Anda di halaman 1dari 6

I.

PERUMUSAN DAN PENETAPAN PANCASILA SEBAGAI DASAR


NEGARA
A. Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
1. Pembentukan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia/Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai)
 Diusulkan pada tanggal 1 Maret 1945 (peringatan Pembangunan
Djawa Baroe) oleh Jenderal Kumakichi Harada sebagai bukti atas janji
Jepang (PM Jepang Koiso) untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan
kemerekaan Indonesia tidak lama setelah Perang Asia Timur Raya (7
September 1944).
 Diresmikan tanggal 29 April 1945 (HUT Kaisar Hirohito) oleh Jepang,
beranggotakan 62 orang bangsa Indonesia dan 7 orang bangsa Jepang.
Diketuai oleh KRT Radjiman Wedyodiningrat dengan dua wakil ketua,
yaitu Ichibangase Yosio dan RP Soeroso.
2. Perumusan Dasar Negara
 Sidang Resmi Pertama BPUPKI, 29 Mei-1 Juni 1945, gedung Chuo
Sangi In (Gedung Pancasila), membahas tentang bentuk, filsafat, dan
dasar Negara.
 Sidang Pertama BPUPKI, 29 Mei 1945, Muhammad Yamin
 Konsep lisan
o Peri Kebangsaan
o Peri Kemanusiaan
o Peri Ketuhanan
o Peri Kerakyatan
o Peri Kesejahteraan Sosial
 Konsep tertulis
o Ketuhanan yang Maha Esa
o Kebangsaan Persatuan Indonesia
o Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
o Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
o Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
 Sidang Pertama BPUPKI, 31 Mei 1945, Soepomo
 Persatuan
 Kekeluargaan
 Keseimbangan lahir dan batin
 Musyawarah
 Keadilan rakyat
 Sidang Pertama BPUPKI, 1 Juni 1945, Soekarno
 Ekasila
o Gotong royong
 Trisila
o Socio-nationalisme
o Socio-demokratie
o Ketuhanan
 Pancasila, berasal dari kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca
o Kebangsaan Indonesia
o Internasionalisme atau peri kemanusiaan
o Mufakat atau demokrasi
o Kesejahteraan sosial
o Ketuhanan yang berkebudayaan
 Akhir sidang pertama BPUPKI, 1 Juni 1945, dibentuk Panitia kecil
pertama yang diketuai Soekarno dengan anggota terdiri atas Bagoe
Hadikoesoemo, Wachid Hasjim, Mohammad Yamin, Sutardjo
Kartohadikoesoemo, AA Maramis, Otto Iskandardinata, Mohammad
Hatta, mengumpulkan dan menerima usul mengenai:
 Kemerdekaan selekas-lekasnya
 Dasar negara
 Unifikasi dan federasi
 Bentuk negara dan kepala negara
 Warga negara
 Daerah
 Agama dan negara
 Pembelaan
 keuangan
 Sidang tidak resmi, 1 Juni 1945, Kantor Besar Djawa Hookokai, masa
reses sidang pertama dan kedua, dihadiri 38 orang untuk membahas
masukan dari konsep yang telah diusulkan sebelumnya dengan
membentuk Panitia Sembilan yang diketuai oleh Soekarno dengan
anggota terdiri atas AA Maramis, Abdul Kahar Moezakir, Abikoesno
Tjokrosoejoso, Agus Salim, Ahmad Soebardjo, Mohammad Hatta,
Mohammad Yamin, Wahid Hasyim.
 Sidang Panitia Sembilan, 22 Juni 1945, Jln. Pegangsaan Timur No 56,
menyepakati rancangan pembukaan Undang-Undang Dasar (Soekarno:
Mukadimah, Mohammad Yamin: Piagam Jakarta, Sukiman
Wirjosandjojo: Gentlemen’s Agreement), dengan rumusan pertama
pancasila:
 Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya
 Kemanusiaan yang adil dan beradab
 Persatuan Indonesia
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
perwakilan
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 Sidang Resmi Kedua BPUPKI, 10-17 Juli 1945, gedung Chuo Sangi In
(Gedung Pancasila), penyerahan rancangan pancasila, membahas
tentang NKRI dan rancangan UUD.
B. Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara
1. Pembubaran BPUPKI dan Pembentukan PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia/Dokuritsu Zyunbi Iinkai), 7 Agustus 1945,
diketuai Soekarno dengan Mohammad Hatta sebagai wakil, beranggotakan
27 orang secara keseluruhan (21 orang pada awalnya).
2. Sidang PPKI I, 18 Agustus 1945, Gedung Pancasila
 Mengesahkan UUD 1945, dengan rumusan pancasila sebagai berikut:
 Ketuhanan Yang Maha Esa
 Kemanusiaan yang adil dan beradab
 Persatuan Indonesia
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
perwakilan
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 Memilih dan mengangkat Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad
Hatta sebagai wakilnya
 Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat
3. Sidang PPKI II, 19 Agustus 1945, Gedung Pancasila
 Membentuk Kabinet Presidensial
 Departemen Dalam Negeri : Wiranata Kusumah
 Departemen Luar Negeri : Ahmad Subardjo
 Departemen Kehakiman : Soepomo
 Departemen Keuangan : Samsi Sastrawidagda
 Departemen Kemakmuran : Surachman Tjokroadisuryo
 Departemen Pengajaran : Ki Hajar Dewantara
 Departemen Penerangan : Amir Syarifudin
 Departemen Sosial : Iwa Kusumasumantri
 Departemen Pertahanan : Supriyadi
