Anda di halaman 1dari 17

1.

KERAJAAN TARUMANEGARA
Salah satu kerajaan tertua di Pulau Jawa, setelah kerajaan Kutai di Kalimantan adalah Kerajaan
Tarumanegara. Kerajaan ini berdiri pada abad ke 4 hingga abad ke 7. Menurut sumber, Kerajaan
Tarumanegera adalah kerajaan Hindu terbesar di Pulau Jawa.

Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai kerajaan tarumanegara, mulai dari letak, sejarah, raja-
raja dan juga peninggalan-peninggalan kerajaan tarumanegara.

Sejarah Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara didirikan leh Rajadirajaguru Jayasinghawarman pada tahun 358 M. Raja
Jayasinghawarman memimpin pelarian keluarga kerajaan yang berhasil meloloskan diri dari musuh. Di
mana kala itu, kerajaan Salakanagara mengalami serangan secara terus menerus. Pada masa
pengasingannya, Jayasinghawarman mendirikan kerajaan baru, yang diberi nama Kerajaan
Tarumanegara.

Kerajaan ini didirikan di tepi sungai Citarum, Kabupaten Lebak, Banten. Nama Tarumanegara sendiri
diambil dari nama tanaman yang tumbuh subur di tepi sungai Citarum bernama tarum. Tanaman itu
dulunya digunakan untuk pewarna benang tenun dan pengawet pakaian. Bukan hanya itu saja, tanaman
ini juga merupakan komoditi ekspor terbesar dan sumber pendapatan terbesar di Kerajaan
Tarumanegara.

Letak Kerajaan Tarumanegara

Menurut para ahli arkeolog, letak Kerajaan Tarumanegara berada di Jawa Barat di tepi Sungai
Cisadane, yang saat ini merupakan wilayah Banten. Kerajaan Tarumanegara berpusat di Sundapura,
yang saat ini dikenal sebagai Bekasi.

Wilayah kekuasan Kerajaan Tarumanegara hampir meliputi seluruh wilayah Jawa Barat dan Banten.
Bahkan, Kerajaan Tarumanegara juga memiliki pengaruh besar pada kerajaan yang ada di Jawa Tengah
dan Jawa Timur.
Silsilah Kerajaan Tarumanegara

Ada beberapa raja – raja Kerajaan Tarumanegara yang pernah memerintah. Berikut ini beberapa daftar
raja Kerajaan Tarumanegara yang terkenal

1. Jayasinghawarman    

Raja pertama Kerajaan Tarumanegara adalah Jayasinghawarman yang memerintah dari tahun 358 –
382 M sekaligus pendiri Kerajaan Tarumanegara. Jayasinghawarman merupakan seorang maha resi
yang berasal dari India, tepatnya adalah Salankayana.

Salakayana mengungsi ke Nusantara karena kerajaannya diserang oleh Kerajaan Magada yang
dipimpin oleh Raja Samudragupta. Saat beliau wafat dimakamkan di tepi sungai Gomati di Bekasi.

Pada masa kekuasaan Jayasinghawarma, pusat Kerajaan Tarumanegara dipindahkan dari Rajapura ke
Tarumanegera. Rajapura berarti Salankayana atau Kota Perak.

2. Dharmayawarma

Raja selanjutnya adalah Dharmayawarma yang merupakan anak dari Jayasinghawarman. Beliau naik
tahta menggantikan ayahnya pada tahun 382 M – 395 M. Tidak banyak sejarah yang mencatatkan dari
raja kedua Kerajaan Tarumanegara ini. Hanya saja, namanya masuk dalam Naskah Wangsakerta, yakni
naskah yang memuat para raja – raja Kerajaan Tarumanegara.

3. Purnawarman

Purnawarma menjadi raja terkenal di Kerajaan Tarumanegara. Namanya tertulis pada Prasasti di abad
ke lima. Selain itu, namanya juga tercatat dalam Naskah Wangsakerta. Beliau memerintah dari tahun
395 M hingga 434 M. Pada masa pemerintahannya, ibukota Kerajaan Tarumanegara dipindahkan
menuju Sundapura. Hal inilah yang menjadi asal muasal nama Sunda.

Pada masa kekuasaan Purnawarman, Kerajaan Tarumanegara juga mengalami kemajuan yang sangat
pesat. Bahkan, Kerajaan Tarumanegara berhasil menguasai setidaknya 48 kerajaan kecil di bawahnya.

Kekuasaaan Kerajaan Tarumanegara membentang dari Salakanegara atau Rajapura, yang saat ini
diperkirakan adalah Telu Lada, Pandeglang hingga Purbalingga, Jawa Tengah.

Pada jaman dulu batas negara dari Kerajaan Tarumanegara adalah Kali Brebes. Setelah masa
pemerintahan Raja Purnawarna, Kerajaan Tarumanegara diteruskan oleh anaknya, yakni Wisnuwarma.
Kemudian digantikan oleh Indrawarman. Selanjutnya adalah Maharaja Candrawarman.

4. Suryawarman

Raja Suryawarman merupakan raja ke tujuh Kerajaan Tarumanegara. Suryawarman berkuasa selama
26 tahun. Dibandingkan dengan ayahnya Maharaja Candrawarman, kebijakan dari Suryawarman
berbeda. Bila Maharaja Candrawarman kekuasan penuh berada pada raja. Namun, Suryawarman lebih
memfokuskan pemerintahan pada bagian timur kerajaan.

