬
ِّ ‫ِفٌمع‬ ِّ َ‫الٌَط‬ ِّ
َ ٌ َ‫ٌف‬،‫ِفٌ ٌَغ ٌِّْْيٌ َم ْعصيَّة‬
ْ َ ٌ ٌٌِّ‫اع ٌةٌَل َم ْخلُ ْوق‬ ٌَ ْ‫َط ٌْعٌ َوالِّ َدي‬
ٌ ٌِّ‫كٌ َدائِّ ًما‬ ِّ ‫أ‬
2. Selalu taati mereka berdua di dalam perkara selain maksiat, dan tidak ada ketaatan
kepada makhluk di dalam bermaksiat kepada sang Khalik.
ِّ ‫ٌو ٌالٌَ َُت ِّدقٌالنَّظٌَرٌإِّلَي ِّهماٌ َغ‬,‫سٌبِّوج ٌِّه ِّهما‬ ِّ‫فٌبِّوال‬
.‫اضبًا‬ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ٌْ َّ‫تَـلَط‬
ٌ ‫ب‬ ‫ع‬‫ـ‬َ‫ت‬ٌٌَ
‫ال‬‫و‬ ٌ ٌ
‫ك‬َ ‫ي‬ ‫د‬
َ
3. Lemah lembutlah kepada kedua orangtuamu, janganlah bermuka masam serta
memandang mereka dengan pandangan yang marah.

ٌَ ْ‫ظٌ َعلَىٌ َِسْ َع ٌِّةٌ َوالِّ َدي‬


ٌ‫كٌ َو َش ِّرفْـ ُه َماٌ َوَمالـَُه َماٌ َو ٌالٌَ ََتْ ُخذٌ َشْيـئًٌاٌبِّ ُد ْو ٌِّن‬ ٌْ ِّ‫َحاف‬
.ٌ ‫إِّ ْذ ِّنِّ َما‬
4. Jagalah nama baik, kemuliaan, serta harta mereka. Janganlah engkau mengambil
sesuatu tanpa seizin mereka.

ٌ ٌِّ‫اد‬
ٌ‫ِف‬ ِّ ‫ٌو‬،‫ْاعم ٌلٌ َماٌيَسُّرٌُُهَاٌولَ ٌْوٌ ِّم ٌْنٌ َغ ٌِّْْيٌأ َْم ِّرُِّهَاٌٌ َكاخلِّ ْد َم ٌِّةٌو ِّشرا ٌءٌاللَو ِّازم‬
ٌِّ ‫اْل ْجتِّ َه‬ َ َ َ َ ُ َْ
.‫بٌالْعِّْل ِّم‬
ٌِّ َ‫طَل‬
5. Kerjakanlah perkara-perkara yang dapat meringankan beban mereka meskipun tanpa
diperintah. Seperti melayani mereka, pekerjaan rumah lainnya, belanja ke warung,
serta bersungguh-sungguhlah dalam menuntut ilmu syar'i.

.ٌ ‫تٌلِّْل ُم َخالََف ِّة‬ ِّ


ْ ٌ‫كٌٌ ُكلَّ َهاٌ َو ْاعتَذ ٌْرٌ َِلَُمٌاٌإِّ َذٌا‬
ٌَ ‫اضطََرْر‬ ِّ ٌ ٌِّ‫اورُُها‬
َ ‫ِفٌأ َْع َمال‬ َ ِّْ ‫َش‬
6. Bermusyawarahlah dengan mereka berdua dalam seluruh kegiatanmu. Dan berikanlah
alasan jika engkau terpaksa menyelisihi pendapat mereka.

ٌْ ‫أ َِّج‬
ِّ ‫ٌنَـ َع ٌْمٌ ٌََيٌأ ُِّم ٌيٌ َوٌََيٌأ‬:‫بٌنِّ َداءَ ُُهَاٌ ُم ْس ِّر ًعاٌبَِّو ْجهٌٌ ُمْبـتَ َسمٌٌقَائًِّال‬
ٌ‫ٌ َو ٌالٌَتَـ ُق ٌْلٌ ٌََي‬،ٌ ‫َِب‬
ٌ‫ٌيَـ ُق ْو ٌُل‬-‫السالٌَم‬ َّ ٌ‫ َعلَْي ٌِّه‬-ٌ‫ٌ َوَه َذاٌإِّبْـَر ِّاهْي ٌُم‬،ٌ ‫َجنَبِّيَّة‬ ٌُ ‫ٌفَ ِّه َيٌٌ َكلِّ َم‬،ٌ ‫ََب ٌََبٌ َوَم َاما‬
ْ ‫اتٌأ‬
ِّ ‫{َيٌأَب‬ ِّ ِّ ِّ ِّ
.ٌ }‫ت‬ َ ٌَ ٌ:‫ألَبٌيٌِّهٌال َكاف ِّر‬
7. Penuhi panggilan mereka dengan segera dan disertai wajah yang berseri dan menjawab,
“Ya Ummi/ibu, ya Abi/ayah”. Janganlah memanggil dengan, “Ya papa, ya mama”,
karena itu panggilan orang asing (orang-orang barat maksudnya). Dan Nabi Ibrahim
selalu memanggil bapaknya yang kafir "Ya Abati- Wahai Bapakku"

.ٌ ‫ٌ َوبَـ ْع ٌَدٌ َم ْوِِّتِّ َما‬،‫ِفٌ َحيَ ِّاِتِّ َما‬


ٌ ٌِّ‫ص ِّديْـ َق ُه َمٌاٌ َوأَقْـَرََبءَ ُُهَا‬
َ ٌ‫أَ ْك ِّرٌْم‬
8. Muliakan teman serta kerabat mereka ketika kedua orang tuamu masih hidup, begitu
pula setelah mereka telah wafat.

