Anda di halaman 1dari 18

MANAJEMEN SYARIAH

PRINSIP-PRINSIP DALAM PERBANKAN SYARIAH

1. Prinsip Titipan atau Simpanan ( Al-Wadiah )


Dari bahasa Arab, al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari
satu pihak ke pihak lainnya. Jadi, jika kita kaitkan dengan perbankan
Syariah, maka al-wadi’ah merupakan titipan murni dari seorang atau
sekelompok nasabah ke pihak bank. Jika ada seorang nasabah yang ingin
membuka tabungan syariah atas dasar akad wadiah, maka nasabah
tersebut sebenarnya menitipkan atau menyimpan sejumlah uang ke
bank dan uang tersebut bisa diambil sewaktu-waktu oleh nasabah.

Ada 2 istilah yang penting untuk Anda ketahui dalam akad wadiah, yaitu:

 Muwadi’= pemilik barang (uang), atau penitip barang (uang) atau


nasabah
 Mustauda’= pihak yang dititipi barang (uang), atau pihak yang
menyimpan barang (uang) atau bank

Syarat al-wadi’ah adalah syarat yang wajib dipenuhi atau mengikat


kepada tiga rukun al-wadi’ah di atas, yakni  Muwaddi’, Wadii’, dan
Wadi’ah itu sendiri. 

Adapun syarat-syarat sahnya al-wadi’ah adalah sebagai berikut.

o Baik Muwaddi’ dan Wadii’ harus berakal sehat. 


o Keduanya juga harus sudah aqil baligh dan memiliki kelayakan
untuk melakukan akad-akad berkaitan dengan harta. 
o Jika Muwaddi’ menerima titipan dari anak kecil, maka ia harus
menjamin titipan tersebut meskipun bukan merupakan
kesalahannya. 
o Titipan dari anak kecil juga hanya berlaku jika tidak ada ketentuan
jual beli yang tidak dipahami oleh anak kecil. 

a) Al-wadiah yad amanah adalah pihak yang menerima tidak boleh


menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan,
tetapi harus benar-benar menjaganya sesuai kelaziman. Pihak
penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai
biaya penitipan.

Contoh Al-wadiah yad Amanah adalah layanan save deposit box yang
dimiliki perbankan.

b) Al-Wadi'ah yad adh-dhamanah adalah pihak yang menerima titipan


boleh menggunakan dan memanfaatkan barang titipan atau uang yang
dititipkan. Tentunya pihak bank dalam hal ini mendapat bagi hasil dari
pengguna dana. Bank dapat memberikan intensif kepada penitip dalam
bentuk bonus.

Contoh dari penerapan akad Wadiah Yad Adh-Dhamanah adalah pada


produk tabungan dan giro bank syariah. 

2. Pirnsip Bagi Hasil ( Profit Sharing )


Bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil
usaha antara penyedia dana dan pengelola dana. Profit sharing berarti
kesepakatan untuk membagikan keuntungan dari suatu usaha.
Keuntungan yang berasal dari pendapatan yang sudah dikurangi dengan
ongkos produksi atau operasional sehingga hasil yang didapatkan
merupakan keuntungan bersih.

Berikut beberapa prinsip bagi hasil :


 Adanya kesepakatan yang jelas
Dalam sebuah kesepakatan, tentu harus ada kejelasan bagaimana
hal tersebut dilakukan. Hal ini terutama berlaku untuk
permodalan, apakah pihak investor memberikan seluruh
modalnya, atau hanya sebagian.
 Adanya kejelasan usaha yang dilakukan
Jenis usaha yang dilakukan dan diketahui harus disepakati
bersama, begitu pula jika pengelola modal memutuskan untuk
mengganti atau mengembangkan usahanya. Hal tersebut penting
agar tidak timbul perselisihan di kemudian hari.
 Adanya ketentuan waktu
Dalam bagi hasil, perlu disepakati kapan proses pembagian terjadi
kepada seluruh pihak, apakah setiap bulan, atau rentang waktu
lainnya. Jika terjadi keterlambatan, tentu seluruh pihak harus
memahami kondisi bisnis dan bersepakat untuk menerima
keterlambatan pemberian hasil.
 Adanya ketentuan pembagian
Seperti dijelaskan sebelumnya, terdapat berbagai mekanisme
dalam membagikan hasil. Perlu ditentukan sejak awal bagaimana
mekanisme yang akan dilakukan.

a. Al Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak


di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah
modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal.
Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen
modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.

