Makalah Biofar Finish
Makalah Biofar Finish
Kelompok 6
Dengan menyebut nama Allah SWT dimana Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, panjatkan puja puji syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
hidayah, rahmat dan juga inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Patch Transdermal L-sistein HCl Sebagai Perlindungan Radiasi
Elektromagnetik Handphone.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa masih makalah
ini jauh dari kata sempurna baik dari segi tata bahasa maupun dalam susunan
kalimatnya. Maka dari itu, kami terbuka untuk menerima segala masukan dan
kritik yang bersifat membangun dari pembaca, sehingga kami dapat melakukan
perbaikan makalah ini sehingga menjadi makalah yang baik dan benar.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................iv
DAFTAR TABEL................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................2
C. Tujuan ................................................................................................3
A. Bahan .................................................................................................11
B. Persiapan RTV-Si-TDP yang Dimuat dengan L-Cys-HCl.................11
C. Evaluasi RTV-Si-TDP yang Telah Disiapkan....................................11
D. Studi Rilis In-Vitro.............................................................................13
E. Studi Permeasi Kulit L-CyS-HCl dari RTV-Si-TDP
Melalui Kulit Punggung Tikus yang Dipotong .................................14
F. Permeasi in-vivo dan Studi Farmakokinetik
L-CyS-HCl-RTV-Si-TDP pada Tikus................................................16
G. Evaluasi In-Vivo Efek Perlindungan L-CyS-
HCl-RTV-Si-TDPs Terhadap Bahaya Stres
Oksidatif dari Ponsel yang Memancarkan EMR................................17
H. Studi Histolong Sampel dan Persiapan Jaringan ...............................19
I. Analisis Data Statistika.......................................................................20
ii
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini teknologi sudah menjadi urat nadi masyarakat modern. Penggunaan
alat elektronik dalam kegiatan sehari-hari membuat kita lebih rentan terhadap
radiasi elektromagnetik (EMR). Pertumbuhan telekomunikasi telepon seluler telah
meningkatkan kesadaran ilmiah tentang efek biologis EMR yang dipancarkan dari
telepon seluler dan konsekuensinya terhadap kesehatan manusia. Ozguner dkk
(2005) melaporkan bahwa EMR telepon seluler dapat mempengaruhi sistem
biologis dengan meningkatkan radikal bebas yang meningkatkan peroksidasi lipid
dan dengan mengubah sistem pertahanan antioksidan jaringan, sehingga
menyebabkan stres oksidatif (Ozguner et al., 2005). Spesies oksigen reaktif (ROS)
dikenal sebagai elektron tidak berpasangan dari molekul oksigen bereaksi
membentuk spesies yang sangat reaktif, yang dihasilkan dari sumber enzimatik
dan non-enzimatik yang menyebabkan stres oksidatif. Banyak kondisi patologis
termasuk kanker, gangguan neurologis, aterosklerosis dan hipertensi berkontribusi
terhadap stres oksidatif. Selain itu, karena gelombang mikro dalam rentang
frekuensi 800-1000 MHz biasanya dapat menembus tengkorak, hampir 40% dari
gelombang mikro yang diserap dapat meluas melalui otak bagian dalam (Klemm
& Troester, 2006).
Beberapa percobaan telah dilakukan untuk mempelajari efek perlindungan
dari antioksidan alami yang berbeda seperti vitamin dan hormon melatonin
terhadap bahaya biologis ponsel (Guney et al., 2007) (Kerman & Senol, 2012).
Baru-baru ini, banyak penelitian telah menetapkan efek perlindungan N-asetil
sistein/L-CyS sebagai antioksidan kuat untuk memperbaiki efek radiasi ponsel
(Abdel-Rahman, 2004) (Ozgur et al., 2010). Namun, sistem pertahanan utama
terhadap ROS telah dipelajari sebelumnya, menggarisbawahi bahwa L-sistein (L-
CyS) memainkan peran kunci dalam mencegah kerusakan oksidatif, tindakan ini
sebagian karena sifat antioksidan langsung melalui fungsi tiolnya yang dapat
1
mengais radikal bebas, dan tentu saja lebih signifikan sebagai prekursor pembatas
GSH tereduksi (Li et al., 2002).
Telah diketahui sebelumnya bahwa, L-CyS melintasi membran eritrosit
(proses masuk dan keluar) lebih efisien daripada N-asetil sistein; karenanya bisa
lebih efektif daripada Nacetyl cysteine dalam memulihkan tingkat SH bebas
intraseluler yang terkuras. Dengan demikian, di bawah kondisi oksidatif L-CyS
mungkin lebih efisien dengan respons yang lebih cepat dalam perlindungan
terhadap stres oksidatif dan dalam regenerasi kadar GSH (Yildiz et al., 2009).
Patch transdermal (TDPs) sebagai patch perekat obat, ditempatkan pada kulit
dan memberikan dosis obat tertentu melalui kulit mencapai aliran darah, adalah
metode yang menarik untuk menghindari metabolisme lintas pertama, fluktuasi
yang lebih rendah dalam tingkat obat plasma, menargetkan bahan aktif untuk efek
lokal dan kepatuhan pasien yang baik. Silikon vulkanisir suhu kamar (RTV-Si)
telah digunakan sebelumnya untuk persiapan TDP. Karena elastomer adalah
polimer komersial yang menawarkan karakteristik biokompatibilitas yang unik
dan tidak dapat terurai secara hayati, elastomer banyak digunakan dalam
biomaterial, terutama pada peralatan medis untuk penghantaran obat atau
pelepasan obat yang terkontrol; di antara silikon kelas medis,
polydimethylsiloxane tidak hanya memenuhi standar di atas tetapi juga dapat
digunakan dalam aplikasi topikal kulit dan implan jangka panjang (Tsai & Chang,
2013).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara untuk mengatasi pengaruh Lsistein hidroklorida yang dimuat
dalam patch transdermal silikon vulkanisir suhu kamar (L-CyS-HCL-RTV-Si-
TDPs) sebagai pendekatan yang menjanjikan untuk perlindungan terhadap bahaya
stres oksidatif yang dihasilkan oleh penggunaan ponsel memancarkan radiasi
elektromagnetik?