.ٌ ‫اب‬
َ ‫الص َو‬
َّ ٌ‫ْيٌ َِلَُمٌا‬ ِّ ‫ٌالٌَ َُتَ ِّاد ِْلَُمٌاٌ َو ٌالٌَ َُتَ ِّطْئـ ُه َماٌ َو َح‬
ٌَ َِّ‫او ٌْلٌ ِِّب ََدبٌٌأَ ٌْنٌتُـب‬
9. Janganlah engkau bantah dan engkau salahkan mereka berdua. Santun dan beradablah
ketika menjelaskan yang benar kepada mereka.

ٌْ ‫ٌ َو ََت ََّد‬،‫تٌ ِّحلَ ِّديْثِّ ِّه َما‬


ٌ‫ب‬ ٌْ ‫ص‬ ِّ ْ‫ٌوأَن‬،‫كٌعلَي ِّهما‬
َ َ ْ َ ٌ َ ٌَ
‫ت‬‫و‬ ‫ص‬
َْ ْ َ ٌ ٌ
‫ع‬
ْ ‫ف‬
َ‫ر‬‫ـ‬َ‫ت‬ ٌ‫ال‬
ٌَ ‫و‬ ٌ ،‫ا‬‫ُه‬
َُ ‫د‬
ْ ِّ‫ٌالٌَتُـعان‬
َ
ِّ ِّ ٌَ ِّ‫َح ٌَدٌإِّ ْخ َوان‬ ِّ
َ ْ‫كٌإِّ ْكَر ًاماٌل َوال َدي‬
.ٌ ‫ك‬ َ ‫ٌ َو ٌالٌَتُـ ْزع ٌُجٌأ‬،‫َم َع ُه َما‬
10. Janganlah berbuat kasar kepada mereka berdua, jangan pula engkau angkat suaramu
kepada mereka. Diamlah ketika mereka sedang berbicara, beradablah ketika bersama
mereka. Janganlah engkau berteriak kepada salah seorang saudaramu sebagai bentuk
penghormatan kepada mereka berdua.
ِّ َ‫تٌف‬
ٌ‫اط َم ٌةٌُ َم ٌَع‬ ٌْ َ‫ٌ َوقَـبِّ ٌْلٌ َرأْ َس ُه َماٌٌ َك َماٌفَـ َعل‬،‫ك‬
َ ‫الٌَ َعلَْي‬ ٌَ ْ‫َلٌ َوالِّ َدي‬
ٌ ‫كٌإِّ َذٌاٌ َد َخ‬ ٌَ ِّ‫ضٌإ‬
ٌْ َ‫ْان‬
.‫الر ُس ْوٌِّلٌﷺ‬َّ
11. Bersegeralah menemui keduanya jika mereka mengunjungimu, dan ciumlah kepala
mereka. Sebagaimana apa yang dilakukan Fathimah radhiallahu'anha kepada Rasulullah
Shallallahu'alahi wasalam.

.‫ِفٌ ٌَع َملِّ ِّه‬ ٌَ ‫اع َدٌِّةٌأَبِّْي‬


ٌ ٌ‫ك‬ َ ‫َخ ٌْرٌ َع ٌْنٌ ُم َس‬
ِّ ‫ِفٌالْبـي‬
َّ ‫ٌ َو ٌالٌَتَـٌتَأ‬،‫ت‬ ْ َ ٌ ٌِّ‫ك‬
ِّ ‫س‬
ٌَ ‫اع ٌْدٌأ َُّم‬ َ
12. Bantulah ibumu di rumah. Dan jangan pula engkau menunda membantu pekerjaan
dalam pekerjaannya (yang bisa dibantu).

ٌَ‫ٌ َو ٌال‬،ٌ ‫اعتَ ِّذ ٌْرٌ َِلَُما‬


ْ َ‫تٌف‬
ٌَ ‫اضطُ ْرر‬ ِّ ٌ َ‫ٌالٌَتُسافِّ ٌرٌإِّذَاٌ ٌَلٌَيْذَ ٌَنٌَل‬
ْ ٌ‫ٌفَِّإ ٌِّن‬،‫كٌ َولَ ٌْوٌأل ٌَْمرٌٌ ٌَهام‬
َ َْ ْ َ
ٌَ َ‫تَـ َقطَ ٌُعٌ َر َسائِّل‬
.‫كٌ َعْنٌـ ُه َما‬
13. Janganlah engkau pergi jika mereka berdua tidak mengizinkan meskipun itu untuk
perkara yang penting. Apabila kondisinya darurat maka berikanlah alasan ini kepada
mereka dan janganlah putus komunikasi dengan mereka.