Contoh dari penerapan Al mudharabah dalam bank syariah yaitu:


saudara A ingin membuka usaha dibidang kuliner. Untuk membuka
usaha tersebut, saudara A memerlukan modal yang cukup banyak,
tetapi uang yang ia miliki tidak cukup untuk dijadikan modal
usahanya. Untuk menutupi kekurangan modal usahanya, akhirnya dia
pun memutuskan untuk meminjam uang kepada bank syariah sebesar
Rp30.000.000,00. Uang tersebut digunakan untuk modal usaha dengan
perjanjian bagi hasil, yakni saudara A akan mendapat keuntungan
sebesar 60% dan bank syariah akan mendapat keuntungan sebesar
40% dengan jangka waktu pengembalian setahun. Setelah persetujuan
kedua belah pihak ditandatangani, saudara A diberikan pinjaman
sebesar Rp30.000.000,00.

Pada bulan pertama, saudara A mencatat pada bukunya bahwa ia telah


mendapatkan keuntungan sebesar Rp3.000.000,00. Ia mencatat semua
keuntungan bersih yang didapatkannya pada buku khusus sebelum
disetorkan kepada bank. Setelah dicatat, setiap bulan saudara A selalu
menyetor uangnya pada bank syariah melalui tabungan mudharabah.
Hingga pada akhir tahun, tercatat bahwa saudara A telah mendapatkan
keuntungan sebesar Rp36.000.000,00.

Setelah satu tahun lamanya saudara A menjalani usaha tersebut dan


menyetor uangnya kepada bank syariah melalui tabungan
mudharabah, ia pun dapat mengembalikan uang yang dipinjam beserta
keuntungannya pada bank syariah untuk dilakukan pembagian hasil
sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui. Setelah dihitung
pembagian hasilnya, saudara A memperoleh keuntungan sebesar
Rp21.600.000,00. (60%) dan bank memperoleh keuntungan sebesar
Rp14.400.000,00,00. Tepat saat jatuh tempo, akhirnya saudara A
dapat mengembalikan pinjaman beserta keuntungan kepada bank
sebesar Rp44.400.000,00.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah akad yang


dilakukan oleh pemilik modal dan pengelola modal untuk bekerja
sama dengan menggunakan sistem bagi hasil, yakni keuntungan yang
diperoleh akan dibagi kepada kedua belah pihak sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati, dan apabila mengalami kerugian
maka yang menanggung adalah pemilik modal, kecuali kerugian
tersebut akibat dari kecurangan yang dilakukan oleh pengelola modal.

b. Al Musyarakah adalah kerjasama antara dua pihak yang saling


memberikan kontribusi berupa dana untuk membangun sebuah usaha,
dengan keuntungan dan resiko yang akan ditanggung bersama sesuai
kesepakatan.

Contoh dari penerapan Al Musyarakah


Pak Burhan telah menjalankan usaha restoran dengan modal senilai
Rp. 100.000.000,- untuk memperbesar usahanya pak Burhan sepakat
melakukan kerja sama dengan BPRS Syariah Way Kanan dengan
mendapat dana tambahan sebesar Rp. 100.000.000,-. Nisbah bagi
hasilnya adalah 75% untuk pengelola dan 25% untuk Bank BPRS
Syariah Way Kanan. Pada bulan pertama usaha tersebut memperoleh
keuntungan bersih Rp. 5.000.000,- maka bagi hasilnya untuk Pak
Burhan Rp. 3.750.000,- dan untuk BPRS Syariah Way Kanan adalah
Rp. 1.250.000,- sedang pada bulan lain sesuai pada keuntungan bulan
berjalan.

3. Prinsip Jual Beli ( Al – Tijarah )


I. Al Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan
harga perolehan dan keuntungan (margin) yang di sepakati oleh
penjual dan pembeli.

Contoh : ada seorang pedagang kita sebut si A tidak mampu


mendapatkan barang dari produsen. Kemudian A meminta agen
kita sebut si B untuk mengusahakan langganan barang tersebutr
secara tetap dan rutin dengan perjanjian.kelak si A akan mendapat
keuntungan dari sekian jumlah unit barang yang dipesan.
II. Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan
pengiriman oleh penjual dan pelunasanya dilakukan segera oleh
pembeli sebelum barang pesanan tersebut di terima sesuai syarat
syarat tertentu.