 Departemen Kesehatan : Boentaran Martoatmodjo
 Departemen Perhubungan : Abikusno Tjokrosujoso
 Menteri Negara : AA Maramis
 Menteri Negara : Wahid Hasyim
 Menteri Negara : Sartono
 Menteri Negara : M Amir
 Menteri Negara : R Otto Iskandardinnata
 Mahkamah Agung : Koesoema Atmadja
 Jaksa Agung : Gatot Trunamihardja
 Sekretaris Negara : Abdoel Gaffar Pringgodigdo
 Juru Bicara Negara : Sukarjo Wiryopranoto
 Perubahan/Penambahan Kabinet Presidensial
 Menteri Agama : Wahid Hasyim
 Wakil Menteri Dalam Negeri : Harmani
 Wakil Menteri Penerangan : Ali Sastroamidjojo
 Menteri Keamanan Rakyat : Soeljadikoesoemo
(ad-interim, 20 Oktober 1945)
 Menteri Keuangan : AA Maramis
(25 September 1945)
 Menteri Pekerjaan Umum : Abikusno Tjokrosujoso
 Membentuk dan membagi Pemerintahan Daerah Indonesia kedalam 8
provinsi yang dipimpin oleh seorang Gubernur
 Sumatra : Teuku Muhammad Hasan
 Jawa Barat : Mas Sutardjo Kertohadikusumo
 Jawa Tengah : Raden Pandji Soeroso
 Jawa Timur : RMT Ario Soerjo
 Sunda Kecil : I Gusti Ketut Pudja
 Maluku : Johannes Latuharhary
 Sulawesi : Jacob Ratulangi
 Borneo : Pangeran Muhammad Noor
4. Sidang PPKI III, 22 Agustus 1945, Gedung Pancasila
 Membentuk Komite Nasional Indonesia
 Membentuk Partai Nasional Indonesia
 Membentuk Badan Keamanan Rakyat
5. Mukadimah Konstitusi RIS, 27 Desember 1949
 Ketuhanan Yang Maha Esa
 Perikemanusiaan
 Kebangsaan
 Kerakyatan
 Keadilan sosial
6. Mukadimah UUDS 1950, 15 Agustus 1950
 Ketuhanan Yang Maha Esa
 Perikemanusiaan
 Kebangsaan
 Kerakyatan
 Keadilan sosial
7. UUD 1945 Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959
 Ketuhanan Yang Maha Esa
 Kemanusiaan yang adil dan beradab
 Persatuan Indonesia
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
perwakilan
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
8. Pasal 1 Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No.
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila
sebagai Dasar Negara
“Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan
bernegara”
C. Semangat Pendiri Negara dalam Merumuskan dan Menetapkan
Pancasila sebagai Dasar Negara
1. Bela Negara
 Sikap dan tindakan semua orang sesuai kewajibannya (berdasarkan
profesi dan status) untuk mendukung tujuan negara.
 Bisa dilakukan secara fisik dan nonfisik. Pembelaan secara fiik
meliputi perjuangan mengangkat senjata apabila da serangan dari
negara asing terhadap kedaulatan bangsa, sementara cara non fisik
meliputi semua usaha untuk menjaga bangsa serta kedaulatan
negara melalui proses peningkatan nasionalisme.
 Bela negara bisa juga dilakukan dengan cara menumbuhkan
keaktifan dalam berperan aktif untuk mewujudkan kemajuan
bangsa dan negara.
 Nilai dasar bela negara
 Cinta tanah air
 Kesadaran berbangsa dan bernegara
 Keyakinan pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara
 Rela berkorban untuk bangsa dan negara
 Memiliki kemampuan awal bela negara fisik maupun non fisik
2. Patriotisme
 Sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya
(melebihi kewajibannya, ada unsur pengorbanan) untuk kejayaan
dan kemakmuran tanah airnya, serta untuk tujuan negara. Untuk
memiliki jiwa patriotisme, seseorang harus memiliki rasa
nasionalisme.
3. Nasionalisme
 Suatu paham yang menganggap bahwa kesetiaan tertinggi atas
setiap pribadi harus diserahkan kepada negara kebangsaan (nation
state).
 Kecintaan dan kesadaran dalam proses berkehidupan dalam negara
dan bangsa, serta upaya untuk menumbuhkan rasa cinta pada tanah
air. Sederhananya, nasionalisme adalah sikap dan tindakan semua
orang untuk identitas negara.
4. Cinta Tanah Air
 Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kecintaan
terhadap tanah air dan kesetiaan terhadap bangsa.
5. Jiwa dan semangat 45
 Pro patria dan primus patrialis, artinya mencintai tanah air dan
mendahulukan kepentingan tanah air.
 Jiwa solidaritas dan kesetiakawanan dari semua lapisan masyarakat
terhadap perjuangan kemerdekaan.
 Jiwa toleransi atau tenggang rasa antaragama, antarsuku,
antargolongan, dan antarbangsa.
 Jiwa tanpa pamrih dan bertanggung jawab
 Jiwa ksatria dan kebesaran jiwa yang tidak mengandung balas
dendam.
6. Komitmen pendiri negara dalam perumusan pancasila sebagai dasar
negara
 Mengutamakan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme.
 Adanya rasa memiliki terhadap bangsa Indonesia.
 Selalu bersemangat dalam berjuang.
 Mendukung dan berupaya secara aktif dalam mencapai cita-cita
bangsa yaitu merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
 Melakukan pengorbanan pribadi dengan cara menempatkan
kepentingan negara di atas kepentingan pribad, serta mendukung
keputusan yang menguntungkan bangsa dan negara.

Anda mungkin juga menyukai