.‫احتِّ ِّه َما‬‫ر‬‫و‬ ٌ ‫ا‬


َ ََ َ ْ‫م‬‫ه‬ِّ ِّ‫تٌنَـو‬
‫م‬ ٌَ ‫ق‬
ْ ‫و‬ٌ ‫ا‬‫م‬
َ ََ َ‫ي‬ ِّ ٌَ‫ٌالٌَتَ ْدخ ٌلٌعلَي ِّهمٌاٌبِّ ُدو ٌِّنٌإِّ ْذ ٌنٌو ٌال‬
‫س‬ ْ َ َْ ُْ
14. Janganlah masuk menemui mereka tanpa izin terlebih dahulu, apalagi di waktu tidur
dan istirahat mereka.
ِّ ‫ٌ َو َح‬،‫الٌَتَ ْد ِّخ ٌْنٌأ ٌََم َام ُه َما‬
ٌٌ‫او ٌْلٌتَرـ َْك ٌهٌُفَـ ُه ٌَوٌ َحَرام‬ ٌ ْ ‫لىٌ َِّبلتَّ ْد ِّخ‬
ٌ َ‫ْيٌف‬ ٌَ ‫إِّ َذاٌٌ ُكْن‬
ٌَ َ‫تٌ ُمْبـت‬
ٌِّ ‫وم‬
.ٌ ‫ضر‬ ُ
15. Jika engkau kecanduan merokok, maka janganlah merokok di hadapan mereka. Dan
berusahalah dengan sungguh-sungguh untuk meninggalkan rokok karena rokok itu
haram dan mengandung mudhorot yang besar. (berdoalah kepada Allah agar engkau
diberikan kemudahan untuk berhenti merokok).

ٌِّ ‫الشَر‬
‫اب‬ ٌِّ ‫ِفٌالطَّ َع‬
َ ‫امٌ َو‬ ٌ ٌِّ‫ٌ َوأْ ْك ِّرْم ُه َما‬،‫ٌالٌَتَـتَـنَ َاو ٌْلٌطَ َع ًاماٌقَـْبـلَ ُه َما‬
16. Jangan makan dulu sebelum mereka makan, muliakanlah mereka dalam (menyajikan)
makanan dan minuman.

.ٌ ‫ك‬ ِّ ٌْ ‫ٌالٌَتَ ْك ِّذ‬


ٌ ‫ٌ َوٌَالٌتَـلُ ْم ُه َماٌإِّ َذاٌ َع ِّم‬،ٌ ‫بٌ َعلَْي ِّه َما‬
َ ُ‫الًٌٌَالٌيـُ ْعجب‬
ٌ ‫الٌَ َع َم‬
17. Janganlah engkau berdusta kepada mereka dan jangan mencela mereka jika mereka
mengerjakan perbuatan yang tidak engkau sukai.

ٌْ ُ‫ٌ َواطْل‬،‫ٌأ ٌَْوٌ َولَ َد ٌَكٌ َعلَْي ِّه ٌَما‬،ٌ ‫ك‬


َ ‫بٌ ِّر‬
ٌٌ‫ضاءَ ُُهَاٌقَـْب َلٌٌ ُّك ٌِّلٌ َش ْيء‬ ِّ ‫ٌالٌَتُـ ْف‬
َ َ‫ض ٌْلٌ َزْو َجت‬
ٌ‫ِف‬ٌ ٌُِّ‫ٌ َو ُس ْخطٌُه‬،‫الوالِّ َدٌيْ ِّن‬ َ ‫ِفٌ ِّر‬
َ ٌ‫ضا‬ ٌ ٌِّ‫ب‬ٌِّ ‫الر‬
َّ ٌ‫ضا‬ ِّ ٌ:‫ث‬
َ ‫(ر‬ ِّ ‫فٌَِّف ٌيٌاحل ِّدي‬
َْ
"‫"رواهٌالطبانٌوصححهٌاأللبان‬.)‫ُس ْخ ِّط ِّه َما‬
18. Jangan engkau utamakan istri dan anakmu di atas mereka. Mintalah keridhaan mereka
berdua sebelum melakukan sesuatu karena ridha Allah tergantung ridha orang tua.
Begitu juga kemurkaan Allah tergantung kemurkaan mereka berdua. (HR. At-Thobroni
dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah – lihat pembahasan yang telah berlalu
dalam buku ini)35

.ٌ ‫ضَرِِّتِّ َماٌ ُمتَ َكِّ ًبا‬ ٌَ ‫ٌ َو ٌالٌَََتٌَُّدٌ ِّر ْجلَْي‬،‫انٌأ َْعلَىٌ ِّمْنـ ُه َما‬
ٌ ٌِّ‫ك‬
َ ‫ِفٌ َح‬ ٌِّ ‫ِفٌ َم َك‬ ٌْ ِّ‫ٌالٌَ ََْتل‬
ٌ ٌِّ‫س‬

35
Lihat pembahasan hadits dalam buku ini, haditsnya adalah:
ِّ ِّ ‫ٌرض‬
ِّ ِّ ِّ َّ ‫ض‬ َ َ‫ٌعلَْي ِّه ٌَو َسلَّ َمٌق‬
ِّ ‫ال‬ َّ َّ‫ٌصل‬ ِّ ِّ‫ٌع ِّنٌالن‬،‫و‬ ِّ ِّ ‫عن‬
ٌ‫ط‬
ُ ‫ٌو َس َخ‬،
َ ‫ىٌالوالد‬
َ َ ‫ىٌالربٌِف‬ َ ‫ٌر‬: َ ُ‫ىٌاَّلل‬ َ ‫َّب‬ َ ‫ٌع ْمٌر‬ َ ‫ٌعْبدٌهللاٌبْ ِّن‬
َ َْ
‫ٌس َخ ِّطٌالْ َوالِّ ٌِّد‬ ِّ َّ
َ ‫الرب ٌِِّف‬
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu,dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ridha Allah tergantung kepada keridhaan orang tua dan
murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.”
(Hadits ini hasan. HR. al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad, no. 2 dari Abdullah bin Umar
radhiallahu’anhuma, at-Tirmidzi, no. 1899; al-Bazzar dalam Musnad-nya, no. 2394; Ibnu Hibban (no.
2026–al-Mawarid dan no. 430-at-Ta’liqatul Hisan); al-Hakim no. 7249; Al-Baihaqy dalam Syu’abul
Imaan no. 7447, al-Baghowi dalam Syarhus Sunnah (no. 3423 dan 3424), At-Thobroni dalam Al-
Mu’jamul Kabiir no. 14367 dari Abdullah bin Amru, Lihat Shahih al-Adabil Mufrad (no. 2) dan Silsilah al-
Ahadits ash-Shahihah (no. 516).
19. Jangan engkau duduk di tempat yang lebih tinggi dari mereka. Jangan engkau julurkan
kakimu di hadapan mereka karena sombong.