Hal ini yang membuat didirikannya kerajaan di Kendan, daerah sekitar Bandung dan Limbangan Garut
oleh menantunya, Manikmaya. Bahkan, daerah tersebut mengalami perkembangan pesat dikarenakan
adanya Kerajaan Galuh yang didirikan oleh cicit Manikmaya pada tahun 612 M.

5. Linggawarman

Linggawarman merupakan raja terakhir dari Kerajaan Tarumanegara. Linggawarman memerintah dari
tahun 666 M hingga 669 M. Pada masa itu, Raja Linggawarman tidak memiliki putra sebagai penerus
tahta Kerajaan Tarumanegara. Beliau hanya memiliki dua orang puteri, yang bernama Minarsih putri
sulungnya dan Sobakancana.

Putri Minarsih menikah dengan Tarusbawa yang menjadi raja pengganti Linggawarman. Sedangkan,
Socakancana menikah dengan Daputa Hyang Sri yang menjadi pendiri kerajaan Sriwijaya.
Masa Keruntuhan Kerajaan Tarumegara

Masa keruntuhan Kerajaan Tarumanegara tidak diketahui secara terperinci. Bahkan, dalam prasasti
hanya tertuliskan nama Raja Purnawarman. Hal yang memungkinkan akan keruntuhan Kerajaan
Tarumanegara adalah saat Raja Linggawarman turun tahta, kepemerintahan dipegang oleh menantunya
Tarusbawa.

Sayangnya Tarusbawa naik tahta saat Kerajaan Tarumanegara turun pamor. Seangkan, Tarusbawa
ingin menaikan lagi nama besar Kerajaan Tarumanegara. Namun langkah yang diambil malah
menyebabkan Kerajaan Tarumanegara hilang.

Pada tahun 670 M, Tarusbawa merubah nama Kerajaan Tarumanegara menjadi Kerajaan Sunda. Hal
ini yang mneyebabkan cicit Manikmaya, Wretikandayun yang merupakan raja Kerajaan Galuh
memisahkan diri dari Kerajaan Tarumanegara.

Bahkan, pemisahan ini didukung oleh Kerajaan Kalingga. Sebab, pada masa itu pula, putera mahkota,
Sannah menikah dengan Puteri Maharani Sima dari Kerajaan Kalingga. Hal ini menyebabkan Kerajaan
Tarumanegara terbagi menjadi dua. Di mana Sungai Citarum sebagai batas kerajaannya.

Peninggalan Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara memiliki beberapa peninggalan. Ada 7 prasasti dan beberapa catatan dari luar
negeri yang menceritakan Kerajaan Tarumanegara.

1. Prasasti Ciateureun

Prasasti ini ditemukan di sungai Ciateureun, yakni salah satu muara sungai Cisadane Bogor. Prasasti ini
juga dikenal dengan nama Prasasti Ciampea. Pada prasasti ini terdapat gambar laba – laba dan telapak
kaki Raja Purnawarma. Selain itu, ditemukan juga huruf palawa dan sansekerta.
2. Prasasti Jambu

Prasasti Jambu atau dikenal dengan nama Prasasti Pasir Koleangkak. Pasalnya, prasasti ini ditemukan
di bukit Koleangkak, perkebunan jambu. Letaknya yakni 30 km sebelah barat dari kota Bogor. Prasasti
ini berisi kebesaran Raja Purnawarman dan gambar telapak kakinya.

3. Prasasti Kebon Kopi

Prasasti ini ditemukan di Bogor, tepatnya Kampung Cibungbulan, Kampung Muara Hilir. Prasasti ini
cukup istimewa, sebab terdapat sepasang telapak kaki gajah. Tapak kaki ini digambarkan sebagai tapak
kaki Raja Purnawarman. Dalam agama hindu, gajah digambarkan sebagai hewan sakral dan dekat
dengan Dewa Wisnu. Konon diibaratkan sebagai Maharaj Purnawarman.

4. Prasasti Muara Cianten

Prasasti ini ditemukan di Bogor. Dalam prasasti ini terdapat tulisan aksara ikal yang belum bisa
diterjemahkan. Selain itu, ditemukan juga lukisan telapak kaki.

5. Prasasti Pasir Alwi

Ditemukan didaerah sekitar perbukitan Pasir Alwi, Bojong Honje, Sukamakmur, Bogor.

6. Prasasti Cindanghayang

Dalam masyarakat sekitar, prasasti ini dikenal sebagai prasasti Lebak. Prasasti ini ditemukan di
Kampung Lebak. Tepatnya tepi sungai Cindanghian, Kecamatan Manjul, Kabupaten Pandeglang
Banten. Prasasti Lebak ditemukan pada tahun 1947. Dalam prasasti ini berisi puisi dengan huruf
pallawa dan bahasa Sansekerta yang menceritakan kebesaran Raja Purnawarman.

7. Prasasti Tugu

Prasasti ini merupakan peninggalan Kerajaan Tarumanegera yang terpanjang. Ditemukan di Tugu,
Kecamatan Cilincing, Jakarta. Prasasti ini dipahat pada batu bulat panjang yang melingkar.
2. KERAJAAN KALINGGA

Para ahli sejarah memperkirakan jika pusat Kerajaan Kalingga (Ho-ling) berada di wilayah Jepara dan
Pekalongan. Merupakan salah satu kerajaan tradisional yang bercorak Hindu-Budha yang berkembang
di pesisir utara Jawa Tengah sekitar abad 16 – 17 M. Bahasa yang berkembang dan digunakan dalam
kehidupan sehari-hari adalah bahasa Melayu Kuno dan bahasa Sansekerta.

