Anda di halaman 1dari 33

PBL

KELOMPOK VII
KASUS II
“ KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH “

NAMA : STEFANUS ADI WAHYU ARDANA


NIM : 2002071
KELAS :A
TUTOR : Fransiska Winandari, S.Kep, Ns, MAN
Kasus II
Pencernaan Seorang laki-laki usia 55 tahun periksa ke poliklinik bedah dengan keluhan sering
mengalami sakit perut sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengatakan setiap buang air besar selalu disertai
darah. la mengira jika dirinya menderita wasir atau ambeien. Sebelum berobat ke dokter, pasien pernah
menjalani pengobatan herbal untuk mengatasi sakit perutnya, namun ternyata tak kunjung sembuh.
Selama pengobatan herbal tersebut, pasien juga merasakan bahwa berat badannya merosot drastis,
sehingga tidak bertenaga bila melakukan aktivitas. Setelah dilakukan pemeriksaan ole dokter, pasien
dianjurkan untuk dilakukan endoskopi, hasilnya terdapat benjolan besar di usus besar. Hasil
pemeriksaan CEA 25 ng/ml. Dokter mengatakan Pasien akan direncanakan untuk kemoterapi selama 6
kali.
Bahan diskusi :
1. Bagaimana langkah - langkah dalam melakukan proses asuhan keperawatan pada klien
tersebut? Dokumentasikan proses asuhan keperawatan tersebut!
2. Topik apa yang menurut saudara perlu dilakukan untuk materi Pendidikan Kesehatan pada
klien diatas?

Step 1
1. Pemeriksaan CEA ( bagus) :
a. Pemeriksaan CEA mengukur konsentrasi carcinoembryonic antigen (CEA) dalam darah.
(tata)
b. CEA= (Carcinoembryonic antigen) yang merupakan zat penanda tumor (ingencia,
Imelda)

2. Endoskopi (Anna )
a. Teknologi optik berupa vidio untuk pemeriksaan rongga tubuh

3. Poliklinik ( Cici )
a. tempat untuk melayani masyarakat dalam melakukan pemeriksaan organ dlam atau
pembedahan yg dilakukan oleh dokter spesialis (bagus)

4. Wasir/ambeien ( Belen )
a. vena yang membengkak di bagian anus (santika)

5. kemoterapi (Agnes)
a. kemoterapi adalah penatalaksanaan medis untuk penderita tumor atau kanker untuk
mengurangi pertumbuhan sel (alda)
b. Kemoterapi adalah cara pengobatan dengan zat kimia yang digunakan untuk megurangi
rasa nyeri (belen)
Step II
1. Apa yang menyebabkan seseorang terkena ambeyen? (tata)
2. Cara mengatasi ambeyen (cici)
3. Apakah penyakit ambeyen itu penyakit keturunan ( belen)
4. Apakah ada obat tradisional yang dapat menyembuhkan wasir? Jika ada apa (bagus)
5. Gejala apa saja yang timbul saat seseorang terkena wasir? (stefanus)
6. Apakah duduk terlalu lama merupakan salah satu penyebab wasir/ambeien? (alda)
7. Apakah pemicu utama seseorang terkena wasir (bagus)
8. Apakah ambeyen beresiko untuk ibu hamil (santika)
9. berapa nilai normal CEA pada orang dewasa (stefanus)
10. setelah mengetahui diagnosa pasien tindakan yang pertama dilakukan untuk pasien itu apa saja
(ingen)
11. masalah keperawatan apa yang mungkin muncul pada pasien ini ( bu sisca)
12. Apakah ambeian bisa di sembuhkan secara total (Imelda)
13. Pengkajian apa saja yang dilakukan pada pasien ini (bu sisca)

Step III
1. Penyebab mbeien : kurang asupan serat, duduk terlalu lama (santika)
2. Cara mengatasi ambeien
a. Rendam dengan air hangat, Jangan terlalu banyak duduk Jangan menahan BAB (agnes)
b. Cara mengatasi ambeien adalah menerapkan pola makan, mengonsumsi obat-obatan
tradisional, dan menjalani operasi pengangkatan wasir jika merasa kesakitan yang cukup
parah (Imelda)

3. Tidak, karena penyakit ini terjadi karena aktivitas sehari hari yang berat (belen)
4. Obat tradisional wasir daun sirsak,minyak jarak (alda)
5. Tanda gejala: munculnya rasa tidak nyaman, keluar darah pada saat tubuh mengeluarkan feses
(santika)
6. Iya karena dengan duduk lama maka terjadi tekanan pada pembuluh darah yg lama sehingga
menimbulkan benjolan (bagus)
7. Mengejan terlalu keras pada saat BAB (stefanus)
8. Menurut saya tidak mengganggu, karena ambeien terjadi di anus tidak menghalangi jalan lahir
(belen)
9. Nilai normal pada dewasa adalah kurang dari 3 ng/mL ( kak ingen)
10. Melakukan perencanaan mengenai tindakan selanjutnya seperti pemberian obat atau
pengengangkatan ambeien (bagus)
11. Masalah keperawatan:nyeri ,kebutuhan nutrisi kurang dari normal (alda)
12. Bisa dengan cara pengangkatan ambien denfan operasi (bagus)
13. Penkes:managemen nyeri (distraksi,relaksasi,guiden imagery) (alda)
Step IV ( LO )
Konsep Medis
1. Definisi
2. Anatomi Fisiologi terkait
3. Epidemiologi
4. Etiologi
5. Patofisiologi/ Pathway
6. Tanda dan gejala
7. Klasifikasi/ derajat (jika ada)
8. Pemeriksaan diagnostik
9. Penatalaksanaan medis
10. Komplikasi
11. Pencegahan
12. Prognosis
13. Discharge planning

Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnosa
3. NCP
4. SAP/ Penyuluhan
5. Jurnal terkait
Step V ( Mapping/ Kanker Colon)

KONSEP MEDIS KONSEP KEPERAWATAN

DEFINISI PENGKAJIAN

ANATOMI FISIO EPIDEMIOLOGI DIAGNOSA NCP

ETIOLOGI PATOFISIOLOGI SAP/PENYULUHAN JURNAL


TERKAIT

TANDA & GEJALA KLASIFIKASI

PEM DIAGNOSTIK PENATA MEDIS

KOMPLIKASI PENCEGAHAN

PROGNOSIS DISCHARGE PLANNING

A. Konsep keperawatan
1. Definisi
Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian usus besar, yakni bagian akhir
dari sistem pencernaan. Sebagian besar kasus kanker kolorektal dimulai dari sebuah
benjolan/polip kecil, dan kemudian membesar menjadi tumor (Yayasan Kanker Indonesia,
2018).

Kanker kolon adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari kolon
(bagian terpanjang dari usus besar) (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

Perbedaan tumor dan kanker adalah benjolan tumor biasanya bisa bergerak ketika


kamu merabanya, sedangkan kanker tidak bergerak. Selain itu, benjolan tumor juga
memiliki bentuk yang halus dan teratur, sedangkan kanker mungkin memiliki bentuk yang
tidak rata.

2. Anatomi Fisiologi terkait


Usus besar memanjang dari ujung akhir dari ileum sampai anus. Panjangnya bervariasi
sekitar 1.5 m. Ukuran Usus besar berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang
sekitar 1.5 m (5 kaki) yang terbentang dari saekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar
sudah pasti lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6.5 cm (2.5 inci). Makin dekat anus
diameternya akan semakin kecil. Usus besar terdiri dari bagian yaitu caecum, kolon
asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan rectum.
Struktur Usus besar
a. Caecum
Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus besar. Panjang
dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Saekum terletak pada fossa iliakakanan
di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya saekum seluruhnya
dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak bebas, tetapi tidak mempunyai
mesenterium. Terdapat perlekatan ke fossa iliaka di sebelah medial dan lateral
melalui lipatan peritoneum yaitu plika caecalis, menghasilkan suatu kantong
peritoneum kecil, recessus retrocaecalis

b. Kolon asenden
Bagian ini memanjang dari saekum ke fossa iliaka kanan sampai ke sebelah kanan
abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan dan di hati
membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatika (fleksura coli dextra)
dan dilanjutkan dengan kolon transversum.

c. Kolon transversum
Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak bebas
karena tergantung pada mesokolon, yang ikut membentuk omentum majus.
Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan menyilang abdomen dari fleksura coli dekstra
sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis. Letaknya tidak tepat
melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah sehingga terletak di
regio umbilikus.

d. Kolon desenden
Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri, dari atas ke
bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri, bersambung dengan
sigmoid, dan dibelakang peritoneum.

e. Kolon sigmoid
Sering disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan berbentuk
lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior (pelvic brim)
sampai peralihan 14 menjadi rektum di depan vertebra S-3. Tempat peralihan ini
ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli dan terletak + 15 cm di atas anus.
Kolon sigmoid tergantung oleh mesokolon sigmoideum pada dinding belakang
pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas (mobile).
f. Rektum
Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon sigmoid dengan panjang
sekitar 15 cm. Rektum memiliki tiga kurva lateral serta kurva dorsoventral. Mukosa
rektum lebih halus dibandingkan dengan usus besar. Rektum memiliki 3 buah
valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum
terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak
dirongga abdomen dan relatif mobile.Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum
reflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran
anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke
bagian usus yang lebih proksimal, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan
internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani
eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.

3. Epidemiologi
Di Indonesia, kanker kolonektal merupakan jenis kanker ketiga terbanyak. Pada tahun 2008,
Indonesia menempati urutan keempat di Negara ASEAN, dengan inciden cerate
17,2per100.000 penduduk dan angka ini di prediksikan akan terus meningkat dari tahun
ketahun. Studi epidemiologi sebelumnya menunjukkan bahwa usia pasien kanker kolon
ektal di Indonesia lebih muda dari pada pasien kanker kolonektal dinegara maju. Lebih dari
30% kasus di dapat pada pasien yang berumur 40 tahun atau lebih muda, sedangkan
dinegara maju, pasien yang umurnya kurang dari 50 tahun hanya 2-8% saja.
(Sayuti&Nouva,2019).