2
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatasi pengaruh Lsistein
hidroklorida yang dimuat dalam patch transdermal silikon vulkanisir suhu kamar
(L-CyS-HCL-RTV-Si-TDPs) sebagai pendekatan yang menjanjikan untuk
perlindungan terhadap bahaya stres oksidatif yang dihasilkan oleh penggunaan
ponsel memancarkan radiasi elektromagnetik.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
gangguan neurologis, aterosklerosis dan hipertensi berkontribusi terhadap stres
oksidatif. Selain itu, karena gelombang mikro dalam rentang frekuensi 800-1000
MHz biasanya dapat menembus tengkorak, hampir 40% dari gelombang mikro
yang diserap dapat meluas melalui otak bagian dalam (Omar et al., 2019).
C. Patch Transdermal
1. Kulit
Kulit termasuk bagian dari rangka terluas, dengan berat keseluruhan
sekitar 2,7kg sampai 3,6 kg dan mendapatkan sepertiga volume darah dari
tubuh, dengan ketebalan kulit yang bermacam-macam berkisar antara 0,5
sampai 6,0 mm terdiri dari sel-sel serta matriks ekstraseluler. Kulit terdiri
dari 3 lapisan diantaranya yaitu epidermis yang merupakan bagian terluar dari
5
kulit memiliki kelapisan yang tipis, selanjutnya yaitu dermis merupakan
bagian dari kulit yang memiliki tekstur tebal yang berada di dalam, kemudian
pada bagian bawah dermis terdapat suatu jaringan lemak subkutan atau biasa
disebut dengan hypodermis. Jaringan hypodermis adalah jaringan ikat dimana
tempat dari kelenjar keringat serta lemak dan sel-sel kolagen yang menempel
di bawah dermis (Goldsmith, Lowell A, 2012).
6
epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas
lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel
rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni pars papilare dan
pars reticulare. Lapisan ini berfungsi mensuplai makanan untuk epidermis
dan bertanggung jawab terhadap sifat elastisitas kulit. Fibroblas dermis
memproduksi prekursor yang dikenal sebagai pro-kolagen. Prokolagen ini
mengandung 300-400 asam amino yang dipindahkan setelah sekresi
menghasilkan kolagen. Bila produksi kolagen menurun proses kulit kering
akan meningkat dan elastisitas kulit menurun (Devissaguet dan Aiache,
1993).
c. Lapisan Hipodermis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya dan juga mengandung glomerulus
kelenjar keringat. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi
sebagai cadangan makanan, di lapisan ini juga terdapat ujung-ujung saraf
tepi, pembuluh darah, dan getah bening (Devissaguet dan Aiache, 1993).
2. Sediaan Patch Transdermal
Patch transdermal merupakan suatu system penghantaran obat dengan
menggunakan perekat melalui kulit menuju ke sirkulasi sistemik dengan laju
pelepasan terkontrol dan mempertahankan konsentrasi dari obat tersebut
(Pawar M Priyanka et al, 2018).
Salah satu pengembangan sistem terapi obat melalui rute transdermal
yaitu pembuatan sediaan patch, namun masalah utama dalam penghantaran
obat secara transdermal yaitu kemampuan permeabilitas obat dalam melewati
stratum corneum yang merupakan barrier utama dalam penetrasi obat masuk
melewati kulit. Untuk mengatasi masalah penetrasi tersebut partikel obat
dibuat sekecil mungkin hingga berukuran nanometer (nm) (Suryani et al.,
2015).
Patch memastikan obat terdistribusi dengan laju pelepasan terkontrol.
Partikel obat harus terlarut sehingga terbentuk molekul yang dapat berdifusi
melewati polimer, kemudian obat akan berpenetrasi melewati kulit.
Berdasarkan metode formulasinya, patch dibagi dua kelompok yaitu
7
membrane controlled system dan matrix controlled system (Okyar, et al.,
2013).
a. Keuntungan Sediaan Transdermal
Keuntungan rute pemberian obat menggunakan sediaan patch
transdermal antara lain (Khumar et al, 2016).
1) Mampu menghindari fisrt pass metabolisme obat.
2) Dapat menghindari degradasi obat di Gastrointestinal (GI).
3) Saat terjadi toksisitas mudah dihilangkan.
4) Dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam pengurangan frekuensi
dosis.
5) Mudah digunakan untuk anak-anak, orang dewasa, lanjut usia
maupun cacat mental.
6) Dapat diaplikasikan oleh pasien sendiri tanpa bantuan tenaga medis.
b. Kerugian Sediaan Transdermal
Kerugian rute pemberian obat menggunakan sediaan patch transdermal
antara lain (Dhiman et al, 2016) ;
1) Tidak cocok untuk bahan yang dapat mengiritasi kulit.
2) Dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit.
3) Hanya untuk bahan obat yang memiliki sifat impermeable terhadap
kulit.
4) Menyebabkan ritema, gatal-gatal dan local edema yang disebabkan
karena obat adesiv dan eksipien yang digunakan dalam gormulasi
patch.
3. Jenis Sistem Pemberian Obat Transdermal
Transdermal merupakan sistem penghantaran obat yang menghantarkan
obat ke kulit dengan kecepatan tertentu untuk mencapai efek sistemik
(Suryani et al., 2015).