Sebagian besar yang tinggal di wilayah kerajaan ini masyarakatnya beragama Budha dan Hindu dan
sebagian kecil lainnya menganut kepercayaan leluhur. Kerajaan Kalingga mencapai puncak keemasan
dibawah kepemimpinan seorang ratu yang bernama Maharani Shima. Ratu Shima digambarkan sebagai
seorang pemimpin yang sangat tegas dan taat terhadap peraturan kerajaan.

Menurut sejarah yang berasal catatan lokal masyarakat Jawa Tengah dan kronik Tiongkok Ratu Shima
memerintah dari tahun 674 – 732 M. Keberadaan kerajaan Ho-ling ini untuk pertama kali di beritakan
oleh seorang pendeta sekaligus penjelajah bernama I-Tsing. Selain itu keberadaan kerajaan ini juga
diceritakan oleh Dinasti Tang (618 – 906 M).

Diceritakan juga kalau ibu kota Ho-ling dikelilingi tembok besar terbuat dari potongan kayu. Raja Ho-
ling sendiri tinggal di bangunan besar bertingkat dengan atap dari daun palem dan singgasana terbuat
dari gading. Sebagian besar penduduknya sangat pintar membuat minuman keras dengan komoditi
yang ditawarkan adalah emas, perak, kulit penyu, gading gajah dan cula badak.

Peninggalan Kerajaan Kalingga

Sebagai salah satu kerajaan yang sebagian besar penduduknya memeluk ajaran Hindu-Budha tentu
memiliki peninggalan-peninggalan sejarah tersendiri. Apalagi disebutkan jika sejak abad ke-7 Kerajaan
Ho-ling dibawah pemerintahan Ratu Shima sudah menjadi salah satu pusat kebudayaan Budha
Hinayana. Bentuk peninggalan bersejarah Kerajaan Ho-ling yang terkenal tersebut antara lain berupa 2
prasasti, candi dan situs bersejarah.
A. Prasasti

Terdapat 2 prasasti yang ditemukan di daerah sekitar pesisir pantai utara pulau Jawa. Kedua prasasti ini
sebagai peninggalan sejarah Kerajaan Kalingga yang dulunya dipimpin oleh Ratu Shima. Prasasti-
prasasti ini sebagai bukti sejarah kalau Kerajaan Ho-ling dulunya memang benar-benar ada yaitu:

Prasasti Tukmas

Prasasti Tukmas ini ditemukan pertama kali di lereng sebelah barat Gunung Merapi lebih tepatnya di
Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabak, Magelang Jawa Tengah. Peninggalan Kerajaan
Kalingga yang berupa prasasti ini bertuliskan dengan bahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.
Bentuk aksaranya lebih muda jika dibandingkan dengan aksara masa Purnawarman.

Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu alam besar dekat sebuah mata air sekitar abad ke-7 M. Dalam
prasasti ada gambar kendi, trisula, kapak, cakra, kelangsangka, dan bunga teratai yang melambangkan
hubungan antara manusia dengan dewa-dewa Hindu. Prasasti Tukmas menyebutkan mengenai mata air
yang jernih dan bersih serta sungai yang mengalir sama dengan Sungai Gangga di India.

Prasasti Sojomerto

Tempat ditemukannya prasasti ini adalah di desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang,
Jawa Tengah. Jenis prasasti ini menggunakan aksara Kawi dan bahasa Melayu Kuno serta berasal dari
abad ke-7 M. Bahan prasasti ini terbuat dari batu andesit dengan tinggi 78 cm, panjang 43 cm, dan
tebal 7 cm. Dengan tulisan terdiri dari 11 baris dan sebagian barisnya sudah rusak terkikis usia.

Prasasti Sojomerto bersifat keagamaan Siwais yang isinya memuat semua keluarga dari tokoh utama
yaitu Dapunta. Seperti ayahnya yang bernama Santanu, ibunya yang bernama Bhadrawati serta istrinya
yang bernama Sampula. Tokoh utama Dapunta Selendra merupakan cikal bakal dari raja-raja keturunan
Wangsa Syailendra yang pernah berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.

Dengan adanya temuan 2 prasasti tersebut menjadi bukti jika di kawasan pantai utara Jawa Tengah
dahulu pernah ada Kerajaan Kalingga. Sebuah kerajaan besar bercorak Hindu Siwais dengan Ratu
Shima sebagai penguasanya. Seorang ratu yang disiplin dan memegang teguh semua peraturan yang
berlaku di Kerajaan Ho-ling.

B. Candi Dan Situs Bersejarah

Selain 2 prasasti tersebut diatas bentuk lain dari peninggalan Kerajaan Kalingga adalah berupa candi
dan situs bersejarah. Candi dan situs bersejarah ini sama-sama ditemukan di seputar puncak Gunung
Muria. Semua terletak secara berdekatan dan tersebar dari bawah hingga hampir ke puncak gunung.