4. Etiologi
Sebagian orang memang memiliki risiko tinggi terkena kanker kolorektal. Beberapa faktor
risiko tersebut ada yang tidak bisa diubah, 15 seperti usia lebih dari 50 tahun, riwayat
menderita polip, riwayat menderita infeksi usus besar (colitis ulcerative atau penyakit
Chron), dan memiliki anggota keluarga yang mempunyai riwayat polip atau kanker usus
besar. Faktor risiko lain adalah pola hidup yang tidak sehat yang dapat meningkatkan risiko
kanker kolorektal di usia muda dibawah 40 tahun. Salah satunya adalah mengonsumsi
daging merah dan daging olahan secara berlebihan.

Oleh sebab itu, untuk mencegah timbulnya kanker kolorektal, batasi makanan tinggi
lemak termasuk daging merah. Merokok juga merupakan faktor risiko terjadinya kanker
kolorektal. Diperkirakan, satu dari lima kasus kanker usus besar di Amerika Serikat
dihubungkan dengan rokok. Merokok berhubungan dengan kenaikan risiko terbentuknya
adenoma dan peningkatan risiko perubahan adenoma menjadi kanker usus besar. Faktor
risiko tinggi lain adalah pengonsumsian alkohol. Usus mengubah alkohol menjadi
asetildehida yang meningkatkan risiko kanker kolorektal. Lebih baik konsumsi buah dan
sayur yang mengandung probiotik, karena kandungan seratnya akan mengikat sisa makanan
dan membuat feses lebih berat sehingga mudah dibuang (Kemenkes RI, 2019).

5. Patofisiologi/ Pathway
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip adenoma.
Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di rektum
dan kolon 16 sigmoid. Polip tumbuh dengan lambat, sebagian besar tumbuh dalam waktu 5-
10 tahun atau lebih untuk menjadi ganas. Ketika polip membesar, polip membesar di dalam
lumen dan mulai menginvasi dinding usus. Tumor di usus kanan cenderung menjadi tebal
dan besar, serta menyebabkan nekrosis dan ulkus. Sedangkat tumor pada usus kiri bermula
sebagai massa kecil yang menyebabkan ulkus pada suplai darah (Black & Hawks, 2014).
Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan lebih
dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar
dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar
usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus
halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai
oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran
tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun
kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar
melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak,
tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi
bila tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan pembedahan (Black & Hawks,
2014).

Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30 %
terjadi di sigmoid dan kolon desending. Kanker kolorektal terutama adenocarcinoma
(muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon asenden lebih banyak
ditemukan daripada pada transversum (dua kali lebih banyak). Tumor bowel maligna
menyebar dengan cara (Black & Hawks, 2014):

a. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya ke
abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai
bladder, ureter dan organ reproduksi.

b. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-
paru, ginjal dan tulang.

c. Tertanam ke rongga abdomen.


Patway Ca Colon

Faktor Resiko Kanker Kolon

Faktor Genetik
Pola gaya hidup tidak sehat
Faktor Usia Kolitis ulsreatif
Penyakit crohn

merokok Minuman Rendah serat,


Riwayat keluarga beralkohol daging
Usia >50 tahun
menderita penyakit merah,
kanker
Radang
kronis Masuk Feses tidak
pada usus kedalam lembut,
besar tubuh menjadi zat
Mutasi sel- sel membentuk karsinogen
dalam tubuh Zat nikotin asetaldehida
sebagai (zat kimia
sumber
karsinogen
Pembelahan sel Menumpuk
tidak sempurna Merusak didalam
Masuk ke DNA di usus
dalam saluran dalam sel
induk

Menuju kolon

Mengubah
Menumpuk Obstruksi
perilaku sel
dalam kolon usus,
menempel
Meningkatkan di dinding
sel karsinogen Perubahan
abnormal
pada
dinding usus
Kanker colon

Invasi jaringan dan


efek kompresi tumor

Intervensi pembedahan Intervensi kemoterapi

Perubahan Pre Intra kemoterapi Post


Pasca Kolostomi
intake nutrisi kemoterapi kemoterapi
bedah sementara atau
permanen
Efek pemberian
Adanya filtrasi
obat kemoterapi
Luka pasca MK : obat di jaringan
bedah Ansietas
MK :
Asupan nutrisi
Gangguan Kerusakan
tidak adekuat
Citra Tubuh jaringan MK : Nausea
Perawatan progresif Menyeran
luka tidak Kerusakan irreversibel g sel-sel
intensif jaringan MK : Defisit yang
lunak pasca Nutrisi tumbuh
Dilakukan Munculnya
Port de bedah cepat
pemasangan tanda-tanda Sel-sel
entree infus ekstravasasi folikel
Respon MK : Resiko rambut
serabut lokal Gangguan
MK : MK : Resiko Integritas Kulit
Resiko Infeksi Kerontokan
MK : Nyeri
Tidak mampu
menelan
makanan
MK :
Gangguan Citra
Tubuh
MK : Resiko Defisit
Nutrisi
6. Tanda dan gejala
Kanker kolon seringkali dapat dideteksi dengan prosedur skrining. Adapun manifestasi
klinis dari kanker kolon menurut (Network, 2016) adalah:
a. Anemia
b. Perdarahan pada rectum
c. Nyeri abdomen
d. Perubahan kebiasaan defekasi
e. Obstruksi usus atau perforasi.
Sementara (Smeltzer, 2015) menjelaskan manifestasi klinis dari kanker kolon maupun
kanker rektum yaitu:
a. Keluarnya darah di dalam atau pada feses
b. Penurunan berat badan dan keletihan
c. Lesi di sisi kanan kemungkinan disertai dengan nyeri abdomen yang tumpul dan
melena
d. Lesi sisi kiri dikaitkan dengan obstruksi (nyeri dan kram abdomen, penyempitan
ukuran feses, konstipasi dan distensi) dan darah berwarna merah terang di feses.
e. Lesi rectal dikaitkan dengan tenesmus (mengejan yang nyeri dan tidak efektif saat
defekasi), nyeri rectal, mengalami konstipasi dan diare secara bergantian, feses
berdarah
f. Tanda-tanda komplikasi: obstruksi usus parsial atau komplet, ekstensi tumor dan
ulserasi ke pembuluh darah sekitar (perforasi, pembentukan abses, peritonitis, sepsis,
atau syok)
g. Dalam banyak kasus, gejala tidak muncul sampai kanker kolorektal berada dalam
stadium lanjut