Contoh: jual beli barang yang belum tersedia saat pemesanan atau
transaksi pembelian.

III. Istishna adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang
juga bertindak sebagai penjual.

Contoh: bila seorang telah memwakafkan sebidang tanah, maka


hak pengairan dan hak lalu lintas pada tanah itu ikut terbawa
karena di qiyas kan dengan menyewakan.

4. Prinsip Sewa ( Al Ijarah )


Ijarah berasal dari bahasa Arab yang memiliki makna imbalan, atau upah
sewa/jasa. Istilah “Ijarah” pada umumnya digunakan dalam perbankan
syariah. Secara makna dan konteksnya dalam perbankan, Ijarah adalah
pemindahan hak guna suatu barang dengan pembayaran biaya sewa tanpa
diikuti pemindahan kepemilikan atas barang tersebut. Singkat kata Ijarah
berarti menyewa suatu tanpa maksud memilikinya.

i. Ijarah Sewa Murni adalah proses perjanjian sewa menyewa


biasa. Dimana pihak tetap memiliki kedudukan sebagaimana awal
perjanjian, yaitu antara pihak yang menyewakan dan pihak yang
menyewa barang. Setelah masa sewa berakhir, para pihak kembali
pada kedudukannya masing-masing.

Contoh: menyewa buruh atau tukang banguan untuk melakukan


pekerjaan seperti membangun rumah,gedung, jalan, jembatan dan
lainlain.

ii. Ijarah Al – Mutahiya Bit Tamlik adalah transaksi sewa dengan


perjanjian untuk menjual atau menghibahkan objek sewa di akhir
periode sehingga transaksi ini diakhiri dengan kepemilikan objek
sewa.
Contoh: seorang nasabah BMT hendak membeli sepeda motor,
namun uangnya tidak mencukupi. Maka nasabah tersebut bisa
membeli sepeda motor tersebut kepada BMT dengan cara di
angsur.
5. Prinsip Jasa ( Fee Based Service )
1) Al Wakalah dalam hukum Islam adalah pelimpahan kekuasaan
oleh seseorang sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai
pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan.
 Contoh Al Wakalah, seseorang mewakilkan kepada orang lain
untuk bertindak sebagai wali nikah dalam pernikahan anak
perempuannya. Contoh lain seorang terdakwa mewakilkan urusan
kepada pengacaranya.

2) Al Kafalah adalah perjanjian pemberian penjaminan atau


penanggungan. Akad Kafalah dalam pebankan Islam merupakan
suatu bentuk penjaminan yang diberikan oleh penanggung/kafiil
(bank syariah) kepada pihak ketiga/makful lahu untuk memenuhi
kewajiban pihak yang ditanggung/ashil (nasabah).

Contoh Al Kafalah

Kafalah bi An-nafs
Winda meminjam uang ke Bank Muamalat, tetapi Winda tidak
punya Assets untuk sebagai penjamin, akhirnya pak lurah
menjamin Winda, supaya Bank merasa yakin, karena lurah
tanggung jawab kepada masyarakatnya. Dengan akad saya yang
menjamin Winda.

Kafalah bil-mal
Pak Andi mempunyai utang 1.000.000,- di Toko Mentari, utang ini
akan dibayar Pak Andi 2 bln yang akan datang, tetapi belum
sempat 2 bln beliau sakit, akhirnya meninggal, dan disini anaknya
menjamin utang tersebut.

3) Al Hawalah dalam (Bahasa Arab: ‫ )ﺣﻮٵﻟﻪ‬bermakna “mengalihkan”


atau “memindahkan”. Di dalam istilah ilmu fiqih hawalah berarti
pengalihan penagihan hutang dari orang yang berhutang kepada
orang yang menanggung hutang tersebut.

Contoh Al Hawalah
Ahmad meminjamkan uang Rp.2000 kepada Bobi. Sedangkan
Bobi memiliki piutang terhadap Cepot dengan jumlah yang sama,
yakni Rp.2000. Dan ketika Ahmad menagih hutangnya terhadap
Bobi, Bobi berkata “ si Cepot memiliki hutang sejumlah Rp.2000
kepadaku, dan engkau dapat menagih kepadanya”. Tetapi, hawalah
hanya dapat terjadi apabila terdapat sebuah kesepakatan diawal di
antara ketiganya.