ٌ‫اح َذ ٌْرٌأَ ٌْنٌتُـْن ِّكٌَر‬


ْ ‫ٌ َو‬،‫تٌ ُم ٌَوظًَّفاٌٌ َكبِّ ْ ًْيا‬ ٌَ ‫َلٌأَبِّْي‬
ٌَ ‫كٌ َولَ ْوٌٌ ُكْن‬ ٌَ ِّ‫ابٌإ‬ٌِّ ‫االنْتِّ َس‬ ِّ ٌ‫ِف‬ ٌ ٌِّ‫ٌالٌَتَـتَ َك ٌَّب‬
.‫َم ْعُرْوفَـ ُه َماٌأ ٌَْوٌتُـ ْؤِّذيْـ ُه َماٌ َولَ ٌْوٌبِّ َكلِّ َمة‬
20. Jangan engkau menyombongkan kedudukanmu di hadapan bapakmu meskipun engkau
seorang pejabat besar. Hati-hati, jangan sampai engkau mengingkari kebaikan-kebaikan
mereka berdua atau menyakiti mereka walaupun dengan hanya satu kalimat.

ٌ‫ٌ َو َس ََتى‬،‫ك‬
َ ‫ٌفَـ َه َذاٌ َعارٌٌ َعٌلَْي‬،‫ّتٌيَ ْش ُك َو َاك‬ٌَّ ‫كٌ َح‬ ٌَ ْ‫ٌَالٌتَـْب َخ ٌْلٌ َِّبلنَّـ َف َق ٌِّةٌ َعلَ ٌىٌ َوالِّ َدي‬
.ٌ ‫ٌفَ َك َماٌتَ ِّديْ ٌُنٌتُ َدا ُن‬،‫كٌ ِّم ٌْنٌأ َْوالَ ِّد َك‬ ٌَ ِّ‫ذَل‬
21. Jangan pelit dalam memberikan nafkah kepada kedua orang tua sampai mereka
mengeluh. Ini merupakan aib bagimu. Engkau juga akan melihat ini terjadi pada
anakmu. Sebagaimana engkau memperlakukan orang tuamu, begitu pula engkau akan
diperlakukan sebagai orang tua.

ٌَ ِّ‫ٌ َوا ْش ُك ْرَُهَاٌ َعلَىٌتَـ ْربِّيَّت‬،‫اَيٌ َِلَُما‬


ٌ‫ك‬ ٌَ ‫كٌ َوتَـ ْق ِّد ٌِّْيٌاِلََد‬
ٌَ ْ‫أَ ْكثٌِّْرٌ ِّمنٌ ِّزََي َرٌِّةٌ َوالِّ َدي‬
ِّ ‫ٌو ْاعتٌَِّبٌ ِِّبَوَال ِّد ٌَكٌومٌاٌتُـ َق‬،‫ك‬
‫اس ٌِّيهٌ َم َع ُه ٌْم‬ ََ ْ ْ َ َ ‫َوتَـ َعبِّ ِّه َمٌاٌ َعلَْي‬
22. Banyaklah berkunjung kepada kedua orang tua, dan persembahkan hadiah bagi
mereka. Berterimakasihlah atas perawatan mereka serta atas kesulitan yang mereka
hadapi. Hendaknya engkau mengambil pelajaran dari kesulitanmu serta deritamu ketika
mendidik anak-anakmu.
ِّ ‫تٌأَقْ َد ٌِّامٌاأل َُّمه‬
.ٌ ‫ات‬ ٌَ ‫َّاسٌَبِِّّْل ْكَرٌِّامٌأ ُُّم‬
ٌَّ ‫كٌ ٌُْثٌَّأَبـُ ْو ٌَكٌ َو ْاعلَ ٌْمٌأ‬
ٌَ ‫َنٌالٌـْ َجنٌَّةٌَ ََْت‬ ٌِّ ‫َح ٌُّقٌالن‬
َ َ‫أ‬
23. Orang yang paling berhak untuk dimuliakan adalah ibumu, kemudian bapakmu. Dan
ketahuilah bahwa surga itu di telapak kaki ibu-ibu kalian.

ٌَ ُ‫ٌ َو َسيُـ َع ِّامل‬،ٌ ‫اآلخَرِّة‬


ٌ‫ك‬ ٌِّ ‫الدنْـيَاٌ َو‬ ٌ ٌِّ‫ضبَـ ُه َمٌاٌفَـتَ ْش َقى‬
ُّ ٌ‫ِف‬ ِّ ‫قٌالوالِّ َدي ٌِّنٌو َغ‬ ِّ
َ ْ َ ٌَ ‫ا ْح ٌَذ ٌْرٌعُ ُق ْو‬
ٌَ ْ‫أ َْوالَ ُد ٌَكٌِِّبِّثْلٌٌ َماٌتُـ َع ِّام ٌُلٌبٌِِّّهٌ َوالِّ َدي‬
.ٌ ‫ك‬
24. Berhati-hati dari durhaka kepada kedua orang tua serta dari kemurkaan mereka. Engkau
akan celaka dunia akhirat. Anak-anakmu nanti akan memperlakukanmu sama seperti
engkau memperlakukan kedua orangtuamu.

