PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................................................ii
BAB II................................................................................................................................................................1
PEMBAHASAN................................................................................................................................................1
1.1 PENGERTIAN KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA.........................................................1
1.2 PERAN KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA.....................................................................1
1.3 TANGGUNG JAWAB KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA.............................................2
1.4 KOMPOSISI KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA............................................................3
1.5 KE EFEKTIFAN KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA......................................................4
1.6 SKANDAL MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT. KAI TAHUN 2006...............................4
1.7 PENYELESAIAN KASUS PADA PT. KAI......................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................................7
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep corporate governance dikenalkan pertama kali oleh Cadburry Committee
pada tahun 1992 dalam sebuah laporan yang dikenal dengan cadbury report.Cadbury
Committee dalam Budiharta & Gusnadi (2008), mengemukakan bahwa corporate
governance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham, pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban
mereka atau dengan kata lain merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan. Krisis keuangan di Asia pada tahun 1997, dilanjut dengan kejatuhan perusahaan
besar seperti Enron dan Worldcom tahun 2002, serta krisis subprime mortage di Amerika
Serikat pada tahun 2008 telah menyebabkan perusahaan raksasa Amerika Serikat seperti
Lehman Brothers dan Merill Lynch bangkrut. Hal itu menyadarkan banyak pihak betapa
pentingnya penerapan good corporate governance di perusahaan.Di Indonesia sendiri, isu
corporate governance mendapat perhatian besar setelah negeri ini dilanda krisis
ekonomipada tahun 1997 lalu.Banyak pihak berpendapat bahwa governance perusahaan
Indonesia yang buruk merupakan salah satu penyebab utama krisis itu terjadi.
Namun, Setelah lebih dari satu dekade berlalu sejak keluarnya pedoman mengenai
corporate governance, peranan CG di Indonesia masih lemah dan belum memenuhi sasaran
yang diharapkan. Dalam banyak kasus, terdapat kasus-kasus yang menunjukkan masih
lemahnya penerapan CG di perusahaan khususnya sektor perbankan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah sebagai
berikut :
Bagaimana tanggung jawab komiteaudit dan komite lainnya pada perusahaan?
C. Tujuan Penulisan
Menjelaskan bagaimana tanggung jawab komite audit dan komite lainnya pada perusahaan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
a) Anggota Komite Audit harus memiliki keseimbangan keterampilan dan pengalaman dengan
latar belakang usaha yang luas.
b) Anggota Komite Audit harus independen, objektif dan profesional.
c) Anggota Komite Audit harus memiliki integritas, dedikasi, pemahaman yang baik mengenai
organisasi, lingkungan bisnis serta risiko dan kontrol.
d) Paling sedikit anggota komite audit harus memiliki pengertian yang baik tentang analisa dan
penyusunan laporan keuangan.
e) Ketua Komite Audit harus memiliki kemampuan untuk memimpin dan terampil
berkomunikasi dengan baik.
4
Selain hal tersebut, menurut Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-41/PM/2003
menambahkan bahwa anggota Komite Audit tidak merangkap jabatan yang sama pada
perusahaan lain pada periode yang sama.
1.5 KE EFEKTIFAN KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA
Saat ini belum ada pembuktian secara empiris mengenai keefektifan komite audit terhadap
penerapan good corporate governance pada perusahaan. Sommer (1991) berpandangan bahwa
komite audit di banyak perusahaan masih belum melakukan tugasnya dengan baik. Menurut
Sommer, banyak komite audit hanya sekedar melakukan tugas-tugas rutin, seperti penelaahan
laporan dan seleksi auditor ekstemal. Mereka tidak mempertanyakan secara kritis maupun
menganalisis secara mendalam kondisi pengendalian dan pelaksanaan tanggung jawab oleh
manajemen. Komite audit dapat melakukan sinergi dengan audit internal untuk lebih
meningkatkan system pengendalian internal perusahaan. Apabila terdapat dugaan
penyimpangan atau kecurangan di perusahaan yang melibatkan direksi perusahaan, maka
komisaris dapat menugaskan komite audit untuk melakukan audit khusus (fraud audit). Dalam
hal ini, komite audit dapat meminta bantuan pihak eksternal (outsourcing) untuk melakukan
audit investitif (investigative audit) atau audit forensic (forensic audit) guna mengungkap
terjadinya praktik kecurangan yang signifikan di perusahaan. Kalbers dan Fogarty (1993)
telah melakukan penelitian mengenai factor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja
komite audit. Hasil penelitian mereka yang dimuat dalam Auditing a journal of practice &
theory berjudul “Audit Committee Effectiveness : An Empirical Investigation Of The
Contribution of Power” antara lain mengungkapkan bahwa terdapat tiga Faktor dominan yang
berpengaruh tergadap keberhasilan komite audit dalam mengemban tugasnya. Ketiga faktor
itu adalah :
1) Kewenangan formal dan tertulis dari komite audit, kerja sama manajemen
2) Kualitas (kompetensi) anggota komite audit.
3) Pola hubungan (relationship) dan tingkat intensitas komunikasi antara komite audit dengan
berbagai pihak.
