Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

“ KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA , PERAN ,


TANGGUNG JAWAB , KOMPOSISI DAN KEEFEKTIFAN ( KASUS
PT. KERETA API INDONESIA ) “

NAMA : SRI WASTIKA WULANDARI


NIM : B1031201081
KELAS : AKUNTANSI B (pagi)
MATA KULIAH : GOOD GOVERNANCE
DOSEN : RUSLIYAWATI

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................................................ii
BAB II................................................................................................................................................................1
PEMBAHASAN................................................................................................................................................1
1.1 PENGERTIAN KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA.........................................................1
1.2 PERAN KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA.....................................................................1
1.3 TANGGUNG JAWAB KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA.............................................2
1.4 KOMPOSISI KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA............................................................3
1.5 KE EFEKTIFAN KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA......................................................4
1.6 SKANDAL MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT. KAI TAHUN 2006...............................4
1.7 PENYELESAIAN KASUS PADA PT. KAI......................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................................7

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konsep corporate governance dikenalkan pertama kali oleh Cadburry Committee
pada tahun 1992 dalam sebuah laporan yang dikenal dengan cadbury report.Cadbury
Committee dalam Budiharta & Gusnadi (2008), mengemukakan bahwa corporate
governance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham, pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban
mereka atau dengan kata lain merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan. Krisis keuangan di Asia pada tahun 1997, dilanjut dengan kejatuhan perusahaan
besar seperti Enron dan Worldcom tahun 2002, serta krisis subprime mortage di Amerika
Serikat pada tahun 2008 telah menyebabkan perusahaan raksasa Amerika Serikat seperti
Lehman Brothers dan Merill Lynch bangkrut. Hal itu menyadarkan banyak pihak betapa
pentingnya penerapan good corporate governance di perusahaan.Di Indonesia sendiri, isu
corporate governance mendapat perhatian besar setelah negeri ini dilanda krisis
ekonomipada tahun 1997 lalu.Banyak pihak berpendapat bahwa governance perusahaan
Indonesia yang buruk merupakan salah satu penyebab utama krisis itu terjadi.
Namun, Setelah lebih dari satu dekade berlalu sejak keluarnya pedoman mengenai
corporate governance, peranan CG di Indonesia masih lemah dan belum memenuhi sasaran
yang diharapkan. Dalam banyak kasus, terdapat kasus-kasus yang menunjukkan masih
lemahnya penerapan CG di perusahaan khususnya sektor perbankan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah sebagai
berikut :
Bagaimana tanggung jawab komiteaudit dan komite lainnya pada perusahaan?
C. Tujuan Penulisan
Menjelaskan bagaimana tanggung jawab komite audit dan komite lainnya pada perusahaan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 PENGERTIAN KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA


1) Komite Audit
Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance mengenai Komite Audit
adalah: "Suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris dan
dapat meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan Komite Audit." Secara umum Komite Audit adalah
sebuah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris. Komite Audit membantu Dewan
Komisaris untuk memenuhi tanggung jawab pengawasannya. Dalam kapasitasnya, Komite
Audit bertanggung jawab untuk membuka dan memelihara/menjaga komunikasi antara
Komite Audit dengan Dewan Komisaris, Direksi, unit audit internal, akuntan independen
dan manajer keuangan. Dilihat dari sisi keanggotaan, Anggota Komite Audit diangkat dan
diberhentikan oleh Dewan Komisaris dan dilaporkan kepada Rapat Umum Pemegang
Saham. Komite Audit memiliki peran penting untuk membantu direksi dalam hal
pemenuhan tata kelola perusahaan yang baik. Direksi sendiri dibutuhkan untuk menyatakan
laporan keuangan dan catatan-catatan yang mengikuti standar akuntansi serta memberikan
pandangan yang benar dan adil terhadap posisi dan performa keuangan dari sebuah
perusahaan.
2) Komite Lainnya

a) Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris dalam


menetapkan kriteria pemilihan calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta sistem
remunerasinya
b) Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris dalam
mempersiapkan calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi dan mengusulkan besaran
remunerasinya. Dewan Komisaris dapat mengajukan calon tersebut dan remunerasinya
untuk memperoleh keputusan RUPS dengan cara sesuai ketentuan Anggaran Dasar. Bagi
perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah,
perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk
atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak
luas terhadap kelestarian lingkungan, Komite Nominasi dan Remunerasi diketuai oleh
komisaris independen dan anggotanya dapat terdiri dari komisaris dan atau pelaku profesi
dari luar perusahaan.