 Candi Angin. Bangunan Candi ini ditemukan di sekitar Desa Tempur, Kecamatan Keling,
Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
 Candi Bubrah. Sama seperti Candi Angin ternyata Candi Bubrah ini juga ditemukan di Desa
Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
 Situs Puncak Sanga Likur. Situs bersejarah peninggalan Kerajaan Kalingga ini berada di
Puncak Rahtawu (Gunung Muria) dekat Kecamatan Keling. Di kawasan pegunungan inilah
terdapat 4 arca batu yakni arca Batara Guru, Togog, Wisnu dan Narada. Sampai sekarang belum
ada yang tahu bagaimana caranya mengangkut arca-arca tersebut sampai ke puncak mengingat
medan yang sangat sulit.

Masih disekitar puncak tersebut pada tahun 1990 Balai Arkeologi Yogyakarta juga menemukan
Prasasti Rahtawun. Selain 4 arca tersebut di kawasan itu terdapat juga 6 tempat pemujaan yang tersebar
dari arah bawah hingga puncak gunung. Keenam tempat pemujaan tersebut diberi nama tokoh
pewayangan seperti Abiyoso, Bambang Sakri, Jonggring Saloko, Pandu Dewonoto, Sekutrem dan
Kamunoyoso
3. KERAJAAN KEDIRI

Negara Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai banyak kepulauan yang tersebar ke seluruh
penjuru tanah air. Sehingga tidak mengherankan jika terdapat banyak sekali kebudayaan, norma-norma
dan adat-istiadat yang berlaku di masyarakat.

Sebelum Indonesia menjadi negara kesatuan dalam NKRI dahulu kala Indonesia merupakan wilayah
kerajaan dan salah satunya adalah Kerajaan Kediri. Ada berbagai macam kerajaan yang ada di wilayah
Indonesia, mulai dari kerajaan yang bercorak Budha, Hindu bahkan Islam.

Salah satu kerajaan bercorak Hindu yang sangat terkenal di nusantara adalah Kerajaan Kediri. Kerajaan
ini ini biasa disebut juga dengan Kerajaan Panjalu yang terletak di Jawa Timur sekitar tahun 1042-
1222.

Pusat kerajaan Panjalu (Kediri) terletak di kota Daha tepatnya kalau sekarang di sekitar kota Kediri.
Kota Daha (Dahanapura) ini sendiri sudah ada sebelum kerajaan ini berdirinya.

Hal ini bisa dilihat dari adanya prasasti Pamwatan pada tahun 1042 dari Airlangga. Untuk lebih
jelasnya mari kita simak mengenai sejarah, raja-raja hingga peninggalan kerajaan Hindu ini.

Sejarah Kerajaan Kediri

Sebelum kerajaan yang dipimpin oleh Airlangga ini pecah menjadi dua bagian sudah memiliki nama
Panjalu yang terletak di Daha. Kerajaan Janggala terlahir dari pecahan Kerajaan Panjalu sedangkan
Kahuripan adalah kota lama yang ditinggalkan Airlangga yang kemudian menjadi ibukota Janggala.

Wilayah Kerajaan  Janggala meliputi Malang, Pasuruan, Surabaya dan sungai Brantas (pelabuhan kota
Rembang). Sedangkan untuk kerajaan Panjalu dengan ibukota Daha wilayahnya meliputi Madiun dan
Kediri. Batas antara wilayah Panjalu dan Janggala ini diceritakan dalam prasasti Mahaksubya (1289)
yang tertulis dalam kitab Negarakertagama (1365 M), Calon Arang 1540 M.
Bahwa batas wilayah antara kedua kerajaan tersebut adalah sungai Brantas dan gunung Kawi. Kerajaan
Kediri sendiri mengalami kehancuran pada masa pemerintahan raja Kertajaya atas sikapnya yang
bertentangan sekali dengan kaum Brahmana.

Raja kertajaya ini menyuruh para kaum Brahmana untuk menyembah dirinya laksana dewa. Aturan raja
Kertajaya ini tentu saja ditolak oleh kaum Brahmana karena melanggar agama.

Kaum Brahmana kemudian meminta bantuan Ken Arok pimpinan dari Kadipaten Tumapel guna
menyerang raja Kertajaya. Dari peperangan ini dimenangkan oleh Ken Arok sehingga Kerajaan Kediri
menjadi bawahan wilayah Tumapel lalu berganti nama Kerajaan Singasari.

Raja-Raja Kerajaan Kediri

Sebagai kerajaan yang sangat termasyhur Kediri pernah diperintah oleh 8 raja mulai dari awal
berdirinya hingga masa keruntuhannya. Dari kedelapan raja-raja yang pernah memerintah hanya Prabu
Jayabaya saja yang mampu mengantarkan kerajaan Kediri mencapai masa keemasan. Adapun urutan
dari kedelapan raja Kediri yang pernah berkuasa di jamannya adalah sebagai berikut

1. Sri Jayawarsa

Sejarahnya bisa diketahui dari sebuah prasasti Sirah Keting (1104 M)yang mana raja Sri Jayawarsa
sangat perhatian terhadap rakyatnya. Hal ini terbukti pada masa pemerintahannya Sri Jayawarsa sering
memberikan hadiah terhadap rakyat desa sebagai penghargaan atas jasanya. Selain itu Jayawarsa selalu
berusaha keras untuk meningkatkan kesejahteraan hidup rakyatnya.

2. Sri Bameswara

Banyak meninggalkan prasasti-prasasti yang tersebar di daerah Kertosono dan Tulung Agung. Prasasti
peninggalan raja Sri Bameswara ini lebih banyak memuat hal-hal mengenai keagamaan. Sehingga
melalui prasasti ini bisa diketahui kalau keadaan pemerintahannya pada jaman dulu sangatlah baik.