7. Klasifikasi/ derajat (jika ada)


Klasifikasi ca colon menurut American Joint Committee on Cancer 2010 dalam (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

a. Penilaian tumor primer (T) pada ca colon

T Penilaian Tumor
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada ditemukan tumor primer

Tis Carsinoma in situ : intraepitelial atau invasi lamina propria

T1 Tumor invasi sub mukosa

T2 Tumor invasi muscularis propria

T3 Tumor invasi sepanjang muscularis propria hingga jaringan perikolorektal

T4 Tumor penetrasi ke permukaan peritoneum visceral

T5 Tumor secara langsung menginvasi atau melengket ke organ lain.

b. Penilaian penyebaran kelenjar getah bening (N) pada ca colon

N Kelenjar getah bening

NX Kelenjar Getah Bening regional tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada metastasis KGB

N1 Metastasis pada 1 – 3 KGB regiona

N1a Metastasis pada 1 KGB regiona

N1b Metastasis pada 2 – 3 KGB regional

N1c Deposit tumor pada subserosa, mesentrium, atau pericolic non


peritoneal atau jaringan perirektal tanpa metastasis

N2 Metastasis pada ≥4 KGB regional

N2a Metastasis pada 4 – 6 KGB regional

N2b Metastasis pada ≥7 KGB regional


c. Penilaian metastasis jauh (M) pada ca colon

M penilaian metasisitas

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Metastasis jauh

M1a Metastasis terjadi pada satu organ atau sisi (hati, paru, ovarium, KGB non
regional)
M1b Metastasis terjadi pada >1 organ / sisi atau di peritoneum

d. Stadium ca colon

stadium T N M keterangan
0 Tis N0 M0 Tis: Tumor terbatas pada mukosa
I T1 N0 M0 T1: Tumor menyerang submukosa
T2 T1: Tumor menyerang submukosa

IIA T3 N0 M0 T3: Tumor menyerang subserosa


atau lebih (tanpa melibatkan organ
lain)
IIB T4a N0 M0 T4a: Tumor melubangi
peritoneum visceral
IIC T4b N0 M0 T4b: Tumor menyerang organ
yang berdekatan
IIIA T1-T2 N1/N1c M0 N1: Sel-sel tumor dalam 1 sampai
N2a 3 kelenjar getah bening regional.
T1 atau T2
T1 N2a: Sel-sel tumor dalam 4
sampai 6 kelenjar getah bening
regional. T1
IIIB T3-T4a N1/N1c M0 N1: Sel-sel tumor dalam 1 sampai
3 kelenjar getah

T2-T3 N2a bening regional. T3 atau T4


T1-T2 N2b N2a: Sel-sel tumor dalam 4
sampai 6 kelenjar getah bening
regional. T2 atau T3
N2b: Sel-sel tumor di 7 atau lebih
kelenjar getah bening regional. T1
atau 2
IIIC T4a N2a M0 N2a: Sel-sel tumor dalam 4
sampai 6 kelenjar getah
T3-T4a N2b M0 bening regional. T4a

T4b N1-N2 M0 N2b: Sel-sel tumor di 7 atau lebih


kelenjar getah bening regional.
T3-4a N1-2: Sel tumor di
setidaknya satu kelenjar getah
bening regional. T4b
IVA Semua Any N M1a M1a: Metastasis ke 1 bagian tubuh
T lain di luar usus besar, dubur atau
kelenjar getah bening regional. T
apa saja, sembarang N
IVB Semua Any N M1b M1b: Metastasis ke lebih dari 1
T bagian tubuh lain di luar usus
besar, dubur atau kelenjar getah
bening regional. T apa saja,
sembarang N

(Contoh penyebaran Stadium Kanker Kolon)


8. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kanker kolorektal adalah
sebagai berikut (Sayuti & Nouva, 2018)

a. Pemeriksaan laboratorium klinis


Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk menegakkan
diagnosa maupun monitoring perkembangan atau kekambuhannya. Pemeriksaan
terhadap kanker ini antara lain pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja
yang merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia kemungkinan ditemukan
oleh karena adanya perdarahan kecil. Perdarahan tersembunyi dapat dilihat dari
pemeriksaan tinja. Selain 25 pemeriksaan rutin diatas, dalam menegakkan diagnosa
karsinoma kolorektal dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma Embrionic Antigen).
Carcinoma Embrionic Antigen merupakan pertanda serum terhadap adanya karsinoma
kolon dan rektum. Carcinoma Embrionic Antigen adalah sebuah glikoprotein yang
terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan
sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi
rekurensi dini dan metastase ke hepar. Carcinoma Embrionic Antigen terlalu insensitif
dan nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai skrining kanker kolorektal. Meningkatnya
nilai CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya
nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan
adanya metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor
prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada
monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.
b. Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi
Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal adalah terhadap
bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat kolonoskopi maupun reseksi usus. Hasil
pemeriksaan ini adalah hasil histopatologi yang merupakan diagnosa definitif. Dari
pemeriksaan histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai jenis kanker
maupun karsinoma di kolorektal ini.

c. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen atau
menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai double
kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang
berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama sigmoidoskopi, merupakan
cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak
dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang
pada pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko
perforasi dengan menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika
terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada
barium enema. Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging
(MRI), Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari teknik pencitraan yang
digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi
teknik ini bukan merupakan skrining tes

d. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon dan
rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan saluran pencernaan dengan menggunakan alat
kolonoskopi, yaitu selang lentur berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan dilengkapi dengan
kamera. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan
polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi
sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar
67%. Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol
perdarahan dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat
aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya
muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat
berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut
divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik,
striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi
daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari
kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama dari
kolonoskopi diagnostik.

e. Histopatologi
Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis karsinoma
kolon adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel.

f. Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound


Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada
pengobatan.

g. Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum)


Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat
dilakukan melalui sum – sum tulang, kulit, organ dan sebagainya.

9. Penatalaksanaan medis
Bila sudah pasti karsinoma kolon, maka kemungkinan pengobatan adalah sebagai berikut :

1. Pembedahan
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan rektal,
pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu sisi
dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopi dengan polipektomi
merupakan suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya
pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam
membuat keputusan di kolon, massa tumor kemudian di eksisi. Reseksi usus
diindikasikan untuk kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas B serta lesi C.
Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon kelas D. Tujuan
pembedahan dalam situasi ini adalah paliatif. Apabila tumor sudah menyebar dan
mencakup struktur vital sekitar, operasi tidak dapat dilakukan. Tipe pembedahan
tergantung dari lokasi dan ukuran tumor.

Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut.


 Reseksi segmental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus
pada sisi pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik)
 Reseksi abominoperineal dengan kolostomi signoid permanen (pengangkatan
tumor dan porsisigmoid dan semua rektum serta sfingter anal)
 Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis serta
reanastomosis lanjut dari kolostomi
 Kolostomi permanen atau iliostomy (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang
tidak dapat direseksi)
2. Penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi misalnya sinar X, atau
sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor, merusak genetic
sehingga membunuh kanker. Terapi radiasi merusak sel-sel yang pembelahan dirinya
cepat, antara alin sel kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus, sel darah. Kerusakan
sel tubuh menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan.

3. Kemotherapy
Chemotherapy memakai obat anti kanker yang kuat , dapat masuk ke dalam sirkulasi
darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar. Obat chemotherapy ini
ada kira–kira 50 jenis. Biasanya di injeksi atau dimakan, pada umumnya lebih dari satu
macam obat, karena digabungkan akan memberikan efek yang lebih bagus (FKUI,
2001 : 211)

4. Difersi vekal untuk kanker kolon dan rectum


Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada
kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang
(stoma) pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsi sebagai difersi sementara
atau permanen. Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh.
Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi yang ditentukan oleh
lokasi tumor dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.

5. Penatalaksanaan Keperawatan
 Dukungan adaptasi dan kemandirian.
 Meningkatkan kenyamanan.
 Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
 Mencegah komplikasi.
 Memberikan informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan.
6. Penatalaksanaan diet
 Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur – sayuran dan buah – buahan Serat
dapat melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi
menghilangkan kotoran dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang
terlalu lama mengendap di usus akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
 Kacang – kacangan (lima porsi setiap hari)
 Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi
terutama yang terdapat pada daging hewan.
 Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut
dapat memicu sel karsinogen / sel kanker.
 Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
 Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.

10. Komplikasi
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
 Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
 Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung.
 Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang
menyebabkan hemoragi.
 Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
 Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
 Pembentukan abses

Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah sumbatan (obstruksi) saluran cerna.
Sumbatan tersebut tentu diakibatkan tumor yang memenuhi saluran usus. Adanya
sumbatan tersebut menyebabkan penderitanya mengalami konstipasi dan nyeri perut.
Selain obstruksi, tumor juga dapat menyebabkan usus mengalami kebocoran
(perforasi). Perforasi usus dapat menimbulkan gejala yang berat seperti nyeri perut
hebat, perut terlihat membesar dan tegang, muntah, serta infeksi berat.

Tak berhenti di situ, kanker usus juga dapat menimbulkan perdarahan. Hal
tersebut dapat terjadi bila tumor berada di sekitar rektum, salah satu bagian terakhir
usus besar. Perdarahan tumor dapat menyebabkan penderitanya kehilangan darah
yang cukup banyak, sehingga menimbulkan anemia (kekurangan sel darah merah).