َ َ‫فٌ ِِّبِّ َمٌاٌ َوا ْش ُك ْرُُهَاٌإِّ ٌْنٌأ َْعطَي‬


ٌ،‫اك‬ ٌَ ْ‫تٌ َشْيـئًاٌ ِّم ٌْنٌ َوالِّ َدي‬
ٌْ َّ‫كٌفَـتَـلَط‬ ٌَ ‫إِّذَاٌطَلَْب‬
ٌ َ‫كٌلِّئ‬
.‫الٌَّتُـ ْز ِّع ُج ُه َما‬ ٌَ َ‫ٌ َو ٌالٌَتُ ْكثٌِّْرٌطَلَبَات‬،ٌ ‫اك‬
َ ‫َو ْاع َذ ْرُُهَاٌإِّ ٌْنٌ َمنَـ َع‬
25. Jika engkau meminta sesuatu kepada kedua orang tuamu, mintalah dengan lembut dan
berterima kasihlah jika mereka memberikannya. Dan maafkanlah mereka jika mereka
tidak memberimu. Janganlah banyak meminta kepada mereka karena hal itu akan
memberatkan mereka berdua.
ِّ ِّ ‫ٌوس‬،‫قٌٌفَاعمل‬ ِّ‫الرْز‬ ِّ َ‫تٌق‬
.ٌ ‫ك‬
َ ْ‫اع ٌْدٌ َوال َدي‬ ََ َْ ْ ٌ ِّ ٌ ٌ
‫ب‬ِّ ‫س‬
ْ ‫ك‬
َ ٌٌ‫ى‬‫ل‬
َ ‫ع‬
َ ٌ ‫ا‬
‫ر‬ ْ ‫إِّذَاٌأ‬
ً ٌَ ‫َصبَ ْح‬
‫اد‬
26. Jika engkau mampu mencukupi rezeki mereka maka cukupilah, dan bahagiakanlah
kedua orangtuamu.

ٌٌ‫َع ِّطٌٌ ُك ٌَّلٌ ِّذيٌ َحق‬ ْ ‫ٌفَأ‬،‫كٌ َح ًّقا‬ٌَ ‫كٌ َعلَْي‬ ٌَ ‫ٌ َولَِّزٌْوِّج‬،‫كٌ َح ًّقا‬ ٌَ ‫كٌ َعلَْي‬ ٌَ ْ‫إِّ ٌَّنٌلَِّوالِّ َدي‬
ٌِّ ْ َ‫اَيٌلِّْل َجانِّب‬
.‫ْيٌ ِّسًّرا‬ ٌَ ‫َّمٌاِلََد‬
ٌْ ‫ٌ َوقَد‬،ٌ ‫اختَـلَ َفا‬ ِّ ِّ
ْ ٌ‫ٌ َو َح ِّاو ٌْلٌالتـ َّْوفْي ٌَقٌبَـْيٌـنَـ ُه َماٌإِّ ٌن‬،ٌُ‫َح َّقه‬
27. Sesungguhnya orang tuamu punya hak atas dirimu. Begitu pula pasanganmu (suami/istri)
memiliki hak atas dirimu. Maka penuhilah haknya masing-masing. Berusahalah untuk
menyatukan hak tersebut apabila saling berbenturan. Berikanlah hadiah bagi tiap-tiap
pihak secara diam-diam.

ٌ‫كٌ َم َع َهاٌإِّ ٌْن‬ ٌَ َ‫كٌفَ ُك ٌْنٌ َح ِّكْي ًمٌاٌ َوأَفْ ِّه ٌْمٌ َزْو َجت‬
ٌَ َّ‫كٌأٌَن‬ ٌَ ِّ‫وجت‬
َ ‫اكٌ َم ٌَعٌ َز‬
ٌَ ‫َبو‬َ ‫ص ٌَمٌأ‬ َ َ‫اخت‬ْ ٌ‫إَ َذا‬
‫ضْيـتَـ ُه َمٌا‬ ِّ ْ ‫كٌم‬ َّ َ ِّ‫َكا ٌَنٌا َحل ٌُّقٌِِّبان‬
ِّ
َ ‫ضطَرٌٌل َ ْت‬ ٌَ
ُ َ َ ‫ن‬ ‫أ‬‫و‬ ٌ ‫ا‬‫ه‬َ ‫ب‬
28. Jika kedua orang tuamu bermusuhan dengan istrimu maka jadilah engkau sebagai
penengah. Dan pahamkan kepada istrimu bahwa engkau berada di pihaknya jika dia benar,
namun engkau terpaksa melakukannya karena menginginkan ridha kedua orang tuamu.

ٌ‫عٌفَـ ُه ٌَو‬ ٌَ ِّ‫احتَ ِّك ُم َواٌإ‬


ٌِّ‫َلٌالش َّْر‬ ٌِّ َ‫اجٌ َوالطَّال‬
ْ َ‫قٌف‬ ٌِّ ‫الزَو‬ ٌ ٌِّ‫ك‬
َّ ٌ‫ِف‬ ٌَ ْ‫تٌ َم ٌَعٌأَبَـ َوي‬ ْ ٌ‫إِّ َذا‬
ٌَ ‫اختَـلَ ْف‬
.ٌ ‫َخ ٌْْيٌُ َع ْونٌٌلَ ُك ْم‬
29. Jika engkau berselisih dengan kedua orang tuamu di dalam masalah pernikahan atau
perceraian, maka hendaknya kalian berhukum kepada syari’at karena syari’atlah sebaik-
baiknya pertolongan bagi kalian.