3. Prabu Jayabaya

Kerajaan Kediri pernah mengalami masa keemasan pada saat pemerintahan Prabu Jayabaya. Strategi
kepemimpinannya dalam upaya memakmurkan dan mensejahterakan rakyat memang sangat
mengagumkan sekali.

Kerajaan dengan ibukota Dahono Puro yang berada di bawah kaki Gunung Kelud ini tanahnya memang
subur sekali. Sehingga membuat segala macam tumbuhan yang di tanam bisa tumbuh menghijau
menyebabkan hasil perkebunan dan pertanian melimpah ruah.
4. Sri Sarwaswera

Sejarah tentang kerjaan yang di pimpin oleh Sri Sarwaswera ini didasarkan atas prasasti Padelegan II
(1159) serta prasasti Kahyunan (1161). Raja Sri Sarwaswera sangat terkenal sebagai raja yang sangat
taat beragama serta berbudaya. Menurutnya tujuan akhir dari hidup manusia adalah moksa
(pemanunggalan jiwatma dan paramatma). Jalan yang utama atau benar adalah sesuatu yang menuju ke
kesatuan, jadi jika ada sesuatu yang menghalangi berarti tidak benar.

5. Sri Aryeswara

Raja Sri Aryeswara merupakan raja Kediri yang berkuasa sekitar tahun 1171, hal ini berdasarkan
prasasti Angin 23 Maret 1171. Ganesha merupakan lambang kerajaan pada masa pemerintahan raja Sri
Aryeswara namun tidak diketahui kapan masa pemerintahannya ini berakhir. Gelar abhisekanya adalah
Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.

6. Sri Gandra

Masa pemerintahan raja Sri Gandra bisa diketahui melalui prasasti Jaring tahun 1181. Pada masa
pemerintahan raja Sri Gandra ini banyak menggunakan nama hewan sebagai gelar kepangkatan
seseorang dalam istana. Nama-nama ini menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang di istana
kerajaan seperti nama gajah, tikus dan kebo.

7. Sri Kameswara

Melalui prasasti Ceker 1182 serta Kakawin Smaradhana bisa diketahui tentang masa kejayaan
pemerintahan raja Sri Kameswara. Pada masa pemerintahannya tahun 1182 – 1185 M seni  sastra
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu buktinya adalah Mpu Dharmaja yang
mengarang buku (kitab) Smaradhana. Banyak cerita-cerita rakyat yang sangat terkenal pada masa itu
seperti misalnya cerita Panji Semirang.

8. Sri Kertajaya

Pemerintahan raja Sri Kertajaya berlangsung dari tahun 1190 – 1222 Masehi dan terkenal dengan nama
“Dandang Gendis”. Selama pemerintahan raja Sri Kertajaya kestabilan Kerajaan Kediri menurun
karena hubungannya dengan kaum Brahmana semakin kurang bagus. Banyak kaum Brahmana yang
lari dan minta tolong kepada Ken Arok selaku pimpinan Kadipaten Tumapel.

Maka terjadilah perang antara raja Sri Kertajaya dengan Ken Arok yang didukung oleh kaum
Brahmana. Peperangan ini terjadi sekitar tahun 1222 M di dekat Ganter dengan kemenangan di tangan
Ken arok. Masa pemerintahan raja Sri Kertajaya bisa dilihat dari prasasti-prasasti peninggalannya.
Seperti prasasti Kamulan 1194, prasasti Galunggung 1194, prasasti Palah 1197, prasasti
Nagarakretagama dan Pararaton, serta Wates Kulon 1205.

Peninggalan Kerajaan Kediri

Ada beberapa jenis peninggalan dari masa kerajaan Hindu terbesar di Indonesia ini. Peninggalan ini
ada yang berupa prasasti dan ada pula yang berupa kitab (karya sastra) yang sangat terkenal. Adapun
peninggalan dari kerajaan Hindu Kediri yang berupa prasasti adalah:

 Banjaran (974 Saka/1052)


 Turun Hyang (974 Saka/1052 M)
 Hantang (1057 Saka/1135 M)
 Padlegan (1038 Saka/1116)
 Lawudan (1127 Saka/1205)
 Jaring ( 1103 Saka/1181)
Pada jaman Kediri kitab (karya sastra) mengalami perkembangan yang sangat pesat sekali. Sehingga
banyak sekali karya sastra terkenal yang telah dihasilkan pada masa kerajaan Hindu ini. Diantara
peninggalan kerajaan yang berupa kitab (karya sastra) yang sangat terkenal itu antara lain adalah :

 Wertasancaya karangan Mpu Tan Akung.


 Smaradhahana gubahan Mpu Dharmaja.
 Lubdaka karangan Mpu Tan Akung.
 Kresnayana karangan Mpu Triguna.
 Samanasantaka karangan Mpu Monaguna.
 Baharatayuda gubahan Mpu Sedah dan Mpu Panuluh
 Gatotkacasraya serta Kitab Hariwangsa gubahan Mpu Panuluh.

Semua kitab (karya sastra) tersebut saling mengajarkan kepada seluruh umat di dunia untuk saling
berbuat kebaikan. Karena dengan kebaikan pasti akan tercipta kerukunan dan persatuan umat yang
nantinya akan mengarah ke kesatuan bangsa. Bangsa yang sukses adalah bangsa yang bisa menghargai
jerih payah rakyatnya sendiri.