4) Ar Rahn adalah perjanjian utang piutang dengan menahan barang


sebagai jaminan atas hutang. Murtahin (penerima barang)
mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua
hutang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.

Contoh Ar Rahn

Ani memiliki hutang kepada Budi sebesar 10 juta, sebagai jaminan


atas pelunasan hutang nya maka Ani menyerahkan Motor kepada
Budi, setelah hutang lunas maka Ani dapat mengambil Motor
tersebut.

5) Al Qardh adalah akad pinjaman yang wajib dikembalikan dengan


jumlah yang sama pada waktu yang disepakati. Secara teknis,
pinjaman ini diberikan oleh seseorang atau lembaga keuangan
syariah pada orang lain yang kemudian digunakan untuk kebutuhan
yang mendesak.

Contoh penerapan Al Qardh

Pinjaman talangan haji, yang mana nasabah calon haji diberikan


pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya
perjalanan haji. Nantinya, nasabah akan melunasinya sebelum
keberangkatan haji. Pinjaman tunai dari produk kartu kredit
syariah.

6. Prinsip Penyaluran Dana dalam Bank Syariah


A. Akad Jual Beli
Murabahah
Sesuai dengan Fatwa DSN MUI Nomor 4 tahun 2000, transaksi
murabahah adalah transaksi jual beli antara nasabah yang
membutuhkan barang dengan bank syariah yang membeli barang
tersebut untuk dijual kembali kepada nasabah. Dalam hal ini
nasabah dapat melakukan pembayaran secara angsuran kepada
bank syariah dengan perjanjian jangka waktu tertentu.
Jenis-Jenis Murabahah
Jenis jenis murabahah terdiri dari dua yaitu murabahah dengan
pesanan dan tanpa pesanan. Adapun penjelasan jenis jenis
murabahah adalah berikut ini.
 Murabahah dengan Pesanan
Jenis murabahah yang pertama adalah murabahah dengan
pesanan. Transaksi murabahah dengan pesanan dilakukan
setelah produk yang dipesan pembeli diperoleh oleh penjual.
 Murabahah Tanpa Pesanan
Jenis murabahah berikutnya adalah Murabahah tanpa
pesanan. Jenis akad ini merupakan transaksi murabahah
dilakukan secara langsung tanpa menunggu pemesanan
barang, karena produk telah tersedia.
Contoh Akad Murabahah
Adi adalah seorang pengusaha yang ingin membeli rumah dari Pak
Sutaji, sang pemilik rumah. Pak Sutaji menerangkan bahwa harga
beli rumah tersebut sebesar Rp300 juta dan akan menjualnya
seharga Rp500 juta, sehingga keuntungannya menjadi Rp200 juta.
Namun Adi melakukan penawaran agar keuntungan Pak Sutaji
sebesar Rp150 juta sehingga harga jualnya Rp450 juta. Pak Sutaji
menerima penawaran tersebut sehingga mereka berdua pun sepakat
harga murabahah rumah tersebut adalah Rp460 juta, dengan
angsuran Rp7,5 juta per bulan.
Salam
Akad salam adalah salah satu bentuk jual beli dimana seseorang
melakukan pembelian barang dengan cara pesanan. Pola transaksi
ini banyak dipraktikkan pada sistem jual beli online. Dimana
pembeli membayar terlebih dahulu barang yang disediakan penjual
namun tidak dapat langsung menerima barang tersebut. Setelah
pembayaran lunas oleh pembeli, penjual mengirimkan barang
sesuai spesifikasi yang dimaksud. Pola transaksi ini juga dapat
dilakukan melalui lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah
atau BPR Syariah. Pembiayaan salam dapat dilakukan jika nasabah
memiliki dana cukup untuk membeli barang melalui perantara
lembaga keuangan syariah.
Skema Dasar Akad Salam

Penjelasan pada skema di atas secara sederhana adalah adanya dua


pihak yang akan bertransaksi yaitu penjual dan pembeli. Sebut saja
penjual sebagai A dan pembeli sebagai B. Si B akan membeli
produk berupa traktor. Karena traktor tersebut tidak bisa disediakan
secara langsung saat itu maka si B melakukan akad salam kepada si
A. Si B menjelaskan secara spesifik traktor yang ia inginkan.
Setelah sepakat, traktor tersebut dibuat dan pada waktu yang telah
ditentukan untuk diselesaikan maka traktor tersebut dikirimkan
kepada si A.