Sediaan transdermal merupakan salah satu bentuk sistem penghantaran
obat dengan cara ditempel melalui kulit. Rute penghantaran obat secara
transdermal merupakan rute pilihan alternatif untuk beberapa obat, karena
mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat memberikan efek obat
dalam jangka waktu yang lama, pelepasan obat dengan dosis konstan, cara
8
penggunaan yang mudah, dan dapat mengurangi frekuensi pemberian obat
(Khan, et al., 2012)
Melalui bentuk sediaan transdermal jumlah pelepasan obat yang
diinginkan dapat dikendalikan, durasi penghantaran aktivitas terapeutik dari
obat, dan target penghantaran obat ke jaringan yang dikehendaki. Tujuan dari
pemberian obat secara transdermal adalah obat dapat berpenetrasi ke jaringan
kulit dan memberikan efek terapeutik yang diharapkan (Barhate, et al., 2009)
Sistem penghantaran obat transdermal adalah suatu sistem penghantaran
obat yang memfasilitasi obat menembus kulit kemudian masuk ke peredaran
darah untuk memperoleh efek sistemik. Pemanfaatan kulit sebagai rute
penghantaran obat sistemik sampai tahun 1950-an belum dieksploitasi baik
secara komersial maupun secara saintifik. Pengembangan sediaan berbentuk
salap yang mengandung obat seperti nitrogliserin dan senyawa salilisilat,
membantah anggapan klasik bahwa kulit merupakan lapisan yang tidak dapat
ditembus (impermeable), secara sederhana ternyata kedua obat tersebut
menunjukkan efektivitas terapeutik. Jauh sebelumnya telah ditemukan bahwa
pekerja di industri zat warna di Jerman banyak menderita penyakit kanker
ginjal dan pada waktu itu sudah ada kecurigaan bahwa zat warna
karsinogenik dapat mencapai ginjal melalui kulit (transdermal) (Agoes,
2008).
Berdasarkan metode formulasinya, jenis system pemberian obat sediaan
patch transdermal dibedakan menjadi 2 yaitu Reservoir System dan Matrix
diffusion-controlled System. Adapaun kombinasi dari kedua tipe ini maka
dapat dikembangkan menjadiDrug-in-adhesive systemdan Micro-Reservior
System (Khumar et al, 2016).
a. Reservoir System
Dalam obat sistem ini, reservoir obat disimpan diantara lapisan kulit dan
membrane pengontrol laju. Molekul obat hanya akan terlepas melalui rate
controlling membrane. Bahan aktif dari reservoir dapat di dispersikan dalam
bentuk padatan obat yang tersebar dalam matriks polimer padat, medium cair
kental seperti suspense atau gel di reservoir kompartemen(Pawar M Priyanka
et al, 2018)
9
b. Matrix diffusion-controlled System
Reservoir obat dibuat dengan mendispersikan partikel homogen obat
dalam matriks polimer hidrofilik atau hidrofobik. Reservoir obat dapat dibuat
dengan melarutkan obat dan polimer dalam pelarut umum diikuti dengan
penguapan pelarut dalam cetakan pada suhu tinggi atau vakum. Reservoir
obat yang mengandung polimer kemudian disisipkan ke dalam plat dasar
oklusif pada kompartemen fabrikasi dari backing plastik (Khumar et al, 2016)
c. Drug-in-adhesive system
Obat dalam system ini tersebar pada adhesive layer pada patch. Untuk
pembentukan obat penampung obat yang didispersikan dalam polimer perekat
dan kemudian menyebarkan perekat polimer obat dengan pengecoran pelarut
atau dengan melelehkan perekat (dalam kasus perekat leleh panas) ke lapisan
pendukung yang kedap air (Pawar M Priyanka et al, 2018).
d. Micro- Reservior System
Sistem ini merupakan kombinasi dari sistem reservoir dan matriks
dispersi. Di sini obat disuspensikan dalam larutan berair dari polimer yang
larut dalam air dan kemudian mendispersikan larutan secara homogen dalam
polimer lipofilik untuk membentuk ribuan bola mikroskopis reservoir obat
yang tidak dapat diputihkan. (Pawar M Priyanka et al, 2018).
10
BAB III
A. Bahan
Metode persiapan RTV-Si-TDPs sesuai dengan yang dijelaskan baru baru ini
(Tsai, C.-Y., Chang, 2013). Secara singkat, polidimetilsiloksan (elastomer lunak
RTV-Si) dibuat dengan mencampur monomer, cairan (A) dan zat pendorong
pengikat silang (garam platinum), cairan (B) dengan perbandingan 10:1 untuk
A:B, w/ w (F1). Untuk persiapan RTVSi-TDP dengan muatan L-CyS-HCl, 5% L-
CyS-HCl dan konsentrasi sorbitol yang berbeda (0%, 5%, 10%, 15% dan 20% b/b
berat patch) ditinggikan dengan cairan B dan kemudian dicampur dengan cairan A
untuk membuat masing-masing F2, F3, F4, F5 dan F6. Campuran segera
dituangkan di atas cetakan Teflon dan disimpan semalaman agar kering pada suhu
kamar.
11
yang diuji sesuai dengan cara yang dijelaskan sebelumnya, menggunakan
tarik alat uji kekuatan (Zwick Roell Tensile Testing Proline, Jerman),
(Bharkatiya, M., Nema, R., Bhatnagar, 2010). Titik leleh (Y) dicatat sebagai
indikasi kekuatan tarik. Kuat tarik sampel dihitung dengan membagi beban
putus (Newton) dengan luas penampang benda uji (m2) dan dinyatakan dalam
MPa. Selain itu, perubahan panjang strip yang terjadi melalui peningkatan
tegangan dicatat sebagai % elongasi (Raghavendra, K., Doddayya, H., Patil,
S., Habbu, 2000). Setidaknya lima ulangan dilakukan untuk setiap patch yang
diformulasikan.
3. Difraksi sinar-x
Untuk memeriksa efek sorbitol yang tertanam dalam TDP pada sifat
kristal dari patch silikon. Pola difraksi sinar-X dideteksi untuk (F1, F2, F3
dan F5) menggunakan difraktometer sinar-X (Model: XPERT–PRO–
PANalytical–Belanda). Difraktogram direkam pada suhu kamar dengan
kondisi sebagai berikut: tegangan 45 kV, arus 30 mA, pada langkah 0,02, laju
pencacahan 0,5 s/langkah dengan anoda tabung Cu dan sudut hamburan (2H)
berkisar (4–80-) dan k 1,54.