Komplikasi lain dari kanker usus adalah penyebaran sel tumor ke organ yang
lain. Proses yang disebut metastasis ini lazim terjadi pada berbagai jenis kanker,
terutama yang sifatnya ganas. Organ tubuh yang paling sering menjadi sasaran
metastasis sel kanker usus adalah kelenjar getah bening, paru, dan selaput rongga
perut. Metastasis dapat menimbulkan gejala sesuai organ yang terkena, misalnya
benjolan di sekitar leher, sesak napas, dan nyeri perut serta perut yang semakin
membesar (Timurtini, 2019).

11. Pencegahan
a. Banyak mengonsumsi makanan berserat, karena mudah dicerna oleh usus besar
sehingga tidak memiliki cukup waktu untuk melekat pada sel-sel saluran cerna dan
dapat menyebabkan kontraksi timbulnya rasa inngun buang air besar.
b. Hindari makanan yang berlemak tinggi (maknan cepat saji atau praktis)
c. Mengonsumsi sayur dan buah-buahan setiap hari
d. Olahraga yang teratur melakukan aktivitas fisik.

12. Prognosis
Prognosis kanker kolon dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ukuran lesi, jumlah lesi,
keterlibatan nodus limfatikus, dan metastasis. Pada penderita dengan keterlibatan
peritoneum, angka harapan hidup berkurang antara 6–18 bulan. Kadar
CEA (carcinoembryonic antigen) yang tinggi juga memberikan prediksi prognostik yang
buruk. Jika digabungkan, angka 5 years survival rate kanker kolorektal adalah sekitar 63%.
[17,18].

13. Discharge planning


1. Ajarkan pada orang tua atau kelurga memantau adanya tanda dan gejala komplikasi
jangka panjang berikut ini:
a. Stenosis dan konstriksi
b. Inkontinensia
c. Pengosongan usus yang tidak adekuat

2. Ajarkan tentang perawatan kolostomi pada keluarga dan pasien


a. Persiapan kulit
b. Penggunaan, perawatan, dan pembersihan alat kolostomi
c. Komplikasi stoma ( perdarahan, gagal defekasi, diare meningkat, proplas, feses
seperti pita )
d. Irigasi kolostomi

3. Beri dan kuatkan informasi-informasi tentang penatalaksanaan diet


a. Makanan rendah sisa
b. Masukan cairan tanpa batas
c. Tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit atau dehidrasi

4. Dorong keluarga dan pasien mengekspresikan perasannya tentang kolostomi


a. Tampilan
b. Bau
5. Terapi obat-obatan, meliputi penggunaan resep dan analgesic yang dijual bebas
6. Rujuk ke prosedur institusi spesifik untuk informasi yang dapat diberikan pada keluarga
tentang perawatan dirumah.
B. Konsep Medis
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang dilaksanakan
untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang pasien, dan
membuat catatan tentang respons kesehatan pasien. Pengkajian yang komprehensif atau
menyeluruh, sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung pada identifikasi
masalah-masalah pasien. Pengumpulan data dapat diperoleh dari data subyektif melalui
wawancara dan dari data obyektif melalui observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017):

a. Pengumpulan data
1) Identitas pasien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, tempat
tinggal
2) Riwayat penyakit sekarang : Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan
pada area abdomen terjadi pembesaran
3) Riwayat penyakit dahulu : Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien
dengan timbulnya kanker kolon.
4) Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit
seperti yang dialami pasien, adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit
kronis lainnya
5) Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan pasien dengan anggota
keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun saat sakit, apakah pasien
mengalami kecemasan, rasa sakit, karena penyakit yang dideritanya, dan bagaimana
pasien menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.

b. Riwayat bio-psiko-social-spiritual
1) Pola nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan apa saja yang
sering di konsumsi, makanan yang paling disukai, frekuensi makanannya
2) Pola eliminasi
Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah keluar darah atau
tidak, keras, lembek, cair ?
3) Pola personal hygiene
Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun atau tidak,
menyikat gigi.
4) Pola istirahat
Kebiasaan istirahat tidur berapa jam ?
Kebiasaan – kebiasaan sebelum tidur apa saja yang dilakukan?
5) Pola aktivitas dan tidur
Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas diluar kegiatan
olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan sekitarnya.
6) Kebiasaan yang mempengaruhi
Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras, ketergantungan dengan
obat-obatan ( narkoba ).
7) Hubungan peran
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, temanteman sekitar
lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap keluarga, kebersamaan
dengan keluarga
9) Pola nilai kepercayaan
Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap agama yang
dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut dan patuh terhadap perintah dan
larangan-Nya.
10) Pola reproduksi dan seksual
Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan keluarga besarnya
dan lingkungan sekitar.