Contoh Skema dengan Hitung-Hitungan

Misal, Rohiman menawarkan jasa pembuatan furniture berupa


kursi, meja, dan sebagainya. Kemudian datang seorang customer
sebut saja namanya Aul ingin membeli furniture yang Rohiman
jual. Aul ingin membeli meja dan kursi untuk mengisi rumahnya.
Namun, karena furniture yang Rohiman jual belum ada maka
Rohiman menawarkan akad salam kepada Aul.

Alhasil Aul setuju untuk membeli meja dan kursi dengan akad
salam. Aul menjelaskan spesifikasi meja dan kursi yang ia
butuhkan. Setelah menjelaskan spesifikasinya, Rohiman mencoba
menghitung modal yang dibutuhkan ditambah biaya jasa atas
pembuatan meja dan kursi tersebut.
Modal yang dibutuhkan setelah dihitung-hitung mencapai Rp 5
juta. Rohiman menghitung biaya jasa pembuatan yang kemudian
menjadi keuntungannya adalah sebesar Rp 3 juta. Sehingga total
yang Aul harus bayar adalah Rp 8 juta. Kemudian Rohiman
memberikan kepastian bahwa meja dan kursi akan selesai dalam
waktu 14 hari dan akan dikirimkan langsung ke rumah Aul dengan
menggunakan mobil box.

Aul sepakat dengan jumlah uang dan durasi pengerjaan tersebut.


Alhasil Aul menyerahkan uang sebesar Rp 8 juta kepada Rohiman.
Setelah 14 hari, meja dan kursi tersebut berhasil dibuat dan dikirim
ke rumah Aul dengan menggunakan mobil box sebagaimana yang
telah dijanjikan sebelumnya.

Aul sepakat dengan jumlah uang dan durasi pengerjaan tersebut.


Alhasil Aul menyerahkan uang sebesar Rp 8 juta kepada Rohiman.
Setelah 14 hari, meja dan kursi tersebut berhasil dibuat dan dikirim
ke rumah Aul dengan menggunakan mobil box sebagaimana yang
telah dijanjikan sebelumnya.

Istishna
Akad istishna’ merupakan salah satu bentuk jual beli dengan cara
pesanan. Pada umumnya akad ini digunakan untuk jual beli barang
yang tidak dijual di pasaran. Misalnya untuk pembangunan
gedung, jembatan, dan sebagainya. Nasabah yang melakukan
pengajuan pembiayaan istishna’ dapat bekerjasama dengan bank
untuk menyelesaikan proyek secara keseluruhan atau sebagian.

Misalnya seorang pengusaha membutuhkan dana untuk


pembangunn gedung 45 lantai, tentu butuh biaya yang besar.
Pengusaha tersebut dapat mengajukan pembiiayaan kepada bank
syariah untuk menyediakan modal. Disinilah bank syariah
bekerjasama dengan developer untuk melakukan pembangunan
gedung sesuai spesifikasi yang diminta oleh pengusaha.
Pembayaran pembangunan gedung dapat dilakukan oleh satu atau
beberapa bank syariah sekaligus. Setelah selesai, pengusaha
memiliki kewajiban untuk membayar biaya pembangunan yang
sudah dikeluarkan oleh bank syariah.
Gambar di atas adalah skema akad istishna dimana bank syariah
diposisikan sebagai penjual. Dalam hal ini nasabah memesan
barang yang sesuai spesifikasi kepada bank. Ketika sepakat, bank
memesan barang tersebut kepada produsen pembuat. Sembari
barang tersebut dibuat, Nasabah membayar uang kepada bank
bisa dengan cara bayar diawal, dicicil ataupun diakhir. Ketika
barang tersebut jadi maka barang dikirimkan langsung kepada
nasabah pemesan.

