Anda di halaman 1dari 3

Latar Belakang

Di dalam suatu kenegaraan secara umum negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam pertengahan abad dikatakan bahwa ide demokrasi tanpa
konstitusi negara tidak mungkin akan terbentuk. Konstitusi merupakan hukum dasar yang dijadikan
pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Dasar - dasar dalam penyelenggaraan bernegara dapat
berdasarkan pada suatu konstitusi yang disebut sebagai hukum dasar. Negara yang berlandaskan pada
suatu konstitusi dinamakan negara konstitusional. Akan tetapi untuk dapat dikatakan sebagai negara
konstitusional maka konstitusi negara harus sesuai dengan konstitusionalisme. Artinya, dalam paham
konstitusionalisme, kekuasaan melarang dan prosedur ditentukan, sehingga kekuasaan pemerintah
menjamin pemerintah yang tidak sewenang-wenang dan bertanggung jawab.
Rumusan Masalah
1. Apa saja pengertian konstitusi?
2. Bagaimana konstitusi sebagai akar paham konstitusionalisme?
Pembahasan
Pengertian Konstitusi
Konstitusi atau undang-undang dasar (bahasa latin : constitutio) dalam negara adalah sebuah norma
sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara biasanya dikodifikasikan sebagai
dokumen tertulis. Hukum ini tidak mengatur hal-hal yang terperinci, melainkan hanya menjabarkan
prinsip-prinsip yang menajdi dasar bagi peraturan-peraturan lainnya. Dalam kasus bentukan negara,
kontitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik dan hukum, istilah ini merujuk secara
khusus untuk menetapkan konstitusi nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-prinsip
dasar hukum termasuk dalam bentuk struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban pemerintahan
negara pada umumnya. Konstitusi merujuk umumnya merujuk pada pinjaman hak kepada warga
masyarakatnya. Istilah konstitusi dapat diterapkan kepada seluruh hukum yang mendefinisikan fungsi
pemerintahan negara.
Konstitusi pada dasarnya memiliki pengertian luas, yaitu keseluruhan peraturan baik tertulis
maupuntidak tretulis yang mengatur secara mengikat mengenai cara penyelenggaraan suatu
pemerintahan. Istilah konstitusi pada umumnya menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan
suatu negara. Sistem itu berupa kumpulanm peraturan yang membentuk, mengatur atau memenuhi
negara. Peraturan perundang-undangan tersebut ada yang tretulis sebagai keputusan badan yang
berwenang dan ada yang tidak tertulis yang berupa kebiasaan dalam praktik penyelenggaraan negara.
Dengan demikian, pengertian konstitusi sampai dewasa ini dapat menunjuk pada peraturan
ketatanegaraan baik yang tertulis maupun tidak tertulis
Terdapat beberapa definisi konstitusi dari pada ahli, yaitu :
Herman Heller, membagi pengertian konstitusi menjadi tiga yaitu :
1). Konstitusi dalam pengertian politik sosiologi. Konstitusi mencerminkan kehiupan politik didalam
masyarakat sebagai suatu kenyataan.
2). Konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat yang selanjutnya
dijadikan satu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat yang selanjutnya dijadikan suatu
kesatuan kaidah hukum konstitusi dalam hal ini sudah mengandung pengertian yuridis.
Konstitusi atau undang-undang dapat dianggap sebagai perwujudan dari hukum tertinggi yang harus
ditaati oleh negara dan pejabat-pejabat negara sekalipun. Hal ini sesuai dengan dalil “Goverment by
law, not by men” ( pemerintahan berdasarkan hukum, bukan oleh manusia). Pada permulaan abad ke-
19 dan awal abad ke 20, gagasan mengenai konstitusionalisme, (kekuasaan terbatas dan jaminan hak
dasar warga negara). Mendapatkan perumusan secara Yuridis.
Konstitusi Sebagai Akar Paham Konstitusionalisme
Konstitusi pada hakikatnya berlaku sebagai hukum tertinggi karena merupakan wujud perjanjian
sosial tertinggi seluruh rakyat yang berdaulat dalam suatu negara. Dalam konstitusi terdapat berbagai
dokumen hukum, politik dan ekonomi yang berfungsi sebagai ”mercusuar” yang memberikan
pedoman, arah, dan petunjuk bagi suatu negara untuk menata dirinya. Konstitusi juga berisi tentang
aturan main antar berbagai pusat kekuasaan sehingga terdapat kepastian bagi terselenggaranya
pemerintahan yang efektif dan demokratis.
Hal demikian disebabkan karena “konstitusi merupakan hukum dasar yang mengatur pokok-pokok