12
D. Studi Rilis In-Vitro
Dimana f1 mewakili perbedaan persen antara dua kurva pada setiap titik waktu
dan merupakan pengukuran kesalahan relatif antara dua kurva, n adalah jumlah
titik waktu, Rt adalah nilai referensi yang dilepaskan pada waktu t, dan Tt adalah
13
nilai tes yang dirilis pada waktu T. Nilai untuk f1 lebih dari 15,0 menunjukkan
ketidaksamaan dari dua profil.
Data yang diperoleh menjadi sasaran berbagai model matematika (orde nol,
orde pertama dan orde kedua) untuk memprediksi kinetika pelepasan obat. Model
yang paling cocok dipilih sesuai dengan koefisien regresi nilai (r2). Untuk
menyelidiki mekanisme perilaku pelepasan L-CyS-HCl dari RTV-Si-TDPs yang
disiapkan, data dianalisis menggunakan persamaan difusi Higuchi dan model
pelepasan Korsmeyer-Peppas, yang diberikan oleh persamaan berikut (Korsmeyer
et al., 1983):
MT= M1 ¼ ktn
Dimana MT/M1 mewakili fraksi obat yang dilepaskan pada waktu t, K adalah
konstanta kinetik dari sistem obat/polimer dan n adalah eksponen pelepasan yang
mencirikan mekanisme pelepasan. Model yang diusulkan oleh Peppas dan Sahlin
juga diterapkan untuk mempelajari mekanisme pelepasan L-CyS-HCl dari
formulasi yang berbeda menggunakan persamaan berikut (Peppas dan Sahlin,
1989
14
Tikus Wistar Albino jantan dengan berat 140 ± 20 g dibeli dari kandang
hewan Perusahaan Mesir untuk Produksi Vaksin, Sera, dan Obat-obatan
(EGY VAC), (Helwan, Kairo, Mesir). Pedoman National Institutes of Health
(NIH) untuk perawatan dan penggunaan hewan laboratorium telah diikuti;
selain itu, protokol penelitian hewan telah disetujui oleh Komite Etik Hewan
Fakultas Farmasi, Universitas Helwan, dan peraturan komite diikuti selama
penelitian. Tikus ditempatkan di kandang yang jauh dari sumber ESDM dan
dipelihara dengan pakan ternak dan disimpan di bawah kondisi kandang dan
penanganan yang sesuai sampai periode percobaan, dengan akses gratis ke
makanan laboratorium standar dan air ledeng, pada suhu kamar konstan 25 -
C dan siklus alami siang/malam.
Kulit punggung tikus baru digunakan untuk studi permeasi kulit LCyS-
HCl dari RTV-Si-TDP. Satu hari sebelum percobaan, rambut dihilangkan
dengan krim obat menghilangkan rambut dan dibilas dengan air. Pada hari
percobaan, tikus dikorbankan dan potongan kulit 5 cm - 5 cm dipotong dari
daerah punggung dan lemak subkutan dan jaringan ikat dihilangkan dengan
hati-hati. Setiap kulit spesimen diperiksa untuk kerusakan menggunakan lensa
pembesar, dan dihidrasi dalam saline buffer fosfat isotonik (PBS, pH 7,4). Sel
difusi Franz digunakan untuk percobaan permeasi. Kelebihan PBS
dihilangkan dari permukaan kulit dengan mengoleskannya dengan lembut
menggunakan kertas tisu bebas serat. Penelitian dilakukan pada RTV-Si-TDP
terpilih dengan muatan L-CyS-HCl (F2, F3 dan F5). Empat cm 2 L-CyS-HCl-
RTV-Si-TDP, setara dengan 20 mg L-CyS-HCl, ditempatkan pada
permukaan kulit di kompartemen donor. Kompartemen reseptor diisi dengan
10 ml PBS, pH 7,4. Suhu 37 ± 1 -C dipertahankan dengan pengadukan terus
menerus pada 600 rpm menggunakan pengaduk magnet. Pada interval waktu
yang telah ditentukan, 250ML alikuot dikeluarkan dari kompartemen reseptor
dan fase reseptor diisi ulang untuk mempertahankan volume yang konstan. L-
CyS-HCl yang meresap dalam fase reseptor ditentukan sebagai rata-rata tiga
ulangan menggunakan reaksi Ellman seperti yang dinyatakan sebelumnya.
15
3. Analisis data permease
16
diperkirakan setelah koreksi awal, menggunakan perangkat lunak Kinetica versi
5.1 (Thermo Scientific, USA).
Percobaan dilakukan pada tikus dewasa model Wistar Albino jantan dengan
berat badan 140 ± 20 g. Dimana, efek pancaran gelombang mikro ted dari ponsel
di in-vivo Sel saraf SSP, serta parameter darah dan biologis dipelajari dan
protagonis L-CyS-HCL sebagai pengobatan profilaksis dipastikan.
2. Desain eksperimental
17
kelompok perlakuan profilaksis (Kelompok 3 sampai 9). Enam dari mereka
(kelompok 3, 4, 5, 7, 8 dan 9) menerima satu mililiter IV Injeksi konsentrasi yang
berbeda dari L-CyS-HCL (5, 10, 20, 30, 40 dan 50 mg/ml) menggunakan L-
CySHCl monohydrate (50 mg/ml) Injeksi IV, (USP, Sandoz Inc.) diencerkan
dengan dekstrosa IV 5%. Selain itu, L-CyS-HCL memuat RTV-Si-TDPs (F5)
setara dengan dosis 80 mg (Grup 6). Dosis tikus dihitung dari dosis manusia yang
dilaporkan sebelumnya dengan aman dari turunan LCyS-HCl (600-1800 mg/hari)
(Enzian, 1998).