B. Akad sewa ( Ijarah )


Secara harfiah, ijarah berasal dari kata al-ajru dari bahasa Arab
yang menurut bahasa Indonesia berarti ganti dan upah. Sementara
secara etimologi, ijarah bermakna menjual manfaat. Dalam arti
luas, ijarah adalah akad atas kemanfaatan suatu barang dalam
waktu tertentu dengan pengganti sejumlah tertentu yang telah
disepakati.

Dilansir dari Dsnmui.or.id, menurut fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-


MUI/IV/2000, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat)
atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri. Hukum ijarah adalah mubah atau
diperbolehkan.
Contoh praktek ijarah dalam kehidupan sehari-hari misalnya
seseorang ingin mencari bangunan rumah kontrakan untuk menjadi
rumah produksi usahanya dengan biaya 30 juta/tahun. Selanjutnya,
pihak yang ingin menyewa bertemu dengan orang yang dapat
menyewakan propertinya. Setelah menunjukkan kondisi rumah
secara detail pada penyewa tersebut, setelah itu penyewa sudah
yakin bahwa keadaan rumah yang akan disewakan baik untuk
menunjang usahanya.

Pihak yang memiliki bangunan rumah melakukan kesepakatan


dengan penyewa serta meyakinkannya, dan pihak penyewa
menerima kesepakatan untuk menyetujui bahwa akan mengontrak
rumah tersebut sekaligus. Pihak penyewa mendapatkan manfaat
yaitu dengan menempati rumah tersebut dan memanfaatkan semua
isi rumah yang ada untuk usaha sedangkan pihak yang
menyewakan juga mendapatkan manfaat dengan menerima
bayaran. Jika tidak mampu dengan jumlah pembiayaan tertentu
pihak penyewa dapat mengajukan pinjaman bank syariah untuk
memediasi akad ijarah tersebut.

C. Akad Bagi Hasil


Cara pembagian bagi hasil dalam usaha, perbankan maupun
tabungan sebenarnya sangat sederhana. Hasil yang dibagikan bisa
diukur dari omzet maupun profit usaha.

Sistem ini kemudian menjadi prinsip yang diterapkan dalam setiap


produk bank syariah, seperti tabungan, deposito, maupun pinjaman
atau kredit.

Jenis-Jenis Akad dalam Bagi Hasil Beserta Contohnya

Akad Musyarakah
Akad musyarakah adalah kerjasama antara dua pihak yang saling
memberikan kontribusi berupa dana untuk membangun sebuah
usaha, dengan keuntungan dan resiko yang akan ditanggung
bersama sesuai kesepakatan.

Lalu apa bedanya dengan akad musyarakah mutanaqisah?


Musyarakah mutanaqisah adalah kerjasama beberapa pihak
terhadap kepemilikan suatu aset namun dengan besaran
keuntungan yang berbeda satu sama lain. Hal ini disebabkan oleh
diperbolehkannya kepemilikan aset yang lebih besar dari pihak lain
sehingga nilai keuntungan yang didapat juga lebih besar.

Skema Akad Musyarakah

Pada skema akad musyarakah terdapat dua pihak yang akan


berkontribusi dalam suatu proyek. Skema tersebut akan dijelaskan
pada gambar di bawah ini.

Contoh Akad Musyarakah

Akad jenis ini banyak terjadi di sekitar kita. Sebagian besar akad
tersebut dilakukan dalam praktik perbankan, seperti contoh berikut
ini:

Pembiayaan Modal Kerja Bank


Bank akan berperan sebagai pihak pemberi modal (shahibul maal)
yang akan melihat kelayakan suatu bisnis sebelum diberi
pembiayaan. Selanjutnya bank akan meneliti perkembangan bisnis
itu secara berkala agar keuntungan yang diperoleh murni berasal
dari bisnis nasabahnya.

Pembiayaan KPR Bank Syariah


Pembiayaan KPR merupakan salah satu contoh akad musyarakah
dalam perbankan syariah. Unsur musyarakah dalam kerjasama ini
adalah penggabungan modal milik bank dan nasabah untuk
membeli rumah dari developer. Adapun nisbahnya diterima oleh
bank dari sewa yang dibayarkan nasabah tiap bulannya.

Kerjasama Usaha Bagi Hasil


Kerjasama bagi hasil dilakukan dengan meminta investor
menanamkan modalnya dalam pengembangan suatu bisnis.
Nantinya akan dibuat kesepakatan mengenai bagian keuntungan
yang akan diperoleh investor.