4. KERAJAAN SINGASARI
Kerajaan Singasari merupakan Kerajaan yang berada di Jawa Timur tahun 1222 dan didirikan oleh Ken
Arok. Diperkirakan lokasi Kerajaan ini berada di daerah Singasari, Malang. Nama Kerajaan yang
sebenarnya adalah Kerajaan Tumapel dan beribukota di Kutaraja.

Awalnya Kerajaan Tumapel merupakan sebuah daerah bawahan Kerajaan Kadiri dan waktu itu
Tunggul Ametung menjabat sebagai akuwu atau setara camat. Beliau dibunuh dengan cara ditipu oleh
pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok yang kemudian menjabat sebagai akuwu baru.

Kerajaan ini pernah berjaya pada masa kepemimpinan Kertanagara yang sekaligus menjadi raja
terbesar dalam sejarah Kerajaan. Beliau mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk membuat
Sumatera sebagai benteng pertahanan. Kemudian pada tahun 1284, beliau juga mengadakan ekspedisi
untuk menaklukkan Bali.

Runtuhnya Kerajaan ini adalah akibat dari sibuknya mengirim angkatan perang ke luar Jawa serta
pemberontakan Jayakatwang dan berhasil membunuh Raja Kertanegara. Jayakatwang kemudian
membangun ibukota di Kadiri atau yang sekarang disebut Kediri.

Peninggalan Kerajaan Singasari


1. Candi Jago

Candi Jago merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Singasari yang mana memiliki arsitekstur yang
memiliki susunan layaknya teras punden berundak. Bentuk dari candi ini cukup unik, pasalnya bagian
atas dari candi ini hanya tersisa sebagian saja.

Karena menurut sejarah, Candi Jago pernah tersambar petir. Jika Anda berkunjung ke Candi ini, Anda
akan menemukan relief Kunjarakarna serta relief Pancatantra. Batu yang digunakan pada keseluruhan
bangunan candi menggunakan batu andesit. Konon, candi ini juga digunakan Raja Kertanegara untuk
beribadah.

2. Candi Singasari

Letak candi ini berada di Kecamatan Singasari, Kabupaten Malang, tepatnya di lembah antara
Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna. Disebutkan dalam Kitab Negarakertagama dan Prasasti
Gajah Mada tahun 1351 Masehi, bahwa candi ini merupakan kediaman terakhir dari Raja Kertanegara.
Yang tidak lain tidak bukan ialah raja Singasari terakhir.

Disebutkan bahwa Raja Kertanegara berpulang pada tahun 1292 karena diserang oleh Jayakatwang
yang memimpin tentara Gelang-gelang. Diduga kuat bahwa pembangunan Candi Singasari ini tidak
pernah selesai dibangun.

3. Arca Dwarapala

Arca Dwarapala merupakan peninggalan Kerajaan Singasari yang memiliki bentuk seperti monster
dengan ukuran yang sangat besar. Menurut juru kunci tempat ini, arca Dwarapala merupakan sebuah
tanda bahwa Anda masuk ke wilayah Kotaraja.

Akan tetapi hingga saat ini, letak Kotaraja Singasari tidak ditemukan secara pasti. Sehingga Arca
Dwarapala dikategorikan sebagai peninggalan Kerajaan Singasari.

4. Candi Sumberawan

Candi ini merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa Timur dan berlokasi sekitar 6
kilometer dari Candi Singasari. Selain sebagai peninggalan Kerajaan, tentu candi ini juga digunakan
oleh umat Buddha pada saat itu.

Jika dilihat, pemandangan dari candi ini terlihat indah karena lokasi candi ini berada di dekat telaga
dengan air yang sangat bening. Sehingga nama candi ini diberi nama Candi Sumberawan.

5. Candi Jawi

Berada di pertengahan jalan raya antara Pandaan – Prigen serta Pringebukan, candi ini sering dikira
tempat ibadah umat Buddha. Tetapi sebenarnya, tempat ini merupakan tempat untuk menyimpan abu
dari Raja Kertanegara.

Selain di Candi Jawi, abu dari Raja Kertanegara juga disimpan di Candi Singasari. Sehingga Candi
Jago, Candi Jawi, serta Candi Singasari memiliki hubungan yang erat.

6. Candi Kidal

Salah satu warisan dari Kerajaan Singasari adalah Candi Kidal dan dibangun sebagai sebuah
penghormatan raja kedua Singasari, yaitu Anusapati. Beliau memerintah Singasari selama kurang lebih
20 tahun, yaitu sekitar tahun 1227 hingga tahun 1248.
7. Prasasti Singasari

Peninggalan Kerajaan Singasari ini ditemukan di Singasari, Kabupaten Malang. Prasasti ini dibuat
tahun 1351 Masehi serta ditulis menggunakan aksara jawa. Penulisan prasasti ini ditujukan untuk
mengenang pembangunan candi pemakaman yang dilakukan oleh Mahapatih Gajah Mada.

8. Prasasti Manjusri

Prasasti Manjusri merupakan sebuah manuskrip yang dibuat pada bagian belakang Arca Manjusri pada
tahun 1343. Awalnya prasasti ini ditempatkan di Candi Jago, akan tetapi sekarang prasasti ini disimpan
di Museum Nasional, Jakarta.