18
frekuensi radiasi pada 900 MHz. meniru ponsel, dan gelombang
elektromagnetik dipancarkan melalui antena tanduk ke tikus yang dikurung.
b. Gambar darah.Pada akhir periode iradiasi, sampel darah dikumpulkan
dalam tabung antipembekuan heparin steril (VOMA MED, LH), dan
sampel digunakan dalam evaluasi profil darah menggunakan penganalisis
darah otomatis MSLAB07 (Cina, daratan) (Alghamdi dan ElGhazaly,
2012). Profil darah terdiri dari:
1) Hitung darah lengkap meliputi persentase limfosit (% LY), jumlah
trombosit (PLT), jumlah sel darah merah (RBC), hemoglobin (Hb)
dan hematokrit (Hct).
2) Serta, Pengukuran Indeks Sel darah merah terdiri dari: mean cell
volume (MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCH) dan mean
corpuscular hemoglobin konsentrasi (MCHC).
c. Analisis biokimia darah.Metode yang sesuai dengan yang dijelaskan
sebelumnya (Meral et al., 2007). Sampel darah utuh dikumpulkan ke
dalam tabung heparinisasi untuk estimasi penurunan kadar GSH dan
kadar malondialdehid (MDA) serum darah.
1) Penentuan GSH tereduksi
19
berwarna MDA yang terbentuk dengan asam tiobarbiturat padaʎ532nm
(Kerman dan Senol, 2012)
2. Pemeriksaan histopatologi
20
Analisis Statistik dengan menerapkan one way ANOVA dilanjutkan dengan uji
komparatif Post Hoc (Dunnett) dengan F1
21
BAB IV
PEMBAHASAN
22
dibandingkan dengan (F2). Hasil yang disajikan mengungkapkan bahwa,
penggabungan L-CyS-HCl menghasilkan patch yang keras dan rapuh. Hal ini
dapat dikaitkan dengan integrasi obat dalam molekul polimer. Namun,
dengan meningkatkan konsentrasi plasticizer, kekuatan tarik secara bertahap
menurun, tidak seperti % elongasi yang meningkat dengan plasticizer.
Pengaruh sorbitol sebagai plasticizer pada sifat mekanik formulasi telah
dijelaskan sebelumnya (Gal dan Nussinovitch, 2009). Tergantung pada jenis
plasticizer dan optimalisasi konsentrasinya dalam sistem pengiriman obat
transdermal, plasticizer sebelumnya digunakan untuk mencegah keretakan
film, meningkatkan fleksibilitas dan kemampuan proses. Dengan demikian,
plasticizer meningkatkan ketahanan dan kekuatan sobek dari film polimer.
Setelah penambahan plasticizer, fleksibilitas polimer meningkat sebagai
konsekuensi dari melonggarnya keketatan gaya antarmolekul dengan
penetrasi antara rantai polimer, mengganggu gaya kohesif antar rantai
polimer dan karenanya, memastikan pelumasan rantai polimer (Höfer dan
Hinrichs, 2009).
2. Difraksi Sinar-X
23
Gambar 3. Difraktogram sinar-X dari tambalan yang berbeda
mengungkapkan efek L-CyS-HCl serta konsentrasi sorbitol pada pola difraksi
sinar-x dari tambalan silikon, yang menggambarkan jarak antara lapisan atom
dalam kristal polimer dari tambalan yang berbeda (d-spacing, d) untuk RTV-
Si-TDP polos (-) dan 5% L-CyS-HCl dimuat (-), serta 5% L-CyS-HCl dimuat
RTV-Si-TDP dengan 1:1 (-) dan 1:3 (-) Obat: Sorbitol
24
atas dasar itu, obat dan plasticizer diselipkan di antara untaian individu
polimer, di mana struktur tersier polimer dimodifikasi menjadi struktur yang
lebih berpori dan kurang kohesif (Gal dan Nussinovitch, 2009).
Analisis statistik dengan menerapkan ANOVA satu arah diikuti dengan uji
komparatif Post Hoc (Dunnett) dari nilai rata-rata persen LCyS-HCL yang
dilepaskan dari L-CyS-HCl-RTV-Si-TDP yang berbeda setelah periode 24 jam,
(13,75 , 14,82, 24,02 dan 26,05%) masingmasing dari (F3, F4, F5 dan F6),
dibandingkan dengan yang dilepaskan dari F2 (11,78%), menunjukkan perbedaan
yang nyata pada (p > 0,05), Gambar 4. Selain itu, tidak ada perbedaan signifikan
yang diamati dengan menerapkanT-uji untuk membandingkan nilai rata-rata dari
persen obat yang dilepaskan dari F3 dan F4 serta F5 dan F6. Selain itu, dihitungf1
nilai (faktor perbedaan) adalah (18, 30, 73 dan 93) untuk (F3, F4, F5 dan F6),
masing-masing, dibandingkan dengan F2 sebagai referensi; menunjukkan bahwa
perbedaan profil pelepasan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi sorbitol.
25
Gambar 5. Efek Konsentrasi Sorbitol dalam in-vivo
Data rilis menunjukkan korelasi yang baik dengan pola orde pertama dengan
r2 nilai 1, menunjukkan bahwa kinetika pelepasan obat bergantung pada
konsentrasi. Menyesuaikan data rilis dengan model Higuchi mengungkapkan nilai
26
koefisien regresi yang tinggi 1, menunjukkan mekanisme dominan yang
dikendalikan difusi dari pelepasan obat.
Karena tidak ada perbedaan signifikan yang diamati untuk persen obat yang
dilepaskan dari (F3 dan F4) serta (F5 dan F6); F3 dan F5 dipilih dan dibandingkan
dengan F2 untukex-vivo studi permeasi kulit; untuk mengklarifikasi pentingnya
efek sorbitol pada parameter yang dipelajari dan oleh karena itu, jelaskan dan pilih
formulasi yang optimal.