ِّ ‫كٌَبِّلش‬
.‫َّر‬ ٌَ ‫اح َذ ٌْرٌ ُد َعاءَ ُُهَاٌ َعلَْي‬‫ف‬ ٌ ،‫ر‬ِّ ‫الش‬
‫و‬ ٌ ِّ
‫ْي‬
ٌ ‫خ‬ ‫ـ‬ ‫ل‬ ِّ
‫َب‬ ٌ ‫اب‬
ٌ ‫ج‬ ِّ ِّ‫اءٌالوال‬
ْ َ َ َ َْ ْ َ ْ ُ ْ َ ٌُ ‫ُد َع‬
َ‫ت‬ ‫س‬ ‫م‬ٌ ٌ
‫ن‬ ‫ي‬ ‫د‬
َ
30. Doa kedua orang itu mustajab baik dalam kebaikan maupun doa kejelekan. Maka berhati-
hatilah dari doa kejelekan mereka atas dirimu.

ِّ -ٌ‫ٌصلَّىٌهللاٌعلَي ِّهٌوسلَّم‬-ٌ‫ٌالرسو ُل‬


ٌ‫ٌ(م َن‬: ِّ ‫ٌم َعٌالن‬
َ ََ َْ ُ َ ْ ُ َّ ‫ٌقَ َال‬،ُ‫ٌسبُّـ ْوه‬
َ ‫َّاس‬َ ‫بٌالن‬َّ ‫ٌس‬ َ ‫َّاسٌفَ َم ْن‬ َ‫ب‬ ْ ‫ََت ََّد‬
ٌ.)ُ‫بٌأ َُّمه‬
ُّ ‫بٌأ َُّمهٌُفَـيَ ُس‬
ُّ ‫ٌويَ ُس‬، ‫ه‬ ‫ََب‬‫أ‬ ٌ‫ب‬ ُّ ‫س‬ ‫ي‬ ‫ـ‬
َ ‫ف‬ ٌ‫ل‬ِّ ‫ج‬ ‫ٌالر‬
َّ ‫ََب‬‫أ‬ ٌ‫ب‬ُّ ‫س‬ ‫ٌي‬: ِّ ‫ٌالرجلٌوالِّ َدي‬
‫ه‬ َّ ‫م‬ ‫ت‬
َ ‫ش‬
َ ٌ‫ر‬ِّ‫ال َكبائ‬
َ ُ َ ُ َ ُ َ ُ َ ْ ُ
َُ َ َ
31. Beradablah yang baik kepada orang-orang. Siapa yang mencela orang lain maka orang
tersebut akan kembali mencelanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela kedua orang tuanya dengan cara dia
mencaci maki bapak orang lain sehingga orang lain itupun mencaci maki ayahnya dan dia
mencaci maki ibu orang lain sehingga orang lain itu mencaci maki ibunya.”36

ٌ‫ٌ َوأَ ْكثٌِّْرٌ ِّم ٌَن‬،‫َّقٌ َعْنـ ُه َما‬ ِّ ِّ ٌ ٌِّ‫ك‬


َ َ‫ٌ َوت‬،‫ِفٌ َحيَاتـ ِّه َماٌ َوبَـ ْع ٌَدٌ َم ْوتـ ِّه َما‬
ٌْ ‫صد‬ ٌَ ْ‫ٌُزٌْرٌ َوالِّ َدي‬
ٌ ِّ َّ‫ارمح ُه َماٌٌ َك َماٌ َرب‬
ٌ‫يان‬ ْ ٌ‫ب‬ ٌِّ ‫{ر‬ ٌ ،}‫ي‬ ‫د‬ ِّ‫بٌا ْغ ِّف ٌرٌِلٌولِّوال‬ ٌِّ ‫ٌ{ر‬:‫اءٌلـهماٌقَائًِّال‬
َ َّ َ ََ ْ َ َ َُ ٌَ ‫ُّع‬ َ ‫الد‬
.ٌ }‫صغِّ ًْيا‬ َ
32. Kunjungilah mereka disaat mereka hidup dan ziarahilah (kuburannya) ketika mereka telah
wafat. Bershadaqahlah atas nama mereka dan banyaklah berdoa bagi mereka berdua
dengan mengucapkan, “Wahai Rabb-ku ampunilah aku dan kedua orang tuaku. Waha
Rabb-ku, rahmatilah mereka berdua sebagaimana mereka telah merawatku ketika kecil”.37

DOA-DOA KEBAIKAN UNTUK ORANG TUA DARI AL-QUR’AN:

‫صغِّ ًْيٌا‬ ٌِّ ‫َوقُ ٌْل َر‬


ٌ ِّ َ‫ب ْار َمحْ ُه َما َك َما َربـَّي‬
َ ‫ان‬
Artinya: “...dan ucapkanlah: "Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. al-Israa: 24)

ٌُ ‫احلِّ َس‬
ٌ ‫اب‬ ْ ٌ‫وم‬ ٌَ ِّ‫يٌ َولِّْل ُم ْؤِّمن‬
ٌُ ‫ْيٌيَـ ْوٌَمٌيَـ ُق‬ ٌَّ ‫ِلٌ َولَِّوالِّ َد‬
ٌ ٌِّ‫َربـَّنَاٌا ْغ ِّف ٌْر‬
“Ya Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada
hari terjadinya hisab (hari kiamat)” (QS. Ibrahim: 41).