9. Prasasti Wurare

Isi dari prasasti ini merupakan sebuah peringatan penobatan arca Mahaksobhya di tempat bernama
Wurare, sehingga prasasti ini dinamai Prasasti Wurare. Ditulis menggunakan bahasa Sansekerta serta
bertanggal 21 November 1289 atau sekitar tahun 1211 Saka.

Prasasti ini juga dibuat sebagai penghormatan serta pelambang bagi Raja Kertanegara yang dianggap
sudah mencapai derajat Jina. Tulisan dari prasasti ini ditulis melingkar pada bagian bawah prasasti.

10. Prasasti Mula Malurung

Prasasti ini merupakan sebuah piagam penganugerahan sekaligus pengesahan Desa Mula serta Desa
Malurung untuk seorang tokoh bernama Pranaraja. Bentuk dari prasasti ini berupa lempengan-
lempengan tembaga yang diterbitkan Raja Kertanegara tahun 1255 atas perintah ayahnya.

Lempengan ini ditemukan di dua waktu yang berbeda, yaitu tahun 1975 di sekitar kota Kediri, Jawa
Timur. Kemudian ditemukan lagi pada bulan Mei tahun 2001 di lapak penjual barang loak yang mana
tidak jauh dari lokasi sebelumnya. Semua lempengan ini sudah disimpan di Museum Nasional, Jakarta.
5. KERAJAAN MAJAPAHIT

Bermula dari adanya serangan Jayakatwang yang menyerang Kerajaan Singosari. Raden Wijaya yang
bertugas menghadang pasukan di sebelah utara ternyata mendapati serangan lebih besar dilancarkan
dari arah selatan.

Raden Wijaya pun kembali ke istana. Melihat istana yang porak poranda dan terbunuhnya Kertanegara,
akhirnya Raden Wijaya melarikan diri. Raden Wijaya melarikan diri bersama tentaranya yang setia
dengan dibantu penduduk desa Kugagu.

Setelah dirasa aman, Raden Wijaya menuju Madura meminta perlindungan Aryawiraraja. Oleh
Aryawiraraja, Raden Wijaya dihadiahi hutan tarik agar diurus sebagai daerah kekuasaannya.

Hutan tarik sebagai hadiah tersebut dijadikan sebagai sebuah desa yang diberi nama Majapahit. Nama
Majapahit sendiri diambil dari kata “buah maja yang berasa pahit”. Hal ini karena didaerah tersebut
banyak sekali ditemukan buah maja dengan mudahnya.

Pada saat itu pula, pasukan tentara Mongol datang ke Jawa dengan dipimpin oleh Shih-Pi, Ike-Mise,
dan Kau Hsing yang bermaksud mencari Kertanegara untuk dihabisinya.

Adanya situasi ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya dengan memberitahukan bahwa Kertanegara
sedang berada di istana. Namun, para tentara Mongol tidak mengetahui jika Kertanegara telah tewas,
dan Kertanegara yang dimaksudkan Raden Wijaya adalah Jayakatwang.

Setelah Kertanegara palsu (Jayakatwang) terbunuh, para tentara Mongol berpesta. Keadaan ini pun
dimanfaatkan kembali oleh Raden Wijaya dengan menyerang pasukan Mongol hingga terusir dari Jawa
dan kembali ke negerinya. Sehingga pada tahun 1293 Raden Wijaya naik tahta dan dinobatkan menjadi
raja dengan gelar Sri Kertajasa Jayawardhana.
Kehidupan Di Kerajaan Majapahit

Aspek kehidupan di Kerajaan Majapahit juga menarik untuk diketahui lho. Lantas bagaimana
kehidupan pada Kerajaan terbesar di Indonesia ini dalam berbagai aspek? Inilah penjelasannya :

a. Kehidupan Politik Kerajaan Majapahit

Kehidupan politik di Kerajaan Majapahit penuh lika-liku pemberontakan yang terjadi. Pemberontakan
terjadi bermula Raden Wijaya menjadi raja. Banyak pemberontakan yang dilakukan oleh Ronggolawe,
Sora, dan Nambi. Pemberontakan yang sering terjadi itu tak lain adalah untuk menjatuhkan Raden
Wijaya.

Meskipun begitu, Raden Wijaya tetap mampu mengatasinya karena kecerdikan yang dimilikinya. Masa
pemerintahan Raden Wijaya berakhir tahun 1309, hal ini karena Raden Wijaya meninggal dunia.
Pewaris kerajaan selanjutnya adalah Jayanegara yang tak lain adalah putra Raden Wijaya. Kala itu, dia
baru berusia 15 tahun.

Di masa pemerintahan Jayanegara juga banyak sekali terjadi pemberontakan ditambah dengan
kemampuan Jayanegara yang minim terhadap kerajaan. Hingga akhirnya Jayanegara dijuluki “Kala
Jamet” yang artinya lemah dan jahat. Selain itu, pemberontakan Ra Kuti adalah pemberontakan paling
berbahaya yang hampir menjatuhkannya.

Di sisi lain, Gajah Mada pun menyelamatkannya dan dibawa ke tabib desa Badaran. Namun, ternyata
tabib tersebut memiliki dendam yang akhirnya Jayanegara dibunuhnya. Gajah Mada pun membalaskan
dengan membunuh tabib tersebut.

Kerajaan pun diteruskan oleh sang adik, Gayatri yang bergelar Tri Buana Tunggadewi. Pada masanya
juga terjadi banyak pemberontakan, namun lagi-lagi berhasil ditumpas oleh Gajah Mada. Gajah Mada
pun dilantik menjadi mahapatih kerajaan.