1.2 PERAN KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA


Peran Komite Audit sebenamya sudah ada dalam definisi Komite Audit itu sendiri. Forum for
Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mengemukakan bahwa Komite Audit Mempunyai
Peran membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggungjawab dalam memberikan
pengawasan secara menyeluruh. Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara
Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 menjelaskan bahwa peran Komite Audit adalah membantu
Dewan Komisaris atau dewan pengawas dalam memastikan efektivitas sistem pengendalian
intern dan efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal dan internal. Sedangkan manfaat
Komite Audit dikemukakan oleh Hiro Tugiman (1995, 11), adalah:
a. Dewan Komisaris dan Direksi akan banyak terbantu dalam pengelolaan perusahaan.
2
b. Bagi external auditor adalah keberadaan Komite Audit sangat diperlukan sebagai forum
atau media komunikasi dengan perusahaan, sehingga diharapkan semua aktivitas dan kegiatan
eksternal auditor dalam hal ini akan mengadakan pemeriksaan, disamping secara langsung
kepada objek pemeriksaan juga dibantu dengan mengadakan konsultasi dengan Komite Audit
Dari penjelasan tersebut, maka dapat diketahui adanya suatu indikasi bahwa Komite Audit
dibentuk karena belum memadainya peran pengawasan dan akuntabilitas Dewan Komisaris
perusahaan. Pemilihan anggota Dewan Komisaris yang berdasarkan kedudukan dan
kekerabatan menyebabkan mekanisme check and balance terhadap direksi tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Fungsi audit internal belum berjalan optimal mengingat secara
struktural, auditor tersebut berada pada posisi yang sulit untuk bersikap independen dan
objektif. Oleh karena itu,uncul tuntutan adanya auditor independen, maka Komite audit timbul
untuk memenuhi tuntutan tersebut.
1.3 TANGGUNG JAWAB KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dan YPPMI Institute, yang
dikutip oleh Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006, 148) Komite Audit pada umumnya
mempunyai tanggungjawab pada tiga bidang, yaitu:
1) Laporan Keuangan (Financial Reporting) Komite Audit bertanggungjawab untuk memastikan
bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang
kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang.
2) Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Komite Audit bertanggungjawab untuk
memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang
berlaku dan etika, melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan
dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.
3) Pengawasan Perusahaan (Corporate Control) Komite Audit bertanggungjawab untuk
pengawasan perusahaan termasuk didalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan
sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor
internal.
Menurut Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-103/MBU/2002, dalam membantu
momisaris/Dewan Pengawas, Komite Audit bertugas:
1) Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh Satuan Pengawasan Intern
maupun Auditor Ekstern sehingga dapat dicegah pelaksanaan dan pelaporan yang tidak
memenuhi standar.
2) Memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian manajemen
perusahaan serta pelaksanaannya.
3) Memastikan bahwa telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap informasi yang
dikeluarkan BUMN, termasuk brosur, laporan keuangan berkala, proyeksi/forecast dan lain-
lain informasi keuangan yang disampaikan kepada pemegang saham.
4) Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris/Dewan Pengawas.
5) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Komisaris/Dewan Pengawas sepanjang masih
dalam lingkup tugas dan kewajiban Komisaris/Dewan Pengawas berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Komite Audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada Dewan Komisaris terhadap
laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada Dewan Komisaris,
mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris, dan melaksanakan tugas-
tugas lain yang berkaitan dengan tugas Dewan Komisaris Komite Audit mempunyai
wewenang untuk menjalankan tugas-tugasnya seperti yang diutarakan oleh Barol (2004) yang
dikutip oleh Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge (2005, 237), yaitu: "Mengaudit kegiatan
3
manajemen perusahaan dan auditor (intem dan ekstem). Mereka yang berwenang meminta
informasi tambahan dan memperoleh penjelasan dari manajemen dan karyawan yang
bersangkutan."
Menurut Hasnati (2003) yang dikutip oleh Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006, 149),
Komite audit memiliki wewenang, yaitu:
1) Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya;
2) Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya;
3) Mencari Informasi yang relevan dari setiap karyawan;
4) Mengusahakan saran hukum dan profesional lainnya yang independen apabila dipandang
perlu.

