Zaman praaksara sering juga disebut zaman prasejarah, yaitu bisa diartikan sebagai
zaman di mana manusia belum mengenal tulisan. Praaksara atau prasejarah disebut juga
nirleka, yaitu zaman tidak ada tulisan. Zaman praaksara dimulai sejak adanya manusia
sampai manusia mengenal tulisan. Jadi, jika manusia sudah mengenal tulisan, berarti manusia
mulai menginggalkan zaman praaksara, dan memasuki zaman sejarah. Sumber sejarah yang
bisa digunakan untuk mengetahui kehidupan zaman praaksara atau prasejarah di antaranya
fosil dan artefak.
Fosil Megantropus paleojavanicus merupakan jenis fosil paling tua di Indonesia. Fosil ini
ditemukan di Sangiran. Jawa Tengah antara tahun 1936 – 1941. Penemunya adalah seorang
peneliti Belanda yang bernama G.H.R Von Koenigswald.
Ciri-Cirinya:
Gb.2 Pithecanthropus
● Pithecanthropus Erectus
Pithecanthropus Erectus artinya manusia kera yang berjalan tegak. Fosil ini
ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1891 di Trinil, Lembah sungai Begawan Solo
(Jawa Tengah). Fosil yang ditemukan berupa tulang rahang bagian atas tengkorak, geraham
dan tulang kaki.
● Pithecanthropus Soloensis
Pithecanthropus Soloensis artinya manusia kera dari Solo. Fosil ini ditemukan oleh
G.H.R Von Koenigswald dan Oppernoorth di Ngandong dan Sangiran, tepi sungai Begawan
Solo pada tahun antara 1931 – 1933. Fosil yang ditemukan berupa tulang tengkorak dan
tulang kening. C. Pithecanthropus Mojokertensis Pithecanthropus Mojokertensis artinya
manusia kera dari Mojokerto, fosil ini ditemukan oleh duyfjes, G.H.R Von Koenigswald dan
Cokro Handoyo di Perning, Mojokerto, Jawa Timurpada tahun 1936. Fosil ini sering disebut
juga Pithecanthropus Robustus artinya manusia kera yang besar dan kuat tubuhnya.
3. Homo Fosil
Gb.3 Homo Fosil
Homo merupakan jenis fosil yang paling muda dibandingkan fosil – fosil manusia
purba jenis lain. Para ahli sering menyebut fosil fosil jenis Homo ini dengan Homo Erectus
(manusia berjalan tegak) atau Homo sapiens (manusia cerdas atau bijaksana).
Pembagian zaman
Secara umum, masa prasejarah Indonesia ditinjau dari dua aspek, bedasarkan bahan
untuk membuat alat-alatnya (terbagi menjadi Zaman Batu & Zaman Besi), & bedasarkan
kemampuan yang dimiliki oleh masyarakatnya (terbagi menjadi Masa Berburu &
Mengumpulkan Makanan, Masa Bercocok Tanam, & Masa Perundagian)
Zaman Batu
Zaman Batu terjadi sebelum logam dikenal dan alat-alat kebudayaan terutama dibuat dari
batu di samping kayu dan tulang. Zaman batu ini diperiodisasi lagi menjadi 4 zaman, antara
lain:
Zaman Batu Tua (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan Tingkat Awal)
Gb.2 Berburu
Terdapat dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:
1. Masyarakatnya belum memiliki rasa estetika (disimpulkan dari kapak genggam yang
bentuknya tidak beraturan & bertekstur kasar)
2. Belum dapat bercocok tanam (karena peralatan yang dimiliki belum dapat digunakan
untuk menggemburkan tanah).
3. Memperoleh makanan dengan cara berburu (hewan) dan mengumpulkan makanan
(buah-buahan & umbi-umbian).
4. Hidup nomaden (jika sumber makanan yang ada di daerah tempat tinggal habis, maka
masyarakatnya harus pindah ke tempat baru yang memiliki sumber makanan).
5. Hidup dekat sumber air (mencukupi kebutuhan minum & karena di dekat sumber air
ada banyak hewan & tumbuhan yang bisa dimakan).
6. Hidup berkelompok (untuk melindungi diri dari serangan hewan buas).
7. Sudah mengenal api (bedasarkan studi perbandingan dengan Zaman Palaeolithikum
di China, dimana ditemukan fosil kayu yang ujungnya bekas terbakar di dalam
sebuah gua).
Zaman Batu Tengah (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut)
Terdapat dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:
● Kebudayaan Kjokkenmoddinger
Kjokkenmodinger, istilah dari bahasa Denmark, kjokken yang berarti dapur
& moddinger yang berarti sampah (kjokkenmoddinger = sampah dapur). Dalam kaitannya
dengan budaya manusia, kjokkenmoddinger merupakan timbunan kulit siput & kerang yang
menggunung di sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh sampai Medan. Di
antara timbunan kulit siput & kerang tersebut ditemukan juga perkakas sejenis kapak
genggam yaitu kapak Sumatra/Pebble & batu pipisan.
Ciri utama pada zaman batu Muda (neolithikum) adalah alat-alat batu buatan manusia sudah
diasah atau dipolis sehingga halus dan indah. Alat-alat yang dihasilkan antara lain:
1. Kapak persegi, misalnya beliung, pacul, dan torah yang banyak terdapat di Sumatera,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, Kalimantan,
2. Kapak batu (kapak persegi berleher) dari Minahasa,
3. Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah) ditemukan di Jawa,
4. Pakaian dari kulit kayu
5. Tembikar (periuk belaga) ditemukan di Sumatera, Jawa, Melolo (Sunda)
Manusia pendukung Neolithikum adalah Austronesia (Austria), Austro-Asia (Khamer-
Indocina)
Kebudayaan Megalith
Gb.4 Sarkopagus
Antara zaman neolitikum dan zaman logam telah berkembang kebudayaan megalith, yaitu
kebudayaan yang menggunakan media batu-batu besar sebagai alatnya, bahkan puncak
kebudayaan megalith justru pada zaman logam. Hasil kebudayaan Megalith, antara lain:
1. Menhir: tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap arwah-arwah nenek
moyang.
2. Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara pemujaan roh nenek
moyang
3. Sarchopagus/keranda atau peti mati (berbentuk lesung bertutup)
4. Punden berundak: tempat pemujaan bertingkat
5. Kubur batu: peti mati yang terbuat dari batu besar yang dapat dibuka-tutup
6. Arca/patung batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka
Gb.5 Memahat
Zaman Perunggu
Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi
alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga
maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu
±3500 °C.
Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain: