Anda di halaman 1dari 16

Penyakit Jantung Tiroid

Fakhrurrozi Pratama (102014129)


Agus Cahyadi (102016044)
Mohammad Naim Bin Hasan (102016259)
Frisillia V Sapulete (102013349)
Yesie Manise (102014202)
Theresia Ervina (102016033)
Wahyu Ari Agustina (102016102)
Gratia Erlinda Tomasoa (102016187)
Syela Akasian (102016250)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

Abstrak
Tiroid merupakan kelenjar kecil, dengan diameter sekitar 5 cm, terletak di leher, tepat dibawah
Adam’s apple (jakun) kedua bagian tiroid dihubungkan oleh isthmus, sehingga bentuknya
menyerupai huruf H. fungsi kelenjar tiroid diantaranya menghasilkan hormone tiroid, hormon
tiroid mempunyai banyak efek pada proses metabolik di semua jaringan, terutama di jantung
yang paling sensitif terhadap perubahannya. Diagnosis dapat ditegakan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala napas. Selain itu juga terdapat gejala
jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian hipertiroidisme, kelelahan, lebh suka udara
dingin, sesak atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan
atrofi otot. Hipertiroidisme dapat menyebabkan atrium fibrilasi dengan berbagai mekanisme
hingga akhirnya menjadi gagal jantung. Kata kunci: Hormon tiroid, berdebar, atrium fibrilasi.
Abstract
The thyroid is a small gland, with a diameter of about 5 cm, located in the neck, just below
Adam's apple (Adam's apple) both parts of the thyroid are connected by the isthmus, so that the
shape resembles the letter H. The function of the thyroid gland produces thyroid hormone,
thyroid hormone has many effects on the process metabolic in all tissues, especially in the heart
that is most sensitive to changes. Diagnosis can be made by history, physical examination, and
supporting investigations. Symptoms of hyperthyroidism include decreased body weight,
increased appetite, excessive sweating, fatigue, more like cold air, shortness of breath. There are
also symptoms of heart palpitations, upper limb tremors, bulging eyes (exophthalamus), diarrhea,
irregular menstruation, hair loss, and muscle atrophy. Hyperthyroidism can cause atrial
fibrillation with various mechanisms to eventually become heart failure.
Keywords: Thyroid hormone, palpitations, atrial fibrillation.
Pendahuluan

Tiroid merupakan kelenjar kecil, dengan diameter sekitar 5 cm, terletak di leher, tepat dibawah
Adam’s apple (jakun) kedua bagian tiroid dihubungkan oleh isthmus, sehingga bentuknya
menyerupai huruf H. fungsi kelenjar tiroid diantaranya menghasilkan hormone tiroid, hormon
tiroid mempunyai banyak efek pada proses metabolik di semua jaringan, terutama di jantung
yang paling sensitif terhadap perubahannya. Gangguan fungsi kelenjar tiroid dapat menimbulkan
efek yang dramatik terhadap sistem kardiovaskular, yang seringkali menyerupai penyakit jantung
primer. Tiroid mensekresikan 2 macam hormon biologis aktif yaitu tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3) yang merupakan mediator akhir karena reseptor nukleus T3 pada jaringan
berespons terhadap hormon tiroid, terutama jantung. Pengelolaan kelainan kelenjar tiroid
dilakukan dengan melakukan uji kadar hormon TSH dan tiroksin bebas, didasari atas
patofisiologi yang terjadi, sehingga akan didapatkan pengelolaan menyeluruh. Diagnosis dari
penyakit tiroid telah banyak disederhanakan dengan dikembangkannya assay yang peka untuk
TSH dan tiroksin bebas. Suatu peningkatan TSH dan tiroksin bebas yang rendah menetapkan
diagnosis dari hipotiroidisme, dan TSH yang tersupresi dan FT 4 yang meningkat menetapkan
diagnosisdari hipertiroidisme. Penyakit jantung tiroid adalah suatu keadaan kelainan pada
jantung akibat pengaruh tiroid atau terjadinya keadaan peningkatan kadar hormon tiroksin bebas
dalam sirkulasi darah.1

Anamnesis

Anamnesis adalah wawancara antara dokter, penderita atau keluarga penderita yang mempunyai
hubungan dekat dengan pasien, mengenai semua data tentang penyakit. Anamnesis juga
merupakan sarana holostik dalam pembinaan tumbuh kembang anak. Dapat dibagikan kepada 2
jenis yaitu:
a. Alloanamnesis: riwayat penyakit didapat dari orang tua atau sumber lain. Bagi kasus
anak, anamnesis biasanya didapatkan dari jenis ini karena anak-anak masih tidak bisa
memahami keluhan yang mereka hadapi dan tidak tahu untuk mengekpresikannya.
b. Autoanamnesis: riwayat penyakit yang langsung didapatkan dari pasien. Pasien sendiri
yang menemui dokter dan memberitahu sendiri riwayat penyakit dan keluhan yang
mereka hadapi.

Hasil anamnesis:
1. Pernah merasa berdebar hilang timbul 1 tahun lalu.
2. Tidak ada nyeri dada.
3. Mudah lelah saat berjalan jauh dan mereda saat istirahat.
4. Bengkak pada kaki hilang timbul.
5. Riwayat penyakit tiroid, tidak minum obat teratur.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Umum

Menilai keadaan umum pasien baik/buruk, yang perlu diperiksa:

 Kesadaran pasien : Kompos mentis/Apatis/Delirium/Somnolen/Sopor/stupor/Koma


 Kesakitan yang dialami pasien, dapat dilihat dari raut wajah pasien dan keluhan pasien ketika
datang yaitu pasien tampak sakit ringan/sedang/berat.

Pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu terdiri dari tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan
dan suhu tubuh.

Pemeriksaan fisik thorax yang dapat dilakukan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

Hasil pemeriksaan:
1. Nadi: 110x/menit irregularly irreguler.
2. TD: 130/80.
3. Detak jantung: 130x/menit irregularly irreguler.
4. Frekuensi nafas: 16x/menit.
5. Suhu: 37 C.
6. Terdapat eksoftalmus, pembesaran diameter difus.
7. Iktus kordis 1 jari lateral midclav kiri, pinggang jantung negatif.
8. Gallop (-), murmur (-), ekstremitas edema (-).

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan untuk mendiagnosis hipertioridisme
ialah pemeriksaan TSHs, kadar FT4, dan FT3. Pemeriksaan TSHs serum merupakan
penunjang diagnosis hipertiroidisme yang paling handal saat ini. Indeks klinis Wayne
sudah dikenal sejak lama dan sangat membantu mendiagnosis hipertiroidisme dengan
tingkat akurasi sebesar 85%. Skor tersebut berkisar dari +45 sampai -25. Skor yang lebih
besar dari 19 menunjukkan hipertiroidisme sedangkan skor kurang dari 11 menunjukkan
eutiroidisme dan skor antara 11 dan 19 masih ragu-ragu.1

Tabel 1. Indeks wayne.1

2. Gambaran radiologi umumnya normal, kadang-kadang dijumpai pembesaran aorta


asenden atau desenden, penonjolan segmen pulmonal dan pada kasus yang berat dijumpai
pula pembesaran jantung.2
3. Pemeriksaan EKG sering ditemui gangguan irama atau gangguan hantaran. Biasanya
dengan sinus takikardi, atrium fibrilasi ditemui 10-20 % kasus. Pada kasus berat bisa
ditemui pembesaran ventrikel kiri, kadang-kadang ditemui pelebaran dan pemanjangan
gelombang P dan pemanjangan PR interval, gelombang T yang prominen, peninggian
voltase, perubahan gelombang ST-T dan pemendekan interval QT.2

4. Pemeriksaan Ekokardiografi Pemeriksaan jantung dapat menggunakan beberapa


instrument salah satunya dengan ekokardiografi. Pada ekokardiografi ini dilengkapi
dengan adanya Dopler dengan prinsip transmisi gelombang suara oleh eritrosit, sehingga
dapat diukur kecepatan (velositas) dan aliran darah dalam jantung dan pembuluh darah. 2

Diagnosis penyakit jantung tiroid dapat ditegakkan dan dipastikan dengan pemeriksaan kadar
hormon tiroid bebas, yaitu kadar FT4 yang tinggi dan TSHs yang sangat rendah. Kombinasi hasil
pemeriksaan laboratorium TSHs yang tak terukur atau subnormal dan FT4 yang meningkat jelas
menunjukkan hipertirodisme. Gagal jantung sebagai akibat komplikasi hipertiroidisme dapat
ditegakkan dengan menggunakan kriteria Framingham, yaitu bila gejala dan tanda gagal jantung
memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor.2

Gambar 1. Kriteria Framingham.2


Hasil pemeriksaan penunjang:
1. Hb: 13 g/dL, Ht 39%, leukosit 5000/uL, trombosit 400.000 u/L.
2. TSH <0.01 mU/L (menurun)
3. FT4 meningkat.
Diagnosa Kerja
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien diduga terkena
AF rapid ventricular respon ec penyakit jantung tiroid ec grave’s disease dan CHF NYHA
fungsional kelas II ec penyakit jantung tiroid.
Diagnosis banding
AF rapid ventricular respon ec struma multi / uni nodusa non toksik. Struma non toksik sama
halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa
non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini
disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di
daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat
sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul,
maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda
hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah
mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan
keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada
esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila
timbul perdarahan di dalam nodul. Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik,
berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan
seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat
urin.3

Epidemiologi
Framingham Heart Study yang merupakan suatu studi kohor pada tahun 1948 dengan melibatkan
5209 subjek penelitian sehat (tidak menderita penyakit kardiovaskular) menunjukkan bahwa
dalam periode 20 tahun, angka kejadian FA adalah 2,1% pada laki-laki dan 1,7% pada
perempuan. Sementara itu data dari studi observasional multinational monItoring of trend and
determinant in cardiovascular disease (MONICA) pada populasi urban di Jakarta menemukan
angka kejadian FA sebesar 0,2% dengan rasio laki-laki dan perempuan 3:2. Fibrilasi atrium
menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas, termasuk stroke, gagal jantung serta
penurunan kualitas hidup. Pasien dengan FA memiliki risiko stroke 5 kali lebih tinggi dan risiko
gagal jantung 3 kali lebih tinggi dibanding pasien tanpa FA. Gagal jantung simtomatik dengan
kelas fungsional New York Heart Association (NYHA) II sampai IV dapat terjadi pada 30%
pasien FA, namun sebaliknya FA dapat terjadi pada 30-40% pasien dengan gagal jantung
tergantung dari penyebab dari gagal jantung itu sendiri. Gagal jantung simtomatik dengan kelas
fungsional New York Heart Association (NYHA) II sampai IV dapat terjadi pada 30% pasien
FA, namun sebaliknya FA dapat terjadi pada 30-40% pasien dengan gagal jantung tergantung
dari penyebab dari gagal jantung itu sendiri.3
Gejala Klinis
Dengan kateterisasi jantung dapat dibuktikan bahwa peningkatan hormon tiroid ini
mengakibatkan peningkatan frekuensi denyut jantung, isi semenit, waktu curah rata-rata
ventrikel kiri, aliran darah koroner, dan meningkatnya kebutuhan oksigen. Gejala hipertiroidisme
berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, lebih suka
udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada
tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan
atrofi otot. Selain itu, pasien dengan hipertiroidisme dapat menunjukkan tanda-tanda gagal
jantung kongestif tanpa kelainan jantung sebelumnya. Masalah irama jantung yang paling sering
ditemukan pada hipertiroidisme ialah sinus takikardia. Peningkatan denyut jantung >90 x/menit
terjadi pada saat istirahat atau selama tidur dan respon berlebihan jantung ditemukan selama
berolahraga. Masalah berat ditemukan pada pasien dengan hipertiroidisme dan atrial fibrillation
(AF) rapid ventricular response karena dapat menyebabkan kardiomiopati. Pemeriksaan fungsi
tiroid harus secepatnya dilakukan pada pasien dengan onset baru AF meskipun hanya <1% dari
pasien tersebut yang memiliki bentuk subklinis atau klinis hipertiroidisme. Umumnya pasien
dengan hipertiroidisme dan AF bisa dikonversi ke irama sinus dalam waktu 8 sampai 10 minggu
setelah dimulai pengobatan. 3

Patofisiologi Atrial fibrilasi


Dua konsep yang banyak dianut tentang mekanisme FA adalah 1) Mekanisme reentri mikro dan
2) Mekanisme fokal. Pada pasien dengan FA yang sering kambuh tetapi masih dapat konversi
secara spontan, mekanisme utama yang mendasari biasanya karena adanya faktor pemicu
(trigger) FA, sedangkan pada pasien FA yang tidak dapat konversi secara spontan biasanya
didominasi adanya faktor-faktor yang melanggengkan.4

1. Mekanisme reentri mikro (multiple wavelet hypothesis)

Dalam mekanisme reentri mikro, FA dilanggengkan oleh adanya konduksi beberapa wavelet
independen secara kontinu yang menyebar melalui otot-otot atrium dengan cara yang kacau.
Hipotesis ini pertama kali dikemukakan oleh Moe yang menyatakan bahwa FA dilanggengkan
oleh banyaknya wavelet yang tersebar secara acak dan saling bertabrakan satu sama lain dan
kemudian padam, atau terbagi menjadi banyak wavelet lain yang terus-menerus merangsang
atrium. Oleh karenanya, sirkuit reentri ini tidak stabil, beberapa menghilang, sedangkan yang
lain tumbuh lagi. Sirkuit-sirkuit ini memiliki panjang siklus yang bervariasi tapi pendek.
Diperlukan setidaknya 4-6 wavelet mandiri untuk melanggengkan FA.4

2. Mekanisme fokal

Mekanisme fokal adalah mekanisme FA dengan pemicu dari daerah-daerah tertentu, yakni 72%
di VP dan sisanya (28%) bervariasi dari vena kava superior (37%), dinding posterior atrium kiri
(38,3%), krista terminalis (3,7%), sinus koronarius (1,4%), ligamentum Marshall (8,2%), dan
septum interatrium. Mekanisme seluler dari aktivitas fokal mungkin melibatkan mekanisme
triggered activity dan reentri. Vena pulmoner memiliki potensi yang kuat untuk memulai dan
melanggengkan takiaritmia atrium, karena VP memiliki periode refrakter yang lebih pendek serta
adanya perubahan drastis orientasi serat miosit.4
Gambar 2. Patofiisologi Atrial Fibrilasi.4

Klasifikasi

Klasifikasi Secara klinis FA dapat dibedakan menjadi lima jenis menurut waktu presentasi dan
durasinya, yaitu:

 FA yang pertama kali terdiagnosis. Jenis ini berlaku untuk pasien yang pertama kali
datang dengan manifestasi klinis FA, tanpa memandang durasi atau berat ringannya
gejala yang muncul. 12 Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium
 FA paroksismal adalah FA yang mengalami terminasi spontan dalam 48 jam, namun
dapat berlanjut hingga 7 hari.
 FApersisten adalah FA dengan episode menetap hingga lebih dari 7 hari atau FA yang
memerlukan kardioversi dengan obat atau listrik.
 FA persisten lama (long standing persistent) adalah FA yang bertahan hingga ≥1 tahun,
dan strategi kendali irama masih akan diterapkan.
 FA permanen merupakan FA yang ditetapkan sebagai permanen oleh dokter (dan pasien)
sehingga strategi kendali irama sudah tidak digunakan lagi. Apabila strategi kendali
irama masih digunakan maka FA masuk ke kategori FA persisten lama.5

Berdasarkan kecepatan laju respon ventrikel (interval RR) maka FA dapat dibedakan menjadi:
1. FA dengan respon ventrikel cepat: Laju ventrikel >100x/ menit.
2. FA dengan respon ventrikel normal: Laju ventrikel 60- 100x/ menit.
3. FA dengan respon ventrikel lambat: Laju ventrike <60x/ menit.5

Efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler


Hormon tiroid berefek pada jantung dan pembuluh darah perifer yaitu meliputi penurunan SVR
(Systemic Vascular Resistance) dan peningkatan pada heart rate dan kontraktilitas ventrikel kiri
serta volume darah. Hormon tiroid menyebabkan penurunan resistensi arteriol perifer melalui
efek langsung pada sel VSM (Vascular Smooth Muscle) dan penurunan mean atrial pressure dan
ketika hal ini dideteksi oleh ginjal maka sistem renin angiotensin aldosteron akan teraktifasi dan
absorbsi natrium akan meningkat. T3 juga berperan dalam memproduksi eritropoetin dimana hal
ini akan menyebabkan peningkatan eritrosit dan menyebabkan kenaikan blood volume dan
preload. Pada kondisi hipertiroid, hal ini menyebabkan kenaikan cardiac output 50% - 300%
lebih tinggi dibanding keadaan normal. Pada sel VSM, efek mediasi hormon tiroid merupakan
hasil aksi genomik dan nongenomik. Target aksi non genomik yang berperan dalam menurunkan
SVR. Relaksasi VSM bertujuan untuk menurunkan resistensi dan tekanan arterial yang berakibat
terhadap peningkatan cardiac output.6
Gambar 2. Efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler6

Patogenesis Atrial Fibrilasi pada Hipertiroid


Mekanisme elektrofisiologis fibrilasi atrial diduga karena reentry (masuknya kembali) berbagai
gelombang eksitasi yang mengelilingi atrium. Ada kalanya fibrilasi atrium dapat disebabkan oleh
peletusan fokus atrium secara rnendadak. Secara normal bagian atrium yang saling berbatasan
mempunyai periode refrakter yang sama dan menyebabkan penyebaran gelombang yang
terdepolarisasi secara teratur diseluruh atrium. Reentry dan fibrilasi atrial dipermudah jika bagian
atrium yang saling berbatasan memiliki periode refrakter yang berbeda, sehingga sebuah
gelombang yang terdepolarisasi menjadi terpecah karena menghadapi baik refrakter maupun
miokardium yang mudah terangsang. Hal ini membuat gelombang yang terdahulu membalik dan
menstimulasi miokardium yang sebelumnya refrakter, tapi sekarang terdepolarisasi, sehingga
menyebabkan perambatan yang tak henti-hentinya dari gelombang terdahulu dan reentry.
Hormon tiroid memberikan efek multipel pada jantung. Sebagian disebabkan oleh kerja langsung
T3 pada miosit, tetapi interaksi antara hormon-hormon tiroid, katekolamin, dan sistem saraf
simpatis juga dapat mempengaruhi fungsi jantung, dan juga perubahan hemodinamika dan
peningkatan curah jantung yang disebabkan oleh peningkatan umum metabolisme.7

Mekanisme hipertiroid pada gagal jantung


Pada gangguan tiroid yang paling sering ditemukan adalah penurunan kadar T3 dalam sirkulasi.
Sekitar 10-30% pasien gagal jantung mempunyai kadar T3 rendah, yang dikenal dengan low
thyroid syndrome atau euthyroid sick syndrome. Turunnya kadar T3 serum berhubungan dengan
penurunan transkripsi gen alfa-miosin rantai berat maupun gen SERCa2. Efek fenotipik yang
ditemukan adalah penurunan kontraktilitas ventrikel kiri dan peningkatan waktu relaksasi
ventrikel kiri, yang menyebabkan perburukan fungsi sistolik dan diastolik jantung. Penurunan
kadar T3 juga menurunkan polimerisasi aktin pada sarkomer, menyebabkan gangguan struktural
dan susunan geometri kardiomiosit, yang memengaruhi kontraktilitas jantung. Baik
hipotiroidisme maupun hipertiroidisme dalam jangka lama dapat menyebabkan gagal jantung.
Hipotiroidisme menyebabkan gangguan pertukaran kalsium kardiomiosit dan perubahan susunan
protein kontraktil kardiomiosit. Efeknya adalah penurunan relaksasi kardiomiosit dan gangguan
pengisian diastolik ventrikel kiri sehingga terjadi pengurangan kontraktilitas jantung dan curah
jantung. Hipertiroidisme menyebabkan kenaikan massa ventrikel kiri yang dapat menimbulkan
efek berupa gangguan pengisian diastolik ventrikel kiri.7

Gagal jantung kongestif (CHF) dibagi menjadi 4 klasifikasi menurut NYHA yaitu : 

NYHA I : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan.


NYHA II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau aktifitas sehari-hari.
NYHA II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
NYHA IV : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah
baring.

Pengobatan yang dilakukan meliputi medikamentosa dan non medikamentosa.

 Secara non medikamentosa berupa: istirahat tirah baring (bed rest), diet jantung dengan
tujuan untuk mengurangi beban jantung dengan diet yang lunak, rendah garam dan kalori,
serta mengurangai segala bentuk stress baik fisik maupun psikis yang dapat memperberat
kerja jantungnya.8
 Secara medikamentosa berupa:
1. Golongan beta blocker, ditujukan untuk mengurangi kerja jantung serta melawan kerja
hormon tiroid yang bersifat inotropik dan kronotropik negative. Golongan beta blocker akan
mengistirahatkan jantung dan memberi waktu pengisian diastolik yang lebih lama sehingga akan
mengatsi gagal jantungnya. Propanolol juga penting untuk mengatasi efek perifer dari hormone
tiroid yang bersifat stimulator beta-adrenergik reseptor. Beta blocker juga bersifat menekan
terhadap system saraf sehingga daapt mengurangi palpitasi, rasa cemas, dan hiperkinesis. Beta
blocker tidak mempengaruhi peningkatan konsumsi oksigen. Dosis 40-160 mg/ hari bila belum
ada dekompensasio kordis.8
2. Diuretik, dapat diberikan untuk mengurangi beban volume jantung dan mengatasi bendungan
paru.8
3. Antikoagulan, direkomendasikan untuk AF, khususnya jika 3 hari atau lebih, dilanjutkan
untuk 4 minggu setelah kembali ke sinus rhythm dan kondisi eutiroid.8

Mengatasi keadaan hipertiroidisme


Terapi utama pada hipertiroidisme ini yaitu secara langsung untuk menurunkan jmlah hormon
tiroid yang diproduksi oleh kelenjar tiroid dengan obat-obat antitiroid.

Obat Antitiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan adalah profiltiourasil (PTU) dan metimazol, serta
golongan beta-blocker yaitu propanolol. Namun kadang-kadang iodine stabil dapat digunakan,
terutama untuk persiapan pembedahan. Baik PTU maupun metimazol memiliki efek yang hampir
sama, hanya PTU memiliki kerja menghambat perubahan T4 menjadi T3 di perifer, sehingga
PTU lebih cepat menunjukkan kamajuan terapi secara simtomatis, kebanyakan pasien dapat
dikontrol hipertiroidnya dengan PTU 100-150 mg tiap 6-8 jam. Nmaun dari kepustakaan lain,
dosis yang sesuai untuk pasien dengan penyakit jantung hipertiroid yaitu PTU 250 mg dan
propanolol 20 mg tiga kali sehari. Atau dosis propanolol 40-160 mg/hari dan dosis propiltiourasil
400-600 mg/ hari serta dosis metimazol 60-80 mg/hari. Dosis tiga kali sehari dari PTU dikurangi
menjadi 200 mg setelah sekitar 2 minggu (tapering off), kemudian secara bertahap dikurangi
menjadi 100 mg setelah sekitar 8 minggu. Selanjutnya dosis pemeliharaan dapat diberikan 50 mg
tiga kali sehari atau kurang lebih selama 1-1,5 tahun. Dalam pemberian PTU, dosisnya harus
dimonitor dengan kadar T4 dan T3 plasma sejak pasien menunjukkan respon berbeda. Waktu
yang dibutuhkan T4 dan T3 plasma untuk kembali normal bervariasi sekitar 6-10 minggu.9
Cara kerja propiltiourasil yaitu dengan mengurangi sintesa T4 dan T3 secara reversibel
sehingga dapat terjadi kekambuhan, kecuali terjadi remisi spontan, misalnya pada Grave disease
untuk sementara waktu yang harus dipantau dengan kadar T4 dan T3 plasma.9

Pada hipertiroid berat atau krisis tiroid, baik PTU maupun metimazol tidak begitu banyak
berguna karena kerjanya yang lambat, namun penggunaannya masih disarankan untuk menekan
konversi T4 menjadi T3 di perifer. Propanolol diberikan dalam dosis besar, misalnya 40 mg tiap
4 jam. Efek samping PTU biasanya tidak ada atau sedikit, berupa skin rash. Sedangkan efek
hipotiroid dapt dikontrol dengan memonitor kadar T4 dan T3 plasma.9

Ada dua jenis hipertiroidisme yang diinduksi oleh amiodaron: tipe I, yaitu peningkatan
produksi T4 dan T3 yang diinduksi iodin dan tipe II, yaitu tiroiditis destruktif dengan kelebihan
pelepasan T4 dan T3 yang menyebabkan penurunan fungsi tiroid. Pemberian amiodaron harus
dihentikan pada hipertiriodisme. Sebagai alternatif dapat diberikan dronedaron, yaitu derivat
amiodaron yang tidak mengandung iodin sehingga mengurangi insiden tirotoksikosis.9