1.4 KOMPOSISI KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA


Keberadaan Komite Audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor: SE/03 PM/2002
(bagi perusahaan publik) dan keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-103/MBU/2002 (Bagi
BUMN) Komite Audit sedikitnya terdiri dari tiga orang, diketuai oleh seorang Komisaris
independen perusahaan dengan dua orang ekstemal yang independen serta menguasai dan
memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan.
1) Menurut Sarbanes-Oxley act jumlah anggota Komite Audit perusahaan yang dikutip
Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge (2005, 132) mengharuskan bahwa:
“Komite Audit harus beranggotakan lima orang, diangkat untuk masa jabatan lima tahun.
Mereka harus memiliki pengetahuan dasar tentang manajemen keuangan. Dua diantara lima
orang anggota tersebut pernah menjadi akuntan publik. Tiga orang anggota yang lain bukan
akuntan publik. Ketua Komite Audit dipegang oleh salah seorang anggota Komite Akuntan
Publik, dengan syarat selama lima tahun terakhir mereka tidak berprofesi sebagai akuntan
publik. Ketua dan anggota Komite Audit tidak diperkenankan menerima penghasilan dari
perusahaan akuntan publik kecuali uang pensiun.”
2) Menurut Hiro Tugiman (1999, 11) mengatakan bahwa:
“Anggota Komite Audit adalah profesional yang bukan pegawai perusahaan, satu diantaranya
dipersyaratkan mempunyai latar belakang pendidikan dan berpengalaman dalam bidang
akuntansi dan auditing anggota lainnya dapat berlatar belakang pendidikan dan pengalaman
dalam bidang hukum atau yang berkaitan dengan operasional atau kultur organisasi.”
3) Menurut Subur (2003) yang dikutip I Putu Sugiartha Sanjaya, syarat-syarat yang harus
dipenuhi untuk menjadi anggota Komite Audit adalah sebagai berikut:

a) Anggota Komite Audit harus memiliki keseimbangan keterampilan dan pengalaman dengan
latar belakang usaha yang luas.
b) Anggota Komite Audit harus independen, objektif dan profesional.
c) Anggota Komite Audit harus memiliki integritas, dedikasi, pemahaman yang baik mengenai
organisasi, lingkungan bisnis serta risiko dan kontrol.
d) Paling sedikit anggota komite audit harus memiliki pengertian yang baik tentang analisa dan
penyusunan laporan keuangan.
e) Ketua Komite Audit harus memiliki kemampuan untuk memimpin dan terampil
berkomunikasi dengan baik.

4
Selain hal tersebut, menurut Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-41/PM/2003
menambahkan bahwa anggota Komite Audit tidak merangkap jabatan yang sama pada
perusahaan lain pada periode yang sama.
1.5 KE EFEKTIFAN KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA
Saat ini belum ada pembuktian secara empiris mengenai keefektifan komite audit terhadap
penerapan good corporate governance pada perusahaan. Sommer (1991) berpandangan bahwa
komite audit di banyak perusahaan masih belum melakukan tugasnya dengan baik. Menurut
Sommer, banyak komite audit hanya sekedar melakukan tugas-tugas rutin, seperti penelaahan
laporan dan seleksi auditor ekstemal. Mereka tidak mempertanyakan secara kritis maupun
menganalisis secara mendalam kondisi pengendalian dan pelaksanaan tanggung jawab oleh
manajemen. Komite audit dapat melakukan sinergi dengan audit internal untuk lebih
meningkatkan system pengendalian internal perusahaan. Apabila terdapat dugaan
penyimpangan atau kecurangan di perusahaan yang melibatkan direksi perusahaan, maka
komisaris dapat menugaskan komite audit untuk melakukan audit khusus (fraud audit). Dalam
hal ini, komite audit dapat meminta bantuan pihak eksternal (outsourcing) untuk melakukan
audit investitif (investigative audit) atau audit forensic (forensic audit) guna mengungkap
terjadinya praktik kecurangan yang signifikan di perusahaan. Kalbers dan Fogarty (1993)
telah melakukan penelitian mengenai factor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja
komite audit. Hasil penelitian mereka yang dimuat dalam Auditing a journal of practice &
theory berjudul “Audit Committee Effectiveness : An Empirical Investigation Of The
Contribution of Power” antara lain mengungkapkan bahwa terdapat tiga Faktor dominan yang
berpengaruh tergadap keberhasilan komite audit dalam mengemban tugasnya. Ketiga faktor
itu adalah :
1) Kewenangan formal dan tertulis dari komite audit, kerja sama manajemen
2) Kualitas (kompetensi) anggota komite audit.
3) Pola hubungan (relationship) dan tingkat intensitas komunikasi antara komite audit dengan
berbagai pihak.
1.6 SKANDAL MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT. KAI TAHUN 2006
PT Kereta Api Indonesia (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang
menyelenggarakan jasa angkutan kereta api. Layanan PT Kereta Api Indonesia meliputi
angkutan penumpang dan barang. Pada akhir Maret 2007, DPR mengesahkan revisi UU No.
13/1992 yang menegaskan bahwa investor swasta maupun pemerintah daerah diberi
kesempatan untuk mengelola jasa angkutan kereta api di Indonesia. Pada tanggal 14 Agustus
2008 PT Kereta Api Indonesia melakukan pemisahan Divisi Jabodetabek menjadi PT KAI
Commuter Jabodetabek (KC) untuk mengelola kereta api penglaju di daerah Jakarta dan
sekitarnya. Selama Tahun 2008 jumlah penumpang melebihi 197 juta. Pemberlakuan UU
Perkeretaapian No. 23/2007 secara hukum mengakhiri monopoli PT Kereta Api Indonesia
dalam mengoperasikan kereta api di Indonesia. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan
keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp,
6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita
kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai
Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal perbendaharaan Negara Departemen
Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S.
Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun
sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk Tahun 2004 diaudit
oleh BPK dan akuntan publik. Hasil audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI
untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan Komisaris PT
KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang
5
telah diaudit oleh akuntan publik. Ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT
KAI tahun 2005:
1) Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu
dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
2) Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai
(PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir
tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa
pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart
Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai
aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun
2005.
3) Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang
diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai
kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo
penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang
seharusnya dibebankan seluruhnya dalam Tahun 2005.
4) Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif
sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen
PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan
tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai
bagian dari modal perseroan.
5) Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak
tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat
jasa angkutannya diberikan PT KAI Tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik
terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola
yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses terhadap
laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit
laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan
Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin
praktek. (Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006). Kasus PT KAI di
atas menurut beberapa sumber, berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi
berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak
menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat
menyesatkan. Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh
pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data
disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi
dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor
menyatakan Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi
keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan. Dari informasi yang didapat, sejak tahun
2004 laporan PT KAI diaudit oleh kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun
sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu
menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT
KAI melakukan kesalahan.
1.7 PENYELESAIAN KASUS PADA PT. KAI
Dari kasus ini, IAI membentuk sebuah badan yang nantinya menjadi forum serta pengawasan
terhadap praktek kerja dari Audit dalam penerepan good corporate governance pada
perusahaan di Indonesia yang dinamakan Komite 13.
6
1) Tujuan Pembentukan Komite 13