c. Riwayat pengkajian nyeri


P : Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang biasa memperberat
dan mengurangi nyeri ?
Q : QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala dirasakan ?
R : Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan dan apakah gejala yang dirasakan
menyebar?
S : Skala – severity: Berapa tingkat keparahan dirasakan?
T : Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala dirasakan?
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher : Dengan tehnik inspeksi dan palpasi
2) Rambut dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan, perlukaan, penekanan
3) Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bau ?
4) Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak mata, adanya benda
asing, skelera putih ?
5) Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi akibat trauma ?
6) Mulut : Benda asing, gigi, sianosis, kering ?
7) Bibir : Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering ?
8) Rahang : Perlukaan, stabilitas ?
9) Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar tiroid

e. Pemeriksaan dada
1) Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi pernapasan, irama,
gerakkan cuping hidung, terdengar suara napas tambahan.
2) Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara kanan kiri
dinding dada.
3) Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas paru
dan hepar.
4) Auskultasi : Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan paru, suara ronchi
dan wheezing

f. Kardiovaskuler
1) Inspeksi: Bentuk dada simetris
2) Palpasi: Frekuensi nadi,
3) Parkusi: Suara pekak
4) Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur

g. Sistem pencernaan/abdomen
1) Warna dan suhu kulit
2) Perabaan nadi distal
3) Depornitas extremitas alus
4) Gerakan extremitas secara aktif dan pasif
5) Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi
6) Derajat nyeri bagian yang cidera
7) Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh
8) Reflek patella

h. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah meliputi :


1) Warna dan suhu kulit
2) Perabaan nadi distal
3) Depornitas extremitas alus
4) Gerakan extremitas secara aktif dan pasif
5) Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi
6) Derajat nyeri bagian yang cidera
7) Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh
8) Reflek patella

i. Pemeriksaan pelvis/genetalia
1) Kebersihan, pertumbuhan rambut
2) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat lesi atau tidak

2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai seseorang, keluarga, atau
masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau
potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan
asuhan keperawatan (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017). Diagnosa yang mungkin muncul
menurut (PPNI, 2017):

Pre kemoterapi
Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

Intra kemoterapi
a. Risiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur invasive
b. Risiko Gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif

Post kemoterapi
a. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan atau pengobatan (misal.
Pembedahan, kemoterapi dan radioterapi)
c. Resiko defisit nutrisi ditandai dengan ketidakmampuan menelan makanan

3. SAP (penyuluhan)
SATUAN ACARA PENYULUHAN
CARCINOMA COLON

Topik : Carcinoma Colon


Sasaran : Pasien Dan keluarga Pasien
Tempat : Bangsal Melati Rs. Joyokusumo
Hari/tanggal : Jumat, 23 Oktober 2021
Waktu : 08.00- 09.00 WIB

A. Latar belakang
Usus besar adalah bagian dari saluran cerna yang berfungsi untuk penyerapan air. Usus
ini berfungsi dengan rektum di bagian ujungnya yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara dari feses yang selanjutnya akan dibuang melalui anus.
Dibandingkan penyakit jantung koroner, penyakit keganasan atau kanker usus besar
(kolon) kurang mendapat perhatian masyarakat awam. Padahal angka kejadiannya
cukup tinggi. Apalagi diikuti dengan makin bertambahnya usia harpan hidup, penyakit –
penyakit degeneratif seperti kanker juga akan semakin meningkat (Robbins, 2012).

B. Tujuan
a. Menjelaskan tentang carsinoma colon
b. Menyebutkan penyebab carsinoma colon
c. Menyebutkan tanda dan gejala carsinoma colon
d. Menjelaskan tentang diet carsinoma colon
e. Menjelaskan tentang pencegahan carsinoma colon

C. Kegiatan penyuluhan

Kegiatan Kegiatan Penyuluhan Kegiatan peserta metode waktu

Pembukaan 1. Memberi salam 1. Menjawab salam ceramah 5


pembuka 2. Memperhatikan menit
2. Memperkenalkan 3. Mendengarkan
diri dan
3. Menjelaskan tujuan Memperhatikan
penyuluhan
4. Menyebutkan
materi yang akan
diberikan
Pelaksanaan 1. Menjelaskan materi 1. Mendengarkan Ceramah 30
penyuluhan secara dan demonstrasi menit
berturut dan teratur memperhatikan
Materi :
a. Definisi Kanker
Usus Besar
b. Penyebab Kanker
Usus Besar
c. c. Tanda dan
Gejala Kanker
Usus Besar
d. d. Komplikasi
Kanker Usus
Besar
e. e. Pencegahan
Kanker Usus
Besar
f. Penatalaksanaan
Kanker Usus
Besar
Penutup 1. Memberikan 1. Bertanya Ceramah 25
kesempatan kepada 2. Menjawab Tanya menit
audience untuk pertanyaan jawab
bertanya tentang
materi yang belum
dimengerti
2. Memberi pertanyaan
kepada audience
tentang materi
penyuluhan yang
telah disampaikan
3. Kesimpulan dan
saran
4. Mengucapkan terima
kasih atas peran serta
pasien.
5. Mengucapkan salam

D. Media belajar
a. Diskusi
b. demonstrasi

4. NCP
Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah rencana tindakan untuk mengatasi masalah
dan meningkatkan kesehatan pasien. Perencanaan keperawatan adalah suatu rangkaian
kegiatan penentuan langkah-langkah pemecahan masalah dan prioritasnya, perumusan
tujuan, rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan pada pasien berdasarkan analisis
data dan diagnosa keperawatan (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017).