Tatalaksana AF dengan gagal jantung

Pada dasarnya tata laksana FA pada pasien dengan gagal jantung tidak berbeda dengan tata
laksana FA pada subset lainnya. Tetapi obat antagonis kanal kalsium yang memiliki sifat
inotropik negatif sebaiknya dihindari. Untuk kendali laju jantung pada FA sebaiknya
menggunakan obat penyekat beta dan bila perlu dapat ditambahkan digitalis. Amiodaron adalah
satu-satunya obat kendali irama yang dapat digunakan untuk pengobatan jangka panjang pada
pasien dengan gagal jantung kelas fungsional III dan IV. Pada kondisi gagal jantung akut, pilihan
terapinya adalah kendali laju dengan pemberian digitalisasi cepat berupa digoksin 0,25-0,5 mg
intravena (0,01-0,03 mg/kgBB/hari). Pemberian dengan bolus selama 2 menit yang diencerkan
dalam 10 cc larutan isotonis. Bila laju jantung belum terkontrol, bolus digoksin dapat diulang 4
jam setelah pemberian pertama dengan dosis maksimal 1,5 mg per 24 jam.9

Pencegahan AF
Fibrilasi atrium dapat dicegah dengan dua tahap. Pencegahan primer dilakukan sebelum penyakit
ini muncul, pencegahan sekunder bagi yang pernah mengalami FA. Pencegahan primer yang
pertama adalah dengan mengontrol penyakit-penyakit lain, seperti hipertensi, diabetes, kolesterol
tinggi dan hipertiroid. Kedua, dengan menerapkan gaya hidup jantung sehat dan menjaga
tekanan darah. American Heart Association (AHA) menganjurkan beberapa langkah, meliputi
konsumsi makanan sehat terutama yang dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.
Hindari makanan rendah lemak jenuh, lemak trans dan diet rendah garam. Stop merokok, kontrol
kadar kolesterol, hindari alkohol dan kafein berlebihan.8

Pencegaan penyakit tiroid

Pencegahan penyakit tiroid adalah pola makan dan hidup seperti, mengkonsumsi makanan
bergizi seperti makanan tinggi protein, yodium, selenium, zink, dan kalsium.7

Prognosis dan Komplikasi

Penyaki tiroid sangat memperngaruhi kerja jantung secara langsung mau pun tidak langsung,
maka dari itu penyakit tiroid dapat menyebabkan reegurgitasi mitral, regurgitasi tricuspid,
kardiomiopati, gagal jantung, atrial fibrilasi, takikardi, dan lainnya.9

Kesimpulan

Hormon tiroid sangat mempengaruhi kerja jantung secara langsung maupun tidak langsung yang
menimbulkan turunnya resistensi perifer sistemik dan menaikan cardiac output. Masalah irama
jantung yang paling sering ditemukan pada hipertiroidisme ialah sinus takikardia. Untuk
membedakan sturma noduler toksik dan non toksik dapat dilkukan pemeriksaan hormon TSH,
T3, dan T4.

Daftar pustaka
1. Nasution SA. Kardiomiopati. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editor. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009
2. Antono D, Kisyanto Y. Penyakit Jantung Tiroid. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II (Edisi Kelima).
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 2009; p. 1798-1800.
3. Schraga E, Kularni R. Hyperthyroidism, thyroid storm and Graves disease [Homepage on the
Internet]. 2013 [Cited 2013 Apr]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/
767130-overview#a0199.
4. Pantalone KM, Nasr C. Approach to a low TSH level: Patience is a virtue. Cleveland Clinic
Journal of Medicine. 2010;77:803-11.
5. Soegondo S. Panduan Pelayanan PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 2005.
6. European Heart Rhythm A, European Association for Cardio-Thoracic S, Camm AJ, et al.
Guidelines for the management of atrial fibrillation: the Task Force for the Management of
Atrial Fibrillation of the European Society of Cardiology (ESC). European heart journal
2010;31:2369-429.
7. Issa ZF. Atrial Fibrillation. In: Miller JM, Zipes DP, eds. Clinical arrhythmology and
electrophysiology: a companion to Braunwald’s heart disease. 2nd ed: Saunders; 2012.
8. Ghanie A. Penyakit Katup Trikuspid. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI ; 2009
9. Van den Bos EJ, Constantinescu AA, van Domburg RT, Akin S, Jordaens LJ, Kofflard MJ.
Minor elevations in troponin I are associated with mortality and adverse cardiac events in
patients with atrial fibrillation. European heart journal 2011;32:611-7

Anda mungkin juga menyukai