ٌَّ ‫تٌ َعلَ ٌَّيٌ َو َعلَىٌ َوالِّ َد‬


ٌ‫يٌ َوأَ ٌْنٌأ َْع َم ٌَل‬ ٌ َِّّ‫كٌال‬
ٌَ ‫ِتٌأَنْـ َع ْم‬ ٌَ َ‫نٌأَ ٌْنٌأَ ْش ٌُكٌَرٌنِّ ْع َمت‬ ٌ ِّ ‫بٌأ َْوِّز ْع‬ ٌِّ ‫َر‬
‫ْي‬ ِّ ‫الص‬
ٌَ ِّ‫احل‬ َّ ٌ‫ِفٌ ِّعبَ ِّاد ٌَك‬
ٌ ٌِّ‫ك‬ ٌَ ِّ‫نٌبَِّر ْمحَت‬
ٌ ِّ ‫ض ٌاهٌُ َوأ َْد ِّخ ْل‬ ِّ
َ ‫صاحلًاٌتَـ ْر‬ َ
“Ya Rabbku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal sholih yang Engkau
ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang
sholih” (QS. An Naml: 19).

ٌَّ ‫تٌ َعلَ ٌَّيٌ ٌَو َعلَىٌ َوالِّ َد‬


ٌ‫يٌ َوأَ ٌْنٌأ َْع َم ٌَل‬ ٌ َِّّ‫كٌال‬
ٌَ ‫ِتٌأَنْـ َع ْم‬ ٌَ َ‫نٌٌأَ ٌْنٌأَ ْش ُكٌَرٌنِّ ْع َمت‬
ٌ ِّ ‫بٌأ َْوِّز ْع‬ ٌِّ ‫َر‬
ٌَ ‫نٌ ِّم ٌَنٌالْ ُم ْسلِّ ِّم‬
‫ْي‬ ٌ ِِّّ‫كٌ َوإ‬
ٌَ ‫تٌإِّلَْي‬ ٌ ِِّّ‫ِتٌإ‬
ٌُ ‫نٌتُـْب‬ ٌ َِّّ‫ِفٌذُ ِّري‬ ٌ ٌِّ‫َصلِّ ٌْح‬
ٌ ٌِّ‫ِل‬ ْ ‫ض ٌاهٌُ َوأ‬ َ ‫صاحلًاٌتَـ ْر‬
ِّ
َ
“Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku
dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai;
berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku
bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri” (QS. Al
Ahqaf: 15).

36
HR. Al-Bukhari no. 5973, Muslim no. 90 (146), Abu Dawud no. 5141, Ahmad no. 7029 .
37
Selesai nukilan.
ٌَ ‫الٌلِّلَّ ِّذ‬
ٌ‫ين‬ ًٌّ ‫ِفٌقُـلُوبِّنَاٌ ِّغ‬ ٌِّ َ‫وَنٌ َِّب ِّْْلُي‬
ٌ ٌِّ‫انٌ َوٌَالٌ ََْت َع ٌْل‬ ٌَ ‫ٌَربـَّنَاٌا ْغ ِّف ٌْرٌلَنَاٌ َوِِّّْل ْخ َوانِّنَاٌالَّ ِّذ‬
ٌَ ‫ينٌ َسبَـ ُق‬
ٌ ‫وفٌ َرِّح‬
‫يم‬ ٌ ُ‫كٌ َرء‬ ٌَ َّ‫َآمنُوٌاٌ َربـَّنٌَاٌإِّن‬
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari
kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang
beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang” (QS. Al
Hasyr: 10).

ٌ‫اتٌ َوٌَالٌتَ ِّزٌِّد‬ ٌَ ِّ‫ِتٌ ُم ْؤِّمٌنًاٌ َولِّْل ُم ْؤِّمن‬


ٌِّ َ‫ْيٌ َوالْ ُم ْؤِّمن‬ ٌَ ِّ ‫يٌ َولِّ َم ٌْنٌ َد َخ ٌَلٌبَـْي‬
ٌَّ ‫ِلٌ َولَِّوالِّ َد‬
ٌ ٌِّ‫بٌا ْغ ِّف ٌْر‬ٌِّ ‫َر‬
ٌَ ‫الظَّالِّ ِّم‬
‫ْيٌإٌَِّّالٌتَـبَ ًارٌا‬

“Ya Rabbku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan
semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi
orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan” (QS. Nuh: 28).
Semoga Allah menjadikan kita dan anak-anak keturunan kita menjadi orang-orang yang sholih dan
sholihah yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya ‫ﷺ‬serta berbakti kepada orang tua.

ٌ‫ُّع ِّاء‬ ٌُ ‫كٌ َِِّس‬


َ ‫يعٌالد‬ ٌَ ْ‫ِلٌ ِّم ٌْنٌٌلَ ُدن‬
ٌَ َّ‫كٌذُ ِّريٌَّةًٌطَيِّبٌَةًٌإِّن‬ ٌ ٌِّ‫ب‬ ٌِّ ‫َر‬
ٌْ ‫بٌ َه‬

“Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha
Pendengar doa” (QS. Al Imran: 38).