Akad Mudharabah
Akad mudharabah adalah jenis akad yang sering ditemukan di
berbagai macam jenis produk atau program yang ditawarkan oleh
bank syariah. Dilansir dari laman resmi Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), salah satu produk yang dijalankan menggunakan prinsip
perjanjian mudharabah adalah pembiayaan.

Secara umum, ada dua jenis akad mudharabah yang biasa


digunakan:

Mudharabah muthlaqah

Dalam transaksi syariah, akad mudharabah mutlaqah adalah istilah


yang akan sering kamu temui. Mutlaqah adalah salah satu jenis
akad mudharabah dimana pemilik modal tidak ikut menentukan
usaha apa yang dilakukan oleh si pengelola modal.

Sifat dana yang diberikan adalah dana bebas, artinya pihak


pengelola dana tidak memiliki batasan dalam menentukan usaha
dan pelaksanaannya. Pihak pemilik modal hanya melakukan
pengawasan untuk memastikan modal usaha yang diberikan
berjalan dengan lancar dan mereka akan menerima nisbah atau bagi
hasil dari usaha tersebut,

Mudharabah muqayyadah

Jenis lainnya adalah akad mudharabah muqayyadah. Jenis ini


merupakan kebalikan dari muthlaqah, pada akad ini pemilik modal
bisa menentukan jenis usaha yang dijalankan. OJK menyatakan
bahwa akad mudharabah muqayyadah ini dibagi menjadi dua, yaitu
akad mudharabah muqayyadah on balance sheet dan akad
mudharabah muqayyadah off balance sheet.
Mudharabah musytarakah

Mudharabah musytarakah adalah jenis akad perpaduan antara akad


mudharabah dan musyarakah. Konsepnya adalah ketika di awal
kerja sama akad yang disepakati yaitu akad mudharabah, dimana
modal seutuhnya dari pemilik dana, namun jika dalam berjalannya
usaha kemudian si pengelola dana tertarik untuk ikut menanam
modal pada usaha tersebut, maka pengelola dana diperbolehkan
untuk melakukannya agar usaha bisa berkembang.

Contoh Akad Mudharabah

Saudara A berencana untuk membuka usaha di bidang kuliner.


Setelah menghitung perkiraan modal awal yang masuk ke dalam
rencana bisnis makanan, dia mengetahui bahwa rencananya
tersebut memerlukan modal yang cukup banyak. Uang yang
dimiliki saudara A ini ternyata tidak cukup untuk dijadikan modal
untuk bisnis kuliner tersebut.

Untuk menutupi kekurangan modal yang dibutuhkan, akhirnya dia


memutuskan untuk meminjam dana kepada bank syariah sebesar
Rp 50.000.000,00. Bank syariah pun menawarkan dana seperti
yang diminta untuk digunakan modal usaha dengan perjanjian bagi
hasil, yaitu saudara A sebagai pengelola modal akan mendapat
keuntungan sebesar 60% dan bank syariah yang memberikan
modal akan mendapat keuntungan sebesar 40% dengan jangka
waktu pengembalian setahun. Setelah kedua belah pihak mencapai
kesepakatan dan keduanya menandatangani persetujuan, saudara A
pun diberikan pinjaman sebesar Rp 50.000.000,00.

Pada bulan pertama, saudara A mencatat pada bukunya bahwa


usahanya telah memberikan keuntungan sebesar Rp 5.000.000,00.
Dia perlu menyetorkan laporan keuntungan bersih yang
diperolehnya pada buku khusus kepada bank. Setelah dicatat,
setiap bulannya juga saudara A harus menyetor uangnya pada bank
syariah melalui tabungan mudharabah. Hingga pada akhir tahun,
tercatat bahwa saudara A telah mendapatkan keuntungan sebesar
Rp 60.000.000,00.

Setelah usahanya berlangsung selama satu tahun seperti yang


disebut dalam perjanjian, saudara A terus menyetor uangnya
kepada bank syariah melalui tabungan mudharabah, dia pun dapat
mengembalikan uang yang dipinjam beserta keuntungannya pada
bank syariah, kemudian dilakukan pembagian hasil yang
besarannya sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui. Setelah
dihitung, pembagian hasilnya saudara A yang punya hak 60%
memperoleh keuntungan sebesar Rp36.000.000,00. Sementara
pihak bank yang berhak atas 40% keuntungan memperoleh uang
bagi hasil sebesar Rp 24.000.000. Akhirnya saudara A
mengembalikan total pinjaman ditambah keuntungan kepada bank
sebesar Rp 74.000.000.