1. Rencana Keperawatan Pre kemoterapi


a. Ansietas berhubungan dengan Krisis situasional (D.0080) Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat ansietas pasien menurun.
Kriteria Hasil :
1) Verbalisasi kebingungan menurun
2) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi
3) Perilaku gelisah menurun
4) Perilaku tegang menurun
5) Frekuensi pernapasan, nadi dan tekanan darah menurun

Intervensi Reduksi Ansietas (I.09314):


Observasi
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal kondisi, waktu, stressor)
2) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
3) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

Terapeutik
1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan

Edukasi
1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
3) Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

2. Rencana keperawatan Intra kemoterapi


a. Resiko infeksi ditandai dengan Efek prosedur invasif (D.0142) Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risiko infeksi dapat menurun.
Kriteria Hasil :
1) Demam menurun
2) Kemerahan menurun
3) Nyeri menurun
4) Bengkak menurun

Intervensi Pencegahan Infeksi (I.14539): Observasi


Observasi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien

Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

b. Risiko gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif (D.0139)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risiko gangguan
integritas kulit menurun.
Kriteria Hasil :

1) Elastisitas meningkat
2) Hidrasi meningkat
3) Kerusakan jaringan menurun
4) Kerusakan lapisan kulit menurun

Intervensi perawatan integritas kulit (I.11353)


Observasi
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit Terapeutik
2) Gunakan produk berbahan ringan atau alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
3) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

Edukasi
1) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

3. Rencana keperawatan Post kemoterapi


a. Nausea berhubungan dengan tindakan kemoterapi (D.0076) Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nausea dapat menurun.
Kriteria Hasil :
1) Nafsu makan meningkat
2) Keluhan mual menurun
3) Perasaan ingin muntah menurun
4) Pucat tampak membaik

Intervensi Menejemen Mual (I.03117):


Observasi
1) Identifikasi faktor penyebab mual
2) Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup
3) Monitor mual

Terapeutik
1) Kontrol faktor lingkungan penyebab mual
2) Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik

Edukasi
1) Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
2) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan/pengobatan (D.0083)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan persepsi tentang
penampilan pasien dapat meningkat.
Kriteria Hasil :
1) Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
2) Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan atau reaksi orang lain
3) Menyembunyikan bagian tubuh berlebihan menurun
4) Respon nonverbal pada perubahan tubuh membaik
5) Hubungan sosial membaik

Intervensi Promosi citra tubuh (I.09305):


Observasi
1) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
2) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
3) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri

Terapeutik
1) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
2) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
3) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
4) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh

Edukasi
1) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
2) Latih fungsi tubuh yang dimiliki
3) Latih peningkatan penampilan diri
c. Resiko defisit nutrisi (D.0032) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan nutrisi pasien meningkat
Kriteria hasil :
1) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2) Kekuatan otot pengunyah meningkat
3) Kekuatan otot menelan meningkat
4) Frekuensi makan membaik
5) Nafsu makan membaik

Intervensi Manajemen Nutrisi (L.03119)


1) Identfikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi atau intoleran makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Terapeutik
1) Fasilitasi menentukan pedoman diet
2) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4) Berikan suplemen makanan, jika perlu

Edukasi
1) Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misal. Pereda nyeri,
antiemetik)
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

5. Jurnal terkait
Aktivitas Antikanker Pektin Kulit Buah Kakao Terhadap Jumlah Sel Goblet Kolon
Kinanthi P. Rizki, Wahyu W. Rochmah, Nandan G. Cempaka, Sugi Hartono, Fifteen
A. Fajrin
Laboratorium Biologi Farmasi dan Biomedik, Fakultas Farmasi, Universitas Jember,
Jember, Jawa Timur, Indonesia
Abstrak

Jumlah penderita kanker kolon yang tinggi mendorong penelitian akan pengobatan yang lebih

efektif dan mengurangi efek samping dari pengobatan masa kini, salah satunya adalah dengan

pengobatan secara herbal. Kulit buah kakao (Theobroma cacao) memiliki kandungan pektin yang

diketahui dapat menekan pertumbuhan sel kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

potensi aktivitas antikanker kolon dari pektin kulit buah kakao (Theobroma cacao) pada tikus yang

diinduksi dengan 7,12-dimethylbenzen(α)anthrasena (DMBA) dengan dosis 20 mg/kgBB. Tikus

dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu kelompok I kontrol negatif, kelompok II pektin

dosis 8 mg/kgBB, kelompok III pektin dosis12 mg/kgBB, dan kelompok IV pektin dosis 16

mg/kgBB. Hasil penelitian menunjukkan dosis uji tertinggi, yaitu 16 mg/kgBB memberikan

aktivitas terbaik dalam memulihkan kembali sel goblet yang rusak akibat induksi dari senyawa

karsinogen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pektin kulit buah kakao (Theobroma

cacao) memiliki potensi aktivitas antikanker kolon pada dosis uji. Kata kunci: DMBA, kulit buah

kakao, pektin, sel goblet.

Daftar Pustaka
Ariska, M., Movic, I., & Andriani, F. (n.d.). E :\ Tita \ D \ Tita \ Jan 15 \ Jurnal mo

Firdaus, Y. (2017). Penatalaksanaan Pada Setiap Stadium Kanker Kolon.


KTI (ASKEP CA COLON PADA Tn.J.M) Yustinus E pajong-converted.pdf
(poltekeskupang.ac.id)
KTI WIDYA HARTATI.pdf (poltekkes-kaltim.ac.id)
Prognosis Kanker Kolon - Alomedika

Timurtini, S. (2019). Komplikasi Kanker Kolon.

Anda mungkin juga menyukai