ٌ‫ِتٌ َربـَّنٌَاٌ َوتَـ َقبَّ ٌْلٌ ُد َع ِّاء‬


ٌ َِّّ‫الص َالٌِّةٌ َوِّم ٌْنٌذُ ِّري‬ ٌَ ‫نٌ ُم ِّق‬
َّ ٌ‫يم‬ ٌ ِّ ‫اج َع ْل‬ ٌِّ ‫َر‬
ْ ٌ‫ب‬
“Ya Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan
kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40)

ٌَ ِّ‫تٌ َخ ٌْْيٌُالْ َو ِّارث‬


‫ْي‬ ٌِّ ‫َر‬
ٌ ِّ‫بٌٌَالٌتَ َذ ْر‬
ٌَ ْ‫نٌفَـ ْرًداٌ َوأَن‬

“Ya Rabbku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang
Paling Baik” (QS. Al Anbiya: 89).

ٌَ ‫اج َع ْلنَاٌلِّْل ُمت َِّّق‬


‫ْيٌإٌَِّم ًامٌا‬ ‫و‬ ٌ
ْ َ ُ‫ْي‬
ٌ ‫َع‬
ْ ‫أ‬ ٌ ٌ
‫ة‬
َ‫ر‬َّ ‫ـ‬
ُ ‫ق‬ٌ ‫ا‬‫ن‬
َِّ‫بٌلَنَاٌ ِّم ٌنٌأ َْزو ِّاجنَاٌوذُ ِّرََّيت‬
َ َ ْ ٌْ ‫َربـَّنَاٌ َه‬

“Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al
Furqan: 74).
‫ْي‬ ِّ ‫الص‬
ٌَ ِّ‫احل‬ َّ ٌ‫ِلٌ ِّم ٌَن‬
ٌ ٌِّ‫ب‬ ٌِّ ‫َر‬
ٌْ ‫بٌ َه‬

“Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh” (QS.
Ash Shaffat: 100).

‫نٌ ِّع ْل ًمٌا‬ ٌِّ ‫َر‬


ٌ ِّ‫بٌ ِّزْد‬
“Ya Rabbku, tambahkanlah aku ilmu” (QS. Thaha: 114).

‫كٌ َعلَىٌٌ ُك ٌِّلٌ َش ْيءٌٌقَ ِّد ٌير‬


ٌَ َّ‫َربـَّنَاٌأ ََْتِّ ٌْمٌلَنٌَاٌنُ َورٌََنٌ َوا ْغ ِّف ٌْرٌلَنَاٌإِّن‬

“Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya
Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. At Tahrim: 8).

‫اب‬ ٌَ ْ‫كٌأَن‬
ٌُ ‫تٌالْ َوَّه‬ ٌَ ْ‫بٌلَنٌَاٌ ِّم ٌْنٌلَ ُدن‬
ٌَ َّ‫كٌ َر ْمحٌَةًٌإِّن‬ ٌْ ‫غٌقُـلُوبَـنَاٌبَـ ْع ٌَدٌإِّ ٌْذٌ َه َديْـتَـنَاٌ َوَه‬
ٌْ‫َربـَّنَاٌٌَالٌتُِّز‬
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau
beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena
sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)” (QS. Al Imran: 8).

ٌَ ‫ِفٌ ْاآل ِّخَرٌِّةٌ َح َسنٌَةًٌ َوقِّنَاٌ َع َذ‬


‫ابٌالنَّا ٌِّر‬ ٌ ِّ‫الدنْـيَاٌ َح َسنٌَةًٌ َو‬ ٌ ٌِّ‫َربـَّنَاٌ ٌآتِّنَا‬
ُّ ٌ‫ِف‬
“Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari
siksa neraka” (QS. Al Baqarah: 201).

PENUTUP

ٌُ ِّ‫ت ٌَوإٌِّلَْي ِّهٌأُن‬ ِّ ‫َّلل‬ ِّ ِّ ‫اْلص َالحٌماٌاستطَعتٌوماٌتَـوفِّ ِّيقيٌإَِّّال‬ ِّ ُ ‫إِّ ْنٌأ ُِّر‬
‫يب‬ ُ ‫ٌعلَْيهٌتَـ َوَّك ْل‬
َ َّ ‫ٌَب‬ ْ َ َ ُ ْ َ ْ َ َ ْ ِّْ ٌ‫يدٌإَّال‬
“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan
tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku
bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” )QS. Huud: 88)
Semoga buku ini bermanfaat bagi penulis, orang tua penulis, keluarga, para pembaca serta kaum
muslimin.
Semoga Sholawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam, keluarga dan para Shahabatnya serta para pengikut beliau yang baik sampai hari Kiamat
kelak

ٌ.»ٌ‫ك‬ ٌُ ُ‫َستَـ ْغ ِّفُرٌَكٌ َوأَت‬


ٌَ ‫وبٌإِّلَْي‬ ْ ‫أ‬ ٌ‫ت‬ٌَ ‫ن‬
ْ َ
‫أ‬ ٌَّ
ٌ
‫ال‬ِّ
‫إ‬ ٌ‫ه‬
ٌََ‫ل‬ِّ
‫إ‬ ٌ‫ال‬
ٌَ ٌ ٌ
‫ن‬
ْ َ
‫أ‬ ٌ ٌ
‫د‬
ُ ‫ه‬
َ ‫ش‬
ْ َ
‫أ‬ ٌ ٌ
‫ك‬َ ِّ ‫كٌاللَّه ٌَّمٌوَِّبم‬
‫د‬ ْ َ َ ُ ٌَ َ‫ُسْب َحان‬
“Maha Suci Engkau Ya Allah, segala pujian untuk-Mu, aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan
yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau dan aku meminta ampunan dan bertaubat
kepada-Mu.”

Anda mungkin juga menyukai