27
Jeda waktu untuk pelepasan L-CyS-HCl ditunjukkan pada: Tabel 3, di mana
konsentrasi plasticizer memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jeda waktu
yang diamati. Efek pada jeda waktu ini mungkin karena koefisien permeabilitas
yang lebih tinggi (Kp) obat di seluruh kulit dengan meningkatkan konsentrasi
sorbitol, dalam urutan jeda waktu yang terbalik. Jeda waktu yang diperoleh dapat
dijelaskan sebelumnya, dimana setelah obat hidrofilik dilepaskan dari film
polimer, mereka mencapai permukaan kulit, kemudian lolos ke sirkulasi dermal
melalui permeasi melalui sel-sel epidermis (lipid) dan/atau melalui pelengkap
kulit (aqueous). (Riviere dan Papich, 2001). Dengan demikian, permeasi obat
yang tertunda ke media akseptor dapat menjadi hasil dari koefisien partisi yang
rendah dari obat hidrofilik; di mana obat penetrasi harus memiliki beberapa
kecenderungan untuk partisi ke dalam lipid antar sel stratum korneum, (Riviere
dan Papich, 2001).
Gambar 6. Profil Permeasi L-Cys-HCl melalui kulit tikus yang dipotong dari
berbagai RTV
28
TL: jeda waktu, J: laju permeasi kulit, Kp: koefisien permeabilitas ± SD (n
= 3). A Berbeda tidak nyata dengan kontrol (F2) (p > 0,05).B Berbeda
nyata secara statistik dengan kontrol (F2) (p < 0,05).C Berbeda nyata
secara statistik dengan kontrol (F2) (p < 0,01).
Karena tingkat permeasi kulit dari obat yang larut dalam air tergantung pada
kelarutannya dan difusi dalam patch, dan karena RTV-Si-TDPs adalah kendaraan
hidrofobik, dengan demikian, diharapkan bahwa L-CyS-HCl sebagai obat yang
larut dalam air memiliki afinitas yang rendah. ke matriks hidrofobik, yang
menghasilkan tingkat permeasi kulit yang tinggi (J akug/cm 2/H). Memiliki sifat
hidrofobik ini, RTV-Si-TDP umumnya memiliki efek oklusif, yaitu, mereka tidak
membiarkan air menguap dari permukaan kulit; efek spesifik yang meningkatkan
perembesan obat ke seluruh kulit. Oklusi terutama meningkatkan hidrasi stratum
korneum, meningkatkan pembengkakan korneosit dan meningkatkan asupan air
ke dalam domain lipid interseluler. Selain itu, hidrasi dapat memfasilitasi
pemisahan senyawa penembus dari stratum korneum ke epidermis. Dengan
demikian, meningkatkan penetrasi, mengingat permeasi terutama transseluler,
karena hidrofilisitas obat (Treffel et al., 1992). Telah dilaporkan sebelumnya
bahwa, peningkatan jumlah plasticizer meningkatkan penyerapan kelembaban
film transdermal, yang terkait erat dengan fitur permeabilitas obat yang larut
dalam air melalui film transdermal (Lade dkk., 2011). Ini mungkin menjelaskan
peningkatan laju permeasi (Jakug/cm2/h) L-CyS-HCl dengan meningkatkan
konsentrasi sorbitol di patch.
Diketahui bahwa Formula FS ini dipilih untuk in vivo tergantung pasa hasil
yang diperoleh dari studi perembesan kulit ex-vivo. Dimana, F5 memiliki tingkat
29
permeasi kulit tertinggi (J), jeda waktu terpendek, serta, koefisien permeabilitas
tertinggi yang diamati (Kp) obat di seluruh kulit, dibandingkan dengan formulasi
diuji lainnya.
30
Gambar 7. Rata-rata profil plasma waktu konsentrasi GSH pada tikus
setelah pemberian dosis bolus IV tunggal (20 mg) L-CyS-HCl dan L-CyS-HCl
Loaded RTV-Si-TDP (F5) (80 mg L-CyS- HCl). (Rata-rata ± SD, n = 8)
31
Sehingga didapat dari profil farmakokinetik yang diamati dalam penelitian
ini, diungkapkan bahwa RTV-Si-TDP yang dimuat L-CyS-HCl memberikan
pengiriman L-CyS-HCl yang lancar dan terkontrol dengan Cmaksimal GSH yang
disintesis secara endogen, setara dengan dosis efektif dan maksimal yang secara
signifikan lebih lama dibandingkan dengan pemberian L-CyS-HCl IV (p <0,001),
tanpa fluktuasi puncak.
Setelah aplikasi patch, konsentrasi sistemik GSH tetap relatif konstan karena
deposisi L-CyS-HCl yang cepat ke dalam stratum korneum, yang kemudian
secara stabil dikirim ke plasma, dimetabolisme di hati dan dikirim ke plasma
sebagai GSH. McPherson dan Hardy (2012) telah menunjukkan bahwa, karena
sistein mewakili 33,6% dari molekul GSH, 200 mg sistein (dosis komersial) akan
cukup bagi tubuh untuk secara teoritis mensintesis hingga 600 mg GSH
(McPherson dan Hardy, 2012). Akibatnya, suplementasi dengan NAC (produk
antioksidan) menghasilkan 3 kali lipat produksi GSH secara endogen oleh tubuh.
Oleh karena itu, tingkat GSH, tiol tereduksi, meningkat secara signifikan
dibandingkan dengan baseline (0,25 mg/ ml GSH endogen) pada pemberian NAC.
Temuan ini sesuai dengan peningkatan tiga kali lipat dalam bioavailabilitas
absolut (F) setelah aplikasi patch dibandingkan dengan pemberian IV.
Hasil yang memungkinkan kepastian yang lebih besar dari pemuatan sel GSH
dan meningkatkan kemanjuran dan akses ke paparan EMR secara aman dengan
titrasi L-CyS-HCl sederhana menggunakan RTV-Si-TDP yang dimuat L-CyS-
HCl.
32
metabolik. Di mana pun, peningkatan besar tiol bebas dalam sirkulasi dikaitkan
dengan reaksi yang dimediasi radikal tiil. Selain itu, efek destabilisasi dari
peningkatan tiol/disulfonat rasio fide dalam plasma, yang biasanya dalam keadaan
lebih teroksidasi daripada kompartemen intraseluler. Perubahan gradien redoks
tiol di seluruh sel juga dapat berdampak buruk pada setiap transpor atau proses
pensinyalan sel, tergantung pada pembentukan dan pecahnya hubungan disulfida
dalam protein membrane Deneke, 2001).