a) Menjadi forum pembelajaran bagi berbagai kalangan, termasuk Direksi, Komisaris, Komite
Audit, Pejabat Negara (khususnya Kementerian BUMN) maupun Auditor eksternal didalam
memahami proses Good Corporate Governance melalui bedah kasus nyata.
b) Memahami permasalahan secara komprehensif mengenai bagaimana membangun pengawasan
yang efektif dan bagaimana sebaiknya badan pengawas baik Direksi, Komisaris dan Komite
Audit menyikapi permasalahan ini.
c) Mendapatkan gambaran mengenai batasan dan ruang lingkup pelaksanaan peran dan tanggung
jawab Komite audit, Komisaris, dan Direksi dalam menjalankan fungsi pengawasan
(oversight) atas penyusunan laporan keuangan.
d) Mendapatkan gambaran apakah due process telah berjalan dengan baik, khususnya yang
menyangkut Komite Audit dan hal-hal apa saja yang perlu mendapatkan perhatian baik dari
Direksi, Komisaris, maupun Komite Audit didalam membangun pengawasan yang efektif.

2) Rekomendasi Agar Kasus Serupa Tidak Terulang

a) Membangun kultur perusahaan yang baik, dengan mengutamakan integritas, etika profesi dan
kepatuhan pada seluruh aturan, baik internal maupun eksternal, khususnya tentang otorisasi.
b) Mendahulukan kepentingan publik daripada kepentingan perusahaan.
c) Merekrut manajemen baru yang memiliki integritas dan moral yang baik, serta memberikan
siraman rohani kepada karyawan akan pentingnya integritas yang baik bagi kelangsungan
usah perusahaan.
d) Memperbaiki sistem pengendalian intemal perusahaan.
e) Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka
mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance
meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.
f) Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasamya adalah
proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan
bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan
melindungi perusahaan dari kerugian.
g) Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk
mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.
h) Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik adalah
menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud,
tanpa memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhadap kebijakan
perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangan dalam laporan keuangan
atau penyalahgunaan asset.
i) Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk
jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis
dan kritis. Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement) tanpa ada
pengecualian yang tidak masuk akal.
j) Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil
dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan
adil untuk terpilih”. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan
orang tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya
ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme dikedepankan
k) Akuntabilitas dan Transparansi setiap proses bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan
monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat
diketahui dan diberikan sangsi tanpa kompromi.

7
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/331265167/Komite-Audit-Dan-Komite-Lainnya

https://pdfcoffee.com/komite-audit-dan-komite-lainnya-peran-tanggung-jawab-komposisi-keefektifan-dan-
kasus-pt-kereta-api-indonesia-pdf-free.html

Anda mungkin juga menyukai