dalam menjalankan negara”. Pada negara yang berdasarkan konstitusi memberlakukan konstitusi
sebagai “the higher law” dan “fundamental law”. K.C. Wheare dalam konteks ini menyebutkan :
The short explanation of this phenomenon is that in many countries a constitution is thought of as an
instrument by which government can be controlled. Constitution spring from a belief in limited
government. (Secara singkat dapat dijelaskan bahwa di banyak negara Konstitusi adalah salah satu
sarana yang digunakan untuk mengawasi pemerintahan. Konstitusi mendasari pemerintahan yang
terbatas).
Dengan merujuk pendapat Wheare ini dapat ditegaskan bahwa konstitusi berfungsi menetapkan
organisasi negara dan mengatur hubungan antara pemerintah dan warganya, serta mengawasi
pemerintahan. Mac Iver menyebut konstitusi sebagai “hukum yang mengatur kekuasaan negara”.
menurut C.F. Strong, konstitusi merupakan “kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan
pemerintahan, hak-hak pihak yang diperintah (rakyat), dan hubungan di antara keduanya”. Dengan
demikian, konstitusi itu mengandung prinsip-prinsip hubungan dan batas-batas kekuasaan antara
pemerintahan dengan hak-hak rakyat (diperintah). Sementara James Bryce mengemukakan bahwa “A
constitution as a frame work of political society, organised through and by law“ (konstitusi sebagai
satu kerangka masyarakat politik yang pengorganisasiannya melalui dan oleh hukum).
Pada tataran inilah eksistensi sebuah konstitusi bagi suatu negara pada hakikatnya merupakan akar
paham konstitusionalisme dimana tidak hanya dimaksudkan untuk membatasi wewenang penguasa,
menjamin hak rakyat dan mengatur pemerintahan, tetapi konstitusi juga menjadi alat rakyat
mengkonsolidasikan kedudukan politik dan hukum dengan mengatur kehidupan bersama untuk
mencapai cita-cita. Itulah sebabnya, pada saat ini konstitusi tidak hanya memuat aturan hukum tetapi
juga merumuskan atau enyimpulkan prinsip-prinsip hukum, garis haluan negara, dan patokan
kebijaksanaan (policy) yang semuanya mengikat penguasa.
Dengan demikian, jelaslah bahwa penggunaan kekuasaan negara pada dasarnya sudah ditentukan
secara tegas dan dibatasi oleh sifatnya masing-masing. Konstitusi telah memberikan pegangan dan
batasan sekaligus tentang cara bagaimana kekuasaan negara dijalankan. Oleh karena konstitusi
mengikat segenap lembaga negara dan seluruh warga negara, maka yang menjadi pelaksana konstitusi
adalah semua lembaga negara dan segenap warga negara sesuai dengan hak dan kewajiban masing-
masing sebagaimana diatur dalam konstitusi itu sendiri.
Kesimpulan
Konstitusi diartikan sebagai peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis. Konstitusi memuat aturan aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu
negara. Dalam paham konstitusionalisme, konstitusi merupakan perwujudan dari hukum tertinggi
yang harus dipatuhi oleh semua komponen negara. Eksistensi sebuah konstitusi bagi suatu negara
pada hakikatnya merupakan akar paham dari konstitusionalisme dimana tidak hanya dimaksudkan
untuk membatasi wewenang suatu penguasa, menjamin hak rakyat dan mengatur pemerintahan, tetapi
konstitusi juga menjadi alat rakyat untuk menggabungkan kedudukan politik dan hukum dengan
mengatur kehidupan bersama untuk mencapai cita-cita suatu negara yang makmur.
Daftar Pustaka
Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Dalam Perspektif Fikih
Siyasah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
Astim Riyanto, Teori Konstitusi, Yapemdo, Bandung, 2003.
C.F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern: Studi Perbandingan tentang Sejarah dan Bentuk-
Bentuk Konstitusi Dunia, terjemahan SPA Teamwork, (Nuansa dan Nusamedia, Bandung, 2004.
Effendi Suryani & Kaswan, Pancasila dan Ketahanan Jati Diri Bangsa, Bandung: PT Refika Aditama,
2015
I Dewa Gede Atmadja, Hukum Konstitusi Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan
UUD 1945, Setara Press, Malang, 2012..
Jazim Hamidi & Mustafa Lutfi, “Ketentuan Konstitusional Pemberlakuan Keadaan Darurat dalam
Suatu Negara”, Jurnal Konstitusi, Volume 6 Nomor 1, (April, 2009.)
K.C. Wheare, Modern Constitution, Second Edition, Oxford University Press, London, New York,
1966.

Anda mungkin juga menyukai