1. Studi Hematologi
a. Tes kerapuhan osmotik eritrosit (EOF).
33
pengenceran sampel darah dari kelompok yang berbeda, persentase hemolisis
menunjukkan penurunan tajam dengan peningkatan dalam persen
perlindungan terhadap hemolisis (83%, 75%, 80%, 82%, 95% dan 94%)
untuk kelompok (1, 2, 3, 4, 5 dan 6) masing-masing, pada konsentrasi NaCl
0,9%.
34
mekanisme pertahanan antioksidan dan meminimalkan penghancuran
eritrosit.
2. Gambar darah
Dari sudut pandang biologis, darah dapat dianggap sebagai jaringan yang
terdiri dari berbagai jenis sel (sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit)
dan cairan bahan antar sel (plasma).El-Bediwi dkk., 2013). Hipotesis telah
mengilustrasikan bahwa sebagian besar fungsi fisiologis dalam organisme
hidup bersifat elektrokimia; gangguan proses listrik atau kimia intrinsik
dalam struktur sel berpotensi mengganggu fungsi sel yang mengarah ke mal-
fungsi sistem organ. Baru-baru ini, telah dijelaskan bahwa, karena efek pada
muatan listrik, EMR dapat memodifikasi struktur ionik elemen dalam
membran sel, mendistribusikan masuk dan keluarnya berbagai elemen
termasuk ion kalsium; dengan perubahan struktur sel berikutnya dan
gangguan fungsi sel, dengan gangguan jaringan berikutnya dan disfungsi
organ (Jelodar dkk., 2011).
35
Hasil yang diperoleh dikonfirmasi dengan yang dilaporkan sebelumnya
dengan penurunan yang signifikan dalam pengukuran darah, seperti
hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct). Selain itu, indeks sel darah merah
(jumlah sel darah merah, MCV, MCH dan MCHC) dan rata-rata jumlah
trombosit (PLT) tercatat menurun dengan meningkatnya periode paparan
EMR. Oleh karena itu, EMR yang dipancarkan dari ponsel dapat
menyebabkan pengaruh berbahaya yang jelas pada dinding sel, terutama
dinding sel darah merah dengan ketidakseimbangan enzim darah (Alghamdi
dan ElGhazaly, 2012). Selain itu, terdapat pengaruh yang signifikan terhadap
struktur molekul hemoglobin karena kerusakannya setelah tikus terpapar
EMR (ElBediwi dkk., 2013). Penurunan konsentrasi hemoglobin dapat
dikaitkan dengan interaksi antara besi heme dan medan elektromagnetik,
dimana medan magnet memasuki tubuh dan bekerja pada ion di semua organ
vital seperti limpa, sumsum tulang, ginjal dan hati, yang mengubah potensial
membran sel dan distribusi ion (Singh dkk., 2013).
Parameter darah (HCT, MCV, MCH dan MCHC) adalah cara yang
paling penting dimana penurunan jumlah sel darah merah dapat ditentukan, di
mana penurunan nilai parameter ini bisa menjadi akibat dari kerusakan dalam
eritrosit yang bersirkulasi (Fatayer, 2006). Karena (HCT) sesuai dengan rasio
volume sel darah merah terhadap volume darah keseluruhan, temuan ini dapat
menjelaskan penurunan nilai (HCT) yang diperoleh dalam penelitian untuk
kelompok 2 dibandingkan dengan kelompok 1, di mana volume sel darah
merah turun sebagai akibat dari Paparan EMR dengan peningkatan volume
plasma mengakibatkan penurunan nilai (HCT). Nilai semakin berkurang
(MCV) yang diperoleh, indikator ukuran sel darah merah, merupakan hasil
36
dari kerusakan sel darah merah akibat paparan EMR. Karena (MCH)
menunjukkan (Hb) di dalam sel darah merah, akibatnya penurunan kedua
nilai secara individual akhirnya akan menurunkan nilai (MCH), juga (MCHC)
adalah rasio (Hb) dan (HCT), dan karenanya mereka berkurang bisa langsung
menurun (MCHC) nilai. Hasil yang diperoleh dikonfirmasi dengan yang
dilaporkan sebelumnya; Alghamdi dan El Ghazaly, 2012).
3. Studi Biologi
a. Penentuan tingkat GSH
37
pada Tabel 6. Di sisi lain, kelompok 4, 5 & 6 diobati dengan konsentrasi
L-CyS-HCl. 10 mg & 20 mg dan L-CyS-HCl-RTV-Si-TDPs (F5),
masing-masing, menunjukkan kadar MDA yang lebih rendah dalam
plasma yang tidak berbeda secara signifikan dari kontrol negatif
(kelompok 1) (p <0,05).
F. Studi Histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologis jaringan otak yang berbeda dari tikus yang
terpapar dan kontrol EMR yang mewakili kelompok yang berbeda dalam studi
disajikan dalam Tabel 6. Efek gelombang mikro yang dipancarkan dari ponsel
padastriatum otak tikus dengan paparan bidang RF/MW 900 MHz selama empat
jam terus menerus ditunjukkan dalam Gambar 8. Kelompok (1) tidak
menunjukkan perubahan histopatologi, Gambar 8- 1. Striatum pada kelompok
kontrol positif (kelompok 2) menunjukkan pembentukan plak eosinofilik fokal
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8-2 dan Tabel 6. Kelompok 3
menunjukkan edema intracytoplasmic dan vakuolisasi di beberapa sel saraf
38
striatum, terkait dengan pembentukan plak eosinofilik fokalGambar 8-3. Striatum
pada kelompok 4 menunjukkan pembentukan plak eosinofilik fokal sedang.