Setelah itu, dia mengucapkan sumpah yang dikenal dengan sumpah palapa. Tak lama setelah itu, Sang
Ratu meninggal dunia. Pemerintahannya hanya berlangsung 1328-1350 M saja. Setelah itu digantikan
oleh Hayam Wuruk hingga mencapai puncak keemasannya.

b. Kehidupan Ekonomi

Letak Kerajaan Majapahit yang strategis, berada di dataran rendah, dan banyaknya pelabuhan-
pelabuhan menjadikan perekonomian berkembang pesat. Mayoritas penduduknya adalah pedagang, ada
juga pengrajin emas, perak, dan lain-lain.

Komoditas ekspor kerajaan berupa lada, garam, kain, dan burung kakak tua. Kerajaan Majapahit juga
membuat mata uang dengan campuran perak, timah putih, timah hitam dan tembaga. Selain itu,
berbagai infrastruktur juga turut dibangun.
c. Kehidupan Kebudayaan

Kehidupan kebudayaan kerajaan sangatlah maju pada masa itu. Hal ini karena berbagai perayaan
keagamaan maupun perayaan adat lainnya dirayakan setiap tahunnya yang disambut meriah penduduk
Majapahit.

Raja-Raja Kerajaan Majapahit

Tentu saja Kerajaan Majapahit memiliki beberapa raja yang terkenal, beberapa diantaranya adalah :

 Raden Wijaya (1293-1309 M)


 Jayanegara (1309-1328 M)
 Tribuana Tunggadewi (1328-1350 M)
 Hayam Wuruk (1350-1389 M)
 Kusumawardani Wikramawardhana (1389-1399 M)
 Suhita (1399-1429 M)
 Bhre Tumapel atau Kertawijaya (1447-1451 M)
 Rajasawardhana (1451-1453 M)
 Purwawisesa (1456-1466 M)
 Kertabumi (1466-1478 M)
Masa Kejayaan Dan Keruntuhan Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit mencapai puncak keemasannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk yang
merupakan cicit dari Raden Wijaya. Di usianya yang belia, Hayam Wuruk diangkat menjadi raja
Kerajaan Majapahit.

Meskipun usianya masih sangat muda, Hayam Wuruk merupakan sosok pekerja keras dan gigih.
Bersama Gajah Mada, Hayam Wuruk berhasil menaklukkan hampir seluruh wilayah nusantara dan
menjadikan Majapahit sebagai kerajaan terbesar saat itu. Bahkan sampai memperluas wilayah
kekuasaannya hingga ke Thailand, Singapura, dan Malaysia.

Namun sejak sepeninggal Gajah Mada dan Hayam Wuruk, Kerajaan Majapahit mengalami
kemunduran drastis. Ditambah dengan pengaruh Islam yang sudah meluas sehingga banyak sekali
serangan-serangan kerajaan baru Islam menyebabkan Kerajaan Majapahit pun runtuh.

Peninggalan Kerajaan Majapahit


Kerajaan Majapahit yang telah lama berdiri dan menikmati banyak kejayaan tentunya memiliki
peninggalan-peninggalan tersendiri. Beberapa peninggalan Kerajaan Majapahit ini antara lain :

1. Candi Tikus

Seperti namanya, candi ini ketika ditemukan terdapat banyak sarang tikus liar didalamnya. Candi ini
terletak di situs arkeolog Triwulan. Yakni dapat kita temukan di Dukuh Mente, Desa Bejijong,
Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur.

2. Candi Brahu

Sama seperti Candi Tikus, Candi Brahu ini juga dapat kita temukan di situs arkeolog Trowulan. Candi
ini pada masa Kerajaan Majapahit difungsikan untuk pembakaran mayat para raja. Bangunan ini dibuat
oleh Mpu Sendok pada masa itu.

3. Gapura Bajang Ratu

Bangunan gapura yang unik dan bernuansa Majapahit ini dapat kita temukan di Desa Temon,
Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Gapura ini dibangun sekitar abad ke 14 Masehi.

Gapura ini pada dasarnya seperti yang disebutkan dalam Kitab Negarakertagama.  Bahwa bangunan ini
difungsikan sebagai pintu masuk untuk memasuki tempat suci saat memperingati wafatnya raja
Jayanegara pada saat itu.

4. Gapura Wringin Lawang

Gapura apik yang satu ini tentunya memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda dengan gapura lainnya.
Lokasi dari Gapura Wringin Lawang berada di Desa Jatipasar, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa
Timur.

Bangunan yang terbuat dari bata merah ini memiliki tinggi 15,5 meter. Dari segi gaya arsitektur, maka
candi ini nampak mirip dengan Candi Bentar. Gapura ini pada waktu itu sebagai gerbang untuk
memasuki kediaman Mahapatih Gajah Mada.

5. Candi Jabung

Candi unik yang satu ini merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit yang menarik. Pasalnya, candi ini
hanya terbuat dari tumpukan bata merah. Namun, tidak perlu diragukan lagi akan kekuatannya yang
dapat bertahan lama.

Candi ini pernah disinggahi Hayam Wuruk pada tahun 1359 yang mana saat itu Hayam Wuruk
berlawat mengelilingi Jawa Timur. Candi ini dapat kita temukan di Desa Jabung, Paiton, Probolinggo,
Jawa Timur.

Anda mungkin juga menyukai