D. Akad Pelengkap
Hiwalah adalah Secara etimologi, pengertian hiwalah adalah
istilah dari kata tahawwul artinya berpindah atau tahwil berarti
pengalihan. Sederhananya, pengertian hiwalah adalah pengalihan
utang atau piutang dari pihak kreditur kepada pihak penanggung
pelunasan hutang.

Skema hiwalah dalam perbankan syariah terbagi dalam dua jenis


yaitu al-muqayyadah dan al-mutlaqah. Adapun penjelasan skema
hiwalah adalah berikut ini.

Hiwalah Al-Muqayyadah
Hiwalah Al-Muqayyadah adalah skema hiwalah yang
memindahkan tanggung jawab pembayaran hutang pihak pertama
kepada pihak kedua.

Contoh hiwalah skema ini yakni seorang individu A berpiutang


kepada pihak B sejumlah Rp 2 juta. Sementara pihak B berpiutang
kepada pihak C sebesar Rp 2 juta. Kemudian pihak B mengalihkan
haknya untuk menuntut piutangnya yang ada di pihak C kepada
individu A sebagai ganti pembayaran utang pihak B kepada A.

Hiwalah Al-Mutlaqah
Kebalikan dari contoh hiwalah sebelumnya, Hiwalah Al-Mutlaqah
yaitu konsep hiwalah dengan pengalihan utang secara tidak tegas
sebagai pengganti pelunasan utang pihak pertama kepada pihak
kedua.

Contoh hiwalah al mutlaqah yaitu bank konvensional sebagai


pemberi piutang kepada pihak B sebagai peminjam. Kemudian
hutang pihak B mengalihkan pembayaran utang kepada pihak
muhal'alaih. Sehingga yang membayar hutang pihak B kepada
bank konvensional adalah pihak muhal'alaih tanpa pihak B
menegaskan pengalihan utang.

Rahn

Secara bahasa, rahn memiliki banyak definisi. Di antaranya adalah


habs yang berarti tertahan, terhalang, tercegah, atau yang semakna
dengannya. Hal ini senada dengan firman Allah.Ta’ala,

Contoh Gadai

Untuk memudahkan kita memahami persoalan ini ada baiknya kita


mengenal pihak yang bertransaksi di dalam muamalah ini. Pihak
pertama adalah rahin (si peminjam atau orang yang
menggadaikan), sedangkan pihak kedua adalah murtahin (pemberi
utang). Adapun contoh gadai, misalnya, rahinberutang sebesar satu
juta rupiah kepada murtahin. Ia lantas menyerahkan barang yang
dapat dijadikan jaminan untuk melunasi utangnya kepada
murtahin.

Si A sedang butuh uang buat bayar semester kuliah , lalu si A


meminjam kepada B dalam tenggang waktu 3 bulan, lalu dalam 3
bulan si A langsung mengembalikan uang Si B, tanpa membayar
imbalan apapun.

Wakalah

Dalam bahasa Arab, wakalah berarti menolong, memelihara,


mendelegasikan, atau menjadi wakil yang bertindak atas nama
orang yang diwakilinya. Secara istilah, wakalah adalah tolong
menolong antar-pribadi dalam suatu persoalan ketika seseorang
tidak mampu secara hukum atau mempunyai halangan untuk
melakukannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, (KBBI),
wakalah adalah pemimpin wilayah (tentang organisasi). Dalam
hukum Islam, wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh
seseorang sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak
kedua dalam hal-hal yang diwakilkan. Objek yang diwakilkan itu
dapat menyangkut masalah harta benda dan masalah pribadi
lainnya, seperti nikah. Istilah wakalah ini penerapannya sebenarnya
cukup umum di masyarakat, namun penyebutannya saja yang
mungkin belum terlalu sering didengar.

Contoh wakalah, seorang mewakilkan kepada orang lain untuk


bertindak sebagai wali nikah dalam pernikahan anak
perempuannya. Contoh lain seorang terdakwa mewakilkan urusan
kepada pengacarannya.

Anda mungkin juga menyukai