Tabel 6. Efek histopatologi EMR yang dipancarkan dari ponsel pada korteks
serebral, hipokampus dan striatum otak tikus setelah terpapar medan kontinu
RF/MW 900 MHz selama empat jam
39
meninges dan korteks serebral yang normal. Sedangkan untuk kelompok 3
menunjukkan piknosis nuklir dan degenerasi di beberapa neuron, juga, kelompok
4 menunjukkan piknosis nuklir sedang dan degenerasi di neuron korteks serebral.
Kelompok 5 & 6 mencatat perbedaan yang tidak signifikan (p >0,05)
dibandingkan dengan kelompok 1 karena korteks serebral menunjukkan struktur
histologis yang normal.
Pada Fungsi EMR yang rusak pada jaringan otak yang berbeda dapat
memperjelas neurotoksisitas histopatologis sebagai edema, vakuolasi dan plak
yang diamati dalam penelitian ini. Usman (2012) telah menyarankan bahwa,
kerusakan lisosom dan penghancuran badan Nissl akibat asidofilia adalah
penyebab utama edema dan kromatolisis pada tikus yang terpajan EMR (Usman,
2012). Baru-baru ini, perubahan jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
paparan EMF selama tiga puluh menit pada frekuensi 940-MHz (radiasi ponsel)
telah dipelajari (Razavi dkk., 2015). Studi tersebut mengungkapkan peningkatan
sel apoptosis, peningkatan permeabilitas BBB (kebocoran albumin dari BBB) dan
peningkatan ruang BBB yang menyebabkan perubahan struktur BBB (edema).
Karena BBB bertanggung jawab untuk pemeliharaan lingkungan mikro neuron,
yang dicapai dengan pemisahan otak dari darah dan dengan transportasi selektif
zat dari darah atau otak oleh sel-sel endotel, dengan demikian, dengan perubahan
40
struktur BBB, kehidupan neuron berbahaya dan akhirnya neuron rusak (Zhao
dkk., 2007). Ujiie dkk. (2003), telah memverifikasi bahwa, BBB utuh diperlukan
untuk perlindungan otak dan setiap penurunan BBB dapat mengganggu proses
perfusi darah dan mengintensifkan kemungkinan pembentukan plak di otak besar
(Ujiie et al., 2003). Studi tersebut mengungkapkan peningkatan sel apoptosis,
peningkatan permeabilitas BBB (kebocoran albumin dari BBB) dan peningkatan
ruang BBB yang menyebabkan perubahan struktur BBB (edema). Karena BBB
bertanggung jawab untuk pemeliharaan lingkungan mikro neuron, yang dicapai
dengan pemisahan otak dari darah dan dengan transportasi selektif zat dari darah
atau otak oleh sel-sel endotel, dengan demikian, dengan perubahan struktur BBB,
kehidupan neuron berbahaya dan akhirnya neuron rusak (Zhao dkk., 2007). Ujiie
dkk. (2003) juga telah memverifikasi bahwa, BBB utuh diperlukan untuk
perlindungan otak dan setiap penurunan BBB dapat mengganggu proses perfusi
darah dan mengintensifkan kemungkinan pembentukan plak di otak besar.
41
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
42
DAFTAR PUSTAKA
Guney, M., Ozguner, F., Oral, B., Karahan, N., & Mungan, T. (2007). 900 MHz
Perubahan Histopatologi yang diinduksi Frekuensi Radio dan Stres Oksidatif
pada Endometrium Tikus: Perlindungan oleh Vitamin E dan C. Toksikol.
Ind. Kesehatan, 23(7), 411– 420.
Kerman, M., & Senol, N. (2012). Stres oksidatif pada Hipokampus yang diinduksi
oleh 900 MHz Ponsel Pemancar Medan Elektromagnetik: Perlindungan oleh
Melatonin. Bioma. Res, 23(1), 147-151.
Khumar et al. (2016). Transdermal drug delivery system for non-steroidal anti-
inflamatory drugs : A review, indo American journal of pharmaceutical
research. Journal of Pharmaceutical Research, 3, 5.
Klemm, M., & Troester, G. (2006). Penyerapan energi EM pada jaringan tubuh
manusia disebabkan oleh ke antena UWB. Prog. Elektromagnetik. Res, 62,
261–280.
43
Li, J., Wang, H., Stoner, G., & Bray, T. (2002). Suplementasi Makanan dengan
Sistein Prodrugs secara Selektif Mengembalikan Tingkat Glutathione
Jaringan dan Status Redoks pada Tikus yang Kekurangan Protein. J. Nutr.
Biokimia, 13(10), 625–633.
Omar, S. M., Nasr, M., & Rafla, D. A. (2019). Transdermal patches loaded with
L-cysteine HCL as a strategy for protection from mobile phone emitting
electromagnetic radiation hazards. Saudi Pharmaceutical Journal, 27(1),
112–125. https://doi.org/10.1016/j.jsps.2018.09.004
Ozguner, F., Altinbas, A., Ozaydin, M., Dogan, A., Vural, H., Kisioglu, A., Cesur,
G., & Yildirim, N. (2005). Stres oksidatif miokard yang diinduksi ponsel:
perlindungan oleh agen antioksidan baru asam caffeic phenethyl ester. racun.
Ind. Kesehatan 21, 7–8, 223–230.
Ozgur, E., Güler, G., & Seyhan, N. (2010). Radikal Bebas yang diinduksi Radiasi
Ponsel Kerusakan Hati dihambat oleh Antioksidan N-asetil Sistein dan
Epigallocatechin-gallate. Int. J. Radiat Biol, 86(11), 935–945.
Tsai, C.-Y., & Chang, C.-C. (2013). Patch Pengiriman Obat Transdermal
Berperekat Otomatis Menggunakan Struktur Mikropilar yang Terinspirasi
44
Kumbang. J.Materi. Kimia B, 1(43), 5963– 5970.
Yildiz, D., Arik, M., Cakir, Y., & Civi, Z. (2009). Perbandingan N-asetil-L-sistein
dan L-sistein Sehubungan dengan Fluks Transmembran Mereka. Biokimia.
(Moskow) Supl. Ser. J: Anggota. Biol Sel, 3(2), 157–162.
45