1.6 SKANDAL MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT. KAI TAHUN 2006
PT Kereta Api Indonesia (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang
menyelenggarakan jasa angkutan kereta api. Layanan PT Kereta Api Indonesia meliputi
angkutan penumpang dan barang. Pada akhir Maret 2007, DPR mengesahkan revisi UU No.
13/1992 yang menegaskan bahwa investor swasta maupun pemerintah daerah diberi
kesempatan untuk mengelola jasa angkutan kereta api di Indonesia. Pada tanggal 14 Agustus
2008 PT Kereta Api Indonesia melakukan pemisahan Divisi Jabodetabek menjadi PT KAI
Commuter Jabodetabek (KC) untuk mengelola kereta api penglaju di daerah Jakarta dan
sekitarnya. Selama Tahun 2008 jumlah penumpang melebihi 197 juta. Pemberlakuan UU
Perkeretaapian No. 23/2007 secara hukum mengakhiri monopoli PT Kereta Api Indonesia
dalam mengoperasikan kereta api di Indonesia. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan
keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp,
6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita
kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai
Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal perbendaharaan Negara Departemen
Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S.
Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun
sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk Tahun 2004 diaudit
oleh BPK dan akuntan publik. Hasil audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI
untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan Komisaris PT
KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang
5
telah diaudit oleh akuntan publik. Ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT
KAI tahun 2005:
1) Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu
dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
2) Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai
(PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir
tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa
pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart
Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai
aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun
2005.
3) Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang
diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai
kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo
penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang
seharusnya dibebankan seluruhnya dalam Tahun 2005.
4) Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif
sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen
PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan
tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai
bagian dari modal perseroan.
5) Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak
tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat
jasa angkutannya diberikan PT KAI Tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik
terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola
yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses terhadap
laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit
laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan
Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin
praktek. (Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006). Kasus PT KAI di
atas menurut beberapa sumber, berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi
berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak
menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat
menyesatkan. Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh
pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data
disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi
dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor
menyatakan Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi
keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan. Dari informasi yang didapat, sejak tahun
2004 laporan PT KAI diaudit oleh kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun
sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu
menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT
KAI melakukan kesalahan.
1.7 PENYELESAIAN KASUS PADA PT. KAI
Dari kasus ini, IAI membentuk sebuah badan yang nantinya menjadi forum serta pengawasan
terhadap praktek kerja dari Audit dalam penerepan good corporate governance pada
perusahaan di Indonesia yang dinamakan Komite 13.
6
1) Tujuan Pembentukan Komite 13
a) Menjadi forum pembelajaran bagi berbagai kalangan, termasuk Direksi, Komisaris, Komite
Audit, Pejabat Negara (khususnya Kementerian BUMN) maupun Auditor eksternal didalam
memahami proses Good Corporate Governance melalui bedah kasus nyata.
b) Memahami permasalahan secara komprehensif mengenai bagaimana membangun pengawasan
yang efektif dan bagaimana sebaiknya badan pengawas baik Direksi, Komisaris dan Komite
Audit menyikapi permasalahan ini.
c) Mendapatkan gambaran mengenai batasan dan ruang lingkup pelaksanaan peran dan tanggung
jawab Komite audit, Komisaris, dan Direksi dalam menjalankan fungsi pengawasan
(oversight) atas penyusunan laporan keuangan.
d) Mendapatkan gambaran apakah due process telah berjalan dengan baik, khususnya yang
menyangkut Komite Audit dan hal-hal apa saja yang perlu mendapatkan perhatian baik dari
Direksi, Komisaris, maupun Komite Audit didalam membangun pengawasan yang efektif.
a) Membangun kultur perusahaan yang baik, dengan mengutamakan integritas, etika profesi dan
kepatuhan pada seluruh aturan, baik internal maupun eksternal, khususnya tentang otorisasi.
b) Mendahulukan kepentingan publik daripada kepentingan perusahaan.
c) Merekrut manajemen baru yang memiliki integritas dan moral yang baik, serta memberikan
siraman rohani kepada karyawan akan pentingnya integritas yang baik bagi kelangsungan
usah perusahaan.
d) Memperbaiki sistem pengendalian intemal perusahaan.
e) Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka
mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance
meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.
f) Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasamya adalah
proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan
bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan
melindungi perusahaan dari kerugian.
g) Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk
mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.
h) Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik adalah
menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud,
tanpa memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhadap kebijakan
perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangan dalam laporan keuangan
atau penyalahgunaan asset.
i) Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk
jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis
dan kritis. Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement) tanpa ada
pengecualian yang tidak masuk akal.
j) Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil
dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan
adil untuk terpilih”. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan
orang tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya
ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme dikedepankan
k) Akuntabilitas dan Transparansi setiap proses bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan
monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat
diketahui dan diberikan sangsi tanpa kompromi.
7
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/331265167/Komite-Audit-Dan-Komite-Lainnya
https://pdfcoffee.com/komite-audit-dan-komite-lainnya-peran-tanggung-jawab-komposisi-keefektifan-dan-
kasus-pt-kereta-api-indonesia-pdf-free.html